Refraksi

32
Kata Pengantar Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNyalah penulis dapat menyelesaikan Referat ini tepat pada waktunya. Penulis juga ingin berterimakasih yang sebesar – besarnya kepada Dr. Rastri Paramita, Sp.M yang telah membimbing , dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan Referat ini. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih untuk orang tua yang senantiasa memberikan dukungan moril maupun material dan juga ucapan terimakasih penulis kepada teman – teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Pada kesempatan ini, penulis membahas mengenai ”Kelainan refraksi”, bagaimana mendiagnosis penyakit sampai dengan penatalaksanaannya dan terapi apa yang direkomendasikan. Penulis berharap semoga Referat ini dapat bermanfaat untuk semua orang. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari siapa saja mengenai apabila terdapat kesalahan dalam penulisan referat ini.

Transcript of Refraksi

Page 1: Refraksi

Kata Pengantar

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmatNyalah penulis dapat menyelesaikan Referat ini tepat pada waktunya. Penulis

juga ingin berterimakasih yang sebesar – besarnya kepada Dr. Rastri Paramita, Sp.M

yang telah membimbing , dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan Referat ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih untuk orang tua yang senantiasa

memberikan dukungan moril maupun material dan juga ucapan terimakasih penulis

kepada teman – teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Pada kesempatan ini, penulis membahas mengenai ”Kelainan refraksi”,

bagaimana mendiagnosis penyakit sampai dengan penatalaksanaannya dan terapi apa

yang direkomendasikan. Penulis berharap semoga Referat ini dapat bermanfaat untuk

semua orang. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari siapa saja mengenai apabila

terdapat kesalahan dalam penulisan referat ini.

Penyusun, 15 Februari 2014

Page 2: Refraksi

Daftar Isi

I. PENDAHULUAN........................................................................................................3

II. PEMERIKSAAN........................................................................................................4

a. Cara Pemeriksaan Visus Dasar...................................................................................4

b. Cara Pemeriksaan Low Visual Acuity.........................................................................5

c. Tes Pin Hole.................................................................................................................5

d. Pemeriksaan Refraksi untuk Koreksi Miopia dan Hipermetropia...............................6

e. Pemeriksaan Refraksi untuk Koreksi Presbiop............................................................6

f. Pengukuran Jarak Pupil................................................................................................7

III. KELAINAN-KELAINAN REFRAKSI....................................................................7

A.EMETROPIA...............................................................................................................7

B.MIOPIA........................................................................................................................8

B.HIPERMETROPIA....................................................................................................12

C.ASTIGMATISMA.....................................................................................................14

D.PRESBIOPIA.............................................................................................................20

IV. KESIMPULAN.......................................................................................................21

2

Page 3: Refraksi

REFRAKSI

I. PENDAHULUANMata dapat dianggap sebagai kamera potret, dimana sistem refraksinya

menghasilkan bayangan kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel

batang dan kerucut di retina, yang diteruskan melalui saraf optik nervus kedua, ke

korteks serebri pusat penglihatan, yang kemudian tampak sebagai bayangan yang

tegak. Supaya bayangan tidak kabur, kelebihan cahaya diserap oleh lapisan epitel

pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi, pupil akan mengecil untuk

menguranginya. Refraksi mata ditentukan oleh permukaan kornea, humor akueus,

lensa, badan kaca (vitreous humor) dan panjangnya bola mata.

Gambar 1: Anatomy Bola mata

Sumber: http://webvision.med.utah.edu/anatomy.html

Nilai indeks (n) kornea,humor aqueous dan badan kaca adalah masing-masing

adalah 1.33. Manakala nilai indeks lensa adalah 1.41. Total kekuatan refraksi bola

mata adalah 60 dioptri.Kekuatan refraksi kornea dan lensa adalah 40 dan 20 dioptri.

Tetapi untuk tujuan praktis, refraksi mata terjadi di dua tempat, yaitu

permukaan anterior kornea dan lensa. Daya refraksi kornea hampir sama dengan

humor akueus, sedang daya refraksi lensa hampir sama pula dengan badan kaca.

