Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

52
BAB I Pendahuluan Untuk mewujudkan Visi BKKBN yaitu “penduduk tumbuh seimbang 2015”, dan misi BKKBN yaitu “mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera”, bahwa keluarga berencana bukan saja kehendak eksekutif dan rakyat melalui legislatif tetapi merupakan kehendak kita semua melalui Undang-Undang yang harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. (1) Program Keluarga Berencana Nasional dan Kesehatan Reproduksi bertujuan untuk membantu keluarga dalam merencanakan keluarga, mengatur kehamilan, mencegah kehamilan tak diinginkan, meningkatkan akses dan kualitas informasi, konseling dan pendidikan KB dan KR, meningkatkan peran wanita serta pria dalam KB, meningkatkan kemitraan dan menggerakkan seluruh elemen masyarakat dalam program KB dan KR. (1) Keberhasilan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) antara lain ditandai dengan adanya penurunan Laju Pertumbuhan Penduduk, Penurunan tingkat Fertilitas, peningkatan kesadaran masyarakat tentang makna keluarga kecil, hal ini mencerminkan betapa besarnya peran Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dalam melaksanakan kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di wilayah binaan di tingkat desa/ kelurahan. (2) PKB sebagai ujung tombak program sangat strategis perannya dalam melakukan pembinaan langsung kepada indivudu, 1

description

d

Transcript of Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

Page 1: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

BAB I

Pendahuluan

Untuk mewujudkan Visi BKKBN yaitu “penduduk tumbuh seimbang 2015”, dan misi

BKKBN yaitu “mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan

mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera”, bahwa keluarga berencana bukan saja

kehendak eksekutif dan rakyat melalui legislatif tetapi merupakan kehendak kita semua

melalui Undang-Undang yang harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab.(1)

Program Keluarga Berencana Nasional dan Kesehatan Reproduksi bertujuan untuk

membantu keluarga dalam merencanakan keluarga, mengatur kehamilan, mencegah

kehamilan tak diinginkan, meningkatkan akses dan kualitas informasi, konseling dan

pendidikan KB dan KR, meningkatkan peran wanita serta pria dalam KB, meningkatkan

kemitraan dan menggerakkan seluruh elemen masyarakat dalam program KB dan KR.(1)

Keberhasilan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) antara lain

ditandai dengan adanya penurunan Laju Pertumbuhan Penduduk, Penurunan tingkat

Fertilitas, peningkatan kesadaran masyarakat tentang makna keluarga kecil, hal ini

mencerminkan betapa besarnya peran Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dalam

melaksanakan kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di wilayah binaan di

tingkat desa/ kelurahan.(2)

PKB sebagai ujung tombak program sangat strategis perannya dalam melakukan

pembinaan langsung kepada indivudu, keluarga dan masyarakat di tingkat desa/ kelurahan.

Oleh karena itu para PKB perlu dibekali pengetahuan tentang program KKB Nasional dengan

jelas dalam melakukan pembinaan kepada individu, keluarga dan masyarakat di tingkat desa/

kelurahan sehingga dapat melaksanakan tugas dalam memberikan KIE dengan mudah dan

percaya diri.(2)

BAB II1

Page 2: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

Program KB Di Indonesia

Masalah kependudukan di Indonesia dewasa ini, sudah merupakan masalah yang

perlu mendapat perhatian dan penggarapan yang serius dari kita, yaitu pemerintah bersama

dengan masyarakat kita semua dan menjadi bahan analisis yang menarik karena berbagai

aspek pembangunan berkaitan dengan masalah kependudukan.(3)

Masalah pokok kependudukan di Indonesia dipengaruhi antara lain:

a) Masalah jumlah penduduk yang besar

b) Masalah pertumbuhan penduduk yang cepat

c) Masalah penyebaran penduduk yang timpang/tidak merata

d) Masalah komposisi umur penduduk

e) Masalah mobilitas penduduk

f) Masalah tingkat kelahiran yang tinggi

g) Karakteristik sosial ekonomi penduduk

Implikasi terhadap pembangunan :

a) Peningkatan kesejahteraan lambat

b) Pemanfaatan sumber alam berlebihan

c) Pinjaman luar negeri meningkat

d) Penanggulangan kemiskinan sulit

e) Masalah ketenaga kerjaan meningkat

f) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) rendah, rangking 108 dari 179 negara

Kebijakan dan perencanaan bidang kependudukan :

Kebijakan dan perencanaan dalam bidang kependudukan yang segmentatif adalah

mutlak sesuai dengan perkembangan lingkungan strategis (pembangunan berwawasan

kependudukan), yang meliputi antara lain:

a) Pengendalian kuantitas penduduk

b) Peningkatan kualitas penduduk

c) Mobilitas diarahkan sesuai visi BKKBN dan sasaran MDG’s

d) TFR diharapkan konstan pada angka 1,6 - 2,1

e) Komitmen program KKB harus tetap tinggi di berbagai tingkatan wilayah

2

Page 3: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

Terdapat tiga komponen dasar kependudukan, yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi.(2)

a) Fertilitas

1. Konsep dan Definisi Fertilitas

a) Fertilitas dan Fekunditas

Fertilitas, adalah kemampuan seorang wanita untuk melahirkan

hidup seorang anak, sedangkan potensi seorang wanita untuk

melahirkan disebut FEKUNDITAS.

Berbeda dengan Fertilitas, dalam fekunditas yang dilihat adalah

potensi untuk melahirkan tanpa melihat apakah wanita tersebut benar-

benar melahirkan seorang anak atau tidak.(2)

b) Jumlah Kelahiran

Yang dimaksud jumlah kelahiran adalah banyaknya kelahiran

hidup yang terjadi pada waktu tertentu di wilayah tertentu.(3)

c) Anak Lahir Hidup (ALH – Children Ever Born)

Kelahiran yang dimasukkan dalam perhitungan adalah anak

yang lahir hidup. Untuk bayi yang lahir hidup sesaat kemudian

meninggal/mati maka seharusnya dimasukkan dalam penghitungan dan

registrasi sebagai kelahiran.

Konsep kelahiran Hidup menurut World Health Organization

(WHO) Didefinisikan sebagai kelahiran bayi, tanpa memperhitungkan

lamanya di dalam kandungan, di mana si bayi menunjukkan tanda-

tanda kehidupan pada saat dilahirkan, misalnya ada nafas (bernafas),

ada denyut jantung, atau denyut tali pusat, atau gerakan-gerakan otot.(3)

d) Anak Masih Hidup (AMH – Children Still Living)

Yaitu jumlah anak yang masih hidup yang dimiliki seorang

wanita sampai saat wawancara dilakukan.(2)

e) Abortus

Adalah kematian janin dalam kandungan dengan umur

kehamilan kurang dari 28 minggu.

Abortus dapat terjadi disebabkan karena :

Disengaja (induced)

Tidak disengaja (spontaneous)(2)

3

Page 4: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

f) Masa Reproduksi (childbearing Age)

Yaitu masa dimana perempuan mampu melahirkan dimulai dari

saat menarche hingga memasuki masa menopause yang disebut juga

usia subur (15 – 49 tahun).(2)

g) Sumber Data Fertilitas

Sumber data fertilitas dapat diperoleh melalui:

Registrasi penduduk

Sensus penduduk

Survei penduduk Antar Sensus ( Supas )

Survei-survei lain yang mempunyai cakupan nasional,

missal Survei  Demografi dan Kesehatan Indonesia

(SDKI). (4)

2. Ukuran-ukuran Fertilitas

Ukuran-ukuran fertilitas dapat dikelompokkan ke dalam istilah:

a) Yearly performance current fertility yang meliputi

(CBR;GFR;ASFR;TFR)(3)

CBR: Crude Birth Rate (Angka Kelahiran Kasar)

Yaitu angka yang menunjukkan jumlah kelahiran pada suatu

periode per 1000 penduduk pada periode yang sama.

GFR: General Fertility Rate (Angka Kelahiram Umum)

Yaitu banyaknya kelahiran pada suatu periode per 1000

penduduk perempuan usia 15-49 tahun atau 15-44 tahun pada

pertengahan periode yang sama.

ASFR: Age Specific Fertility (Angka Fertilitas Umur  tertentu)

Yaitu banyaknya kelahiran pada perempuan kelompok umur

tertentu pada suatu periode per 1000 penduduk perempuan pada

kelompok umur yang sama pada pertengahanperiode yang sama.

TFR: Total Fertility Rate ( Angka Fertilitas Total)

Adalah angka yang menunjukkan rata-rata jumlah anak yang

dimilki oleh wanita usia subur, sepanjang siklus kehidupan

reproduksinya.

4

Page 5: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

b) REPRODUCTIVE HISTORY (comulative fertility) yang meliputi

(CEB,CWR)

CEB: Children ever born (jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup

(ALH)

Anak Lahir hidup ini mencerminkan banyaknya kelahiran

sekelompok atau beberapa kelompok perempuan selama masa

reproduksinya (disebut juga paritas).

CWR: Child Woman Ratio

Merupakan ratio antara jumlah anak berusia dibawah lima

tahun (0-4 tahun) dengan jumlah penduduk perempuan usia

reproduksi.

c) Ukuran-ukuran Reproduksi

Berkaitan dengan ukuran reproduksi dikenal istilah Angka

Reproduksi. Angka Reproduksi adalah: ukuran yang berkenaan

dengan kemampuan suatu penduduk untuk menggantikan dirinya.

