REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

30
REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR, PRASYARAT TATA KELOLA BIROKRASI YANG BAIK “Pembenahan Sumber Daya Aparatur” BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAM KEMENTRIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA BAB I I. PENDAHULUAN Reformasi yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1998 ditandai oleh runtuhnya rezim orde baru yang telah berkuasa 32 tahun, diharapkan menciptakan perubahan yang besar menuju ke arah yang lebih baik. Berbagai tututan yang muncul dengan arah pada perubahan memberikan semangat dalam melakukan perubahan di berbagai sektor. Dalam seleksi alam menurut Darwin, bukan yang terkuat yang akan bertahan, melainkan yang paling adaptif (Kasali, 2007). Jadi pada masa perubahan hanya yang dapat berdaptasi dengan keadaanlah yang mampu

description

REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

Transcript of REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

Page 1: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR,

PRASYARAT TATA KELOLA BIROKRASI YANG BAIK

“Pembenahan Sumber Daya Aparatur”

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAM

KEMENTRIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I

I.  PENDAHULUAN

            Reformasi yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1998

ditandai oleh runtuhnya rezim orde baru yang telah berkuasa 32 tahun,

diharapkan menciptakan perubahan yang besar menuju ke arah yang

lebih baik. Berbagai tututan yang muncul dengan arah pada perubahan

memberikan semangat dalam melakukan perubahan di berbagai sektor.

            Dalam seleksi alam menurut Darwin, bukan yang terkuat yang

akan bertahan, melainkan yang paling adaptif (Kasali, 2007). Jadi pada

masa perubahan hanya yang dapat berdaptasi dengan keadaanlah yang

mampu tetap eksis menjalankan roda kehidupannya. Dalam pemerintahan

dapat dikatakan sebagai pelaku birokrasi.

            Setelah digulirkannya reformasi di Indonesia, pemerintahan telah

dipegang oleh empat presiden sebagai kepala pemerintahan yang

mempunyai kebijakan yang berbeda pula. Tetapi pada kenyataanya belum

dapat dirasakan secara singifikan oleh masyarakat secara luas perubahan

yang terjadi. Kelemahan yang mendasar dari proses pembangunan di

Page 2: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

Indonesia antara lain disebabkan oleh pemerintahan yang buruk (bad

governance). Hal tersebut tidak dapat dipungkiri akibat telah mendarah

dagingnya pola pemerintahan lama yang cenderung kurang dapat

terbuka, baik dalam menerima arahan atau sebaliknya.

Kekhawatiran dan kecemasan warga negara yang bersumber pada

krisis politik dan kepemimpinan nasional ini sebenarnya dapat dikurangi

jika : jajaran birokrasi dapat tegak dan kokoh tidak terlibat dalam krisis

politik. Mereka tidak masuk dalam pemihakan politis dan tetap

menjalankan aturan yang memang rasional, tidak mengundang penafsiran

ganda untuk diterima oleh masyarakat luas. Selain itu seluruh departemen

dan birokrasi pemerintah provinsi serta kabupaten, kecamatan dan desa

termasuk dalam katagori birokrasi yang dimaksud sebagai lembaga non

politis dapat menciptakan pemerintahan yang baik. birokrasi adalah cara

kerja yang “rasional”. Rasional berarti bahwa orang-orang yang bekerja

Page 3: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

dalam organisasi itu menyusun aktivitasnya secara jelas, terencana,

punya tujuan yang terukur berdsarkan aturan tertulis. Untuk mencapai

karakteristik legal formal, akuntabilitas, efisien dan fleksibel, birokrasi

dipersyaratkan untuk bekerja secara transparan di hadapan masyarakat

(eksternal) dan terkait dengan desentralistis di dalam dirinya sendiri

(internal). Transparan berarti bahwa kiprah birokrasi harus dapat dilihat

tidak saja oleh para birokrat dari departemen lain, melainkan juga terlihat

oleh masyarakat (Wibawa, 2001).

