refleksi vitiligo

14
BAB I PENDAHULUAN Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit eritroskuamosa kronis yang menyerang segala usia baik bayi maupun orang dewasa. Dermatosis ini sering ditemukan pada bagian tubuh yang memiliki konsentrasi folikel sebaseus yang tinggi serta kelenjar sebaseus yang aktif. (1,2) Prevalensi dermatitis seboroik adalah 3-5% pada orang dewasa muda dan 1-5% dari populasi umum. Prevalensi tertinggi ditemukan pada usia dekade ke-4 sampai 7 dan pada bayi biasanya ditemukan pada 3 bulan pertama kehidupan yang menghilang pada usia 6-12 bulan. (3) Dermatitis seboroik lebih banyak terjadi pada remaja yaitu sering dijumpai pada laki-laki disbanding waita yang berhubungan dengan konsentrasi hormone androgen yang lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita. Hormone androgen ini memiliki fungsi untuk menghasilkan sebum. (1,2) Etiologi dari dermatosis seboroik belum diketahui dengan pasti. Namun, factor predisposisinya yaitu kelainan konstitusi berupa status seboroik yang bagaimana patogenesisnya belum bisa dipastikan. Penyakit ini umumnya terkait dengan jamur Malassezia, kelainan imunologi, aktivitas sebaseus dan kerentanan pasien. (1) Terapi pada dermatitis seboroik bertujuan untuk mengontrol penyakitnya karena dermatitis seboroik

description

vitvitivtit

Transcript of refleksi vitiligo

Page 1: refleksi vitiligo

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit eritroskuamosa kronis yang menyerang

segala usia baik bayi maupun orang dewasa. Dermatosis ini sering ditemukan pada

bagian tubuh yang memiliki konsentrasi folikel sebaseus yang tinggi serta kelenjar

sebaseus yang aktif.(1,2)

Prevalensi dermatitis seboroik adalah 3-5% pada orang dewasa muda dan 1-

5% dari populasi umum. Prevalensi tertinggi ditemukan pada usia dekade ke-4

sampai 7 dan pada bayi biasanya ditemukan pada 3 bulan pertama kehidupan yang

menghilang pada usia 6-12 bulan.(3)

Dermatitis seboroik lebih banyak terjadi pada remaja yaitu sering dijumpai

pada laki-laki disbanding waita yang berhubungan dengan konsentrasi hormone

androgen yang lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita. Hormone androgen ini

memiliki fungsi untuk menghasilkan sebum.(1,2)

Etiologi dari dermatosis seboroik belum diketahui dengan pasti. Namun,

factor predisposisinya yaitu kelainan konstitusi berupa status seboroik yang

bagaimana patogenesisnya belum bisa dipastikan. Penyakit ini umumnya terkait

dengan jamur Malassezia, kelainan imunologi, aktivitas sebaseus dan kerentanan

pasien.(1)

Terapi pada dermatitis seboroik bertujuan untuk mengontrol penyakitnya

karena dermatitis seboroik bersifat kronis dan sering mengalami kekambuhan. Kasus-

kasus yang telah mempunya factor-faktor konstitusi sukar disembuhkan, meskipun

penyakitnya dapat terkontrol. Terapi yang memiliki efikasi baik untuk dermatitis

seboroik diantaranya antiinflamasi, imunomodulator, antifungal, keratolitik,

fototerapi, dan obat topikal lainnya.(3)

Page 2: refleksi vitiligo

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dermatitis Seboroik

Dermatitis seboroik merupakan dermatosis eritroskuamosa kronis yang menyerang

bayi dan orang dewasa. Predileksi penyakit ini ditemukan pada bagian tubuh dengan

konsentrasi folikel sebaseus yang tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala,

telinga, tubuh bagian atas dan fleksura (inguinal, inframamma, dan aksila). Dermatitis

seboroik paling umum terjadi pada masa pubertas dan remaja, selama periode ini

produksi sebum paling tinggi, hal ini berhubungan dengan hormonal yang meningkat

pada masa pubertas.(1)

