Refrat Dr Arif Final

19
REFERAT STEMI pada Dinding Jantung Bagian Anterior dengan Komplikasi Syok Kardiogenik, Patogenesis dan Tatalakasna Dokter Pembimbing : dr. Arief Lianto Lie Sp.PD Disusun Oleh : Christian Salim 11.2013.296 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

description

refrat ami anterior

Transcript of Refrat Dr Arif Final

REFERATSTEMI pada Dinding Jantung Bagian Anterior dengan Komplikasi Syok Kardiogenik, Patogenesis dan Tatalakasna

Dokter Pembimbing :dr. Arief Lianto Lie Sp.PD

Disusun Oleh :Christian Salim11.2013.296

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Mardi Rahayu KudusFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan tugas referat dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RS Mardi Rahayu Kudus, mengenai STEMI pada Dinding Jantung Bagian Anterior dengan Komplikasi Syok Kardiogenik, Patogenesis dan Tatalakasna.Dalam penyusunan tugas dan materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun, penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Arief Lianto Lie Sp.PD sebagai dokter pembimbing dalam pembuatan referat ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan membantu teman sejawat serta para pembaca pada umumnya dalam memahami tentang referat ini.

Jakarta, 10 Oktober 2014

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR2DAFTAR ISI3BAB I PENDAHULUAN4Latar belakang 4BAB II PEMBAHASAN 5Definisi dan diagnosis infark miokard akut 5Patofisiologi 5Penanganan emergensi 7Diagnosa dini 7Meredakan nyeri dada, sesak nafas dan kecemasan 9Henti jantung 10Pelayanan logistik sebelum masuk rumah sakit 10Terapi reperfusi 12Terapi jangka panjang pada STEMI 14Terapi antitrombotik 15STEMI pada dinding anterior dan syok kardiogenik 16Gejala klinis 17Tatalaksana syok kardiogenik 17BAB III KESIMPULAN 18Daftar pustaka 18 BAB IPENDAHULUANLatar BelakangInfark Miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal,meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.1Infark miokard biasanya disebabkan oleh thrombus arteri coroner. Terjadinya thrombus disebabkan oleh rupture plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan thrombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark tergantung pada arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral.1Infark miokard jenis STEMI adalah infark miokard yang terjadi pada pasien dengan Typical Chest Pain dan menetap (>20 menit) dengan gambaran EKG adanya ST elevasi. Diagnosis STEMI ditegakkan dari ditemukannya Chest Pain, ST segmen elevasi atau diperkirakan adanya LBBB yang baru pada gambaran EKG. Diagnosis infark miokard jenis NSTEMI adalah nyeri dada berupa perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan di substernal atau epigastrium. Pada EKG didapatkan ST segmen depression dan T wave inverted. Selanjutnya juga didapatkan peningkatan biomarker kerusakan miokard yaitu peningkatan troponin dalam 3-4 jam dan CK-MB.1Dalam penatalaksanaan STEMI dapat diakukan pra rumah sakit , di rumah sakit dan pasca rumah sakit. Tatalaksana infark miokard akut dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari evidence based berdaarkan penelitian randomized cinical trial yang terus berkembang ataupun consensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline). 1Tujuan utama tatalaksana infark miokard akut adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin diakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplateet, pemverian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi infark miokard akut. 1Oklusi dari left arterior descending artery (LAD) yang akibat penyumbatan oleh trombus dapat mengakibatkan STEMI pada dinding anterior jantung yang jika tidak ditangani segera maka akan menimbulkan komplikasi syok kardiogenik. 2,3

