Referat Neuro Jeli Pnt

25
BAB I PENDAHULUAN Trigeminal Neuralgia postherpetic didefinisiskan sebagai, nyeri kronik, di satu atau lebih cabang nervus trigeminal setelah infeksi akut dari Herpes zoster virus. Nyeri yang dirasakan di tempat penyembuhan ruam, terjadi sekitar 9-15% pasien herpes zoster yang tidak diobati. Pada pasien yang berumur tua memiliki resiko yang lebih tinggi. Herpes Zoster dikenal pula sebagai ‘shingles’ dapat menginfeksi sistem saraf dengan reaktivasi dari virus ini. Infeksi ini menimbulkan erupsi kulit sepanjang distribusi dermatomal yang terkena. Fenomena nyeri yang timbul dikenal sebagai neuralgia paska herpetika. Biasanya gangguan sensorik dikarakteristikan sebagai nyeri radikular dengan rasa terbakar, gatal, dan dapat sangat mengganggu kehidupan penderitanya. Reaktivasi virus ini biasanya terjadi pada orang tua dan penderita dengan imunitas menurun seperti pada kasus transplantasi organ atau kemoterapi untuk kanker dan penderita HIV. 1

description

colacola

Transcript of Referat Neuro Jeli Pnt

Page 1: Referat Neuro Jeli Pnt

BAB I

PENDAHULUAN

Trigeminal Neuralgia postherpetic didefinisiskan sebagai, nyeri kronik, di satu atau lebih

cabang nervus trigeminal setelah infeksi akut dari Herpes zoster virus. Nyeri yang dirasakan di

tempat penyembuhan ruam, terjadi sekitar 9-15% pasien herpes zoster yang tidak diobati. Pada

pasien yang berumur tua memiliki resiko yang lebih tinggi.

Herpes Zoster dikenal pula sebagai ‘shingles’ dapat menginfeksi sistem saraf dengan

reaktivasi dari virus ini. Infeksi ini menimbulkan erupsi kulit sepanjang distribusi dermatomal

yang terkena. Fenomena nyeri yang timbul dikenal sebagai neuralgia paska herpetika. Biasanya

gangguan sensorik dikarakteristikan sebagai nyeri radikular dengan rasa terbakar, gatal, dan

dapat sangat mengganggu kehidupan penderitanya.

Reaktivasi virus ini biasanya terjadi pada orang tua dan penderita dengan imunitas

menurun seperti pada kasus transplantasi organ atau kemoterapi untuk kanker dan penderita

HIV.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Fisiologis Nervus Trigeminus

Nervus Trigeminus merupakan saraf cranial terbesar yang memiliki 3 percabangan yaitu :

1

Page 2: Referat Neuro Jeli Pnt

a. Nervus Opthalmicus bersifat sensoris murni. Berjalan ke depan pada dinding lateral sinus

cavernosus dalam fossa crania media dan bercabang tiga; n. lacrimalis, frontalis, dan

nasociliaris, yang masuk ke orbita melalui fissure orbitalis superior. Saraf ini disebarkan

ke kornea mata, kulit dahi dan kepala, kelopak mata, mukosa sinus paranasales, dan

cavum nasi.

b. Nervus maxillaries bersifat sensoris murni. Meninggalkan cranium melalui foramen

rotundum dan kemudian disebarkan ke kulit muka di atas maxilla, gigi rahang atas,

mukosa hidung, sinus maxillaries dan palatum.

c. Nervus mandibularis bersifat motoris dan sensoris. Radiks sensoris meninggalkan

ganglion trigeminal dan berjalan keluar cranium melalui foramen ovale. Radiks motoris

n.trigeminus juga keluar dari cranium melalui foramen yang sama dan bergabung dengan

akar sensoris membentuk truncus n.mandibularis. Serabut sensoris n.mandibularis

mensarafi kulit pipi dan kulit atas mandibula dan sisi kepala. Juga mensarafi articulation

temporomandibularis dan gigi rahang bawah, mukosa pipi, dasar mulut, dan bagian depan

lidah. Serabut motoris n.mandibularis mensarafi otot-otot pengunyah.

Nervus Trigeminus merupakan saraf sensoris utama kepala dan saraf otot-otot

pengunyah. Dan juga menegangkan palatum molle dan membrane tympani.