Patogenesis yang pasti dari dermatitis seboroik belum dimengerti sepenuhnya,

tetapi dermatitis ini umumnya terkait dengan jamur Malassezia, kelainan imunologi,

aktivitas sebasesus yang meningkat dan kerentanan pasien. Spesies Malassezia dan

Propionibacterium acne juga memiliki aktivitas lipase yang menghasilkan

transformasi trigliserida ke dalam asam lemak bebas. Asam lemak bebas dan radikal

oksigen reaktif yang dihasilkan memiliki aktivitas antibakteri yang merubah flora

kulit normal. Gangguan dalam flora, aktivitas lipase dan radikal oksigen bebas akan

berhubungan erat dengan dermatitis seboroik dibandingkan dengan perubahan respon

kekebalan.(4,5)

Penderita dermatitis seboroik kebanyakan memiliki kulit dengan sebum yang

banyak dan berminyal. Lipid sebum penting untuk proliferasi Malassezia dan sintesa

faktor-faktor proinflamasi sehingga menciptakan kondisi yang sesuai untuk

perkembangan dermatitis seboroik.(4)

Tipikal lesi dermatitis seboroik adalah bercak-bercak eritema, dengan skuama

yang berminyak. Penyakit ini suka muncul di bagian-bagian yang kaya kelenjar

sebum, seperti kulit kepala, garis batas rambut, alis mata, glabella, lipatan nasolabial,

telinga, dada atas, punggung, ketiak, pusar, dan sela paha. Pasien sering mengeluhkan

rasa gatal, terutama pada kulit kepala dan pada liang telinga. Gejala umum lainnya

adalah blefaritis dengan krusta berwarna kekuningan sepanjang pinggir kelopak mata.

Page 3: refleksi vitiligo

Varian serius dari dermatosis ini adalah exfoliative erythroderma (seborrheic

erythroderma).(1,3)

Dermatitis seboroik mempunyai ciri khas unik yang bergantung pada

kelompok usia yang terkena, bentuk anak sifatnya dapat sembuh sendiri, sementara

pada orang dewasa penyakit ini sifatnya kronis. Tingkat keparahan dan intensitas dari

lesi kulit bervariasi. Pada masa bayi, dermatitis seborik sering ditemukan pada tiga

bulan pertama kehidupan berupa skuama pada kulit kepala. Gambaran khas yaitu

skuama kekuningan muncul segera setelah lahir dimana lesi ditemukan pada daerah

lipatan tubuh. Pada orang dewasa, dermatosis kronis berulang dimulai dari eritema

ringan sampai moderat hingga lesi popular, eksudatif, dan berskuama. Lesi terutama

berkembang pada daerah dengan produksi sebum tinggi. Penyakit semakin

memburuk jika disertai stress dan kurang tidur.(3,4)

Dijumpai sejumlah penyakit yang serupa dengan dermatitis seboroik.

Psoriasis pada kulit kepala muncul sebagai plak berskuama pada kulit kepala dengan

batas tegas yang mungkin sulit dibedakan dari dermatitis seboroik. Dermatosis

seboroik pada kepala juga bisa mirip dengan tinea capitis yang untuk

membedakannya dilakukan pemeriksaan KOH. Dermatitis seboroik pada daerah dada

dan punggung mirip dengan pitiriasis rosea dan pitiriasis versikolor, sedangkan

dermatitis seboroik pada lipatan nasolabial mirip dengan dermatitis perioral.(1,3)

2.2 Terapi Dermatitis Seboroik

Pasien dermatitis seboroik sebelumnya harus diberikan KIE terlebih dahulu mengenai

modalitas terapi, karena terapi hanya dapat meredakan gejala sementara hingga relaps

selanjutnya muncul, yang dimana tipikalnya diikuti dengan beberapa periode remisi.

Pasien yang sedang menderita penyakit ini sebaiknya dilarang untuk menyebabkan

iritasi pada lesi yang masih aktif. Menjaga higienitas dan penggunaan emolien pada

kulit sangat disarankan.(2)

Terapi dermatitis seboroik pada infan terdiri dari emolien untuk melunakkan

skuama. Setelah skuama lunak, kemudian dapat dihilangkan dengan menggunakan

kain atau sisir bayi. Penggunaan ketoconazole 1-2% pada anak-anak terbukti efektif

Page 4: refleksi vitiligo

dan aman jika digunakan dua kali sehari selama dua minggu. Tidak ada sampo yang

baik digunakan untuk terapi dermatitis seboroik bagi anak dibawah umur 2 tahun.(2,4)

