Referat HMD Rien

download Referat HMD Rien

of 32

description

a

Transcript of Referat HMD Rien

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hyaline Membrane Disease (HMD) atau Penyakit Membran Hialin (PMH) disebut juga Sindrom Gangguan Pernapasan (SGP), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Penyebab terbanyak dari angka morbiditas dan mortalitas pada bayi prematur adalah HMD. Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat badan lahir 501-1500 gram (Lemons et al,2001). HMD merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi selama periode baru lahir (Nur, 2011).Penyakit ini terjadi pada bayi kurang bulan karena pematangan parunya yang belum sempurna. Pada HMD tingkat pematangan paru lebih berperan terhadap timbulnya penyakit bila dibandingkan dengan masalah kurang bulan sehingga dengan pengelolaan yang baik bayi dengan HMD dapat diselamatkan sehingga angka kematian dapat ditekan. Keberhasilan ini dapat dicapai dengan memperbaiki keadaan surfaktan paru yang belum sempurna dengan ventilasi mekanik, pemberian surfaktan dari luar tubuh, asuhan antenatal yang baik serta pemberian steroid pada ibu kehamilan kurang bulan dengan janin yang mengalami stres pernapasan. Hyaline Membrane Disease (HMD) biasanya muncul dalam beberapa menit setelah bayi lahir yang ditandai dengan pernapasan cepat , frekuensi lebih dari 60x/menit, pernapasan cuping hidung, retraksi interkostal, suprasternal, dan epigastrium. Pada pemeriksaan radiologi ditemukan pola retikulogranuler yang uniform dan air bronchogram (Rasad, 2010).

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah menambah pengetahuan tentang definisi, epidemiologi, factor predisposisi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan penatalaksanaan HMD.

1.3 Manfaat Penulisan

Referat ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam mendiagnosis dan pengelolaan HMD.BAB II

PEMBAHASAN2.1 Embriologi Sistem PernapasanSaat mudigah berumur 4 minggu, terbentuk divertikulum respiratorium (lung bud, tunas/bakal paru) sebagai suatu benjolan dari dinding ventral usus depan. Epitel lapisan dalam laring, trakea dan bronkus, serta paru, seluruhnya berasal dari endoderm. Komponen tulang rawan, otot dan jaringan ikat trakeal dan paru berasal dari mesoderm splanknik yang mengelilingi usus depan.

Pada awalnya tunas paru mempunyai hubungan terbuka dengan usus depan. Namun, ketika divertikulum membesar ke arah kaudal, terbentuk dua hubungan longitudinal, tracheosophageal ridge yang memisahkannya dari usus depan. Selanjutnya saat kedua bubungan tersebut menyatu untuk membentuk septum trakeoesofageale, usus depan dibagi menjadi bagian dorsal, esofagus, dan bagian ventral, trakea dan tunas paru. Primordium respiratorik mempertahankan hubungan terbukanya dengan faring melalui aditus laringitis.

2.1.1 HidungSelama minggu keenam. Fovea nasalis menjadi semakin dalam, sebagian karena pertumbuhan prominensia nasalis sekitar dan sebagian karena penetrasi ke mesenkim di bawahnya. Mula-mula membrana oronasalis memisahkan kedua lekukan dari rongga mulut primitif melalui foramen yang baru terbentuk, koana primitif.

Kedua koana ini terletak di kedua sisi garis tengah dan tepat di belakang palatum primer. Kemudian, dengan terbentuknya palatum sekunder dan perkembangan lebih lanjut rongga hidung primitif, terbentuk koana definitif di taut antara rongga hidung dan faring.

Sinus udara paranasal berkembang sebagai divertikulum dinding hidung lateral dan meluas ke dalam maksila, os etmoidale, os frontale, dan os sfenoidale. Sinus-sinus ini mencapai ukurannya yang maksimal selama pubertas dan ikut membentuk wajah definitif.

2.1.2 LaringLapisan dalam laring berasal dari endoderm, tetapi kartilago dan otot berasal dari mesenkim arkus faring (pharyngeal arches) keempat dan keenam. Akibat proliferasi yang cepat mesenkim ini, penampakan aditus laringis berubah dari celah sagital menjadi lubang berbentuk T. Selanjutnya, bentuk aditus laringis seperti orang dewasa sudah dapat dikenali ketika mesenkim dari kedua arkus berubah menjadi kartilago tiroidea, krikoidea dan aritenoidea.