Fungsi nervus Trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu, nyeri dan raba

pada daerah inervasi N. V (daerah muka dan bagian ventral calvaria), pemeriksaan

refleks kornea, dan pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah. Fungsi otot pengunyah

dapat diperiksa, misalnya dengan menyuruh penderita menutup kedua rahangnya dengan

rapat, sehingga gigi-gigi pada rahang bawah menekan pada gigi-gigi rahang atas,

sementara m. Masseter dan m. Temporalis dapat dipalpasi dengan mudah.

2

Page 3: Referat Neuro Jeli Pnt

Gambar 1. Nervus V (Nervus Trigeminus)

2. Trigeminal Neuralgia

2.1. Definisi

Secara harfiah, Trigeminal neuralgia berarti nyeri pada nervus trigeminus, yang

menghantarkan rasa nyeri menuju ke wajah. Trigeminal neuralgia adalah suatu keadaan yang

memengaruhi Nervus V. Dicirikan dengan suatu nyeri yang muncul mendadak, berat, seperti

sengatan listrik, atau nyeri yang menusuk-nusuk, biasanya pada satu sisi rahang atau pipi. Pada

beberapa penderita, mata, telinga atau langit-langit mulut dapat pula terserang. Pada kebanyakan

penderita, nyeri berkurang saat malam hari, atau pada saat penderita berbaring.

2. 2. Gambaran Klinis

Serangan Trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai satu

menit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang

lain merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri saat terkena setrum listrik. Penderita

Trigeminal neuralgia yang berat menggambarkan rasa sakitnya seperti ditembak, kena pukulan

jab, atau ada kawat di sepanjang wajahnya. Serangan ini hilang timbul. Bisa jadi dalam sehari

3

Page 4: Referat Neuro Jeli Pnt

tidak ada rasa sakit. Namun, bisa juga sakit menyerang setiap hari atau sepanjang minggu. Lalu,

tidak sakit lagi selama beberapa waktu. Trigeminal neuralgia biasanya hanya terasa di satu sisi

wajah, tetapi bisa juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa di kedua sisi

wajah dalam waktu bersamaan.

2. 3. Klasifikasi

Trigeminal neuralgia dapat dibedakan menjadi:

1. Trigeminal neuralgia tipikal,

2. Trigeminal neuralgia atipikal,

3. Trigeminal neuralgia karena Sklerosis Multipel,

4. Trigeminal neuralgia sekunder,

5. Trigeminal neuralgia paska trauma, dan

6. Failed Trigeminal neuralgia.

Bentuk-bentuk neuralgia ini harus dibedakan dari nyeri wajah idiopatik (atipikal) serta kelainan

lain yang menyebabkan nyeri kranio-fasial.

2. 4. Etiologi

Mekanisme patofisiologi yang mendasari Trigeminal neuralgia belum begitu pasti, walau

sudah sangat banyak penelitian dilakukan. Kesimpulan Wilkins, semua teori tentang mekanisme

harus konsisten dengan:

1. Sifat nyeri yang paroksismal, dengan interval bebas nyeri yang lama.

2. Umumnya ada stimulus 'trigger' yang dibawa melalui aferen berdiameter besar (bukan

serabut nyeri) dan sering melalui divisi saraf kelima diluar divisi untuk nyeri.

3. Kenyataan bahwa suatu lesi kecil atau parsial pada ganglion gasserian dan/atau akar-

akar saraf sering menghilangkan nyeri.

4

Page 5: Referat Neuro Jeli Pnt

4. Terjadinya Trigeminal neuralgia pada pasien yang mempunyai kelainan demielinasi

sentral (terjadi pada 1% pasien dengan Sklerosis Multipel).

Kenyataan ini tampaknya memastikan bahwa etiologinya adalah sentral dibanding saraf

tepi. Paroksisme nyeri analog dengan bangkitan dan yang menarik adalah sering dapat dikontrol

dengan obat-obatan anti kejang (karbamazepin dan fenitoin).

Tampaknya sangat mungkin bahwa serangan nyeri mungkin menunjukkan suatu cetusan

'aberrant' dari aktivitas neuronal yang mungkin dimulai dengan memasukkan input melalui saraf

kelima, berasal dari sepanjang traktus sentral saraf kelima, atau pada tingkat sinaps sentralnya.