BAB IIPEMBAHASANDefinisi dan diagnosis infark miokard akutSTEMI adalah sindroma klinis yang mempunyai gejala khas iskemi miokard yang berhubungan dengan persisten ST elevasi dan kemudian melepaskan biomarker nekrosis miokardial. Diagnosa ST elevasi dengan tanpa left ventricular hypertrophy (LVH) atau left bundle branch block (LBBB) di definisikan oleh European Society of Cardiology/ACCF/AHA/World Heart Federation Task Force for the Universal Definition of Myocardial Infarction didefinisikan sebagai ST elevasi pada J point sedikitnya di 2 lead yang berkelanjutan 2mm (0.2mV) pada pria atau 1.5 mm (0.15mV) pada wanita di lead V2 V3 dan/atau 1 mm (0.1 mV) pada lead lain yang berdekatan atau pada lead ekstremitas. Sebagian besar pasien akan ditemukan gelombang Q pada EKG. Gambaran LBBB dianggap setara dengan STEMI. Kemunculan LBBB dapat mengganggu analisa tentang STEMI dan tidak dapat dianggap diagnosis acute miocard infarct (AMI). Kritetria EKG untuk diagnosa STEMI pada LBBB telah dianjurkan. Acuan dasar EKG abnormalitas selain LBBB pada EKG dapat mengaburkan interpretasi. Selain itu, ST depresi pada 2 lead prekordial (V1-V4) bisa mengindikasi injuri bagian posterior transmural; ST depresi multi lead bersama dengan ST elevasi pada lead aVR telah dijelaskan kepada pasien dengan kerusakan left main arteri atau oklusi arteri proksimal anterior descending. Pada kasus yang jarang, perubahan gelombang T hiperakut harus di observasi kemungkinan tahap awal dari STEMI, sebelum berkembang menjadi ST elevasi. Ekokardiografi transtorasik akan mendukung adanya abnormalitas gerakan dinding jantung dan memperjelas triase pada pasien dengan gambaran EKG yang sulit dinilai. Jika masih meragukan, segera dirujuk untuk angiografi invasif jika kondisi klinis sesuai. Kadar troponin lebih dianjurkan untuk diagnosa miokard infark (MI).4

PatofisiologiInfark Miokard umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu Infark Miokard karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. Infark Miokard terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.1Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan okusi arteri koroner.Penelitian histologis menujukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya ipid (lipid rich core).1Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen,ADP, epinefrin,serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konfirmasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul mutivaen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan siang platelet dan agregasi.1Kaskade koagualasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh tombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.1Infark transmural biasanya mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respons peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi jaringan dan pembuangan semua serabut nekrosik. Selama fase ini, dinding nekrotik menjadi relatif tipis. Sekitar minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu ke enam, jaringan parut sudah terbentuk dengan jelas.1Infark miokardium jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis kehilngan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia di sekitarnya juga mengalami gannguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia: (1) daya kontraksi menurun, (2) gerakan dinding abnormal, (3) perubahan daya kembang dinding ventrikel, (4) pengurangan volume sekuncup, (5) pengurangan fraksi ejeksi, (6) peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolic ventrikel, dan (7) peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.1