Pada saat kartilago terbentuk, epitel laring juga berproliferasi dengan cepat sehingga terjadi oklusi lumen untuk sementara. Kemudian terjadi vakuolisasi dan rekanalisasi yang menghasilkan sepasang resesus lateral, ventrikulus laringis. Cekungan ini dibatasi oleh lipatan-lipatan jaringan yang berdiferensiasi menjadi pita suara sejati dan palsu.

Karena perototan laring berasal dari mesenkim arkus faring keempat dan keenam, semua otot laring dipersarafi oleh cabang-cabang saraf kranial ke sepuluh, nervus vagus. Nervus laringeus superiormenyarafi turunan arkus faring keempat, dan nervus laringeus rekurens menyarafi turunan arkus faring keenam.

2.1.3 Trakea, Bronkhus, dan ParuSewaktu terpisah dari usus depan, tunas paru membentuk trakea dan dua kantong luar lateral, tunas bronkus. Pada awal minggu kelima, masing-masing tunas ini membesar untuk membentuk bronkus utama kanan dan kiri. Tunas sebelah kanan kemudian membentuk 3 bronkus sekunder, sedangkan kiri 2 bronkus, 3 lobus di sisi kanan dan 2 di sisi kiri.

Seiring dengan perkembangan selanjutnya dalam arah kaudal dan lateral, tunas paru kemudian berkembang ke dalam rongga tubuh. Ruang untuk paru, kanalis perikardio-peritonealis, cukup sempit. Saluran-saluran ini terletak di kedua sisi usus depan dan secara bertahap diisi oleh tunas paru yang terus membesar. Akhirnya lipatan pleuroperitoneum dan pleuroperikardium memisahkan kanalis perikardioperitonealis masing-masing dari rongga peritoneum dan rongga perikardium, dan ruang sisanya membentuk rongga pleura primitif. Mesoderm yang menutupi bagian luar paru, berkembang menjadi pleura viseralis. Lapisan mesoderm somatik, yang menutupi dinding tubuh dari bagian dalam menjadi pleura parietalis Ruang antara pleura parietalis dan viseralis adalah rongga pleura.

Selama perkembangan selanjutnya, bronkus sekunder membelah berulang-ulang secara dikotomis, membentuk sepuluh bronkus tersier (segmentalis) di paru kanan dan delapan di kiri, menciptakan segmentum bronkopulmonale pada paru dewasa. Pada akhir bulan keenam telah terbentuk sekitar 17 generasi anak cabang. Namun, sebelum percabangan bronkus mencapai bentuk akhirnya, terbentuk enam cabang tambahan selama masa pascanatal. Pembentukan cabang-cabang diatur oleh interaksi epitel-mesenkim antara endoderm tunas paru dan mesoderm spalnknik yang mengelilinginya.

2.2 Pematangan ParuSampai bulan ketujuh pranatal, bronkiolus terus bercabang-cabang menjadi saluran yang semakin banyak dan semakin kecil (periode kanalikular), dan jumlah pembuluh darah terus meningkat. Pernapasan sudah dapat berlangsung ketika sebagian dari sel bronkiolus respiratorius yang berbentuk kuboid berubah menjadi sel gepeng tipis. Sel-sel ini menempel erat dengan sejumlah besar kapiler darah dan limfe, dan ruang di sekitarnya sekarang dikenal sebagai sakus terminalis atau alveolus primitif. Selama bulan ketujuh, jumlah kapiler sudah memadai untuk menjamin pertukaran gas yang adekuat, dan bayi prematur sudah dapat bertahan hidup.

Selama 2 bulan terakhir kehidupan pranatal dan selama beberapa tahun selanjutnya, jumlah sakus terminalis terus meningkat. Selain itu, sel-sel yang melapisi sakus yang dikenal dengan sel epitel alveolus tipe I, menjadi lebih tipis sehingga kapiler di sekitarnya menonjol ke dalam sakulus alveolaris. Hubungan erat antara sel epitel dan endotel ini membentuk sawar darah-udara. Alveolus matur belum ada sebelum lahir. Selain sel endotel dan epitel gepeng alveolus, pada akhir bulan keenam terbentuk jenis sel lain. Sel ini, sel epitel alveolus tipe II menghasilkan surfaktan, suatu cairan kaya fosfolipid yang dapat menurunkan tegangan permukaan dipertemuan udara-alveolus.