3

Page 4: Refraksi

Keseluruhan sistem refraksi mata ini membentuk lensa yang cembung dengan fokus 23

mm. Dengan demikian pada mata yang emetrop, dalam keadaan mata istirahat, sinar

yang sejajar, yang datang di mata akan dibiaskan tepat di fovea sentralis dari retina.

Pada keadaan normal, cahaya tidak terhingga akan terfokus pada retina,

demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda

dapat difokuskan pada retina. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang

berbeda-beda akan terfokus pada retina.

Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat

kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat,

kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai kebutuhan. Makin dekat benda, makin

kuat mata harus berakomodasi. Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi.

Reflek ini akan bangkit bila mata melihat kabur, dan pada waktu konvergensi atau

melihat dekat.

II. PEMERIKSAAN

a. Cara Pemeriksaan Visus Dasar1. Pasien duduk 6 meter (20 feet) dari kartu Snellen

2. Tutup mata kiri dengan okluder atau telapak tangan tanpa menekan bola

mata

3. Minta pasien membaca/mengidentifikasi optotip atau pemeriksa

menunjuk optotip. Dimulai dari yang terbesar hingga yang terkecil, dari

kiri ke kanan, yang masih dapat teridentifikasi sampai hanya separuh

optotip pada satu baris yang teridentifikasi dengan benar.

4. Lihat berapa tajam penglihatan pada baris tersebut.

5. Catat jumlah optotip yang salah diidentifikasi

6. Ulangi langkah 1-5 untuk mata kiri.

7. Ulangi dengan menggunakan kedua mata dan catat sebagai tajam

penglihatan dua mata

4

Page 5: Refraksi

b. Cara Pemeriksaan Low Visual AcuityJika pasien tidak dapat melihat huruf pada Kartu Snellen yang paling atas,

maka dilakukan pemeriksaan ini.

1. Minta pasien duduk dengan nyaman.

2. Tutup mata yang tidak diperiksa.

3. Pemeriksa berdiri 1 m dari pasien, acungkan jari pemeriksa, minta pasien

menghitung jumlah jari.

4. Bila pasien menjawab dengan benar, pemeriksa mundur ke jarak 2 m, dst,

hingga jarak 6 meter.

5. Tajam penglihatan dicatat : hitung jari dari jarak 1 m = 1/60, dari jarak 2 m

= 2/60, s/d 6/60.

6. Bila pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 1 m, gerakkan tangan

pemeriksa dari jarak 1 m.

7. Tanyakan apakah pasien dapat melihat gerakan tangan serta arah gerakan

tangan pemeriksa.

8. Bila dapat melihat gerakan tangan : tajam penglihatan dicatat sebagai hand

movement atau 1/300.

9. Bila tidak dapat melihat gerakan tangan, sinari mata pasien dengan lampu

senter dan tanyakan apakah pasien dapat melihat cahaya.

10. Bila dapat melihat cahaya : tajam penglihatan dicatat sebagai ligh

perception atau 1/~.

11. Bila tak dapat melihat cahaya disebut no light perception atau 0.

12. Ulangi langkah 11-10 untuk mata sebelahnya.

c. Tes Pin HoleTes Pin Hole dilakukan untuk membedakan apakah penglihatan yang buram

disebabkan oleh kelainan refraksi atau bukan.

Cara pemeriksaannya adalah sebagai berikut :

1. Pasien diminta duduk dengan jarak yang ditentukan (umumnya 6 meter

atau 20 kaki) dari kartu pemeriksaan

2. Tutup mata yang akan diperiksa dengan okluder Pin Hole, bila

berkacamata, pasang koreksi kacamatanya

3. Langkah selanjutnya sama dengan pemeriksaan tajam penglihatan.

5

Page 6: Refraksi

4. Catat sebagai tajam penglihatan PH.

d. Pemeriksaan Refraksi untuk Koreksi Miopia dan Hipermetropia Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan apakah kelainan refraksi

disebabkan oleh miopia atau hipermetropia. Cara pemeriksaannya adalah

sebagai berikut:

1. Minta pasien untuk duduk pada jarak yang ditentukan (6 m) dari kartu

pemeriksaan.

