REFERAT Refraksi

72
REFERAT REFRAKSI DISUSUN OLEH KELLY KHESYA 030.10.150 PEMBIMBING Dr. HERU MAHENDRATA, Sp.M KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 0 | Page

description

refraksi

Transcript of REFERAT Refraksi

Page 1: REFERAT Refraksi

REFERATREFRAKSI

DISUSUN OLEH

KELLY KHESYA030.10.150

PEMBIMBINGDr. HERU MAHENDRATA, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

0 | P a g e

Page 2: REFERAT Refraksi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas setiap pimpinan dan

pemeliharaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini sebagai salah satu

pembelajaran dalam kepaniteraan klinik bagian Mata. Dalam penyusunan laporan ini,

penulis sangat menyadari keterbatasannya dan tanpa rekan-rekan sekalian, referat ini

tidak akan terselesaikan. Penulis sangat bersyukur untuk pembimbing yang sudah

membantu menyelesaikan referat ini, karena itu pada kesempatan kali ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Heru, SpM selaku pembimbing presentasi kasus saya.

2. Rekan-rekan kepaniteraan klinik mata RSUD Budhi Asih-Jakarta, atas bantuan

dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa masih sangat banyak hal yang kurang dalam referat ini,

untuk itu penulis memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangannya. Penulis tetap

berharap referat ini dapat berguna bagi masyarakat maupun bagi ilmu pengetahuan di

bidang kedokteran. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi

memperoleh hasil yang lebih baik di dalam penyempurnaan referat ini. Semoga

bermanfaat.

Jakarta, 27 Maret 2015

Penyusun

BAB I

1

Page 3: REFERAT Refraksi

PENDAHULUAN

Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata

sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau

di belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus. Kelainan

refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan astigmatisma.1 Hampir setiap

saat kita menjumpai kasus kelainan refraksi di lingkungan kita dan angka ini secara

teoritis meningkat terus tiap tahunnya. Peningkatan angka kejadian kelainan refraksi ini

dipicu oleh deteksi dini kelainan refraksi seiring berkembangnya teknologi kedokteran

sehingga kasus yang dulu tidak terdeteksi dapat ditemukan, makin canggihnya teknologi

visual yang merangsang penggunaan indera penglihatan terus menerus dan gaya hidup

masyarakat yang menuntut penggunaan penglihatan secara terus menerus. Ada pula

faktor-faktor medis yang dapat mempengaruhi kemampuan penglihatan seperti penyakit-

penyakit sistemik, trauma yang menyebabkan lepasnya lensa mata dari penggantungnya

atau laserasi kornea dan kelainan-kelainan kongenital.

Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa

upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan

kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajad

kesehatan optimal. Kesehatan indera penglihatan merupakan saraf penting untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas kehidupan

masyarakat, dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia yang cerdas, produktif, maju,

mandiri dan sejahtera lahir dan batin.

WHO memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, di mana

sepertiganya berasal dari Asia Tenggara. Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap menit

di dunia, dan 4 diantaranya berasal dari Asia tenggara., sedangkan di indonesia di

perkirakan setiap 1 menit orang menjadi buta. Hasil survey Kesehatan Indera Penglihatan

dan Pendengaran tahun 1993-1996, menunjukkan angka kebutaan 1,5%. Penyebab utama

adalah katarak (0,79%), glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), dan penyakit lain

yang berhubungan dengan lanjut usia (0,38%). 2

Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran yang dilakukan oleh

2

Page 4: REFERAT Refraksi

Depkes di 8 Propinsi (Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat) berturut-turut pada

tahun anggaran 1993/1994, 1994/1995, 1995/1996, 1996/1997, ditemukan kelainan

refraksi sebesar 22,1% dan menempati urutan pertama dalam 10 penyakit mata terbesar di

Indonesia. Gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi dengan prevalensi sebesar

22,1% menjadi masalah serius, 10% dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun)

menderita kelainan refraksi. Sampai saat ini pemakaian kacamata koreksi masih rendah

yaitu 12,5% dari prevalensi. Jika keadaan ini tidak ditangani secara sungguh, maka akan

berpengaruh pada perkembangan kecerdasan anak dan proses pembelajarannya yang juga

akan mempengaruhi mutu, kreativitas dan produktivitas angkatan kerja (15-55 tahun),

yang diperkirakan berjumlah 95 juta orang (BPS, tahun 2000). Pada gilirannya akan

mengganggu laju pembangunan ekonomi nasional yang kini dititikberatkan pada

pengembangan da penguatan usaha kecil menengah untuk mengentaskan golongan

ekonomi lemah.

BAB II

PEMBAHASAN

3

Page 5: REFERAT Refraksi

A. ANATOMI MEDIA REFRAKSI

Mata memiliki seperangkat komponen optik yang mampu membiaskan sinar yang

melaluinya. Komponen optik tersebut adalah sistem lensa, terdiri atas kornea, Aqueous

humour pada anterior chamber, lensa, dan vitreous humour pada posterior chamber.

Pembiasan sistem lensa bersifat konvergen menuju ke retina. Konvergensi pembiasan

sistem lensa menjamin tajam pengihatan (visus) normal manusia. Hasil pembiasan sinar

pada mata ditentukan oleh media refraksi yang terdiri atas kornea, aquous humour, lensa,

badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh

media refraksi dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda

setelah melalui media refraksi dibiaskan tepat didaerah makula lutea. Mata yang normal

disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di

retinanya pada keadaan mata yang tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat

jauh.

A. KORNEA3

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan

kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan kedalam sklera pada limbus,

lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata

mempunyai tebal 550µm di pusatnya, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan

vertikalnya 10,6 mm.

Saraf sensoris yang mempersarafi kornea yaitu saraf siliar longus, saraf nasosiliar,

saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid yang masuk ke dalam stroma kornea

menembus membran Bowman dan melepaskan selubung Schwannya. Kornea terdiri dari

beberapa lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan yaitu epitel, membran

bowman, stroma, membran descement dan endotel.

Lapisan-lapisan kornea adalah sebagai berikut :

a. Epitel

4

Page 6: REFERAT Refraksi

Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang

tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat

mitosis sel dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin

maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di

sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula ikluden; ikatan

ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal

menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan

mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan

b. Membran Bowman

Membran Bowman merupakan lapisan jernih aseluler yang merupakan bagian stroma

yang berubah, terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen

yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini

tidak mempunyai daya regenerasi.

c. Stroma

Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Terdiri atas jaringan lamela

serat kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang

teratur sedang di bagian perifer serat kolagen yang bercabang; terbentuknya kembali serat

kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Lamela terletak di

dalam suatu zat dasar proteoglikan terhidrasi bersama dengan keratosit yang

menghasilkan kolagen dan zat dasar. Keratosit merupakan sel stroma kornea yan

merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk

bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

d. Membran Descement

Merupakan suatu membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea

dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastik dan

berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm.

e. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal besar 20-40µm. endotel-

endotel pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden. Berperan

dalam mempertahankan deturgesensi stroma korrnea. Reparasi endotel terjadi hanya

5

Page 7: REFERAT Refraksi

dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit pembelahan sel.

Kegagalan fungsi endotel akan mengakibatkan edema kornea.

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan ‘jendela’ yang dilalui oleh berkas

cahaya saat menuju retina. sifat tembus cahay kornea disebabkan oleh strukturnya yang

uniform, avaskular, dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan

kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar

epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam hal mekanisme dehidrasi,

dan kerusakan pada endotel jauh lebih serius dibandingkan epitel. Kerusakan endotel

akan mengakibatkan edema kornea dan kehilangan sifat transparannya, yang cenderung

bertahan lama karena terbatasnya potensi regenerasi endotel.

B. AQUEOUS HUMOUR

Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan pangkal iris.

Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman trabekula dan taji

sklera. Sudut biliki mata depan atau camera oculi anterior bagian anteriornya berbatasan

dengan kornea, dan bagian posteriornya berbatasan dengan iris. Bagian central camera

oculi anterior memiliki kedalaman sekitar 2,5 mm. Camera oculi anterior berisi cairan

aqueus ±0.25ml. Aqueous humour mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,

keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini

akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humour dibentuk dengan

kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan

koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan

akhirnya masuk ke darah.

C. LENSA

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, transparan, dan

berbentuk biconveks. Lensa tergantung pada zonula zinii di belakang iris, zonula

menghubungkannya dengan corpus ciliare. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous

humour, disebelah posteriornya, vitreous. Kapsul lensa adalah membran semipermeabel

yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis

epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus dan korteks

terbentuk dari lamelae konsentris yang panjang. Masing-masing serat lamelar

6

Page 8: REFERAT Refraksi

mengandung sebuah inti gepeng. Lensa ditahan oleh zonula zinii yang tersusun atas

banyak fibril yang berasal dari permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator

lensa. Tidak ada saraf, serat nyeri atau pembuluh darah pada lensa.