Berbagai keadaan patologis menunjukkan penyebab yang mungkin pada kelainan ini. Pada

kebanyakan pasien yang dioperasi untuk Trigeminal neuralgia ditemukan adanya kompresi atas

‘nerve root entry zone' saraf kelima pada batang otak oleh pembuluh darah (45-95% pasien). Hal

ini meningkat sesuai usia karena sekunder terhadap elongasi arteria karena penuaan dan

arteriosklerosis dan mungkin sebagai penyebab pada kebanyakan pasien.

Otopsi menunjukkan banyak kasus dengan keadaan penekanan vaskuler serupa tidak

menunjukkan gejala saat hidupnya. Kompresi nonvaskuler saraf kelima terjadi pada beberapa

pasien. 1-8% pasien menunjukkan adanya tumor jinak sudut serebelopontin (meningioma, sista

epidermoid, neuroma akustik, AVM) dan kompresi oleh tulang (misal sekunder terhadap

penyakit Paget). Tidak seperti kebanyakan pasien dengan Trigeminal neuralgia, pasien ini sering

mempunyai gejala dan/atau tanda defisit saraf kranial.

Penyebab lain yang mungkin, termasuk cedera perifer saraf kelima (misalnya karena

tindakan dental) atau Sklerosis Multipel, dan beberapa tanpa patologi yang jelas.

2.5. Patofisiologi

Trigeminal neuralgia dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan sistem

persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi

adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring

dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima

sampai delapan persen kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut serebelo-pontin

seperti meningioma, tumor epidermoid, atau neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena

5

Page 6: Referat Neuro Jeli Pnt

Sklerosis Multipel. Ada sebagian kasus yang tidak diketahui sebabnya. Menurut Fromm,

neuralgia Trigeminal bisa mempunyai penyebab perifer maupun sentral.

Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini, apapun

penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada nukleus/inti saraf ini

yang menimbulkan produksi ektopik potensial aksi pada saraf trigeminal. Keadaan ini, yaitu

discharge neuronal yang berlebihan dan pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik

yang hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri. Aksi

potensial antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri trigerminal yang

paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus mengakibatkan terjadinya serangan

nyeri.

Efek terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara sentral membuktikan

adanya mekanisme sentral dari neuralgi. Tentang bagaimana Multipel Sklerosis bisa disertai

nyeri Trigeminal diingatkan akan adanya demyelinating plaques pada tempat masuknya saraf,

atau pada nukleus sensorik utama nervus trigeminus.

Pada nyeri Trigeminal pasca infeksi virus, misalnya pasca herpes, dianggap bahwa lesi

pada saraf akan mengaktifkan nociceptors yang berakibat terjadinya nyeri. Tentang mengapa

nyeri pasca herpes masih bertahan sampai waktu cukup lama dikatakan karena setelah sembuh

dan selama masa regenerasi masih tetap terbentuk zat pembawa nyeri hingga kurun waktu yang

berbeda. Pada orang usia muda, waktu ini relatif singkat. Akan tetapi, pada usia lanjut nyeri bisa

berlangsung sangat lama. Pemberian antiviral yang cepat dan dalam dosis yang adekuat akan

sangat mempersingkat lamanya nyeri ini.

Peter Janetta menggolongkan neuralgia glossopharyngeal dan hemifacial spasm dalam

kelompok "Syndromes of Cranial Nerve Hyperactivity". Menurut dia, semua saraf yang

digolongkan pada sindroma ini mempunyai satu kesamaan: mereka semuanya terletak pada pons

atau medulla oblongata serta dikelilingi oleh banyak arteri dan vena.

Pada genesis dari sindroma hiperaktif ini, terdapat dua proses yang sebenarnya

merupakan proses penuaan yang wajar:

1. Memanjang serta melingkarnya arteri pada dasar otak.

2. Dengan peningkatan usia, karena terjadinya atrofi, maka otak akan bergeser atau

jatuh ke arah caudal di dalam fossa posterior dengan akibat makin besarnya kontak

6

Page 7: Referat Neuro Jeli Pnt

neurovaskuler yang tentunya akan memperbesar kemungkinan terjadinya penekanan

pada saraf yang terkait.

