Referat BAB Neuro Semarang Yita Gayatri Willyani 03010281
description
Transcript of Referat BAB Neuro Semarang Yita Gayatri Willyani 03010281
BAB I
PENDAHULUAN
Retardasi mental merupakan suatu fenomena psikososial dan juga merupakan suatu
fenomena biomedis.1
Retardasi mental bukanlah suatu penyakit; melainkan akibat suatu proses patologis di
otak yang ditandai dengan adanya keterbatasan fungsi adaptif dan intelektual. Penyebab
retardasi mental sering kali tidak teridentifikasi, dan akibat-akibatnya terlihat jelas pada
seseorang dalam bentuk kesulitan secara intelektual dan keterampilan hidup.2-3
Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai dengan adanya hendaya keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan
kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa
gangguan jiwa yang ada. Namun demikian, penyandang retardasi mental bisa mengalami
semua gangguan jiwa yang ada, dan prevalensi dari gangguan jiwa lainnya sekurang-
kurangnya tiga sampai empat kali lipat pada populasi ini daripada populasi umum. Selain itu,
penyandang retardasi mental mempunyai resiko lebih besar untuk dieksploitasi dan
diperlakukan salah secara fisik/seksual. Selalu ada hendaya perilaku adaptif, tetapi dalam
lingkungan sosial terlindungi di mana sarana pendukung cukup tersedia, hendaya ini mungkin
tidak tampak sama sekali pada penyandang retardasi mental ringan.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Banyak para ahli yang mengemukakan batasan atau definisi dari retardasi mental. Di
antara banyak pendapat tersebut, terdapat 4 macam definisi yang sering di pergunakan.
Definisi menurut NOYES
Definisi retardasi mental merupakan individu yang mempunyai keterbatasan
kepribadian, sehingga mengakibatkan kegagalan untuk mengembangkan kapasistas
intelektualnya, yang dipelukan untuk memenuhi tuntutan lingkungannya, menjadi seorang
yang mandiri.4
Keterbatasan intelektual ini dapat terjadi oleh karena gangguan perkembangan otak
akibat pengaruh genetik, malnutrisi, penyakit-penyakit tertentu, trauma pada otak baik
sebelum lahir, pada waktu proses kelahiran, atau segera setelah lahir. Keterbatasan intelektual
dapat juga terjadiu oleh karena konsekuensi diri gangguan perkembangan akibat kurangnya
stimulasi lingkungan, baik yang berasal dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan
sosialnya (familial deprivation and social deprivation).4
Definisi menurut ROAN
Yang disebut dengan retardasi mental adalah kondisi dimana individu dengan keadaan
keterbatasan kemampuan atau terhentinya proses perkembangan otak, yang berakibat
terhentinya proses maturasi, sehingga individu tersebut tidak dapat menyesuaikan dirinya
terdapat lingkungannya atau terhadap harapan dari masyarakatnya, supaya dapat
mempertahankan hidupnya tnapa dukungan dan bantuan dari luar. Terhentinya
perkembangan fungsi intelektual seseorang pada masa tumbuhnya yang ditandai oleh
gangguan kemampuan belajar, penyesuaian sosial dan atau maturasi.4
Definisi menurut MARAMIS
Individu dengan keadaan intelegensi yang kurang (subnormal) sejak masa
perkembangannya (sejak masa lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan
2
mental yang kurang secara keseluruhan (seperti juga pada demensia), tetapi gejala utama
(yang menonjol) ialah intelegensi yang terbelakang.4
Definisi menurut PPDGJ-III
Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai dengan adanya hendaya keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat inteligensia yaitu kemampuan
kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa
gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Namun demikian, penyandang retardasi mental
bisa mengalami semua gangguan jiwa yang ada. Selain itu, penyandang retardasi mental
mempunyai risiko lebih besar untuk diekspoitasi dan diperlakukan salah secara fisik atau
seksual (physical/sexual abuse). Selalu ada hendaya perilaku adaptif, tetapi dalam lingkungan
sosial terlindung dengan sarana pendukung yang baik, hendaya ini mungkin tidak tampak
sama sekali pada penyandang retardasi metal ringan.3
2.2 Klasifikasi
Menurut DSM-IV-TR
Menurut revisi teks edisi keempat Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder (DSM-IV-TR), retardasi mental didefinisikan sebagai fungsi intelektual umum yang
sangat di bawah rata-rata sehingga menyebabkan atau disertai dengan gangguan perilaku
adaptif, yang bermanifestasi selama periode perkembangan, sebelum usia 18 tahun.
Diagnosis ini ditegakkan tanpa memandang apakah orang tersebut memiliki juga gangguan
fisis atau gangguan jiwa lainnya.5
3
Tabel 1. Ciri Perkembangan Orang dengan Retardasi Mental6
Fungsi intelektual umum ditentukan dengan penggunaan uji baku intelegensi, dan
istilah “di bawah rata-rata” secara bermakna didefinisikan sebagai intelligence quotient (IQ)
70 atau lebih rendah atau dua standar deviasi di bawah rata-rata untuk uji yang khas tersebut.
