Reformulasi%20al-Maslahah%20relevansi%20dan%20Implementasinya%20dalam%20Pengembangan%20Pemikiran%20Hukum%20Islam%20Kontemporer.pdf...

319
i REFORMULASI AL-MAS LAH AH: Relevansi dan Implementasinya dalam Pengembangan Pemikiran Hukum Islam Kontemporer Tesis Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama (M.A.) Oleh Ahmad Ali NIM: 05.2.00.1.01.01.0046 KONSENTRASI SYARIAH SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./2008 M.

Transcript of Reformulasi%20al-Maslahah%20relevansi%20dan%20Implementasinya%20dalam%20Pengembangan%20Pemikiran%20Hukum%20Islam%20Kontemporer.pdf...

  • i

    REFORMULASI AL-MASLAHAH: Relevansi dan

    Implementasinya dalam Pengembangan Pemikiran

    Hukum Islam Kontemporer

    Tesis

    Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama (M.A.)

    Oleh

    Ahmad Ali

    NIM: 05.2.00.1.01.01.0046

    KONSENTRASI SYARIAH

    SEKOLAH PASCASARJANA

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1429 H./2008 M.

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    MOTTO

    Siapapun yang tidak mendalam wawasannya tentang

    maqsid al-Syar`ah, pemahamannya tidaklah tepat sasaran.

    (al- Sytib, al- I`tism)

  • vi

    Persembahan

    Ku persembahkan karya ini kepada kedua orang tuaku, Ayahanda Kyai Muhammad Muslim Daroini, Ibunda Natijah, dan adikku, Mahmud Khomsun, serta siapapun yang berharap pada pemikiran hukum Islam dengan selaksa harap.

  • vii

    Pedoman Transliterasi

    Huruf Arab

    Huruf Latin

    Keterangan

    tidak dilambangkan b be t te ts te dan es j je h h dengan garis bawah kh ka dan ha d de dz de dan zet r er z zet s es sy es dan ye s es dengan garis di bawah d de dengan garis di bawah t te dengan garis di bawah z zet dengan garis di bawah ` koma terbalik di atas hadap kanan gh ge dan ha f ef q ki k ka l el m em n en w we h ha apostrof y ye

    Penulisan Vokal

  • viii

    Untuk vokal tunggal: (fathah) : a (kasrah) : i (dammah) : u

    Untuk vokal rangkap (diftong): : ai (a dan i) : au (a dan u)

    Untuk vokal panjang (md): : (a dengan topi di atas) : (i dengan topi di atas) : (u dengan topi di atas)

    Penulisan Kata, Kata Sandang, dan Nama

    Kata sandang : ditulis al, dengan huruf kecil, bukan kapital, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-Syar`ah al-Dakhrah, al-maslahah, al-Qurn, Najm al-Dn al-Tf, dan Wahbah al-Zuhail.

    Nama tokoh/penulis asal Nusantara, tidak dialihaksarakan, dan ditulis sesuai dengan ejaan namanya. Contoh: Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, Muhammad Quraish Shihab.

    Setiap kata, baik kata kerja (fi`l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Contoh:

    : al-Maslahah al-Maqsdah : usl al-fiqh : al-Fiqh al-Islm wa Adillatuh

    Penulisan T Marbtah

    Ditulis dengan huruf /h/pada: kata yang berdiri sendiri atau diikuti oleh kata sifat (na`at). Contoh:

    : `adlah : al-kulliyyah al-khamsah Ditulis dengan huruf /t/ ketika diikuti kata benda (ism), atau susunan

    izfiyyah. Contoh: : mur`at al-fitrah : nazariyyat al-hudd

  • ix

    ABSTRAK

    Ahmad Ali Reformulasi al-Maslahah: Relevansi dan Implementasinya dalam Pengembangan Pemikiran Hukum Islam Kontemporer

    Penelitian ini membuktikan bahwa metode al-Maslahah al-Maqsdah

    ( ) adalah metode ijtihd alternatif kontemporer (manhaj al-ijtihd al-mu`sir), karena relevansinya dengan maqsid al-Syar`ah dan HAM Internasional.

    al-Maslahah al-Maqsdah merupakan bentuk baru (wajhun jadd) dari reformulasi al-maslahah konvensional. al-Maslahah al-Maqsdah adalah model al-maslahah post-kontemporer.

    Rumusan baru itu dibuat karena model al-maslahah konvensional dipandang tidaklah tepat, terlebih lagi klasifikasi maslahah mulghah, sehingga perlu direformulasi. Wujud reformulasi ini adalah sebuah kontruksi baru yang penulis sebut dengan al-Maslahah al-Maqsdah sebagai metode ijtihd alternatif kontemporer (manhaj al-ijtihd al-mu`sir).

    Relevansi al-Maslahah al-Maqsdah dengan maqsid al-Syar`ah dan HAM tersebut berwujud dalam bentuk penggunaan maqsid al-Syar`ah dan HAM sebagai paradigma al-Maslahah al-Maqsdah dalam merumuskan hukum (ijtihd). Pada satu sisi al-Maslahah al-Maqsdah menekankan maqsid al-Syar`ah yang telah diformulasikan secara lebih luas. Pada sisi yang lain, al-Maslahah al-Maqsdah bersinergi dengan HAM. Hubungan antara keduanya (maqsid al-Syar`ah dengan HAM) sangatlah erat dan sinergis/integral. Maqsid al-Syar`ah lebih bernuansa teosentris, moral-transendental (ilhiyyah), karena ia merupakan wahyu, meskipun dalam bentuk formulasi yang dihasilkan oleh kreatifitas manusia.

    Dalam Maqsid al-Syar`ah kemaslahatan umum (maslahah al-`mmah, public interests) lebih dijamin daripada kemaslahatan pribadi (maslahah al-fard, individual interests). Sedangkan HAM lebih bernuansa antroposentris, sebagai produk dan realitas kemanusiaan (tajribat al-insniyyah). Dalam HAM kemaslahatan individu (individual interests) lebih dijamin daripada kemaslahatan umum (public interests).

    Dengan menempatkan maqsid al-Syar`ah sebagai spirit hukum yang bernuansa religius, dan HAM sebagai sebuah realitas konsensus dunia internasional, yang bernuansa kemanusiaan, keseimbangan antara hak individu dan hak masyarakat akan terjalin dan lebih terjamin.

    Implementasi al-Maslahah al-Maqsdah dalam menjawab berbagai masalah-masalah hukum memperkuat pengutamaannya sebagai metode ijtihd alternatif kontemporer. Implementasi al-Maslahah al-Maqsdah mencakup semua bidang hukum, baik ibadah, maupun muamalah, yang meliputi perdata dan pidana. Masalah-masalah hukum yang dikupas dengan metode al-Maslahah

  • x

    al-Maqsdah, antara lain: zakat include dalam pajak, zakat perkebunan, dan zakat perusahaan; perkawinan beda agama (PBA), dan waris beda agama (WBA); hukuman potong tangan terhadap tindak pidana korupsi, hukuman mati terhadap tindak pidana terorisme dan narkotika.

    Kesimpulan besar (Tesis) ini dihasilkan melalui kitab-kitab/karya-karya tulis yang membahas tentang al-maslahah, baik oleh ulama klasik Abad Pertengahan maupun kontemporer, yang dikaji secara kritis. Kajian kritis ini menggunakan pendekatan filsafat, khususnya filsafat hukum Islam, hermeneutika, dan content analysis. Adapun rumusan al-Maslahah al-Maqsdah dibuat dengan menggunakan 4 (empat) teori: open texture, rekonstruksi konsep qat`-zann, topicsnya Vieweg, dan reaktualisasi/ revitalisasi ajaran Islam.

    Penelitian (Tesis) ini menghasilkan suatu rumusan (formulasi) baru, yaitu al-Maslahah al-Maqsdah sebagai metode ijtihd alternatif kontemporer yang berbeda dengan metode/teori alternatif yang lain. Sedangkan beberapa penelitian lainnya tentang tema al-maslahah tidak menawarkan rumusan al-maslahah dalam bentuk yang komprehensif dan sistematis, yang memadukan maqsid al-Syar`ah dan HAM.

    Perbedaan metode al-Maslahah al-Maqsdah dengan metode yang lain terletak pada paradigma (acuan) yang dipakai dan cara kerjanya. al-Maslahah al-Maqsdah berpijak pada paradigma maqsid al-Syar`ah dan HAM Internasional. Cara kerjanya diawali dengan maqsid al-Syar`ah dan disinergikan dengan HAM. Sedangkan metode/pendekatan yang lain, seperti teori naskh Mahmd M. Taha hanyalah menggunakan maqsid al-Syar`ah saja dalam kerangka model religious utilitarianism, atau menggunakan pendekatan liberal saja, misalnya hermeneutika, atau HAM Internasional, seperti Nazariyyat al-Hudd (Teori Batas) Muhammad Syahrr, dan Teori the Double Movement (Gerak Ganda) Fazlur Rahman, dalam kerangka model religious liberalisme.

  • ix

    :

    . .

    .

    . .

    .

    . "" .

    . , () . .

    . .

    : . : .

    .

    . .

    )cipoT sgiweiV( , )erutcet nepo( : . ,

    : .

    .

    . . )msinairatilitu suoigiler(" "

    . )msilarebil suoigiler(" " TCARTSBA

  • xii

    Ahmad Ali The Reformulation of al-Maslahah: Its Relevance and Implementation in Expand of Contemporary Islamic Law Thought

    This research proves that method of al-Maslahah al-Maqsdah is a method of contemporary alternative ijtihd (manhaj al-ijtihd al-mu`sir), because of its relevance to maqsid al-Syar`ah and Human Rights.

    al-Maslahah al-Maqsdah is new form (wajhun jadd) of reformulation of conventional al-maslahah. al-Maslahah al-Maqsdah is a model of post-contemporary al-maslahah.

    The new formula is contructed because of the model of conventional al-maslahah is not acurates, particularly on classification of al-maslahah al-mulghah (discredited maslahah). So, It needs to reformulate. This reformulation is a new contruction of al-maslahah that I call it al-Maslahah al-Maqsdah as a method of contemporary alternative ijtihd (manhaj al-ijtihd al-ifdl al-mu`sir).

    The relevance of al-Maslahah al-Maqsdah with maqsid al-Syar`ah and Human Rights form is in the form of usage of maqsid al-Syar`ah and Human Rights as paradigm of al-Maslahah al-Maqsdah in ijtihd (formulating law). At one side, al-Maslahah al-Maqsdah emphasizes maqsid al-Syar`ah which has been formulated broaderly. And the other side, al-Maslahah al-Maqsdah relates to Human Rights. The relation of both, maqsid al-Syar`ah and Human Rights, is very tightly and sinergic/integral. Maqsid al-Syar`ah is more teocentris nuance, moral-transcendental (ilhiyyah), because its formulation from the revelation (al-Qurn), or by mujtahid. So, it is more guaranteed than personal interest (rights). While human rights is more anthropocentric nuance, humanity reality, where individual rights are more crucial than common rights. By placing maqsid al-Syar`ah as spirit of law, and human rights as reality, the balance between individual rightses and public rightses becomes more guaranted.

    By placing maqsid al-Syar`ah as a spirit of religion law, and Human Rights as a international consensus reality, which have humanity nuance, the balance of individual rightses and publics rightses will intertwin and more well guaranted.

    The implementation of al-Maslahah al-Maqsdah in replying various problems of contemporary laws strengthens its majoring as method of contemporary alternative ijtihd. Implementation of al-Maslahah al-Maqsdah includes or covers all law areas: `ibdah (good of religious service), and also mu`malah (human relations), covering crime and civil. Problems of law which pared by method of al-Maslahah al-Maqsdah, are like problem of zakh (alms-tax, legal alms) including the tax, problem of zakh of plantation and company; problem of marital and heir of different religion; hand cut off crime penaltie to corruption criminal, dead penalties to crimes of terrorism and narcotic.

    The conclusion of this researches is constructed through many refferences studying on al-maslahah, either by moslem scholar of classical, Middle Ages and

  • xiii

    also contemporary. That is studied critically. This study applies approachs of philosophy, expecially Islamic law philosophy, hermeneutic, and content analysis. An the formula of al-Maslahah al-Maqsdah is made by using 4 ( four) theories: open texture, reconstruction of concept of qat`-zann (definite and probable), the topics of Vieweg, and reactualisation or revitalisation of Islamic teaching.

    This Research (Thesis) makes an new formula (formulation). It is al-Maslahah al-Maqsdah as method of contemporary alternative ijtihd that different with other alternative method or theory. We know that some other researchs wich concer of al-maslahah themes doesnt offer the formulation of al-maslahah in systematic and comprehensive form, that combines maqsid al-Syar`ah and Human Rights.