Terapi dermatitis seboroik pada dewasa memiliki tujuan untuk meredakan lesi

kulit serta mengurangi pruritus dan eritema. Terapi yang diberikan yaitu sampo dan

antifungal topikal, inhibitor kalsineurin, dan kortikosteroid. Karena dermatitis

seboroik merupakan kondisi yang kronis, terapi yang berkelanjutan sangat perlu

dilakukan.(2,4)

Pada dermatitis seboroik di kulit kepala yang ringan diterapi dengan sampo

untuk ketombe yang mengandung selenium sulfide, zinc pyrithione, atau coal tar

yang dapat mengontrol gejala dari penyakit ini. Untuk kontrol jangka panjang,

penggunaan sampo antifungal yang mengandung ketokonazole 2% atau siklopiroks

2% dapat digunakan setiap hari atau setidaknya dua atau tiga kali per minggu selama

beberapa minggu, hingga tercapai remisi. Penggunaan sampo ini seminggu sekali

dapat mencegah terjadinya relaps. Sesuai dengan tingkat keparahan inflamasi pada

kulit kepala, penggunaan kortikosteroid topikal dapat bermanfaat, namun efek jangka

panjang dapat menyebabkan efek samping. Fluocinolone 0,01% solusio atau sampo

dan betamethasone valerate 0,12% foam dapat mengurangi gatal dan inflamasi.

Untuk kasus yang sedang dan berat, dapat digunakan sampo clobetasol 0,05% dua

kali seminngu yang dikombinasikan dengan 2% dua kali seminggu dapat mengurangi

gejala akut lebih cepat dan dapat mengontrol penyakit dibandingkan dengan

penggunaan hanya dengan ketokonazole saja.(3,4)

Terapi untuk dermatitis seboroik pada wajah dengan antifungal topikal,

kortikosteroid, dan inhibitor kalsineurin. Gel ketoconazole 2% secara signifikan dapat

mengurangi gejala pruritus, eritema, dan skuama. Penggunaan krim sertaconazole 2%

lebih efektif dibandingkan dengan krim hidrokortison 1%. Penggunaan kortikoteroid

potensi rendah dan sedang dapat megurangi gejala dermatitis seboroik sama

efektifnya seperti penggunaan antifungal dan antiinflamasi lainnya. Kortikosteroid

topikal baik digunakan sebagai pengobatan lini kedua karena efek sampingnya yang

dihubungkan dengan penipisan kulit dan telangiektasis. Penggunaan inhibitor

kalsineurin topikal juga sama efektifnya seperti penggunaan antifungal topikal dan

kortikosteroid dengan efek samping yang lebih rendah. Krim pimecrolimus 1% dapat

Page 5: refleksi vitiligo

mengurangi gejala dermatitis seboroik lebih lama dibandingkan krim betamethasone

valerate 0,1%. Tacrolimus 0,1% ointment dapat meredakan gejala sama baiknya

dengan hidrokortison. Akan tetapi, penggunaan inhibitor kalsineurin ini dihubungkan

dengan limfoma dan terjadinya kanker kulit sehingga penggunaan dalam jangka

waktu lama dihindarkan dan hanya boleh digunakan pada area yang terkena

dermatitis seboroik saja. Inhibitor kalsineurin ini juga efektif sebagai terapi lini kedua

pada dermatitis seboroik sama dengan kortikosteroid.(3,4)

2.2.1 Anti Inflamasi

Pengobatan konvensional untuk dermatitis seboroik pada kulit kepala orang dewasa

diawali dengan steroid topikal. Terapi ini bisa diberikan dalam bentuk sampo, seperti

flusinolon, larutan steroid topikal, losion yang digunakan pada kulit kepala, atau krim

yang digunakan pada kulit. Penderita dermatitis seboroik biasanya menggunakan

steroid topikal satu atau dua kali sehari dan menggunakan sampo sebagai tambahan.

Steroid topikal potensi rendah efekif mengobati dermatitis seboroik pada bayi atau

dewasa di daerah fleksural.(2,3,4,5)

Untuk dermatitis seboroik yang parah dapat diberikan kortikosteroid topikal

yang memiliki potensi rendah atau sedang, dimana dapat digunakan pada awal terapi,

baik itu sendiri ataupun kombinasi dengan antifungal untuk membatasi inflamasi.