Penanganan emergensi infark miokard infark1. Diagnosa diniPenanganan AMI, termasuk diagnosa dan terapi dimulai dari kontak pertama dengan petugas medis (first medical contact / FMC). Diagnosa kerja infark miokard harus segera dibuat. Diagnosa kerja ditegakkan dari riwayat nyeri dada yang berlangsung selama 20 menit atau lebih yang tidak membaik dengan nitrogliserin. Riwayat adanya penyakit jantung koroner dan nyeri yang menjalar ke leher, rahang bawah atau ke lengan kiri. Nyeri tidak harus sangat berat. Beberapa pasien hanya bergejala ringan seperti mual muntah, nafas yang pendek, kelelahan, palpitasi atau sinkop. Pasien wanita, DM atau lansia memunculkan gejala yang terlambat dan nyeri dada yang atipikal. Kewaspadaan terhadap pada pasien dengan gejala yang atipikal dan akses yang segera untuk angiografi untuk diagnosa akan mempengaruhi prognosis.5Waktu yang tepat dalam mendiagnosa STEMI adalah kunci yang penting dalam tatalaksana. Monitor dengan EKG harus dilakukan sesegera mungkin pada pasien suspek STEMI untuk mendeteksi aritmia yang mengancam jiwa dan melakukan defiblirasi jika ada indikasi. EKG 12 lead harus dilakukan dan dinilai sesegera mungkin sejak pertama kontak. Pada awalnya, hasil EKG biasanya normal. Secara tipikal, akut ST elevasi di ukur pada J point, dan harus ditemukan di 2 lead yang berkelanjutan dan lebarnya 0.25 mV pada pria berusia dibawah 40 tahun, 0.2 mV pada pria berusia lebih dari 40 tahun, atau 0.15 mV pada wanita di lead V2 V3 dan atau 0.1 mV di lead lain dengan tidak adanya Left ventricle hypertrophy (LVH) atau Left bundle brunch block (LBBB). Pada pasien dengan inferior miokardial infark bisa dinilai di lead prekordial (V3R dan V4R) untuk menilai infark ventrikel kanan). Demikian juga, ST depresi si lead V1 V3 mendukung ke arah iskemia miokard, khususnya ketika ujung gelombang T positif dan bisa dipastikan dengan keberadaan ST elevasi 0.1 mV pada lead V7 V9. 5Diagnosa dengan EKG mungkin sulit pada beberapa kasus. Namun tetap memerlukan penanganan yang layak, seperti pada keadaan seperti ini: BBB : kehadiran LBBB, sulit untuk mendiagnosa infark miokard akut dengan EKG, tetapi mungkin bisa jika ditandai dengan kelainan segmen ST. Keberadaan ST elevasi (contohnya pada lead positif dengan defleksi QRS) merupakan indikator terbaik infark miokard akibat sumbatan arteri yang infark. Bagaimanapun juga, sebagian besar kasus LBBB yang bukan akibat oklusi pembuluh darah di unit gawat darurat tidak memerlukan PCI. Yang penting adalah terapi reperfusi penting dilakukan pada pasien dengan iskemia miokard dengan kemunculan LBBB, dan langsung dilakukan angiografi dan PCI, atau jika tidak tersedia, trombolisis intravena bisa dilakukan. Kenaikan kadar tropinin dalam 1 2 jam setelah gejala muncul pada pasien dengan BBB bisa membantu untuk memutuskan dilakukannya angiografi koroner emergensi dan PCI primer. Pasien degan miokard infark dan RBBB mempunyai prognosa yang buruk, maka penanganan segera pasien dengan gejala iskemi miokard dengan RBBB sangat diperlukan. 5 Pasien tanpa diagnosa EKG: beberapa pasien dengan okusi akut koroner mungkin pada awalnya tidak terdapat ST elevasi pada hasi EKG, hal tersebut mungkin terjadi karena terjadi pada awal dari gejala klasik muncul. Pada kasus ini bisa dilihat gelombang T hiperakut yang biasanya akan berlanjut menjadi ST elevasi. Penting untuk mengulang EKG untuk monitoring segmen ST. Pada beberapa kasus seperti oklusi arteri sirkumfleks bisa tidak terdapat ST elevasi dan terlambat untuk dilakukan PCI yang akan memperlebar daerah infark dan memperburuk prognosis. Kecurigaan yang mengarah iskemi miokard adalah merupakan indikasi untuk angiografi koroner emergensi meskipun pasien tidak memperlihatkan ST elevasi.5 Infark miokard posterior terisolasi (isolated posterior myocardial infarction): akut infark miokard pada bagian infero-basal dari jantung, kadang berhubungan dengan arteri sirkumfleks kiri yang menggambarkan ST depresi 0.05 mV pada lead V1 V3 harus diterapi sebagai STEMI. Penggunaan lead tambahan pada dada posterior (V7 V9 0.05 mV / mV pada pria < 40 tahun) direkomendasikan untuk mendeteksi infark pada dinding infero basal. 5 Obstruksi arteri koronar utama kiri (left main coronary obstruction) dengan lead aVR ST elevasi dan ST depresi infero lateral: keberadaan ST depresi > 0.1 mV pada 8 lead atau lebih, ditambah dengan ST elevasi di aVR dan atau V1 tetapi pada EKG sebaliknya ditemukan biasa biasa saja, mengarahkan ke iskemi ke banyak pembuluh darah dan obstruksi arteri koroner utama kiri, khususnya jika terdapat pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil.5Pada pasien dengan kecurigaan iskemi miokard dan ST elevasi dengan LBBB dicurigai LBBB, terapi reperfusi harus dilakukan sesegera mungkin. Namun, gambaran EKG bisa terlihat samar pada jam jam pertama dan terbukti infark, mungkin tidak terlihat gambaran klasik ST elevasi dan gelombang Q baru. Jika gambaran EKG masih samar atau secara klinis tidak terlihat sebagai infark miokard, EKG harus di ulang dan dibandingkan dengan gambaran EKG sebelumnya. lead tambahan (V7 V9) mungkin bisa membantu membuat diagnosa pada beberapa kasus.5Pengambilan sampel darah untuk penanda serum secara rutin dilakukan pada fase akut tetapi tidak harus menunggu hasil sebelum melakukan terapi reperfusi. Troponin ( T atau I) adalah biomarker yang terpilih, yang memberikan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi untuk penanda nekrosis miokardial. Pada beberapa pasien, hasil negatif pada pemeriksaan troponin bisa membantu untuk mencegah dilakukannya angiografi koroner emergensi. 5Jika ragu mengenai kemungkinan berkembang menjadi infark miokard akut, pencitraan darurat diperbolehkan untuk dilakukannya terapi reperfusi pada beberapa pasien. Jika tersedia, angiografi koroner emergensi adalah modalitas utama karena dapat diikuti oleh PCI primer jika memang terdapat iskemia tanpa perlu menunggu hasil pemeriksaan troponin. Pada rumah sakit yang tidak terdapat angiografi koroner emergensi, ekokardiografi 2 dimensi bisa membantu melihat gambaran abnormal pada dinding jantung, meskipun tidak spesifik untuk melihat infark miokard.5

