referat kejang demam

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Kejang demam pada anak merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai pada bayi dan anak. Kejang merupakan salah satu darurat medik yang harus segera diatasi, kejang didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak paroksimal yang dapat dilihat sebagai kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom. Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat suhu badan tinggi, Setiap serangan kejang pada anak harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat apalagi pada kasus kejang yang berlangsung lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur akan mengakibatkan gejala sisa pada anak bahkan menyebabkan kematian. Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika selatan, dan Eropa barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi, sekitar 20% diantara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat dari jenis kelamin penderita kejang demam sedikit lebih banyak

description

XX

Transcript of referat kejang demam

Page 1: referat kejang demam

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang

merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak

oleh karena terganggu fungsinya. Kejang demam pada anak merupakan kelainan neurologis

yang sering dijumpai pada bayi dan anak.

Kejang merupakan salah satu darurat medik yang harus segera diatasi, kejang

didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak paroksimal yang dapat dilihat sebagai kehilangan

kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi

autonom.

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat suhu badan tinggi, Setiap serangan

kejang pada anak harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat apalagi pada kasus

kejang yang berlangsung lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur

akan mengakibatkan gejala sisa pada anak bahkan menyebabkan kematian.

Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah penduduk di

AS, Amerika selatan, dan Eropa barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi,

sekitar 20% diantara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus

ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat dari jenis kelamin penderita kejang demam sedikit

lebih banyak menyerang laki-laki. Penderita pada umumnya mempunyai riwayat keluarga

(orang tua atau saudara kandung) penderita kejang demam.

Page 2: referat kejang demam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.I Pendahuluan

Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering terjadi pada anak, dimana 2-

5% anak pernah mengalami serangan kejang demam sebelum usia 5 tahun. Meskipun

biasanya kejang hanya berlangsung beberapa menit saja, kejang demam sering menimbulkan

kecemasan pada orang tua. Kecemasan tersebut meliputi peristiwa serangan kejang itu

sendiri ataupun akibatnya di kemudian hari seperti berulangnya kejang, kejadian epilepsi atau

kerusakan saraf akibat kejang. 1

Kejang merupakan bangkitan motorik yang terjadi akibat adanya mekanisme yang

mencetuskan sel neuron untuk melepaskan muatan listrik secara berlebihan. Mekanisme

yang mencetuskan kejang diantaranya adalah gangguan pada membran sel neuron yaitu

gangguan keseimbangan natrium dan kalium atau akibat adanya ketidakseimbangan antara

neurotransmitter eksitasi dan inhibisi. Salah satu bentuk dari neurotransmiter inhibisi adalah

GABA (gama amino butyric acid). Apabila kadar GABA turun maka kemampuan inhibisi

pada sinaps saraf juga akan menurun sehingga akan timbul kejang.1

2.2 Definisi dan Klasifikasi Kejang Demam

Definisi dan klasifikasi kejang demam telah beberapa kali mengalami revisi. Livingstone

(1954) membagi kejang demam menjadi kejang demam sederhana (KDS) dan epilepsi yang

dicetuskan oleh demam. Ciri-ciri KDS menurut Livingstone adalah usia anak 6 bulan sampai

4 tahun, kejang kurang dari 15 menit, kejang umum, kejang dalam 16 jam pertama demam,

neurologis normal, EEG yang dilakukan 4 minggu bebas panas hasilnya normal dan

frekuensi kejang kurang dari 4 kali dalam setahun. Sedangkan kejang demam yang tidak

memenuhi kriteria KDS dikelompokkan dalam epilepsi yang dicetuskan oleh demam.2

Menurut kesepakatan UKK Neurologi anak (2004), kejang demam didefinisikan sebagai

bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang

disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Klasifikasi kejang demam menurut UKK

Neurologi adalah sama dengan klasifikasi menurut ILAE. Saat ini definisi dan klasifikasi

kejang demam yang digunakan adalah menurut kesepakatan UKK Neurologi Anak 2004. 3,4

Page 3: referat kejang demam

Nelson Ellenberg (1976) membagi kejang demam menjadi 2 yaitu benign febrile

convulsion dan kejang demam kompleks. Dikatakan benign febrile convulsion bila serangan

kejang pertama kali usia 6 bulan sampai 4 tahun, sebelumnya pernah panas tanpa kejang,

kejang umum, lamanya kurang dari 10 menit, tidak ada riwayat keluarga dengan kejang

demam, dan tidak ada gangguan neurologis. Kejang demam kompleks bila kejang fokal,

lama lebih dari 10 menit, ada riwayat kejang demam dalam keluarga, lebih dari 1 kali kejang

dalam 24 jam, ILAE membagi kejang demam menjadi KDS dan KDK. Disebut KDS bila

kejang bersifatumum, tonik klonik, lama kejang kurang dari 15 menit dan tidak timbul

kembali dalam 24 jam. Bila lama kejang lebih dari 15 menit dan bersifat fokal atau terjadi

kembali dalam 24 jam maka diklasifikasikan dalam kejang demam kompleks (KDK).1

2.3 Epidemiologi

Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering dijumpai pada anak-anak. Dua

sampai lima persen dari seluruh anak mengalami sedikitnya satu kali kejang demam dalam

lima tahun pertama kehidupan. Verity dkk dalam suatu penelitian di Inggris pada tahun 1970

hingga 1975 mendapatkan prevalensi kejang demam sebesar 2,3%. Di Jepang, Tsuboi tahun

1974-1980 mendapatkan prevalensi kejang demam yang lebih tinggi yaitu sebesar 8,3%. Eka

dkk pada tahun 1999-2001 di RS Moh. Hoesin Palembang mendapatkan 429 penderita

kejang demam, terutama pada usia 12-17 bulan.

Pada umumnya penderita kejang demam tergolong kejang demam sederhana. Verity dkk

melaporkan kejadian kejang demam sederhana terjadi pada 76,9% kasus dan KDK 18,8%

kasus. Delapan persen berlangsung lama (lebih dari 15 menit), dan 16% berulang dalam

waktu 24 jam.1

Kejang demam bergantung pada umur, dimana umumnya dijumpai pada bayi dan anak.

Usia anak yang tersering mengalami kejang adalah 6 bulan sampai 3 tahun. Keterkaitan umur

dengan kejang demam adalah berhubungan dengan tingkat kematangan anatomi, fisiologi,

dan biokomiawi otak. Delapan puluh lima persen kejang demam terjadi sebelum usia 4

tahun, terbanyak pada usia 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam

pertama sebelum usia 2 tahun dan hampir 90% mengalaminya sebelum usia 3 tahun.

Perbandingan kejang demam antara anak laki-laki dan anak perempuan adalah hampir sama

berkisar 1,1-1,4:1. 1

Page 4: referat kejang demam

Faktor genetik mempunyai peranan dalam kejadian kejang demam. Berg dkk dalam

penelitiannya melaporkan 24% penderita kejang demam memiliki kerabat tingkat pertama

yang juga menderita kejang demam. Verity dkk melaporkan 26% penderita kejang demam

memiliki riwayat keluarga dengan kejang demam, terutama pada orang tua atau saudara

kandung. Van Esch dkk mendapatkan risiko terjadinya kejang demam pada saudara kandung

penderita kejang demam adalah 10% yaitu sekitar 2 kali risiko rata-rata populasi. Lennox

(1949) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh

sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox (1949) berpendapat

bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak

normal hanya 3%. 1,4

2.4 Etiologi

Mekanisme yang mencetuskan terjadinya kejang pada kejang demam belum diketahui

secara pasti. Banyak teori yang telah dikemukakan para ahli mengenai berbagai

kemungkinan mekanisme terjadinya kejang pada kejang demam selain faktor demam itu

sendiri. Berdasarkan beberapa literatur disebutkan, faktor yang mungkin memiliki peranan

terhadap terjadinya kejang demam adalah faktor genetik, riwayat kejang demam atau epilepsi

dalam keluarga, faktor perinatal (asfiksia dan riwayat perawatan saat neonatus), faktor suhu,

defisiensi besi, defisiensi seng, hiponatremia dan channelopathy.1,2

Walaupun mekanisme pasti kejang demam belum dapat diketahui, beberapa faktor yang

berperan dalam mekanisme terjadinya kejang antara lain adalah gangguan pada membran sel

neuron, gangguan pada mekanisme inhibisi prasinaps dan paska-sinaps serta gangguan pada

sel glia.1,2

2.4.1 Gangguan pada membran sel neuron

Potensial membran sel neuron bergantung pada permeabilitas sel tersebut terhadap ion

natrium dan kalium. Membran neuron permeabel terhadap ion kalium dan kurang permeabel

terhadap ion natrium sehingga dalam sel pada keadaan normal konsentrasi ion kalium

cenderung tinggi sedangkan konsentrasi ion natrium rendah.2

Bila keseimbangan terganggu, sifat semi-permeabel berubah sehingga ion natrium dan

kalium berdifusi melalui membran dan mengakibatkan perubahan kadar ion dan perubahan

Page 5: referat kejang demam

potensial yang menyertainya. Potensial aksi terbentuk di permukaan sel dan menjadi stimulus

yang efektif pada bagian membran sel lainnya dan menyebar sepanjang akson.2

2.4.2 Gangguan pada mekanisme inhibisi prasinaps dan paska-sinaps

Sel neuron saling berhubungan sesamanya melalui sinaps-sinaps. Potensial aksi yang

terjadi di satu neuron dihantar melalui neuron akson yang kemudian membebaskan zat

transmitter pada sinaps yang mengeksitasi atau menginhibisi membran paska-sinaps.

Neurotransmitter eksitasi (asetilkolin, glutamat) mengakibatkan depolarisasi, zat

neurotransmiter inhibisi (GABA, glisin) menyebabkan hiperpolarisasi neuron penerimanya.

Jadi satu impuls dapat mengakibatkan eksitasi atau inhibisi pada transmisi sinaps.2

Tiap neuron berhubungan dengan sejumlah besar neuron lainnya melalui sinaps eksitasi

atau inhibisi, sehingga otak merupakan struktur yang terdiri dari sel neuron yang saling

berhubungan dan saling mempengaruhi aktifitasnya. Pada keadaan normal didapatkan

keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi. Gangguan terhadap keseimbangan ini dapat

mengakibatkan terjadinya bangkitan kejang. Efek inhibisi ialah meninggikan tingkat

polarisasi membran sel. Kegagalan mekanisme inhibisi mengakibatkan terjadinya lepas

muatan listrik yang berlebihan. Zat GABA mencegah terjadinya hipersinkronisasi melalui

mekanisme inhibisi. Gangguan sintesis GABA mengakibatkan perubahan keseimbangan

eksitasi-inhibisi sehinhgga dapat menimbulkan bengkitan kejang. 2

2.4.3 Gangguan pada sel glia

Sel glia diduga berfungsi untuk mengatur ion kalium ekstraseluler di sekitar neuron dan

terminal presinaps. Pada gliosis atau keadaan cedera, fungsi glia yang mengatur monsentrasi

ion kalium ekstraseluler akan tergangggu yang akan mengakibatkan meningkatnya

eksitabilitas sel neuron sekitarnya. Rasio yang tinggi antara kadar ion kalium ekstraseluler

dibanding intraseluler dapat mendepolarisasi membran neuron.2

Astroglia berfungsi membuang ion kalium yang berlebihan saat aktifnya sel neuron.

Sewaktu kejang kadar ion kalium meningkat sebanyak 5 kali atau lebih di cairan interstisial

yang mengitasi sel neuron. Waktu ion kalium diserap oleh astroglia cairanpun ikut diserap

dan sel astroglia menjadi membengkak (edema). Pada penelitian eksperimental, didapatkan

bahwa bila kation dimasukkan ke dalam sel astrosit melalui pipet makro akan timbul letupan

kejang pada sel neuron disekitarnya, hal ini merupakan suatu ilustrasi mengenai peranan sel

astroglia dalam mengatur aktivitas neuronal.2

Page 6: referat kejang demam

2.5 Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi

yang didapatkan dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting

ialah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan

fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi

otak ialah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.4

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan

permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui

dengan ,mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron

tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.

Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan di luar sel, maka terdapatlah

perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga

keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase

yang terdapat pada permukaan sel.4

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya perubahan konsentrasi

ion di ruang ekstraseluler, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,

kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, perubahan patofosiologi dari membran sendiri

karena penyakit atau keturunan.4

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3

tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa

yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion

Kalium maupun Natrium melaui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.

Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat menyebar keseluruh sel maupun ke sel

tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang.4

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya

amabang kejang seorang anak menderita kejang pada suhu tertentu. Pada anak dengan

amabng kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak

dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan

Page 7: referat kejang demam

ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang

kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu

berapa penderita kejang.4

2.5.1 Peranan Besi dalam Terjadinya Kejang

Penelitian Gatti menyebutkan pada saat pasien terinfeksi oleh patogen akan terjadi

pelepasan faktor inflamasi interleukin 1 (IL-1). IL-1 akan mempengaruhi hipotalamus dan

hipokampus. IL-1 akan merangsang pusat pengaturan suhu di hipotalamus sehingga akan

menimbulkan kenaikan suhu (demam) dan akan menimbulkan kejang bila sudah ada faktor

risiko lain. Sementara di hipokampus IL-1 mempengaruhi neurotransmiter dan dapat

menyebabkan timbulnya kejang bila sudah terjadi gangguan sebelumnya (sudah ada faktor

pencetus) yang mempengaruhi faktor keseimbangan antara neurotransmiter eksitasi

(glutamat) dan neurotransmiterinhibisi (GABA). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

neurotransmiter GABA adalah adanya defisiensi besi yang menyebabkan menurunnya kadar

GABA. Penurunan kadar GABA akan menyebabkan tidak efektifnya mekanisme inhibisi

sehingga terjadi kejang.1

GABA adalah neurotransmiter inhibisi utama pada otak. GABA tertinggi konsentrasinya

pada substansia nigra dan globus palidus. GABA dan glutamat dibentuk di otak dari molekul

asam sitrat pada siklus kreb, reaksi ini dikenal sebagai shunt GABA. Sintesis GABA

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah peranan B6 dalam bentuk fosfat

piridoksal yang merupakan kofaktor pada sintesis GABA dari asam glutamat. Faktor lain

yang masih dalam penelitian adalah peranan besi pada sintesis GABA.1

Besi mempunyai peran yang sangat besar dalam proses pertumbuhan dan perkembangan

otak yaitu dalam proses mielinisasi saraf otak. Besi juga mempunyai peran penting terhadap

sistem neurotransmiter, diantaranya dalam proses sintesis serotonin, norepinefrin dan enzim

GABA transaminase, serta sistem dopaminergik. 1

Batra (2002) melakukan penelitian untuk melihat efek defisiensi besi terhadap

metabolisme GABA pada hewan percobaan. Pada penelitian tersebut didapatkan terjadinya

penurunan aktifitas enzim untuk GABA (GABA shunt enzim) yaitu GDH, GAD dan GABA-

T (glutamat dehidrogenase, glutamat dekarboksilase, dan GABA-transaminase) dan kadar

GABA sendiri akibat adanya defisiensi besi. Penelitian ini menyimpulkan terdapat peranan

besi terhadap GABA.1

Page 8: referat kejang demam

2.6 Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan

suhu badan yang tinggi (diatas 38C) dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan

saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lainnya.

Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung

singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik fokal atau

akinetik. Wujud kejang dapat pula berupa mata berbalik ke atas disertai kekakuan atau

kelemahan. Atau, terjadi gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan. Kejang

seluruh tubuh ini akan berhenti dengan sendirinya setelah mendapat pertolongan pertama.

Setelah itu anak tampak capek, mengantuk, dan tidur pulas. Begitu terbangun kesadaran

sudah pulih kembali. tanpa adanya kelainan saraf. 3,5

2.7 Diagnosis Kejang Demam

Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan melalui anamnesis yang lengkap pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang.

Kejang demam paling sering terjadi pada anak usia antara 6 bulan hingga 5 tahun. Pada

batas usia tersebut, kejang lebih banyak disebabkan oleh penyebab yang beragam. Namun,

hal ini tidak berarti bahwa setiap anak diluar batas usia tersebut harus dilakkukan

pemeriksaan scan otak dan pemeriksaan ekstensif lainnya. Kenaikan suhu yang tinggi dan

cepat pada saat kejang kejadian kejang dapat menjadi patokan. Semakin tinggi demam akan

dapat mencetuskan bangkitan kejang.6

Segera setelah kejang berhenti, seorang anak harus sadar kembali dan tanpa ditemukan

adanya kelainan neurologis. Jika terdapat kelainan neurologis setelah kejang atau menjadi

tidak sadar setelahnya, maka harus dipikirkan penyebab lain dari kejang.6

Pada kejang harus diperhatikan jenisnya (tonik atau klonik), bagian tubuh yang terkena

(fokal atau umum), lamanya kejang berlangsung, frekuensinya, selang atau interval antara

serangan, keadaan saat kejang dan setelah kejang (post-iktal).

Pemeriksaan laboratorium

Page 9: referat kejang demam

Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan dapat dikerjakan untuk

mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab, seperti darah perifer, elektrolit dan gula

darah.3

Pungsi Lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan

kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis ialah 0,6-0,7%.3

Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh karena itu

pungsi limbal dianjurkan pada: 3

a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

c. Bayi > 18 bulan tidak rutin

Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang,

atau memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh

karenanya tidak direkomendasikan.3

Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.

Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam

fokal.3

Pencitraan

Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed tomography (CT) atau

magnetic esonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi,

seperti:3

a. Kelainan neurologik fokal menetap (hemiparesis)

b. Parese nervus VI

c. Papiledema

2.8 Diagnosis Banding

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan

apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak). Kelainan di

dalam otak biasanya karena infeksi,misalnya maningitis, ensefalitis, abses otak dan lain-lain.

Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organik di

Page 10: referat kejang demam

otak. Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam

sederhana atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam.4

2.9 Penatalaksanaan

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan datang kejang sudah berhenti. Apabila

datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam

yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-

lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis

maksimal 20 mg.3

Obat yang praktis dan dapat diberikan orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal.

Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan

berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 mg. Atau diazepam

rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak

diatas usia 3 tahun.3

Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang lagi dengan cara dan

dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih

kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini dapat diberikan diazepam intravena dengan

dosis 0,3-0,5 mg/kg.3

Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal

10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/ menit. Bila

kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal.

Bila dengan fenitoin kijang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang intensif.3

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang

demamnya dan faktor resikonya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks.3

2.9.1 Pengobatan intermiten

Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang diberikan pada

saat anak mengalami demam, untuk menceegah terjadinya kejang demam. Terdiri dari

pemberian antipiretik dan antikonvulsan.3,7

a. Antipiretik

Page 11: referat kejang demam

Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti bahwa

penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Dosis asetaminofen

yang digunakan berkisar 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.

Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali 3-4 kali sehari.3

Asetaminofen dapat menyebabkan sinrom reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan,

meskipun jarang. Parasetamol 10 mg/kg sama efektifnya dengan ibuprofen 5 mg/kg dalam

menurunkan suhu tubuh.3

b. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan

risiko berulangnya kejang (1/3-2/3 kasus), begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5

mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5C. 3

Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup

berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat demam tidak

berguna unutk mencegah demam.3

BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM3

KEJANG

Diazepam rectal 0,5 mg/kgBB atau Berat badan < 10 kg: 5 mgBerat badan > 10 kg: 10 mg

\ KEJANG

Diazepam rectal

(5 menit)

Di rumah sakit

KEJANG

Diazepam IV

Kecepatan 0,5-1 mg.menit (3-5 menit)

(Depresi pernafasan dapat terjadi)

KEJANG

Page 12: referat kejang demam

Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB

Kecepatan 0,5-1 mg/kgBB/menit

(pastikan venilasi adekuat)

KEJANG

Transfer ke ICU

2.9.2 Pemberian obat rumat

Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan secara terus menerus untuk waktu

yang cukup lama.3,7

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan

risiko berulangnya kejang. Dengan meningkatnya pengetahuan bahwa kejang demam

‘benign’ dan efek samping pengguaan obat terhadap kognitif dan perilaku, profilaksis terus

menerus diberikan dalam jangka pendek, kecuali pada kasus yang sangat selektif. Pemakaian

fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar (40-

50%). Obat pilihan saat ini adalah asam valproat meskipun dapat menyebabkan hepatitis

namun insidennya kecil.3

Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, fenobarbital 3-4 mg/kg per hari

dalam 1-2 dosis.3

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut:3

- Kejang lama > 15 menit

- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya

hemiparesis, paresis Todd, Cerebral Palsy, retardasi mental, hidrosefalus.

- Kejang fokal

- Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

Kejang demam > 4 kali per tahun

Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara

bertahap selama 1-2 bulan.

Page 13: referat kejang demam

2.10 Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak perlu

menyebabkan kematian. Dua penyelidikan masing-masing mendapatkan angka kematian

0,46% dan 0,76% (Fridrerichsen dan Melchior, 1954; Frantzen dkk, 1968).4

Dari penilaian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25-50%, yang

umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat kepadaumur, jenis kelamin, dan

riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:4

- Pada anak umr kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50 % dan

pria 33 %

- Pada anak umur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya

kejang, terulangnya kejang ialah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.

Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam

tergantung dari faktor: 4

- Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

- Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita

kejang demam

- Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan

mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau

tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2-3% saja.

(“Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981”).4

BAB III

KESIMPULAN

Kejang demam adalah kejang yang terjadi saat demam (suhu rectal diatas 38 derajat

celsius) tanpa adanya infeksi system saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada

anak umur 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.

Page 14: referat kejang demam

Klasifikasi dari kejang demam :

1. Kejang demam sederhana

2. Kejang demam kompleks

Penatalaksanaan yang perlu dilakukan yaitu :

1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Untuk prognosis kejang demam, Prognosisnya baik dan tidak menyebakan kematian jika

ditanggulangi dengan cepat dan tepat perkembangan mental dan neurologis umumnya

tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi.   Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,2005

2. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007

Page 15: referat kejang demam

 3. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediateric II : Kejang Pada

Anak. Cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002.

4. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta  2007.

5. Fleisher, Gary R, M.D., Stephen Ludwig, M.G. Text Book Of Pediatric Emergency Medicine : Seizures. Williams & Wilkins Baltimore. London

6. Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setyowulan. Kapita Selekta Kedokteran : kejang Demam. Edisi ke3 Jilid 2. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2000.

7. Gary R. Fleisher, Stephen Ludwig. Textbook of Pediatric Emergency Medicine 4th edition (January 15, 2000).Seizures. Lippincott, Williams & Wilkins,USA,2000

     8. Kejang Demam,Guideline http://www.sehatgroup.web.id/artikel/1089.asp?FNM=1089 9 .

9. Acute Management of Infants and Children with Seizures. December 2004 http://www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf

10. Prodigy Guidance - Febrile convulsion. April 2005. http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=Febrile%20convulsion