Oleh karenanya yang dihitung adalah bayi perempuan saja.(3)

Yang termasuk ukuran Reproduksi meliputi (GRR dan NRR)

GRR : Gross Reproduction Rate (Angka Reproduksi Kotor)

Yaitu banyaknya perempuan yang dilahirkan oleh suatu kohor

perempuan.

NRR : Nett Reproduction Rate (Angka Reproduksi Bersih)

Yaitu angka memperhitungkan kemungkinan si bayi

perempuan meninggal sebelum masa reproduksinya.(2)

3. Metode-metode Pengukuran Fertilitas

a) Metode Langsung

Metode langsung dapat diperoleh dengan menghitung jumlah

bayi yang lahir dalam suatu periode pengamatan kemudian dibagi

dengan jumlah perempuan yang terpapar kepada peristiwa melahirkan

(woman years lived). Informasi ini diperoleh dari sejarah kelahiran

lengkap (full birth histories) selama periode tertentu dengan

menggunakan data kalender.(3)

Estimasi TFR dengan menggunakan metode langsung di

Indonesia pertamakali dilakukan dengan menggunakan hasil Survei 5

Page 6: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

Prevalensi Kontrasepsi Indonesia ( SPI ) 1987, kemudian Survei

Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991,1994 dan 1997 serta

hasil Supas 1995 juga dilakukan estimasi TFR dengan menggunakan

metode langsung.(3)

b) Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung diperoleh dengan menggunakan

informasi tentang jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup (Children

ever born) serta jumlah anak masih hidup (surving children).(3)

Estimasi TFR untuk Indonesia dan propinsi-propinsi telah

dilakukan dengan menggunakan metode tidak langsung, yaitu yang

dihitung:

Anak kandung ( own-Children/OC )

Rele

Palmore

Anak lahir hidup yang terlahir (Last Live Birth/ LLB )

Data yang telah digunakan adalah hasil Sensus Penduduk

1971,1980 dan 1990 serta survei Penduduk Antar Sensus (Supas)

1976, 1985 dan 1995.

Khusus untuk metode LLB data yang digunakan adalah hasil

Supas 1985 dan 1995. Estimasi dengan metode yang berbeda

menghasilkan angka yang berbeda karena masing-masing metode

menggunakan asumsi serta penyesuaian yang berbeda.(2)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas

a) Secara langsung :

Jumlah WUS

Jumlah PUS

Rata-rata usia kawin pertama

Lama status kawin

Keguguran

Abstinensi

Kontrasepsi

b) Secara tidak langsung : sosial, ekonomi, demografi, budaya, dan

lingkungan. (2)

6

Page 7: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

b) Mortalitas

1) Definisi Mortalitas

Mortalitas atau kematian merupakan salah satu komponen demografi selain fertilitas

dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kematian sebagai suatu peristiwa

menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat

setelah terjadi kelahiran hidup.

Definisi kematian tersebut harus diketahui, untuk mendapatkan data kematian yang

benar. Kematian hanya bisa terjadi kalau sudah terjadi kelahiran hidup atau keadaan mati

selalu didahului dengan keadaan hidup.

Lahir hidup (live birth) yaitu peristiwa keluarnya hasil konsepsi dari rahim seorang

ibu secara lengkap tanpa memandang lamanya kehamilan dan setelah perpisahan tersebut

terjadi; hasil konsepsi bernafas dan mempunyai tanda-tanda hidup lainnya, seperti denyut

jantung, denyut tali pusat, atau gerakan-gerakan otot, tanpa memandang apakah tali pusat

sudah dipotong atau belum.

Lahir mati (fetal death) yaitu peristiwa menghilangnya tanda-tanda kehidupan dari

hasil konsepsi sebelum hasil konsepsi tersebut dikeluarkan dari rahim ibunya.(3)

2) Sumber data kematian

Beberapa sumber data kematian yaitu:

Sensus penduduk

Survei

Sumber-sumber lain seperti: Rumah Sakit, Dinas Pemakaman, Kantor Polisi, dll

3) Indikator Mortalitas

Bermacam-macam Indikator Mortalitas atau Angka kematian yang umum dipakai

adalah:

a) Angka Kematian Kasar (AKK) atau Crude Death rate (CDR)

Angka Kematian Kasar (Crude death Rate) adalah angka yang

menunjukkan berapa besarnya kematian yang terjadi pada suatu tahun

tertentu untuk setiap 1000 penduduk. Angka ini disebut kasar sebab

belum memperhitungkan umur penduduk, penduduk tua mempunyai

7

Page 8: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

resiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang

masih muda.(3)

b) Angka Kematian Bayi (AKB) / Infant Mortality Rate (IMR)

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi

lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Angka Kematian Bayi

(AKB)/ Infant Mortality Rate adalah banyaknya kematian bayi berusia

dibawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.(4)

c) Angka Kematian Balita (AKBa 0-5 th)

Balita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi yang

baru lahir, yang berusia 0 sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun 11

bulan 29 hari). Pada umumnya ditulis dengan notasi 0- 4 tahun. Angka

kematian Balita adalah jumlah kematian anak berusia 0 – 4 tahun selama

satu tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan

tahun ini (termasuk kematian bayi).(4)

d) Angka Kematian Anak (AKA 1 - 5 th)

Yang dimaksud dengan anak (1-4 tahun )disini adalah penduduk yang

berusia satu sampai menjelang 5 tahun atau tepatnya 1 sampai dengan 4

tahun 11 bulan 29 hari. (3)

e) Angka Kematian Anak

Adalah jumlah kematian anak berusia 1–4 tahun selama satu tahun per

1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu.(4)

f)Angka Kematian Ibu (AKI) / MMR

Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau

kematian dalan kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa

memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian

yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya tetapi bukan

karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh, dll. (4)

g) Angka Kematian Ibu (AKI) / (Maternal Mortality Rate)

Adalah angka yang menunjukkan jumlah kematian ibu melahirkan per

100.000 kelahiran hidup per tahun.(4)

h) Angka Harapan Hidup ( UHH ) atau Life Expectancy

Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial

ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan

8

Page 9: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

hidup penduduk suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan

melalui puskemas, meningkatnya daya beli masyarakat akan

meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi

kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunya pendidikan yang lebih

baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang

memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya.

i) Angka Harapan Hidup Pada suatu umur x

Adalah Rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang

yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam

situasi mortalitas yang berlaku dilingkungan masyarakatnya. Angka

harapan hidup saat lahir adalah; rata-rata tahun hidup yang akan dijalani

oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu.(4)

c) Migrasi

Migrasi merupakan salah satu dari tiga komponen dasar dalam Demografi. Komponen ini

bersama dengan komponen lainnya, kelahiran dan kematian mempengaruhi dinamika

kependudukan di suatu wilayah seperti pertumbuhan, juml;ah, komposisi, dan distribusi

keruangan. Tinjauan migrasi secara regional sangat penting dilakukan tertama terkait dengan

kepadatan penduduk yang tidak merata, adanya faktor-faktor pendorong dan penarik bagi

penduduk untuk melakukan migrasi, kelancaran sarana transportasi antar wilayah dan

pembangunan.(4)

1) Definisi Migrasi

Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat

ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/ Negara

(migrasi internasional).(3)

2) Jenis-jenis Migrasi

Ditinjau dari dimensi ruang atau / daerah, secara garis besar migrasi dibedakan atas :

a) Perpindahan antar Negara, yaitu perpindahan penduduk dari suatu

Negara ke Negara lain atau yang disebut sebagai Migrasi International.

b) Perpindahan yang terjadi dalam suatu Negara. Misalnya antar

propinsi, antar kota / kabupaten, migrasi pedesaan ke perkotaan atau

suatu administratif lainnya yang lebih rendah daripada tingkat

9

Page 10: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

kabupaten, seperti kecamatan, kelurahan dan seterusnya. Jenis Migrasi

Internal.(3)

BAB III

KIE dan Konseling KB

III.1. KIE KB

10

Page 11: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

1) Pengertian KIE

KIE merupakan gabungan dari tiga konsep yaitu Komunikasi, Informasi dan Edukasi.

Pengertian ketiga konsep tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain. BKKBN (2010a)

mendefinisikan Komunikasi sebagai suatu proses penyampaian isi pesan dari seseorang

kepada pihak lain untuk mendapatkan tanggapan, Informasi sebagai data dan fakta untuk

diketahui dan dimanfaatkan oleh siapa saja, sementara Edukasi didefinisikan sebagai sesuatu

kegiatan yang mendorong terjadinya perubahan (pengetahuan, sikap, perilaku dan

keterampilan) seseorang, kelompok dan masyarakat.(5)

KIE adalah suatu kegiatan dimana terjadi proses komunikasi dan edukasi dengan

penyebaran informasi. Dalam kaitannya dengan program KKB Nasional, Komunikasi,

Informasi dan Edukasi (KIE) adalah kegiatan penyampaian informasi untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap, dan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam program

Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN, 2011).

KIE dapat dilaksanakan dengan baik dengan memperhatikan Media/ Saluran yang

digunakan, dimana Media/Saluran merupakan suatu alat bantu/wadah yang digunakan untuk

menyampaikan informasi/pesan kepada khalayak. Selain itu dalam penyampaian KIE juga

harus memahami materi KIE yang akan disampaikan. Materi KIE adalah keseluruhan bahan

pendukung yang dihasilkan/ diproduksi untuk dipergunakan sebagai alat bantu penyampaian

pesan KIE Program KB Nasional kepada sasaran/khalayak, baik berupa bahan cetakan,

elektronik, fotografi maupun alat peraga yang siap dikomunikasikan. Adapun Isi pesan KIE

itu sendiri merupakan informasi program KB Nasional yang perlu diketahui oleh keluarga

dan masyarakat.(6)

2) Tujuan KIE KB

Tujuan KIE adalah mengubah sikap mental, kepercayaan nilai-nilai dan perilaku individu

serta kelompok masyarakat (BKKBN, 2011). Ditambahkan dalam Soleh (2011), dalam

kaitannya dengan program KB, tujuan dilaksanakannya Program KIE adalah:

Meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek KB sehingga tercapai penambahan

peserta baru.