2. Meredakan nyeri dada, sesak nafas dan kecemasanMeredakan nyeri adalah sangat penting, bukan hanya untuk meringankan rasa nyeri, tetapi karena nyeri berhubungan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban dari jantung. penggunaan opioid intravena (contohnya morfin) adalah analgesi yang sangat sering digunakan dalam kasus ini. Penggunaan intramuskular tidak dianjurkan dan pengulangan dosis diperlukan. Efek sampingnya berupa mual dan muntah, hipotensi dengan bradikardi dan depresi napas. Obat anti mual mungkin diperlukan bersama dalam penggunaan opioid untuk menekan rasa mual. Hipotensi dan bradikardi bisa diatasi dengan atropin dan depresi nafas diatasi dengan naloxone 0.1 0.2 mg i.v setiap 15 menit. Penggunaan oksigen harus diberi pada pasien dengan sesak nafas, hipoksia atau terdapat gagal jantung. 5Kecemasan adalah respon alami akibat rasa nyeri dan serangan jantung. meyakinkan pasien dan keluarga pasien menjadi sangat penting. Jika kecemasan sangat mengganggu bisa diberikan obat penenang, tetapi opioid bisa menangani kecemasan.5

3. Henti jantung (cardiac arrest)Banyak kematian terjadi pada jam jam pertama setelah STEMI yang di akibatkan fibrilasi ventrikel. Sangat penting untuk semua petugas medis dan paramedis untuk memberikan akses peralatan defibilator dan sudah terlatih dalam penanganan penyakit jantung, mulai dari kontak pertama dengan pasien. Monitoring pasien dengan EKG harus segera mungkin dan dinilai pada semua pasien suspek miokard infark. Pada pasien henti jantung yang sudah teresusitasi dengan EKG yang menunjukan ST elevasi, angiografi dan terapi PCI primer harus dilakukan dengan segera. Mengingat tingginya prevalensi penyumbatan koroner dan kesulitan dalam menafsirkan EKG pada pasien setelah henti jantung, angiografi segera harus dipertimbangkan karena kemungkinan terdapat infark yang masih berlanjut. 5