Dengan transparasi dimungkinkan dilakukan evaluasi oleh politisi

dan masyarakat. atas dasar evaluasi itulah pemerintah dan parlemen

dapat merumuskan agenda penyempurnaan atau reformasi untuk terus-

menerus berusaha menciptakan birokrasi yang ideal. Menurut Kasali

(2007), penyebab utama lambannya pembaharuan aparatur pemerintahan

bukan karena kualitas sumberdaya manusia atau sistem rekruitmen yang

sarat dengan koneksi, tetapi bersumber dari minimnya unsur pembentuk

sifat perubahan (change DNA) organisasi. Sehingga dimungkinkan hal

tersebut juga berpengaruh terhadap budaya kerja atau organisasi

pemerintahan saat ini.

Menurut majalah National Geographic edisi Maret 2006, para ahli

berpendapat bahwa setiap manusia memiliki unsur yang dikenal sebagai

DNA (Deoxiribio Nuclead Acid). Unsur DNA menjadi sangat penting

karena memberi indikasi tentang hidup.Sebuah studi yang dilakukann oleh

Page 4: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

Arvey (2005) dalam Kasali, menemukan bahwa unsur DNA membentuk

sekitar 30 persen perbedaan antar manusia dalam kepemimpinannya

(Kasali, 2006).

Birokrasi di Indonesia masih terkesan memenitingkan prosedur

daripada substansi sebagai abdi masyarakat.Menurut Islamy (1998),

birokrasi di kebanyakan negara berkembangtermasuk Indonesia

cenderung bersifat patrimonialistik : tidak efesien, tidak efektif (over

consuming and under producing), tidak obyektif, menjadi pemarah ketika

berhadapan dengan kontrol dan kritik, tidak mengabdi kepada

kepentingan umum, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi

instrumen penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat

otoritatif dan represif. Oleh sebab itu maka perlu dilakukan pembenahan

pada SDM nya. Sebelum melakukan pembenahan SDM di lingkungan

Pemkab terlebih dahulu harus diukur kadar potensi perubahan yang dapat

dilakukan.

Terkait dengan unsur pembentuk atribut atau sifat aparatur, Kasali

(2006) mengidentifikasikan lima komponen pembentuk kepribadian yang

potensial untuk melakukan perubahan, yaitu keterbukaan pikiran

(openness to experience), keterbukaan hati dan telinga (openness to

conscientiousness), keterbukaan diri terhadap orang lain, kebersamaan

dan hubungan-hubungan (openness to extroversion), keterbukaan

Page 5: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

terhadap kesepakatan (openness to agreeableness), dan keterbukaan

terhadap tekanan (openness to neuroticism).

 

Page 6: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

BAB II

PEMBAHASAN

II.   SUMBER DAYA APARATUR

Birokrat merupakan pelaku birokrasi atau pemerintahan di suatu

wilayah, menurut Atmosudirdjo dalam Syafi’i (2003) tugas pemerintah

antara lain tata usaha negara, rumah tangga negara, pemerintahan,

pembangunan, dan pelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu

pemerintah harus melaksanakan pemerintahan yang baik (good

governance). Tapi pemerintahan yang terdapat individu-individu di

dalamnya dengan berbagai kepentingan terkadang malah menimbulkan

ketidakpuasan masyarakat serta menciptakan pemerintahan yang buruk

(bad governance) di mata masyarakat. Oleh sebab itu, penting untuk

mewujudkan good public governance yang bukan merupakan pilihan

kebijakan pemerintah dalam jangka menengah. Mengingat terbentuknya

good public governance punya implikasi yang sangat luas, seperti;

menyangkut penataan administrasi negara yang efesien, terbentuknya

ethos kerja yang tinggi, hadirnya semangat profesionalisme dikalangan

aparatur pemerintahan, maupun sebagai prasyarat bagi pemulihan krisis

ekonomi yang berlarut-larut. Maka, kita harus mendesak agar pilihan

terhadap kebijakan itu dapat dilaksanakan secepat mungkin tanpa harus

menunggu pemerintahan mendatang. Desakan itu muncul disebabkan

kenyataan bahwa justru dalam proses restrukturalisasi peran pemerintah

Page 7: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

yang tengah berlangsung kini sebagai konsekuensi terhadap reformasi

sepatutnya telah dihasilkan landasan peraturan dan kelembagaan serta

budaya politik baru yang tercipta di kemudian hari (Syahputra, 2000).

