Referat Solusio Plasenta.doc

23
REFERAT OBSTETRI SOLUSIO PLASENTA Oleh : Dorin Fauzi Warman, S.Ked 201320401011081 Pembimbing : dr. Henny Hendaryono, Sp.OG (K)

Transcript of Referat Solusio Plasenta.doc

PENDAHULUAN

REFERAT OBSTETRI

SOLUSIO PLASENTA

Oleh :

Dorin Fauzi Warman, S.Ked

201320401011081Pembimbing :

dr. Henny Hendaryono, Sp.OG (K)Laboratorium / SMF Ilmu Kandungan & Kebidanan

RSUD Jombang

Universitas Muhammadiyah Malang

2014

PENDAHULUANRentang usia reproduksi sehat adalah usia 20-35 tahun. Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun meningkatkan risiko terjadinya komplikasi dalam kehamilan, salah satunya solusio plasenta.Solusio plasenta adalah terlepasnya placenta yang letaknya normal pada korpus uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin dilahirkan. Di berbagai literatur disebutkan bahwa risiko mengalami solusio plasenta meningkat dengan bertambahnya usia.Insidens solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia. Penelitian di Norwegia menunjukkan insidensi 6,6 per 1000 kelahiran. Frekuensi solusio plasenta di Amerika Serikat dan di seluruh dunia mendekati 1 %. Saat ini kematian maternal akibat solusio plasenta mendekati 6 %.Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum yang memberikan kontribusi terhadap kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Pada tahun 1988 kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut tertinggi di ASEAN (5-142 per 100.000) dan 50-100 kali lebih tinggi dari angka kematian maternal di negara maju. Terdapat faktor-faktor lain yang ikut memegang peranan penting yaitu kekurangan gizi, anemia, paritas tinggi, dan usia lanjut pada ibu hamil. Di negara sedang berkembang penyebab kematian yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan, nifas atau penanganannya (direct obstetric death) adalah perdarahan, infeksi, preeklamsi/eklamsi. Selain itu kematian maternal juga dipengaruhi faktor-faktor reproduksi, pelayanan kesehatan, dan sosioekonomi. Salah satu faktor reproduksi ialah usia ibu hamil dan paritas.DEFINISISolusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal di korpus uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin dilahirkan. Plasenta dapat terlepas seluruhnya disebut solusio plasenta totalis, sebagian disebut solusio plasenta parsialis atau hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang disebut ruptur sinus marginalisKLASIFIKASI

Solusio plasenta diklasifikasikan menjadi beberapa tipe: Berdasarkan gejala klinik yang ditimbulkan:a. Kelas 0 Asimptomatik. Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan pada plasenta. Ruptur sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori ini.b. Kelas 1 Gejala klinis ringan dan terdapat pada hampir 48 % kasus. Gejala meliputi: tidak ada perdarahan pervaginam sampai perdarahan pervaginam ringan; uterus sedikit tegang; tekanan darah dan denyut jantung maternal normal; tidak ada koagulopati; dan tidak ditemukan tanda-tanda fetal distress.c. Kelas 2 Gejala klinik sedang dan terdapat + 27 % kasus. Perdarahan pervaginam bisa ada atau tidak ada; ketegangan uterus sedang sampai berat dengan kemungkinan kontraksi tetanik; takikardi maternal dengan perubahan ortostatik tekanan darah dan denyut jantung; terdapat fetal distress, dan hipofibrinogenemi (150-250 mg/dl).d. Kelas 3 Gejala berat dan terdapat pada hampir 24% kasus, perdarahan pervaginam dari tidak ada sampai berat; uterus tetanik dan sangat nyeri; syok maternal; hipofibrinogenemi (1000 ml., terdapat fetal distress sampai dengan kematian janin, syok maternal serta koagulopatiFREKUENSI Solusio plasenta terjadi sekitar 1 % dari semua kehamilan di seluruh duniaETIOLOGIBelum diketahui dengan jelas, namun terdapat beberapa keadaan tertentu yang menyertai: hipertensi, riwayat trauma, kebiasaan merokok, usia ibu < 20 atau >35 tahun, multiparitas, tali pusat yang pendek, defisiensi asam folat, perdarahan retroplasenta, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.PATOFISIOLOGI

Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan kedalam desidua basalis, perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah plasenta atau uterus. Desidua tersebut kemudian terbelah sehingga meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Sebagai akibatnya pada stadium awal akan terbentuk hematoma desidua yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.