2. Ukur jarak pupil untuk penglihatan jauh

3. Pasang trial frame, atur jarak pupil

4. Tutup mata kiri dengan okluder.

5. Periksa tajam penglihatan pasien.

6. Tambahkan lensa S + 0,50 pada mata kanan.

7. Tanyakan apakah penglihatan bertambah jelas atau tidak

8. Bila bertambah jelas, tambahkan terus lensa sferis positif hingga tercapai

tajam penglihatan terbaik. Pilih lensa sferis positif terbesar yang

memberi tajam penglihatan yang terbaik.

9. Bila dengan langkah 6, penglihatan bertambah kabur, tambahkan lensa S

- 0,50. Bila bertambah jelas, tambahkan terus lensa negatif hingga

tercapai tajam penglihatan terbaik. Pilih lensa sferis negatif terkecil yang

memberikan tajam penglihatan terbaik.

10. Ulangi langkah 4-9 untuk mata kiri.

11. Periksa kembali tajam penglihatan dua mata menggunakan lensa koreksi.

12. Minta pasien berdiri dan berjalan, tanyakan apakah merasa pusing.

e. Pemeriksaan Refraksi untuk Koreksi Presbiop Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara :

1. Minta pasien duduk di ruang terang.

2. Ukur jarak pupil untuk penglihatan dekat.

3. Pasang trial frame, atur jarak pupil.

4. Tutup mata kiri dengan okluder.

5. Periksa tajam penglihatan mata kanan menggunakan kartu Jaeger, dari jarak

yang diinginkan pasien (umumnya 33 cm).

6

Page 7: Refraksi

6. Bila bertambah jelas, tambahkan lensa sferis positif hingga pasien dapat

membaca sampai besar huruf 20/30

7. Ulangi langkah yang sama pada mata kiri

8. Ulangi pemeriksaan dengan kedua mata.

f. Pengukuran Jarak PupilCara pemeriksaan jarak pupil pada penglihatan dekat :

1. Sinari kedua mata dengan pen light dari jarak 33 cm.

2. Minta pasien agar melihat cahaya.

3. Ukur jarak antara pupil OD dengan OS

4. Catat sebagai jarak pupil pada penglihatan dekat

Untuk mendapatkan jarak pupil pada penglihatan jauh dapat dilakukan dengan

cara yang sama, namun pasien memfiksasikan penglihatannya pada objek yang

jauh. Selain itu jarak pupil untuk penglihatan jauh bisa didapatkan dengan cara

Menambahkan 2 mm jika jarak pupil pada penglihatan dekat kurang dari 60 mm.

Menambahkan 3 mm jika jarak pupil pada penglihatan dekat lebih dari 60 mm.

III. KELAINAN-KELAINAN REFRAKSIMata yang normal, disebut sebagai mata emetrop. Sedangkan mata yang

mengalami kelainan refraksi disebut sebagai ametrop.

Ametrop adalah suatu kondisi dimana sinar sejajar yang datang tidak difokuskan

tepat ke retina pada mata yang berada pada keadaan istirahat atau tanpa akomodasi.

Ametrop adalah suatu kondisi dimana sinar sejajar yang datang tidak difokuskan tepat

ke retina pada mata yang berada pada keadaan istirahat atau tanpa akomodasi. Sinar

sejajar yang datang dapat difokuskan di depan atau di belakang retina.

A.EMETROPIAEmetropia berasal dari kata Yunani, emetros, yang berarti ukuran normal atau

dalam keseimbangan wajar, sedang arti opsis adalah penglihatan. Mata dengan sifat

emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan

berfungsi normal.

7

Page 8: Refraksi

Pada mata ini daya bias mata adalah normal, dimana sinar jauh difokuskan

sempurna di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi.

Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila

media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh, maka sinar tidak dapat

diteruskan ke macula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan

tidak akan 100% atau 6/6

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan

dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya

pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan

membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau melihat benda yang

dekat. Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan

pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang

(lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada

macula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia,

hipermetropia atau astigmat.

Kelainan lain pada pembiasan mata normal adalah gangguan perubahan

kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa

sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia

lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia.