Fungsi adaptif dapat diukur dengan menggunakan skala baku, seperti Vineland Adaptive
Behavior Scale. Pada skala ini, komunikasi, keterampilan hidup sehari-hari, sosialisasi, dan
keterampilan motorik (hingga 4 tahun, 11 bulan) diberi angka dan menghasilkan kumpulan
perilaku adaptif yang terkait dengan keterampilan yang diharapkan pada usia tertentu.5
DSM-IV-TR telah mencantumkan di dalam teks retardasi mentalnya informasi
tambahan tetang faktor etiologis dan kaitannya dengan sindrom retardasi mental (contoh,
fragile X syndrome).5
Menurut PPDGJ III
Intelegensia bukan merupakan karakteristik yang berdiri sendiri, melainkan harus
dinilai berdasarkan sejumlah besar keterampilan khusus yang berbeda. Meskipun ada
kecenderungan umum bahwa semua keterampilan ini akan berkembang ke tingkat yang
serupa pada setiap individu, tetapi ada diskrepansi luas, terutama pada penyandang retardasi
mental. Orang yang demikian mungkin memperlihatkan hendaya berat dalam satu bidang
tertentu (misalnya bahasa) atau mungkin mempunyai suatu area keterampilan tertentu yang
4
lebih tinggi (misanya tugas visuospasial sederhana) pada retardasi mental berat. Hal ini akan
menimbulkan kesulitan dalam menentukan kategori diagnostik di mana seseorang
penyandang retardasi mental harus diklasifikasikan. Penilaian dari tingkat intelektual harus
berdasarkan informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai
berdasarkan budaya orang tersebut) dan hasil tes psikometrik.3
Untuk diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat fungsi intelektual yang
mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial
normal sehari-hari. Gangguan fisik atau jiwa yang menyertainya mempunyai pengaruh besar
pada gambaran klinis dan penggunaan dari setiap keterampilannya. Oleh karena itu kategori
diagnostik yang dipilih harus berdasarkan penilaian kemampuan global dan bukan atas suatu
hendaya atau keterampilan khusus. Tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan petunjuk
dan seharusnya tidak diterapkan secara kaku dalam memandang keabsahan permasalahan
lintas budaya.7
IQ harus ditentukan berdasarkan tes intelegensia baku yang telah memperhitungkan
norma kebudayaan setempat. Pemeriksaan IQ yang dipilih harus sesuai dengan tingkat fungsi
individu dan keadaan kecacatan spesifik yang ada, misalnya masalah pengungkapan bahasa,
hendaya pendengaran, keterlibatan fisik. Skala maturitas dan adaptasi sosial juga yang telah
dibakukan setempat, harus dilengkapi apabila memungkinkan dengan melakukan wawancara
orang tua atau pengasuh yang memahami keterampilan individu dalam kehidupan sehari-hari.
Tanpa penggunaan prosedur baku ini, diagnosis tersebut harus dianggap sebagai perkiraan
sementara saja.3,7
Menurut AAMR
Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002 retardasi mental
adalah suatu keadaan dengan cii-ciri sebagai beikut: Retardasi mental adalah suatu disabilitas
yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan yang bermakna baik dalam fungsi
intelektual maupun perilaku adaptif yang diekspresikan dalam keterampilan konseptual,
sosial dan praktis. Keadaan ini terjadi sebelum usia 18 tahun.2
AAMR menggunakan suatu pendekatan multi-dimensional atau biopsikososial yang
mencakup 5 dimensi yaitu:2,8
1. Kemampuan intelektual
2. Perilaku adaptif
5
3. Partisipasi, interaksi dan peran sosial
4. Kesehatan fisik dan mental
5. Konteks: termasuk budaya dan lingkungan
Definisi retardasi mental ini menekankan komorbiditas dari gangguan ini dengan
gangguan jiwa lain yang menentukan fungsi individu. Definisi baru ini tidak hanya
mengandalkan kekurangan dan abnormalitas individu dengan diagnosis retardasi mental.
Fungsi dari individu dengan retardasi mental merupakan hasil interaksi dari kemampuannya,
lingkungan dan sarana pendukung. Derajat retardasi mental dipengaruhi berbagai faktor
seperti misalnya terdapatnya berbagai disabilitas (misalnya gangguan panca indera),
terseduanya sarana pendidikan, sikap dari pengasuh dan stimulasi yang diberikan.2
2.3 Derajat Retardasi Mental
Retardasi Mental Ringan
Penyandang retardasi mental ringan biasanya agak terlambat dalam belaja bahasa
tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan berbicara untuk keperluan sehari-hari,
mengadakan percakapan dan dapat diwawancarai. Kebanyakan dari mereka juga dapat
mandiri penuh dalam merawat diri sendiri (makan, mandi, berpakaian, buang air besar dan
kecil) dan mencapai keterampilan rumah tangga, walaupun perkembangannya agak lambat
dibandingkan anak normal.2
Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademik.
Banyak diantara mereka yang mempunyai masalah khusus dalam membaca dan menulis.
Namun demikian penyandang retardasi mental ringan bisa sangat tertolong dengan
pendidikan yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan mereka dan
mengkompensasi kecacatan mereka. Kebanyakan penyandang retardasi mental ringan yang
tingkat intelegensia lebih tinggi mempunyai potensi melakukan pekerjaan yang lebih
membutuhkan kemampuan paktis daripada kemampuan akademik, termasuk pekerjaan
tangan yang tidak memerlukan keterampilan atau hanya memerlukan sedikit keterampilan
saja.2,8
Dalam konteks sosio-kultural yang memerlukan sedikit prestasi akademik, sampai
tingkat tertentu penyandang retardasi mental ringan tidak mengalami masalah. Namun, bila
6
juga terdapat imaturitas emosional dan sosial yang nyata, maka tampak akibat kecacatannya,
misalnya ketidakmampuan mengatasi pernikahan, pengasuhan anak atau kesulitan
menyesuaikan diri dengan harapan dan tradisi budaya. Pada umumnya kesulitan perilaku,
emosional dan sosial dari penyandang retardasi mental ingan dan kebutuhan untuk terapi dan
dukungan untuk hal tersebut, timbul dari mereka sendiri. Mereka lebih mirip dengan mereka
yang normal intelegensinya daripada masalah spesifik dari penyandang retardasi mental
sedang dan berat. Etiologi organik sudah lebih banyak diidentifikasi di antara pasien,
meskipun belum merupakan mayoritas.2,8
Retardasi Mental Sedang
Penyandang retardasi mental kategori ini lambat dalam mengembangkan pemahaman
dan penggunaan bahasa, prestasi akhir yang dapat dicapai dalam bidang ini terbatas.
Keterampilan merawat diri dan keteampilan motorik juga terlambat. Sebagian dari mereka
memerlukan pengawasan seumur hidup. Kemajuan dalam pendidikan sekolah terbatas tetapi
sebagian dari mereka ini dapat belajar keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk membaca,
menulis, dan berhitung. Program pendidikan khusus dapat memberikan kesempatan bagi
mereka yang terbatas dan memperoleb beberapa keterampilan dasar.2
Ketika dewasa penyandang retardasi mental sedang biasanya mampu melakukan
pekerjaan praktis yang sederhana, bila tugas-tugasnya disusun rapi dan diawasi oleh
pengawas yang terampil. Jarang ada yang dapat hidup mandiri sepenuhnya pada masa
dewasa. Namun demikian, pada umumnya mereka dapat bergerak bebas dan aktif secara fisik
dan mayoritas menunjukkan perkembangan sosial dalam kemampuan mengadakan kontak,
berkomunikasi dengan orang lain dan terlibat dalam aktivitas sosial yang sederhana.8
Retardasi Mental Berat
Kategori ini pada umumnya mirip dengan retardasi mental sedang dalam hal gambaan
klinis, terdapatnya suatu etiologi organik dan kondisi yang menyertainya. Prestasi yang lebih
rendah juga paling lazim pada kelompok ini. Kebanyakan penyandang retardasi mental
kategori ini menderita hendaya motorik yang mencolok dan defisit lain yang menyertainya.