Perubahan keorganisasian (organizational change) merupakan tindakan

beralihnya suatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju kondisi

masa datang yang diinginkan guna meningkatkan efektivitasnya ( Jones

dalam Winardi, 2005)

Berbagai ketidakpuasan masyarakat menciptakan image yang

beragam dan menjurus arah negatif tehadap pemerintahan yang sedang

berlangsung. Gejolak dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat

sekarang ini sadar atau tidak, sangat mempengaruhi kehidupan bagi

suatu organisasi. Hal tersebut dapat digunakan sebagai pendorong untuk

dilakukannya reformasi birokrasi secara total terhadap pemerintahan.

Walaupun tidak semua perubahan yang terjadi akan menimbulkan kondisi

yang lebih baik, hingga dalam hal tersebut perlu diupayakan agar bila

dimunkinkan perubahan diarahkan ke arah hal yang lebih baik

dibandingkan kondisi sebelumnya. Keharusan untuk melaksanakan

perubahan dalam lingkungan yang penuh turbelensi dan dinamika,

merupakan sebuah fakta kehidupan, bagi kebanyakan organisasi-

organisasi dewasa ini tidak boleh menunggu hingga mengalami proses

kemunduran terlebih dahulu (Winardi, 2005).

Page 8: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

Berbagai hal yang kurang menggembirakan pada wajah birokrasi

Indonesia banyak diakibatkan adanya patologi birokrasi di dalam tubuh

birokrasi itu sendiri. Hal itu dicirikan oleh kecenderungan patologi karena

persepsi, perilaku dan gaya manajerial, masalah pengetahuan dan

ketrampilan, tindakan melanggar hukum, keperilakuan, dan adanya situasi

internal (Siagian,1994). Hal senada diungkapkan Kartasasmita (1995)

yang menyebutkan, bahwa birokrasi memiliki kecenderungan

mengutamakan kepentingan sendiri (self serving), mempertahankan

statusquo dan resisten terhadap perubahan, dan memusatkan kekuasaan.

Hal inilah yang kemudian memunculkan kesan bahwa birokrasi cenderung

lebih mementingkan prosedur daripada substansi, lamban dan

menghambat kemajuan.

Rendahnya kualitas SDM aparatur, tercermin dari kondisi:

kesejahteraan pegawai, rekruitmen dan pembinaan karir, budaya kerja,

dan profesionalisme sumberdaya aparatur yang belum sepenuhnya

mampu memberikan pengaruh positif dalam proses perkembangan

aparatur negara.

Kesejahteraan pegawai di republik ini diakui banyak pihak relatif

masih belum layak. Sistem gaji pegawai negeri saat ini tidak

mempertimbangkan kebutuhan hidup layak dan prestasi kerja. Sistem

penggajian belum secara tegas mempertimbangkan pegawai dengan

tingkat pendidikan, prestasi, produktivitas dan disiplin yang tinggi. Saat ini

Page 9: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

PNS pada tingkat struktural yang sama, pegawai yang memiliki

produktivitas tinggi, ranjin dengan PNS yang malas, tidak produktif,

dipastikan akan memiliki nilai gaji yang sama apabila mereka memiliki

golongan, masa kerja dan ruangan pangkat yang sama. Sistem

penggajian yang demikian, dalam jangka waktu yang panjang dapat

menurunkan semangat, etos, dan disiplin kerja, terhadap pegawai yang

produktif dan yang rajin. Budaya dan pola pikir memanfaatkan setiap

kesempatan melakukan tindakan yang tidak jujur, asal dilakukan dengan

hati-hati, tidak terlalu besar dan mencolok, serta asal dapat

dipertanggungjawabkan secara semu kepada badan pengawas sudah

menjadi hal biasa terjadi dalam urusan birokrasi saat ini (Bappenas, 2004)