B.MIOPIA

DEFINISI

Miopia atau penglihatan dekat (nearsighted) adalah suatu kelainan refraksi

dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga, oleh mata dalam keadaan

istirahat atau tanpa akomodasi, difokuskan didepan retina. Pada miopia didapatkan

bayangan kabur pada penglihatan jauh sedangkan penglihatan dekat lebih jelas dan

penderita menjadi melihat terlalu dekat.

8

Page 9: Refraksi

Gambar 2. Refraksi cahaya dan penglihatan pada mata miopi

Sumber: : http://www.emedicine.com/

ETIOLOGI

Penyebab terjadinya kelainan refraksi miopia dapat dibagi menjadi 2 yaitu yang

disebabkan oleh sistem optik yang terlalu kuat (miopia refraktif) dan yang disebabkan

oleh jarak anterior posterior bola mata terlalu panjang (miopia aksial).

Jarak anterior posterior bola mata terlalu panjang, dapat merupakan kelainan

kongenital maupun didapat, juga ada faktor herediter. Sebab-sebab aksis lebih panjang

karena konvergensi berlebihan menyebabkan polus posterior mata memanjang.

Kelainan sistem optik penyebabnya dapat terletak pada kornea yang terlalu

cembung, misalnya pada kelainan kongenital (keratokonus dan keratoglobus) maupun

didapat (keratektasia akibat menderita keratitis sehingga kornea menjadi lemah,

dimana tekanan intraokuler menyebabkan kornea menonjol di depan).Lensa yang

terlalu cembung akibat terlepas dari zunula zinii, pada luksasi lensa atau subluksasi

lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih cembung. Cairan mata, dimana

pada seseorang yang menderita diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik

menyebabkan tingginya kadar gula dalam humor aqueous, akibatnya indeks bias cairan

meninggi pula.

KLASIFIKASI

Miopi diklasifikasikan berdasarkan pada tingkat dioptri dan secara klinis.

9

Page 10: Refraksi

Klasifikasi miopi berdasarkan tingkatan tinggi dioptri:

1. Miopi ringan = sampai 3 dioptri

2. Miopi sedang = 3-6 dioptri

3. Miopi berat = 6-9 dioptri

Klasifikasi miopi berdasarkan klinis :

1. Miopia simpleks:

Miopi simpleks sering terjadi pada usia muda, kemudian berhenti.

Miopi ini akan naik sedikit pada waktu pubertas dan bertambah lagi hingga

usia 20 tahun. Besar dioptri pada miopi ini kurang dari –5D atau –6D.

2. Miopia progresif :

Miopi progresif merupakan kelainan miopi yang jarang. tetapi dapat

ditemukan pada semua umur. Kelainannya mencapai puncak pada waktu masih

remaja dan bertambah terus sampai umur 25 tahun atau lebih. Besar dioptri

dapat diperoleh melebihi 6 dioptri.

3. Miopi Maligna

Miopi maligna merupakan miopi progresif yang lebih berat. Miopi

progresif dan miopi maligna sering juga disebut miopi degeneratif, karena

kelainan ini disertai dengan degenerasi koroid, vitreous floaters, degenerasi

likuifaksi dan bagian mata yang lain.

GEJALA KLINIK

Gejala pada miopi dapat dibedakan menjadi berdasarkan gejala subjektif dan gejala

objektif :

Gejala subjektif terdiri dari :

1. Penglihatan jauh kabur, lebih jelas dan nyaman apabila melihat dekat karena

membutuhkan akomodasi yang lebih kecil daripada emetrop.

2. Kadang seakan melihat titik-titik seperti lalat terbang karena degenerasi vitreus.

3. Mata lekas lelah, berair, pusing, cepat mengantuk (merupakan gejala

asthenophia).

4. Memicingkan mata agar melihat lebih jelas agar mendapat efek pin-hole.

Gejala objektif terdiri dari :

10

Page 11: Refraksi

1. Bilik mata depan dalam karena otot akomodasi tidak dipakai.

2. Pupil lebar (midriasis) karena kurang berakomodasi.

3. Mata agak menonjol pada miopi tinggi.

4. Pada pemeriksaan oftalmoskopi, retina dan koroid tipis disebut fundus tigroid.

KOMPLIKASI

Penyulit dapat timbul biasanya pada pasien dengan myopia tinggi, antara lain

adalah terjadinya ablasio retina, degenerasi vitreous, strabismus, perubahan pigmentasi

retina, perdarahan makula, glaukoma sudut terbuka dan post-cortical katarak.