Hal ini menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna
secara klinis dari susunan saraf pusat.2
Retardasi Mental Sangat Berat
7
Secara praktis penyandang yang bersangkutan sangat terbatas kemampuannya untuk
memahai atau mematuhi permintaan atau instruksi. Sebagian besar dari mereka tidak dapat
bergerak atau sangat terbatas dalam gerakannya, mungkin juga terdapat inkontinensia, dan
hanya mampu mengadakan komunikasi non-verbal yang belum sempurna. Mereka tidak atau
hanya mempunyai sedikit sekali kemampuan untuk mengurus sendiri kebutuhan dasar
mereka sendiri, dan senantiasa memerlukan bantuan dan pengawasan.2
2.4 Epidemiologi
Prevalensi retardasi mental pada satu waktu diperkirakan sekitar 1 persen dari
populasi. Insiden retardasi mental ringan kadang-kadang tidak dikenali hingga masa kanak-
kanak pertengahan. Pada beberapa kasus, meskipun fungsi intelektual terbatas, keterampilan
adaptif yang baik tidak terganggu sampai masa kanak-kanak akhir atau masa remaja awal,
dan diagnosis tidak ditegakkan sebelum masa tersebut. Insiden tertinggi pada anak usia
sekolah, dengan usia puncak 10 hingga 14 tahun. Retadasi mental kira-kira lebih sering pada
laki-laki sekitas 1.5 kali dibandingkan perempuan. Pada lansia, prevalensinya lebih rendah;
orang dengan retardasi mental berat memiliki angka mortalitas tinggi akibat komplikasi
gangguan fisik yang terkait.5
2.5 Komorbiditas
Prevalensi
Survei epidemiologis menunjukkan bahwa hingga dua pertiga anak dan orang dewasa
dengan retardasi mental memiliki gangguan mental komorbid; angka ini beberapa kali lebih
tinggi dibandingkan pada sampel komunitas yang tidak mengalami retardasi mental.
Prevalensi psikopatologi tampaknya terkait dengan derajat retardasi mental. Studi
epidemiologis terkini menemukan bahwa 40.7 persen anak berusia 4 dan 18 tahun yang
memiliki disabilitas intelektual memenuhi kriteria sedikitnya satu gangguan psikiatri.
Keparahan retardasi berdampak kepada jenis gangguan psikiatri. Mereka yang mengalami
retardasi mental berat lebih kemungkinannya untuk menujukkan gejala psikiatri.5
Gangguan Neurologis
8
Di dalam tinjauan mengenai gangguan psikiatri pada anak dan remaja dengan
retardasi mental dan epilepsi, kira-kira sepertiganya juga memiliki gangguan autistik atau
keadaan mirip autistik. Kombinasi retardasi mental, epilepsi aktif, dan autisme atau keadaan
mirip autistik tejadi 0.07 persen di dalam populasi umum.5,8
Sindrom Genetik
Sejumlah bukti menunjukkan bahwa sindrom berdasar genetik seperti fragile X
syndrome, sindrom Prader-Willi, dan sindrom Down terkait dengan manifestasi perilaku
spesifik yang komorbid. Orang dengan fragile X syndrome diketahui memiliki angka
gangguan defisit perhatian/hiperaktivitas (attention deficit/hiperactivity disorder-ADHD)
yang sangat tinggi (hingga tiga perempat dari pasien yang diteliti). Tingginya perilaku
interpersonal dan fungsi bahasa yang menyimpang sering memenuhi kriteria gangguan
autistik dan gangguan keperibadian menghindar. Sindrom Prader-Willi hampir selalu disertai
gangguan makan kompulsif, hiperfagia, dan obesitas.5,9,10
Sindrom Psikososial
Kesulitas komunikasi meningkatkan kerentanan orang dengan retardasi mental
terhadap perasaan frustasi dan canggung. Perilaku yang tidak sesuai, seperti penarikan diri,
lazim ditemukan. Perasaan terasing dan tidak mampu yang terus-menerus, telah dikaitkan
dengan perasaan ansietas, marah, disforia, dan depresi.5,10
2.6 Etiologi
Faktor etiologis retardasi mental terutama dapat berupa genetik, perkembangan,
didapat, atau kombinasi berbagai faktor. Penyebab genetik meliputi kondisi kromosomal dan
diwariskan; faktor perkembangan mencakup perubahan kromosom seperti trisomi atau
pajanan pranatal terhadap infeksi dan toksin; dan sindrom yang didapat mencakup trauma
perinatal (seperti prematuritas) dan faktor sosiokultural. Di antara gangguan metabolik dan
kromosom, sindrom Down, fragile X syndrome, dan fenilketonuria (PKU) adalah gangguan
tersering yang biasanya menghasilkan sedikitnya retardasi mental sedang. Orang dengan
retardasi mental ringan kadang-kadang memiliki pola familial yang tampak pada orang tua
dan saudara kandungnya. Kurangnya gizi, pengasuhan, dan stimulasi sosial turut berperan
9
dalam perkembangan retardasi mental. Pengetahuan terkini mengesankan bahwa faktor
genetik, lingkungan, biologis, dan psikososial turut bekerja di dalam retardasi mental.5
Faktor Genetik
Kelainan kromosom autosomal menyebabkan retardasi mental, meskipun
penyimpangan kromosom seks tidak selalu menyebabkan retardasi mental (seperti sindrom
Turner dengan XO dan sindrom Klinefelter dengan variasi XXY, XXXY, dan XXYY).9
Sindrom Down
Meskipun teori dan hipotesis yang dikembangkan di dalam 100 tahun belakangan ini
melimpah-auh, penyebab sindrom Down masih belom diketahui. Masalah penyebab bahkan
semakin rumit sejak dikenalinya baru-baru ini tiga jenis penyimpangan kromosom di dalam
sindrom Down:5
1. Pasien dengn trisomi 21 (tiga kromosom 21, yang seharusnya dua) menunjukkan
mayoritas yang berlebihan; pasien tersebut memiliki 47 kromosom, dengan ekstra
kromosom 21.5
2. Gagal berpisah pada pembelahan sel setelah fertilisasi menyebabkan mosaikisme,
keadaan adanya sel normal dan trisomi di dalam berbagai jaringan.5
3. Di dalam translokasi, terdapat penyatuan dua kromosom, sebagian besar yaitu
kromosom 21 dan 15, sehingga tetap menghasilkan 46 kromosom, meskipun ada
tambahan kromosom 21. Gangguan ini, tidak seperti trisomi 21, biasanya diwariskan.5
Retardasi mental merupakan gambaran yang menumpang tindih sindrom Down.