Menurut Osborne dan Plastrik (2004) untuk merombak lembaga

pemerintahan adalah pekerjaan yang besar. Agar berhasil, harus di

gunakan strategi yang tepat. Untuk itu maka hal yang paling cepat dapat

dilakukan yaitu dengan memperbaiki perilaku individu pelaku

pemerintahan lebih dahulu. Dalam situasi demikian, solusinya adalah

rekayasa genetika dengan mengubah DNA dari sitem tersebut. Para

pembaharu yang yang berhasil, secara kebetulan menemukan pandangan

dasar yang sama, dibalik rumitnya sistem pemerintahan terdapat

beberapa pendongkrak fundamental yang membuat lembaga pemerintah

berjalan dengan cara mereka. Ada banyak cara untuk mengkatagorikan

pendongkrak utama perubahan. Yang dikelompokan dalam lima strategi

Page 10: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

dasar. Masing-masing strategi mencakup beberapa pendekatan dan alat

atau metodenya, dapat digambarkan dan dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel .Lima Strategi Pendongkrak Perubahan

  Lima Strategi  

Pendongkrak Strategi Pendekatan

Tujuan Strategi inti Kejelasan Tujuan

Kejelasan Peran

Kejelasan Arah

Inisiatif Strategi Konsekuensi Persaingan Terkendali

Manajemen Perusahaan

Manajemen Kinerja

Pertanggungjawaba

n

Strategi Pelanggan Pilihan Pelanggan

Pilihan Kompetitif

Pemastian Mutu

Pelanggan

Page 11: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

Kekuasaan Strategi Pengendalian Organisasional

Pemberdayaan

Karyawan

Pemberdayaan

Masyarakat

Budaya Strategi Budaya Menghentikan

Kebiasaan

Menyentuh Perasaan

Mangubah Pikiran

Sumber  : Memangkas Birokrasi karangan David Osborne dan

Peter Plastrik tahun 2001

Cara kerja tradisional mewarnai kehidupan manajemen, baik di

pemerintahan maupun masyarakat. Cara tersebut sudah tidak efisien lagi,

karena sangat lamban dan menghambat perubahan. Menurut J.C.

Tukiman Taruna dalam Supriyadi dan Guno (2006) masyarakat Indonesia

masih bersifat feodalistik, ketat pada peraturan, lebih menyenangi

tertutup, lebih suka mempersulit pelayanan kepada orang lain,

menghadapi orang lain dengan penuh curiga dalam keadaan tertentu suka

main hakim sendiri, dan suka membuat peraturan untuk memperkuat diri

Page 12: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

sendiri. Prof. Dr. Warren Bennis menyatakan keadaan seperti itu disebut

matinya birokrasi, karena bersifat kaku dan lamban sehingga tidak mampu

bersifat cepat dan mendasar. Disebut mendasar karena menyangkut SDM

dalam upaya perubahan sikap dan periku manajemen baru yang lebih

dinamik dan fleksibel. Namun perubahan sikap dan perilaku SDM tersebut

memerlukan proses waktu yang cukup lama agar benar-benar menjadi

budaya baru (Supriyadi dan Guno, 2006).

Menurut Kasali (2007), penyebab utama lambannya pembaharuan

aparatur pemerintahan bukan karena kualitas sumberdaya manusia atau

sistem rekruitmen yang sarat dengan koneksi, tetapi bersumber dari

minimnya unsur pembentuk sifat perubahan (change DNA) organisasi.

Terkait dengan unsur pembentuk sifat pada individu birokrat, Kasali

mengidentifikasikan lima komponen pembentuk kepribadian yang

potensial untuk melakukan perubahan, yaitu keterbukaan pikiran

(openness to experience), keterbukaan hati dan telinga (openness to

conscientiousness), keterbukaan diri terhadap orang lain, kebersamaan

dan hubungan-hubungan (openness to extroversion), keterbukaan

terhadap kesepakatan (openness to agreeableness), dan keterbukaan

terhadap tekanan (openness to neuroticism).

 

III.  Budaya Birokrasi

Page 13: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

Organisasi pemerintah atau lazim disebut birokrasi mempunyai

pengertian dalam arti statis adalah merupakan wadah yang berupa

struktur atau bagan organisasi, tempat berkumpul orang-orang atau

anggota yang melaksanakan tugas dalam mencapai tujuan organisasi.