Strabismus biasanya esotrofia, atau strabismus ke dalam akibat mata berkonvergensi

terus-menerus. Bila terdapat strabismus ke luar, mungkin fungsi satu mata telah

berkurang atau terdapat ambliopia

TERAPI

Penatalaksanaan pada penderita miopi dapat dilakukan dengan cara non bedah

dan bedah, hal ini juga tergantung dari berat-ringannya miopi penderita tersebut.

1. Koreksi non bedah bisa dilakukan dengan memakai kaca mata sferis negatif

terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal atau lensa

kontak.Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada

penggunaan kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar dan

bersih.

Gambar 3. Koreksi pada Mata Miopi

Sumber: http://www.eyecenter.com.ph/

11

Page 12: Refraksi

2. Koreksi dengan bedah :

Pada keadaan tertentu miopi dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea.

Pada saat ini telah terdapat berbagai cara pembedahan pada miopi, seperti

keratotomi radial, keratektomi fotoreaktif dan Laser assisted In situ

interlamellar keratomilieusis (LASIK)

B.HIPERMETROPIADEFINISI

Hipermetropia adalah suatu keadaan kelainan refraksi dimana tanpa akomodasi,

sinar-sinar sejajar yang jatuh di kornea akan difokuskan di belakang retina. Untuk

sinar-sinar yang berjarak kurang dari 5 m, akan difokuskan lebih jauh di belakang

retina.

Gambar 4: Refraksi cahaya pada mata hipermetropia

ETIOLOGI

1. Hipermetrop aksial

Hipermetrop disebabkan sumbu mata terlalu pendek. Hal ini dapat bersifat

congenital seperti mikrotafmi, ataupun akuisita akibat retinitis sentralis ataupun ablasio

retina yang mengakibatkan jarak lensa ke retina terlalu pendek

2. Hipermetrop pembiasan

Hipermetrop disebabkan daya bias yang kurang. Penyebabnya antara lain pada:

Kornea: lengkung kornea kurang dari normal (aplanatio cornea)

Lensa: Sklerosis, sehingga tidak secembung semula, ataupun afakia

12

Page 13: Refraksi

Cairan mata: Pada penderita diabetes, karena pengobatan yang

berlebihan sehingga humor akueus yang mengisi bilik mata mengandung

kadar gula rendah dan daya bias berkurang

KLASIFIKASI

Klasifikasi hipermetropi berdasarkan klinis :

a. Hipermetropia laten, adalah hipermetropia yang hanya dapat terdeteksi dengan

pemberian siklopegik, karena dapat diimbangi seluruhnya dengan akomodasi.

Makin muda seseorang, makin besar komponen hipermetropia laten. Makin tua

seseorang, akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten

menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia

absolut.

b. Hipermetropia manifest, adalah hipermetropia yang dapat terdeteksi tanpa

pemberian siklopegik (untuk memparalise proses akomodasi) dan koreksi

terbaik didapatkan dengan lensa positif yang terbesar. Hipermetropia ini dibagi

menjadi:

- Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi

dengan akomodasi yang kuat atau pemberian kacamata positif.

- Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan

akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh.

c. Hipermetropia total, adalah hipermetropia yang dapat terdeteksi setelah

akomodasi dilumpuhkan dengan obat sikloplegik.

GEJALA KLINIK

Gejala pada hipermetropi dapat dibedakan menjadi berdasarkan gejala

subjektif dan gejala objektif :

Gejala subjektif terdiri dari :

Penglihatan dekat kabur, kecuali pada hipermetrop tinggi atau pada usia

tua, penglihatan jauh juga terganggu

Asthenophia akomodatif dengan gejala sakit sekitar mata, sakit kepala,

konjungtiva merah, lakrimasi, fotofobi ringan, mata terasa panas dan berat,

13

Page 14: Refraksi

mengantuk. Gejala biasanya timbul setelah melakukan pekerjaan dekat

seperti menulis, membaca, dan sebagainya

Gejala objektif terdiri dari :

Bilik mata depan dangkal karena akomodasi terus menerus sehingga

menimbulkan hipertrofi otot siliaris yang disertai terdorongnya iris ke

depan

Pupil miosis karena berakomodasi.