Sebagian besar orang dengan sindrom ini mengalami retardasi sedang atau berat, hanya
sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50. Perkembangan mental tampak normal dari lahir
hingga usia 6 bulan; nilai IQ secara bertahap menurun dari hampir normal pada usia 1 tahun
hingga sekitar 30 pada usia yang lebih tua. Penurunan intelegensi dapat nyata atau jelas: uji
infantil mungkin tidak mengungkapkan tingkat defek sepenuhnya, yang mungkin terungkap
ketika uji yang lebih canggih digunakan pada masa kanak-kanak awal. Menurut banyak
sumber, anak dengan sindrom Down terlihat tenang, ceria, dan kooperatif, serta mudah
beradaptasi di rumah. Pada remaja, gambaran berubah: anak remaja dapat mengalami
berbagai kesulitan emosional, gangguan perilaku, dan (terkadang) gangguan psikotik.8
10
Diagnosis sindrom Down ditegakkan dengan relatif mudah pada anak berusia lebih
tua tetapi sering sulit pada bayi yang baru lahir. Tanda yang paling penting pada neonatus
mencakup hipotonia menyeluruh, fisura palpebra miring, kulit leher berlebih, tengkorak datar
dan kecil, tulang pipi tinggi, dan lidah menonjol. Tangan lebar dan tebal, dengan garis
transversal tunggal pada telapak tangan serta jari kelingking pendek dan melengkung ke
dalam. Efleks moro lemah atau tidak ada. Lebih dari 100 tanda atau stigmata telah
digambarkan di dalam sindrom Down tetapi jarang ditemukan semuanya pada satu orang.
Harapan hidup dulunya kira-kira 12 tahun; dengan ditemukannya antibiotik, hanya sedikit
pasien muda yang tidak dapat melawan infeksi, tetapi banyak yang tidak dapat hidup di atas
usia 40 tahun. Meskipun demikian, harapan hidup mereka meningkat.5
Orang dengan sindroma Down cenderung menunjukkan kemunduran nyata di dalam
bahasa, memori, keterampilan merawat diri, dan memecahkan masalah pada usia 30-an. Studi
pascakematian pada pasien dengan sindroma Down di atas usia 40 tahun menunjukkan
tingginya insidensi plak senilis dan kekusutan neurofibril, seperti yang ditemukan pada
penyakit Alzheimer dan sindrom Down. Karena itu, patofisiologi kedua gangguan ini
memiliki kesamaan dalam beberapa hal.5,10
Fragile X Syndrome
Fragile X Syndrome merupakan penyebab tunggal retardasi mental yang terbanyak
kedua. Sindrom ini terjadi akibat mutasi kromosom X pada tempat yang dikenal sebagai
fragile site (Xq27.3). Profil perilaku orang dengan sindrom ini mencakup tingginya angka
ADHD, gangguan belaja, dan gangguan perkembangan pervasif, seperti autisme.5
Sindrom Prader-Willi
Sindrom Prader-Willi didalikan terjadi akibat delesi kecil yang mengenai komosom
15, biasanya terjadi secara sporadis. Prevalensinya kurang dari 1 dalam 10.000. Orang
dengan sindrom Down ini menunjukkan perilaku makan kompulsif dan sering obesitas,
retardasi mental, hipogonadisme, perawakan kecil, hipotonia, dan kaki serta tangan yang
kecil. Anak dengan sindrom ini sering memiliki perilaku menantang dan menyimpang.5,9
Fenilketonuria
PKU diturunkan sebagai ciri mendelian autosomal resesif sederhana. Sebagian besar
pasien dengan PKU mengalami retardasi mental berat, tetapi beberapa di antaranya
11
dilaporkan memiliki intelengensi dalam batas ambang atau normal. Meskipun gambaran
klinisnya beragam, anak dengan PKU biasanya hiperaktif; mereka menunjukkan perilaku
yang aneh dan tidak dapat diduga serta sulit diatur. Perilakunya kadang-kadang menyerupai
anak dengan autisme atau skizofrenia.5,10
Gangguan Rett
Gangguan Rett dihipotesiskan sebagai sindrom retardasi mental dominan terkait-X,
bersifat degeneratif, dan hanya mengenai perempuan. Kemunduran keterampilan komunikasi,
perilaku motorik, dan fungsi sosial dimulai pada kira-kira usia 1 tahun. Gejala mirip-autistik
lazim ditemukan, demikian juga ataksia, seringai wajah, menggeretakkan gigi, dan hilangnya
pembicaraan.5
Sindrom Lesch-Nyhan
Sindrom Lesch-Nyhan adalah gangguan langka yang disebabkan oleh defisiensi
enzim yang terlibat di dalam metabolisme purin. Gangguan ini terkait-X; pasien mengalami
retardasi mental, mikrosefali, kejang, koreoatetosis, dan spastisitas. Sindrom ini juga disertai
mutilasi diri kompulsif berat dengan menggigit mulut serta jari. Sindrom Lesch-Nyhan
merupakan contoh lain sindrom yang ditentukan secara genetik dengan pola perilaku yang
spesifik dan dapat diduga.5
12
2.7 Gangguan Defisiensi Enzim Lain
Tabel 2. Tiga Puluh Gangguan Hendaya dengan Kelainan Metabolisme Bawaan.11
13
Faktor Perkembangan dan Faktor yang Didapat
Periode Pranatal
Infeksi maternal selama kehamilan, terutama infeksi virus, diketahui menimbulkan
kerusakan janin dan retardasi mental. Derajat kerusakan janin bergantung pada berbagai
variabel seperti jenis infeksi vius, usia gestasional janin, dan keparahan penyakit.5
Rubella (Campak Jerman)
Rubella telah menggantikan sifilis sebagai penyebab utama malformasi kongenital
dan retardasi mental yang disebabkan oleh infeksi maternal. Anak dari ibu dengan infeksi ini
dapat menunjukkan beberapa kelainan, termasuk penyakit jantung kongenital, retardasi
mental, katarak, tuli, mikrosefali, dan mikroftalmia. Penentuan waktu sangatlah penting,
karena derajat dan frekuensi komplikasi berbanding terbalik dengan usia kehamilan pada
waktu infeksi maternal. Rubella maternal dapat dicegah dengan imunisasi.5
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
Banyak janin dari ibu dengan AIDS tidak pernah mencapai usia cukup bulan karena
aborsi spontan atau lahir mati. Pada mereka yang dilahirkan dan terkena human
immunodeficiency virus (HIV), hingga setengahnya mengalami ensefalopati progresif,
retardasi mental, dan kejang dalam tahun-tahun pertama kehidupan. Anak yang dilahirkan
terinfeksi HIV seringkali hanya dapat hidup beberapa tahun; meskipun demikian, sebagian
besar bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi HIV, tidak terinfeksi virus tersebut.5
Sindrom Alkohol Janin
Sindrom alkohol janin mengakibatkan retardasi mental dan gambaran fenotipik yang
khas berupa dismorfisme wajah yang mencakup hipertelorisme, mikrosefali, fisura palpeba
yang pendek, lipatan epikantus yang dalam, serta hidung yang pesek dan terdongak ke atas.