Sedangkan dalam arti dinamis merupakan proses penetapan dan

pembagian pekerjaan. Dalam operasionalnya organisasi pemerintah dapat

dibedakan dalam Departemen dan Lembaga Pemerintah non Departemen

(LPND). Adapun bentuk organisasi pemerintah merupakan gabungan dari

unsur lini, unsur staf dan fungsional. (Supriyadi dan Guno, 2006).

Dalam pelaksanaan pemerintahan dengan menciptakan tata

pemerintahan yang baik, maka diperlukan budaya kerja yang baik bagi

seluruh elemen pelaku pemerintahan. Menurut Koentjoroningrat, budaya

adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia

dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia

dengan cara belajar. Budaya kerja itu sendiri merupakan cara kerja baru

yang berorientasi untuk memuaskan pelanggan atau masyarakat.

Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam,

karena dapat merubah sikap dan perilaku SDM untuk mencapai

produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi masa depan.

Manfaat yang didapat antara lain : menjamin hasil kerja dengan kualitas

lebih baik; membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaan

kebersamaan, kegotong royongan, kekeluargaan, menemukan masalah

Page 14: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

dan cepat memperbaiki, cepat menyesuaikan diri dari perkembangan dari

luar ( Supriyadi dan Gino, 2006). Tujuan utama daripada perubahan

organisasional adalah untuk meningkatkan kemampuan operasional dari

setiap dan semua orang di dalam organisasi yang gilirannya memamng

biasa tercermin dalam peningkatan kemampuan organisasi sebagai

keseluruhan (Siagian,1982).

Menurut Budhi Paramita dalam tulisannya yang berjudul "Masalah

Keserasian Budaya dan Manajemen di Indonesia", budaya kerja dapat

dibagi menjadi sikap terhadap pekerjaan dan perilaku pada waktu bekerja

( Supriyadi dan Gino, 2006).

Dewasa ini birokrasi menghadapi krisis kepercayaan dari

masyarakat, maka kecaman dan pesimisme semakin muncul karena

banyak anggota masyarakat merasakan bahwa berbagai pola tingkah laku

yang telah merupakan kebiasaan dalam birokrasi tidak dapat mengikuti

dan memenuhi tuntutan pembangunan dan perkembangan

masyarakatnya. Sebagai contoh, Islamy (1998) menyebutkan adanya

keadaan birokrasi publik di sektor pemerintahan, pendidikan dan

kesehatan dan sebagainya berada dalam suatu kondisi yang dikenal

dengan istilah organizational slack yang ditandai dengan menurunnya

kualitas pelayanan yang diberikannya. Masyarakat pengguna pelayanan

banyak mengeluhkan akan lambannya penanganan pemerintah atas

masalah yang dihadapi dan bahkan mereka telah memberikan semacam

Page 15: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

public alarm agar pemerintah sebagai instansi yang paling berwenang,

responsif terhadap semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada

masyarakat segera mengambil inisiatif yang cepat dan tepat untuk

menanggulanginya. Menurut Islamy (1998) terdapat berbagai faktor yang

menyebabkan birokrasi publik mengalami organizational slack yaitu antara

lain pendekatan atau orientasi pelayanan yang kaku, visi pelayanan yang

sempit, penguasaan terhadap administrative engineering yang tidak

memadai, dan semakin bertambah gemuknya unit-unit birokrasi publik

yang tidak difasilitasi dengan 3P (personalia, peralatan dan

penganggaran) yang cukup dan handal (viable bureaucratic

infrastructure). Akibatnya, aparat birokrasi publik menjadi lamban dan

sering terjebak ke dalam kegiatan rutin, tidak responsif terhadap aspirasi

dan kepentingan publik serta lemah beradaptasi terhadap perubahan yang

terjadi di lingkungannya. Sebagai konsekuensinya, perlu dipertanyakan

mengenai posisi aparat pelayanan ketika berhadapan dengan masyarakat

atau kliennya.

Oleh sebab itu itu menciptakan iklim yang baik dan memuaskan

pada birokrasi maka perlu dilakukan re code DNA atau perbaikan kembali

sifat-sifat pelaku birokrasi. Hal tesebut merupakan titik awal dalam

menciptakan budaya organisasi yang baik dalam menciptakan good

governance.

