referat somatisasi
-
Upload
kamil19901991 -
Category
Documents
-
view
246 -
download
3
description
Transcript of referat somatisasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Revisi teks edisi keempat dari the Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM-IV-TR) memasukkan lima gangguan somatoform spesifik :
(1) gangguan somatisasi, ditandai dengan banyak keluhan fisik yang mengenai
banyak sistem organ; (2) gangguan konversi, ditandai dengan satu atau dua keluhan
neurologis; (3) hipokondriasis, ditandai dengan lebih sedikit fokus gejala daripada
keyakinan pasien bahwa mereka memiliki suatu penyakit spesifik; (4) gangguan
dismorfik tubuh, ditandai dengan keyakinan yang salah atau persepsi yang berlebihan
bahwa suatu bagian tubuhnya cacat; dan (5) gangguan nyeri, ditandai dengan gejala
nyeri yang hanya disebabkan, atau secara signifikan diperberat faktor psikologis. 1
Gangguan somatisasi sudah dikenal sejak zaman Mesir Kuno. Nama awal
gangguan somatisasi adalah histeria, suatu keadaan yang salah dianggap hanya
mengenai perempuan, karena kata histeria diambil dari kata Yunani untuk uterus,
yaitu hystera. Pada abad ke-17, Thomas Sydenham mengenali bahwa faktor
psikologis, yang ia sebut antecedent sorrows (duka-cita turunan), terlibat dalam
pathogenesis gejala. Pada tahun 1859, Paul Briquet, seorang dokter dari Perancis,
mengamati keragman gejala dan sistem organ yang terjena serta mengurakan
perjalanan gangguan yang baisanya kronis. Karena pengamatan klinis yang tajam,
gangguan ini disebut sindrom Briquet selama beberapa waktu, walaupun istilah
gangguan somatisasi menjadi standar di Amerika Serikat. 1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari referat ini adalah apakah definisi, etiologi, gejala klinis,
patogenesis, dan penatalaksanaan pneumonia pada bayi dan anak.
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman dokter muda mengenai penatalaksanaan pneumonia pada bayi dan anak.
1
1.4 Manfaat
Penulisan makalah laporan kasus dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman dokter muda mengenai penatalaksanaan pneumonia pada bayi dan anak.
2
BAB II
SOMATISASI
2.1 Definisi
Adalah suatu gangguan yang ditandai dengan banyak gejala somatic yang
tidak dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30, dapat berlanjut hingga
tahunan, dan dikenali menurut DSM-IV-TR sebagai “kombinasi gejala nyeri,
gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis”. Gangguan ini bersifat kronis, dan
disertai penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi sosial dan pekerjaan,
serta perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan. 1
2.2 Epidemiologi
Perempuan dengan gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki 5
hingga 20 kali, tetapi perkiraan tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak
mendiagnosis gangguan somatisasi pada pasien laki-laki. Dengan rasio perempuan
dibandingkan dengan laki-laki 5:1, prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi
pada perempuan di populasi umum mungkin 1 sampai 2 persen. Di antara pasien yang
ditemui di tempat praktik dokter umum dan dokter keluarga, sebanyak 5 sampai 10
persen dapat memenuhi kriteria diagnostik gangguan somatisasi. Gangguan ini sering
ditemui pada pasien dengan tingkat sosioekonomi dan edukasi rendah. Gangguan
somatisasi juga umumnya ditemukan pada usia kurang dari 30 tahun, terutama pada
masa remaja. 1
2.3 Etiologi
Faktor psikososial.
Perspektif perilaku pada gangguan somatisasi menekankan bahwa
pengajaran orang tua, contoh dari orang tua, dan adat istiadat dapat mengajari
beberapa anak untuk lebih melakukan somatisasi dibandingkan orang lain. Di
samping itu, sejumlah pasien dengan gangguan somatisasi datang dari keluarga yang
tidak stabil dan mengalami penyiksaan fisik. 1
3
Faktor biologis dan genetik.