Anak yang memiliki sindrom ini sering mengalami gangguan belajar, ADHD, dan retardasi
mental tanpa dismorfisme wajah.5
Pajanan Obat Pranatal
Pajanan pranatal terhadap opiat, seperti heroin, sering menghasilkan bayi yang kecil
untuk usia kehamilan, dengan lingkar kepala di bawah presentil ke-10 dan gejala putus zat
yang nyata dalam 2 hai pertama kehidupannya. Gejala putus zat pada saat bayi mencakup
14
iritabilitas, hipertonia, tremor, muntah, menangis dengan nada tinggi, serta pola tidur
abnormal. Kejak tidak lazim terjadi, tetapi sindrom putus zat dapat mengancam jiwa bayi jika
tidak diobati. Diazepam (Valium), phenobarbital (Luminal), chlorpromazine (Thoazine), dan
paregoric telah digunakan untuk menerapi putus zat opiat pada neonatus.5
Komplikasi Kehamilan
Toksemia kehamilan dan diabetes maternal yang tidak terkontrol membahayakan bagi
janin dan kadang-kadang menimbulkan retardasi mental. Malnutrisi maternal selama
kehamilan sering menimbulkan prematuritas dan komplikasi obstetris lain. Perdarahan
vagina, plasenta previa, pelepasan plasenta yang prematur, dan prolaps tali pusat dapat
merusak otak janin karena menimbulkan anoksia. Potensi efek teratogenik agen farmakologis
yang diberikan selama hamil telah dipublikasikan secara luas setelah tragedi thalidomide
(obat yang menyebabkan tingginya persentase bayi cacat ketika diberikan kepada perempuan
hamil). Penggunaan lithium (Eskalith) selama kehamilan baru-baru ini dikaitkan dengan
beberapa malformasi kongenital, terutama sistem kardiovaskular (contoh, anomali Ebstein).5
Periode Perinatal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi prematu dan bayi dengan berat lahir rendah
memiliki ririko tinggi mengalami gangguan neurologis dan intelektual yang nyata selama
masa sekolah. Sejumlah studi baru-baru ini mendokumentasikan bahwa di antara anak-anak
dengan berat lahir sangat rendah (kurang dari 1.000 gram), 20 persennya ditemukan
mengalami cacat bermakna, termasuk palsi serebral, retardasi mental, autisme, dan
intelegensi endah dengan masalah belajar yang berat.5
Gangguan Masa Kanak-Kanak yang Didapat
Kadang-kadang, status perkembangan anak berubah secara dramatis sebagai akibat
penyakit spesifik atau trauma fisik. Dahulu, kadang-kadang sulit untuk memastikan gambaran
lengkap kemajuan perkembangan anak sebelum adanya penyakit atau trauma, tetapi efek
merugikan pada perkembangan atau keterampilan anak terjadi setelahnya.8
Infeksi
Infeksi yang paling serius dan memengaruhi integritas otak adalah ensefalitis dan
meningitis. Sebagian besar episode ensefalitis disebabkan oleh virus. Meningitis yang
15
terlambat didiagnosis, bahkan jika kemudian diikuti terapi antibiotik, dapat memengaruhi
perkembangan kognitif anak secara serius.5
Trauma Kepala
Penyebab cedera kepala yang paling sering dikenal baik dan menimbulkan kecacatan
perkembangan, termasuk kejang, adalah kecelakaan kendaraan bermotor, tetapi lebih banyak
lagi cedera kepala yang disebabkan oleh kecelakaan rumah tangga, seperti jatuh dari meja,
dari jendela yang terbuka, dan dari tangga. Penganiayaan anak jega merupakan penyebab
cedera kepala.5
Masalah Lain
Salah satu penyebab kerusakan otak parsial adalah asfiksia akibat hampir tenggelam.
Pajanan jangka panjang terhadap timbal adalah penebab gangguan intelegensi dan
keterampilan belajar yang telah ditetapkan. Tumor intrakranial dengan berbagai jenis dan
asalnya, pembedahan, dan kemoterapi juga dapat merugikan fungsi otak.5
Faktor Lingkungan dan Sosiokultural
Retardasi ringan dapat terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, pangasuhan, serta
stimulasi yang tepat secara bermakna. Anak yang mengalami keadaan ini dapat mengalami
kerusakan jangka panjang pada perkembangan fisik dan emosinya. Lingkungan pranatal yang
diganggu oleh perawatan medis yang buruk dan gizi maternal yang buruk dapat merupakan
faktor resiko dan disertai komplikasi obstetri, prematuritas, serta berat lahir rendah.