Diameter dari lensa ±9-10mm, dengan ketebalan yang bervariasi antara ±3,5 – 5mm,

dan mempunyai berat sekitar 135 – 255mg. Lensa mempunyai dua permukaan

permukaan posteriornya(radius curvaturanya 10mm) lebih conveks dibandingkan dengan

permukaan anteriornya (radius curvaturanya 6mm). Kedua permukaan ini kemudian

bertemu di equator. Lensa memiliki indeks refraktif 1.39 dengan kekuatan 15 – 16

dioptri. Kekuatan akomodasi lensa berbeda – beda berdasarkan usianya.

D. VITREOUS HUMOUR

Vitreous humour merupakan suatu struktur yang lembek, transparan dan berbentuk

seperti jeli, yang mengisi 4/5 bagian posterior cavum bola mata, dan memiliki volume

4ml. vitreous bersifat hidrofilik dan memiliki fungsi optic. Selain itu vitreous berfungsi

untuk menyalurkan nutrisi kedalam lensa dan retina.Struktur vitreous yang normal terdiri

dari serat kolagen dan diselingi oleh lapisan lapisan asam hialuronat.

B. FISIOLOGI PENGLIHATAN5

Mata mempunyai sistem lensa, sistem apertura yang dapat berubah-ubah (pupil), dan

retina yang dapat disamakan dengan film. Sistem lensa mata terdiri atas empat perbatasan

refraksi, yaitu: perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara; perbatasan antara

permukaan posterior kornea dan humor aquosus; perbatasan antara humor aquosus dan

permukaan anterior lensa mata; dan perbatasan antara permukaan posterior lensa dan

humor vitreous. Indeks internal udara adalah 1; kornea 1,38; humor aquous 1,33; lensa

kristalina (rata-rata) 1,40; dan humor vitreous 1,34.

MEKANISME PENGLIHATAN

Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan

menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil

dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang

konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada

7

Page 9: REFERAT Refraksi

iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator

yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut

dikenal juga sebagai myoepithelial cells (Saladin, 2006). Jika sistem saraf simpatis

teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya

dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas

cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek

yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata,

pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata (Saladin,

2006). Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour (n=1.33),

dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa

hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada

benda yang dekat dan jauh. Sistem lensa mata membentuk bayangan di retina. Bayangan

yang terbentuk di retina terbalik dari benda aslinya. Namun demikian, persepsi otak

terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di

retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan

normal.

Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama, pembiasan

sinar/ cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang berbeda

kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humour aquous, lensa, dan humour

vitreous. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung,

tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil, yaitu

pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur.

Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya.

Hal ini penting untuk melindungi mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu

terang. Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa

sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan

dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya

pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan

membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau melihat benda yang

dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau

8

Page 10: REFERAT Refraksi

adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal

tidak dapat terfokus pada makula.

Kemampuan akomodasi lensa membuat cahaya tidak berhingga akan terfokus

pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka benda pada jarak yang

berbeda-beda akan terfokus pada retina atau makula lutea. Akibat akomodasi, daya

pembiasan bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan

kebutuhan, semakin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung).

Akomodasi terjadi akibat kotraksi otot siliar. Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks

akomodasi. Refleks akomodasi akan meningkat bila mata melihat kabur dan pada waktu

konvergensi atau melihat dekat.

Pada saat seseorang melihat suatu objek pada jarak dekat, maka terjadi trias

akomodasi yaitu: (i) kontraksi dari otot siliaris yang berguna agar zonula Zinii

mengendor, lensa dapat mencembung, sehingga cahaya yang datang dapat difokuskan ke

retina; (ii) konstriksi dari otot rektus internus, sehingga timbul konvergensi dan mata

tertuju pada benda itu, (iii) konstriksi otot konstriksi pupil dan timbullah miosis, supaya

cahaya yang masuk tak berlebih, dan terlihat dengan jelas.

AKOMODASI

Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya pembiasannya.

Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler mm.siliaris. Fungsi serat-serat sirkuler

adalah mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula yang berorigo di lembah-lembah di

antara prosesus siliaris. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa

dapat mempunyai berbagai focus baik untuk objek dekat maupun yang berjarak jauh

dalam lapangan pandang. Ada beberapa teori mengenai mekanisme akomodasi, antara

lain:

a. Teori Helmholtz. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris

digerakkan ke depan bawah, sehingga zonulla Zinnii menjadi kendor, lensa menjadi

cembung.

b. Teori Schoen. Terjadi akibat mm.siliaris pada bola karet yang dipegang dengan kedua

tangan dengan jari akan mengakibatkan pencembungan bola di bagian tengah.

c. Teori dari Tichering. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris

9

Page 11: REFERAT Refraksi

digerakkan ke belakang atas/luar, sehingga zonulla Zinnii menjadi tegang, bagian perifer

lensa juga menjadi tegang, sedangkan bagian tengahnya didorong ke sentral dan menjadi

cembung.

Gambar akomodasi lensa

Punctum remotum (R) adalah titik terjauh yang dapat dilihat dengan nyata tanpa

akomodasi. Pada emetrop letak R adalah tak terhingga. Punctum proksimum (P) adalah

titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi maksimal. Daerah akomodasi adalah

daerah di antara titik R dan titik P. Lebar akomodasi (A) adalah tenaga yang dibutuhkan

untuk melihat daerah akomodasi. Lebar akomodasi dinyatakan dengan dioptri, besarnya

sama dengan kekuatan lensa konfeks yang harus diletakkan di depan mata yang

menggantikan akomodasi untuk punctum proksimum.

A = 1/P–1/R

Kekuatan akomodasi makin berkurang dengan bertambahnya umur dan punctum

proksimumnya (P) semakin menjauh. Hal ini disebabkan oleh karena berkurangnya

elastisitas dari lensa dan berkurangnya kekuatan otot siliarnya.

REFRAKSI6

10

Page 12: REFERAT Refraksi

OPTIK dan REFRAKSI

Interpretasi informasi penglihatan yang tepat bergantung pada kemampuan mata

memfokuskan berkas cahaya yang datang ke retina, untuk memahami proses ini

diperlukan penguasaan terhadap konsep optik geometrik yang mendefinisikan efek berkas

cahaya sewaktu melewati berbagai permukaan dan benda berbeda.

A. Kecepatan, frekuensi, dan panjang gelombang cahaya

Kecepatan, frekuensi dan panjang gelombang cahaya saling berhubungan sesuai

lambang berikut :

frekuensi= kecepatanpanjang gelombang

Di media optis yang bereda, kecepatan dan panjang gelombang cahaya berubah, tetapi

frekuensinya tetap. Warna bergantung pada frekuensi sehingga warna dari seberkas

cahaya tidak diubah sewaktu melewati media optis kecuali oleh fluoresensi atau

nontransmittance yang selektif. Dalam hampa udara, kecepatan frekuensi cahaya sama

yakni 299.729,46 kilometer per detik (186.282,40 statute mile per second).

B. Indeks Refraksi

Jika kecepatan suatu berkas cahaya berubah akibat perubahan medium optis, akan

terjadi pula pembiasan/refraksi berkas cahaya tersebut. Efek suatu bahan optis terhadap

kecepatan cahaya dinyatakan oleh indeks refraksinya (indeks bias), n. Semakin tinggi

indeks, semakin lambat kecepatan, dan semakin besar efek pembiasannya. Dalam hampa

udara, n memiliki nilai 1,00000. Indeks refraksi absolut suatu bahan adalah rasio

kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara terhadap kecepatan cahaya dalam bahan.

Indeks refraksi relatif dihitung dengan mengacu kepada kecepatan cahaya di udara.

Indeks refraksi absolut udara bervariasi, tergantung pada suhu, tekanan dan kelembaban

udara serta frekuensi cahaya, tetapi nilainya adalah sekitar 1,00032. Pada optik, n

dianggap sebagai indeks relatif terhadap udara, kecuali dinyatakan sebagai absolut.

C. Koefisien Termal Indeks Refraksi

Indeks refraksi berubah sesuai suhu mediumnya, nilainya lebih tinggi bila mediumnya

lebih dingin. Labilitas n terhadap suhu berbeda-beda untuk bahan yang berlainan.

11

Page 13: REFERAT Refraksi

Perubahan dalam n per derajad celcius untuk bahan-bahan berikut (semua dikalikan 107)

adalah sebagai berikut : kaca 1; fluorit 10; plastik 140; air; aqueous humour dan vitreous

185. Hal ini membuat plastik kurang memuaskan sebagai perangkat optis yang tepat.

D. Dispersi Cahaya

Dalam hampa udara, kecepatan semua frekuensi cahaya adalah sama, oleh karena itu,

indeks refraksi juga sama untuk semua warna (1,0000). Pada semua bahan, n berbeda

untuk tiap warna atau frekuensi, lebih besar pada ujung biru dan lebih kecil pada ujung

merah spektrum.

E. Transmittance Cahaya

Pada frekuensi yang berbeda, bahan optis memiliki transmittance atau transparansi

yang berlainan. Sebagian bahan yang transparan, misal kaca, hampir opak bagi cahaya

ultraviolet. Kaca merah hampir opak bagi frekuensi hijau. Medium optis harus dipilih

sesuai dengan panjang gelombang cahaya spesifik yang akan dikenakan kepadanya.