    So, the difference between method of al-Maslahah al-Maqsdah with other method is in this paradigm (reference), the aplied and the mode of action paradigm. al-Maslahah al-Maqsdah treads on two paradigms: maqsid al-Syar`ah and Internasional Human Rights. The mode of action is started with maqsid al-Syar`ah and relatied with Human Rights, while another methods or approachs are only using maqsid al-Syar`ah, like Tahas abrogation theory. It is just in framework of religious utilitarianism model, or applying of liberally approach of religious liberallism model only, like hermeneutic, or using Human Rights theory, like Limit Theory of Syahrr, and Double Movement of Rahman.

  • xiv

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah s.w.t., yang berkat karunia dan

    rahmat-Nya, penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan

    salam, semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. yang telah

    mengajarkan penghormatan hak-hak asasi manusia (HAM).

    Kemaslahatan merupakan sesuatu yang dicita-citakan semua orang.

    Pembahasan ini menjadi penting artinya bagi realisasi cita-cita ini, dari tataran

    teoritis, hingga praktisnya. Pilihan tema ini didorong oleh keinginan untuk terus-

    menerus mengembangkan pengkajian pemikiran Islam, terutama bidang hukum,

    agar dapat relevan, reasonable dan applicable dengan zaman kontemporer, dan

    memberikan kontribusi yang besar, baik teoritis maupun praksisnya, bagi

    kemajuan dunia, khususnya, bidang hukum.

    Selesainya studi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk itu,

    sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada

    pembimbing tesis ini, sekaligus sebagai penguji dalam sidang ujian Tesis ini,

    Prof. Dr. Amir Syarifuddin, yang dengan sungguh-sungguh telah memberikan

    bimbingan dan menyatakan puas dengan sidang ujian tersebut, dan menilai

    karya ini sebagai karya yang berkualitas. Kepada para penguji: Dr. H.

    Muhammad Masyhoeri Naim, Dr. (Phil) Asep Saepudin Jahar, M.A, dan Prof. Dr.

    Suwito, M.A., yang telah memberikan masukan yang berharga. Para pejabat di

    lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Prof. Dr. Komaruddin Hidayat,

    Rektor, maupun ketika menjabat sebagai Direktur SPs., dan Prof. Dr. Azyumardi

    Azra, M.A., Direktur SPs., maupun ketika menjabat sebagai Rektor; beserta

    segenap pembantu/asdir/deputinya, yang semuanya telah dan sedang

    menjalankan tugas untuk memajukan almamater ini. Para Dosen di almamaterku

  • xv

    tercinta, terkhusus, perlu penulis sebut kembali, Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A.,

    yang mendorong agar penulis konsen pada pemikiran hukum Islam. Kepala dan

    staf Perpustakaan SPs., Bpk. Suali, dan Syukron, yang telah memberikan

    pelayanan yang baik untuk studi kepustakaan, serta segenap pegawai UIN,

    tempat penulis studi, dalam semua levelnya, tanpa terkecuali yang telah bekerja

    dalam menjalankan tugas, dan ikut serta memajukan almamater ini.

    Selain itu, tentu saja harus dan selayaknya penulis menyampaikan ucapan

    terima kasih kepada semua pihak yang berperan penting dalam mendukung

    selesainya studi ini. Di antaranya: Drs. Saidun Derani, M.A. (Abang Angkat),

    yang telah banyak meminjamkan literatur perpustakaannya, dan teman diskusi

    dalam berbagai persoalan; dr. Saharawati Mahmouddin, Sp.P., FCCP. (Tante

    Angkat), dan Drs. Hasbi Hasan, M.H. (Abang Angkat), yang telah banyak

    memberikan dukungan moril dan materiil, serta Drs. Edi Riyadi, M.H. (Paman

    Angkat). Semoga keempatnya diberikan kesehatan, dan kemudahan, dapat

    segera menyelesaikan studi S3nya di almamater yang sama. Ibu Dra. Lily Zakiyah

    Munir, MA. (antropolog dan aktivis HAM), Direktur Center for Pesantren and

    Democracy Studies (CePDeS) yang darinya banyak penulis dapatkan literatur

    berbahasa Inggris, dan tempat penulis banyak menuangkan ide, terkait dengan

    maqsid al-Syar`ah dan HAM. Ucapan terima kasih patut penulis sampaikan

    kepada Bpk. Letjen (Purn.) Dr. (HC) Moerdiono, mantan Sekneg., dan KH.

    Salahuddin Wahid (Gus Salah), pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang, yang

    telah memberikan bantuan di awal-awal studi penulis. Tak tertinggal pula untuk

    Mas Marno, dan Mbak Sri, di Ciganjur, tempat pertama penulis memulai hidup

    di Jakarta. Kawan-kawan, tanpa terkecuali, di P3M (Perhimpunan Pengembangan

    Pesantren dan Masyarakat), Jakarta, tempat penulis belajar banyak menuangkan

    tulisan dan mencari ma`syah; maupun di tempat-tempat living cost/kontrakan,

    Ciputat: Firdaus, Cak Kholiq, Romi, Mas Arif, Rifqi, Masykur, dan teman-teman

    kuliah: Arip Purkon dan Silahuddin; sahabat dari almamater IKAHA, Iswahyudi,

    M.A., dan Taryono. Ucapan terima kasih patut penulis sampaikan kepada KH.

    Masdar F. Masudi, dan Prof. Dr. Masykuri Abdillah, keduanya yang telah

  • xvi

    memberikan surat rekomendasi pada penulis masuk di SPs ini. Terkhusus untuk

    adinda Elkhairati, S.HI., M.A. yang telah memberikan supports, menemani dan

    mengisi perjalanan hidup penulis, dalam suka dan duka.

    Last but not least, dukungan dari saudara-saudara sekandung saya di

    Lampung: Mas Yasir, Dik Fatimah, dan Dik Khomsun; dan semua keluarga di

    Lampung/Sumatera, Jakarta, dan Jawa, kepada mereka semua, ucapan terima

    kasih penulis sampaikan. Ini pula kesempatan bagi penulis untuk mengenang

    jasa-jasa para guru, baik di lembaga pendidikan formal, maupun nonformal,

    yang telah bersaham dalam membentuk kepribadian ilmiah penulis. Salam dan

    doa penulis untuk KH. Dzulqurnain (Pengasuh Pesantren Liraf, Sumberagung,

    Tanggamus), Zamzurie, SH. (almarhum) dan Ir. Bambang Eko Prayitno, (yang

    pertama pembina, dan yang kedua ketika menjadi Kepala Sekolah, maupun guru

    Yayasan Pendidikan dan Pengajaran Bimasakti, Lampung), KH. Imam

    Sukhrowardi (pengasuh Asrama Perguruan Islam Salafiyah [APIS], Blitar), Pak

    Abu Jalal, Pak Rafiq Faizin, dan Pak Hasyim Jalal (guru-guru APIS), KH. Drs.

    Mustain Syafii, M. Ag., dan Drs. H. Hamim Supaat, M.Hi. (Dosen IKAHA

    Tebuireng Jombang), RH. Riyan Iskandar (Pimpinan Padepokan Welas Asih,

    Parung Bogor), dan lain-lain. Di atas itu semua, tentu saja, dukungan moril dan

    doa orang tua, Ayahanda Kyai Muhammad Muslim Daroini, dan Ibunda Natijah,

    jauh di sebuah pedesaan, Datarajan Ulu Belu Tanggamus, Lampung. Keduanya

    telah memberikan kebebasan untuk studi dan menjalani kehidupan ini, jarang

    bersama penulis, merupakan nilai yang amat berharga bagi pribadi penulis. Untuk

    itulah, sepatutnya penulis berkewajiban membalas jasa besar keduanya. Semoga

    kesehatan, rahmat, taufiq, dan hidayah Allah s.w.t., kemuliaan dan kebahagiaan

    hidup di dunia dan akhirat, tercurah kepada keduanya. Amin.

    Semoga, karya akademik ini, menjadi bermanfaat, terutama bagi diri

    penulis, dan bagi semua pihak, serta dapat dikembangkan lebih lanjut. Saran dan

    kritik konstruktif dengan terbuka diterima demi kesempurnaan karya ini,

    meskipun tentu saja tiada gading yang tak retak.

  • xvii

    Ciputat: Rabu, 18 Maulid 1429 H./26 Maret 2008 M.

    Penulis,

    Ahmad Ali

  • xviii

    DAFTAR ISI

    JUDUL......................................................................................................................i

    PERNYATAAN KEASLIAN.................................................................................ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................................iii

    PENGESAHAN............iv

    MOTTO....................................................................................................................v

    PERSEMBAHAN..................................................................................................vi

    PEDOMAN TRANSLITERASI..........................................................................vii

    ABSTRAK...............ix

    KATA PENGANTAR.......xiv

    DAFTAR ISI........xvii

    DAFTAR SINGKATAN......................................................................................xxi

    DAFTAR SKEMA DAN TABEL......................................................................xxii

    DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xxiii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah............1

    B. Permasalahan...........12

    C. Tujuan Penelitian........13

    D. Signifikansi Penelitian............13

    E. Kajian Pustaka................14

    F. Kerangka Teori.................................................................................19

  • xix

    G. Metodologi Penelitian......... 22

    H. Sistematika Penulisan.........28

    BAB II REFORMULASI AL-MASLAHAH DALAM KONTEKS

    DINAMIKA PERKEMBANGAN PEMIKIRAN HUKUM ISLAM

    A. Dinamika Perkembangan Pemikiran Hukum Islam Kontemporer...30

    1. Model Utilitarianisme Religius.......... 32

    2. Model Liberalisme Religius..........35

    B. al-Maslahah al-Maqsdah: Model Reformulasi al-Maslahah

    1. Perkembangan Konsep al-Maslahah

    a. Konsep al-Maslahah Klasik................................................ 43

    b. Konsep al-Maslahah Kontemporer.....................................71

    2. al-Maslahah al-Maqsdah Sebagai Metode Ijtihd Alternatif

    a. Kerangka Reformulasi al-Maslahah........................................89

    b. Definisi al-Maslahah al-Maqsdah..101

    c. Kerangka Operasional........................................................103

    BAB III RELEVANSI AL-MASLAHAH AL-MAQSDAH DENGAN

    MAQSID AL-SYAR`AH DAN HAK ASASI MANUSIA

    A. Relevansi al-Maslahah al-Maqsdah dengan Maqsid al-Syar`ah

    1. Maqsid al-Syar`ah dan Pengembangan Pengertian........... 113

  • xx

    2. Maqsid al-Syar`ah Sebagai Paradigma al-Maslahah

    al-Maqsdah............................................................................124

    B. Relevansi al-Maslahah al-Maqsdah dengan Hak Asasi Manusia

    1. Hak Asasi Manusia...................................................................126

    a. Makna, Sejarah dan Kategorisasi HAM Internasional..........126

    b. Makna, Prinsip-prinsip dan Deklarasi HAM Islam...........134

    c. Respons Kaum Muslim terhadap HAM Internasional......143

    d. Sekilas Komparasi HAM Internasional dan HAM Islam..........145

    2. Hak Asasi Manusia Sebagai Paradigma al-Maslahah

    al-Maqsdah............................................................................148

    BAB IV IMPLEMENTASI AL-MASLAHAH AL-MAQSDAH DALAM

    MENGHADAPI MASALAH-MASALAH HUKUM

    KONTEMPORER

    A. Bidang Hukum Ibadah

    1. Zakat Include dalam Pajak.......................................................15o

    2. Zakat Hasil Perkebunan...........................................................158

    3. Zakat Perusahaan.................................................................... 162

    B. Bidang Hukum Perdata

    1. Perkawinan Beda Agama.........................................................170

    2. Waris Beda Agama...................................................................184

    C. Bidang Hukum Pidana

  • xxi

    1. Eksekusi Potong Tangan bagi Tindak Pidana Korupsi.......... 192

    2. Esksekusi Mati bagi Tindak Pidana Terorisme...................... 201

    3. Esksekusi Mati bagi Tindak Pidana Narkotika.......................206

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan.........214

    B. Implikasi........217

    C. Rekomendasi.......217

    DAFTAR PUSTAKA......218

    Lampiran-Lampiran.229

    Biodata Penulis....243

  • xxii

    DAFTAR SINGKATAN

    a.l. : antara lain CDHRI : The Cairo Declaration on Human Rights in Islm dsb. : dan sebagainya DUHAM : Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Ed. : editor Ekosob : Ekonomi, Sosial, dan Budaya H. : Hijriah HAM : Hak Asasi Manusia HR. : Hadis Riwayat ICCRP : International Covenant on Civil and Political Rights ICESCR : International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana M. : Masehi MA RI. : Mahkamah Agung Republik Indonesia MM : al-Maslahah al-Maqsdah MUI : Majelis Ulama Indonesia No. : Nomor NU : Nahdhatul Ulama OKI : Organisasi Konferensi Islam PBA. : Perkawinan Beda Agama PBB : Perserikatan Bangsa-bangsa PKP : Penghasilan Kena Pajak Pph. : Pajak penghasilan PTKP : Penghasilan Tidak Kena Pajak QS. : Qurn Surat RI. : Republik Indonesia RUU : Rancangan Undang-undang s.a.w. : Sallallhu `alalih wasallam s.w.t. : Subhnahu Wata`l Sipol : Sipil dan politik TK/o : Tidak kena pajak/orang Ttp. : Tanpa tempat penerbit Tp. : Tanpa Penerbit tt. : tanpa tahun UDHR : Universal Declaration of Human Rights UU : Undang-undang

  • xxiii

    Vol. : Volume w. : wafat WBA : Waris Beda Agama WTC : World Trade Center

  • xxiv

    DAFTAR SKEMA DAN TABEL

    I. Skema

    Skema 1: Kedudukan Maslahah dalam Usl al-Fiqh Konvensional.........