Perawatan medis pascalahir yang buruk, malnutrisi, pajanan zat toksik seperti timbal, dan
trauma fisik adalah faktor risiko retardasi mental ringan. Ketidakstabilan keluarga, sering
berpindah-pindah, dan jumlah pengasuh yang banyak tetapi tidak memadai dapat mengurangi
hubungan emosional yang penting pada bayi, menyebabkan gagal tumbuh serta potensi risiko
terhadap otak yang sedang berkembang.5
2.8 Diagnosis
Diangnosis retardasi mental dapat ditegakkan setelah anamnesis, penilaian intelektual
standar, dan pengukuran fungsi adaptif menunjukkan bahwa perilaku anak saat ini secara
signifikan berada di bawah tingkat yang diharapkan.
16
Tabel 3. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Retardasi Mental.7
Diagnosis ini sendiri tidak merinci penyebab atau prognosis. Uji laboratorium dapat
digunakan untuk mengetahui penyebab serta prognosis.
Anamnesis
Anamnesis paling sering diambil dari orang tua atau pengasuh, dengan perhatian
khusus terhadap kehamilan ibu, dan persalinan; adanya riwayat keluarga dengan retardasi
mental; orang tua dengan perkawinan sedarah; dan gangguan herediter. Sebagi bagian dari
anamnesis, klinisi menilai keseluruhan tingkat fungsi dan kapasistas intelektual orang tua
serta iklim emosional di dalam rumah.7
Wawancara Psikiatrik
Dua faktor yang sangat penting ketika mewawancarai pasien: sikap pewawancara dan
cara berkomunikasi dengan pasien. Pewawancara tidak boleh teraahkan oleh usia mental
pasien, karena tidak dapat secara utuh mencirikan orang tersebut.7
Kemampuan verbal pasien, termasuk bahasa resetif dan ekspresif, harus dinilai
sesegera mungkin, dengan mengamati komunkasi verbal dan nonverbal antara pemberi
17
perawatan dan pasien serta dengan melakukan anamnesis. Pertanyaan yang mengarahkan
harus dihindaei karena orang dengan retardasi dapat mudah tersugesti dan ingin
menyenangkan orang lain. Pengarahan dan struktur yang samar-samar, serta penguatan
mungkin perlu untuk membuat mereka tetap berada di dalam topik atau tugasnya.7
Secara umum, pemeriksaan psikiatri pada pasien dengan retardasi harus
mengungkapkan bagaimana pasien menghadapi tahapan-tahapan perkembangan.7
Pemeriksaan Fisik
Bagian tubuh yang berbeda-beda mungkin memiliki ciri khas tertentu yang dihasilkan
penyebab prenatal dan lazim ditemukan pada orang dengan retardasi mental.7
18
19
Tabel 4. Contoh yang Mewakili Sindrom Retardasi Mental serta Fenotipe Perilaku.5
Selama pemeriksaan, klinisi harus mengingat bahwa anak dengan retardasi mental,
terutama mereka dengan masalah perilaku terkait, memiliki peningkatan risiko mengalami
penganiayaan anak.
Pemeriksaan Neurologis
Rontgen tengkorak biasanya dilakukan secara rutin tetapi hanya memberikan
kejelasan pada relatif sedikit keadaan, seperti kraniosinostosis, hidrosefalus, dan gangguan
lain yang mengakibatkan kalsifikasi intrakranial (contoh, toksoplasmosis, sklerosis tuberosa,
angiomatosis serebral, dan hipopaatiroidisme). Pemindaian computed tomography (CT) dan
magnetic resonance imaging (MRI) telah menjadi alat yang penting untuk mengungkap
20
patologi sistem saraf pusat (SSP) yang terkait retardasi mental. Temuan berupa hidrosefalus
internal, atrofi korteks, atau porensefali yang kadang-kadang ditemukan pada anak dengan
retardasi mental berat dengan kerusakan otak tidak dianggap pentiung untuk gambaran
umum.5,7
2.9 Gambaran Klinis
Survei telah mengidentifikasi beberapa gambaran klinis yang terdapat dalam
frekuensi yang lebih besar pada orang dengan retardasi mental dibandingkan populasi umum.
Gambaran ini, yang dapat terjadi sendiri atau sebagai bagian dari gangguan mental, termasuk
hiperaktivitas, toleransi yang rendah terhadap frustasi, agresi, ketidakstabilan afektif, perilaku
motorik stereotipik berulang, dan berbagai perilaku mencederai diri sendiri. Perilaku
mencederai diri sendiri tampak lebih sering dan lebih intens pada retardasi mental yang
semakin berat. Penentuan apakah gambaran klinis ini merupakan gangguan mental komorbid
atau gejala sisa langsung keterbatasan perkembangan yang terkait dengan retardasi mental
sering sulit dilakukan.2,5
2.10 Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium yang digunakan untuk menjelaskan penyebab retardasi mental
mencakup analisis kromosom, tes urin dan darah untuk gangguan metabolik, serta pencitraan
saraf. Kelainan kromosom merupakan satu-satunya penyebab retardasi mental yang paling
lazim ditemukan pada orang yang penyebab retardasinya dapat diidentifikasi.5
Studi Kromosom
Penentuan kariotipe di dalam laboratorium genetik dipertimbangkan setiap kali
kecurigaan adanya gangguan kromosom atau ketika penyebab retardasi mental tidak
teridentifikasi.5,8
Amniosentesis, yaitu sejumlah kecil cairan amnion diambil dari rongga amnion
transabdominal pada kia-kira usia kehamilan 15 minggu, berguna di dalam mendiagnosis
kelainan kromosom pranatal. Amniosentesis sering dipertimbangkan jika terdapat risiko janin
yang meningkan untuk sindrom Down, seperti meningkatnya usia maternal. Banyak
21
gangguan herediter serius dapat diperkirakan dengan amniosintesis, dan harus
dipertimbangkan pada perempuan hamil berusia di atas 35 tahun.5,8
Chronic villi sampling (CVS) adalah teknik penapisan untuk menentukan kelainan
kromosom janin. Jika hasilnya abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat
diambil dalam trimester pertama.5,8
Analisis Darah dan Urine
Sindom Lesch-Nyhan, galaktosemia, PKU, sindrom Hurler, dan sindrom Hunter
merupakan contoh gangguan yang mencakup retardasi mental dan dapat diidentifikasi
melalui analisis enzim yang sesuai atau asam amino maupun organik. Kelainan enzim di
dalam gangguan kromosom, terutama sindrom Down, menjanjikan untuk menjadi alat
diagnostik yang berguna, kelainan pertumbuhan yang tidak dapat dijelaskan, gangguan
kejang, tonus otot yang buruk, ataksia, kelainan tulang dan kulit, dan kelainan mata adalah