Penggunaan yang lama terus menerus sebaiknya dihindari karena memiliki efek

samping pada kulit seperti atrofi, telangiektasis dan dermatitis perioral. Penggunaan

kortikosteroid seperti hidrokortison pada dermatitis seboroik tidak terlalu efektif

dibandingkan dengan penggunaan antifungal topikal golongan azole. Hal ini

disebabkan karena kortikosteroid topikal tidak meredakan gejala yang dialami pasien

serta tidak dapat menurunkan jumlah Malassezia.(2,3,4,5)

2.2.2 Lithium Salts

Baik lithium succinate dan lithium gluconate mempunyai efektivitas yang baik dalam

mengobati dermatitis seboroik, hal ini dikarenakan kedua zat ini memiliki efek

antiinflamasi. Lithium succinate 0,8% ointment digunakan dua kali sehari dan

memberikan hasil yang sangat baik. Penggunaan lithium gluconate 8% ointment dua

Page 6: refleksi vitiligo

kali sehari memberikan efek yang lebih baik dibandingka dengan emulsi

ketoconazole 2% dua kali sehari.(2)

2.2.3 Immunomodulator

Inhibitor kalsineurin topikal memiliki sifat, seperti tacrolimus dan pimecrolimus,

memiliki sifat-sifat fungisidal dan anti inflamasi tanpa risiko atrofi kulit, yang

disebabkan oleh steroid topikal. Inhibitor kalsineurin juga merupakan terapi yang

baik pada wajah dan telinga dengan penggunaan setiap hari selama satu minggu.

Inhibitor kalsineurin ini tidak baik digunakan pada dermatitis seboroik di kulit kepala

karena peningkatan viskositas pada penggunaan tacrolimus. Penggunaan

pimecrolimus memberikan manfaat tambahan, seperti periode remisi yang lebih

panjang serta relaps yang lebih ringan bila dibandingkan dengan penggunaan steroid

topikal, betamethasone.(2,3,4,5)

2.2.4 Keratolitik

Keratolitik yang digunakan secara luas untuk mengobati dermatitis seboroik meliputi

tar, asam salisilat, dan sampo zinc pyrithione. Zinc pyrithione memiliki sifat-sifat

keratolitik dan antifungal non spesifik dan bisa digunakan dua atau tiga kali per

minggu. Pasien harus membiarkan sampo di rambutnya paling tidak selama lima

menit untuk menjamin agar bahan mencapai kulit kepala. Pasien juga bisa

menggunakannya di tempat lain seperti wajah. Dermatitis seboroik pada kulit kepala

bayi mengharuskan penanganan yang hati-hati dan lembut.(3)

2.2.5 Antifungal

Sebagian obat antifungal menyerang malassezia yang terkait dengan dermatitis

seboroik. Penggunaan gel ketokonazole sekali sehari yang dikombinasikan dengan

desonide sekali sehari selama dua minggu, dapat berguna untuk dermatitis seboroik

pada wajah. Sampo yang mengandung selenium sulfide atau azole sering digunakan

dua tau tiga kali per minggu. Ketoconazole (krim atau gel foam) dan terbinafin oral

juga bisa bermanfaat. Obat antifungal topikal lainnya seperti siklopiroks dan

fluconazole juga dapat bermanfaat untuk penderita dermatitis seboroik.(2,3,4,5)

Page 7: refleksi vitiligo

Penggunaan ketokonazole dalam beberapa penelitian menunjukkan efikasi

yang sangat baik dalam berbagai macam vehikel seperti krim, foam, gel, dan sampo.

Sampo ketoconazole 2% dapar digunakan seminggu sekali sebagai maintenance pada

terapi dermatitis seboroik pada kulit kepala. Topikal azole lainnya yang dapat

digunakan yaitu krim bifonazole 1%, cukup efektif dan pemakaian sekali sehati

memberikan manfaat tambahan. Bifonazole dapat dikombinasikan dengan urea 40%

untuk dermatitis seboroik pada kulit kepala. Miconazole juga dapat digunakan sendiri

atau kombinasi dengan hidrokortison.(3,4)

Siklopiroks memliki efek antifungal dan antiinflamasi. Siklopiroks 1% baik

digunakan untuk dermatitis seboroik pada wajah. Respon pengobatan dengan obat ini

bergantung dosisnya, dimana dosis yang tinggi dan penggunaan yang terus menerus

dapat memberikan hasil yang baik. Kombinasi sampo siklopiroks 1,5% dengan asam

salisilat 3% dan zinc pyrithione 1% juga efektif untuk terapi.(3,4)