    Skema 2: Sistematika/Struktur al-Maslahah al-Maqsdah sebagai Metode

    Ijtihd Alternatif Kontemporer...............................................

    Skema 3: Cara Kerja al-Maslahah al-Maqsdah..................................

    II. Tabel

    Tabel 1: Perbandingan Model Maslahah Klasik..................................

    Tabel 2: Perbandingan Model Maslahah Kontemporer........................

    Tabel 3: Perbandingan HAM Islam dan HAM Internasional................

  • xxv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Universal Declaration of Human Rights (UDHR) Lampiran 2 The Cairo Declaration on Human Rights in Islam (CDHRI) Lampiran 3 Berita Acara Ujian Tesis Lampiran 4 Curriculum Vitae Penulis

  • xxvi

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Pembaruan hukum Islam1 telah berlangsung di Indonesia. Pembaruan itu

    terlihat dari beberapa keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI.)

    yang banyak didasarkan pada maslahah mulghah.2 Dalam konteks pembaruan

    hukum Islam tersebut, khususnya dalam kaitannya dengan masalah

    kemaslahatan yang banyak terkait dengan kepentingan umum (maslahah al-

    `mmah), menurut Abdul Manan (Hakim Agung MA RI.), dalam penelitian

    Disertasinya,3 metode al-maslahah selayaknya digunakan tanpa membedakan

    antara maslahah mu`tabarah, maslahah mursalah,4 maupun maslahah

    mulghah, dalam rangka mewujudkan maqsid al-Syar`ah bagi warga negara.5

    1 Hukum Islam yang dimaksud adalah produk pemikiran hukum Islam, yang meliputi

    fiqh, jurisprudensi, fatwa, kompilasi, dan perundang-undangan. 2 Maslahah mulghah adalah salah satu dari 3 (tiga) kategorisasi maslahah--secara bahasa

    berarti manfaat atau kepentingan (manfa`ah, interests)-- dalam usul al-fiqh konvensional, yaitu maslahah mu`tabarah (maslahah yang diungkapkan secara langsung baik dalam al-Qurn maupun dalam hadts), maslahah mulghah (maslahah yang bertentangan dengan ketentuan yang termaktub dalam kedua sumber hukum tersebut), dan maslahah mursalah (maslahah yang tidak ditetapkan oleh kedua sumber hukum tersebut dan tidak pula bertentangan dengan keduanya). Jumhur ulama sepakat menggunakan maslahah mu`tabarah, tetapi mereka juga sepakat dalam menolak maslahah mulghah. Sedangkan maslahah mursalah sebagai metode dalam berijtihad tetap menjadi kontroversi (polemik) di kalangan ulama. Lihat Najm al-Dn Ab al-Rab` Sulaimn bin `Abd al-Qaw bin `Abd al-Karm ibn Sa`d al-Tf, Syarh Mukhtasar al-Raudah (Beirut: Muassasat al-Rislah, 1990), Juz III, h. 204-217, Amir Syarifuddin, Usl al-Fiqh (Jakarta: Logos, 2005), Jilid 2, h. 332, juga Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 141-143.

    3 Disertasi S3 pada Program Doktor Ilmu Hukum di Program Pascasarjana (PPs.) Universitas Sumatera Utara Medan, 2004.

    4 Maslahah mursalah, dalam pengertian sebagai tujuan, adalah kemaslahatan yang tidak ada petunjuk dari nass maupun ijm yang mengakuinya (i`itibr) maupun mengabaikannya (ilgh), seperti kodifikasi mushaf, dan pembuatan lembaga-lembaga ilmu dan sebagainya. Lihat Muhammad `Abd Allh Darrz dalam al-Sytib, al-Muwfaqt, Juz II, h. 27.

    5 Lihat Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Rajawali Press, 2006), h. 336-340.

  • xxvii

    al-Maslahah ()6 atau al-istislh ( ) itu merupakan salah satu

    konsep dalam usl al-fiqh7 yang mengalami dinamika polemik di kalangan

    Usliyyn (ulama usl al-fiqh). al-Maslahah atau al-istislh lebih lanjut dapat

    dilihat dari dua sisi: sebagai metode penggalian hukum (manhaj al-ijtihd),8 dan

    tujuan atau alasan hukum (maqsid al-Syar`ah au `illat al-hukm,

    ). Sebagai metode ijtihd, ia telah berperan sangat penting dalam

    menjadikan hukum Islam bersifat fleksibel dan dinamis. Ijtihd yang

    menggunakan maslahah disebut al-ijtihd al-istislh ( ).9

    Sungguhpun demikian, tetap saja kontroversi. Pada mulanya, menurut

    6 al-Maslahah sendiri sebagai sebuah konsep dalam epistemologi usl al-fiqh, telah

    mengalami perkembangan. Ia telah dirumuskan oleh para ulama/intelektual klasik dan didukung atau dikembangkan oleh para pemikir modern. Para ulama klasik misalnya, Imm Mlik, al-Juwain, al-Ghazl, Fakhr al-Dn al-Rz, al-Qarf, al-Tf, dan al-Sytib. Konsep maslahah mereka telah memberikan pengaruh terhadap sejumlah pemikir kontemporer. Di antara pemikir kontemporer adalah Subh Mahmsn (Libanon), `Alll al-Fs (Maroko), Mahmd Muhammad Taha (Sudan), Muhammad al-Thir ibn `syr (Tunisia), `Abd al-Wahhb Khallf (Mesir), dan Sa`d Ramadn al-Bt (Syiria). Dalam penelitian Felicitas Opwis (dari Yale University, Departement of Near Eastern Languages and Civilizations, New Haven), Mahmsn, al-Fs, dan Taha merupakan pendukung konsep maslahahnya al-Sytib. Sedangkan Khallf dan al-Bt merupakan pendukung konsep maslahahnya al-Ghazl/al-Rz --konsep yang lebih terbatas (restrictive) dibandingkan dengan konsep al-maslahahnya al-Sytib. Lihat Facilitas Opwis, Maslahah in Contemporary Islamic Legal Theory, dalam Islamic Law and Society 12, 2, Leiden, (2005), h. 201 dst.

    7 Usl al-Fiqh= teori hukum Islam. Yakni penyimpulan dengan metode induksi (istiqr) hal-hal (prinsip-prinsip) yang universal dari dalil-dalil (Syar`ah) dengan cara sedemikian rupa hingga mereka menjadi pedoman bagi mujtahid. Lihat Ab Ishq al-Sytib Ibrhim bin Ms al-Lakham al-Gharnat al-Mlik, al-I`tism, Maktab al-Buhts wa al-Dirsah, ed. (Beirut: Dr al-Fikr, 2003), Juz 1, h. 22. Lihat juga al-Sytib, al-Muwfaqt f Usl al-Syar`ah, `Abd Allh Darrz, ed. (Beirt: Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah, 2003), Juz II, h. 29-31. Definisi lainnya, yang serupa, Usl al-Fiqh adalah prinsip-prinsip yang dipergunakan oleh mujtahid untuk menarik hukum-hukum Syar`ah yang bersifat praktis dari dalil-dalilnya yang spesifik. Lihat misalnya, Imran Ahsan Khan Nyazee, Theories of Islamic Law: The Methodology of Ijtihd, (Islamabad: Islamic Research Institute, t.t.), h. 29.

    8 Ijtihd menurut bahasa berarti pengerahan kesanggupan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit. Atas dasar ini maka tidak tepat jika kata ijtihd dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/ringan. Pengertian ijtihd menurut bahasa ini relevan dengan pengertian ijtihd menurut terminologi, di mana untuk melakukannya diperlukan beberapa persyaratan yang karenanya tidak mungkin pekerjaan itu dilakukan oleh setiap orang. Ijtihd, menurut terminologi fuqah, adalah pengerahan segenap kesanggupan dalam melakukan pengkajian terhadap sesuatu yang terpuji, disertai daya kekuatan (badzl al-majhd wa istifr` al-wus` f fi`l syai` fh kulfah wa juhd). Tentang ijtihd lihat misalnya Fakhr al-Dn al-Rz, al-Mahsl f `Ilm al-Usl, Th Jbir al-`Alwn, ed. (Beirut: Muassasat al-Rislah, 1992), Juz VI, h. 6 dst. Hasan Hanaf, Min al-Nass il al-Wqi` (Kairo: Markaz al-Kitb li al-Nasyr, 2005), Jilid II, h. 444 dst., Muhammad Hsyim Kaml, Principles of Islamic Jurisprudence, reprint (Cambridge: Islamic Texts Society, 1991), h. 366 dst.

    9 Kaml, Principles of Islamic Jurisprudence, h. 379-380.

  • xxviii

    Muhammad Khlid Mas`d, maslahah merupakan metode umum pengambilan

    keputusan hukum (ijtihd) oleh para yuris dan karenanya merupakan prinsip

    yang bebas,10 tetapi kemudian, dalam disiplin usl al-fiqh konvensional,

    dipersempit aplikasinya hanya pada maslahah mursalah saja. Sedangkan

    sebagai tujuan atau ilat hukum, maslahah hanya dibatasi (dipersempit)

    aplikasinya pada maslahah mu`tabarah dan maslahah mursalah saja.11 Bahkan,

    seringkali maslahah digunakan dalam pengertian yang terbatas (mu`tabarah)

    dan direduksi sebatas maslahah darriyyah (maslahat yang bersifat

    keniscayaan, emergency).12 Tentu saja, penyempitan ini menimbulkan implikasi

    penafsiran atau penetapan hukum yang mendalam, karena sesuatu yang

    dikategorikan sebagai maslahah mulghah maka tidak boleh digunakan untuk

    landasan hukum (dalil, hujjah). Padahal dari segi substansinya ada yang sesuai

    dengan prinsip-prinsip Islam atau tujuan-tujuan Syar`ah (maqsid al-

    10 Muhammad Khlid Mas`d, Islamic Legal Philosophy: a Study of Ab Ishq al-

    Sytibs Life and Thought, (Delhi: International Islamic Publishers, 1989), h. 160. 11 Pembatasan (penyempitan) maslahah tersebut, secara ketat pada maslahah

    mu`tabarah dilakukan oleh pengikut Syfi` dan sejumlah mutakallimn: bahwa maslahah dapat diterima hanya ketika memiliki basis tekstual (asl) yang spesifik. Sedangkan penyempitan maslahah secara lebih longgar sedikit dibandingkan kelompok pertama, dilakukan oleh imam Syfi` dan mayoritas pengikut Hanaf. Bagi kelompok ini, maslahah masih dapat diterima sepanjang ia masih serupa dengan maslahah yang secara anonim diterima (syabhah bi al-maslih al-mu`tabarah) atau yang secara tekstual telah mapan. Adapun Imam Mlik, pendiri mazhab Mlik, menggunakan maslahah mursalah secara paling longgar (mutlak, tanpa persyaratan tersebut). Artinya tanpa pertimbangan apa pun mengenai kondisi keserupaan atau apakah ia sejalan dengan nass-nass ataukah tidak, namun pertimbangannya adalah lebih bersifat reasonable (ra`y; ma`qliyyah). Lihat al-Juwain, al-Burhn, h. 161-162; al-Sytib, al-I`tism, 351- 368. Juga Masud, Islamic Legal Philosophy, h. 150-151. Namun, maslahah mursalah dalam mazhab Mlik kemudian diberi persyaratan, misalnya, oleh al-Sytib, di samping reasonable juga relevan (munsib) dengan kasus hukum yang ditetapkan, serta bertujuan memelihara sesuatu yang darr dan menghilangkan kesulitan (raf` al-haraj). Lihat al-Sytib, al-I`tism, Juz II, h. 93-94.