Apabila perdarahan yang terjadi sedikit, hematom kecil hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu tanda serta gejalanya juga tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam- hitaman.

Bila perdarahan berlangsung terus yang diakibatkan karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahan, akibatnya hematom retroplasenta akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus.

Sebagian darah akan menyelundup dibawah selaput ketuban keluar melalui vagina atau mengadakan ekstravasasi ke serabut- serabut otot uterus. Apabila ekstravasasi berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan bercak biru atau ungu. hal ini disebut uterus clavelaire. Uterus yang seperti ini akan terasa sangat nyeri dan tegang. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenta, banyak tromboplastin akan masuk kedalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana- mana, yang akan menghabiskan sebagian besar fibrinogen sehingga terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tapi juga pada alat- alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oligouri dan proteinuri akan terjadi karena nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali atau akibat nekrosis kortek ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal.

Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan menyebabkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh samasekali atau mengakibatkan gawat janin.

Waktu sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta sampai persalinan selesai, umumnya komplikasi makin hebat.

GAMBARAN KLINIS

Berdasarkan gambaran klinis solusio plasenta dibagi menjadi tiga, yaitu solusio plasenta ringan, sedang dan berat.

Solusio plasenta ringanSalah satu tanda kecurigaan solusio plasenta adalah perdarahan pervaginam yang kehitam-hitaman, berbeda dengan perdarahan pada plasenta previa yang berwarna merah segar.

Solusio plasenta sedangPlasenta telah terlepas > 1/4 tapi < 2/3 bagian. Walaupun pendarahan pervaginam tampak sedikit, seluruh perdarahan-nya mungkin telah mencapai 1000 ml. Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar teraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantungnya sulit didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonik. Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada, dan persalinan akan selesai dalam 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun kebanyakan terjadi pada solusi plasenta berat.Solusio plasenta beratPlasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannya. Dapat terjadi syok, dan janin meninggal. Uterus tegang seperti papan, dan sangat nyeri

DIAGNOSIS

Diagnosis solusio plasenta berdasarkan,

a. Anamnesa

Anamnesa gejala yang dirasakan ibu. Dapat berupa :

Perdarahan pervaginam berwarna merah kehitaman

Nyeri perut

Perut terasa tegang

Anamnesa terhadap faktor resiko +

b. Pemeriksaan fisik

- Adanya faktor resiko-Tanda tanda syok- Perut tegang tanpa relaksasi/ tetani

- Gawat janin

- Bagian terbawah janin sudah masuk tetapi sukar dipalpasi karena tegang

c. laboratorium

-DL

- Bleeding time, clothing time

- BUN

- Serum kreatinin

- RFT

- LFT

- UL-Sampel darah d. USG

Pada pemeriksaan USG dapat disingkirkan adanya plasenta previa dan dapat menunjukkan adanya perdarahan retroplasenta. Hanya satu dari 59 kasus hematoma retroplasenta yang dapat dikenali melalui pemeriksaan ini. Dengan menggunakan USG, Sholl memastikan diagnosa klinis solusio plasenta hanya pada 25% kasus dan menyimpulkan bahwa kegunaan utama pemeriksaan ini adalah untuk menyingkirkan kemungkinan plasenta previa. Yang penting, hasil pemeriksaan ultrasonografi negatif tidak menyingkirkan kemungkinan adanya solusio plasenta yang dapat membawa kematian.