4. Pelayanan logistik sebelum masuk rumah sakit (pre-hospital logistics of care)a. Penundaan Pencegahan penundaan penanganan sangat penting dalam STEMI karena dua alasan : pertama, waktu yang paling penting dari infark miokard akut adalah fase yang sangat awal, dimana pasien sering merasa sangat nyeri dan bisa berkembang menjadi henti jantung jadi alat defibrilator harus selalu tersedia. Selain itu, pemberian terapi dini, khususnya terapi reperfusi sangat penting karena bermanfaat. Dengan demikian, meminimalkan keterlambatan sangat berhubungan dengan perbaikan hasil. keterlambatan dalam penanganan STEMI sudah terukur indeks kualitasnya. Pasien harus dirawat di rumah sakit yang bisa menangani dan dimonitor secara teratur dan dipelihara waktu ke waktu. Meskipun masih dalam pendebatan, pelaporan tentang waktu keterlambatan kepada publik berguna untuk meningkatkan perbaikan dalam perawatan pasien STEMI. Berikut ini ada beberapa komponen komponen waktu keterlambatan dalam penanganan STEMI :5 Penundaan penanganan pasien : hal ini adalah batas penundaan waktu antara gejala awal dengan kontak pertama dengan petugas medis. Untuk meminimalisir keterlambatan, publik harus waspada untuk mengetahui gejala gejala infark miokard akut dan segera menghubungi pelayanan emergensi, khususnya pada keluarga pasien dengan STEMI.5 Rentang waktu antara kontak pertama petugas medis dan diagnosis: dalam hal ini, dari kontak pertama petugas medis dan diagnosa STEMI diharapkan dapat dilakukan dalam waktu 10 menit. 5 Rentang waktu antara kontak pertama petugas medis dan terapi reperfusi : hal ini sangat mempengaruhi kualitas pelayanan medis dan prognosis yang akan didapatkan. Jika terapi reperfusi diperlukan, maka harus dilakukan dalam waktu 90 menit jika menggunakan wire catheter dan 30 menit jika menggunakan trombolisis.5 Dari pandangan pasien, rentang waktu antara gejala awal dan terapi reperfusi adalah sangat penting, karena hal itu menggambarkan durasi iskemia yang harus diminimalkan sependek mungkin.5

b. Sistem pelayanan emergensi medis (emergency medical system / EMS)Nomor telepon EMS yang mudah dan terpublikasi dengan baik sangat penting dalam memperkirakan keterlambatan penanganan. Pelayanan ambulans mempunyai peran penting dalam menangani akut miokard infark. Petugas ambulans harus terlatih dan tersertifikasi advance life support. Jadi petugas bisa memberikan terapi trombolisis segera, oksigenasi, opioid i.v dan menghubungi rumah sakit untuk mempersiapkan penanganan lebih lanjut.5c. Dokter umumDokter umum dalam hal ini biasanya mengetahui keadaan keadaan pasiennya dan bisa melakukan dan menginterpretasi hasil EKG, memberi terapi opioid dan anti trombotik. Hal pertama yang dilakukan setelah mendiagnosa STEMI adalah langsung menghubungi EMS.5

d. Prosedur penerimaan pasienProses pelayanan pasien setibanya di rumah sakit harus cepat dan harus siap dalam pemberian fibrinolitik atau melakukan PCI jika terindikasi. 5