Ada kemungkinan terjadi kompresi vaskuler sebagai dasar penyebab umum dari sindroma

saraf kranial ini. Kompresi pembuluh darah yang berdenyut, baik dari arteri maupun vena, adalah

penyebab utamanya. Letak kompresi berhubungan dengan gejala klinis yang timbul. Misalnya,

kompresi pada bagian rostral dari nervus trigeminus akan mengakibatkan neuralgia pada cabang

oftalmicus dari nervus trigeminus, dan seterusnya. Menurut Calvin, sekitar 90% dari Trigeminal

neuralgia penyebabnya adalah adanya arteri "salah tempat" yang melingkari serabut saraf ini

pada usia lanjut.

Mengapa terjadi perpanjangan dan pembelokan pembuluh darah, dikatakan bahwa

mungkin sebabnya terletak pada predisposisi genetik yang ditambah dengan beberapa faktor pola

hidup, yaitu merokok, pola diet, dan sebagainya. Pembuluh darah yang menekan tidak harus

berdiameter besar. Walaupun hanya kecil, misalnya dengan diameter 50-100 um saja, sudah bisa

menimbulkan neuralgia, hemifacial spasm, tinnitus, ataupun vertigo. Bila dilakukan

microvascular decompression secara benar, keluhan akan hilang.

3. Herpes Zoster Menyebabkan Neuralgia

Virus zoster merupakan salah satu dari delapan virus herpes yang menginfeksi manusia.

Virus ini termasuk dalam famili herpesviridae. Struktur virus terdiri dari sebuah icosahedral

nucleocapsid yang dikelilingi oleh selubung lipid. Di tengahnya terdapat DNA untai ganda.

Virus varicella zoster memiliki diameter sekitar 180-200 nm.1,3

Analisis endonuklease terbatas atas DNA virus pasien varicella yang kemudian menderita

herpes zoster membenarkan identitas molekul dua virus yang bertanggung jawab untuk

presentasi klinis yang berbeda ini.3

7

Page 8: Referat Neuro Jeli Pnt

Gambar 2. Virus Varisella zooster, virus ini menyebabkan penyakit varicella dan untuk

reaktivasi selanjutnya akan menyebabkan pnyakit zoster.

Setelah infeksi primer, virus ini akan tetap berada di dalam akar saraf sensorik untuk

hidup. Setelah reaktivasi, virus bermigrasi ke saraf sensoris pada kulit, menyebabkan ruam

karakteristik dermatomal yang menyakitkan. Setelah resolusi, banyak individu terus mengalami

nyeri pada distribusi dari ruam (postherpetic neuralgia).

PATOGENESIS

Gambar 3. Infeksi yang dilakukan oleh virus Varissela zooster

Herpes Zooster

Patogenesis terjadinya herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varisella zoster

yang hidup secara dorman di ganglion setelah paparan pertama melalui system pernafasan.

Imunitas seluler berperan dalam pencegahan pemunculan klinis berulang virus varicella zoster

dengan mekanisme tidak diketahui. Hilangnya imunitas seluler terhadap virus dengan

bertambahnya usia atau status imunokompromis dihubungkan dengan reaktivasi klinis. Saat

8

Page 9: Referat Neuro Jeli Pnt

terjadi reaktivasi, virus berjalan di sepanjang akson menuju ke kulit. Pada kulit terjadi proses

peradangan dan telah mengalami denervasi secara parsial. Di sel-sel epidermal, virus ini

bereplikasi menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi dan lisis sel sehingga hasil dari proses ini

terbentuk vesikel yang dikenal dengan nama ’Lipschutz inclusion body’.

Pada ganglion kornu dorsalis terjadi proses peradangan, nekrosis hemoragik, dan

hilangnya sel-sel saraf. Inflamasi pada saraf perifer dapat berlangsung beberapa minggu sampai

beberapa bulan dan dapat menimbulkan demielinisasi, degenerasi wallerian dan proses sklerosis.

Proses perjalanan virus ini menyebabkan kerusakan pada saraf.2

Nyeri

Proses terjadinya nyeri secara umum dapat dibagi menjadi 3 jenis :

1. Proses stimulasi singkat

Pada jenis I, pukulan, cubitan pada tubuh dan lain sebagainya akan menyebabkan

timbulnya persepsi nyeri. Bila stimulasi yang terjadi tidak menyebabkan terjadinya lesi,

maka rasa nyeri yang terjadi hanya dalam waktu singkat.

