Referat Neuro 2

30
BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Trombosis di Amerika serikat merupakan penyebab kematian terbanyak. Sekitar dua juta orang meninggal setiap tahunnya baik karena trombosis arteri maupun vena. Sekitar 80-90% trombosis dapat diketahui penyebabnya. Lebih dari 50%-90% pasien tersebut menderita kekurangan trombosit atau protein koagulasi darah kongenital atau didapat yang menyebabkan morbiditas yang bermakna salah satunya adalah trombosis vena profunda (deep vein trombosis/DVT) yang dapat menjaadi emboli paru. 1 Emboli paru merupakan masalah besar kesehatan dunia, dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi mencapai 30% jika tidak diobati (Torbicki,2000; Sharma,2005). 2 Emboli paru dan DVT mempunyai proses patologi yang sama. Emboli paru biasanya berasal dari trombus yang terlepas dari sistem vena dalam ekstremitas bawah. Setelah sampai di paru, trombus yang besar tersangkut di bifurkasio arteri pulmonalis atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik. Trombus yang kecil terus berjalan sampai kebagian distal, menyumbat pembuluh darah kecil di perifer paru, dan menimbulkan nyeri dada pleuritik ( Wong, 1999; Sharma, 2005). Diagnosis emboli paru sangat sulit karena gejala klinis yang tidak khas dan banyaknya diagnosis diferensial. Tujuan penatalaksanaan emboli paru adalah untuk mengurangi simptom, mencegah kematian, mengurangi risiko timbulnya hipertensi pulmonal kronik, dan Venous Tromboembolism Page 1

description

dfdf

Transcript of Referat Neuro 2

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Trombosis di Amerika serikat merupakan penyebab kematian terbanyak. Sekitar dua juta orang meninggal setiap tahunnya baik karena trombosis arteri maupun vena. Sekitar 80-90% trombosis dapat diketahui penyebabnya. Lebih dari 50%-90% pasien tersebut menderita kekurangan trombosit atau protein koagulasi darah kongenital atau didapat yang menyebabkan morbiditas yang bermakna salah satunya adalah trombosis vena profunda (deep vein trombosis/DVT) yang dapat menjaadi emboli paru.1

Emboli paru merupakan masalah besar kesehatan dunia, dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi mencapai 30% jika tidak diobati (Torbicki,2000; Sharma,2005).2 Emboli paru dan DVT mempunyai proses patologi yang sama. Emboli paru biasanya berasal dari trombus yang terlepas dari sistem vena dalam ekstremitas bawah. Setelah sampai di paru, trombus yang besar tersangkut di bifurkasio arteri pulmonalis atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik. Trombus yang kecil terus berjalan sampai kebagian distal, menyumbat pembuluh darah kecil di perifer paru, dan menimbulkan nyeri dada pleuritik ( Wong, 1999; Sharma, 2005). Diagnosis emboli paru sangat sulit karena gejala klinis yang tidak khas dan banyaknya diagnosis diferensial. Tujuan penatalaksanaan emboli paru adalah untuk mengurangi simptom, mencegah kematian, mengurangi risiko timbulnya hipertensi pulmonal kronik, dan mencegah kekambuhan. Penatalaksanaan emboli paru saat ini tidak hanya menggunakan antikoagulan. Unfractioned heparin dan warfarin efektif untuk mengurangi risiko kekambuhan dan kematian pada trombo-emboli vena. Saat ini low molecular weight heparin lebih sering digunakan karena penggunaanya relatif mudah dan kurang membutuhkan monitoring dibanding dengan antikoagulan.11.2 EpidemiologiDi Amerika Serikat, trombosis merupakan penyebab utama kematian dengan angka kematian sekitar 2 juta penduduk setiap tahun akibat trombosis arteri, vena atau komplikasinya. Angka kejadian DVT yang baru berkisar 50 per 100.000 penduduk, sedangkan usia lebih dari 70 tahun diperkirakan 200 per 100.000 penduduk.3

Risiko DVT pada pasien stroke dapat mencapai 11-75% dan PE sekitar 3-10%. Risiko tromboemboli pada pasien dengan defisiensi antitrombin III dapat mencapai 80%, 70% pada gagal jantung kongestif dan 40% pada miokard infark akut. 1,2Pada pasien yang menjalani operasi panggul atau lutut, kejadian DVT berkisar 45-70% sedangkan kejadian emboli paru dapat mencapai 20% ; 1-3% diantaranya fatal. Pada operasi ginekologi dan obstetri, resiko DVT berkisar 7-45% sedangkan pada operasi saraf antara 9-50%.2,4Trombosis vena dalam biasanya meningkat pada usia lebih dari 40 tahun. Rasio laki-laki : perempuan 1,2:1, menunjukkan bahwa laki-laki memiliki risiko lebih tinggi dari DVT dibandingkan perempuan. Dari sudut pandang demografis, populasi Asia dan Hispanik memiliki risiko yang lebih rendah dari VTE, sedangkan kulit putih dan kulit hitam memiliki risiko lebih tinggi (2,5-4 kali lebih tinggi).5Kejadian emboli paru di Amerika Serikat diperkirakan menjadi 1 kasus per 1000 orang per tahun. Pulmonary embolism hadir dalam 60-80% pasien dengan DVT, meskipun lebih dari setengah pasien tidak menunjukkan gejala. Emboli paru adalah penyebab paling umum ketiga kematian pada pasien rawat inap, dengan setidaknya 650.000 kasus terjadi setiap tahunnya. Studi otopsi menunjukkan bahwa sekitar 60% dari pasien yang telah meninggal di rumah sakit memiliki emboli paru, dengan diagnosis yang telah terjawab dalam hingga 70% dari kasus. Studi prospektif telah menunjukkan DVT pada 10-13% dari semua pasien medis ditempatkan pada istirahat di tempat tidur selama 1 minggu, 29-33% dari semua pasien di unit perawatan intensif medis, 20-26% dari pasien dengan penyakit paru yang diberikan istirahat di tempat tidur untuk 3 hari atau lebih, 27-33% pasien dirawat di ICU setelah infark miokard dan stroke, dan 48% dari pasien yang menunjukkan gejala setelah graft bypass arteri koroner.6BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Bekuan darah pada keadaan normal terbentuk untuk mencegah perdarahan. Trombus adalah bekuan abnormal di dalam pembuluh darah yang terbentuk walaupun tidak ada kebocoran. Trombus terbagi menjadi tiga macam yaitu : merah (trombus koagulasi), putih (trombus aglutinasi), dan trombus campuran. Trombus merah dimana sel trombosit dan leukosit tersebar rata dalam dalam suatu masa yang terdiri atas eritrosit dan fibrin, biasanya terdapat dalam vena. Trombus putih terdiri atas fibrin dan lapisan trombosit, leukosit dengan sedikit eritrosit, biasanya terdapat dalam arteri. Bentuk yang paling banyak adalah bentuk campuran. Trombus vena adalah deposit intravaskuler yang tersusun dari fibrin ddan sel darah merah disertai berbagai komponen trombosit dan leukosit.1Yang termasuk dalam venous tromboemboli (VTE) adalah trombosis vena dalam (deep vein trombosis/DVT), Emboli paru (pulmonary embolism/PE), Splanchnic Vein Trombosis (SPVT).DVT adalah suatu kondisi dimana trombus terbentuk bekuan darah dalam vena profunda terutama di tungkai bawah dan inguinal, yang mengakibatkan penyumbatan parsial atau total sehingga aliran darah kembali ke jantung terganggu.2PE adalah sumbatan arteri pulmonalis, yang disebabkan oleh trombus pada trombosis vena dalam di tungkai bawah yang terlepas dan mengikuti sirkulasi menuju arteri di paru. Setelah sampai diparu, trombus yang besar tersangkut di bifurkasio arteri pulmonalis atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik, sedangkan trombus yang kecil terus berjalan sampai ke bagian distal, menyumbat pembuluh darah kecil di perifer paru.3SPVT adalah salah satu bentuk VTE yang sangat jarang, yang disebabkan oleh trombus pada vena splanknikus, portal, mesenterika dan segmen vena lienalis.42.2 PatofisiologiTrombus berasal dari pembuluh darah arteri dan vena. Trombus arteri terjadi karena rusaknya dinding pembuluh darah arteri (lapisan intima). Trombus vena terjadi terutama karena aliran darah vena yang lambat, selain dapat pula karena pembekuan darah dalam vena bila ada kerusakan endotel vena. Trombus vena berasal dari pecahan trombus besar yang kemudian terbawa aliran vena. Biasanya trombus vena berisi partikel-partikel fibrin, eritrosit serta trombosit. Ukurannya bervariasi, bisa dari beberapa milimeter sampai sebesar lumen venanya sendiri. Biasanya trombus makin bertambah besar oleh tumpukan trombus lain yang kecil-kecil.Adanya perlambatan aliran darah vena akan makin mempercepat terbentuknya trombus yang lebih besar. Adanya kerusakan dinding pembuluh vena jarang menimbulkan trombus vena. Kondisi darah yang mudah membeku juga amat berpengaruh pada pembentukkan trombus.1,Faktor-faktor penting yang berperan adalah diaktifkannya faktor-faktor pembekuan darah oleh kolagen, endotoksin dan prokoagulan dari jaringan maligna, selanjutnya tromboplastin dilepaskan kedalam peredaran darah dan pembekuan darah intravaskular mudah terjadi. Keadaan ini sering ditemukan pada persalinan, operasi dan trauma pada organ-organ tubuh. Secara umum dapat dikatakan bahwa tromboemboli paru merupakan komplikasitrombosis vena dalam pada tungkai bawah atau di tempat lain (jantung kanan, vena besar dipelvis dan lain-lain). Trombus yang lepas ikut aliran darah vena ke jantung kanan dan sesudah mencapai sirkulasi pulmonal tersangkut pada beberapa cabang arteri pulmonalis, dapat menimbulkan obstruksi total atau sebagian dan memberikan akibat lebih lanjut. 1,5

Trombosis yang berkembang di vena subklavia aksilaris disebabkan oleh munculnya kateter pada vena sentral, biasanya terdapat pada pasien dengan penyakit yang keganasan dan trombosis pada ekstremitas atas yang diinduksi oleh aktivitas. Kejadian hipoksemia menstimulasi saraf-saraf simpatik yang mengakibatkan vasokonstriksi di pembuluh-pembuluhdarah sistemik, meningkatkan vena balik dan strok volume. Pada emboli yang masih masif,kardiak output biasanya berkurang akan tetapi terus-menerus meningkat tekanan pada atriumkanannya. Peningkatan resistensi pembuluh darah pulmonal menghalangi aliran darah ventrikel kanan sehingga mengurangi beban dari ventrikel kiri. Sekitar 25% hingga 30% oklusi darivaskular oleh emboli berhubungan dengan peningkatan tekanan di arteri pulmonalis. Dengan keadaan lebih lanjut seperti obstruksi pembuluh darah, hipoksemia yang memburuk, stimulasi vasokonstriksi dan peningkatan tekanan arteri pulmonalis. Lebih dari 50% obstruksi yang terdapat pada arteri pulmonalis biasanya muncul sebelum terdapat peningkatan yang besar daritekanan arteri pulmonalis. Ketika obstruksi yang terdapat pada sirkulasi arteri pulmonalis makinmembesar, ventrikel kanan harus menghasilkan tekanan sistolik lebih dari 50mmHg dan rata-rata tekanan arteri pulmonalis lebih dari 40 mmHg untuk mempertahankan perfusi pulmonal. Pasien dengan penyakit kardiopulmonal sering terjadi kerusakan substansial pada kardiak outputnya dibandingkan dengan orang dengan kondisi tubuh yang normal.1

Trombosis terjadi akibat gangguan keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme protektif terganggu. Faktor trombogenik meliputi :

Gangguan sel endotel. Terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel Aktivasi trombosit atau interaksinya dengan kolagen subendotel atau faktor von Willebrand. Aktivasi koagulasi. Terganggunya fibrinolisis.Mekanisme protektif terdiri dari :

Faktor antitrombotik yang dilepaskan oleh sel endotel yang utuh

Netralisasi faktor pembekuan yang aktif oleh komponen sel endotel

Hambatan faktor pembekuan yang aktif oleh inhibitor

Pemecahan faktor pembekuan oleh protease

Pengenceran faktor pembekuan yang aktif dan trombosit yang beragregasi oleh aliran darah.

Lisisnya trombus oleh sistem fibrinolisis

Berikut ini adalah jalur (pathway) koagulasi yang berdasarkan waktu (timebased):1. Inisiasi:Tissue factor (TF) yang diekspresikan oleh vaskular yang rusak mengikat FVIIa (yang bersirkulasi dalam jumlah kecil), yang kemudian memicu koagulasi dengan mengaktivasi FIX menjadi FIXa dan FX menjadi Fxa. Fxa kemudian mengikat FII, menghasilkan thrombin (FIIa) dalam jumlah kecil. Pada reaksi yang lebih lambat, FIXa mengikat dan mengaktivasi FX menjadi FXa. Kebanyakan proses koagulasi invivo diinisiasi oleh tissue factor, sedangkan aktivasi kontak (aktivasi FXII) masih belum jelas perannya secara klinis, akan tetapi kemungkinan diduga karena RNA dari sel yang rusak menjadi aktivator FXII invivo.8

2.Amplifikasi:Karena pada tahap inisiasi thrombin yang dibentuk masih sedikit untuk dapat mengaktivasi fibrinogen menjadi fibrin, maka ada beberapa mekanisme amplifikasi umpan balik. Yang pertama, pembentukan FVIIa ditingkatkan oleh aktivasi FVII yang terikat pada tissue factor oleh FVIIa, FIXa dan Fxa. Thrombin kemudian mengaktivasi kofaktor non enzymatik FV dan FVIII, yang mengakselerasi aktivasi FII oleh Fxa dan Fxa oleh FIXa secara berurutan. Pada umpan balik berikutnya, thrombin juga mengaktivasi FXI menjadi FXIa yang meningkatkan pembentukan FIXa.8

3.Propagasi:Untuk mempertahankan pembentukan thrombin kontinu, memastikan pembentukan bekuan yang besar, sejumlah besar FXa diprodukasi oleh aktivasi FX oleh FIXa dan FVIIIa (intrinsic tenase complex). FIXa utamanya dari aktivasi FIX oleh kompleks FVIIa/TF.8

4. Stabilisasi:pembentukan thrombin maksimal terjadi setelah pembentukan monomer-monomer fibrin. Hanya setelah itu terjadi maka jumlah trombin cukup untuk mengaktivasi FXIII, sebuah tranglutaminase, yang kemudian mengcross-link monomer-monomer fibrin menjadi jaringan fibrin yang stabil. Sebagai tambahan, thrombin kemudian mengaktivasi thrombinactivatable-fibrinolysis-inhibitor (TAFI) yang melindungi bekuan fibrin dari aktifitas fibrinolisis.8

DVT biasanya terbentuk pada daerah dengan aliran darah lambat atau terganggu di sinus vena besar dan kantung ujung katup vena dalam tungkai bawah atau segmen vena yang terpapar oleh trauma langsung. Pembentukan, perkembangan dan disolusi trombus vena trombus menggambarkan keseimbangan antara efek rangsangan trombogenik dan berbagai mekanisme protektif dan berbagai mekanisme protektif. Faktor yang mempengaruhi keseimbangan dan berimplikasi pada patogenesis trombosis vena, dikenal dengan Trias Virchow, yaitu :

1. Stasis Vena

2. Cedera vaskuler

3. Hiperkoagubilitas (akivasi koagulasi darah)

1. Stasis Vena

Stasis vena sering pada usia tua, tirah baring lebih dari tiga hari dan operasi yang memakan waktu lama. Stasis vena memberikan predisposisi trombosis lokal. Stasis mengganggu pembersihan faktor koagulasi aktif dan membatasi aksesibilitas trombin di vena menempel ke trombomodulin. Protein ini terdapat dalam densitas terbesar di pembuluh darah kapiler.Penelitian ultrastruktural menunjukkan bahwa setelah trauma di tempat jauh, leukosit melekat di antaraintercellular junction endotel pada daerah stasis vena. Hal in menjadi nidus untuk pembentukan trombus. Bila nidus trombus mulai terdapat di daerah stasis, maka substansi yang dapat meningkatkan agregasi trombosit, yaitu faktor X teraktivasi, trombin, fibrin, dan katekolamin tetap dalam konsentrasi tinggi di daerah tersebut. Stasis juga memberikan kontribusi tambahan, yaitu membentuk trombin dengan cara merusak katup vena avaskuler. Sebaliknya katup tergangtung pada darah lumen untuk oksigenasi dan nutrisi, sedangkan aliran darah stasis. Mekanisme yang melindungi dari trombosis adalah inaktivasi faktor koagulasi aktif melalui darah yang mengalir, inhibisi trombomodulin pada aktivitas koagulan dari trombin, pengaruh trombomodulin terhadap peningkatan aktivitas antikoagulan dari trombin melalui aktivasi protein C dan disolusi fibrin oleh sistem fibrinolitik.1,52. Cedera vaskular

Kerusakan vaskuler memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan trombosis vena melalui trauma langsung atau aktivasi sel endotel melalui sitokinin (interleukin 1 dan tumor necrosis factor) yang dilepaskan hasil cedera jaringan dan inflamasi. Koagulasi darah dapatt diaktifkan melalui rangsangan intravaskuler yang dilepaskan dari tempat jauh atau oleh sitokin yang terinduksi rangsangan endotel yang utuh. Sitokinin in merangsang sel endotel yang mensintesis tissue factor dan plasminogen activator inhibitior-1 dan mengakibatkan reduksi trombodulin, sehingga membalikkan kemampuan protektif endotel yang normal. Trombodulin (TM) adalah reseptor membran sel endotel untuk trombin. Bila trombin terikat pada TM maka kemampuan memecah fibrinogen menurun. Sebaliknya kemampuan mengaktifasi antikoagulan, protein C meningkat. Protein C dengan kofaktornya protein S menginaktivasi bentuk aktif kofaktor prokoagulan, faktor Va dan VIIIa. Protein C aktif juga meningkatkan fibrinolisis.Endotel vena mengandung aktivator ayang mengkonversi plasminogen ke plasmin. Plasmin melisis fibrin. Setelah pembedahan dan cedera, sistem fibrinolisis dihambat dan aktivitas vena ekstremitas bawah lebih berkurang dibansing dengan ekstremitas atas.1,53. Hiperkoagulabilitas

Dari ketiga faktor penyebab VTE yang terpenting adalah faktor stasis dan hiperkoagulabilitas. Keadaan hiperkoagubilitas adalah suatu perubahan keadaan darah yang membantu penmbentukan trombus vena. Perubahannya meliputi peningkatan konsentrasi faktor koagulasi normal maupun teraktivasi, penurunan kadar circulating inhibitor, gangguan fungsi sistem fibrinolitik dan adanya trombosit hiperaktif, faktor hiperkoagulabilitas dan stasis bekerja sama membentuk trombus vena. Sejalan dengan meningkatnya pengetahan hemostasis dan perkembangan sistem tes diagnostik, penyebab hiperkoagulanbilitas menjadi lebih jelas. Penyebab ini didasari defek trombosit atau koagulasi protein darah didapat atau herediter. Resistensi terhadap protein C teraktivasi (activated proteinn C/APC) dan hiperhomosistenemia adalah faktor yang terpenting terjadinya hiperkoagulabilitas.1,5Trombus primer pada aliran arteri pulmonalis atau cabang-cabangnya jarang terjadi.Dari penelitian klinis dan eksperimental pada binatang diketahui bahwa infark parujarang terjadi pada pasien yang mengalami tromboemboli paru. Diketahui bahwa hanya 10% kasus emboli paru pada manusia diikuti terjadinya infark paru.. Mengapa pada paru jarang terjadi infark paru sesudah ada emboli paru, karena jaringan paru memperoleh oksigen lewat tiga cara, yaitu : dari sirkulasi arteri pulmonalis, dari sirkulasi arteri bronkialis dan dari saluran udarapernapasan. Infark paru akan lebih mudah terjadi apabila terdapat gangguan pada arteribronkialis disertai gangguan pada saluran udarapernapasan. Mekanisme terjadinya infark paru sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Infark paru sering pada gagal jantung dengan jelas. Infark paru sering terjadi pada gagal jantung,penyakit paru obstruksi kronik dan renjatan yang berlangsung lama. Gagal jantung dan renjatan yang berlangsung lama akan diikuti dengan menurunnya aliran darah ke dalam arteri bronkialis yang kemudian memudahkan terjadinya suatu infark paru. Pada pasien penyakit paru obstruktifkronik terjadi perubahan atau hilangnya struktur normal arteri bronkialis, yang selanjtnya juga memudahnya terjadinya infark paru. Infark paru juga dapat terjadi pada pasien vaskulitis danemboli septik. Vaskulitis yang terjadi pada arteri bronkialis menimbulkan peradangan dan trombosis dan kemudian terjadi suatu infarkparu karena proses radang yang ditimbulkan oleh mikroorganisme yang dapatmenimbulkan nekrosis inflamasi.Pada infark paru,hemostisis timbul setelah 12 jam terjadinya emboli paru dan sesudah 24jam daerah infark menjadi terbatas dikelilingi oleh daerah paru yang sehat karena adanyakonsolidasi perdarahan dan atelektasis. Selanjutnya sel-sel septum intraalveoli mengalami nekrosis dengan pembengkakan dan menghilangnya struktur histologis. Dua minggu sesudahnya mulai terjadinya perubahan dengan adanya penetrasi kapiler-kapiler baru dari daerah paru yangsehat ke arah paru yang terkena infark. Perdarahan secara pelan-pelan mulai terserap danjaringan yang nekrosis diganti dengan jaringan ikat yang selanjutnya menjadi jaringan parut.Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya jaringan parut bergantung pada luasnya infark. Makin luas infark makin lama terjadinya jaringan parut.1,5,62.3 Faktor RisikoRisiko penyakit meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Faktor idiopatik ikut terlibat dalam salah satu faktor yang menyebabkan keadaan protrombotik. Trombosis vena dalam paling sering berasal dari vena yangberasal dari tungkai bawah dan biasanya menyebar ke bagian proksimal sebelum akhirnya mengalami embolisasi.Faktor resiko digolongkan berdasarkan faktor patogenesis pembentukan VTE (Trias Virchow`s) dan faktor umum yang mendukung, berhubungan dengan pembentukan VTE atau kombinasi dari faktor trias Virchow`s.1,7a. Stasis VenaFaktor risiko meliputi:imobilisasi yang lama, stroke, infark miokard, gagal jantung, obesitas, vena varikosum, anetesia (anestesi umum lebih beresiko dibandingkan dengan yang regional) umur > 60 tahun.

Fab. Cedera endotel Risiko tinggi: faktor ini terdapat pada pembedahan abdominal mayor, orthopedi (fraktu femur,, tibia dan panggul), keganasan, bedah saraf dan trauma multipel. Risiko rendah: faktor ini terdapat pada opersi yang minor, singkat dan tidak rumit. Seperti transurtral, transvaginal, arthroskopi lutut dan kejadian tromboemboli sebelumnya.c. Keadaan Hiperkoagulabilitas

Hiperkoagulabilitas adalah aktivitas golongan prokoagulan yang berlebihan dan atau penurunan faktor antikoagulann. Beberapa kelainan hiperkoagulabilitas :

Primer :1. Defisiensi antitrombin III (AT III) kongenital/didapat.

2. Defisiensi protein C

3.Defisiensi protein S

Sekunder :1. Pembedahan : orthopedi, karsinoma ginekologi, pembedahan lama abdomen, tranplantasi ginjal, plenektomi, Coronary Artery Bypass Grafting (CABG).2. Trauma

3. Imobilisasi lama

4. Kanker

5. Kehamilan/kontrasepsi oral

6. Usia lanjut

2.4Diagnosis Trombosis Vena Dalam

Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting dalam pendekatan pasien dengan dugaan trombosis. Keluhan utama pasien dengan DVT adalah kaki trombosis. Keluhan utama pasien dengan DVT adalah kaki bengkak dan nyeri. Riwayat penyakit sebelumnya merupakan hal penting karena dapat diketahui faktor risiko dan riwayat trombosis sebelumnya. Adanya riwayat trombosis dalam keluarga juga merupakan hal penting.1Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda klinis yang klasik tidak selalu ditemukan. Gambaran klasik DVT adalah edema tugkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, dapat diraba pembuluh darah superfisial, dan tanda Homan yang positif.1,5Pada pemeriksaan laboratorium hemostasis didaoatkan peningkatan D-dimer dan penurunan antitrombin. Peningkatan D-dimer merupakan indikator adanya trombosis yang aktif. Pemeriksaan ini sensitif tetapi tidak spesifik dan sebenarnya lebih berperan utnuk menyingkirkan adanya trombosis jika hasilnya negatif. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas 93%, spesifitas 77% dan nilai prediksi negatif 98% pada DVT proksimal, sedangkan pada DVT daerah betis sensitivitasnya 70%. Pemeriksaan laboratorium lain umumnya tidak terlalu bermakna untuk mendiagnosis adanya trombosis, tetapi dapat membantu menentukan faktor risiko.1Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis trombosis. Pada DVT, pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah venografi/flebografi, ultrasonografi (USG) doppler (duplex scanning), USG kompresi, Venous Impedance Plethysmography (IPG) dan Magneting Resonance Imaging (MRI). Ketepatan pemeriksaan ultrasonografi doppler pada pasien dengan DVT proksimal yang simtomatik adalah 94% dibandingkan dengan venografi,s edangkan pada pasien dengan DVT pada betis dan asimtomatik, ketepatannya rendah. Ultrasonografi kompresi (Real-Time B-mode compression ultrasound) mempunyai sensitivitas 89% dan spesifitas 97% pada DVT proksimal yang simtomatik, sedangkan pada DVT di daerah betis, hasil negatif palsu dapat mencapai 50%. Pemeriksaan duplex scanning mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang tinggi utnuk mendiagnosis DVT proksimal. Venografi dan flebografi merupakan pemeriksaan standar untuk mendiagnosis DVT, baik pada betis, paha, maupun sistem ileofemoral. Kerugiannya adalah pemasangan kateter vena dengan risiko alergi terhadap bahan radiokontras atau yodium. MRI umumnya digunakan utnuk mendiagnosis DVT pada perempuan hamil atau pada DVT di daerah pelvis, iliaka dan vena kava dimana duplex scanning pada ekstremitas bawah menunjukkan hasil negatif.16Emboli ParuPada emboli paru, pasien umumnya mengeluh nyeri dada mendadak, sesaknapas, hemoptisis, banyak berkeringat, dan gelisah. Keluhan ini dapat menyerupai nyeri dada pada sindrom koroner akut, sehingga diperlukan anamnesis dan evaluasi yang lebih cermat. Gejala klasik emboli paru berupa sesak (dengan atau tanpa disertai nyeri dada atau hemoptisis), takipneu, takikardi dan banyak berkeringat. Tanda ini sering tidak spesifik,s ehingga harus dipikirkan diagnosis banding atau kemungkinan lain.1,5,6Pemeriksaan foto toraks tidak spesifik tetapi dapat membantu diagnosis PE, meskipun dapat dijumpapi normal pada 40% kasus. EKG dapat menunjukkan gambaran normal atau sinus takikardi. Gambaran klasik seperti gelombang S1-T3 ,gelombang T-inverted di sadapan prekordial kanan, deviasi aksis ke kanan dan right bundle branch block (RBBB) lengkap atau tidak lengkap dapat dijumpai tetapi tidak memastikan diagnosis. Pemeriksaan analisis gas darah dapat menunjukkan penurunan tekanan pO2 dan pCO2 yang disertai alkalosis, emskipun nilai analisis gas darah yang normal tidak menyingkirkan adanya emboli paru.1Pemeriksaan Ventilation-Perfusion (V/Q) Lung Scanning merupakan prosedur baku untuk mendiagnosis emboli paru. Interpretasi hasil pemeriksaan ini berdasarkan daerah V/Q yang mismatch yaitu tidak terdapatnya gambaran perfusi seangkan gambaran ventilasi tampak normal atau tersebar merata. Hasil yang diperoleh dibagi menjadi : sangat mungkin (high probability), kemungkkinan sedang (intermediate probability), rendah (low probability), snagat rendah (very low probability) atau normal. Angiografi pulmonal juga merupakan prosedur standar untuk mendiagnosis PE. Mengingat prosedur ini invasif dengan risiko morbiditas 0,2% dan mortalitas 1,9% karena reaksi alergi terhadap bahan kontras, perforasi jantung dan aritmia, prosedur ini digunakan jika hasil V/Q scanning menunjukkan kemungkinan sedang atau rendah dan ultrasonografi ektremitas normal sedangkan kemungkinan klinis sedang atau tinggi. Spiral CT angiography merupakan prosedur yang tidak invasif dengan sensitivitas 95,5% dan spesifitas 97,6%, kecuali pada emboli paru susegmental yang menunjukkan hasil yang lebih rendah.12.5 Penatalaksanaan Tujuan terapi adalah mencegah embolisasi trombus, memfasilitasi resolusi trombi yang terbentuk untuk menghindari sindroma pasca flebitis dan pada klinis tertentu mempercepat fibrinolisis.1Fase Akut Trombosis Vena Dalam

Tujuan penatalaksanaan DVT pada fase akut adalah :

Menghentikan bertambahnya trombus.

Membatasi bengkak yang orogresif pada tungkai.

Melisiskan atau emmbuang bekuan darah (trombektomi) dan mencegah disfungsi vena atau sindrom pasca trombosis (post thrombotic syndrome).

Mencegah emboli paru.

a. AntikoagulanUnfractioned heparin (UFH) merupakan antikoagulan yang sudah lama digunakan untuk penatalaksanaan DVT pada saat fase akut. Mekanisme kerja utama heparin adalah : 1). Meningkatkan kerja antitrombin III sebagai inhibitor faktor pembekuan, dan 2). Melepaskan tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dari dinding pembuluh darah. Terapi ini diberikan dengan bolus 80 IU/kgBB/jam dengan pemantauan nilai Activated Partial Thromboplastin Time (APTT), masa protrombin (Prothrombin time/PT) dan jumlah trombosit harus diperiksa, terutama pada pasien dengan resiko perdarahan yang tinggi atau dengan gangguan hati atau ginjal.1Heparin berat molekul rendah (Low molecular weight heparin/LMWH) dapat diberikan satu atau dua kali sehari secara subkutan dan mempunyai efikasi yang baik. Keuntungan LMWH adalah risiko perdarahan mayor yang lebih kecil dan tidak memerlukan pemantauan yang sering dibandingkan dengan UFH, kecuali pada pasien tertentu seperti gagal ginjal atau sangat gemuk.1Pemberian antikoagulan UFH atau LMWH ini dilanjutkan dengan antikoagulan oral yang bekerja dengan menghambat faktor pembekuan yang memerlukan vitamin K. Antikoagulan oral yang sering digunakan adalah warfarin atau coumarin (derivatnya). Obat ini diberikan bersama-sama saat awal terapi heparin dengan pemantauan INR (Internatinal Normalized Ratio). Heparin diberikan selama minimal 4 hari dan dapat dihentikan bila antikoagulan oral ini mencapai target INR yaitu 2,0-3,0 selama dua hari berturut-turut. Sekarang telah dikenal antikoagulan baru yaitu rivaroxaban dan dabigatran. 1,4Warfarin Dabigatran, Rivaroxaban

Menghambat faktor pembekuan K-dependent (faktor II, VII,IX,X)

Interaksi dengan makanan

Interaksi obat lain >>

Titrasi obat ketat (bridging)Dabigatran : direct inhibitor thrombin (IIa)

Rivaroxaban : menghambat faktor Xa

Tidak berinteraksi dengan makanan

Interaksi obat 60 tahun risiko DVT tetap tinggi meskipun telah menggunakan pneumatic compression devices.1,5,6Untuk mencegah tromboemboli vena, dapat diberikan antikoagulan oral yaitu dabigatran, rivaroxaban, dan warfarin.42.7 Komplikasi

Long-term complication9 Reccurent tromboembolism

Post-trombotic syndrome

Terjadi akibat kerusakan katup pada vena sehingga seharusnya darah mengalir keatas yang dibawa oleh vena menjadi terkumpul pada tungkai bawah. Ini mengakibatkan nyeri, pembengkakan dan ulkus pada kaki. Chronic thromboembolic pulmonary hypertesion9BAB III

PENUTUP

Trombosis vena dalam adalah suatu proses pembentukan bekuan darah (trombus) pada pembuluh darah vena dalam. Yang termasuk dalam venous tromboemboli (VTE) adalah trombosis vena dalam (deep vein trombosis/DVT), Emboli paru (pulmonary embolism/PE), Splanchnic Vein Trombosis (SPVT). VTE memiliki karakter klinis adanya pembengkakan pada ektremitas atas unilateral, rasa berat pada ektremitas, terasa keram pada betis. PE memiliki karakter klinis adanya dispneu, nyeri dada, takikardi, takipneu. SPVT dengan karakter klinis adanya nyeri abdomen, asites, hepatomegali, nausea, vomit, anorexia, dan diare. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anmnesia, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan radiografik. Tujuan terapi pada tromboemboli vena adalah mencegah perluasan trombus, dan terjadinya embolisasi,memfasilitasi resolusi trombi yang terbentuk untuk menghindari sindroma pasca flebitis dan pada klinis tertentu mempercepat fibrinolisis.DAFTAR PUSTAKA

1. Sukrisman L. Trombosis vena dalam dan emboli paru. Dalam : Buku ajar ilmu penyakit dalam, editor : Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Jakarta:Interna Publishing;2009.p.1354-8.2. Hancoro U H. Trombosis vena dalam. [15 November 2012]. Cited from http://eprints.undip.ac.id/14739/1/2002PPDS527.pdf3. Weinmann E, Salzman EW. Deep vein trombosis. N Engl J Med. 2005; 331 (24);1630-9.4. Streiff M B, et al. Venous tromboembolic disease. Journal of the National Comprehensive Cancer Network. 2011. Cited from http://www.jnccn.org/content/9/7/714.full5. Patel K, Brenner B E. Deep venous thrombosis. Medscape. 6 November 2012. Cited from http://emedicine.medscape.com/article/1911303-treatment6. Oullette D R, Mosenifar Z. Pulmonary embolism. Medscape. 6 November 2012. Cited from http://emedicine.medscape.com/article/300901-overview#a01567. Malin R. Venous tromboembolism : Deep vein trombosis and pulmonary embolism. Boehringer Ingelheim GmbH.

8. Lederle A, Zylla D, MacDonald R, Timothy J. Venous Thromboembolism Prophylaxis in Hospitalized Medical Patients and Those With Stroke: A Background Review for an American College. 2011.9. Prandoni Paolo, Lensing A W, Prins M R. Longterm outcomes after deep venous thombosis of the lower extremities. Society for Vascular medicine. 2002.10. David B, M Samama. Management of prevention of deep vein trhrombosis in general practice. 2003. 1-19.Venous TromboembolismPage 21