5. Terapi reperfusia. mengembalikan aliran pembuluh darah koroner dan reperfusi jaringan miokardUntuk pasien dengan klinis STEMI dengan waktu 12 jam dari gejala dan ST elevasi yang persisten atau dengan LBBB, terapi reperfusi baik dengan PCI maupun trombolisis harus dilakukan sedini mungkin. Terapi reperfusi harus dilakukan jika secara klinis dan atau secara ekokardiogradi mendukung iskemia, bahkan jika menurut pasien gejala muncul 12 jam dan gambaran EKG tidak jelas.5b. strategi pemilihan terapi reperfusiPCI primer adalah penanganan emergensi perkutan dengan kateter pada keadaan STEMI, tanpa pemberian fibrinolitik sebelumnya yang merupakan strategi reperfusi yang dianjurkan pada pasien dengan STEMI dan dapat dilakukan secepat mungkin. Target PCI primer harus dilakukan dalam waktu maksimal 90 menit sejak pertama kontak dengan petugas medis. Jika terapi PCI tidak dilakukan dalam waktu kurang dari 120 menit dari onset gejala, terapi fibrinolisis harus dilakukan sebelum masuk rumah sakit. Setelah itu harus dipertimbangkan angiografi emergensi dan dilakukan PCI.5

c. PCI primer prosedur intervensi PCISektiar 50 % pasien STEMI terdapat kerusakan signifkan banyak pembuluh darah. Hanya pada arteri yang mengalami infark yang harus dilakukan intervensi dini. Terdapat pengecualian pada pasien dengan syok kardiogenik yang mengalami stenosis pada banyak pembuluh darah dan jika terdapat iskemia menetap setelah PCI dilakukan pada pembuluh darah yang tersumbat. PCI lewat vena radialis lebih dipilih daripada vena femoralis karena dari penelitian PCI lewat vena radialis mempunyai mortalitas yang lebih rendah dibandingkan melewati vena femoralis. 5Pada PCI primer, drug-eluting stents (DES) mengurangi risiko pengurlangan reperfusi pembuluh darah, dibandingkan dengan bare-metal stents (BMS), dengan syarat pasien tidak memiliki kontraindikasi terhadap penggunaan terapi antitrombotik berkepanjangan.5Uji percobaan aspirasi trombus selama dilakukan PCI pada akut miokard infark, menunjukan perbaikan reperfusi miokard jika aspirasi trombus dilakukan sebelum dipasang balon atau stent pada arteri koroner. 5 Pengobatan periproseduralPasien yang menjalani PCI harus menerima kombinasi antitrombotik ganda yaitu dengan aspirin dan adenosine difosfat (ADP) receptor blocker, secepat mungkin sebelum dilakukan angiografi dan diberi antikoagulan parenteral. Dapat diberikan aspirin oral 150 300mg dan dikunyah, tetapi bisa diberi secara bolus intrvena 80 150 mg pada pasien yang tidak bisa menelan. 5Obat golongan ADP reseptor bloker yang dipilih adalah prasugrel 60mg per oral untuk loading dose dan 10 mg dosis penmeliharaan, atau bisa diberi ticagrelor 180 mg per oral untuk loading dose, dan 90 mg dosis pemeliharaan 2 kali sehari. Dalam penelitian, obat obatan tersebut mempunyai onset yang lebih cepat, lebih baik dan lebih superior daripada clopidogrel. Prasugrel merupakan kontra indikasi pada pasien dengan stroke atau transient ischaemic attack (TIA), dan tidak direkomendasikan pada pasien berumur > 75 tahun atau pada pasien dengan berat badan < 60kg. Ketika prasugrel atau ticagrelor tidak tersedia, maka clopidogrel 600 mg per oral bisa segera diberikan. 5Pemberian antikoagulan untuk PCI terdiri dari unfractionated heparin (UFH), enoxaparin, dan bivalirudin. UFH dapat diberikan secara bolus 70 100 U/kg atau 50 60 U/kg jika dikombinasikan dengan GP IIb/IIIa inhibitor. Enoxaparin dapat diberikan 0.5 mg/kg i.v dan dalam beberapa penelitian Enoxaparin lebih superior daripada UFH. Penelitian menunjukan bivalirudin lebih superior dibandingkan kombinasi UFH dengan GP IIb/IIIa inhibitor. Penggunaan GP IIb/IIIa inhibitor belum rutin digunakan karena belum ada penelitian lebih lanjut. Jadi penggunaan bivalirudin tunggal mempunyai rasio pendarahan yang lebih rendah dan mengurangi mortalitas. 5