Pemeriksaan histologik, setelah plasenta dikeluarkan dapat memperlihatkan hematoma retroplasentar. Penemuan lain yang mungkin adalah adanya ekstravasasi darah ke myometrium, yang tampak sebagai bercak ungu pada tunika serosa uterus yang dikenal sebagai Uterus Couvelaire. Secara klinis diketahui dari adanya nyeri dan tegang pada uterus.DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding lain perdarahan pada trimester ketiga selain plasenta previa adalah vasa previa, trauma vaginal, serta keganasan (jarang).KOMPLIKASIKomplikasi dapat terjadi baik pada ibu maupun janin. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu antara lain: 1) Perdarahan baik antepartum, intrapartum, maupun post-partum,2) Koagulopati konsumtif, DIC; solusi plasenta merupakan penyebab koagulopati konsumtif yang tersering pada kehamilan.3) Utero-renal reflex,4) Ruptur uteri,Komplikasi yang dapat terjadi pada janin antara lain :

1) hipoksi, 2) anemi,

3) retardasi pertumbuhan, 4) kelainan susunan saraf pusat, dan 5) kematian janin.PENATALAKSANAANPenatalaksanaan bervariasi tegantung kondisi/status ibu dan janin. Perdarahan antepartum yang sedikit, dengan uterus yang tidak tegang, pertama kali harus ditangani sebagai kasus plasenta previa. Apabila kemudian ternyata kemungkinan plasenta previa dapat disingkirkan, barulah ditangani sebagai solusio plasenta.Penggunaan tokolitik pada penatalaksanaan solusio plasenta masih kontroversial, dan dipertimbangkan hanya pada pasien dengan hemodinamik stabil, tidak terdapat gawat janin, dan pada janin prematur di mana penggunaan kortikosteroid masih bermanfaat, serta untuk memperlambat kelahiran. Penggunaan tokolitik harus di bawah pengawasan karena gawat janin ataupun ibu dapat berkembang cepat. Secara umum. Magnesium sulfat digunakan sebagai tokolitik (drug of choice) karena agen beta simpatomimetik mempunyai pengaruh yang tidak diinginkan terhadap jantung pasien. Tokolisis diberikan untuk mengefektifkan terapi glukokortikoid pada janin prematur, untuk mempercepat kematangan paru janin. Dosis magnesium sulfat : 4-6 g. intravena bolus selama 20 menit, kemudian dilanjutkan dosis pemeliharaan 2-4 g/jam, dititrasi bila perlu, untuk menekan kontraksi. Kontraindikasi : riwayat hipersensitifitas terhadap agen ini, hipokalsemi, miastenia gravis, dan gagal ginjal.

Persalinan pervaginam dilakukan jika kondisi pasien memenuhi syarat, yakni kekuatannya yang ditandai dengan stabilitas hemodinamiknya. Bila diperkirakan persalinan tidak selesai dalam 6 jam setelah terjadinya solusi plasenta dapat dilakukan seksio sesarea untuk menghentikan sumber perdarahan. Jika perdarahan tidak dapat dikendalikan atau diatasi setelah persalinan, histerektomi dapat dilakukan untuk menyelamatkan hidup pasien. Sebelum histerektomi, prosedur lain seperti mengatasi koagulopati, ligasi arteri uterina, pemberian obat uterotonik jika terdapat atonia dan kompresi uterus dapat dilakukan.

Adapun urutan penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Pasien dirawat di rumah sakit, istirahat baring, mengukur keseimbangan cairan.

2. KU segera diperbaiki segera diberikan infus dan transfusi darah segar.

3. Pemeriksaan laboratorium : Hb, HCT, COT, golongan darah, kadar fibrinogen plasma, urine lengkap, fungsi ginjal.

4. Jika anak hidup dan sudah viable, dilakukan SC.

5. Pasien gelisah dan mengerang kesakitan, diberikan suntikan analgetika (petidin, morfin).

6. Persalinan dipercepat dengan amniotomi dan oksitosin drips.

7. Jika dalam 6 jam persalinan belum selesai, dilakukan SC.

8. Bila sudah terjadi gangguan pembekuan darah (COT), diberikan darah segar dalam jumlah besar, kalau perlu fibrinogen intravena, monitor berkala dengan pemeriksaan COT dan Hb. Jika KU pasien kurang baik dengan kadar Hb yang rendah (< 8 g%) dengan fasilitas transfusi darah yang sangat terbatas, pertimbangkan untuk SC histerektomi atau operasi PORRO.