    Jadi, dalam usul al-fiqh konvensional terdapat 3 (tiga) kategorisasi maslahah yaitu maslahah mu`tabarah, maslahah mulghah, dan maslahah mursalah. Jumhur ulama sepakat menggunakan maslahah mu`tabarah, tetapi mereka juga sepakat dalam menolak maslahah mulghah. Sedangkan maslahah mursalah sebagai metode dalam berijtihad tetap menjadi kontroversi (polemik) di kalangan ulama, sebagaimana telah disinggung di atas. Lihat al-Tf, Syarh Mukhtasar al-Raudah, Juz III, h. 204-217, Syarifuddin, Usl al-Fiqh, Jilid II, h. 332, juga Djamil, Filsafat Hukum Islam, h. 141-143.

    12 Muhammad Muslih al-Dn, Philoshopy of Islamic Law and The Orientalist (A Comparative Study of Islamic Legal System) (Delhi: Markaz Maktab Islm, 1985), h. 168.

  • xxix

    Syar`ah), seperti keadilan (al-`adlah, justice), kesetaraan (al-muswah,

    equality), dan kebebasan (al-hurriyyah, freedom).13

    Dengan demikian, dalam literatur Usl al-Fiqh konvensional, baik konsep

    al-Ghazl (450-505 H./1058-1111 M.), al-Rz (544-606 H./1149-1210 M.), al-

    Qarf (w. 684 H.), al-Tf (w. 716 H./1316 M.), maupun al-Sytib (w. 790

    H./1388 M.), misalnya, belum ada formulasi ulang yang utuh dan sistematis

    terhadap maslahah mulghah. Meskipun konsep al-Tf dianggap oleh banyak

    pemikir kontemporer, seperti Muhammad Mustaf Sylab, Muhammad Ab

    Zahrah, Khallf, Mustaf Zaid, dan al-Bt,14 lebih maju dalam hal: maslahah

    lebih diutamakan ketika berbenturan dengan nass dalam persoalan mu`malah,

    tidak dalam persoalan `ibdah dan hudd (hukuman yang telah ada ketentuan

    syar`nya)15 atau muqaddart (ketentuan-ketentuan mengenai ukuran yang

    berdasarkan syar`),16 seperti persoalan pembagian harta warisan. Nass yang

    dimaksud al-Tf menurut mereka adalah nass yang bersifat qat` (meyakinkan,

    pasti)17. Padahal, dalam penelitian Ysuf al-Qardw,18 bahwa nass yang

    dimaksud itu, bukanlah nass yang bersifat qat`, tetapi zann (tidak meyakinkan,

    tidak pasti).

    13 Contohnya adalah model pembagian waris setara antara laki-laki dan perempuan

    dikategorikan sebagai maslahah mulghah, sehingga tidak dibolehkan secara hukum Islam/fiqh. Padahal model pembagian seperti ini sesuai dengan prinsip kesetaraan (al-muswah) dan keadilan (al-`adlah), yang merupakan ciri-ciri ajaran Islam.

    14 Muhammad Mustaf Sylab dalam kitab Ta`ll al-Ahkm; Muhammad Ab Zahrah dalam kitab Mlik, dan Ibn Hanbal; dan Usl al-Fiqhnya; Syaikh Khallf dalam Masdir al-Tasyr` f M L Nass fh; Mustaf Zaid dalam al-Maslahah f al-Tasyr` al-Islm wa Najm al-Dn al-Tf; serta al-Bt dalam Dawbit al-Maslahah f al-Syar`ah al-Islmiyyah. Demikian penelitian kritis yang dilakukan oleh Ysf al-Qardw. Lihat Ysf al-Qardw, al-Siysah al-Syar`iyyah f Daui Nuss al-Syar`at wa Maqsidih (Kairo: Maktabah Wahbah, 1998), h. 160.

    15 Hudd jamak dari hadd: `uqbah muqaddarah syar`an, hukuman kejahatan yang telah ditentukan oleh syara`. Hadd berbeda dengan ta`zr, yaitu hukuman yang diputuskan berdasarkan atas pendapat qdi (hakim). Lihat `Abd al-Rahmn Dimasyqiyyah, Maus`at Ahl al-Sunnah (Riyd: Dr al-Muslim, 1997), Juz 2, h. 954.

    16 Lihat al-Tf, Syarh al-Arba`n, dalam apendiks Mustaf Zaid, al-Maslahah f Tasyr` al-Islm wa Najm al-Dn al-Tf (Kairo: Dr al-Fikr al-`Arab, 1954), h. 18. Lihat juga al-Zuhail, Usl al-Fiqh al-Islm, h. 818.

    17 Qat` adalah istilah lain dari muhkam, yaitu nass yang jelas penunjukannya terhadap hukum, tidak dapat dinasakh, baik karena nass itu sendiri atau karena tidak ada nass lain yang menasakhnya. Lihat Syarifuddin, Usl al-Fiqh, h. 12.

    18 Lihat al-Qardw, al-Siysah al-Syar`iyyah, h. 160.

  • xxx

    Jadi, menurut Mas`d, konsep maslahah yang mulanya merupakan

    metode umum pengambilan keputusan oleh para yuris (ijtihd) dan karenanya

    merupakan prinsip yang bebas, akhirnya dibatasi oleh penentangnya melalui dua

    pertimbangan. Pertama, adanya determinisme teologis yang cenderung

    mendefisikan maslahah sebagai apa saja yang diperintahkan Tuhan. Kedua,

    adanya determinisme metodologis yang, dengan tujuan menghindari apa yang

    nampak sebagai kesemena-menaan metode, mencoba mendudukkan maslahah

    kepada qiys dengan tujuan mengaitkannya dengan suatu landasan yang lebih

    pasti. Lanjut Mas`d, kedua pertimbangan ini tidaklah memadai. Alasan atau

    argumentasinya adalah, pertama, untuk memutuskan bahwa sesuatu adalah

    maslahah, bahkan mengatakan bahwa perintah-perintah Tuhan didasarkan pada

    maslahah, suatu kriteria yang berada di luar perintah-perintah tersebut mutlak

    harus diterima. Inilah persisnya yang diingkari oleh determinisme teologis. Kedua,

    untuk bergerak lebih jauh kepada qiys, orang mesti mencari `illah, yang diingkari

    karena alasan-alasan teologis atau ditafsirkan sebagai ayat. Implikasi-implikasi

    pandangan ini jelas sekali. Di satu pihak, ia bersikukuh bahwa perluasan aturan-

    aturan haruslah dalam satuan-satuan; setiap kesimpulan baru harus memiliki

    kaitan spesifik dalam Syar`ah. Ia mengingkari perluasan hukum secara

    keseluruhan. Di lain pihak, ia menolak mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan

    sosial, karena ia bersikukuh pada penyimpulan hukum dari aturan-aturan spesifik

    Syar`ah, bahkan tidak dari tujuan umum hukum (maqsid al-Syar`ah).19

    Kedudukan al-maslahah dalam usl al-fiqh konvensional tergambar dalam

    skema berikut.

    al-Mu`tabarah muttafaq `alaih

    al-Maslahah al-Mulghah Implikasi mardd

    al-Mursalah mukhtakaf fh

    Seringkali tidak selaras dengan prinsip-prinsip fundamental/tujuan Syar`ah (maqsid al-Syar`ah)/HAM Islam, dan HAM Internasional

    Skema 1: al-Maslahah dalam Usl al-Fiqh Konvensional

    19 Mas`d, Islamic Legal Philosophy, h. 160.

  • xxxi

    Dengan demikian, studi usl al-fiqh konvensional masih berputar-putar

    pada pendekatan doktriner-normatif-deduktif, dan bersifat sui-generis. Hal ini

    diakibatkan karena hukum Islam masih sangat didominasi dengan model

    penarikannya yang diderivasikan dari teks-teks wahyu saja (min adillatih al-

    tafsliyyah; law in book), sedangkan realitas sosial empiris yang hidup dan

    berlaku di masyarakat (living law) kurang mendapatkan perhatian yang

    memadai dan tempat yang proporsional dalam kerangka metodologi hukum

    Islam klasik tersebut. Pada intinya, keterkungkungan pada pendekatan

    doktriner-normatif-deduktif, dan bersifat sui-generis dalam metode penemuan

    hukum Islam selama ini, disinyalir oleh banyak pihak, seperti `Abd al-Hamd

    Ab Sulaimn,20 Wael B. Hallaq,21 Akh. Minhaji,22 dan Luoy Safi,23 disebabkan

    karena miskinnya analisis sosial empiris (lack of empiricism).24

    Hal tersebut dapat dilihat dari orientasi utama dalam kajian Usl al-Fiqh,

    sebagaimana dikatakan oleh al-Thir ibn `syr, Sungguh ruang terbesar

    persolan-persoalan usl al-fiqh tidaklah berorientasi pada pelayanan hikmah

    syar`i dan tujuannya, tetapi berputar-putar orientasinya pada penarikan hukum-

    hukum dari lafal-lafal Syri`(istinbt al-ahkm min alfz al-Syri`), dengan

    melalui kaidah yang dapat digunakan oleh seorang yang mengetahui hukum-

    hukum tersebut dari penyimpangan cabang-cabang darinya atau dari sifat-sifat

    yang dapat ditarik darinya melalui prinsip qiys, yang dinamakan `illah .25

    20 Pimpinan Research Board of the International Islamic University Malaysia. Kritiknya

    lihat `Abd al-Hamd A. Ab Sulaimn, Towards an Islamic Theory of International Relation: New Direction for Methodology and Thought, 2th Edition (Herdon: Virginia, IIIT), seperti dikutip dalam Mahsun Fuad, Hukum Islam di Indonesia: Dari Nalar Partisipatoris Hingga Emansipatoris (Yogyakarta: LKiS, 2005), h. 257-258.

    21 Guru Besar Hukum Islam di McGill University. Kritiknya tersebut lihat dalam Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories: an Introduction to Sunn Usl al-Fiqh, (United Kindom: Cambridge University, 1997), h. 245-253.

    22 Guru Besar Hukum Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijogo Yogyakarta. Kritiknya tersebut lihat dalam Akh. Minhaji, Reorientasi Kajian Usl al-Fiqh, dalam al-Jmi`ah: Journal of Islamic Studies, No. 63/VI tahun 1999, h. 16-17.

    23 Intelektual asal Malaysia. Kritik itu seperti tampak dalam bukunya The Foundation of Knowledge: A Comparative Study in Islamic and Western Methods of Inquiry (Kualalumpur: International Islamic University Malaysia dan International Institute of Islamic Thought, 1996).

    24 Lihat Fuad, Hukum Islam di Indonesia, h. 257-258. 25 Muhammad al-Thir ibn `syr, Maqsid al-Syar`ah al-Islmiyyah (Kairo: Dr al-

    Salm, 2005), h. 4.

  • xxxii

    Dalam konteks pemikiran hukum Islam kontemporer, untuk memecahkan

    problematika tersebut, setidaknya ada beberapa pembaruan pemikiran, yakni

    pendekatan alternatif dalam memahami hukum Islam (ijtihd), misalnya yang

    dilakukan oleh Taha, asal Sudan (w. 1985), Fazlur Rahman, sarjana dan pembaru

    Pakistan (w. 1988),26 Masdar F. Masudi, intelektual Muslim Indonesia (1954-),27

    dan Muhammad Syahrr, pemikir jenius asal Syiria. Teori/pendekatan ijtihad

    alternatif tersebut, misalnya Nazariyyat al-Hudd (Teori Batas) yang dirumuskan

    oleh Syahrr. Dalam teorinya, klasifikasi maslahah mulghah tidak digunakan lagi.28

    Implikasinya meskipun sesuatu itu termasuk maslahah mulghah --menurut konsep

    ulama klasik-- dalam Teori Batas bila terdapat kemaslahatan dapat dipergunakan.

    Misalnya dalam persoalan waris: dalam Teori Batas, perempuan dapat memperoleh

    26 Metodologi Rahman, dalam memahami hukum Islam, sebagaimana dikatakan Hallaq,

    adalah the Double Movement Theory (Teori Gerak Ganda). Gerak pertama berawal dari yang partikular kepada yang general (yakni menghadirkan prinsip-prinsip umum dari kasus-kasus tertentu). Sedangkan gerak kedua, prinsip general yang didapatkan dari sumber wahyu dihadirkan pada kondisi masyarakat Muslim saat ini. Lihat Hallaq, A History, h. 244.