Sebelum lahir, paru dipenuhi oleh cairan yang banyak mengandung klorida, sedikit protein, sebagian mukus dari kelenjar bronkus, dan surfaktan dari sel epitel alveolus tipe II. Jumlah surfaktan dalam cairan meningkat, terutama selama 2 minggu terakhir sebelum lahir.

Gerakan bernapas janin dimulai sebelum lahir dan menyebabkan aspirasi cairan amnion. Gerakan ini penting untuk merangsang perkembangan paru-paru dan mengkondisikan otot pernapasan. Ketika pernapasan mulai saat lahir, sebagian besar cairan paru cepat diserap oleh kapiler darah dan limfe, dan sejumlah kecil mungkin dikeluarkan melalui trakea dan bronkus selama proses kelahiran. Ketika cairan diserap dari sakulus alveolaris, surfaktan tetap mengendap sebagai lapisan fosfolipid tipis di membaran sel alveolus. Saat udara masuk ke alveolus ketika bayi pertama kali bernapas, lapisan surfaktan mencegah terbentuknya pertemuan antara udara dan air (darah) yang memiliki tegangan permukaan tinggi. Tanpa lapisan surfaktan yang mengandung lemak ini alveolus akan kolaps sewaktu ekspirasi (atelektasis).

Gerakan bernapas setelah lahir mambawa udara masuk ke dalam paru yang mengembangkan dan mengisi rongga pleura. Meskipun ukuran alveolus agak bertambah, pertumbuhan paru setelah lahir terutama disebabkan oleh meningkatnya jumlah bronkiolus respiratorius dan alveolus. Diperkirakan bahwa saat lahir terdapat hanya 1/6 dari jumlah alveolus dewasa. Alveolus sisanya terbentuk selama 10 tahun pertama kehidupan paskanatal melalui pembentukan alveolus primitif baru yang berlangsung terus menerus.2.3 Definisi Hyaline Membran DiseaseHyaline Membrane Disease (HMD) adalah nama lain untuk Sindrom Gangguan Pernafasan (SGP) atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) dalam bahasa Inggeris. Ini adalah gangguan respirasi yang ditemukan pada bayi premature akibat kurangnya surfaktan sehingga mengakibatkan kolapsnya alveoli (Rasad, 2010).2.4 EpidemiologiKejadian HMD ini berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat lahir. Di Amerika Serikat, HMD telah diperkirakan terjadi pada 20,000-30,000 bayi baru lahir setiap tahun dan merupakan komplikasi pada sekitar 1% kehamilan. Sekitar 50% dari neonatus yang lahir pada usia kehamilan 26-28 minggu terjadi HMD, sedangkan kurang dari 30% dari neonatus prematur lahir pada usia kehamilan 30-31 minggu terjadi kondisi tersebut.8Dalam satu laporan, tingkat kejadian HMD adalah 42% pada bayi dengan berat 501-1500 g, dengan 71% dilaporkan pada bayi dengan berat 501-750 g, 54% dilaporkan pada bayi dengan berat 751-1000 g, 36% dilaporkan pada bayi dengan berat 1001 - 1250g, dan 22% dilaporkan pada bayi dengan berat 1251-1500g, di antara 12 rumah sakit universitas yang berpartisipasi dalam National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) Neonatal Research Network. HMD terjadi pada ~ 50% dari bayi dengan berat lahir antara 501 dan 1500 g (Lemon et al, 2001).2,8Hyaline membrane disease (HMD) kurang ditemukan di negara berkembang dibandingkan di tempat lain, terutama karena sebagian besar bayi prematur yang kecil untuk usia kehamilan mereka telah mengalami stres di dalam rahim karena kekurangan gizi atau hipertensi yang diinduksi kehamilan. Selain itu, karena sebagian besar persalinan di negara berkembang terjadi di rumah, catatan yang akurat di wilayah ini tidak tersedia untuk menentukan frekuensi HMD. HMD telah dilaporkan dalam semua ras, terjadi paling sering pada bayi prematur berkulit putih.1,2,4Resiko terjadi HMD meningkat pada ibu dengan diabetes, kelahiran kembar, persalinan secara sectio caesar, asfiksia, stres dingin, dan