Sejumlah terbatas studi pencitraan otak menunjukkan adanya penurunan
metabolisme lobus frontalis dan hemisfer nondominan.1
Data genetik menunjukkan bahwa gangguan somatisasi dapat memiliki
komponen genetik. Gangguan somatisasi cenderung menurun pada keluarga dan
terjadi pada 10 hingga 20 persen kerabat perempuan derajat pertama pasien dengan
gangguan somatisasi. Satu studi melaporkan bahwa angka kejadian bersama 29
persen pada kembar monozigot dan 10 persen pada kembar dizigot, menunjukkan
adanya efek genetik. 1
Beberapa percobaan menunjukkan bahwa sitokin dapat berperan
menyebabkan sejumlah gejala nonspesifik penyakit, terutama infeksi, seperti
hipersomnia, anoreksia, lelah dan depresi. Walaupun belum ada data yang
menyokong hipotesis, pengaturan abnormal sistem sitokin dapat menyebabkan
sejumlah gejala yang ditemukan pada gangguan somatoform. 1
2.4 Diagnosis
DSM-IV-TR mengharuskan awitan gejala sebelum usia 30 tahun. Selama
perjalanan gangguan, pasien harus memiliki keluhan sedikitnya empat gejala nyeri,
dua gejala gastrointestinal, satu gejala seksual, dan satu gejala pseudoneurologis, yang
seluruhnya tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan fisik atau laboratorium. 1
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Somatisasi 1
A. riwayat banyak keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun yang
terjadi selama suatu peride beberapa tahun dan menyebabkan pencarian
terapi atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting
lain yang signifikan.
B. Masing-masing kriteria berikut ini harus dipenuhi, dengan setiap gejala
terjadi pada waktu kapanpun selama perjalanan gangguan :
a. Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berkaitan dengan sedikitnya
empat tempat atau fungsi yang berbeda (contoh: kepala, abdomen,
punggung, sendi, ekstremitas, dada, rectum, selama menstruasi,
selama berhubungan seksual, atau selama berkemih)
b. Dua gejala gastrointestinal : riwayat sedikitnya dua gejala
gastrointestinal selain nyeri (contoh : mual, kembung, muntah selain
4
selama hamil, diare, atau intoleransi terhadap beberapa makanan
yang berbeda)
c. satu gejala seksual : riwayat sedikitnya satu gejala seksual atau
reproduksi selain nyeri (contoh : ketidakpedulian terhadap seks,
disfungsi ereksi atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan
menstruasi berlebihan, muntah sepanjang hamil)
d. satu gejala pseudoneurologis : riwayat sedikitnya satu gejala atau
deficit yang mengesankan keadaan nerurologis tidak terbatas pada
nyeri (gejala koncversi seperti gangguan koordinasi atau
keseimbangan, paralisis atau kelemahan local, kesulitan menelan
atau benjolan di tenggorok, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya
sensasi raba atau nyeri, penglihatan ganda, buta, tuli, kejang, gejala
disosiatif seperti amnesia, atau hilang kesadaran selain pingsan.)
C. Baik (1), atau (2) :
(1) setelah penelitian yang sesuai, setiap gejala kriteria B tidak dapat
dijelaskan secara utuh dengan keadaan medis umum yang
diketahui, atau efek langsung suatu zat ( contoh : penyalahgunaan
obat, pengobatan)
(2) jika terdapat keadaan medis umum, keluhan fisik, atau hendaya
sosial atau pekerjaan yang diakibatkan jauh melebihi yang
diperkirakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium.
D. Gejala dihasilkan tanpa disengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau malingering)
Pedoman diagnostik berdasarkan PPDGJ – III dan DSM – 5 2
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
a. Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang
tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah
berlangsung sedikitnya 2 tahun.
b. Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-
keluhanya.
5
c. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga,
yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari
perilakunya.
2.5 Gambaran Klinis
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah
berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa
tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal
dan menolak untuk membahaskemungkinankaitan antara keluhan fisiknya dengan
problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan
gejala-gejala anxietas dan depresi. Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan
pasien mengenai kemungkinan penyebab keluhan-keluhannya menimbulkan frustasi
dan kekecewaan pada kedua belah pihak. 2
Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan
riwayat medis yang rumit dan panjang. Mual dan muntah (selain dalam masa
kehamilan), kesulitan menelan, nyeri di lengan dan tungkai, napas pendek tidak
berkaitan dengan olahraga, amnesia, dan komplikasi kehamilan serta menstruasi
adalah gejala yang paling lazim ditemui. Pasien mengakui bahwa mereka telah sakit
selama sebagian besar hidup mereka. Menurut DSM-IV-TR, gejala pseudoneurologis
mencakup gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan local,
kesulitan menelan atau benjolan di tenggorok, afonia, retensi urine, halusinasi,
hilangnya sensasi raba atau nyeri, penglihatan ganda, buta, tuli, kejang, atau hilang
kesadaran selain pingsan. 1
Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal menonjol pada gangguan
ini; ansietas dan depresi adalah keadaan psikiatri yang paling sering. Ancaman bunuh
diri lazim ada, tetapi bunuh diri yang sesungguhnya jarang terjadi. Jika terjadi bunuh
diri biasanya sering terkait penyalahgunaan zat. Riwayat medis pasien sering
berbelit-belit, samar, tidak pasti, tidak konsisten, dan kacau. Pasien perempuan
dengan gangguan somatisasi dapat berpakaian dengan cara yang ekshibisionistik.