beberapa indikasi untuk dilakukannya uji fungsi metabolik.5,8
Penilaian Psikologis
Uji psikologis, yang dilakukan oleh psikolog berpengalaman, merupakan bagian dai
evaluasi standar untuk retardasi mental. Skala Gesell dan Bayley serta Catell Infant
Inteligence Scale adalah yang paling sering digunakan pada bayi. Untuk anak, Standford
Binet Intelegence Scale dan Wechsler Intelegence Scale for Children edisi ketiga (WISC-III)
adalah yang paling luas digunakan di Amerika Serikat.5,8
2.11 Perjalanan Gangguan dan Prognosis
Pada sebagian besar kasus retardasi mental, hendaya intelektual yang mendasari tidak
membaik, tetapi tingkat adaptasi orang yang mengalaminya secara positif dapat dipengaruhi
oleh lingkungan yang mendukung dan berkualitas baik. Pada umumnya, orang dengan
retardasi mental ringan dan sedang memiliki fleksibilitas tertinggi dalam beradaptasi terhadap
berbagai keadaan lingkungan.5
Diagnosis Banding
Menurut definisi, retardasi mental harus dimulai sebelum usia 18 tahun. Beberapa
hendaya sensoik, terutama tuli dan buta, dapat dikelirukan dengan retardasi mental jika
22
selama uji tidak digunakan alat bantu. Defisit pembicaraan dan palsi serebral sering membuat
anak tampak mengalami retardasi mental, bahkan saat intelegensinya berada dalam batas
amabang atau normal. Jenis penyakit kronis dan melemahkan apapun dapat menurunkan
fungsi anak pada semua area. Gangguan konfulsif dapat memberikan kesan adanya retardasi
mental, terutama saat adanya kejang yang tidak terkontrol. Sindrom otak kronis dapat
mengakibatkan cacat tertentu—tidak dapat membaca (aleksia), tidak dapat menulis (agrafia),
tidak dapat berkomunikasi (afasia), dan beberapa cacat lain—yang mungkin terdapat pada
orang dengan intelegensi normal atau bahkan superior. Anak dengan gangguan belajar, ang
dapat terjadi bersamaan dengan retardasi mental, mengalami keterlambatan atau kegagalan
perkembangan pada area khusus seperti membaca atau matematika, tetapi anak tersebut
berkembang normal pada area lain. Sebaliknya, anak dengan retardasi mental menunjukkan
keterlambatan umum pada sebagian besar area perkembangan.5
Retardasi mental dan gangguan perkembangan pervasif sering terdapat bersamaan.
Karena tingkat fungsi mereka yang biasa saja, anak dengan gangguan perkembangan pevasid
memiliki lebih banyaj masalah dengan hubungan sosial dan mengalami penyimpangan
bahasa yang lebih dibandingkan anak yang mengalami retardasi mental.2
Anak di bawah usia 18 tahun yang memenuhi kriteria diagnostik demensia dan
menunjukkan IQ kurang dari 70 diberikan diagnosis demensia dan retardasi mental. Mereka
yang IQ-nya turun hingga kurang dari 70 setelah usia 18 tahun dan yang memiliki onset baru
gangguan kognitif tidak diberikan diagnosis retardasi mental tetapi hanya diagnosis
demensia.2,5
2.12 Terapi
Retardasi mental dikaitkan dengan berbagai gangguan psikiatri komorbid dan paling
sering membutuhkan berbagai dukungan psikososial. Tetapi orang dengan retardasi mental
didasari pada penilaian akan kebutuhan sosial dan lingkungan serta perhatian terhadap
keadaan komorbidnya. Terapi optimal untuk keadaan yang dapat menyebabkan retardasi
mental adalah pencegahan primer, sekunder, dan tersier.5
Pencegahan Primer
23
Pencegahan primer meliputi tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau
mengurangi keadaan yang menimbulkan terjadinya gangguan yang terkait dengan retardasi
mental. Cara-caranya mencakup edukasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat umum
dan kesadaran akan retardasi mental; upaya profesional kesehatan yang berkelanjutan untuk
menyediakan perawatan kesehatan anak dan ibu yang optimal; dan eradikasi gangguan yang
diketahui diakibatkan oleh kerusakan SSP.5
Pencegahan Sekunder dan Tersier
Ketika suatu gangguan yang dikaitkan dengan etardasi mental telah diidentifikasi,
gangguan ini harus diterapi untuk memperpendek perjalanan penyakit (pencegahan sekunder)
dan untuk meminimalkan gejala sisa atau hendaya selanjutnya (pencegahan tersier).
Gangguan endokrin dan metabolik herediter, seperti PKU dan hipotiroidisme, dapat diterapi
dengan efektif pada tahap awal dengan pengendalian diet atau terapi sulih hormon. Anak
dengan retardasi mental sering memiliki kesulitan emosi dan perilaku yang memerlukan
terapi psikiatrik. Kemampuan sosial dan kognitifnya yang terbatas memerlukan modalitas
terapi psikiatrik yang dimodifikasi dan didasari pada tingkat intelegensi anak tersebut.5
Edukasi untuk Anak
Tatanan edukasi untuk anak yang mengalami retardasi mental harus mencakup
program komprehensif yang memberikan pelatihan keterampilan adaptif, pelatihan
keterampilan sosial, dan pelatihan kejuruan. Perhatian khusus harus difokuskan pada
komunikasi dan upaya untuk memperbaiki kualitas kehidupan. Terapi kelompok sering
menjadi format yang berhasil asalkan anak dengan retardasi mental dapat belajar dan
mempaktikkan situasi kehidupan nyata yang dihipoteisiskan dan mendapatkan umpan balik
yang mendukung.5
Terapi Perilaku, Kognitif, dan Psikodinamik
Terapi perilaku telah digunakanselama beberapa tahun untuk membentuk dan
meningkatkan perilaku sosial serta untuk mengendalikan dan meminimalkan perilaku agresif
dan destruktif orang tersebut. Terapi kognitif, seperti menghilangkan keyakinan yang salah
serta latihan relaksasi dengan instruksi diri sendiri, telah direkomendasikan untuk pasien
retardasi mental yang dapat mengikuti perintah. Terapi psikodinamik digunakan pada pasien
dan keluarganya untuk mengurangi konflik mengenai pengharapan yang menimbulkan
ansietas, kemarahan, dan depresi yang menetap.5
24
Edukasi Keluarga
Salah satu area yang paling penting yang dapat dilakukan klinisi adalah memberikan
edukasi kepada keluarga pasien dengan retardasi mental mengenai cara untuk meningkatkan
kompetensi dan harga diri sambil mempertahankan pengharapan yang realistik untuk pasien.