Pseudopapilitis (pseudoneuritis) karena hiperemis papil N.II akibat

akomodasi terus menerus sehingga seolah-olah meradang.

KOMPLIKASI

Penyulit yang dapat ditemukan antara lain adalah glaukoma sudut tertutup

karena sudut bilik mata depan dangkal dan strabismus konvergen akibat akomodasi

terus menerus

TERAPI

Terapi dilakukan dengan koreksi menggunakan lensa spheris positif terbesar

yang memberikan visus terbaik dan dapat melihat dekat tanpa kelelahan. Secara umum

tidak diperlukan lensa spheris positif pada hipermetropi ringan, tidak ada astenopia

akomodatif, dan tidak ada strabismus.

C.ASTIGMATISMA

DEFINISI

Astigmatisma merupakan suatu kelainan refraksi dimana didapatkan

bermacam-macam derajat refraksi pada bermacam-macam meridian sehingga sinar

sejajar yang datang difokuskan pada macam-macam fokus pula. Berkas sinar tidak

difokuskan pada satu titik terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan konea (90

%) dan kelainan kelengkungan permukaan lensa (10 %). Pada mata astigmatisme,

lengkungan jari-jari pada satu meridian kornea lebih panjang daripada jari-jari

meridian yang tegak lurus padanya.

14

Page 15: Refraksi

Gambar 5: Refraksi cahaya pada mata astigmatisma

ETIOLOGI

Penyebab astigmatisma secara garis besar :

1. Kelainan kornea

Perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan

diameter anteroposterior bola mata. Bisa kongenital atau akuisita akibat kecelakaan,

peradangan kornea ataupun operasi. Astigmatisma kornea harus diperiksa dengan tes

placido, dimana gambaran kornea terlihat tak teratur.

2. Kelainan lensa

Kekeruhan lensa biasanya katarak insipien atau imatur.

3.Selain hal-hal diatas, terdapat penyebab astigmatisma yang lain diantaranya:

pembiasan sinar pada mata tidak sama pada semua bidang atau meridian

astigmatisma disebabkan karena pembiasan mata yang tidak sama pada

berbagai sumbu penglihatan mata

keadaan dimana mata lebih rabun jauh pada salah satu sumbu (misal 90 derajat)

dibanding sumbu lainnya (180 derajat)

umumnya akibat kornea berbentuk lonjong (oval) seperti telur, makin lonjong

bentuk kornea makin tingggi astigmatisma mata

astigmatisma biasanya diturunkan atau terjadi sejak lahir

astigmatisma biasanya berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia dan

tidak banyak terjadi perubahan selama hidup

pada usia pertengahan, kornea menjadi lebih sferis kembali sehingga

astigmatisma menjadi astigmatism againts the rule (astigmatisma tidak lazim).

15

Page 16: Refraksi

KLASIFIKASI

Berdasarkan keteraturan meridiannya, astigmatisma terbagi atas:

1. Astigmatisma reguler

Suatu astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau

berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya.

Bayangan yang terjadi pada astigmatisme reguler dengan bentuk yang teratur, dapat

berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.

2. Astigmatisma irreguler

Suatu astigmatisma yang tidak memiliki 2 meridian yang saling tegak lurus.

Pada astigmatisma ireguler, kekuatan pembiasan meridian-meridian utamanya selalu

berubah sepanjang bukaan pupil. Astigmatisma ini dapat terjadi akibat kelengkungan

kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi lebih irreguler.

Astigmatisma irreguler terjadi akibat infeksi kornea, trauma, distrofi atau akibat

kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda. Pada tes placido terdapat

gambaran yang irreguler.