F. Hukum refleksi dan refraksi

Hukum refleksi (pemantulan) dan refraksi (pembiasan) diformulasikan pada tahun

1621 oleh ahli astronomi dan matematika Willebord Snell. Hukum ini bersama dengan

prinsip Fermat, membentuk dasar optik geometri terapan :

1. Berkas cahaya yang datang, dipantulkan, dan dibiaskan semua terletak pada bidang

yang dikenal sebagai bidang datang, yang normal (tegak lurus) terhadap permukaan.

2. Sudut datang sama dengan sudut refleksi tetapi memiliki tanda yang berlawanan :

I = -I’.

3. Hasil kali indeks refraksi medium berkas cahaya datang dan sinus sudut datang

berkas cahaya yang datang sama dengan hasil kali besaran-besaran yang sama pada

berkas cahaya biasan. Berkas cahaya yang dibiaskan dinyatakan oleh :

n sin I = n’ sin I’ (huktum Snell).

4. Berkas cahaya yang berjalan dari satu titik ke titik lainnya mengikuti lintasan yang

memerlukan waktu paling singkat untuk dijalani (prinsip Fermat). Panjang lintasan

optis adalah indeks refraksi dikali panjang lintasan sebenarnya.

G. Sudut kritis dan refleksi total

12

Page 14: REFERAT Refraksi

Bila berkas cahaya datang terletak pada medium yang kurang padat maka akan

dibiaskan menuju normal ke dalam medium yang lebih padat. Sebaliknya bila berkas

cahaya datang terletak di medium yang lebih padat, maka akan dibiaskan menjauhi

normal. Pada situasi ini bila sudut datang makin diperbesar, sudut kritis akan dicapai

sewaktu cahaya dipantulkan secara tiba-tiba, total dan sempurna (refleksi internal

total) dan sinus berkas cahaya datang di medium yang lebih padat mencapai nilai

–n’/n. Ini adalah salah satu metode yang digunakan untuk menentukan indeks

refraksi. Refraksi total mengikuti hukum refleksi biasa I = -I’. Hal ini memungkinkan

terjadinya refleksi sempurna tanpa pelapisan dan digunakan secara luas dalam prisma

dan serat optik. Sistem lensa mata yang positif menyebabkan terkumpulnya sinar

hasil pembiasan pada retina. Posisi bintik kuning retina sendiri terletak pada garis

median dari sistem lensa mata. Bila sinar datang sejajar sumbu utama akan dibelokan

melalui jari-jari lensa, sedangkan bila sinar datang melalui pusat kelengkungan lensa

akan diteruskan dan bila sinar datang dari arah selain itu akan dibelokan sejajar

sumbu utama.

Konvergensi tepat pada retina hanya diperoleh bila benda yang dilihat berada 6

meter atau lebih jauhnya dari mata. Bila jarak benda kurang dari 6 meter, maka

konvergensi berkurang dan bayangan yang terbentuk tidak tepat pada retina. Jarak 6

meter adalah jari-jari kelengkungan lensa mata, sehingga benda harus berada di

ruang 3 agar bayangan yang terbentuk tepat pada retina. Semakin jauh jarak benda,

semakin jelas bayangan yang terbentuk.

C. PEMERIKSAAN VISUS

Visus atau visual acuity (VA) merupakan salah satu ukuran dari ambang penglihatan.

Kata acuity berasal dari bahasa Latin yaitu acuitas yang berarti ketajaman. Maka VA

berkenaan dengan ketajaman atau kejelasan penglihatan seseorang. VA menggambarkan

kemampuan seseorang untuk melihat dan mengidentifikasi suatu objek serta untuk

melihat fungsi penglihatan seseorang.

Pemeriksaan Visus Dasar

Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman

13

Page 15: REFERAT Refraksi

penglihatan.Cara memeriksa visus ada beberapa tahap. Menggunakan 'chart' yaitu

membaca 'chart' dari jarak yang ditentukan, yaitu 6 meter. Digunakan jarak sepanjang itu

karena pada jarak tersebut mata normal akan relaksasi dan tidak berakomodasi. Kartu

yang digunakan ada beberapa macam :7

a. Snellen chart yaitu kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang berbeda

untuk pasien yang bisa membaca.

b. E chart yaitu kartu yang bertuliskan huruf E, tetapi arah kakinya berbeda-beda.

c. Cincin Landolt => Kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'c', tapi dengan arah cincin

yang berbeda-beda.

Gambar contoh

Snellen Chart

Cara memeriksa :

Kartu diletakkan pada jarak 6 meter dari pasien. Bila berjarak 6 m, berarti visus

normalnya 6/6. Satuan selain meter ada kaki = 20/20.

Pencahayaan harus cukup

Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus ditutup dan pasien

diminta membaca kartu.

Cara menilai visus dari hasil membaca kartu :

- Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 6/6, maka tidak perlu

membaca pada baris berikutnya, karena visus normal

- Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus normal,

14

Page 16: REFERAT Refraksi

cek pada 1 baris tersebut

- Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak pada baris

tersebut dengan false 1. 

- Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dengan

false 2.

- Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf yang ada, berarti

visusnya berada di baris tepat di atas baris yang tidak dapat dibaca.

- Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat pada baris di

atasnya.

- Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan pinhole (alat untuk

memfokuskan titik pada penglihatan pasien)

- Bila visus tetap berkurang, berarti bukan kelainan refraksi

- Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya, berarti merupakan kelainan

refraksi

- Bila visus sudah mencapai 6/6 setelah dikoreksi, maka lakukan Duke elder test

yaitu test yang bertujuan untuk menghindari over koreksi atau kelebihan ukuran

- di tambah +0.25 secara bersamaan , jika ditambah tambah buram berarti ukuran

sudah cukup

Cara pemeriksaan yang sama berlaku untuk E chart dan cincin Landolt.

- Bila tidak bisa membaca kartu, maka dilakukan penghitungan jari. Penghitungan

jari di mulai pada jarak tepat di depan Snellen Chart, yaitu 6 m. Bila pasien dapat

menghitung jari pada jarak 6 m, maka visusnya 6/60.

- Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka maju 1 m dan lakukan

penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca, visusnya 5/60.

- Bila tidak dapat menghitung jari 5 m, di majukan jadi 4 m, 3 m, sampai 1 m di

depan pasien.

- Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak 1 m, maka dilakukan pemeriksaan

penglihatan dengan lambaian tangan.

- Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m di depan pasien. Dapat berupa lambaian ke

kiri dan kanan, atau atas bawah. Bila pasien dapat menyebutkan adanya lambaian,

berarti visusnya 1/300, dengan proyeksi benar apabila pasien dapat menyebutkan

15

Page 17: REFERAT Refraksi

arah lambaian, atau proyeksi salah apabila pasien tidak dapat menyebutkan arah

lambaian.

- Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat

menggunakan 'pen light'

- Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah proyeksi.

- Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,berarti visusnya

1/~ dengan proyeksi benar.

- Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui apakah

tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan

inferior.

- Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya

1/~ dengan proyeksi salah.

Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0 (no light perception)

D. KELAINAN REFRAKSI

Emetropia (mata tanpa kelainan refraksi) dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan

refraksi mata, dimana sinar sejajar yang dari jarak tak terhingga difokuskan tepat pada

retina tanpa akomodasi. Ametropia (mata dengan kelainan refraksi) dapat didefinisikan

sebagai suatu keadaan refraksi mata, dimana sinar sejajar dari jarak tak terhingga

difokuskan didepan atau dibelakang retina, pada satu atau dua meridian. Ametropia dapat

ditemukan dalam bentuk kelainan presbiopia, miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun

dekat), dan astigmatisme.

1. Presbiopia8

Definisi

Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada

semua orang. Dengan bertambahnya usia maka semakin kurang kemampuan mata untuk

melihat dekat. Presbiopia terjadi akibat lensa makin keras, sehingga elastisitasnya

berkurang. Demikian pula dengan otot akomodasinya, daya kontraksinya berkurang

sehingga tidak terdapat pengenduran zonula Zinnii yang sempurna.

Presbiopi dikenal sebagai kondisi visual orang diatas usia 40 tahun, dimana insiden

16

Page 18: REFERAT Refraksi

tertinggi pada usia 42-44 tahun. Beberapa hal yang merupakan faktor resiko presbiopi

antara lain : usia (biasanya >40 tahun), hiperopia yang tidak terkoreksi, pekerjaan yang

membutuhkan penggunaan penglihatan jarak dekat, trauma atau penyakit mata

(kerusakan lensa, zonula atau otot siliar), penyakit sistemik (diabetes melitus,

kardiovaskular, insufisiensi vaskular, miastenia gravis), obat-obatan (alkohol, diuretik,

hidrochlorothiazide, antidepresan), atau kurang nutrisi.

Etiologi

Penurunan kekuatan akomodasi dari lensa seiring meningkatnya usia akibat dari

perubahan degeneratif lensa (penurunan elastisitas kapsul lensa atau peningkatan ukuran

dan sklerosis progresif dari substansi lensa) dan penurunan kekuatan m.siliaris seiring

dengan peningkatan usia.

Patofisiologi

Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata

karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul

sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih

keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian

kemampuan melihat dekat makin berkurang.