    27 Pendekatan alternatif yang ditawarkan Masudi adalah rekonstruksi penafsiran hukum dengan menggunakan rekonstruksi konsep qat`-zann sebagai basis rekonstruksi penafsiran dan metode penemuan hukum. Menurutnya, pandangan umum mengenai ijtihd yang selama ini berjalan, bisa dikatakan hanya menjangkau hal-hal yang bersifat zann, dan kurang mencermati dimensi ajaran yang diyakini sebagai qat`. Dengan meletakkan kembali maslahah sebagai asas ijtihd, maka konsep lama tentang qat`-zann terasa begitu gagap untuk menyahuti pelbagai persoalan kontemporer yang terus berkembang. Dari sini, Masdar melihat pentingnya merekonstruksi kedua konsep qat` dan zann tersebut agar lebih punya power (tenaga) dalam memberikan assist dan kontitum pemecahan berbagai masalah. Lihat Masdar F. Masudi, Meletakkan Kembali Maslahah sebagai Acuan Syar`ah, dalam `Ulm al-Qurn, No. 3, Vol. VI, (1995), h. 97.

    28 Demikian itu karena Syahrr tidak memaknai arti hukum dan kandungannya dalam suatu nass, ayat al-Qur`an tentang pembagian waris, misalnya, secara literal, menurut arti bunyi nass itu, tetapi kandungan hukumnya ditempatkan dalam kerangka batas, yang dikenal sebagai teori hudd; di mana ada batas atas dan ada batas bawah, yang mana ketentuan hukum dalam satu titik (dapat) bergerak dalam batasan bawah dan atas, sehingga dalam banyak hal ketentuan tekstual nass akan tampak menjadi lebih bersifat longgar dan fleksibel. Pembacaan tersebut dilakukan dengan pembacaan kontemporer (qirah mu`sirah), bukan dengan pendekatan/ konsep maslahah klasik. Dalam masalah tersebut, Syahrr menggunakan metode metaforik saintifik yang diadopsi dari ilmu-ilmu eksakta metaforik. Lebih terperinci dalam soal penafsiran ayat-ayat waris ia menerapkan ilmu eksakta/matematika modern, yang diletakkan dasar-dasarnya oleh Rene Descartes, yang memadukan antara hiperbola (al-kamm al-muttasil) dan parabola (al-kamm al-munfasil). Juga matematika analitik tentang konsep keturunan (diferensial/al-musytaq) dan integral (al-takmul) yang digagas oleh Newton, teknik analitik dan teori himpunan (nazariyyat al-majm`t), di samping matematika klasik masih digunakan. Lihat Muhammad Syahrr, Nahwa Usl Jaddah li al-Fiqh al-Islm: Fiqh al-Marah [al-Wasiyyah, al-Irts, al-Qiwmah, al-Ta`addudiyyah, al-Libs] (Suriyyah: al-Ahl li al-Tib`ah wa al-Nasyr wa al-Tauz`, 2000), h. 222.

  • xxxiii

    bagian yang sama dengan laki-laki,29 meskipun menurut konsep maslahah klasik,

    pembagian model itu termasuk ke dalam kategori maslahah mulghah.30

    Meskipun terdapat sejumlah pembaruan pemikiran kontemporer, berupa

    teori/pendekatan alternatif dalam memahami hukum Islam, seperti yang

    diajukan oleh Taha, Rahman, dan Syahrr, maupun Masudi di atas, terasa masih

    belum memberikan jawaban yang tegas tentang persoalan miskinnya analisis

    sosial empiris (lack of empiricism).31 Memang ada kajian yang mengarahkan dari

    kajian teks kepada realitas (min al-nass il al-wqi`). Realitas kehidupan

    kemanusiaan diteropong oleh si pembaca teks tersebut, sehingga, menurut

    Hasan Hanaf, meskipun pengalaman kemanusiaan itu satu, sesungguhnya

    pengalaman sang pengarang teks itu sendiri adalah pengalaman sang pembaca

    teks, walaupun terjadi perubahan masa. Keadaan inilah yang menjadikan adanya

    satu tujuan, yaitu tujuan teks itu sendiri, tujuan sang empunya teks, dan tujuan si

    pembaca teks.32 Meskipun demikian, penekanan pada realitas sosial belum

    menjadi orientasi utama dalam pendekatan hukum Islam yang ada selama ini.

    Dengan demikian, kecenderungan mendasar tekstualitas sekaligus

    kurangnya analisis empiris dalam metode penemuan hukum Islam masih belum

    terselesaikan secara tepat.

    Untuk itu, upaya mereformulasi konsep al-maslahah merupakan sebuah

    dinamisasi,33 di mana, sebagaimana dikatakan oleh cendekiawan terkemuka,

    Nurcholish Madjid (almarhum), Dalam dinamika itu tidak perlu takut salah, karena

    29 Muhammad Syahrr, al-Kitb wa al-Qurn: Qirah Mu`sirah (Mesir: Sn li al-

    Nasyr al-A`l, 1992), h. 487-488, Munawir Sjadzali termasuk di antara tokoh nasional yang gencar menegaskan tentang pembagian warisan yang setara tersebut. Karena pembagian waris antara laki-laki dan perempuan: 1: 2 dirasakan tidak memenuhi rasa keadilan. Lihat Munawir Sjadzali, Ijtihad Kemanusiaan (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 4 dst.

    30 Model pembagian waris perempuan bisa sebanding dengan laki-laki merupakan maslahah mulghah di atas sebagaimana secara eksplisit dicontohkan Amir Syarifuddin. Lihat Syarifuddin, Usl al-Fiqh, h. 331-332.

    31 Pendapat demikian, seperti dikemukakan oleh Hallaq. Lihat Hallaq, A History, h. 245-254. 32 Hasan Hanaf, Min al-Nass il al-Wqi`, al-Juz al-Awwal: Takwn al-Nass, Muhwalah

    Lii`dh Bin `Ilm Usl al-Fiqh, (Kairo: Markaz al-Kitb li al-Nasyr, 2004), h. 27. 33 Hal serupa tentang reformulasi al-maslahah, yakni pengembangan prinsip

    maslahah/istislh di atas juga diusulkan oleh A. Qadri Azizy. Lihat A. Qodri Azizy, Reformasi Bermazhab: Sebuah Ikhtiar menuju Ijtihad Sesuai Saintifik-Modern (Jakarta: Teraju, 2003), h. 94-101.

  • xxxiv

    takut salah itu sendiri adanya kesalahan yang paling fatal.34 Reformulasi al-

    maslahah tersebut menghasilkan formulasi baru yang disebut al-Maslahah al-

    Maqsdah ( ) yang dijadikan sebagai sebuah metode ijtihd

    alternatif dalam konteks pengembangan pemikiran hukum Islam kontemporer.

    al-Maslahah al-Maqsdah didefinisikan sebagai sebuah metode (manhaj) yang

    berangkat dari cita-cita Islam dan tujuan-tujuan Syar`ah (maqsid al-

    Syar`ah), disertai dengan pertimbangan hak asasi manusia (HAM) dan realitas

    sosial, tanpa mempertimbangkan apakah mu`tabarah, mulghah, ataupun

    mursalah, untuk memberikan jawaban terhadap persoalan-persoalan hukum

    yang lebih membawa kepada kemaslahatan manusia.

    Upaya reformulasi al-maslahah yang dikaitkan dengan maqsid al-

    Syar`ah, juga didorong oleh sebuah hasil penelitian yang dilakukan David

    Johnston, bahwa kajian hukum Islam pada abad ke-20 beralih dari alur

    pendekatan tekstual kepada pendekatan maqsid al-Syar`ah35 atau substansial-

    kontekstual. Dalam penelitian Johnston dan Wael B. Hallaq, disebutkan bahwa

    pendekatan yang menegaskan dan menekankan pada maqsid al-Syar`ah

    tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua alur (model): pendekatan religious

    utilitarianism (utilitarianisme religius) atau pendekatan maqsidi (purposeful

    atau purposive); dan pendekatan religious liberalism (liberalisme religius).36

    Pendekatan utilitarian/pendekatan maqsid dalam teori hukum Islam

    adalah teori yang berangkat dari tujuan-tujuan hukum wahyu dan bergerak dari

    yang general kepada yang spesifik, bukan hanya menggunakan pertimbangan

    kepentingan publik (maslahah) dan keniscayaan (darrah) sebagai perangkat-

    perangkat pembimbing ke arah perumusan hukum, tetapi juga mendasarkan

    pada perintah-perintah etis (imperatives ethical) seperti keadilan (justice), dan

    terlebih lagi, perdamaian dan rekonsiliasi. Sedangkan pendekatan kelompok

    34 Nurcholish Madjid, Taqld dan Ijtihd: Masalah Kontinuitas dan Kreativitas dalam Memahami Pesan Agama, dalam Budhy Munawar-Rachman, ed., Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, cet. ke-2 (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 349.

    35 Lihat dalam Hallaq, A History, h. 214, dan David Johnston, A Turn in the Epistemology and Hermeneutics of Tweentieth Century Usl al-Fiqh, dalam Islamic Law and Society, 11, 2, (Leiden: Koninklijke Brill NV, 2004), h. 255.

    36 Hallaq, A History, h. 214, dan David Johnston, A Turn, h. 255.

  • xxxv

    kedua itu berpijak pada pengungkapan pemahaman wahyu baik teks dan

    konteksnya. Ini berarti bahwa hubungan antara teks wahyu dan masyarakat

    modern tidak didasarkan pada penekanaan terhadap hermeneutika literalist,

    namun lebih pada interpretasi spirit dan (penekanan) atau tujuan utama yang

    terdapat di balik bahasa spesifik teks.37

    Perhatian pada maqsid al-Syar`ah itu juga diperlukan bagi pelbagai

    proyek Islam saat ini. Sebagaimana ditegaskan oleh Walid Saif untuk kebutuhan

    saat ini proyek Islam harus ditekankan pada prinsip-prinsip Islam dan tujuan

    Syar`ah (maqsid al-Syar`ah) untuk memproduk sebuah model modern bagi

    kemajuan dan peradaban yang merefleksikan nilai-nilai universalnya. Ini pada

    esensinya merupakan proses kesejarahan yang dapat dicapai dengan pencerahan

    (enlightenment), partisipasi aktif dalam pelbagai urusan dunia, produksi

    pengetahuan dan akumulasi kemajuan-kemajuan dalam semua level kehidupan

    sosial (masyarakat).38

    Di samping itu, penelitian terhadap metode al-maslahah dengan

    pendekatan maqsid dan relevansinya dengan perkembangan hukum Islam

    kontemporer menjadi pertimbangan tersendiri untuk melakukan reformulasi,

    karena belum ditemukan kajian akademik dalam bentuk skripsi, tesis maupun

    disertasi yang membahas pemikiran/konsep al-maslahah dengan pendekatan

    (paradigma) maqsid secara komprehensif. Yaitu kajian kritis dengan

    mengemukakan berbagai teori para pemikir klasik yang diperbandingkan

    (komparasi), antara konsep para pemikir klasik, maupun antara konsep para

    pemikir kontemporer.39

    Upaya mereformulasi al-maslahah dikaitkan dengan maqsid al-

    Syar`ah juga didasarkan pada alasan adanya manfaat yang dapat diperoleh,

    37 Lihat Johnston, A Turn, h. 233-235. 38 Lihat Walid Saif, Human Rights and Islamic Revivalism, dalam Tarik Mitri (ed.) Religion,

    Law and Society: a Cristian-Muslim Discussion (Geneva: WCC Publication, 1995), h. 123. 39 Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan antara konsep maslahah al-Ghazal/al-

    Rz, dengan al-Qarf, al-Syatib dan al-Tuf. Adapun konsep para pemikir kontemporer seperti konsep maslahahnya al-Khallf, al-Bt, Taha, dan Masudi. Di samping juga teori Gerak Ganda Rahman dengan Teori Batasnya Syahrr. Perbandingan ini dimaksudkan untuk pengembangan pemikiran hukum Islam kontemporer.