Membina kelestarian peserta KB.

Meletakkan dasar bagi mekanisme sosio-kultural yang dapat menjamin

berlangsungnya proses penerimaan.

Mendorong terjadinya proses perubahan perilaku ke arah yang positif,

peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat (klien) secara wajar 11

Page 12: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

sehingga masyarakat melaksanakannya secara mantap sebagai perilaku yang sehat

dan bertanggung jawab.(5)

Sementara BKKBN (2010) merangkum bahwa tujuan KIE program KKB untuk

mempercepat pencapaian suatu perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku individu,

keluarga dan masyarakat tentang kependudukan dan KB yang dapat dilakukan melalui

berbagai saluran komunikasi.(5)

3) Komponen KIE KB

Dalam mempelajari KIE, maka kita harus mengetahui pula komponen dari KIE, yaitu:

Pemberi KIE (Penyuluh KB, Toma, Toga, atau Kader)

Penerima KIE (Individu, Keluarga, Masyarakat)

Isi KIE

Cara/ Metode menyampaikan KIE

Media penyampaian KIE

Hasil KIE(6)

4) Kebijakan dan strategi KIE KB

Kebijakan

Mendayagunakan berbagai kekuatan pengelola dan pelaksana Program KKB

Nasional

Menjamin kesinambungan keberhasilan Program KB Nasional secara bertahap; isi

pesan KIE KKB harus disusun dengan memperhatikan hasil-hasil yang telah

dicapai pada masa lalu dengan pendekatan edukatif.

Mengemas isi pesan KIE KKB sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan

penerima pesan (klien, akseptor)

Melaksanakan KIE KKB sebagai bagian dari sistem operasional program KKB.

Artinya perancangan dan pelaksanaan KIE KKB perlu senantiasa memperhatikan

perkembangan sistem operasional Program KKB Nasional secara menyeluruh

agar dapat secara luwes melakukan penyesuaian untuk mencapai hasil yang

optimal.

Strategi

Penerapan kebijakan diatas dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan akan dilakukan

dengan mengacu pada strategi berikut :12

Page 13: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

Mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja

Menggalang dukungan dari berbagai elemen masyarakat yang memiliki komitmen

kepada program KKB Nasional

Menerapkan pendekatan fasilitatif, artinya dalam mengembangkan kemitraan dan

jejaring kerja , ataupun dalam pengembangan forum-forum KIE KKB akan

diutamanakan pendekatan fasilitatif melalui penyediaan dukungan dan

kemudahan.

Pemecahan masalah yang komprehensif, artinya KIE KKB hendaknya berupaya

memecahkan masalah yang dihadapi oleh publik secara komprehensif;

Pemanfaatan multimedia dan multi saluran; isi pesan KIE KKB akan disampaikan

melalui bauran berbagai media dan saluranyang tersedia.(6)

5) Langkah-langkah KIE KB

PKB dalam melaksanakan KIE haruslah mengetahui langkah-langkah teknis KIE agar

tujuan dari KIE tercapai secara efektif dan efisien. Adapun langkah-langkahnya sebagai

berikut:

1) Persiapan

o Menetapkan permasalahan

Permasalah di wilayah binaan didapatkan dari data basis (hasil pendataan keluarga),

kondisi wilayah geografi, topografi, sosial budaya serta hasil pelaksanaan program KB.

Contohnya: Desa Sidomulyo merupakan daerah pegunungan. Peserta KB aktif pada Desa

Sidomulyo adalah 47% dan alat kontrasepsi yang paling diminati adalah pil. Penduduknya

sebagian bekerja sebagai petani. Puskesmas letaknya jauh di Kecamatan. Jadi dapat

disimpulkan bahwa permasalahannya adalah kesertaan ber-KB masih rendah dan kontrasepsi

yang diminati adalah pil.

o Menentukan bahan/ materi KIE sesuai dengam masalah/ isu

Bahan/ materi yang disiapkan disesuaikan dengan permasalahan/isu yang telah

ditentukan.

o Mengetahui sasaran yang akan diberi KIE

PKB harus mengetahui kondisi sasaran yang akan dihadapi dalam pelayanan KIE

KKB. Beberapa hal yang perlu diketahui antara lain adalah jenis pekerjaan, latar belakang

pendidikan, rata-rata jumlah anak yang dipunyai pada tiap keluarga.13

Page 14: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

o Menetapkan tujuan KIE yang akan dicapai

Sangatlah diperhatikan apa yang sebenarnya ingin dicapai dalam pelayanan KIE. Hal

ini harus disepakati dengan Pemerintah/ pihak Kelurahan, Toma dan Toga sehingga PKB

dapat mengetahui secara jelas tujuan pelayanan KIE sesuai dengan kondisi wilayah binaan.

o Menentukan tempat KIE

Pertimbangan pemilihan tempat adalah salah satu kunci sukses kegiatan KIE KKB.

Bisa di Balai Kelurahan, bisa juga di Balai RW, bisa dilakukan dari rumah ke rumah

(kunjungan rumah) sesuai dengan kondisi alam dan letak rumah penduduk.

o Menentukan Waktu KIE

Menentukan waktu pelayanan KIE KKB juga harus memperhatikan pekerjaan

masyarakat.

o Menentukan metode KIE

PKB harus memperhatikan kehidupan sosial budaya dan agama di wilayah binaannya.

Bisa dengan menyampaikan KIE dengan metode ceramah tanya jawab, dengan

memperagakan atau dengan cara diskusi.

o Menentukan media KIE

Penentuan media KIE yang digunakan hendaknya yang sesuai dengan latar belakang

masyarakat. Bisa dengan cara memberikan KIE sebelum dan ditengah-tengah pemutaran

film. Media KIE dapat juga digunakan KIE Kit.

o Menyiapkan diri (percaya diri, penampilan, penguasaan materi, kualitas suara,

penggunaan bahasa dan memperhatikan adat budaya setempat).(6)

2) Pelaksanaan

a) Mengucapkan salam pembuka

b) Memperkenalkan diri

c) Menyampaikan isi pesan dengan baik

d) Mengunakan media KIE yang sesuai

e) Menggunakan metoda yang sudah ditentukan termasuk tanya jawab

f) Menyampaikan kesimpulan.(5,6)

3) Evaluasi

14

Page 15: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

a) Mengetahui keadaan (pengetahuan, sikap dan perilaku) sebelum mendapatkan KIE

b) Memperhatikan respon sasaran pada saat diberikan KIE

c) Mengetahui perubahan (pengetahuan, sikap dan perilaku) sesudah diberi KIE. (Bisa

melalui kunjungan rumah atau hasil kesertaan ber KB atau pelaksaan KIE

berikutnya).(6)

III.2. Konseling KB

1) Pengertian Konseling KB

Konseling merupakan proses pemberian bantuan dari konselor kepada klien agar klien

dapat memahami masalahnya dan mengambil keputusan dalam menyelesaikan masalah.(7)

2) Tujuan Konseling KB

Membangun kemampuan untuk mengambil keputusan bijak dan realistik.

Menuntun perilaku mereka dan mampu mengemban konsekuensinya.

Memberikan informasi. (7)

3) Teknik-teknik Konseling KB

a) Perilaku Attending : membuka diri

Contoh :

Kepala, Ekspresi wajah (tenang, ceria, senyum), Posisi tubuh, Tangan (variasi gerakan

tangan/lengan spontan berubah-ubah)

b) Refleksi

Contoh : Refleksi perasaan, Contoh : ”Tampaknya Anda sangat menyesal dengan

itu ….”

Refleksi pikiran, Contoh : ”Tampaknya yang Anda katakan…”

Refleksi pengalaman, Contoh : ”saya pernah mendapatkan informasi juga

mengenai hal ini, sehingga ........”

c) Empati :

Kemampuan merasakan apa yang sedang klien rasakan. Empati membantu konselor

untuk tidak melakukan stigma dan diskriminasi.

d) Menangkap Pesan (Paraphrasing) :

teknik untuk menyatakan kembali esensi atau inti ungkapan klien.

e) Pertanyaan Terbuka (Opened Question) :15

Page 16: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

Pertanyaan yang membutuhkan jawaban sebanyak-banyak nya.

f) Pertanyaan Tertutup (Closed Question)

Pertanyaan yang membutuhkan jawaban singkat dan pasti. Seperti: “iya”, “tidak”,

“setuju” dan “tidak setuju”

g) Eksplorasi

teknik untuk menggali permasalahan yang dialami klien

h) Dorongan minimal (Minimal Encouragement) :

teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang

telah dikemukakan klien

i) Menyimpulkan Sementara (Summarizing) :

Yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan

semakin jelas.(7)

4) Tahapan Konseling KB

“basa-basi” (rapport)

“gimana kabarnya, sehat ?”

“ oya, perkenalkan nama saya…”

“naik apa kesini….sendirian saja?”

Penggalian masalah / pengumpulan data

“selain yang tadi, apa lagi yang membuat kamu sedih..”