Klasifikasi

a.       Presbiopi Insipien

Merupakan tahap paling awal di mana penderita menunjukkan gejala membaca cetak

kecil membutuhkan usaha ekstra. Dari anamnesa didapati pasien memerlukan kaca mata

untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya

akan menolak preskripsi kaca mata baca.

b.       Presbiopi Fungsional

Amplitudo akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan ketika

diperiksa.

c.       Presbiopi Absolut

Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional, dimana proses akomodasi

sudah tidak terjadi sama sekali.

d.       Presbiopi Prematur

Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhubungan dengan

17

Page 19: REFERAT Refraksi

lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan.

e.       Presbiopi Nokturnal

Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh

peningkatan diameter pupil.

Tanda dan gejala

- Ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda kecil yang terletak

berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun. Hal ini semakin buruk pada cahaya

temaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari atau saat subjek lelah. Gejala

meningkat sampai usia 55 tahun, menjadi stabil, tetapi menetap.

- Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak kabur pada

jarak baca yang biasa

- Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari

- Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca

Penatalaksanaan

Presbiopi dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi daya fokus

otomatis lensa yang hilang. Pada pasien presbiopia ini diperlukan kacamata baca atau

adisi untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya :

Usia (tahun) Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan

40 +1.00 D

45 +1.50 D

50 +2.00 D

55 +2.50 D

60 +3.00 D

Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,0 dioptri adalah lensa positif terkuat

yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi

bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa +

3,0 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar. Kekuatan lensa kacamata baca sering

disesuaikan dengan kebutuhannya. Seperti seorang ahli music yang membutuhkan jarak

18

Page 20: REFERAT Refraksi

dekat 50 cm untuk membaca not-not sehingga dia membutuhkan kacamata dengan

kekuatan lensa yang lebih kecil.

Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis lensa lain yang

digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada bersamaan dengan

presbiopia. Ini termasuk:

a. Koreksi optik dengan lensa

single vision lense

Merupakan pilihan yang tepat bagi beberapa pasien dengan presbiopia. Indikasi

untuk perawatan ini adalah pasien dengan emmetropia, pasien dengan ametropia

tingkat rendah (yang tidak memerlukan koreksi jarak), pasien dengan miopi yag

tidak terkoreksi.

Bifokal

Untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang mempunyai garis

horizontal atau yang progresif. Dalam desain yang khas, sebagian besar wilayah

lensa berisi lensa koreksi jarak jauh sedangkan koreksi penglihatan jarak dekat

terbatas pada segmen yang lebih kecil di bagian bawah lensa.

Trifokal

Untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh pada orang dengan presbiopi

absolut atau yang masih berkembang.

b. Koreksi dengan lensa kontak

Kontak Bifokal untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian bawah

adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan hasil koreksinya

Kontak Monovision. Penggunakan lensa kontak monovision pada setiap mata

atau, bila tidak ada koreksi jarak jauh yang diperlukan, lensa hanya digunakan pada

satu mata. Untuk melihat jauh di mata dominan, dan lensa kontak untuk melihat

dekat pada mata non-dominan. Mata yang dominan umumnya adalah mata yang

digunakan untuk fokus pada kamera untuk mengambil foto.

2. Hipermetropia11

Definisi

Hipermetropia (hiperopia) atau long-sightedness adalah suatu keadaan mata dimana

19

Page 21: REFERAT Refraksi

sinar sejajar dari jarak tak terhingga difokuskan di belakang retina tanpa akomodasi. Oleh

karena itu, orang tersebut akan melihat gambaran yang buram.

Gambar Hipermetropia

Etiologi

Hipermetropia dapat berbentuk aksial, kurvatura, indeks, posisional, atau oleh karena

tidak adanya lensa.

1. Axial hypermetropia merupakan bentuk hipermetropia yang paling sering

ditemukan. Pada kondisi ini, kekuaran refraksi mata normal, namun terdapat

pemendekan axis dari bola mata. Tiap pemendekan sebanyak 1mm dari

diameter anteroposterior menyebabkan perubahan 3 dioptri.

2. Curvatural hypermetropia merupakan kondisi dimana kornea, lensa, atau

keduanya lebih datar daripada normal, sehingga terjadi penurunan refraksi.

Sekitar 1mm peningkatan radius kurvatura menyebabkan perubahan 6 dioptri.

3. Index hypermetropia terjadi disebabkan menurunnya indeks refraksi dari lensa

pada usia tua. Dapat pula terjadi pada diabetes yang sedang dalam terapi.

4. Positional Hypermetropia akibat dari lensa yang diletakan pada bagian

posterior

5. Absence of crystalline lens dapat merupakan kongenital atau dengan

dilakukannya operasi pengangkatan lensa atau dislokasi posterior sehingga

orang tersebut menjadi afakia (terjadi hipermetropia yang tinggi)

20

Page 22: REFERAT Refraksi

Klasifikasi

Terdapat tiga bentuk klasifikasi hipermetropia secara klinis :

1. Hipermetropia simpel

Merupakan bentuk yang paling sering. Hal ini disebabkan oleh variasi biologis normal

dari pertumbuhan bola mata. Hal ini termasuk hipermetropia aksial dan refraktif.

2. Hipermetropia patologis

Disebabkan oleh kongenital ataupun didapat, diluar dari variasi biologis normal

pertumbuhan bola mata, akibat dari maldevelopment, trauma dan penyakit. Hal ini

termasuk:

- hipermetropia indeks (akibat sklerosis korteks lensa)

- hipermetropia posisional (akibat subluksasi posterior dari lensa)

- afakia (kongenital ataupun akibat operasi)

- hipermetropia konsekutif (akibat over-koreksi dari miopia)

3. Hipermetropia fungsional

Hal ini merupakan akibat dari paralisisnya kemampuan akomodasi seperti pada paralisa

n.3 dan oftalmoplegia internal

Klasifikasi hipermetropia berdasarkan derajat beratnya :

1. Hipermetropia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang

2. Hipermetropia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D

3. Hipermetropia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi

Klasifikasi hipermetropia berdasarkan akomodasi mata

1. Hipermetropia Laten

a. Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hipermetropia yang

dikoreksi secara lengkap oleh proses akomodasi mata

b. Hanya bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia

c. Lebih muda seseorang yang hipermetropia, lebih laten hiperopia yang

dimilikinya

2. Hipermetropia Manifes

21

Page 23: REFERAT Refraksi

a. Hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan refraksi rutin tanpa

menggunakan sikloplegia

b. Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri lensa positif yang

digunakan dalam pemeriksaan subjektif

c. Terdiri dari dua komponen :

i. Hipermetropia fakultatif, yang bisa diukur dan dikoreksi dengan

menggunakan lensa positif, tapi bisa juga dikoreksi oleh proses akomodasi

pasien tanpa menggunakan lensa. Semua hipermetropia laten adalah

hipermetropia fakultatif..Akan tetapi, pasien dengan hipermetropia laten

akan menolak pemakaian lensa positif karena akan mengaburkan

penglihatannya. Pasien dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan

jelas tanpa lensa positif tapi juga bisa melihat dengan jelas dengan

menggunakan lensa positif

ii. Hipermetropia absolut, merupakan residual dari hipermetropia manifes,

yang tidak dapat dikoreksi dengan akomodasi.

Tanda dan Gejala Klinis

Gejala pasien dengan hipermetropia dapat bervariasi tergantung dari usia dan derajat

beratnya kelainan refraksi. Dapat dikelompokan sebagai berikut:

1. Asimtomatik. Biasanya pasien usia muda dengan kelainan refraksi yang kecil dapat

mengkoreksi dengan kemampuan akomodasinya tanpa menimbulkan gejala

2. Gejala astenopia. Hipermetropia dapat terkoreksi secara penuh, namun karena terjadi

akomodasi terus menerus, pasien akan mengalami keluhan astenopia. Keluhannya

adalah mata lelah, nyeri kepala frontal atau fronto-temporal, mata berair, dan

fotofobia ringan. Gejala ini biasanya terjadi saat jam kerja dan meningkat saat

malam.

3. Gejala astenopia dengan penurunan penglihatan. Bila kelainan hipermetropia cukup

berat, mata tidak dapat mengkoreksi hanya dengan kemampuan akomodasi.

Sehingga pasien mengeluh gejala astenopia dan penglihatan buram.

4. Penurunan penglihatan saja. Bila kelainan hipermetropia sangat berat, pasien

biasanya tidak melakukan akomodasi (terutama orang dewasa) sehingga terjadi

22

Page 24: REFERAT Refraksi

penurunan penglihatan dekat dan jauh.

Gejala obyektif:

1. Ukuran bola mata yang lebih kecil secara keseluruhan

2. Juling atau esotropia akibat akomodasi terus menerus yang diikuti konvergensi

3. Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot–otot

akomodasi di corpus ciliare.

4. Pupil terlihat lebih kecil karena akomodasi

5. Pemeriksaan fundus didapatkan papil yang kecil dan terlihat lebih banyak

vaskulardengan batas tidak tegas atau mungkin menyerupai papilitis (namun tidak

ada edema papil, sehingga disebut pseudopapillitis). Retina mungkin terlihat

bercahaya akibat refleksi cahaya yang lebih besar (shot silk appearance).