Penggunaan antifungal memberikan terapi yang efektif dan periode relaps

yang jarang dibandingkan dengan penggunaan kortikosterois. Antifungal dapat

dijadikan sebagai terapi lini pertama dalam terapi dermatitis seboroik karena

efikasinya yang baik.(2)

2.2.6 Fototerapi

Pasien biasanya mengalami perbaikan dalam penyakitnya saat musim panas. Dalam

sebuah penelitian, 18 pasien dengan dermatitis seboroik diterapi dengan narrow-band

UVB tiga kali dalam seminggu yang selesai dalam waktu dua bulan. Semua pasien

pada penelitian ini merespon baik terhadap terapi narrow-band UVB, terutama pada

pasien dengan lesi kulit yang luas. Namun, terapi dengan UVB ini memberikan gejala

relaps yang terjadi 2-6 minggu setelah terapi.(2)

Page 8: refleksi vitiligo

BAB III

KESIMPULAN

Dermatitis seboroik merupakan dermatosis eritroskuamosa kronis yang menyerang

bayi dan orang dewasa. Predileksi penyakit ini ditemukan pada bagian tubuh dengan

konsentrasi folikel sebaseus yang tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala,

telinga, tubuh bagian atas dan fleksura. Dermatitis seboroik paling umum terjadi pada

masa pubertas dan remaja, selama periode ini produksi sebum paling tinggi.

Dermatitis ini umumnya terkait dengan jamur Malassezia, kelainan imunologi,

aktivitas sebasesus yang meningkat dan kerentanan pasien.

Tipikal lesi dermatitis seboroik adalah bercak-bercak eritema, dengan skuama

yang berminyak. Pasien sering mengeluhkan rasa gatal, terutama pada kulit kepala

dan pada liang telinga. Gejala umum lainnya adalah blefaritis dengan krusta berwarna

kekuningan sepanjang pinggir kelopak mata.

Terapi pada dermatitis seboroik bertujuan untuk mengontrol penyakitnya

karena dermatitis seboroik bersifat kronis dan sering mengalami kekambuhan. Pasien

dermatitis seboroik sebelumnya harus diberikan KIE terlebih dahulu mengenai

modalitas terapi, karena terapi hanya dapat meredakan gejala sementara hingga relaps

selanjutnya muncul, yang dimana tipikalnya diikuti dengan beberapa periode remisi.

Terapi yang dapat digunakan diantaranya antifungal, antiinflamasi, inhibitor

kalsineurin, fototerapi, dan obat topikal lainnya.

Penggunaan antifungal memberikan terapi yang efektif dan periode relaps

yang jarang dibandingkan dengan penggunaan kortikosterois. Antifungal dapat

dijadikan sebagai terapi lini pertama dalam terapi dermatitis seboroik karena

efikasinya yang baik. Penggunaan kortikoteroid potensi rendah dan sedang dapat

megurangi gejala dermatitis seboroik sama efektifnya seperti penggunaan antifungal

dan antiinflamasi lainnya. Kortikosteroid opical baik digunakan sebagai pengobatan

Page 9: refleksi vitiligo

lini kedua karena efek sampingnya yang dihubungkan dengan penipisan kulit dan

telangiektasis. Terapi lini kedua lainnya yang dapat digunakan yaitu inhibitor

kalsineurin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A., et al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 2010. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2. Clark, GW., Pope, SM., Jaboori, KA. Diagnosis and Treatment of Seborrheic Dermatitis. 2015. Am Fam Physician, 91(3): 185-190. Available at: http://www.aafp.org/afp/2015/0201/p185.html. Accesed on: June, 18th 2015

3. Stefanaki, I., & Katsambas, A. Therapeutic Update on Seborrheic Dermatitis. 2010. Skin Therapy Letter, Volume 15, Number 5. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20505895. Accesed on: June, 18th 2015

4. Elewski, BE. Safe and Effective Treatment of Seborrheic Dermatitis. 2009. Therapeutics For The Clinician, Volume 83. Available at: http://www.ecardiologynews.com/fileadmin/qhi_archive/ArticlePDF/CT/083060333.pdf. Accesed on: June, 19th 2015

5. Mokos, ZB, et al. Seborrheic Dermatitis: An Update. 2012. Acta Dermatovenerol Croat, 20(2): 98-104. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22726283. Accesed on: June, 19th 2015