Orang tua bisa mendapatkan keuntungan dari konseling yang berkelanjutan atau terapi
keluarga dan harus diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan bersalah, putus
asa, sedih, penyesalan berulang, dan kemarahan terhadap gangguan serta masa depan
anaknya. Psikiater harus siap untuk memberikan orang tua semua dasar dan informasi medis
terkini mengenai penyebab, terapi, dan area terkait lainnya (seperti pelatihan khusus dan
perbaik defek sensorik).5
Interversi Sosial
Olimpiade Khusus Internasional adalah program olah raga rekreasional yang dibuat
untuk populasi ini. Di samping menyediakan forum untuk mengembangkan kebugaran fisik,
Olimpiade Khusus juga meningkatkan interaksi sosial, persahabatan, dan diharapkan, harga
diri umum.5
Farmakologi
Pendekatan farmakologis untuk terapi gangguan mental komorbid pada pasien dengan
retardasi mental komorbid pada pasien dengan retardasi mental sama untuk pasien tanpa
retardasi mental. Semakin banyak data yang menyokong penggunaan berbagai obat
psikotropik untuk pasien dengan gangguan jiwa dan juga retardasi mental.5
25
BAB III
KESIMPULAN
Terdapat empat derajat reterdasi mental, retardasi mental ringan, sedang, berat, dan
sangat berat, serta retardasi mental dengan keparahan tidak dirinci karena ketika terdapat
anggapan kuat adanya retardasi mental tetapi intelegensi orang tersebut tidak dapat diuji
dengan uji standar.
Pada retardasi mental ringan pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung
terlambat pada berbagai tingkat dan masalah kemampuan bicara resmi akan mengganggu
perkembangan kemandiriannya yang mungkin menetap hingga usia dewasa. Etiologi organik
hanya dapat diidentifikasi pada sebagian pasien. Keadaan lain yang menyertainya seperti
autisme, gangguan perkembangan lain, epilepsi, gangguan tingkah laku, atau disabilitas fisik
dapat ditemukan dalam berbagai proporsi.
Pada retardasi mental sedang biasanya mereka menunjukkan penampilang
kemampuan yang tidak sesuai, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam
ketrampilan visuo-spatial daripada tugas-tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang
lainnya sangat canggung tetapi dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana.
Tingkat perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana,
sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka.
Ada yang tidak pernah belajar menggunakan bahasa, meskipun mereka mungkin dapat
mengerti instruksi sederhana dan belajar menggunakan isyarat tangan untuk kompensasi
disabilitas berbicara mereka. Etiologi organik dapat diidentifikasi pada mayoritas penyandang
retardasi mental sedang. Autisme masa anak atau gangguan perkembangan pervasif terdapat
pada sebagaian kecil kasus yang mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan tipe
penatalaksanaan yang dibutuhkan. Epilepsi, disabilitas neurologis dan fisik juga lazim
ditemukan meskipun kebanyakan reterdasi mental sedang mampu berjalan tanpa bantuan.
Karena tingkat perkembangan bahasanya yang terbatas sulit untuk menegakkan kondisi
psikiatrik lain yang menyertainya tanpa informasi yang diperoleh dari orang lain yang
menyertainya.
Pada retardasi mental berat dan sangat berat penggunaan dan pemahaman bahasa
terbatas, kemampuan tertinggi hanyalah mengerti perintah dasar dan mengajukan
26
permohonan sederhana. Keterampilan visuo-spasial yang paling dasar dan sederhana tentang
memilih dan mencocokkan mungkin dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk
yang tepat. Penyandang mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas rumah tangga yang
praktis. Etiologi organik dapat diidentifikasikan pada sebagian besar kasus. Biasanya ada
disabilitas neurologis dan fisik lain yang berat yang memengaruhi mobilitas, seperti epilepsi
dan hendaya daya lihat dan daya dengar. Sering ada gangguan perkembangan pervasif dalam
bentuk sangat berat khususnya autisme yang tidak khas (atypical) terutama pada penyandang
yang dapat bergerak.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Prasetyo J. Pengantar Psikiatri Anak. Buku Ajar Psikiatri. Elvira SD, Hadisukanto G,
editors. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. h.
389-410.
2. Humris WE, Pleyte. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri. Elvira SD, Hadisukanto
G, editors. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.
h. 411-9.
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III (PPDGJ III). Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 1993.
4. Yususf I. Retardasi Mental. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 1991.
5. Sadock BJ, Sadock VA. Retardasi Mental. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis. Ed 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. 2013. h. 561-71.
6. Mental Retarded Activities of the U.S. Department of Health, Education, and Welfare.
Washington DC: US Goverment Printing Office. 1989: 2.
7. American Psychiatric Association. The Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. Ed 4th. Text rev. Washington DC: American Psychiatic Association. 2000.
8. Bauman ML. Autism: Clinical Features and Neurobiological Observations. Clinical
Practice Guidelines, Refinding the Standarts of Care for Infants, Children, and
Families with Special Needs. Bethesda: ICDL Press & The Unicorn Children’s
Foundation. 2000.
9. Szymanski LS, Kaplan LC. Mental Retardation. Textbook of Child and Adolescent
Psychiatry. Ed 3rd. Arlington: American Psychiatry Publishing. 2004.
10. Wiener JM, Dulcan MK. Textbook of Child and Adolescent Psychiatry, Vol II. Ed
3rd. American Psychiatry Publishing, Inc. 2004.
11. Leroy JC. Hereditary, Development, and Behavior. Levine MD, Carey WB, Crocker
WB, editors. Developmental Behavioral Pediatrics. Philadelphia: WB Saundres. 1983.
h. 315.
28