Astigmatisma reguler berdasarkan letak pembiasan dibagi atas :

Astigmatisma miopia simpleks

Satu meridian berupa miopia sedangkan meridian yang lain emetropia

Contoh : C-2.00 X 90

Astigmatisma miopia compositium

Kedua meridian berupa miopia

Contoh : CS-1.50 C-1.00 X 60

Astigmatisma hipermetropia simpleks

Satu meridian berupa hipermetropia, sedangkan meridian yang lain emetropia

Contoh : C+2.00 X 45

Astigmatisma Hipermetropia compositium

Kedua meridian berupa hipermetropia

Contoh : S+3.00 C+2.000 X 30

Astigmatisma mixtus

Satu meridian berupa miopia sedangkan meridian yang lain hipermetropia

16

Page 17: Refraksi

Contoh : S+2.00 C-5.00 X 180

Gambar 6: Macam-macam Astigmatisma Reguler

Berdasarkan letak meridian utamanya, astigmatisma reguler dibagi atas:

Astigmatism with the rule

Pada Astigmatism with the rule, daya bias terbesar terletak dalam rentang 20

derajat meridian vertikal. Keadaan ini lazim didapatkan pada anak atau orang

muda dan bayi baru lahir akibat dari perkembangan normal serabut-serabut

kornea.

Astigmatism against the rule

Pada Astigmatism against the rule, daya bias terbesar terletak dalam rentang 20

derajat meridian horizontal. Keadaan ini terjadi akibat kelengkungan kornea

pada bagian meridian horizontal lebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea

vertikal. Keadaaan ini sering ditemukan pada usia lanjut karena kornea menjadi

lebih sferis kembali.

Astigmatisma oblik

Merupakan astigmatisma regular dengan meridian-meridian utamanya tidak

terletak dalam 20 derajat horizontal atau vertikal.

Ast. M.Simplex Simplex

Ast. H. Simplex

Ast. M Compositium Ast. H Compositium

Ast. Mixtus

17

Page 18: Refraksi

GEJALA DAN TANDA-TANDA

1. Distorsi dari bagian-bagian lapang pandang

2. Tampak garis-garis vertikal, horizontal atau miring yang kabur

3. Memegang bahan bacaan dekat dengan mata

4. Sakit kepala

5. Mata berair

6. Kelelahan mata

7. Memiringkan kepala untuk melihat dengan lebih jelas

DIAGNOSIS

1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme 2. Pemeriksaan Oftalmologi

a. Visus – tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan Snellen Chart

b. Refraksi – Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien diminta

untuk memperhatikan kartu tes astigmatisme dan menentukan garis yang mana yang

tampak lebih gelap dari yang lain. Contohnya, pasien yang miopia pada meridian

vertikal dan emmetropia pada meridian horizontal akan melihat garis-garis vertikal

tampak distorsi, sedangkan garis-garis horizontal tetap tajam dan tidak berubah.

Sebelum pemeriksaan subjektif ini, disarankan menjadikan penglihatan pasien miopia

untuk menghindari bayangan difokuskan lebih jauh ke belakang retina. Selain itu,

untuk pemeriksaan objektif, bisa digunakan keratometer, keratoskop, dan

videokeratoskop

c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi – termasuk pemeriksaan

duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan fasilitas

akomodasi, dan steoreopsis

d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum – untuk mendiagnosa

penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan astigmatisme. Pemeriksaan ini termasuk

reflek cahaya pupil, tes konfrontasi penglihatan warna, tekanan intraokular, dan

pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari

mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect

diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior

18

Page 19: Refraksi

\

Gambar 15. Kartu untuk tes Astigmatisme

PENATALAKSANAAN ASTIGMATISME

1.Astigmatisme bisa dikoreksi dengan menggunakan lensa silinder tergantung gejala

dan jumlah astigmatismenya

2.Untuk astigmatisme yang kecil, tidak perlu dikoreksi dengan silinder

3.Untuk astigmatisme yang gejalanya timbul, pemakaian lensa silender bertujuan untuk

mengurangkan gejalanya walaupun kadang-kadang tidak memperbaiki tajam

penglihatan

4.Aturan koreksi dengan lensa silinder adalah dengan meletakkannya pada aksis 90o

dari garis tergelap yang dilihat pasien pada kartu tes astigmatisme. Untuk

astigmatisme miopia, digunakan silinder negatif, untuk astigmatisme hiperopia,

digunakan silinder positif

5.Untuk astigmatisme irregular, lensa kontak bisa digunakan untuk meneutralisasi

permukaan kornea yang tidak rata.