  • xxxvi

    yaitu dapat memperkaya dan memperkuat pemikiran Islam kontemporer, serta

    mengarahkan kepada sasaran yang tepat.40

    Lebih lanjut, konsep maqsid al-Syar`ah sendiri ternyata terus

    mengalami reformulasi oleh para pemikir kontemporer. Kajian maqsid al-

    Syar`ah semakin dikembangkan lagi muatannya lebih dari sekedar maqsid al-

    Syar`ah yang dikenal dengan al-kulliyyah al-khamsah (lima tujuan universal):

    hifz al-dn (perlindungan agama), hifz al-nafs (perlindungan jiwa/kehidupan),

    hifz al-nasl (perlindungan keturunan), hifz al-`aql (perlindungan akal), dan hifz

    al-ml (perlindungan harta), tetapi lebih mendasar lagi meliputi al-`adlah

    (justice, keadilan), al-muswah (equality, egalitarian), al-hurriyyah (freedom,

    kebebasan), al-huqq al-ijtim`iyyah wa al-iqtisdiyyah wa al-siysiyyah

    (hak-hak sosial, ekonomi, dan politik).41 Dalam konteks modern, pengertian

    perlindungan prinsip-prinsip tersebut dikenal sebagai HAM (hak asasi manusia),

    meskipun dalam tataran konsepnya berbeda. al-Kulliyyah al-khamsah yang

    merupakan maqsid al-Syar`ah diambil dari spirit Islam yang berdasarkan

    wahyu, sedangkan HAM universal (HAM Internasional), merupakan produk akal

    manusia. HAM universal tersebut dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-

    Bangsa (PBB) pada tahun 1948, yang dikenal dengan Universal Declaration of

    Human Rights (UDHR, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia [DUHAM]).

    Sungguhpun demikian, keduanya saat ini sama-sama dipandang bersifat

    universal, penting untuk dijadikan sebagai landasan gerak dalam berbagai sendi

    kehidupan.

    B. Permasalahan

    40 Lihat Ahmad al-Raisn, Tasdr (Pengantar), dalam `Abd al-Rahmn Ibrhm al-

    Kailn, Qaw`id al-Maqsid `inda al-Imm al-Sytib: `Ard-an wa Dirsah (Damaskus: Dr al-Fikr dan al-Ma`had al-`lam li al-Fikr al-Islm, 2000), h. 7-9.

    41 Lihat lebih lanjut dalam Jaml al-Dn `Atiyyah, Nahwa Taf`l Maqsid al-Syar`ah (Damaskus: Dr al-Fikr dan al-Ma`had al-`lam li al-Fikr al-Islm, 2001), h. 98 dan seterusnya.

  • xxxvii

    1. Identifikasi Masalah

    Dalam penelitian ini, terdapat beberapa permasalahan yang dapat

    diidentifikasi, antara lain sebagai berikut:

    a. ditinjau dari perspektif HAM Internasional, sebagai konstruksi

    manusia modern, banyak hukum yang ditarik dari konsep al-

    maslahah konvensional, khususnya kategori maslahah mulghah,

    berbenturan dengan HAM;

    b. ditinjau dari prinsip-prinsip Islam atau tujuan-tujuan utama Syar`ah

    (maqsid al-Syar`ah), yang berdimensi wahyu (ilhiyyah), karena

    diformulasikan dari al-Qurn, seperti keadilan, dan kesetaraan,

    banyak hukum yang ditarik dari konsep al-maslahah konvensional,

    terutama maslahah mulghah, berbenturan dengan prinsip-prinsip

    dan tujuan-tujuan utama tersebut;

    c. ditinjau dari analisis sosial (sosiologi hukum), berbagai pendekatan-

    pendekatan hukum Islam yang ditawarkan para pemikir kontemporer

    pun masih kekurangan analisis sosialnya sehingga implikasinya

    hukum yang ditarik dari pendekatan tersebut kurang mencerminkan

    realitas yang perlu diakomodir; dan

    d. ditinjau dari keperluan untuk terus melahirkan hukum yang

    membawa kemaslahatan bagi manusia, maka diperlukan sebuah

    metode/pendekatan alternatif yang relevan dengan konteks pemikiran

    hukum Islam kontemporer.

    2. Pembatasan Masalah

    Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar penelitian terfokus

    dan memperoleh hasil penelitian yang maksimal, maka permasalahan

    yang tertulis dalam judul mengenai reformulasi al-maslahah, relevansi

    dan implementasinya dalam pengembangan pemikiran hukum Islam

    kontemporer, dibatasi dengan tinjauan maqsid al-Syar`ah, dan HAM.

  • xxxviii

    3. Perumusan Masalah

    Masalah utama yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah

    bagaimana rumusan al-Maslahah al-Maqsdah dapat dijadikan sebagai

    metode ijitihd alternatif kontemporer. Masalah utama ini dikongkritkan

    ke dalam rumusan masalah: mengapa metode al-Maslahah al-Maqsdah

    dijadikan sebagai metode ijtihd alternatif kontemporer, apakah karena

    relevansinya dengan maqsid al-Syar`ah atau karena mendukung HAM

    yang merupakan realitas empiris, ataukah kedua-duanya?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membangun konsep al-

    maslahah dengan pendekatan maqsid al-Syar`ah, yang disebut al-Maslahah

    al-Maqsdah, sebagai salah satu metode ijtihd alternatif kontemporer dalam

    memahami dan menetapkan hukum Islam. Sedangkan tujuan khusus adalah

    untuk menjelaskan alasan mengapa metode al-Maslahah al-Maqsdah dijadikan

    sebagai metode ijtihd alternatif kontemporer, apakah karena relevansinya

    dengan maqsid al-Syar`ah atau karena mendukung HAM yang merupakan

    realitas empiris, atau kedua-duanya.

    D. Signifikansi Penelitian

    Penelitian ini diharapkan secara teoritis berguna untuk mengembangkan

    sebuah pendekatan alternatif baru dalam rangka memahami dan menetapkan

    hukum Islam kontemporer (ijtihd), sehingga dapat memberikan jawaban

    hukum yang lebih tepat dengan kebutuhan (kemaslahatan) manusia. Sedangkan

    secara praktis penelitian ini berguna untuk menjadi bahan kajian, pemikiran

    maupun penelitian lebih lanjut dalam konteks pengembangan pemikiran hukum

    Islam kontemporer.

  • xxxix

    E. Kajian Pustaka

    Telah ada beberapa penelitian dalam bentuk buku, dan artikel, yang

    berkaitan dengan tema pembahasan al-maslahah/maqsid al-Syar`ah dan

    pemikiran hukum Islam kontemporer, antara lain:

    4. Maslahah in Contemporary Islamic Legal Theory, Facilitas Opwis

    dalam Islamic Law and Society, 2005. Dalam artikel ini, Opwis menguraikan

    konsep maslahah klasik dan modern (kontemporer). Tesis yang diangkatnya

    adalah bahwa ada empat model maslahah klasik.42 Yaitu model al-Ghazl/al-

    Rz, model al-Qarf, model al-Tf, dan model al-Sytib. Dalam konsep

    maslahah kontemporer ada kecenderungan atau model yang mendukung atau

    mengembangkan konsep maslahah klasik tersebut. Mahmsn, al-Fs, dan

    Taha merupakan pendukung konsep maslahahnya al-Sytib. Sedangkan Khallf

    dan al-Bt merupakan pendukung konsep maslahahnya al-Ghazl/al-Rz --

    konsep yang lebih terbatas (restrictive) dibandingkan dengan konsep al-

    maslahahnya al-Sytib.43 Namun, setelah menguraikan dan menganalisa masing-

    masing konsep tersebut, Opwis tidak melakukan rekonstruksi atau reformulasi

    terhadap konsep maslahah mulghah. Opwis juga belum memberikan tawaran

    metode/teori ijtihd alternatif terhadap konsep maslahah yang ditelitinya untuk

    memberikan jawaban hukum terhadap persoalan-persoalan kontemporer.

    Konsep maslahah Taha di atas, misalnya, yang dibungkus dalam teori

    naskhnya, menekankan pada prinsip-prinsip universal seperti: kebebasan (al-

    hurriyyah), kesetaraan (al-muswah), dan keadilan (al-`adlah).44 Prinsip-

    42 Opwis, Maslahah, h. 193-197. 43 Opwis, Maslahah, h. 201 dst. 44 Ia menegaskan bahwa perbudakan yang masih terdapat dalam pesan pertama Islam,

    bukanlah ajaran murni Islam; al-hijb bukanlah ajaran murni Islam, yang merupakan ajaran murni Islam adalah al-sufur, karena sesuai dengan prinsip kebebasan, persamaan/kesetaraan (al-muswah): misalnya dalam hal kesetaraan ekonomi, kesetaraan politik dan kesetaraan sosial, dan keadilan (al-`adlah), misalnya poligami yang masih ada dalam pesan pertama Islam, bukanlah ajaran murni Islam. Pengertian al-hijb seperti yang dimaksudkan oleh Syar`ah, adalah menutupi seluruh bagian tubuh perempuan hingga yang tampak hanya bagian wajah dan tangannya. al-Sufur, di lain pihak, lawan dari al-hijb boleh memakai pakaian menurut selera tradisi modern. Al-Sufur ini merupakan salah satu prinsip asli dalam Islam, karena ia konsisten

  • xl

    prinsip tersebut dijadikan bingkai/kerangka yang yang disebutnya dengan istilah

    pesan kedua Islam (al-rislah al-tsniyyah min al-Islm; the second message of

    Islm).45

    Teori naskh Taha di atas menarik untuk dijadikan sebagai salah satu

    teori/landasan bagi reformulasi maslahah yang menjadi kajian utama penelitian

    ini. Hal itu karena konsep naskh merupakan konsep yang berasal dan berakar

    kuat dari tradisi Islam. Dan dengan demikian, diasumsikan (diharapkan)

    mempunyai signifikansi yang lebih dapat diterima oleh kalangan Muslim

    sendiri.46 Lebih lanjut, karena konsep naskh Taha mempunyai keunikan, yakni

    berbeda dengan konsep naskh klasik konvensional.47 Taha menerapkan arti

    naskh dalam pengertian menunda pemberlakuan suatu ajaran/ketentuan yang

    lebih awal karena adanya situasi yang belum memungkinkan bagi penerapan

    ajaran/ketentuan tersebut.48

    5. A Turn in the Epistemology and Hermeneutics of Twentieth Century

    Usl al-Fiqh, karya David Johnston, dan A History of Islamic Legal Theories:

    an Introduction to Sunn Usl al-Fiqh, karya Hallaq. Kedua karya ini membahas

    dengan prinsip asli kebebasan (the original principle of freedom). Lihat Mahmd Muhammad Taha, al-Rislah al-Tsniyyah min al-Islm, edisi ke-5 (T.Tp.: TP, t.t.), h. 131-133, Mahmd Muhammad Taha, The Second Message of Islm, penerjemah `Abd Allh Ahmad al-Na`m (New York: Syracuse University Press, 1996), h. 143-145.

    45 Lihat dalam bukunya al-Rislah al-Tsniyyah atau The Second Message of Islam. 46 Perihal signifikansi sesuatu yang punya akar kuat dalam tradisi Islam ini misalnya

    seperti dikatakan oleh Khlid Ab al-Fadl, bahwa Penting untuk tidak mencangkokkan sebuah epistemologi yang tidak benar-benar mencerminkan pengalaman umat Islam sendiri. Tetapi yang penting adalah kenyataan bahwa pendekatan-pendekatan epistemologis tertentu kemungkinan hanya sedikit memperoleh legitimasi dalam konteks Islam tidaklah kemudian menjadi rekomendasi bagi pendekatan-pendekatan konservatif yang mengakui struktur kekuasaan dan gagasan tentang hirarki. Ini bukan berarti bahwa mengambil epistemologi dari satu budaya tertentu untuk dicangkokkan pada budaya lainnya tidak dibenarkan, tapi saya hanya mengatakan bahwa pencangkokan semacam itu harus dilaksanakan dengan terukur dan rasional sehingga gugus budaya yang menerima proses pencangkokan itu tidak bereaksi keras. M. Khlid Ab al-Fadl, Speaking in Gods Name: Islamic Law, Authority, and Women, (Oxford: Oneworld, 2001), h. 100.

    47 Dalam teori naskh klasik umumnya naskh diartikan sebagai penghapusan terhadap ajaran/ketentuan yang terdahulu oleh ajaran/ketentuan baru (yang belakangan). Naskh secara lughaw digunakan untuk arti al-izlah yang berarti al-i`dm (menghilangkan), dan al-naql (mengalihkan). Secara terminologi, menurut al-mid, misalnya, merupakan ketentuan atau hukum (khitb) yang menunjukkan penghapusan terhadap hukum yang berlaku pada ketentuan sebelumnya. Lihat al-mid, al-Ihkm f Usl al-Ahkm (Beirut: Dr al-Fikr, 1416/1996), Juz III, h. 72-74.