Penatalaksanaan

1. pada anak di bawah 10 tahun koreksi tidak dilakukan terutama tidak munculnya

gejala-gejala dan penglihatan normal pada setiap mata.

2. pada remaja dan berlanjut hingga waktu presbiopia, hipermetropia dikoreksi dengan

lensa positif yang terkuat. Bisa memakai kaca mata atau lensa kontak. Lensa kontak

dapat disarankan dengan hipermetropia unilateral (Anisometropia). Lensa kontak

dapat diresepkan setelah hipermetrop stabil, apabila tidak, harus mengganti lensa

kontak berkali-kali.

3. jumlah total hipermetropia diperoleh dengan pemeriksaan refraksi dengan

sikloplegik.

4. secara bertahap tingkatkan koreksi lensa sferis dengan interval 6 bulan sampai pasien

menjadi hipermetropia manifes

3. Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia dengan

membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan refraktif termasuk

a. Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)

Efektif dalam mengkoreksi hipermetropi hingga + 4D

b. Photorefractive keratectomy (PRK)

Dengan menggunakan laser excimer. Namun proses efek regresi dan

penyembuhan epitel yang lama merupakan masalah utama.

23

Page 25: REFERAT Refraksi

c. Conductive keratoplasty (CK)

Merupakan prosedur noninsisional dan nonablasi dimana kornea di pertajam

dengan mengerutkan kolagen dengan energi radiofrekuensi. Teknik ini efektif

untuk mengkoreksi hipermetropi hingga +3 D

Komplikasi

1. Hordeolum, blefaritis, atau kalazion berulang akibat sering mengucek mata untuk

menghilangkan kelelahan mata

2. Strabismus dapat terjadi pada anak (biasanya usia 2-3 tahun) karena akomodasi

secara terus menerus.

3. Ambliopia dapat terjadi pada beberapa kasus. Hal ini dapat terjadi anisometropik

(unilateral hipermetropia), strabismik (pada anak dengan akomodasi berlebihan),

atau ametropik (pada anak dengan hipermetropia berat tidak terkoreksi)

4. Glaukoma sekunder sudut tertutup. Pada mata hipermetropia, terdapat COA yang

relatif lebih sempit. Akibat dari pembesaran ukuran lensa seiring usia, mata tersebut

menjadi rentan terhadap serangan akut glaukoma. Hal ini perlu diingat pada pasien

hipermetropia usia tua.

3. MIOPIA13

Definisi

Kata miopia diambil dari bahasa Yunani “muopia” yang berarti menutup mata.

Miopia merupakan suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang

berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina, pada kondisi

mata yang tidak berakomodasi. Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan

terletak di depan makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu

kuat, miopia refraktif atau bola mata terlalu panjang. Kelainan ini menyebabkan

penglihatan buram untuk jarak jauh, popular dengan istilah “nearsightness”.

Kata miopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2, yang mana

terbentuk dari dua kata meyn yang berarti menutup, dan ops yang berarti mata. Ini

memang menyiratkan salah satu ciri – ciri penderita myopia yang suka menyipitkan

matanya ketika melihat sesuatu yang baginya tampak kurang jelas, karena dengan cara ini

akan terbentuk debth of focus di dalam bola mata sehingga titik fokus yang tadinya

24

Page 26: REFERAT Refraksi

berada di depan retina, akan bergeser ke belakang mendekati retina

Gambar Proses Penglihatan Normal dan Miopia

Etiologi

1. Axial myopia. Merupakan akibat dari peningkatan panjang diameter anteriorposterior

bola mata. Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai.

2. Curvatural myopia. Terjadi akibat peningkatan lengkung kornea, lensa, atau

eduanya.

3. Positional myopia. Akibat dari penempatan lensa di bagian anterior.

4. Index myopia. Akibat dari peningkatan indeks refraksi lensa terkait dengan sklerosis

nukleus.

5. Myopia due to excessive accommodation. Terjadi pada pasien dengan spasme

akomodasi.

Klasifikasi

a. Berdasarkan Manifestasi Klinis

Simple : Status refraksi mata dengan miopia sederhana tergantung pada daya

optik kornea dan lensa kristal, dan panjang aksial. Mata dengan miopi simple

merupakan mata normal yang terlalu panjang untuk kekuatan optiknya atau

memiliki kekuatan optik yang terlalu kuat untuk panjang aksisnya. Bentuk miopi

ini adalah yang paling umum, biasanya kurang dari 6 Dioptri atau kurang dari 4-5

D. Ketika derajad miopi pada kedua mata tidak sama, hal ini disebut anisomiopia.

Jika salah satu mata emetrop sementara yang lainnya miopi, ini disebut simple

25

Page 27: REFERAT Refraksi

miopi anisometropia. Anisometropia menjadi signifikan bila perbedaannya

mencapai 1 D atau lebih.

Miopia Nokturnal : terjadi pada kondisi pencahayaan redu akibat dari peningkatan

respon akomodasi.

Pseudomiopia : akibat dari peningkatan kekuatan refraksi mata akibat dari

overstimulasi pada mekanisme akomodasi mata atau terjadinya spasme siliar.

Dinamakan pseudo karena pasien hanya mengalami miopi jika respon akomodaasi

tidak tepat.

Miopia degeneratif : derajad miopia berkaitan dengan perubahan degeneratif pada

segmen posterior mata. Perubahan degeneratif dapat menyebabkan penurunan

koreksi mata terbaik atau perubahan lapang pandang.

Miopia terinduksi : merupakan hasil dari eksposur agen farmako, perubahan

tingkat gula darah, sklerosis nukleus lensa kristalin. Miopi jenis ini reversible.

b. Berdasarkan penyebab myopia.

Miopia refraktif : Miopia yang terjadi akibat bertambahnya indeks bias media

penglihatan, seperti pada katarak.

Miopia aksial : Miopia yang terjadi akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan

kelengkungan kornea dan lensa yang normal.

c. Menurut perjalanan penyakitnya, miopia di bagi atas :

Miopia stasioner : Miopia yang menetap setelah dewasa.

Miopia progresif : Miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat

bertambah panjangnya bola mata.

Miopia maligna : Keadaan yang lebih berat dari miopia progresif, yang

dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.

d. Berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk mengkoreksinya.

Miopia ringan : Lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri

Miopia sedang : Lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.

Miopia berat : lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita miopia kategori ini

rawan terhadap bahaya pengelupasan retina dan glaukoma sudut terbuka.

26

Page 28: REFERAT Refraksi

e. Berdasarkan umur :

Juvenile-Onset Myopia (JOM) : JOM didefinisikan sebagai miopia dengan onset

antara 7-16 tahun yang disebabkan terutama oleh karena pertumbuhan sumbu

aksial dari bola mata yang fisiologis. Esophoria, astigmatisma, prematuritas,

riwayat keluarga dan kerja berlebihan yang menggunakan penglihatan dekat

merupakan faktor-faktor risiko yang dilaporkan oleh berbagai penelitian. Pada

wanita, peningkatan prevalensi miopia terbesar terjadi pada usia 9-10 tahun,

sementara pada laki-laki terjadi pada usia 11-12 tahun. Semakin dini onset dari

miopia, semakin besar progresi dari miopianya. Miopia yang mulai terjadi pada

usia 16 tahun biasanya lebih ringan dan lebih jarang ditemukan. Progresi dari

miopia biasanya berhenti pada usia remaja ( ♂pada usia 16 tahun, ♀ pada usia 15

tahun)

Adult-Onset Myopia (AOM) : AOM dimulai pada usia 20 tahun.

a. Youth-onset myopia miopia yang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun

b. Early adult onset myopia miopia yang terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun

c. Late adult onset myopiamyopia yang terjadi setelah usia 40 tahun

Kerja mata yang berlebihan pada penglihatan dekat merupakan faktor risiko dari

perkembangan miopia.

f. Klasifikasi secara klinik :

1. Miopia kongenital

Myopia kongenital biasanya ada sejak lahir, namun biasanya baru didiagnosis pada

usia 2-3 tahun. Kebanyakan kelainan refraksi yang terjadi unilateral dan jarang bilateral.

Anak dapat sering memicingkan mata untuk melihat lebih jelas titik jauh. Myopia

kongenital kadang berkaitan dengan anomali kongenital lainnya seperti katarak,

microthalmos, aniridia, megalokornea, dan pemisahan retina kongenital. Koreksi dini

miopia kongenital disarankan.

2. Miopia simplek

Miopia simplek adalah jenis yang paling sering terjadi. Jenis ini dianggap sebagai

kelainan fisiologis tanpa berkaitan dengan penyakit mata lain. Prevalensinya meningkat

27

Page 29: REFERAT Refraksi

dari 2% pada usia 5 tahun menjadi 14% pada usia 15 tahun. Karena peningkatan terjadi

pada usia sekolah, yaitu usia 8 sampai 12 tahun, hal ini disebut juga school myopia.

Etiologi

Miopia ini merupakan variasi biologis normal pertumbuhan mata yang dapat atau tidak

berkaitan dengan genetik. Beberapa faktor yang berkaitan dengan miopia simpel yaitu :

Miopia simplek tipe aksial hanya merupakan variasi fisiologis panjang bola mata

atau dapat berkaitan dengan pertumbuhan neurologis dini saat usia anak.

Miopia simplek tipe kurvatura dianggap akibat kurang berkembangnya bola mata

Peran diet saat usia anak telah dilaporkan tanpa ada hasil konklusif.

Peran genetik. Genetik berperan pada variasi biologis perkembangan mata, dimana

prevalensi miopia lebih banyak pada anak dengan kedua orang tua miopia (20%)

daripada anak dengan 1 orang tua miopia (10%) dan anak tanpa orang tua miopia

(5%).

Teori pekerjaan jarak dekat berlebihan. Namun teori ini tidak membuktikan adanya

hubungan miopia dengan pekerjaan jarak dekat, menonton televisi dan tidak

melakukan pemakaian kacamata.

Gejala subjektif

penurunan visus untuk jarak jauh adalah keluhan utama miopia

Gejala astenopia dapat terjadi pada pasien dengan miopia ringan

Sering memicingkan mata mungkin dikeluhkan oleh orang tua pasien dengan anak

miopia.

Gejala objektif

Bola mata yang sedikit menonjol

Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar.

Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai

cresen myopia (myopiaic crescent) yang ringan di sekitar papil saraf optik

Kelainan refraksi: miopia simplek biasa terjadi antara usia 5 -10 tahun dan akan terus

naik sampai usia 18 - 20 tahun. Miopia simplek kelainan refraksinya biasanya tidak

melebihi 6-8 D.

Diagnosis

28

Page 30: REFERAT Refraksi

Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan retinoskopi

3. Miopia patologik

Miopia patologi/ degeneratif/ progresif, seusai dengan namanya, adalah kelainan

progresif yang cepat dimulai dari usia 5-10 tahun dan menghasilkan miopia yang berat

pada dewasa muda dan biasanya berkaitan dengan perubahan degeneratif pada mata.

Etiologi

Belum ada hipotesis yang dapat menjelaskan etiopatologis dari miopia patologis secara

memuaskan. Namun, diketahui bahwa hal ini berhubungan dengan genetik dan proses

pertumbuhan secara general.

Peran herediter

Telah dikonfirmasi bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada

etiologinya, dimana miopia progresif: (i) familial, (ii) lebih sering pada ras tertentu

seperti Cina, Jepang, Arab, Yahudi, dan jarang pada Negroid, Nubian, dan Sudan.

Telah disimpulkan bahwa pertumbuhan retina terkait dengan herediter sangat

berpengaruh terhadap perkembangan miopia. Sklera karena distensibilitasnya

mengikuti pertumbuhan retina, namun koroid mengalami degenerasi karena

peregangan, yang akhirnya menyebabkan degenerasi retina.

Peran proses pertumbuhan secara general

Walaupun tidak berpengaruh banyak, namun hal ini tidak dapat di lupakan dalam

progres miopia. Pemanjangan segmen posterior dari bola mata dimulai hanya saat

periode pertumbuhan aktif. Oleh karena itu, faktor defisiensi nutrisi, penyakit

penyerta, gangguan endokrin yang mempengaruhi proses pertumbuhan general juga

mempengaruhi progres dari miopia.

Gejala klinis

Gejala subjektif :

1. Defek pada visus. Terdapat penurunan fungsi penglihatan karena biasanya

kelainannya berat. Pada tahap lanjut, penurunan visus tidak dapat terkoreksi karena

terdapat perubahan degeneratif.

2. Muscae volitantes yaitu terlihat bintik hitam berterbangan di depan mata yang

disebabkan degenerasi vitreus.

29

Page 31: REFERAT Refraksi

3. Night blindness dapat dikeluhkan yang disebabkan kelainan miopia yang sangat

berat dengan perubahan degeneratif signifikan.

Gejala objektif:

1. Mata yang menonjol. Mata yang mengalami pemanjangan adalah bagian posterior.

Bagian anterior bola mata biasanya normal.

2. Kornea terlihat besat

3. COA dalam

4. Pupil terlihat sedikit membesar dan reaksi terhadap cahaya lambat

5. Pemeriksaan funduskopi:

Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau degenerasi yang

terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.

Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas

hubungannya dengan keadaan miopia.

Papil saraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih

pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh

lingkaran papil, sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi

dan pigmentasi yang tidak teratur.

Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan

perdarahan subretina pada daerah makula.

Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian perifer.

Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.

Akibat penipisan retina ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut

sebagai fundus tigroid.

Gejala Klinis

Sebagian kasus-kasus miopia dapat diketahui dengan adanya kelainan pada jarak

pandang.Pada tingkat ringan, kelainan baru dapat diketahui bila penderita telah diperiksa.

Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka penderita miopia

hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat dekat, sedangkan penglihatan kabur

bila melihat objek jauh.

Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi dari miopianya

dapat disembuhkan.

30

Page 32: REFERAT Refraksi

Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh untuk

mendapatkan efek “pinhole” agar dapat melihat dengan lebih jelas.

Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah melakukannya tanpa usaha

akomodasi

Diagnosis

Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan objektif,

setelah diperiksa adanya visus yang kurang dari normal tanpa kelainan organik. Cara

subyektif ini penderita aktif menyatakan kabur terangnya saat di periksa.Pemeriksaan

dilakukan guna mengetahui derajat lensa negatif yang diperlukan untuk memperbaiki

tajam penglihatan sehingga menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan terbaik. Alat

yang digunakan adalah kartu Snellen, bingkai percobaan dan sebuah set lensa coba.

Tehnik pemeriksaan :

1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter (minimal 5 meter),

jika kurang dari 5 meter akan terjadi akomodasi.

2. Pada mata dipasang bingkai percobaan/trial frame dan satu mata ditutup dengan

occlude, didahului dengan mata kanan.

3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan diteruskan

sampai huruf terkecil yang masih dapat terbaca.

4. Lensa sferis negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan

menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat terbaca

huruf pada baris terbawah.

5. Sampai terbaca basis 6/6.

6. Jika ditambah lensa sferis masih tidak bisa, kemungkinan pasien mempunyai

astigmatisma. Dilakukan Fogging Test.

7. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.

Cara Obyektif

Cara ini untuk anomali refraksi tanpa harus menanyakan bagaimana tambah atau

kurangnya kejelasan yang di periksa, dengan menggunakan alat-alat tertentu yaitu

retinoskop. Cara objektif ini dinilai keadaan refraksi mata dengan cara mengamati

gerakan bayangan cahaya dalam pupil yang dipantulkan kembali oleh retina. Pada saat

pemeriksaan retinoskop tanpa sikloplegik (untuk melumpuhkan akomodasi), pasien harus

31

Page 33: REFERAT Refraksi

menatap jauh.Mata kiri diperiksa dengan mata kiri, mata kanan dengan mata kanan dan

jangan terlalu jauh arahnya dengan poros visual mata.Jarak pemeriksaan biasanya ½

meter dan dipakai sinar yang sejajar atau sedikit divergen berkas cahayanya. Bila sinar

yang terpantul dari mata dan tampak di pupil bergerak searah dengan gerakan retinoskop,

tambahkan lensa plus. Terus tambah sampai tampak hampir diam atau hampir terbalik

arahnya. Keadaan ini dikatakan point of reversal (POR), sebaliknya bila terbalik

tambahkan lensa minus sampai diam. Nilai refraksi sama dengan nilai POR dikurangi

dengan ekivalen dioptri untuk jarak tersebut, misalnya untuk jarak ½ meter dikurangi 2

dioptri.

Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif  biasanya dilakukan pada setiap pasien.

Cara ini sering dilakukan pada anak kecil dan pada orang yang tidak kooperatif, cukup

dengan pemeriksaan objektif.Untuk yang tidak terbiasa, pemeriksaan subjektif saja pada

umumnya bisa dilakukan.

Tatalaksana

Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata

difokuskan tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara :

Cara optik

1. Kacamata (Lensa Konkaf)

Koreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan menggunakan lensa

konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan

menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila

bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan

meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan

mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus

bayangan dapat dimundurkan ke arah retina.

2. Lensa kontak

Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan kornea. Lensa ini

tetap ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa

kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa kontak adalah menghilangkan

hampir semua pembiasan yang terjadi dipermukaan anterior kornea, penyebabnya adalah

air mata mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan kornea sehingga permukaan

32

Page 34: REFERAT Refraksi

anterior kornea tidak lagi berperan penting sebagai dari susunan optik mata. Sehingga

permukaan anterior lensa kontaklah yang berperan penting.

Cara operasi

Ada beberapa cara, yaitu :

1. Insisi Radikal

Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan ditinggalkan 4 mm

sebagai zona optik.Pada penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari permukaan

kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk

miopi derajat ringan dan sedang.

Kelemahannya:

Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma setelah RK,

terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul, seperti atlet, tentara. Bisa

terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun jarang

terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat malam hari.

2. Laser photorefractive keratektomy (PRK)

Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi dengan

menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan sentral kornea

menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.