6.Selain itu, astigmatisme juga bisa dikoreksi dengan pembedahan LASIK,

keratektomi fotorefraktif dan LASEK.

19

Page 20: Refraksi

D.PRESBIOPIADEFINISI

Presbiopia merupakan kelainan refraksi pada mata yang menyebabkan punctum

proksimum mata menjadi jauh. Hal ini disebabkan karena telah terjadi gangguan

akomodasi yang terjadi pada usia lanjut. Presbiopia merupakan suatu keadaan yang

fisiologis, bukan suatu penyakit dan terjadi pada setiap mata.

ETIOLOGI

Gangguan daya akomodasi akibat kelelahan otot akomodasi yaitu menurunnya

daya kontraksi dari otot siliaris sehingga zonulla zinii tidak dapat mengendur secara

sempurna. Gangguan akomodasi juga terjadi karena lensa mata elastisitasnya

berkurang pada usia lanjut akibat proses sklerosis yang terjadi pada lensa mata.

GEJALA KLINIK

Gejala yang timbul akibat gangguan akomodasi pada pasien berusia di atas 40

tahun ini adalah keluhan saat membaca atau melihat dekat menjadi kabur dan

membaca harus dibantu dengan penerangan yang lebih kuat (pupil mengecil), serta

mata menjadi cepat lelah.

Keadaan ini bila tidak dikoreksi akan menimbulkan gejala astenopia yaitu mata

lekas lelah, berair, pusing, cepat mengantuk. Pemeriksaan presbiopia mempergunakan

tes dari Jaeger.

TERAPI

Penatalaksanaan pada penderita presbiopia adalah dengan menggunakan

kacamata sferis positif (S+), yang kekuatannya sesuai dengan umur pasien. Pada

kacamata baca diperlukan koreksi atau penambahan sesuai dengan bertambahnya usia

pasien biasanya adalah :

+1.0 D untuk usia 40 tahun

+1.5 D untuk usia 45 tahun

+2.0 D untuk usia 50 tahun

+2.5 D untuk usia 55 tahun

20

Page 21: Refraksi

+3.0 D untuk usia 60 tahun

Penambahan kekuatan lensa untuk membaca juga disesuaikan dengan kebutuhan jarak

kerja pasien pada waktu membaca sehingga angka – angka di atas tidak merupakan

angka yang tetap. Penambahan maksimal kekuatan lensa yang diberikan pada pasien

presbiopia adalah +3.0, hal ini karena pada keadaan ini mata tidak melakukan

akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dilihat terletak pada

titik api lensa +3.0 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar dan bayangan akan

difokuskan tepat pada retina.

IV. KESIMPULAN

Kelainan refraksi adalah salat satu gangguan mata yang dapat mengganggu dalam

kegiatan sehari-hari dan menjadi masalah serius dalam keluhan padqa mata. Kelainan

refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, dimana terjadi

ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan

yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di

belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat

diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias,

dan kelainan panjang sumbu bola mata.

Dalam hal diagnosis dan penatalaksanaan, kelainan refraksi tidak mudah untuk

dideteksi, butuh pembelajaran terus menerus agar dapat memahami dan mengevaluasi

kelainan refraksi. Oleh karena itu, kelainan refraksi harus segera ditanggulangi agar

tidak menjadi lebih berat atau mengganggu aktifitas sehari-hari.

21

Page 22: Refraksi

DAFTAR PUSTAKA

1. Montgomery TM. Anatomy, Physiology & Pathology of the Human Eye.

2006. Available at http://www.tedmontgomery.com/the_eye/index.html

2. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit

FKUI.1999.

3. Vaughan D.G, Asbury T, Eva P.R. Oftalmologi Umum.Edisi 14. Jakarta.

Arcan-Hipokrates.1996.

4. Suhardjo. Ilmu Kesehartan Mata. Edisi 1. Yogyakarta. Bagian Ilmu Penyakit

Mata FKUGM. 2007.

5. Koreksi Pada Mata Miopi. Diuduh dari : http://www.eyecenter.com.ph/

22