Page 16: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

Sebagai salah satu isu strategis dalam reformasi birokrasi,

berkaitan dengan kompetensi SDM aparatur yang di dalamnya mencakup

etika dan budaya kerja, masih banyak pemimpin dan aparatur negara

yang mengabaikan norma-norma, etika dan aturan birokrasi yang baik.

Indikasinya adalah masih tingginya penyalahgunaan kewenangan

sehingga menimbulkan ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam

penyelenggaraan negara dan pembangunan, sehingga harapan akan

suatu kultur birokrasi pemerintah yang profesional dan akuntabel belum

dapat tercapai. Fenomena seperti ini menunjukkan keadaan yang sangat

memperihatinkan mengingat dewasa ini terdapat tantangan lokal, regional

maupun global yang sangat kompleks, yang ditandai dengan semakin

tingginya persaingan ekonomi antar negara. Bila dilihat dari SDM aparatur

pemerintah (pelaksana birokrasi) terdapat kelemahan yang cukup

mencolok yakni adanya budaya aparatur yang belum mendukung

terhadap upaya menerapkan dan mengaktualisasikan good governance.

Salah satu budaya yang juga merupakan bagian dari pewarisan

pemerintah kolonial adalah adanya budaya birokrat yang ingin dilayani.

Dalam konteks ini maka para aparatur birokrasi yang seharusnya

melayani justru memiliki paradigma minta dilayani. Sehingga dalam

kondisi ini terdapat pihak yang superior yakni birokrat, dan masyarakat

yang inferior. Kondisi ini lazim disebut sebagai pola patron-client

(Bappenas, 2004).      

Page 17: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

Pola patron-client ini telah mengakar dan menggejala hampir di

keseluruhan level pemerintahan baik di tingkat pemerintah pusat, maupun

di tingkat pemerintah daerah. Kondisi ini banyak dilatarbelakangi oleh

pewarisan dan proses pembelajaran yang efektif utamanya ketika masa

sentralisasi di jaman orde baru demikian kuat. Proses pembelajaran dari

para pemimpin birokrasi di level yang lebih tinggi memperoleh peneguhan

ketika kondisi hirarkis organisasi pemerintah demikian kuat, sehingga

yang terjadi adalah internalisasi nilai bahwa para pelaksana sistem

birokrasi adalah orang yang berhak dilayani oleh masyarakat yang

meminta pelayanan kepadanya.

Di samping itu, kondisi politik di Indonesia yang mulai berubah

sejak digaungkannya reformasi politik dan munculnya orde reformasi,

nyatanya belum sepenuhnya memberikan pengaruh signifikan dalam

proses pergeseran/perubahan paradigma pemerintah sebagai pelayan

dan sekaligus fasilitator. Gaung perubahan paradigma “sikap melayani”

pada aparatur pemerintah, belum terinternalisasi secara substansial, dan

menunjukkan gejala belum berubahnya paradigma tersebut terutama bila

dilihat secara aktual dan faktual pelayanan publik. Indikasinya adalah

masih begitu banyaknya keluhan masyarakat yang mempersoalkan

demikian sulitnya berurusan dengan birokrasi, dan terdapat

kecenderungan birokrasi berpihak kepada golongan masyarakat kaya.

Page 18: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

Harus disadari bahwa lemahnya penerapan dan aktualisasi prinsip-

prinsip good governance banyak dipengaruhi oleh keadaan, yang mana

pada dasarnya SDM birokrasi belum sepenuhnya memahami apa

sebenarnya good governance. Pemahaman bahwa good governance

adalah merupakan suatu syarat mutlak untuk memperbaiki kinerja

pemerintah memang sudah dipahami. Namun good governance dalam

konteks proses dan bagaimana mengaktualisasikannya masih banyak

yang belum memahami secara utuh. Salah satu indikasinya antara lain

adalah aspek transparansi yang merupakan salah satu dari prinsip good

governance yang telah diterapkan yaitu antara lain dengan membuka dan

memfasilitasi keluhan masyarakat, memberikan informasi yang dibutuhkan

masyarakat, akan tetapi dalam prakteknya bagaimana mengolah informasi

dan digunakan untuk sebesar-besar menjadi pertimbangan yang

berorientasi pelanggan masih belum diimplementasikan. Jadi dalam hal ini

aspek transparansi hanya dipahami dalam konteks keterbukaan saja,

sedangkan aspek transparansi sebagai proses komunikasi dan

memperoleh feedback belum dipahami secara tepat. Sehingga dengan

demikian komunikasi konvergen yang diharapkan terjadi karena adanya

aspek transparansi belum optimal terwujud.