Pasien dapat dianggap sebagai seseorang yang tidak mandiri, terpusat pada diri
sendiri, haus pemujaan, dan manipulatif. 1
6
2.6 Diagnosis Banding
Klinisi harus selalu menyingkirkan keadaan medis nonpsikiatri yang dapat
menjelaskan gejala pasien. Awitan berbagai gejala somatik pada pasien yang berusia
lebih dari 40 tahun harus dianggap disebabkan oleh keadaan medis nonpsikiatri
sampai pemeriksaan medis yang mendalam telah dilengkapi. 1
Sedikitnya 50 persen pasien dengan gangguan somatisasi juga memiliki
gangguan jiwa lain bersamaan. Pasien dengan gangguan depresif berat, gangguan
ansietas menyeluruh dan skizofrenia semuanya dapat memiliki keluhan awal yang
berpusat pada gejala somatik. 1
Di antara semua gangguan somatoform, hipokondriasis, gangguan konversi,
dan gangguan somatisasi nyeri, pasien dengan hipokondriasis memiliki keyakinan
salah bahwa mereka memiliki penyakit tertentu, sedangkan pasien dengan gangguan
somatisasi mengkhawatirkan banyak gejala. Gejala gangguan konversi terbatas pada
satu atau dua sistem neurologis, tidak seperti gangguan somatisasi yang gejalanya
sangat beragam. 1
7
Gambar 2. Bagan Diagnosis Banding Gangguan Somatoform (lanjutan) 2
2.7 Tatalaksana
Gangguan somatisasi paling baik diterapi ketika pasien memiliki satu dokter
yang diketaui sebagai dokter utamanya. Ketika lebih dari satu klinisi terlibat, pasien
memiliki kesempatan lebih untuk mengekspresikan keluhan somatiknya. Dokter
utama harus melihat pasien selama kunjungan yang terjadwal teratur, biasanya dengan
interval satu bulan. Kunjungan ini harus relatif singkat walaupun pemeriksaan fisik
parsial harus dilkakukan untuk memberikan respons terhadap keluhan somatik baru.
Ketika diagnosis gangguan somatisasi telah ditegakkan, dokter yang merawat harus
mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi emosi, bukan sebagai keluhan
medis. 1
Psikoterapi, baik individu maupun kelompok, menurunkan pengeluaran untuk
perawatan skesehatan pribadi pasien hingga 50 persen, sebagian besar dengan
menurunkan angka perawatan rumah sakit. Pada lingkungan psikoterapi, pasien
9
dibantu beradaptasi dengan gejalanya, mengekspresikan emosi yang mendasari, dan
membangun strategi alternatif untuk mengekspresikan perasaannya.1
Memberikan obat psikotropik ketika gangguan somatisasi timbul bersamaan
dengan gangguan mood atau gangguan ansietas selalu memiliki risiko, tetapi juga
diindikasikan terapi psikofarmakologis dan terapi psikoterapeutik pada gangguan
yang timbul bersamaan. Obat harus diawasi karena pasien dengan gangguan
somatisasi cenderung menggunakan obatnya dengan tidak teratur dan tidak dapat
dipercaya. 1
2.8 Prognosis
Gangguan somatisasi adalah gangguan yang bersifat kronis dan sering
membuat tak berdaya. Menurut definisi, gejala harus dimulai sebelum usia 30 tahun
dan harus ada selama beberapa tahun. Episode meningkatnya keparahan gejala dan
timbulnya gejala yang baru dianggap bertahan selama 6 hingga 9 bulan, dan
dipisahkan periode yang tidak terlalu simtomatik selama 9 hingga 12 bulan. Meskipun
demikian, pasien dengan gangguan somatisasi jarang selama lebih dari satu tahun
tidak mencari perhatian medis. Sering terdapat hunungan antara periode
meningkatnya stress dan memberatnya gejala somatik. 1
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin & Sadock, Virginia. Kaplan & Sadock’s Concise
Textbook Of Clinical Psychiatry, 2nd Edition. 2004. Lippincott Williams & Wilkins
Inc. Amerika Serikat.
2. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ –III dan DSM – 5. 2013. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
Jakarta.
11