“diantara semua yang kamu ceritakan, mana yang paling membuat

kamu tertekan..”

Memilih solusi terbaik untuk klien

“dari semua yang sudah kita diskusikan, mana yang menurut kamu paling mungkin

untuk dilakukan?”’

Mendiskusikan alternatif solusi

“kalau (yang ini) konsekuensinya adalah…. Kalau (yang tadi) begini....”

Penutup

“oke, kamu coba dulu keputusan kamu…minggu depan kita lihat perkembangannya,

kalau ada yang perlu didiskusikan lagi saya siap bantu kok…”

“ semoga sukses ya, saya yakin kamu bisa..” (7)

16

Page 17: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

BAB IV

Pengaruh KIE dan Konseling KB Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku

1) Pola, Perbedaan dan Determinan Pengetahuan Alat/Cara KB

Pengetahuan alat/cara KB di kalangan perempuan kawin usia 15-24 tahun hampir

universal: 98,6 mengetahui paling sedikit satu (1) alat/cara KB. Akan tetapi, persentase

perempuan kawin usia 15-24 tahun yang mengetahui alat/cara KB berbeda menurut umur,

jumlah anak masih hidup, lama kawin, wilayah tempat tinggal, pendidikan, indeks kekayaan

dan status peran perempuan dalam pengambilan keputusan rumah tangga. Persentase

perempuan kawin usia 15-24 tahun yang mengetahui alat/cara KB lebih rendah pada yang

berusia 15-19 tahun, yang mempunyai anak tiga (3) atau lebih, telah menikah enam (6) tahun

17

Page 18: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

atau lebih, tinggal di wilayah pedesaan, berpendidikan rendah, berasal dari rumah tangga

miskin dan tidak berperan dalam pengambilan keputusan rumah tangga. Hal ini menunjukkan

akses yang lebih rendah terhadap informasi tentang alat/cara KB di kalangan kelompok

perempuan ini.(8)

Hasil analisis determinan pengetahuan alat/cara KB menunjukkan bahwa pendidikan,

indeks kekayaan dan status peran dalam pengambilan keputusan rumah tangga mempunyai

pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap peluang mengetahui alat/cara KB.

Setelah dikontrol terhadap pengaruh faktor-faktor lain, umur, jumlah anak masih

hidup, lama menikah dan wilayah tempat tinggal tidak mempengaruhi probabilitas

mengetahui suatu alat/cara KB. Hal ini menunjukkan bahwa ketika pengetahuan alat/cara KB

hampir universal maka status sosial dan ekonomi serta otonomi istri lebih berperan dalam

menentukan pengetahuan alat/cara KB di kalangan istri PUS muda. Pendidikan istri

berpengaruh positif terhadap probabilitas mengetahui alat/cara KB. Istri PUS muda yang

berpendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD 0,101 kali kurang cenderung untuk

mengetahui alat/cara KB dibandingkan istri PUS muda yang berpendidikan tamat SMA atau

perguruan tinggi. Tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal probabilitas mengetahui

alat/cara KB antara istri PUS muda berpendidikan tamat SD atau tamat SMP dengan istri

PUS muda berpendidikan tamat SMA atau perguruan tinggi. Hasil ini menunjukkan

pentingnya pendidikan formal dalam mengakses pengetahuan tentang alat/cara KB melalui

keterpaparan yang lebih luas terhadap berbagai informasi termasuk informasi tentang

alat/cara KB. Istri PUS muda dari rumah tangga dengan indeks kekayaan pada kuintil 1

(miskin) 0,12 kali kurang cenderung untuk mengetahui alat/cara KB dibandingkan istri PUS

muda dari rumah tangga kaya. Tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal probabilitas

mengetahui alat/cara KB antara istri PUS muda dari rumah tangga dengan kekayaan sedang

(kuintil 2 dan kuintil 3) dan istri PUS muda dari rumah tangga kaya (kuintil 4 dan kuintil 5).

Hal ini menunjukkan bahwa kekayaan rumah tangga merupakan salah satu faktor penting

akses terhadap pengetahuan alat/cara KB melalui berbagai sumber daya rumah tangga, seperti

kepemilikan kendaraan bermotor, televisi dan radio, yang meningkatkan peluang akses

terhadap berbagai informasi dan fasilitas kesehatan yang lebih baik yang mencakup informasi

dan pelayanan KB.(9)

Status peran istri dalam pengambilan keputusan rumah tangga mempunyai pengaruh

yang positif terhadap pengetahuan alat/cara KB. Probabilitas mengetahui alat/cara KB di

kalangan istri PUS muda yang turut dalam pengambilan keputusan rumah tangga paling

18

Page 19: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

sedikit terhadap satu keputusan adalah 3,06 kali lebih besar dibandingkan dengan probabilitas

mengetahui alat/cara KB di kalangan istri PUS muda yang tidak berperan dalam pengambilan

keputusan rumah tangga. Hasil ini mengindikasikan bahwa perempuan yang ”berdaya”

memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi termasuk informasi alat/cara KB.

Secara singkat, hasil analisis menunjukkan bahwa peluang mengetahui alat/cara KB lebih

rendah pada PUS muda yang istrinya berpendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD, yang

berasal dari keluarga miskin dan yang istrinya tidak turut dalam pengambilan keputusan

rumah tangga.(8)

2) Pola, Perbedaan dan Determinan Pengetahuan Sumber Informasi KB

Pengetahuan sumber informasi KB di kalangan perempuan kawin usia 15-24 tahun juga

hampir universal: 95,3% mengetahui paling sedikit satu (1) sumber informasi KB. Akan

tetapi, persentase perempuan yang mengetahui sumber informasi KB berbeda menurut umur,

jumlah anak masih hidup, lama kawin, wilayah tempat tinggal, pendidikan, indeks kekayaan

dan status peran perempuan dalam pengambilan keputusan rumah tangga. Persentase istri

PUS muda yang mengetahui sumber informasi KB lebih rendah pada yang berusia 15-19

tahun, yang mempunyai anak tiga (3) atau lebih, telah menikah enam (5) tahun atau kurang,

tinggal di wilayah pedesaan, berpendidikan rendah, berasal dari rumah tangga miskin dan

tidak berperan dalam pengambilan keputusan rumah tangga.(8)

Hasil analisis determinan pengetahuan sumber informasi KB menunjukkan bahwa

umur, jumlah anak masih hidup, lama kawin, wilayah tempat tinggal, pendidikan, indeks

kekayaan dan peran dalam pengambilan keputusan rumah tangga mempunyai pengaruh yang

signifikan secara statistik terhadap peluang mengetahui sumber informasi KB.

Perempuan kawin usia 15-19 tahun 0,7 kali kurang cenderung untuk mengetahui

sumber informasi KB dibandingkan perempuan kawin usia 20-24 tahun. Hal ini mungkin

disebabkan karena pasangan usia subur (PUS) muda yang istrinya berusia 20-24 tahun lebih

terpapar pada pengalaman kesehatan reproduksi, seperti hamil, melahirkan dan memakai

alat/cara KB, dibandingkan perempuan kawin berusia 15-19 tahun. Semakin banyak jumlah

anak masih hidup, semakin besar probabilitas mengetahui sumber informasi KB. Peningkatan

jumlah anak masih hidup satu orang akan meningkatkan peluang mengetahui sumber

informasi KB sebesar 1,62 kali. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan, dimana perempuan

kawin usia 15- 24 tahun yang lebih banyak anak masih hidupnya lebih cenderung mengalami

peristiwa-peristiwa reproduksi dan selanjutnya lebih terpapar pada sumber informasi KB.(9)

19

Page 20: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

Di kalangan PUS muda yang istrinya berusia 15-24 tahun lama menikah mempunyai

pengaruh yang positif terhadap pengetahuan sumber informasi KB. Peningkatan lama

menikah sebesar satu tahun akan meningkatkan peluang mengetahui sumber informasi KB

sebesar 1,14 kali. Probabilitas mengetahui sumber informasi KB 2,28 kali lebih tinggi di

kalangan istri PUS muda perkotaan dibandingkan di kalangan istri PUS muda pedesaan. Hal

ini dapat disebabkan karena fasilitas-fasilitas pembangunan termasuk fasilitas-fasilitas

kesehatan modern yang meliputi sumber informasi KB lebih tersedia di perkotaan daripada di

pedesaan. Pendidikan istri berpengaruh positif terhadap probabilitas mengetahui sumber

informasi KB. Istri PUS muda yang berpendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD 0,24

kali kurang cenderung untuk mengetahui sumber informasi KB dibandingkan istri PUS muda

yang berpendidikan tamat SMA atau perguruan tinggi. Tidak ada perbedaan yang nyata

dalam hal probabilitas mengetahui sumber informasi KB antara istri PUS muda

berpendidikan tamat SD atau tamat SMP dengan istri PUS muda berpendidikan tamat SMA

atau perguruan tinggi. Hasil ini menunjukkan pentingnya peran pendidikan formal dalam

meningkatkan akses terhadap sumber informasi KB, seperti melalui penataran-penataran

kesehatan reproduksi bagi remaja sekolah. Istri PUS muda dari rumah tangga dengan indeks

kekayaan pada kuintil 1 (miskin) 0,33 kali kurang cenderung untuk mengetahui sumber

informasi KB dibandingkan istri PUS muda dari rumah tangga kaya. Tidak ada perbedaan

yang nyata dalam hal probabilitas mengetahui sumber informasi KB antara istri dari rumah

tangga dengan kekayaan sedang (kuintil 2 dan kuintil 3) dan istri dari rumah tangga kaya

(kuintil 4 dan kuintil 5). Hal ini dapat dipahami karena istri PUS muda dari rumah tangga

yang lebih kaya pada umumnya mempunyai akses yang lebih baik terhadap berbagai

informasi, termasuk informasi alat/cara KB. Status peran istri dalam pengambilan keputusan

rumah tangga mempunyai pengaruh yang positif terhadap pengetahuan sumber informasi KB.

Probabilitas mengetahui sumber informasi KB di kalangan istri PUS muda yang turut dalam

pengambilan keputusan rumah tangga paling sedikit terhadap satu keputusan adalah 1,84 kali

lebih besar dibandingkan dengan probabilitas mengetahui sumber informasi KB di kalangan

istri PUS muda yang tidak berperan dalam pengambilan keputusan rumah tangga. Hasil ini

menunjukkan bahwa istri yang berdaya lebih cenderung untuk mendapatkan informasi yang

dibutuhkan untuk kesejahteraannya termasuk informasi alat/cara KB untuk kesejahteraan

reproduksinya.

Secara singkat, hasil analisis menunjukkan bahwa peluang mengetahui sumber

informasi KB lebih rendah pada PUS muda yang istrinya berusia 15-19 tahun, yang jumlah

20

Page 21: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

anak masih hidupnya lebih sedikit, yang lama kawinnya lebih pendek, yang tinggal di

pedesaan, yang istrinya berpendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD, yang berasal dari

keluarga miskin dan yang istrinya tidak turut dalam pengambilan keputusan rumah tangga.(8)

3) Pola, Perbedaan dan Determinan Sikap Suami terhadap KB

Sikap terhadap KB di kalangan suami dari perempuan kawin usia 15-24 tahun sangat

positif. 93,5% dari perempuan kawin usia 15-24 tahun menyatakan bahwa suami mereka

setuju KB. Akan tetapi, persentase perempuan kawin usia 15-24 tahun yang suaminya setuju

KB berbeda menurut umur, jumlah anak masih hidup, lama kawin, wilayah tempat tinggal,

pendidikan, indeks kekayaan dan status peran perempuan dalam pengambilan keputusan

rumah tangga. Persentase perempuan kawin usia 15-24 tahun yang menyatakan bahwa suami

mereka setuju KB lebih rendah pada yang berusia 15-19 tahun, yang mempunyai anak tiga

(3) atau lebih, telah menikah enam (6) tahun atau lebih, tinggal di wilayah pedesaan,

berpendidikan rendah, berasal dari rumah tangga miskin dan tidak berperan dalam

pengambilan keputusan rumah tangga.(9)

Hasil analisis determinan sikap suami terhadap KB menunjukkan bahwa umur, jumlah

anak masih hidup, lama kawin, pendidikan, indeks kekayaan dan peran dalam pengambilan

keputusan rumah tangga mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap

peluang suami setuju KB.(8)

Perempuan usia 15-19 tahun 0,57 kali kurang cenderung untuk menyatakan bahwa suami

mereka setuju KB dibandingkan perempuan usia 20-24 tahun. Hal ini mungkin disebabkan

karena pasangan usia subur (PUS) muda yang istrinya berusia 15-19 tahun beranggapan

bahwa usia istri masih muda sehingga suami belum menyetujui KB. Atau, terdapat

kemungkinan PUS muda yang istrinya berusia 15-19 tahun belum mendapat informasi

tentang manfaat KB bagi kesehatan istri dan anak sehingga para suami kurang cenderung

untuk menyetujui KB. Semakin banyak jumlah anak masih hidup, semakin besar probabilitas

suami menyetujui KB. Peningkatan jumlah anak masih hidup satu orang akan meningkatkan

peluang suami setuju KB sebesar 1,34 kali. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan, yang

menunjukkan adanya kesadaran yang lebih tinggi untuk membatasi kelahiran di kalangan

PUS muda dengan jumlah anak masih hidup lebih banyak, yang diwujudkan dalam sikap

yang mendukung KB. Di kalangan PUS muda yang istrinya berusia 15-24 tahun lama

menikah mempunyai pengaruh yang negatif terhadap apakah suami setuju KB atau tidak.

Peningkatan lama menikah sebesar satu tahun akan mengurangi peluang suami setuju KB

21

Page 22: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

sebesar 0,92 kali. Hal ini mungkin disebabkan karena pemahaman yang kurang tepat tentang

tujuan KB di kalangan PUS muda yang telah menikah lebih lama atau mungkin mereka

masih ingin memiliki anak lagi. Setelah dikontrol terhadap pengaruh faktor-faktor lain,

wilayah tempat tinggal tidak mempengaruhi apakah suami setuju KB atau tidak. Hal ini

mungkin disebabkan karena sifat program KB di Indonesia yang berorientasi pedesaan

sehingga para suami PUS di pedesaan dapat ”mengejar” sikap KB PUS perkotaan dalam hal

penerimaan ide KB. Pendidikan istri berpengaruh positif terhadap probabilitas suami setuju

KB. Istri PUS muda yang berpendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD 0,46 kali kurang

cenderung untuk menyatakan bahwa suami mereka setuju KB dibandingkan istri PUS muda

yang berpendidikan tamat SMA atau perguruan tinggi. Tidak ada perbedaan yang nyata

dalam hal probabilitas suami setuju KB antara istri PUS muda berpendidikan tamat SD atau

tamat SMP dengan istri PUS muda berpendidikan tamat SMA atau perguruan tinggi. Hasil ini

menegaskan pentingnya peran pendidikan formal istri dalam mendorong suami untuk setuju

KB mungkin dalam bentuk rasionalisasi serta determinasi dukungan terhadap suatu sikap

termasuk penerimaan ide KB. Istri PUS muda dari rumah tangga dengan indeks kekayaan

pada kuintil 1 (miskin) 0,63 kali kurang cenderung untuk menyatakan bahwa suami mereka

setuju KB dibandingkan istri PUS muda dari rumah tangga kaya. Tidak ada perbedaan yang

nyata dalam hal probabilitas suami setuju KB antara istri PUS muda dari rumah tangga

dengan kekayaan sedang (kuintil 2 dan kuintil 3) dan istri PUS muda dari rumah tangga kaya

(kuintil 4 dan kuintil 5). Hal ini mungkin disebabkan karena PUS dari keluarga miskin

memiliki akses yang lebih rendah terhadap informasi dan pelayanan KB serta pemahaman

yang lebih rendah tentang KB sehingga penerimaan KB suami mereka lebih rendah. Status

peran istri dalam pengambilan keputusan rumah tangga mempunyai pengaruh yang positif

terhadap apakah suami setuju KB atau tidak. Probabilitas suami setuju KB di kalangan istri

PUS muda yang turut dalam pengambilan keputusan rumah tangga paling sedikit terhadap

satu keputusan adalah 1,87 kali lebih besar dibandingkan dengan probabilitas suami setuju

KB di kalangan istri PUS muda yang tidak berperan dalam pengambilan keputusan rumah

tangga. Hasil ini mengindikasikan perempuan yang ”berdaya” lebih mampu merundingkan

dengan suami tentang kesehatan reproduksinya yang mendorong suaminya untuk setuju KB.

Secara singkat, hasil analisis menunjukkan bahwa peluang suami tidak setuju KB lebih tinggi

pada PUS muda yang istrinya berusia 15-19 tahun, yang jumlah anak masih hidupnya lebih

sedikit, yang lama kawinnya lebih panjang, yang istrinya berpendidikan tidak sekolah atau

22

Page 23: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

tidak tamat SD, yang berasal dari keluarga miskin dan yang istrinya tidak turut dalam

pengambilan keputusan rumah tangga.(8,9)

4) Pola, Perbedaan dan Determinan Diskusi KB dengan Suami

Diskusi KB antara suami dan istri merupakan salah satu faktor yang dapat menciptakan

penerimaan ide KB di kalangan PUS. Hal ini terutama semakin penting jika diskusi KB

antara suami dan istri dilakukan pada awal kehidupan berumah tangga sehingga kehamilan

dan kelahiran yang tidak direncanakan dapat dicegah. Akan tetapi, di kalangan perempuan

kawin usia 15-24 tahun 64% menyatakan pernah berdiskusi tentang KB dengan suami. Hal

ini berarti terdapat 36% perempuan kawin usia 15-24 tahun yang tidak pernah berdiskusi

tentang KB dengan suami. Persentase perempuan yang tidak pernah berdiskusi tentang KB

dengan suami lebih tinggi pada perempuan yang berusia 15-19 tahun, yang mempunyai anak

tiga (3) atau lebih, telah menikah lima (5) tahun atau kurang, tinggal di wilayah pedesaan,

berpendidikan rendah, berasal dari rumah tangga miskin dan tidak berperan dalam

pengambilan keputusan rumah tangga.

Hasil analisis determinan diskusi KB dengan suami menunjukkan bahwa jumlah anak

masih hidup, wilayah tempat tinggal, pendidikan dan indeks kekayaan mempunyai pengaruh

yang signifikan secara statistik terhadap peluang diskusi KB dengan suami.

Semakin banyak jumlah anak masih hidup, semakin besar probabilitas diskusi KB dengan

suami. Peningkatan jumlah anak masih hidup satu orang akan meningkatkan peluang diskusi

KB dengan suami sebesar 1,47 kali. Hal ini mungkin disebabkan karena PUS yang

mempunyai anak lebih banyak lebih sadar akan perlunya membatasi kelahiran. PUS muda

yang istrinya berusia 15-24 tahun yang tinggal di perkotaan 0,82 kali kurang cenderung

berdiskusi KB dengan suami dibandingkan dengan PUS muda di pedesaan. Hal ini mungkin

disebabkan oleh sifat dari program KB di Indonesia yang lebih berorientasi ke daerah

pedesaan sehingga PUS muda di pedesaan dibandingkan dengan PUS di perkotaan lebih

terpapar terhadap pembicaraan tentang KB, seperti melalui Pos Pelayanan Terpadu

(Posyandu), yang lebih gencar dan teratur pelaksanaannya di wilayah pedesaan. Pendidikan

istri berpengaruh positif terhadap probabilitas diskusi KB dengan suami. Istri PUS muda

yang berpendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD 0,38 kali kurang cenderung untuk

berdiskusi KB dengan suami dibandingkan istri PUS muda yang berpendidikan tamat SMA

atau perguruan tinggi. Tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal probabilitas duiskusi KB

dengan suami KB antara istri PUS muda berpendidikan tamat SD atau tamat SMP dengan

23

Page 24: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

istri PUS muda berpendidikan tamat SMA atau perguruan tinggi. Hasil ini menunjukkan

pentingnya peran pendidikan dalam menumbuhkan perilaku berdiskus antaran suami dan

istri, termasuk diskusi tentang KB. Istri PUS muda dari rumah tangga dengan indeks

kekayaan pada kuintil 1 (miskin) 0,71 kali kurang cenderung untuk berdiskusi KB dengan

suami dibandingkan istri PUS muda dari rumah tangga kaya. Tidak ada perbedaan yang nyata

dalam hal probabilitas berdiskusi KB dengan suami antara istri PUS muda dari rumah tangga

dengan kekayaan sedang (kuintil 2 dan kuintil 3) dan istri PUS muda dari rumah tangga kaya

(kuintil 4 dan kuintil 5). Hal ini menunjukkan peran kekayaan rumah tangga dalam

menciptakan kebiasaan diskusi termasuk diskusi KB antara suami dan istri melalui berbagai

sumber daya rumah tangga yang meningkatkan keterpaparan terhadap perilaku-perilaku

modern, seperti keterbukaan dan komunikasi yang sehat antara suami dan istri melalui

diskusi. Setelah dikontrol terhadap pengaruh faktor-faktor lain, umur, lama kawin dan status

peran istri dalam pengambilan keputusan rumah tangga tidak mempengaruhi probabilitas

pernah diskusi KB dengan suami.(9,10)

Secara singkat, hasil analisis menunjukkan bahwa peluang pernah diskusi KB dengan

suami lebih rendah pada PUS muda yang jumlah anak masih hidupnya lebih sedikit, yang

tinggal di perkotaan, yang istrinya berpendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD dan yang

berasal dari keluarga miskin.(8)

5) Pola, Perbedaan dan Determinan Pemakaian Alat/cara KB

Persentase yang tinggi dari PUS muda yang mengetahui alat/cara dan sumber informasi

KB dan yang suaminya setuju KB belum tentu diikuti dengan persentase yang tinggi dari

PUS muda yang sedang berKB. 59,0% dari PUS muda yang istrinya berusia 15-24 tahun

sedang memakai suatu alat/cara KB. Akan tetapi, persentase perempuan yang sedang

memakai suatu alat/cara KB berbeda menurut umur, jumlah anak masih hidup, lama kawin,

wilayah tempat tinggal, pendidikan, indeks kekayaan dan status peran perempuan dalam

pengambilan keputusan rumah tangga. Persentase perempuan kawin usia 15-24 tahun yang

sedang memakai suatu alat/cara KB lebih rendah pada yang berusia 15-19 tahun, yang

mempunyai anak tiga (3) atau lebih, telah menikah lima (5) tahun atau kurang, tinggal di

wilayah perkotaan, berpendidikan tinggi berasal dari rumah tangga miskin dan tidak berperan

dalam pengambilan keputusan rumah tangga.(8)

Hasil analisis determinan pemakaian alat/cara KB menunjukkan bahwa jumlah anak

masih hidup, lama kawin, pendidikan, indeks kekayaan dan peran dalam pengambilan

24

Page 25: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

keputusan rumah tangga mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap

peluang sedang memakai alat/cara KB.(9)

Semakin banyak jumlah anak masih hidup, semakin besar probabilitas sedang memakai

alat/cara KB. Peningkatan jumlah anak masih hidup satu orang akan meningkatkan peluang

sedang memakai alat/cara KB sebesar 4,57 kali. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan, yang

menunjukkan adanya kesadaran yang lebih tinggi untuk membatasi kelahiran di kalangan

PUS muda yang mempunyai anak lebih banyak. Tidak seperti yang diharapkan, PUS muda

yang tinggal di perkotaan 0,85 kali kurang cenderung untuk praktek KB dibandingkan

dengan PUS muda di pedesaan. Program KB di Indonesia yang berorientasi pedesaan

mungkin merupakan penyebab fenomena ini. Akses dan keterpaparan terhadap informasi dan

perilaku berKB yang digalakkan melalui Posyandu ataupun kegiatan-kegiatan masyarakat di

pedesaan telah meningkatkan pemakaian alat/cara KB di wilayah pedesaan. Pendidikan istri

berpengaruh positif terhadap probabilitas sedang memakai alat/cara KB. Istri PUS muda yang

berpendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD 0,69 kali kurang cenderung untuk memakai

alat/cara KB dibandingkan istri PUS muda yang berpendidikan tamat SMA atau perguruan

tinggi. Tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal probabilitas sedang memakai alat/cara KB

antara istri PUS muda berpendidikan tamat SD atau tamat SMP dengan istri PUS muda

berpendidikan tamat SMA atau perguruan tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa perempuan

yang berpendidikan lebih tinggi mempunyai akses yang lebih baik terhadap informasi dan

pelayanan KB sehingga lebih cenderung untuk memakai alat/cara KB. Istri PUS muda dari

rumah tangga dengan indeks kekayaan pada kuintil 1 (miskin) 0,63 kali kurang cenderung

untuk sedang memakai alat/cara KB dibandingkan istri PUS muda dari rumah tangga kaya.

Tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal probabilitas sedang memakai alat/cara KB antara

istri PUS muda dari rumah tangga dengan kekayaan sedang (kuintil 2 dan kuintil 3) dan istri

PUS muda dari rumah tangga kaya (kuintil 4 dan kuintil 5). Hal ini menunjukkan peran

kekayaan rumah tangga dalam hal akses terhadap akses yang lebih baik terhadap informasi

dan pelayanan KB yang mendorong pemakaian alat/cara KB. Status peran istri dalam

pengambilan keputusan rumah tangga mempunyai pengaruh yang positif terhadap status

pemakaian alat/cara KB. Probabilitas sedang memakai alat/cara KB di kalangan istri yang

turut dalam pengambilan keputusan rumah tangga paling sedikit terhadap satu keputusan

adalah 1,34 kali lebih besar dibandingkan dengan probabilitas sedang memakai alat/cara KB

di kalangan istri yang tidak berperan dalam pengambilan keputusan rumah tangga. Hasil ini

mengindikasikan bahwa perempuan yang ”berdaya” memiliki kemampuan negosiasi yang

25

Page 26: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

lebih tinggi dalam menentukan perilaku kesehatan reproduksinya termasuk pembatasan dan

penjarangan kelahiran melalui pemakaian alat/cara KB.(9,10)

Setelah dikontrol terhadap pengaruh faktor-faktor lain, umur dan tempat tinggal tidak

mempengaruhi apakah PUS muda memakai alat/cara KB atau tidak. Hal ini sekali lagi

mungkin disebabkan karena sifat dari program KB di Indonesia yang berorientasi pedesaan

dan mentargetkan PUS muda untuk program penundaan kelahiran sampai pada usia yang

aman melahirkan (20 tahun atau lebih). Secara singkat, hasil analisis menunjukkan bahwa

peluang sedang memakai alat/cara KB lebih rendah pada PUS muda yang istrinya yang

jumlah anak masih hidupnya lebih sedikit, yang lama kawinnya lebih pendek, yang istrinya

berpendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD, yang berasal dari keluarga miskin dan yang

istrinya tidak turut dalam pengambilan keputusan rumah tangga.(9)

6) Pola, Perbedaan dan Determinan Pemenuhan Kebutuhan BerKB

Pemenuhan kebutuhan berKB merupakan salah satu faktor penting pengendalian tingkat

kelahiran. Selain itu, indikator ini merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur

keberhasilan program dalam tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa perempuan yang

berpendidikan lebih tinggi mempunyai akses yang lebih baik terhadap informasi dan

pelayanan KB sehingga lebih cenderung untuk memakai alat/cara KB. Istri PUS muda dari

rumah tangga dengan indeks kekayaan pada kuintil 1 (miskin) 0,63 kali kurang cenderung

untuk sedang memakai alat/cara KB dibandingkan istri PUS muda dari rumah tangga kaya.

Tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal probabilitas sedang memakai alat/cara KB antara

istri PUS muda dari rumah tangga dengan kekayaan sedang (kuintil 2 dan kuintil 3) dan istri

PUS muda dari rumah tangga kaya (kuintil 4 dan kuintil 5). Hal ini menunjukkan peran

kekayaan rumah tangga dalam hal akses terhadap akses yang lebih baik terhadap informasi

dan pelayanan KB yang mendorong pemakaian alat/cara KB.(8)

Status peran istri dalam pengambilan keputusan rumah tangga mempunyai pengaruh yang

positif terhadap status pemakaian alat/cara KB. Probabilitas sedang memakai alat/cara KB di

kalangan istri yang turut dalam pengambilan keputusan rumah tangga paling sedikit terhadap

satu keputusan adalah 1,34 kali lebih besar dibandingkan dengan probabilitas sedang

memakai alat/cara KB di kalangan istri yang tidak berperan dalam pengambilan keputusan

rumah tangga. Hasil ini mengindikasikan bahwa perempuan yang ”berdaya” memiliki

kemampuan negosiasi yang lebih tinggi dalam menentukan perilaku kesehatan reproduksinya

termasuk pembatasan dan penjarangan kelahiran melalui pemakaian alat/cara KB. Setelah

dikontrol terhadap pengaruh faktor-faktor lain, umur dan tempat tinggal tidak mempengaruhi 26

Page 27: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

apakah PUS muda memakai alat/cara KB atau tidak. Hal ini sekali lagi mungkin disebabkan

karena sifat dari program KB di Indonesia yang berorientasi pedesaan dan mentargetkan PUS

muda untuk program penundaan kelahiran sampai pada usia yang aman melahirkan (20 tahun

atau lebih). Secara singkat, hasil analisis menunjukkan bahwa peluang sedang memakai

alat/cara KB lebih rendah pada PUS muda yang istrinya yang jumlah anak masih hidupnya

lebih sedikit, yang lama kawinnya lebih pendek, yang istrinya berpendidikan tidak sekolah

atau tidak tamat SD, yang berasal dari keluarga miskin dan yang istrinya tidak turut dalam

pengambilan keputusan rumah tangga.(9,10)

7) Pola, Perbedaan dan Determinan Pemenuhan Kebutuhan BerKB

Pemenuhan kebutuhan berKB merupakan salah satu faktor penting pengendalian tingkat

kelahiran. Selain itu, indikator ini merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur

keberhasilan program dalam memenuhi kebutuhan akan informasi dan pelayanan KB di

kalangan PUS. Di Indonesia, kebutuhan berKB yang tidak terpenuhi relatif rendah, 9,1%

menurut hasil SDKI 2007; 4,3% untuk kebutuhan KB yang tidak terpenuhi untuk

penjarangan kelahiran dan 4,7% untuk kebutuhan KB yang tidak terpenuhi untuk pembatasan

kelahiran. Sebagai perbandingan, kebutuhan berKB yang tidak terpenuhi untuk pembatasan

kelahiran sebesar 16,2% di Kamboja pada tahun 2005, 6,6% di India pada tahun 2006, 10,5%

di Banglades pada tahun 2007 dan 14,0% di Pakistan pada tahun 2007. Di kalangan istri PUS

muda Indonesia, 9,8% tidak terpenuhi kebutuhan berKBnya. Persentase perempuan kawin

usia 15-24 tahun yang kebutuhan berKBnya tidak terpenuhi lebih tinggi pada perempuan

yang berusia 20-24 tahun, yang mempunyai anak tiga (3) atau lebih, telah menikah lima (5)

tahun atau kurang, tinggal di wilayah perkotaan, berpendidikan rendah, berasal dari rumah

tangga miskin dan tidak berperan dalam pengambilan keputusan rumah tangga.(8,9)

Hasil analisis determinan pemenuhan kebutuhan berKB menunjukkan bahwa jumlah anak

masih hidup, lama kawin, tempat tinggal, indeks kekayaan dan peran dalam pengambilan

keputusan rumah tangga mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap

peluang kebutuhan berKB terpenuhi.

Setelah dikontrol terhadap pengaruh faktor-faktor lain, umur dan pendidikan tidak

mempengaruhi apakah kebutuhan berKB PUS muda terpenuhi atau tidak. Hal ini mungkin

disebabkan karena alasan-alasan kebutuhan berKB tidak terpenuhi lebih terkait dengan

pengalaman-pengalaman kesehatan reproduksi dan akses terhadap alat/cara KB. Semakin

banyak jumlah anak masih hidup, semakin besar probabilitas kebutuhan berKB tidak

terpenuhi. Peningkatan jumlah anak masih hidup satu orang akan meningkatkan kebutuhan 27

Page 28: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

berKB tidak terpenuhi sebesar 1,91 kali. Hal ini mungkin disebabkan karena PUS muda

dengan jumlah anak masih hidup lebih banyak memiliki akses yang lebih rendah terhadap

informasi dan pelayanan KB. Semakin lama usia perkawinan, semakin kecil peluang

mengalami kebutuhan berKB yang tidak terpenuhi. Peningkatan usia perkawinan satu tahun

akan menurunkan probabilitas kebutuhan berKB yang tidak terpenuhi sebesar 0,895 kali. Hal

ini mungkin disebabkan karena PUS muda yang telah menikah lebih lama lebih terpapar pada

informasi dan pelayanan KB sehingga mereka lebih mampu dalam memenuhi kebutuhan

berKBnya.(10)

Istri PUS muda di wilayah perkotaan 1,42 kali lebih cenderung untuk mengalami

kebutuhan berKB yang tidak terpenuhi dibandingkan Istri PUS muda di wilayah pedesaan.

Sekali lagi, program KB di Indonesia yang berorientasi pedesaan dapat berkontribusi

terhadap fenomena ini dimana masyarakat pedesaan lebih mempunyai akses terhadap

alat/cara KB melalui Posyandu dan bidan desa yang dekat dengan masyarakat. Istri PUS

muda dari rumah tangga dengan indeks kekayaan pada kuintil 1 (miskin) 1,42 kali lebih

cenderung untuk mengalami kebutuhan berKB yang tidak terpenuhi dibandingkan istri PUS

muda dari rumah tangga yang lebih mampu. Tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal

probabilitas mengalami kebutuhan berKB yang tidak terpenuhi antara istri PUS muda dari

rumah tangga dengan kekayaan sedang (kuintil 2 dan kuintil 3) dan istri PUS muda dari

rumah tangga kaya (kuintil 4 dan kuintil 5). Hal ini dapat diterima karena rumah tangga yang

lebih mampu mempunyai akses yang lebih baik terhadap alat/cara KB untuk menjarangkan

atau membatasi kelahiran. Status peran istri dalam pengambilan keputusan rumah tangga

mempunyai pengaruh yang positif terhadap apakah kebutuhan berKB terpenuhi atau tidak.

Probabilitas mengalami kebutuhan berKB yang tidak terpenuhi di kalangan istri PUS muda

yang turut dalam pengambilan keputusan rumah tangga paling sedikit terhadap satu

keputusan adalah 0,70 kali lebih rendah dibandingkan dengan probabilitas mengalami

kebutuhan berKB yang tidak terpenuhi di kalangan istri PUS muda yang tidak berperan

dalam pengambilan keputusan rumah tangga. Sesuai dengan yang diharapkan, perempuan

yang mempunyai wewenang dalam rumah tangga akan lebih cenderung memperhatikan,

memahami dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya termasuk kebutuhan berKB.

Secara singkat, hasil analisis menunjukkan bahwa peluang kebutuhan berKB yang tidak

terpenuhi lebih tinggi pada PUS muda yang jumlah anak masih hidupnya lebih banyak, yang

lama kawinnya lebih pendek, yang tinggal di perkotaan, yang berasal dari keluarga miskin

dan yang istrinya tidak turut dalam pengambilan keputusan rumah tangga.(9)

28

Page 29: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

8) Pola, Perbedaan dan Determinan Jumlah Anak ideal

Penentuan jumlah anak ideal dipandang sebagai salah satu perilaku keluarga berencana.

Perilaku ini mempunyai implikasi terhadap pemakaian KB dan selanjutnya tingkat fertilitas,

khususnya di kalangan PUS muda. Jumlah anak ideal yang besar atau ”terserah Tuhan” di

kalangan PUS muda tentunya merupakan ”ancaman” bagi ledakan bayi. Oleh karena itu,

pemahaman tentang kelompok PUS muda yang memiliki peluang paling tinggi untuk

menginginkan jumlah anak yang besar atau ”terserah Tuhan” adalah penting. Hal yang cukup

menggembirakan adalah sebagian besar (79,1%) istri PUS muda di Indonesia ingin

mempunyai tiga (3) orang anak atau kurang. Akan tetapi, terdapat 20,9% istri PUS muda

yang ingin mempunyai anak lebih dari tiga (3) orang atau ”terserah Tuhan”. Angka ini lebih

tinggi pada perempuan kawin usia 15-19 tahun, yang mempunyai anak tiga (3) atau lebih,

telah menikah enam (6) tahun atau lebih, tinggal di wilayah pedesaan, berpendidikan rendah,

berasal dari rumah tangga miskin dan tidak berperan dalam pengambilan keputusan rumah

tangga.(8)

Hasil analisis determinan jumlah anak ideal menunjukkan bahwa jumlah anak masih

hidup, pendidikan dan indeks kekayaan mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik

terhadap peluang ingin mempunyai tiga (3) orang anak atau kurang umur, lama menikah,

tempat tinggal dan peran istri dalam pengambilan keputusan rumah tangga tidak

mempengaruhi pemilihan jumlah anak ideal. Hasil ini mengindikasikan bahwa pengalaman

fertilitas dan akses terhadap informasi dan pelayanan KB melalui pendidikan dan

kepemilikan sumber-sumber daya rumah tangga lebih berperan dalam penentuan jumlah anak

ideal di kalangan PUS muda. Semakin banyak jumlah anak masih hidup, semakin kecil

probabilitas ingin mempunyai tiga (3) orang anak atau kurang. Peningkatan jumlah anak

masih hidup satu orang akan menurunkan peluang ingin mempunyai tiga (3) orang anak atau

kurang sebesar 0,63 kali. Pendidikan istri berpengaruh positif terhadap probabilitas ingin

mempunyai tiga (3) orang anak atau kurang. Istri PUS muda yang berpendidikan tidak

sekolah atau tidak tamat SD 0,48 kali kurang cenderung dan istri PUS muda berpendidikan

tamat SD atau tamat SMP 0,70 kali kurang cenderung untuk mengingini tiga (3) orang anak

atau kurang dibandingkan dengan istri PUS muda yang berpendidikan tamat SMA atau

perguruan tinggi. Hasil ini mengindikasikan penerimaan norma keluarga kecil, bahagia dan

sejahtera yang lebih baik di kalangan PUS muda yang berpendidikan lebih tinggi. Istri PUS

muda dari rumah tangga dengan indeks kekayaan pada kuintil 1 (miskin) 0,63 kali kurang

29

Page 30: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

cenderung untuk mengingini tiga (3) orang anak atau kurang dibandingkan istri PUS muda

dari rumah tangga kaya. Tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal probabilitas mengingini

tiga (3) orang anak atau kurang antara istri PUS muda dari rumah tangga dengan kekayaan

sedang (kuintil 2 dan kuintil 3) dan istri PUS muda dari rumah tangga kaya (kuintil 4 dan

kuintil 5). Hal ini menunjukkan peran kekayaan rumah tangga dalam hal penentuan jumlah

anak ideal, dimana yang lebih sejahtera lebih terpapar terhadap perilaku anak sedikit

sehingga lebih cenderung mengingini jumlah anak yang lebih sedikit.(10)

Secara singkat, hasil analisis menunjukkan bahwa peluang mengingini tiga (3) orang anak

atau kurang lebih rendah pada PUS muda yang jumlah anak masih hidupnya lebih banyak,

yang istrinya berpendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD dan yang berasal dari keluarga

miskin.(10)

BAB V

Kesimpulan

KIE tidak bisa terlepas dari penggunaan media. Media terbagi menjadi dua, yaitu

media personal dan media non personal aau media massa. Media massa adalah media yang

paling banyak digunakan dalam KIE karena kemampuannya menjangkau khalayak yang

sangat besar (banyak) dan tersebar di wilayah yang sangat luas. Media ini terbagi menjadi

tiga, yaitu media lini atas (above the lini media), media lini bawah (below the line media),

media lini atas-lini bawah (through the line media). Pemahaman tentang jenis media dan

karakteristiknya sangat penting untuk mengidentifikasi media mana yang tepat untuk

program tertentu.

Hasil analisis pola, perbedaan dan determinan pengetahuan, sikap dan perilaku KB

menunjukkan bahwa persentase perempuan usia 15-24 tahun yang mengetahui alat/cara KB

lebih rendah pada perempuan yang berusia 15-19 tahun, yang mempunyai anak tiga (3) atau 30

Page 31: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

lebih, telah menikah enam (6) tahun atau lebih, tinggal di wilayah pedesaan, berpendidikan

rendah, berasal dari rumah tangga miskin dan tidak berperan dalam pengambilan keputusan

rumah tangga; Persentase perempuan yang mengetahui sumber informasi KB lebih rendah

pada perempuan yang berusia 15-19 tahun, yang mempunyai anak tiga (3) atau lebih, telah

menikah enam (5) tahun atau kurang, tinggal di wilayah pedesaan, berpendidikan rendah,

berasal dari rumah tangga miskin dan tidak berperan dalam pengambilan keputusan rumah

tangga. Persentase perempuan yang menyatakan bahwa suami mereka setuju KB lebih rendah

pada perempuan yang berusia 15-19 tahun, yang mempunyai anak tiga (3) atau lebih, telah

menikah enam (6) tahun atau lebih, tinggal di wilayah pedesaan, berpendidikan rendah,

berasal dari rumah tangga miskin dan tidak berperan dalam pengambilan keputusan rumah

tangga. Terdapat 36% perempuan kawin usia 15-24 tahun yang tidak pernah berdiskusi

tentang KB dengan suami. Persentase perempuan yang tidak pernah berdiskusi tentang KB

dengan suami lebih tinggi pada perempuan yang berusia 15-19 tahun, yang mempunyai anak

tiga (3) atau lebih, telah menikah lima (5) tahun atau kurang, tinggal di wilayah pedesaan,

berpendidikan rendah, berasal dari rumah tangga miskin dan tidak berperan dalam

pengambilan keputusan rumah tangga. Persentase perempuan yang yang sedang memakai

suatu alat/cara KB lebih rendah pada perempuan yang berusia 15-19 tahun, yang mempunyai

anak tiga (3) atau lebih, telah menikah lima (5) tahun atau kurang, tinggal di wilayah

perkotaan, berpendidikan tinggi, berasal dari rumah tangga miskin dan tidak berperan dalam

pengambilan keputusan rumah tangga. Kebutuhan berKB yang tidak terpenuhi di kalangan

PUS muda relatif rendah (9,8%). Persentase perempuan yang kebutuhan berKBnya tidak

terpenuhi lebih tinggi pada perempuan yang berusia 20-24 tahun, yang mempunyai anak tiga

(3) atau lebih, telah menikah lima (5) tahun atau kurang, tinggal di wilayah perkotaan, berasal

dari rumah tangga miskin dan tidak berperan dalam pengambilan keputusan rumah tangga.

Sebagian besar (79,1%) PUS muda di Indonesia ingin mempunyai tiga (3) orang anak atau

kurang. Akan tetapi, terdapat 20,9% PUS muda yang ingin mempunyai anak lebih dari tiga

(3) orang atau ”terserah Tuhan”. Angka ini lebih tinggi pada perempuan usia 15-19 tahun,

yang mempunyai anak tiga (3) atau lebih, telah menikah enam (6) tahun atau lebih, tinggal di

wilayah pedesaan, berpendidikan rendah, berasal dari rumah tangga miskin dan tidak

berperan dalam pengambilan keputusan rumah tangga. Peluang mengetahui alat/cara KB

lebih rendah pada PUS muda yang istrinya berpendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD,

yang berasal dari keluarga miskin dan yang istrinya tidak turut dalam pengambilan keputusan

rumah tangga. Peluang mengetahui sumber informasi KB lebih rendah pada PUS muda yang

31

Page 32: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

istrinya berusia 15-19 tahun, yang jumlah anak masih hidupnya lebih sedikit, yang lama

kawinnya lebih pendek, yang tinggal di pedesaan, yang istrinya berpendidikan tidak sekolah

atau tidak tamat SD, yang berasal dari keluarga miskin dan yang istrinya tidak turut dalam

pengambilan keputusan rumah tangga. Peluang suami tidak setuju KB lebih tinggi pada PUS

muda yang istrinya berusia 15-19 tahun, yang jumlah anak masih hidupnya lebih sedikit,

yang lama kawinnya lebih panjang, yang istrinya berpendidikan tidak sekolah atau tidak

tamat SD, yang berasal dari keluarga miskin dan yang istrinya tidak turut dalam pengambilan

keputusan rumah tangga. Peluang pernah diskusi KB dengan suami lebih rendah pada PUS

muda yang jumlah anak masih hidupnya lebih sedikit, yang tinggal di perkotaan, yang

istrinya berpendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD dan yang berasal dari keluarga

miskin. Peluang sedang memakai alat/cara KB lebih rendah pada PUS muda yang istrinya

yang jumlah anak masih hidupnya lebih sedikit, yang lama kawinnya lebih pendek, yang

istrinya berpendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD, yang berasal dari keluarga miskin

dan yang istrinya tidak turut dalam pengambilan keputusan rumah tangga. Peluang kebutuhan

berKB yang tidak terpenuhi lebih tinggi pada PUS muda yang jumlah anak masih hidupnya

lebih banyak, yang lama kawinnya lebih pendek, yang tinggal di perkotaan, yang berasal dari

keluarga miskin dan yang istrinya tidak turut dalam pengambilan keputusan rumah tangga.

Peluang mengingini tiga (3) orang anak atau kurang lebih rendah pada PUS muda yang

jumlah anak masih hidupnya lebih banyak, yang istrinya berpendidikan tidak sekolah atau

tidak tamat SD dan yang berasal dari keluarga miskin.

32

Page 33: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

DAFTAR PUSTAKA

1. BKKBN, UU RI No.52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga. Jakarta.

2. BKKBN, 2004. Kebijakan Nasional Penyediaan Alat dan Obat Kontrasepsi Dalam

Pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta.

3. BKKBN, 2010. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Keluarga Berencana dan

Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota. Jakarta.

4. BKKBN, UU RI No.10 Tahun 1992 Tentang Perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta.

5. BKKBN, 2009. Pedoman KIE Program KB Nasional. Jakarta

33

Page 34: Referat KIE Konseling KB - Shoffy Ursila

6. Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN, 2009, Panduan

Pengelolaan Pusat Informasi & Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK –

KRR). Jakarta.

7. Badan Pusat Statistik dan ORC Macro. 2003. Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia 20022-2003. Calverton, Maryland, USA: ORC Macro

8. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik dan United Nations

Population Fund. 2005. Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025. Jakarta, Indonesia.

9. Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Pendidikan 2006: Survei Sosial Ekonomi

Nasional. Jakarta, Indonesia.

10. Badan Pusat Statistik dan Macro International. 2007. Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia 2007. Calverton, Maryland, USA: BPS dan Macro International.

34