Kelemahan PRK:

- Penyembuhan postoperatif yang lambat

- Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan pulihnya

penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa minggu.

- Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan

- PRK lebih mahal dibanding RK

3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)

Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea anterior

diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi dengan

33

Page 35: REFERAT Refraksi

tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini

digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.

Kriteria pasien untuk LASIK

Umur lebih dari 20 tahun.

Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.

Motivasi pasien

Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan

kontraindikasi absolut LASIK

Keuntungan LASIK

- Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif

- Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.

- Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena trauma

- Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.

- Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.

Kekurangan LASIK

- LASIK jauh lebih mahal

- Membutuhkan skill operasi para ahli mata.

- Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap putus saat

operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.

4. Ekstraksi lensa jernih (Fucala's operation)

Dianjurkan untuk miopi -16 sampai -18D, terutama pada kasus unilateral. Baru-baru

ini, ekstraksi lensa yang jernih dengan implantasi IOL dengan kekuatan yang sesuai

direkomendasikan untuk mopia lebih dari 12 D.

5. Phakic Intraocular Lens

Atau implantasi intraocular contact lens (ICL) juga dipertimbangkan untuk koreksi

miopia lebih dari 12 D. Pada teknik ini, IOL khusus diimplantasi di COA atau di COP di

anterior dari lensa asli.

6. Orthokeratology

Metode reversibel nonbedah dengan memakai lensa kontak rigid gas permeabel saat

malam. Metode ini dapat dipertimbangkan untuk koreksi miopia hingga -5D dan dapat

34

Page 36: REFERAT Refraksi

digunakan untuk pasien usia kurang dari 18 tahun.

Komplikasi

a. Ablasio retina

Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D – (- 4,75)D sekitar 1/6662.

Sedangkan pada (- 5) D – (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D

resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada miopia rendah

tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.

b. Vitreal Liquefaction dan Detachment

Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2%

serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun

proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan dengan

hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-

bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan vitreus

sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk

terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreusdetachment pada miopia

tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata.

c. Miopic makulopaty

Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler

pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang berkurang.Dapat

juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan

pandang.Miopia vaskular koroid/degenerasi makular miopik juga merupakan

konsekuensi dari degenerasi makular normal, dan ini disebabkan oleh pembuluh darah

yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina.

d. Glaukoma

Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang

4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres

akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada

trabekula.

e. Skotoma

Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi retina maka

akan timbul skotoma (sering timbul jika daerah makula terkena dan daerah penglihatan

35

Page 37: REFERAT Refraksi

sentral menghilang). Vitreus yang telah mengalami degenerasi dan mencair berkumpul di

muscae volicantes sehingga menimbulkan bayangan lebar diretina sangat menggangu

pasien dan menimbulkan kegelisahan. Bayangan tersebut cenderung berkembang secara

perlahan dan selama itu pasien tidak pernah menggunakan indera penglihatannya dengan

nyaman sampai akhirnya tidak ada fungsi penglihatan yang tersisa atau sampai terjadi lesi

makula berat atau ablasio retina.

4 ASTIGMATISME

Definisi14

Terminologi astigmatisme berasal dari Bahasa Yunani yang bermaksud tanpa satu

titik. Astigmatisma adalah keadaan dimana sinar yang masuk ke dalam mata tidak

dipusatkan pada satu titik akan tetapi tersebar atau menjadi sebuah garis (Ilyas, 1989).

Pada keadaan ini terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang

berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik.Astigmat

merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea

makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat yang

ringan.

Etiologi

Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau terjadi sejak lahir,

jaringan parut pada kornea seteh pembedahan (Ilyas, 2006), ketidakteraturan lengkung

kornea, dan perubahan pada lensa (Nelson, 2000)

Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau indeks

refraksi. Astigmatisma kurvatur pada derajat yang tinggi, merupakan yang tersering pada

kornea. anomali ini bersifat kongenital, dan penilaian oftalmometrik menunujukkan.

Kebanyakan kelainan yang terjadi dimana sumbu vertical lebih besar dari sumbu

horizontal (sekitar 0,25 D). Ini dikenal dengan astigmatisme direk dan diterima sebagai

keadaan yang fisiologis.  Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat

atau sferis tipe astigmatisma ini di dapatkan pada 68 % anak-anak pada usia 4 tahun dan

95% pada usia 7 tahun.

Klasifikasi

Astigmatisma dapat dikalsifikasikan berdasarkan orientasi dan posisi relatif dari 2

36

Page 38: REFERAT Refraksi

garis focus (mata yang menderita astigmatisma memiliki 2 garis focus), yakni sebagai

berikut:

a. Simple Myopic Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan

yang lainnya berada di retina.

b. Coumpoud Myopic Astigmatism, yakni jika kedua garis fokus berada di depan retina.

c. Simple Hyperopic Astigmatism, jika satu garis fokus berada di belakang retina dan

yang lainnya berada di retina.

d. Coumpound Hyperopic Astigmatism, jika kedua garis fokus berada di belakang

retina.

e. Mixed Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan yang

lainnya berada di belakang retina.

Berdasarkan meridian/ aksisnya, astigmatisma dapat dibedakan menjadi dua, yakni

astigmatisma reguler dan ireguler :

a. Astigmatisma Reguler

Yakni apabila meridian utama pada astigmatisma memiliki orientasi yang konstan

pada setiap titik yang melewati pupil, dan jika jumlah astigmatisma selalu sama pada

setiap titik. Astigmatisma reguler dapat dikoreksi dengan kacamata lensa silindris.

Astigmatisma ini dapat dibedakan menjadi 4:15

1) Astigmatisma with-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada anak-anak,

dimana meridian vertikal adalah yang tercuram/ memiliki daya bias/ kelengkungan

yang lebih besar, dan sebuah koreksi lensa silinder plus dipakai pada/ mendekati

meridian 90.

2) Astigmatisma against-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada orang

dewasa, dimana meridian horizontal adalah yang tercuram/ memiliki daya bias/

kelengkungan yang lebih besar daripada meridian vertikal, dan sebuah koreksi

silinder plus dipakai pada/ mendekati meridian 180

3) Astigmatisma oblik, yakni jika dua meridian utamanya tidak terletak pada/

mendekati 90 atau 180, namun terletak lebih mendekati 45 dan 135

4) Astigmatisma bioblik, yakni jika dua meridian utama tidak terletak pada sudut yang

sama satu sama lain, misalnya salah satu pada 30 dan satunya lagi 100.

37

Page 39: REFERAT Refraksi

b. Astigmatisma Ireguler

Terjadi apabila orientasi meridian utama atau jumlah astigmatisma berubah dari titik

ke titik saat melewati pupil. Meskipun meridian utamanya terpisah 90 pada setiap titik,

kadang-kadang pada pemeriksaan retinoskopi atau keratometri, secara keseluruhan,

meridian utama pada kornea ini tidak tegak lurus satu sama lain. Sebenarnya setiap mata

normal memiliki setidaknya sedikit astigmatisma ireguler, dan peralatan seperti

topografer kornea dan wavefront aberrometer dapat digunakan untuk mendeteksi

keadaan ini secara klinis.

Patofisiologi

a. Astigmatisma Reguler

Pada astigmatisma reguler, setiap meridian membiaskan cahaya secara teratur dan

equally, akan tetapi pembiasan meridian yang satu berbeda dengan meridian yang lain.

Satu meridian membiaskan cahaya berlebihan dan yang lainnya kurang. Dua jenis

meridian ini disebut dengan meridian utama, keduanya saling tegak lurus.

Pada kebanyakan kasus, satu meridian utama terletak secara vertikal dan satunya lagi

terletak horizontal, namun bisa terjadi oblik, namun sudutnya masih saling tegak lurus/

90 satu sama lain.

Meridian vetikal, dalam banyak kasus, membiaskan cahaya lebih kuat daripada yang

horizontal, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan palpebra ke kornea.Tipe

astigmatisma ini disebut with-the-rule dan lebih sering pada anak-anak.Sementara itu,

apabila meridian horizontal membiaskan cahaya lebih kuat, ini disebut dengan

astigmatisma against-the-rule dan lebih sering pada orang dewasa. Perbedaan refraksi

antara kedua meridian utama ini menggambarkan besarnya astigmatisma dan

direpresentasikan dalam dioptri (D).

Ketika perbedaannya tidak lebih dari ½ sampai ¾ dioptri, maka disebut dengan

astigmatisma fisiologis dan biasanya tidak perlu dikoreksi, karena masih bisa

dikompensasi dan tidak menimbulkan keluhan subjektif pada seseorang. Namun jika

lebih dari ¾ D, ia dapat mengganggu penglihatan dan menimbulkan gejala subjektif.

Akan tetapi, astigmatisma tipe reguler ini jarang yang melebihi 6-7 D.

Berdasarkan teori fisika, berbeda dengan lensa sferis, permukaan lensa silindris tidak

38

Page 40: REFERAT Refraksi

memiliki kelengkungan dan kekuatan refraksi yang sama di semua meridian.