riwayat bayi prematur sebelumnya. Di sisi lain, risiko HMD berkurang pada ibu dengan hipertensi kronis atau terkait-kehamilan dan rupture membran yang berkepanjangan, dan profilaksis kortikosteroid antenatal. Kelangsungan hidup telah meningkat secara signifikan, terutama setelah adanya surfaktan eksogen (Malloy & Freeman, 2000) dan sekarang angka kelangsungan hidup menjadi > 90%. Saat ini, HMD menyumbang 6000 bayi telah dilakukan. Tinjauan sistematis terhadap uji coba ini (Soll & Andruscavage, 1999) menunjukkan surfaktan ini, apakah digunakan secara profilaksis dalam ruang persalinan untuk mencegah HMD atau dalam pengobatan penyakit yang telah terjadi, menyebabkan penurunan yang signifikan dalam risiko pneumotoraks dan risiko kematian. Manfaat ini diamati baik di uji coba surfaktan ekstrak alami atau surfaktan sintetik. Surfaktan pengganti, meskipun terbuktisegera efektif dalam mengurangi keparahan HMD, tiada bukti jelas ia dapat menurunkankebutuhan oksigen jangka panjang atau perkembangan perubahan kronis paru-paru. Saat ini, penelitian tindak lanjut jangka panjang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pasien yang diobati surfaktan dan kelompok kontrol yang tidak diobati sehubungan dengan PDA, IVH, RBP, NEC, dan BPD. Ada bukti menunjukkan bahwa lamanya penggunaan ventilasi mekanik dan ventilator total telah berkurang dengan penggunaan surfaktan pada semua tingkat usia kehamilan, walaupun dengan peningkatan bayi berat badan lahir sangat rendah. Sebuah kejatuhan dramatis pada kematian akibat PMH dimulai pada tahun 1991. Ini mungkin mencerminkan pengenalan terapi surfaktan pengganti di negara-negara tentang. Dalam tindak lanjut studi jangka panjang, tidak ada efek samping disebabkan terapi surfaktan telah diidentifikasi.Dukungan Pernapasan1. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik adalah terapi andalan untuk bayi dengan HMD yang mengalami antaranya apnea atau hipoksemia dengan asidosis respiratorik yang berkembang. Ventilasi mekanis biasanya dimulai dengan kadar 30-60 napas/menit dan rasio inspirasi-ekspirasi 1:2. Sebuah PIP awal 18-30 cm H2O digunakan, tergantung pada ukuran bayi dan keparahan penyakit. Sebuah PEEP dengan 4-5 cm H2O menunjukkan hasil oksigenasi yang meningkat, mungkin karena membantu dalam pemeliharaan dari FRC yang efektif. Tekanan terendah yang memungkinkan dan konsentrasi oksigen inspirasi diselenggarakan dalam upaya untuk meminimalkan kerusakan pada jaringan parenkim. Ventilator dengan kapasitas untuk menyinkronkan upaya pernafasan dapat mengurangi barotrauma. Penggunaan awal HFOV telah menjadi semakin populer dan merupakan modus ventilator yang sering digunakan untuk bayi berat badan lahir rendah (Gerstmann et al, 1996; Plavka et al, 1999).2. CPAP dan nasal synchronized intermittent mandatory ventilation (SIMV). Nasal CPAP (NCPAP) atau nasopharyngeal CPAP (NPCPAP) dapat digunakan dini untuk menunda atau mencegah kebutuhan untuk intubasi endotrakeal. Untuk meminimalkan cedera paru-paru berhubungan dengan intubasi dan ventilasi mekanis, telah ada minat baru dalam menggunakan CPAP sebagai strategi pengobatan awal untuk mengobati HMD bahkan pada bayi berat badan lahir sangat rendah. Di beberapa pusat, praktik ini telah telah digunakan dengan sukses dan menghasilkan penurunan insiden BPD (Aly, 2001; De Klerk & De Klerk, 2001; Van Marter et al, 2000). Selain itu, pengobatan dini dengan surfaktan, yang dikelola selama periode singkat intubasi diikuti oleh ekstubasi dan penerapan NCPAP semakin sedang digunakan di Eropa. Pendekatan ini telah digunakan pada bayi prematur usia kehamilan