Kondisi di atas mencerminkan masih lemahnya SDM aparatur

dalam mengaktualisasikan good governance. Namun demikian perlu

dipahami pengembangan SDM harus dilakukan secara simultan dan

merupakan sinergi dengan pengembangan organisasi. Pengembangan

Page 19: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

organisasi dalam hal ini diarahkan pada organisasi yang memberikan

ruang untuk belajar.

Dalam pengembangan SDM terkait dengan penerapan dan

aktualisasi good governance, maka dapat dilakukan pada pemberdayaan

individu dan pemberdayaan kelompok. Pemberdayaan individu meliputi

proses peningkatan kompetensi (Bappenas, 2004)

BAB III

PENUTUP

IV.  KESIMPULAN

Untuk itu, pemerintah harus berupaya secara sungguh-sungguh

untuk merubah sisi-sisi negatif dalam birokrasinya, sehingga ke depan

mampu merespon dan beradaptasi dengan tantangan global yang

semakin rumit dan kompleks. Berbagai fenomena di atas, hanya dapat

diatasi dengan melakukan reformasi birokrasi secara tegas, jelas dan

efektif. Kesadaran ini berasumsi bahwa reformasi politik yang yang

sedang berlangsung belum akan memperoleh hasil yang optimal,

manakala reformasi birokrasi belum dijalankan. Sehubungan dengan hal

tersebut sedikitnya terdapat tiga hal mendasar yang digunakan sebagai

pendekatan dalam rencana tindak reformasi birokrasi yang harus

dilakukan, yakni kelembagaan, manajemen, sumber daya manusia

aparatur pemerintahan (Bappenas, 2004).

Page 20: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

Pemerintahan yang baik memerlukan keterbukaan, sehingga dapat

menerima, menyerap dan menjalankan inovasi-inovasi baru menuju ke

arah yang lebih baik. Dalam rangka perbaikan sistem birokrasi di

Indonesia, hal yang penting dan paling mendasar dengan melakukan

pembenahan sumber daya aparatur dengan mempertimbangkan kinerja,

dedikasi, loyalitas, rasa tanggung jawab, tingkat pendidikan dan

pengetahuannya. Dengan memperbaiki aparatur birokrasi saat ini yang

masih dianggap “kurang maksimal” kinerjanya oleh banyak kalangan

haltersebut akan mendorong terwujudnya budaya kerja pemerintahan

menuju good governance dan clean governance kedepannya.

Page 21: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

Daftar Pustaka

Kasali, Rhenald. 2006. Change. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Kasali, Rhenald. 2007. Re-code Your Change DNA. PT Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta

Koentjoroningrat. 1974. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. PT.

Gramedia. Jakarta

Ndraha, Talizidu. 1997. Budaya Organisasi. Penerbit Rineka Cipta.

Jakarta 

Pramudya, S Ahmad. 2006. Menumbuhkan Kematangan Berpikir.

Penerbit EDSA Mahkota. Jakarta.

Supriyadi, Gering dan Tri Guno. 2006. Budaya Kerja Organisasi

Pemerintah. Lembaga Administrasi Negara. Jakarta

Suradinata, Ermaya.2003. Manajemen Perubahan dan Strategi

Kepemimpinan Kreatif. Lembaga Ketahanan Nasional. Jakarta

Page 22: REFORMASI PENGELOLAAN SDM APARATUR

Syahputra, Andi W.2000. Mampukah Kita Membangun Publik

Governance. Jurnal Transparansi. Jakarta

Tamim, Feisal. 2004. Reformasi Birokrasi. Penerbit Blantika. Jakarta