    48 Lihat al-Na`m, Introduction, dalam Taha, The Second Message of Islam, h. 40.

  • xli

    tentang perkembangan pemikiran hukum Islam kontemporer. Tesis yang

    diangkat dalam kedua karya tersebut adalah bahwa ilmu-ilmu Syar`ah dan

    kajian-kajian keislaman saat ini, sejak abad ke-20 M., mengalami kebangkitan

    dan consern dalam lapangan maqsid al-Syar`ah dan pemikiran al-maqsid

    (purposeful, purposive). Pendekatan yang menekankan maqsid al-Syar`ah

    ada dua alur (model), seperti dikatakan Hallaq dan Johnston, yaitu: pendekatan

    religious utilitarianism (utilitarianisme religius), dan religious liberalism

    (liberalisme religius). 49

    Di antara teori yang termasuk ke dalam model liberalisme religius adalah

    Nazariyyat al-Hudd (Teori Batas) Syahrr. Secara singkat, Teori Batas Syahrr ini

    dapat dijelaskan bahwa hukum yang merupakan titah wahyu yang diungkapkan

    dalam al-Kitb dan al-Sunnah, mempunyai Batas Bawah (a Lower Limit) dan Batas

    Atas (a Upper Limit); Batas Atas mewakili ketentuan minimum yang legal mengenai

    kasus tertentu (partikular), dan Batas Atas merupakan batasan maksimumnya.

    Batasan minimum tersebut adalah ketentuan yang diperkenankan oleh hukum, dan

    tak ada ketentuan hukum yang melebihi batasan maksimum tersebut dinyatakan

    sebagai ketentuan yang absah. Kedudukan batasan-batasan ini sangat penting,

    karena hukuman-hukuman dapat terjamin (terpenuhi), dalam standar yang dapat

    diterapkan terhadap suatu pelanggaran hukum.50 Dengan demikian, dalam Teori

    Batas Syahrr, di antaranya yang terkait dengan pembagian warisan setara antara

    anak laki-laki dan anak perempuan, terdapat kelenturan hukum bila dibandingkan

    dengan konsep/teori maslahah klasik: khususnya maslahah mulghah.

    Berbagai pendekatan hukum Islam di atas, baik yang tergolong religious

    utilitarianism maupun religious liberalism tidak lepas dari kritik. Meskipun

    Hallaq mengkritik pendekatan pemahaman hukum Islam tersebut, namun ia

    tidak menawarkan pendekatan alternatif lain dalam memahami hukum Islam

    agar mampu memberikan jawaban terhadap persoalan hukum kontemporer.

    Sebagaimana halnya Hallaq, Johnston juga melakukan kritik, namun tetap tidak

    49 Lihat Footnote No. 35 dan 36. 50 Lihat Hallaq, A History, h. 248.

  • xlii

    memberikan pendekatan alternatif dalam menjawab permasalahan hukum

    kontemporer. Dia hanya menegaskan bahwa kesiapan untuk melakukan

    perdebatan terbuka berkenaan kesejarahan al-Qurn perlu dilakukan. Tanpa

    pergulatan serius dengan persoalan ini, ia meragukan teori hukum Islam

    kontemporer mampu mengartikulasikan sebuah sistem yang komprehensif,

    koheren, dan konteks yang spesifik.51

    6. Reformasi Hukum Islam di Indonesia, karya Abdul Manan, 2006.52

    Tesis yang disimpulkan di sini adalah bahwa pembaruan hukum Islam telah

    berlangsung di Indonesia. Pembaruan itu terlihat dari beberapa keputusan MA

    RI. yang banyak didasarkan pada maslahah mulghah. Jadi dalam konteks

    pembaruan hukum Islam, khususnya dalam kaitannya dengan masalah

    kemaslahatan yang banyak menyangkut kepentingan umum, menurut penulis

    buku ini, Abdul Manan (Hakim Agung MA RI), metode al-maslahah selayaknya

    digunakan tanpa membedakan antara maslahah mu`tabarah, maslahah

    mursalah, maupun maslahah mulghah, dalam rangka mewujudkan maqsid al-

    Syar`ah bagi warga negara.53 Buku ini memang tidak memberikan pendekatan

    alternatif secara sistematis dan utuh, namun cukup mendukung upaya

    reformulasi al-maslahah dalam konteks pengembangan pemikiran atau

    pembaruan hukum Islam di Indonesia.

    Beberapa karya dalam kajian kepustakaan di atas menunjukkan perlunya

    suatu pendekatan yang tepat dalam menghadapi permasalahan hukum

    kontemporer. Selain itu, setidaklah juga ditutnjukkan perlunya upaya

    reformulasi al-maslahah; tesis yang hendak dibangun dalam penelitian ini.

    Dalam konteks inilah, upaya reformulasi al-maslahah perlu dilakukan.

    Reformulasi al-maslahah ini berarti merumuskan ulang konsep al-maslahah

    konvensional yang ada selama ini. Hasil reformulasi al-maslahah tersebut

    dinamakan al-maslahah al-maqsdah, yaitu suatu bentuk metode ijtihd

    51 Johnston, A Turn, h. 282. 52 Buku ini berasal dari disertasi S3 Program Doktor Ilmu Hukum di PPS Universitas

    Sumatera Utara Medan, 2004. 53 Lihat Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, h. 336-340.

  • xliii

    alternatif kontemporer, yang menggunakan paradigma maqsid al-Syar`ah dan

    HAM. Penelitian ini merupakan penelitian pertama dalam bentuk tesis mengenai

    pemikiran al-maslahah yang bersifat spesifik, dan bersifat holistik (komprehensif),

    dalam konteks pengembangan pemikiran hukum Islam. Dikatakan spesifik karena

    menggunakan maqsid al-Syar`ah dan HAM sebagai paradigma metode al-

    Maslahah al-Maqsdah. Dikatakan komprehensif karena dapat diaplikasikan ke

    dalam pelbagai persoalan hukum kontemporer. Selain itu, karena mengambil sisi

    positif dari pelbagai konsep, model maupun pendekatan yang telah ditawarkan

    para ulama klasik maupun pemikir kontemporer. Komprehensifitas itu juga

    terlihat dari segi pemakaian rujukan (literatur) yang digunakan untuk melakukan

    reformulasi maslahah. Literatur tersebut merupakan kombinasi berbagai

    literatur ulama klasik dan pemikiran para pemikir kontemporer, seperti teori

    naskh Th, teori maslahah Masdar F. Masudi, dan Nazariyyat al-Hudd

    Syahrr, untuk melakukan sebuah formulasi al-Maslahah al-Maqsdah di atas.

    Dengan demikian penelitian ini bersifat kritis dan konstruktif yang

    memang menjadi tugas disiplin filsafat.54 Yakni suatu bentuk penafsiran/

    pemikiran yang bersifat membangun kembali atau mengembangkan terhadap

    suatu konsep/pemikiran yang telah ada. Ini bukan berarti meruntuhkan total

    konsep/pemikiran tersebut, tetapi memberikan pengembangan dengan alternatif

    atau sudut pandang tertentu, dengan mempertimbangkan dan memperhatikan

    penggunaan analisis sosial empiris, sehingga lebih memberikan jawaban solutif

    terhadap persoalan kontemporer.

    F. Kerangka Teori

    Dalam penelitian ini, dipergunakan beberapa teori yang mendukung

    upaya melakukan reformulasi al-maslahah, sehingga menjadikannya lebih

    diutamakan, dapat dijadikan sebagai metode alternatif ijtihad kontemporer.

    54 Antonius Cahyadi, dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar ke Filsafat Hukum (Jakarta: Kencana, 2007), h. 21-22.

  • xliv

    Teori-teori yang dimaksud sebagai berikut. Pertama, teori open texture

    (tekstur terbuka) yang dikemukakan oleh H. L. A. Hart. Bahwa teks hukum itu

    tidaklah kaku, namun terbuka terhadap interpretasi. Menurutnya, semua sistem

    hukum, baik yang diwariskan secara tradisional atau yang bersifat legislatif,

    menunjukkan persesuaian antara dua persyaratan hukum, yaitu perlunya

    aturan-aturan tertentu dan perlunya untuk tetap terbuka. Lanjutnya, Dalam

    setiap sistem hukum salah satu bidang yang besar dan penting tetap dibiarkan

    terbuka untuk memberikan keleluasaan terhadap hakim.55 Berdasarkan teori ini,

    sebuah struktur norma hukum dalam suatu nass, baik al-Qurn maupun hadis,

    yang tertulis secara kaku, terbuka terhadap interpretasi.

    Teori tentang hukum sebagai suatu tekstur terbuka tersebut,

    sebagaimana dikatakan Bassam Tibi,56 dapat membantu upaya untuk melakukan

    reformulasi hukum Islam. Dalam konteks ini, teori tentang tekstur terbuka dapat

    membantu (mendukung) upaya reformulasi al-maslahah yang pada akhirnya

    akan memunculkan suatu hukum yang tidak harus sama dengan yang tersebut

    dalam teks (nass).

    Kedua, teori rekontruksi penafsiran qat`-zann. Teori ini menyatakan

    bahwa yang qat` adalah prinsip-prinsip Islam (maqsid al-Syar`ah) yang

    berupa kemaslahatan, dan keadilan,57 kesetaraan, kerahmatan, dan kebijaksanaan.

    Sedangkan nass yang memuat hukuman teknis aplikatif bersifat zann, dalam

    arti tidak baku, dan temporer. Berbeda dengan pandangan konvensional bahwa

    yang qat` adalah nass yang menunjukkan arti yang jelas yang tidak

    mengandung naskh (perubahan/pembatalan). Nass dimaksud adalah ayat-ayat

    atau hadis-hadis yang memuat hukum yang bersifat teknis-aplikatif, seperti

    tentang hukum potong tangan, rajam, dan perkawinan serta beda agama. Teori

    rekontruksi penafsiran qat`-zann misalnya dikemukakan oleh Masudi dan

    Taha. Teori rekonstruksi penafsiran qat`-zann tersebut mendukung upaya

    55 H. L. A. Hart, The Concept of Law (Oxford: Clarendon, 1970), h. 102. 56 Bassam Tibi, Islm and the Cultural Accomodation of Social Change, penerjemah

    Clare Krojzl, (Boulder, San Francisco & Oxford: Westview Press, 1991), h. 70. 57 Masudi, Melatakkan Kembali Maslahah , h. 97-98.

  • xlv

    reformulasi al-maslahah, di mana menjadikan maqsid al-Syar`ah sebagai

    paradigmanya, sehingga melahirkan penafsiran hukum yang relevan dengan

    semangat Islam, yang tercermin dalam etika atau prinsip-prinsip Islam tersebut.

    Ketiga, teori topicsnya Viehweg. Topics di sini merujuk pada teknik

    berpikir yang memfokuskan pada berbagai permasalahan, di mana pengertiannya

    merupakan teknik berpikir dengan batasan permasalahan.58 Etika Islam memiliki

    karakter yang sangat sistematik, sehingga orientasi permasalahan yang terpisah

    dapat muncul dan, di salah satu sisi, memper-timbangkan kebutuhan masyarakat

    Muslim dalam proses perkembangan dan, di sisi lain, juga memungkinkannya

    untuk berintegrasi dalam sistem etika Islam, tanpa harus mengikuti pendapat

    kaku dari doktrin fiqh scholastik.59 Untuk hukum Islam, adopsi metode ini akan

    memunculkan gagasan tentang hukum yang dimunculkan dari permasalahan

    masyarakat Islam dan tidak semata-mata dari teks. Suatu pengantar wacana

    topikal tentang Islam berarti memahami ide bahwa fungsi tema-tema topikal

    terletak pada penyajian pembahasan masalah. Tema-tema topikal, yang ikut

    membantu, memberikan arti masing-masing dari permasalahan itu sendiri.60

    Dalam hal inilah, permasalahan seputar tema-tema hukum Islam, seperti zakat

    include dalam pajak, zakat perkebunan dan perusahaan, perkawinan beda agama

    (PBA), dan waris beda agama (WBA), serta hukuman terhadap tindak pidana

    korupsi, terorisme, dan narkotika, disajikan secara tematik dan dilakukan

    interpretasi. Interpretasi dilakukan dengan metode al-Maslahah al-Maqsdah.

    Interpretasi (penafsiran) tersebut, merupakan salah satu unsur dalam

    teknik berpikir topikal, di mana interpretasi ini melibatkan pembentukan

    kemungkinan baru untuk memunculkan arti tanpa merusak arti yang lama. Hal

    ini terjadi dengan cara mengikuti penandaan baku yang telah dibuat tetapi

    dengan mengubahnya menjadi sudut-sudut baru, yang seringkali muncul dalam

    berbagai hubungan yang sangat berbeda, dan kini menawarkan suatu kesempatan

    58 Theodor Viehweg, Topik and Jurisprudenz, dikutip dalam Tibi, Islm and the Cultural

    Accomodation, h. 71. 59 Tibi, Islm and the Cultural Accomodation, h. 71-72. 60 Tibi, Islm and the Cultural Accomodation, h. 71-72.