2. Proses stimulasi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan lesi atauinflamasi jaringan.

Pada jenis II, adalah jenis nyeri oleh karena terjadinya inflamasi jaringan atau dikenal

sebagai nyeri nosiseptif. Ciri khas dari inflamasi ialah terjadinya kalor,

rubor, dolor dan fungsiolaesa.

3. Proses yang terjadi akibat lesi dari sistem saraf.

Pada Jenis III, dikenal sebagai nyeri neuropatik. Lesi saraf tepi atau sentral akan

mengakibatkan hilangnya fungsi seluruh atau sebagian dari sistem saraf tersebut. Lesi

saraf menyebabkan perubahan fungsi neuron sensorik yang dalam keadaan normal

dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya.

Gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan keseimbangan neuron sensorik, melalui

perubahan molekuler, sehingga aktivitas sistem saraf aferen menjadi abnormal yang

selanjutnya menyebabkan gangguan nosiseptif sentral (sensitisasi sentral).

Allodinia adalah nyeri yang disebabkan oleh stimulus normal (secara normal

semestinya tidak menimbulkan nyeri). Impuls yang dijalarkan Aβ yang biasanya berupa

sentuhan halus atau raba normal dirasakan dengan rasa normal, tetapi pada allodinia

diraakan nyeri.2

9

Page 10: Referat Neuro Jeli Pnt

Nyeri pada neuralgia paska herpetika merupakan nyeri neuropatik yang

diakibatkan dari perlukaan saraf perifer sehingga terjadi perubahan proses pengolahan

sinyal pada sistem saraf pusat. Saraf perifer yang sudah rusak memiliki ambang aktivasi

yang lebih rendah sehingga menunjukkan respon berlebihan terhadap stimulus.

Regenerasi akson setelah perlukaan menimbulkan percabangan saraf yang juga

mengalami perubahan kepekaan. Aktivitas saraf perifer yang berlebihan tersebut

menimbulkan perubahan berupa hipereksitabilitas kornu dorsalis sehingga pada akhirnya

menimbulkan respon sistem saraf pusat yang berlebihan terhadap semua rangsang

masukan/ sensorik. Perubahan ini berjalan dalam berbagai macam proses sehingga dapat

dimengerti bila pendekatan terapeutik neuralgia paska herpetika memerlukan beberapa

macam pendekatan pula.2

4. NEURALGIA TRIGEMINAL PASCA HERPETIKA

4.1. Definisi

Trigeminal Neuralgia postherpetic didefinisiskan sebagai, nyeri kronik, di satu atau lebih

cabang nervus trigeminal setelah infeksi akut dari Herpes zoster virus. Neuralgia ini

dikarakteristikan sebagai nyeri seperti terbakar, teriris atau nyeri disetetik yang bertahan selama

berbulan-bulan bahkan dapat sampai tahunan. Dworkin, 1994, mendefinisikan neuralgia paska

herpetika sebagai nyeri neuropatik yang menetap setelah onset ruam (atau 3 bulan setelah

penyembuhan herpes zoster)

4.2. Epidemiologi

Sebagian besar insidens herpes zoster dan neuralgia paska herpetika didapatkan data dari

Eropa dan Amerika Serikat. Sedangkan belum didapatkan angka insiden di Asia, Australia dan

Amerika Selatan.2

Pada penderita herpes zoster hampir 100 persen pasien mengalami nyeri, dan 10-70

persennya mengalami neuralgia pasca herpetika. Nyeri lebih dari 1 tahun pada penderita berusia

lebih dari 70 tahun dilaporkan mencapai 48%. Anak antara usia 5 dan 9 tahun mengambil 50%

dari semua kasus, kebanyakan kasus lain timbul antara usia 1 dan 4 tahun serta 10 dan 14 tahun.

10

Page 11: Referat Neuro Jeli Pnt

Sekitar 10% diatas usia 15 tahun. Pada penderita HIV atau dengan leukemia dilaprkan 50-100

kali lebih banyak dibandingkan dengan kelompok sehat usia sama.

4.3. Manifestasi klinis herpes zoster dan neuralgia paska herpetika

Manifestasi klinis klasik yang terjadi pada herpes zoster adalah gejala prodromal rasa

terbakar, gatal dengan derajat ringan sampai sedang pada kulit sesuai dengan dermatom yang

terkena. Biasanya keluhan penderita disertai dengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah

tubuh. 48-72 jam kemudian, setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa

unilateral mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah bentuk menjadi lesi vesikular.

Nyeri yang timbul mempunyai intensitas bervariasi dari ringan sampai berat sehingga

sentuhan ringan saja menimbulkan nyeri yang begitu mengganggu penderitanya. Setelah 3-5 hari

dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan mulai mengering. Durasi penyakit biasanya 7-10 hari,

tetapi biasanya untuk lesi kulit kembali normal dibutuhkan waktu sampai berminggu-minggu.

Intensitas dan durasi dari erupsi kulit oleh karena infeksi herpes zoster dapat dikurangi dengan

pemberian acyclovir (5x800mg/hari) atau dengan famciclovir atau valacyclovir.

Manifestasi klinis neuralgia paska herpetika adalah penyakit yang dapat sangat

mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik yang ditimbulkan diperberat oleh rangsangan

pada kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia dan hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat

mengacaukan pekerjaan si penderita, tidur bahkan sampai mood sehingga nyeri ini dapat

mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek maupun jangka panjang pasien. Nyeri dapat

dirasakan beberapa hari atau beberapa minggu sebelum timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang

paling sering dilaporkan adalah nyeri seperti rasa terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan

rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang merupakan respon nyeri berlebihan terhadap stimulus,

atau nyeri seperti terkena/ tersetrum listrik. Nyeri sendiri dapat diprovokasi antara lain dengan

stimulus ringan/ normal (allodinia), rasa gata-gatal yang tidak tertahankan dan nyeri yang terus

bertambah dalam menanggapi rangsang yang berulang.

4.4. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering terjadi pada kasus herpes zoster adalah timbulnya

neuralgia paska herpetika sehingga neuralgia paska herpetika bukan merupakan kelanjutan dari

herpes zoster akut, tetapi merupakan penyakit yang berdiri sendiri yang merupakan komplikasi

11

Page 12: Referat Neuro Jeli Pnt

herpes zoster. Neuralgia paska herpetika merupakan suatu kondisi dimana menetapnya nyeri di

tempat lesi walaupun lesi kulit sudah sembuh lama. Dworkin membagi neuralgia paska herpetika

ke dalam tiga fase:

- Fase akut: fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanya berlangsung < 4

minggu

- Fase subakut: fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit tetapi < 4 bulan

- Neuralgia paska herpetika: dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset lesi kulit atau

3 bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster.

Nyeri digambarkan sebagai rasa seperti terbakar, teiris tajam, rasa tertusuk-tusuk, rasa

tersetrum di sepanjang dermatom yang terkena/ terlibat. Didapatkan pula gangguan allodinia

dimana sentuhan ringan seperti pada pakaian atau seprei tempat tidur menimbulkan rasa nyeri

tajam yang sangat mengganggu pasien. Gangguan nyeri ini dapat menganggu pasien dalam

melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi atau saat berpakaian atau saat tidur. Keluhan

sensorik lain yang dapat timbul berupa rasa baal daerah lesi, sensitif terhadap perubahan

temperatur.

Menurut Fields, terdapat dua tipe penilaian terhadap derajat dan luasnya gangguan

sensorik pada pasien neuralgia paska herpetika. Fase iritasi, dimana gangguan sensorik (allodinia

/ hilangnya sensorik) terbatas pada lesi kulit dan fase deaferentasi dimana gangguan sensorik

meluas dari batas lesi kulit. Pada fase iritasi, penggunaan terapi anastetik lokal intra dermal lebih

berguna dibandingkan dengan tipe deaferentasi.

Komplikasi lain yang dapat terjadi pada herpes zoster adalah: lesi herpes zoster yang

meluas ke seluruh tubuh (biasanya terjadi pada penderita dengan imunodefisiensi), ensefalitis,

hepatitis, pneumonitis.

4.5. Terapi

a. Analgesik

Analgesik non opioid seperti NSAID dan parasetamol mempunyai efek analgesik perifer

maupun sentral walaupun efektifitasnya kecil terhadap nyeri neuropatik. Sedangkan

penggunaan analgesik opioid memberikan efektifitas lebih baik. Tramadol telah terbukti

efektif dalam pengobatan nyeri neuropatik. Bekerja sebagai agonis mu-opioid yang juga

menghambat reuptake norepinefrin dan serotonin. Pada sebuah penelitian, jika dosis

12

Page 13: Referat Neuro Jeli Pnt

dititrasi hingga maksimum 400 mg/hari dibagi dalam 4 dosis, tramadol terbukti lebih

efektif dibanding plasebo dalam pengobatan NPH. Namun, efek pada sistem saraf pusat

dapat menimbulkan terjadinya amnesia pada orang tua. Hal yang harus diperhatikan

bahwa pemberian opiat kuat lebih baik dikhususkan pada kasus nyeri yang berat atau

refrakter oleh karena efek toleransi dan takifilaksisnya. Oxycodone berdasarkan

penelitian menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan plasebo dalam meredakan

nyeri, allodinia, gangguan tidur, dan kecacatan. Dosis yang digunakan maksimal 60

mg/hari pada NPH.

b. Anti epilepsi

Mekanisme kerja obat epilepsi ada 3, yakni dengan memodulasi voltage-gated sodium

channel dan kanal kalsium, meningkatkan efek inhibisi GABA, dan menghambat

transmisi glutaminergik yang bersifat eksitatorik.

Gabapentin bekerja pada akson terminal dengan memodulasi masuknya kalsium pada

kanal kalsium, sehingga terjadi hambatan. Karena bekerja secara sentral, gabapentin

dapat menyebabkan kelelahan, konfusi, dan somnolen. Karbamazepin, lamotrigine

bekerja pada akson terminal dengan memblokade kanal sodium, sehingga terjadi

hambatan.2,4

Pregabalin bekerja menyerupai gabapentin. Onset kerjanya lebih cepat. Seperti halnya

gabapentin, pregabalin bukan merupakan agonis GABA namun berikatan dengan subunit

dari voltage-gated calcium channel , sehingga mengurangi influks kalsium dan pelepasan

neurotransmiter (glutamat, substance P, dan calcitonin gene-related peptide) pada

primary afferent nerve terminals. Dikatakan pemberian pregabalin mempunyai

efektivitas analgesik baik pada kasus neuralgia paska herpetika, neuropati diabetikorum

dan pasien dengan nyeri CNS oleh karena trauma medulla spinalis. Didapatkan pula hasil

perbaikan dalam hal tidur dan ansietas.

c. Anti depressan

Anti depressan trisiklik menunjukkan peran penting pada kasus neuralgia paska

herpetika. Obat golongan ini mempunyai mekanisme memblok reuptake (pengambilan

kembali) norepinefrin dan serotonin. Obat ini dapat mengurangi nyeri melalui jalur

inhibisi saraf spinal yang terlibat dalam persepsi nyeri. Pada beberapa uji klinik obat

13

Page 14: Referat Neuro Jeli Pnt

antidepressan trisiklik amitriptilin, dilaporkan 47-67% oasien mengalami pengurangan

nyeri tingkat sedang hingga sangat baik. Amitriptilin menurunkan reuptake saraf baik

norepinefrin maupun serotonin. TCA telah terbukti efektif dalam pengobatan nyeri

neuropatik dibanding SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor ) seperti fluoxetine,

paroxetine, sertraline, dan citalopram. Alasannya mungkin dikarenakan TCA

menghambat reuptake baik serotonin maupun norepinefrin, sedangkan SSRI hanya

menghambat reuptake serotonin. Efek samping TCA berupa sedasi, konfusi, konstipasi,

dan efek kardiovaskular seperti blok konduksi, takikardi, dan aritmia ventrikel. Obat ini

juga dapat meningkatkan berat badan, menurunkan ambang rangsang kejang, dan

hipotensi ortostatik. Anti depressan yang biasa digunakan untuk kasus neuralgia pot

herpetika adalah amitriptilin, nortriptiline, imipramine, desipramine dan lainnya.

d. Terapi topikal

Penggunaan krim topikal seperti capsaicin cukup banyak dilaporkan. Krim capsaicin

sampai saat ini adalah satu-satunya obat yang disetujui FDA untuk neuralgia paska

herpetika. Capsaicin berefek pada neuron sensorik serat C (C-fiber). Telah diketahui

bahwa neuron ini melepaskan neuropeptida inflamatorik seperti substansia P yang

menginisiasi nyeri. Dengan dosis tinggi, capsaicin mendesensitisasi neuron ini. Pada

suatu uji klinik acak terkendali melibatkan 143 pasien neuralgia paska herpetika,

dilaporkan setelah pengobatan selama 4 minggu, 21% nyeri berkurang pada kelompok

yang mendapat terapi capsaicin , sedangkan 6% nyeri berkurang pada kelompok kontrol

(p<0.05). Tetapi sayangnya capsaicin mempunyai efek sensasi rasa terbakar yang sering

tidak bisa ditoleransi pemakainya.