d. Intervensi dengan fibrinolisisPenggunaan fibrinolisis penting dalam strategi reperfusi, khususnya pada keadaan keadaan dimana PCI tidak bisa dilakukan. Terapi ini dianjurkan dalam waktu 12 jam setelah onset gejala muncul jika PCI tidak bisa dilakukan dalam waktu 90 menit setelah kontak pertama dengan petugas medis.5Pemberian fibrinolisis prehospital memperlihatkan waktu hasil yang baik daripada terapi PCI pada awal dari gejala muncul. Perlu diperhatikan dalam penggunaan fibrinolitik karena dalam penelitian bisa menyebabkan stroke hemoragik, perdarahan intrakranial. Preparat yang bisa dipakai adalah streptokinase, alteplase, reteplase dan tenecteplase yang diberi secara bolus intravena. 5 terapi antitrombotik dan antikoagulan.Terdapat bukti yang meyakinkan terhadap penambahan aspirin dalam terapi fibrinolisis. Dosis pertama aspirin diberi 150 300 mg per oral dan dikunyah, atau secara intravena dan kemudian diberi dosis pemeliharaan 75 100 mg per oral. Kombinasi aspirin dan clopigogrel juga bisa menurunkan risiko kardiovaskular pada pasien yang sudah mendapat terapi fibrinolisis. 5 angiografi setelah terapi fibrinolisisSetelah dilakukan terapi fibrinolsis, pasien dibawa ke PCI centre. Pada kasus kegagalan fibrinolisis atau ST elevasi masih menetap maka angiografi dan PCI harus segera dilakukan. Pada pasien yang menjalani PCI beberapa jam atau hari setelah terapi fibrinolisis harus diberikan kombinasi aspirin dan ADP antagonist dan terapi antirombin.5

6. Terapi jangka panjang 1. Intervensi gaya hidup dan kontrol faktor risiko Berhenti merokokPenelitian menunjukan bahwa pasien yang berhenti merokok menurunkan mortalitas bertahun tahun dibandingkan pasien yang masih merokok. Berhenti merokok adalah cara yang paling efektif daripada semua aspek pencegahan. Penggunaan preparat pengganti nikotin seperti nicotine patch aman digunakan.5 Diet dan kontrol berat badanDiet yang dianjurkan untuk pencegahan yaitu 1. Makan makanan yang bervariasi, 2. Mengontrol jumlah kalori untuk mencegah obeitas, 3. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur bersamaan dengan sereal gandum atau roti gandum, ikan, daging tanpa lemak dan susu olahan yang rendah lemak, 4. Mengganti penggunaan minyak goreng jenuh menjadi yang tidak jenuh. 5. Mengurangi penggunaan garam yang berlebihan. 5Obesitas adalah masalah karena dapat meningkatkan resiko STEMI, jadi penting untuk menurunkan berat badan menjadi BMI yang normal.5 Olahraga Olahraga penting dalam rehabilitasi pasien STEMI yang stabil. Efek olahraga pada jantung adalah 1. Memperbaiki fungsi endotel, 2. Menuruknan progresifitas lesi pembuluh darah 3. Menurunkan resiko trombogenik 4. Memicu terjadinya pembuluh darah kolateral pada jantung. olahraga yang disarankan adalah 30 menit olahraga aerobik intensitas sedang sedikitnya 5 kali per minggu.5 Kontrol tekanan darahKontrol tekanan darah sangat penting pada pasien dengan STEMI. Target tekanan darah sistolik adalah