Kelengkungan lensa silindris berbeda-beda dari yang kecil hingga yang besar, dengan

nilai yang ekstrim berada di meridian 90.Oleh sebab itu, kekuatan refraksinya berbeda-

beda dari satu meridian ke meridian lainnya, dan permukaan lensa silindris tidak

memiliki satu titik fokus, namun ada dua garis fokus yang terbentuk. Bentuk umum dari

permukaan astigmatisma adalah sferosilinder, atau torus, yang mirip dengan bentuk bola

football Amerika, dengan kata lain dapat dikatakan sebagai gabungan lensa sferis dan

lensa silindris. Bentuk geometris yang rumit dari seberkas cahaya yang berasal dari satu

sumber titik dan dibiaskan oleh lensa sferosilinder ini disebut dengan istilah conoid of

Sturm.

Conoid of Sturm memiliki dua garis fokus yang sejajar satu sama lain pada meridian-

meridian utama pada lensa sferosilinder. Semua berkas cahaya akan melewati setiap

garis-garis fokus ini. Perpotongan melintang conoid of Sturm pada titik-titik yang berbeda

sejauh panjangnya, sebagian besar berbentuk elips, termasuk bagian luar dari dua garis

fokus ini.Pada setiap dioptriknya, dua garis fokus ini memiliki potongan sirkuler.

Potongan sirkuler dari berkas sinar ini disebut circle of least confusion, dan

merepresentasikan fokus terbaik dari lensa sferosilinder, yakni posisi dimana semua sinar

akan terfokus jika lensa memiliki kekuatan sferis yang sama dengan kekuatan sferis rata-

rata pada semua meridian lensa sferosilinder. Rata-rata kekuatan sferis lensa sferosilinder

merepresentasikan ekuivalen sferis dari lensa, dan dapat dihitung dengan rumus:16

Ekuivalen sferis = sferis + silinder / 2

b. Astigmatisma Irreguler

Astigmatisma ireguler muncul ketika pembiasan cahaya tidak teratur dan unequal

pada meridian-meridian yang sama pada mata. Biasanya merupakan konsekuensi dari

perubahan patologis terutama pada kornea (makula sentral kornea, ulkus, pannus,

keratokonus, dan lain-lain) atau lensa (katarak, opasifikasi kapsul posterior, subluksasi

lensa, dan lain-lain).

Ketajaman visus pada mata dengan astigmatisma ireguler mengalami penurunan dan

kadang-kadang muncul diplopia monokuler atau poliopia.Semua mata memiliki

setidaknya sejumlah kecil astigmatisma ireguler, tapi terminologi astigmatisma ireguler

dalam hal ini digunakan secara klinis hanya untuk iregularitas yang lebih kuat.

39

Page 41: REFERAT Refraksi

Astigmatisma ireguler merupakan astigmatisma yang tidak memiliki 2 meridian yang

saling tegak lurus. Astigmatisma ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada

meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Astigmatisma ireguler

terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada

meridian lensa yang berbeda

Manifestasi Klinis

Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejalagejala

sebagai berikut :

a) Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan

ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.

b) Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.

c) Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk

mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga

menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.

d) Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati

mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar

bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram, sedang pada penderita

astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala – gejala sebagai berikut :

- Sakit kepala pada bagian frontal.

- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita

akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek- ucek mata.

Diagnosis

1. Pemeriksaan pin hole

Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam

penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau

kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole

berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila

ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media

penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan

2. Uji refraksi

Subjektif: Optotipe dari Snellen & Trial lens

40

Page 42: REFERAT Refraksi

Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam

penglihatanmaksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat.Pada

keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).

Objektif

- Autorefraktometer

Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan

menggunakankomputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan

oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar

kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu

beberapa detik.

- Keratometri

Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan

kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun

mempunyai keterbatasan.

3. Uji pengaburan

Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya

dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada

kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta

melihat kisikisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas

terlihat.Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan

sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengansumbu 180°. Perlahan-

lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi - kisi

astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua

juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan.

Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan- lahan ditaruh lensa

negatif sampai pasien melihat jelas.

4. Keratoskop

Keratoskopatau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa

memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular, “ring”

tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk

sempurna.

41

Page 43: REFERAT Refraksi

5. Retinoskopi

Melihat refleks merah pada mata ketika retinoskop digerakan secara vertikal dan

horizontal.

Penatalaksanaan

1. Kacamata Silinder

Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif  dilakukan dengan

sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder positif dengan sumbu horizontal

(180o +/- 20o). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan koreksi silinder

negatif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o) atau bila dikoreksi dengan silinder

positif sumbu vertikal (90o +/- 20o).

Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum Jawal :

A. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule

dengan selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri

yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.

B. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the rule

dengan selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri

yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.

2.    Lensa Kontak

Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi

astigmatisma yang terjadi di permukaan kornea.

3.      Pembedahan

Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau

dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa

prosedur pembedahan  yang dapat dilakukan, diantaranya :

a. Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk

kurvatur kornea, dilakukan dengan membuang jaringan dari lapisan dangkal

dan bagian dalam kornea

b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik),laser digunakan untuk merubah kurvatur

kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea.

LASIK dilakukan dengan memotong bagian dari permukaan kornea luar

42

Page 44: REFERAT Refraksi

melipatnya kembali untuk mengekspos jaringan dalam. Maka laser

digunakan untuk membuang sejumlah jaringan yang dibutuhkan dan flap

jaringan luar ditempatkan kembali pada posisinya posisi untuk proses

penyembuhan.

c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.

43

Page 45: REFERAT Refraksi

BAB III

KESIMPULAN

Intepretasi informasi penglihatan yang tepat tergantung pada kemampuan mata untuk

memfokuskan cahaya yang datang ke retina. Mata memiliki seperangkat komponen optik

yang mampu membiaskan sinar yang melaluinya. Komponen optik tersebut adalah sistem

lensa, terdiri atas kornea, Aqueous humour pada anterior chamber, lensa, dan vitreous

humour pada posterior chamber. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media

refraksi dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah

melalui media refraksi dibiaskan tepat didaerah makula lutea.

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, dimana

terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan

bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau

di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus. Dikenal istilah emetropia

yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia yang berarti adanya kelainan

refraksi seperti miopia, hipermetropia,astigmat, dan presbiopia.

Mata bukanlah organ yang diciptakan tanpa tujuan,satu tubuh dicipta dengan sistem

yang saling terkait jika mata bermasalah, maka satu tubuh akan ‘suffering’ . Kelainan

refraksi merupakan kelainan yang dapat dikoreksi, namun terkadang menjadi masalah

yang terabaikan bagi sebagian orang. Mengingat komplikasi morbiditas yang dapat

ditimbulkan, pencegahan dan deteksi dini dari kelainan refraksi amatlah penting ditengah

peralatan diagnostik yang sudah memadai dan pendidikan masyarakat yang sudah lebih

baik.

44

Page 46: REFERAT Refraksi

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas H, Sidarta. Kelainan refraksi dan koreksi penglihatan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.

2. Keputusan menteri kesehatan RI nomor 1473/menkes/SK/x/2005 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan untuk mencapai Vision 2020.

3. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta: EGC. 2009. Hal 8, 125.

4. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta: EGC. 2009. Hal 12.

5. Sherwood l. Human Physiology from Cells to System. Ed. 7. Canada : Brooks/Cole. 2010. Page 198-9.

6. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta: EGC. 2009. Hal 382-4.

7. Khurana A.K. comprehensive ophthalmology. Fourth edition. India : New age international. 2007. P.3-1, 89-92, 167-169, 243 – 245, 249.

8. Mancil GL. Optometric clinical practice guideline care of patient with Presbiopia. America optometric Association. Reviewed 2010. P. 1-36

9. Patorgis CJ. Presbyopia. In: Amos JF, ed. Diagnosis and management in vision care. Boston: Butterworths, 1987:203-38.

10. Kleinstein RN. Epidemiology of presbyopia. In: Stark L, Obrecht G, eds. Presbyopia: recent research and reviews from the third international symposium. New York: Professional Press Books, 1987:12-8.

11. David AH. Optometric clinical practice guideline care of patient with Hypermetropia. America optometric Association. Reviewed 2008. P. 1-27

12. Waring GO, Rodrigues MM, Laibson PR. Anterior chamber cleavage syndrome. A stepladder classification. Surv Ophthalmol 1975; 20:3-27 Thompson HS, Newsome DA, Lowenfield IE. The fixed dilated pupil. Sudden iridoplegia or mydriatic drops? A simple diagnostic test. Arch Ophthalmol 1971; 86:21-7.12

13. Amos JF. Optometric clinical practice guideline care of patient with Myopia. America optometric Association. Reviewed 2008. P. 1-39.

14. Sidarta I. Kelainan Refraksi dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Jakarta. 2007. Hal. 81

15. Sidarta I. Kelainan Refraksi dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Jakarta. 2007. Hal. 82

16. Olujic, SM, 2012. Etiology and Clinical Presentation of Astigmatism. Dalam: Advances in Ophtalmology; edited by Rumelt S. PP: 167 – 190. Available at: www.intechopen.com/download/pdf/29985. Accessed: March 26th 2015.

45