14

Page 15: Referat Neuro Jeli Pnt

Gambar 4. Alogaritma tatalaksana postherpetic neuralgia

4.6. Prognosis

Prognosis ad vitam dikatakan bonam karena neuralgia paska herpetik tidak menyebabkan

kematian. Kerusakan yang terjadi bersifat lokal dan hanya mengganggu fungsi sensorik.

Prognosis ad functionam dikatakan bonam karena setelah terapi didapatkan perbaika nyata, dan

pasien dapat beraktivitas baik seperti biasa.

Prognosis ad sanactionam dubia ad bonam karena risiko berulangnya HZ masih mungkin terjadi

namun selama pasien mempunyai daya tahan tubuh baik kemungkinan timbul kembali kecil.

BAB III

15

Page 16: Referat Neuro Jeli Pnt

KESIMPULAN

Neuralgia pasca herpetika merupakan komplikasi dari penyakit herpes zoster yang

disebabkan oleh virus varicella zoster. Virus ini menyebabkan 3 klinis yang berbeda, yaitu

menyebabkan cacar air pada masa anak-anak, pada dewasa menimbulkan herpes zoster dan pada

keadaan berikutnya dapat timbul neuralgia pasca herpes, yang biasanya menyerang pada usia tua.

Pada neuralgia pasca herpes, fungsi sensoris normal mengalami perubahan. Perubahan

yang terjadi yaitu berupa sensasi abnormal terhadap rabaan halus, tiupan atau suhu yang

dirasakan sangat nyeri. Hal ini diakibatkan karena perlukaan dari saraf perifer dan berubahnya

proses pengolahan sinyal ke system saraf pusat.

Secara umum penatalaksanaan neuralgia pasca herpes meliputi 2 jalur, yaitu

farmakologik dan nonfarmakologik. Obat anastetik misalnya lidokain, prokain dilaporkan

memberikan efek teerapi sementara bila diberikan injeksi local atau intravena. Penggunaan krim

topical untuk mengobati neuralgia pasca herpes cukup banyak dilaporkan diantaranya dengan

menggunakan capsaicin. Antidepresan trisiklik juga menunjukkan peran penting pada neuralgia

pasca herpes, karena mekanisme memblok reuptake noreepinefrin dan serotonin. Obat ini dapat

mengurangi nyeri melalui jalur inhibisi saraf yang terlibat dalam persepsi nyeri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Meliala L. Neuralgia Pasca Herpes. Nyeri Neuropatik patofisiologi dan

penatalaksanaan. Kelompok studi nyeri Perdossi 2001.

2. Martin. Neuralgia Paska Herpetika. Jakarta 2008 available from:

http://perdossijaya.org/perdossijaya/index.php?view=article&catid=43%3Apaper&id

16

Page 17: Referat Neuro Jeli Pnt

3. Mazzoni, P. Pearson, T. Rowland, L. Merritt’s Neurology Handbook. 2nd Edition.

Lippincott Williams & Wilkins : 2006.

4. Gilhus. E, Barnes. M, brainin, M. European Handbook of Neurogical Management.

Vol.1, willey Blackwell : 2010.

5. Anderson. E, Varicella-Zoster virus.available from :

http://emedicine.medscape.com/article/231927-overview

6. Sayalnar. J, Guleypoglu. N. Trigeminal Postherpetic Neuralgia Responsive to

Treatmen with Capsaicin 8% topical Patch: A Case Report. Avalaible at:

http://web.a.ebscohost.com/ehost/resultsadvanced

7. Alvarez. K, Dowgan S. Evaluation of the sensation in patients with trigeminal post-

herpetic neuralgia avalaible at:

http://web.a.ebscohost.com/ehost/resultsadvanced

8. Kost.R, Straus. S, Postherpetic neuralgia--pathogenesis, treatment, and prevention

Avalaible at: http://web.a.ebscohost.com/ehost/resultsadvanced

17