9. Couvelaire uterus dengan atonia dilakukan histerektomi. PROGNOSISPrognosis ibu tegantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, derajat koagulopati, adanya hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahannya, dan jarak waktu antara terjadinya solusi plasenta sampai pengosongan uterus, persalinan sudah selesai dalam batas waktu 6.

Angka kematian ibu 0,5%-5% di seluruh dunia. Kebanyakan karena perdarahan (segera atau lambat) atau gagal jantung atau ginjal.Prognosis janin pada solusi plasenta berat sekitar 50%-80% mengalami kematian. 15% sudah tidak terdengar denyut jantung janin saat tiba di Rumah Sakit, dan 50% dalam kondisi gawat janin. Pada solusi plasenta ringan dan sedang kematian janin tergantung dari luas plasenta yang terlepas dan usia kehamilan.KOMPLIKASI

Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi ialah perdarahan pasca persalinan, kelainan pembekuan darah, gagal ginjal,

Perdarahan pasca persalinan, karena kontraksi uterus yang tidak adekuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III dan kelainan pembekuan darah. Kontraksi otot uterus yang tidak adekuat disebabkan oleh ekstrvasasi darah diantara otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus clauvelair. Apabila perdarahan post partum tidak dapat diatasi dengan dekompresi bimanual uterus, pemberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan darah, ligasi arteri hipogastrika, maka tindakan terakhir mengatasi perdarahan post partum adalah histerektomi.

Kelainan pembekuan darah, kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta yang biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi. Terjadinya hipofibrinogenemia diterangkan Page dan Schneider dengan masuknya tromboplastin kedalam peredaran darah ibu akibat terjadinya perdarahan retroplasenta sehingga terjadi pembekuan darah intravaskuler dimana mana.yang akan menghabiskan faktor pembekuan darah lainnya, terutama fibrinogen. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil berkisar antara 300 700mg%. apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100mg% akan terjadi gangguan pembekuan darah.

Gagal ginjal, gagal ginjal akut yang bertahan beberapa lama jarang terjadi pada derajat solusio plasenta ringan, tetapi akan terlihat pada bentuk bentuk yang lebih berat kalau penaganan hipovolemi terlambat atau tidak lengkap. Penyebab tepat kerusakan ginjal tidak jelas, tetapi faktor penting yang kemungkinan besar menjadi penyebab adalah perfusi renal yang mengalami gangguan serius, baik akibat penurunan curah jantung atau vasospasme internal sebagai konsekuensi dari perdarahan masif dan kadang kala pula kelainan hipertensi akut atau kronis yang etrjadi bersama- sama. Walaupun solusio plasenta dipersulit dengan komplikasi koagulasi intravaskuler yang berat, penanganan perdarahan segera dan intensif dengan pemberian tranfusi darah dan infus larutan elektrolit, hampir selalu mencegah disfungsi renal yang dapat membawa kematian.

DAFTAR PUSTAKA1. Wiknjosastro. 1999. ILMU KEBIDANAN. Edisi Ketiga Cetakan Kelima. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.2. Cunningham, MacDonald, Gant. 1995. OBSTETRI WILLIAMS. Edisi 18. EGC. Jakarta.3. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/158_06Hubunganumuribuhamilrsmoewardi.pdf/158_06Hubunganumuribuhamilrsmoewardi.html yang direkam pada 27 Mei 2008 12:59:57 GMT.4. http://ksuheimi.blogspot.com/2007/09/perdarahan-ante-partum.html yang direkam pada 15 Apr 2008 20:16:08 GMT.5. www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_080_edisi_khusus.pdfPAGE 2