  • xlvi

    untuk memberikan aplikasi baru pada aturan lama.61 Teori berpikir topikal ini

    bermanfat bagi penafsiran baru terhadap arti al-maslahah, sehingga menjadi

    suatu bentuk nuansa baru.

    Keempat, teori reaktualisasi/revitalisasi ajaran Islam. Konsepsi tentang

    reaktualisasi/revitalisasi penafsiran ajaran Islam mengimplikasikan bahwa

    penafsiran-penafsiran ajaran Islam yang masih dominan yang ada sekarang

    berasal dari upaya mengadaptasikan ajaran tersebut ke dalam situasi masa

    lampau. Karena itu, penafsiran tersebut telah terlalu dipengaruhi oleh proses

    perkembangan historis dan kultural. Jadi, reaktualisasi/revitalisasi berarti

    melepas beban-beban sejarah dan budaya itu guna diberi alternatif-alternatif

    baru yang diharapkan lebih responsif, kontekstual, dan selaras dengan

    kebutuhan manusia. Dengan kata lain, warisan keagamaan Islam tradisional

    banyak yang dipandang tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan zaman.62

    Reaktualisasi penafsiran ajaran Islam, dalam hal ini hukum Islam, bisa

    dilakukan dengan cara merumuskan teori yang relevan dengan tujuan-tujuan

    Islam (maqsid al-Syar`ah). Oleh karena itu, berbagai teori untuk ijtihd

    alternatif, yang diusulkan para pemikir kontemporer dari berbagai disiplin ilmu,

    perlu diapresiasi secara baik, dan dikembangkan lebih lanjut. Beberapa teori

    para pemikir tersebut, di antaranya ada yang diambil atau digunakan untuk

    membantu reformulasi al-maslahah.

    Dalam teori reaktualisasi, ada beberapa pasangan pilihan yang dapat

    dipertimbangkan, yaitu pilihan wahyu dan akal; pilihan kesatuan dan keragaman;

    pilihan idealisme dan realisme; dan pilihan stabilitas dan perubahan.63 Untuk

    menjadikan hukum Islam itu dapat selalu aktual, maka langkah reaktualisasi yang

    digunakan adalah dengan menggunakan pertimbangan akal, pertimbangan

    keragaman, realisme, dan perubahan. Dalam konteks inilah, hukum yang ditarik

    dari metode al-Maslahah al-Maqsdah, sangat ditentukan oleh pertimbangan akal,

    61 Viehweg, dalam Tibi, Islm and the Cultural Accomodation, h. -72. 62 Yusdani, Peranan Kepentingan Umum dalam Reaktualisasi Hukum Islam: Kajian

    Konsep Hukum Islam Najm al-Din al-Tf (Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 2. 63 Lihat Atho Mudzhar, Fiqh dan Reaktualisasi Ajaran Islam, dalam Munawar-

    Rachman, Kontekstualisasi Doktrin Islam, h. 371-375.

  • xlvii

    sehingga memunculkan keragaman hukum, dalam arti hukum tidak harus sama

    dalam setiap tempat, hukum tersebut mencerminkan realitas kehidupan

    masyarakat, dan pada akhirnya hukum itu dapat selaras dengan tuntutan perubahan,

    tidak kaku, namun fleksibel.

    G. Metodologi Penelitian

    Untuk melakukan penelitian ini, digunakan sumber data, metode yang

    relevan. Selain itu, agar tidak bias, sehingga fokus, dibuat definisi operasional

    untuk memperjelas judul dan maksud yang diangkat dalam penelitian.

    1. Sumber Data

    Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library

    research), data-data yang digunakan berasal dari sumber data kepustakaan.

    Sumber data kepustakaan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua

    macam: sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data

    primer yang digunakan adalah karya-karya: al-Ghazl, al-Mustasf

    min`Ilm al-Usl;64 al-Rz, al-Mahsl f`Ilm al-Usl al-Fiqh;65 al-Qarf,

    Nafis al-Usl f Syarh al-Mahsl;66 al-Tf, Syarh al-Arba`n, dalam

    apendiks Mustaf Zaid, al-Maslahah f Tasyr` al-Islm wa Najm al-Dn

    64 Dari kitab ini diperoleh konsep al-maslahah al-Ghazl. al-Maslahah diartikannya

    sebagai perlindungan al-kullliyah al-khamsah (al-muhfazah `al maqsd al-syar`). Maslahah digolongkannya kepada dalil yang tidak mandiri, dan diklasifikasikan menjadi tiga: mu`tabarah, mulghah dan mursalah, berikut contoh-contohnya.

    65 Dari kitab ini diperoleh konsep al-maslahah al-Rz, yang mirip dengan konsep al-maslahah al-Ghazl, meskipun ada beberapa perbedaan dalam detail-detailnya.

    66 Syihb al-Dn Ahmad ibn Idrs al-Qarf, Nafis al-Usl f Syarh al-Mahsl, (Beirut: Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah, 2000), 4 Jilid.

    Dari karya ini diperoleh konsep al-maslahah al-Qarf yang tampak adanya perbedaan dengan model al-Ghaz/al-Rz. Ada sesuatu, yang dikategorikan oleh keduanya sebagai maslahah mulghah, namun menurut al-Qarf, bukan mulghah. Meskipun demikian, pada umumnya, konsep ketiganya mirip, karena al-Qarf mengembangkan dan menggabungkan konsep maslahah al-Ghazl dan al-Rz.

  • xlviii

    al-Tf; dan Syarh Mukhtasar al-Raudah;67 al-Sytib, al-Muwfaqt F

    Usl al-Syar`ah;68 Khallf, `Ilm Usl al-Fiqh, dan Masdir al-Tasyr`

    al-Islm F M L Nass Fh;69 al-Bt, Dawbit al-Maslahah;70 Taha, al-

    Rislah al-Tsniyyah min al-Islm;71 Syahrr, Nahwa Usl Jaddah li al-

    Fiqh al-Islm, dan al-Kitb wa al-Qurn: Qirah Mu`sirah;72

    Masudi, Meletakkan Kembali Maslahah sebagai Acuan Syar`ah,

    dalam `Ulm al-Qurn No. 3 Vo. VI, (1995);73 Jaml al-Dn `Atiyyah,

    Nahwa Taf`l Maqsid al-Syar`ah;74 UDHR,75 dan The Cairo

    Declaration on Human Rights in Islm (CDHRI).76

    Adapun sumber sekunder (secondary sources) yang digunakan adalah

    karya-karya: Opwis, Maslahah in Contemporary Islamic Legal Theory;77

    Hallaq, A History of Islamic Legal Theories: an Introduction to Sunn Usl

    67 Dari kedua buku al-Tf ini diperoleh konsep al-maslahahnya al-Tf. Dalam kitab

    Syarh Mukhtasar al-Raudah, misalnya, al-Tf tidak mengklasifikasikan maslahah menjadi tiga macam mu`tabarah, mulghah dan mursalah, tetapi ia menempatkan maslahah itu sebagai maslahah mujarradah. al-Tf, Syarh Mukhtasar al-Raudah, h. 314.

    68 Dari kitab ini diperoleh konsep al-maslahah menurut al-Sytib yang dijabarkan ke dalam teori maqsid al-Syar`ah.

    69 Dari buku ini diperoleh pandangan Khallf, bahwa ijtihd tidak berlaku dalam wilayah yang ada teks hukumnya.

    70 Dari kitab ini diperoleh model al-maslahah al-Bt, yang lebih mengukuhkan model maslahah al-Ghazl/al-Rz.

    71 Dari kitab ini diperoleh model maslahah Taha yang dikemas dalam teori naskhnya yang menempatkan ayat-ayat Makkiyyah, berisi prinsip-prinsip Islam seperti keadilan, kesetaraan, dan kemerdekaan, sebagai bentuk kemaslahatan yang bersifat kekal, menggantikan ayat-ayat Madaniyyah yang bersifat temporer.

    72 Dari kitab ini diperoleh data tentang Teori Batas (nazariyyat al-hudd) yang menghasilkan pandangan, seperti, bahwa bagian waris untuk anak perempuan bisa sebanding dengan anak laki-laki.

    73 Dari sumber ini diperoleh pemikiran Masdar tentang maslahah yang menjadi asas ijtihd.

    74 Dari kitab ini diperoleh berbagai pandangan ulama tentang maqsid al-Syar`ah, dan formulasinya oleh `Atiyyah, menjadi empat segmen, yaitu segmen personal (majl al-fard), segmen keluarga (majl al-usrah), segmen umat (majl al-ummah), dan segmen kemanusiaan (majl al-insn). Lihat `Atiyyah, Nahwa Taf`l, h. 183-184.

    75 Dari sumber ini diperoleh data HAM Internasional. 76 Dari sumber ini diperoleh data tentang Deklarasi HAM dalam Islam. 77 Dari tulisan ini diperoleh konsep al-Maslahah merurut para ulama klasik, dan para

    pemikir kontemporer, yang dapat diklasifikasikan menjadi empat model, yaitu model al-Ghazl/al-Rz, model al-Qarf, model al-Tf, dan model al-Sytib. Bahwa di antara para pemikir kontemporer ada yang cenderung dan mendukung konsep al-maslahah al-Ghazli/al-Rz, dan ada yang mendukung konsep al-maslahah al-Sytib.

  • xlix

    al-Fiqh;78 Mas`d, Islamic Legal Philosophy: a Study of Ab Ishq al-

    Sytibs Life and Thought;79 Jaml al-Bann, Nahwa Fiqh Jadd;80

    Ahmad al-Raisn dan Muhammad Jaml Brt, al-Ijtihd: al-Nass, al-

    Wqi`, al-Maslahah;81 Baderin, International Human Rights and Islamic

    Law,82 Louay Safi, The Foundation of Knowledge: a Comparative Study in

    Islamic and Western Methods of Inquiry;83 dan Kaml, Principles of

    Islamic Jurisprudence.84

    2. Metode Penelitian

    Untuk mendapatkan gambaran secara utuh konsep al-maslahah

    dalam teori hukum Islam klasik maupun kontemporer digunakan metode

    deskriptif, yakni memberikan gambaran atau lukisan secara sistematis,

    faktual, dan akurat mengenai fenomena atau hubungan antar fenomena

    yang diselidiki,85 --dalam konteks ini konsep al-maslahah tersebut.

    Kemudian untuk menganalisa al-maslahah ter-sebut digunakan metode/

    pendekatan content analysis (analisis isi). Model analisis data isi ini

    adalah metode perbandingan tetap (constant comparative method), yaitu

    78 Dari sumber ini diperoleh beragam informasi mengenai metode-metode hukum Islam,

    juga metode atau pendekatan alternatif yang diusulkan para pemikir kontemporer, seperti Rahman, Syahrr, Muhammad al-`Asymw, dan Hasan Turb.

    79 Dari buku ini diperoleh informasi filsafat hukum al-Sytib. 80 Dari kitab ini diperoleh pandangan al-Bann yang sangat kontras dengan pandangan

    mayoritas ulama, misalnya ia tidak menggolongkan hifz al-dn ke dalam klasifikasi maqsid al-Syar`ah, karena konsistensi dengan pembagian bidang Islam ke dalam bidang `aqdah/ imniyyah dan syar`iyyah/ahkmiyyah yang masing-masing mempunyai karakteristik dan kolaborasinya tersendiri. Lihat Jaml al-Bann, Nahwa Fiqh Jadd (Kairo: Dr al-Fikr al-Islmi, t.t.), h. 78-79.

    81 Dari buku ini diperoleh informasi bahwa ijtihad fiqih yang benar (al-ijtihd al-fiqh al-haqq) adalah fiqh yang berinteraksi dengan realitas sosial, yakni saling take and give antara keduanya (fiqh dan realitas). Ahmad al-Raisn, dan Muhammad Jaml Brt, Al-Ijtihd: al-Nass, al-Wqi`, al-Maslahah, (Sriyyah: Dr al-Fikr, 2002), h. 62.

    82 Dari buku ini diperoleh kajian tentang HAM Internasional, terutama dilihat dari perspektif hukum Islam.

    83 Dari buku ini diperoleh komparasi tentang metode-metode hukum Islam dan hukum Barat, dan sebuah tawaran alternatif ke arah metode yang terpadu.

    84 Dari buku ini diperoleh informasi, seperti klasifikasi ijtihd, dan bisa dijadikan bahan untuk melakukan pengkajian terhadap metodologi ijtihd konvensional.

    85 Tentang pengertian deskriptif lihat dalam Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian