Referat Diare Zona

60
REFERAT DIARE AKUT PEMBIMBING Dr. Dewi Iriani Sp. A DISUSUN OLEH Dian Rosa Ari Zona 030.08.081 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

Transcript of Referat Diare Zona

REFERAT

DIARE AKUT

PEMBIMBING

Dr. Dewi Iriani Sp. A

DISUSUN OLEH

Dian Rosa Ari Zona

030.08.081

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

PERIODE 13 JANUARI 2014 – 22 MARET 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Dian Rosa Ari Zona

NIM : 030.08.081

Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

FK Universitas Trisakti

Periode : 13 Januari 2014 – 22 Maret 2014

Judul Referat : Diare Akut

Pembimbing : dr. Dewi Iriani, Sp.A

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu

Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Koja.

Jakarta, Januari 2014

Pembimbing

dr. Dewi Iriani, Sp.A

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah

dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat mengenai “Diare Akut” guna

memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan

Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD KOJA periode 13 Januari 2014 – 22

Maret 2014. Disamping itu, makalah ini ditujukan guna menambah pengetahuan bagi yang

membacanya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada

pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, yaitu:

1. Dr. Togi Asman Sinaga, MARS, selaku direktur RSUD KOJA Jakarta

2. Dr. Riza Mansoer, Sp.A selaku ketua SMF bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD KOJA

Jakarta.

3. Dr. Dewi Iriani, Sp.A selaku pembimbing referat Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan

Anak RSUD KOJA Jakarta.

4. Dr. Afaf Susilawati, Sp.A; dr. Stephanie Y, Sp.A; dr. R Amardiyanto, Sp.A selaku

pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD KOJA Jakarta.

5. Perawat Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD KOJA Jakarta.

6. Rekan – rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD

KOJA Jakarta.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran

yang membangun sangat diharapkan penulis agar referat ini dapat menjadi lebih baik. Penulis

mohon maaf yang sebesar – besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan

dalam makalah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini memberikan tambahan

informasi bagi kita semua.

Jakarta, Januari 2014

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di

Indonesia, dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,

terutama usia dibawah 5 tahun.1,2 Selain itu diare juga menjadi masalah kesehatan yang paling

umum bagi para pelancong dari negara-begara industry yang menguunjungi daerah-daerah

berkembang, terutama di daerah tropis. Perkiraan konservatif menempatkan angka kematian

global dari penyakit diare sekitar dua juta kematian pertahun (1,7 juta-2,5 juta kematian),

merupakan peringkat ketiga diantara semua penyebab kematian penyakit menular di seluruh

dunia.2

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari

biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah

dan/ atau lendir. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang

sebelumnya sehat. Diare kronik adalah diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan

kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare

tersebut.1

Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus penyebanya

adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi

berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi.

Diare karena virus umunya bersifat self limting, sehingga aspek terpenting yang harus

diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan

menjamin nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare.1 Diare memiliki

keterkaitan yang cukup erat dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode diare dapat

menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan berkurangnya kemampuan

menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya berlangsung cukup lama akan berdampak

terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari

biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah

dan/ atau lendir. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang

sebelumnya sehat. 1

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai

perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung

kurang dari satu minggu. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali

perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare2. Diare kronik adalah

diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan tersebut.

II.2 Epidemiologi

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di

Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,

terutama usia di bawah 5 tahun2. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena

diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang1. Sebagai gambaran

17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007

diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42%

dibanding pneumonia 24%, untuk dolongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25.2%

dibandingkan pneumonia 15.5%2.

II.3 Cara Penularan dan Faktor Risiko

Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal - oral yaitu melalui makanan atau

minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan dengan

penderita atau barang - barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui

lalat2. Penularan ini dapat dibagi atas empat cara/4F (finger, flies, fluid, field) 1.

Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak memberikan

ASI secara penuh untuk 4 - 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air

bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan

dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara

penyapihan yang tidak baik2. Selain hal - hal tersebut beberapa faktor penderita dapat

meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi,

berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4

minggu terakhir dan faktor genetik.

1. Faktor umur. Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.

Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 - 11 bulan pada saat diberikan makanan

pendamping ASI1. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu,

kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri

tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai

merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan

melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya

insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.

2. Infeksi asimtomatik. Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi

asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif.

Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja

penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan

infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama bila

mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan, dan berpindah - pindah

dari satu tempat ke tempat yang lain.

3. Faktor musim. Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah

sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare

karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah tropik

(termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun

dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung

meningkat pada musim hujan.

4. Epidemi dan pandemi. Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan

epidemi dan pandemi yang mengakibatkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada

semua golongan usia1. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V.Cholera 0.1 biotipe

Eltor telah menyebar ke negara - negara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur Tengah dan

di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella

dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir di

Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun 1992, di kenal strain baru Vibrio cholera

0139 yang menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.

II.4 Etiologi

Pada saat ini, telah dapat diidentifikasikan tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme

yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare

umumnya adalah golongan virus, bakteri, dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena

infeksi adalah non imflammatory dan inflammatory1.

Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh

bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan oleh dan

/atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri

yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.

Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah sebagai

berikut1:

Penyebab diare akut infeksi

Golongan Bakteri Aeromonas Bacillus cereus Campylobacter

jejuni

Clostridium perfringens Clostridium difficile Escherichia coli

Plesiomonas shigeloides Salmonella Shigella

Staphylococcus aureus Vibrio cholera Vibrio

parahemolyticus

Yersinia enterocolitica

Golongan Virus Astrovirus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Enteric

adenovirus

Coronavirus Rotavirus Norwalk

virus

Cytomegalovirus* Herpes simplex virus*

Golongan Parasit Balantidium coli Blastocystis homonis Cryptosporidium

parvum

Entamoeba histolytica Giardia lamblia Isospora belli

Trichuris trichiura Strongyloides stercoralis

* umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita immunocompromised

Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak

yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan

Cryptosopridium1.

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan diare

pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada

usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel

bundar pada lamina propria. Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak berkolerasi

dengan gejala - gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa

lambung tidak terkena walaupun biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”, walaupun

pengosongan lambung tertunda telah didokumentasi selama infeksi virus Norwalk.

Virus menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di usus halus.

Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel - sel epitel usus halus yang rusak

diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya

belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan

baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan

koloid osmotik usus dan terjadi hipereristaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak

terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan

nutrien yang tidak sempurna1.

Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel - sel yang terdiferensiasi, yang

mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan seperti

transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam amino.

Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim hidrofilik

tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi

virus selektif sel - sel ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan rasio penyerapan

cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa.

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan

pengaturan transpor ion dalam sel - sel usus cAMP, cGMP, dan Ca-dependen. Patogenesis

terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh

virus tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa

usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat masuk ke

dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat

menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.

Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak

antara lain1:

Penyebab diare non infeksi

1. Kesulitan makan

2. Defek anatomis Malrotasi, Penyakit Hirchsprung, Short Bowel Syndrome, Atofi

microvilli

3. Malabsorpsi Defisiensi disakaridase, Malabsorpsi glukosa-galaktosa, Cholestosis,

Celiac

4. Endokrinopati Thyrotoksikosis, Penyakit Addison, Sindroma Adrenogenital

5. Keracunan makanan Logam berat, Mushrooms

6. Neoplasma Neuroblastoma, Phaeochromocytoma, Sindroma Zollinger-Ellison

7. Lain - lain Alergi susu sapi, Chron’s disease, Infeksi non-GIT, Defisiensi imun,

Colitis ulserosa, Gangguan motilitas usus, Pellagra

II.5 Mekanisme Diare

Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi.

Terdapat beberapa pembagian diare:

1. Pembagian diare menurut etiologi

2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan :

a. Absorbsi

b. Gangguan sekresi

3. Pembagian diare menurut lamanya diare:

a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.

b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non - infeksi.

c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.

Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling

tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal:

1. Gangguan absorbsi atau diare osmotik.

Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac sprue,

atau karena:

a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida

b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisiensi pada anak yang lebih besar

c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus

bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas1.

Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen

usus jejenum yang bersifat permeable, air akan mengalir kearah lumen jejenum,

sehingga air akan banyak terkumpul dalam lumen usus. Natrium akan mengikuti

masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang

besar dengan kadar Natrium yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi

kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang

tidak dapat diserap seperti Magnesium, glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen

ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan -

bahan seperti karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam

jumlah berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.

2. Malabsorbsi umum.

Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptida, tepung, asam amino, dan

monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen usus. Kerusakan sel

(yang secara normal akan menyerap Natrium dan air) dapat disebabkan virus atau kuman,

seperti Salmonella, Shigella, atau Campylobacter1. Sel tersebut juga dapat rusak karena

inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin, atau obat - obat tertentu. Gambaran

karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah atrofi villi. Lebih

lanjut, mikroorganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E.

coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan merubah faal membran brush border tanpa

merusak susunan anatomi mukosa. Maldigesti protein lengkap, karbohidrat, dan trigliserid

diakibatkan insufisiensi eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan

mengakibatkan diare osmotik.

Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan

kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti, malabsorbsi,

dan akhirnya menyebabkan diare osmotik1. Steatorrhe berbeda dengan malabsorbsi protein

dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan

diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi ion klorida sehingga diare tersebut

dapat disebabkan malabsorpsi karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus,

defisiensi sukrosa, isomaltosa, dan defisiensi kongenital laktase, pemberian obat pencahar;

laktulose, pemberian magnesium hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat

yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam

jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang

tinggi karbohidrat, setelah mengalami diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus

yang menyebabkan kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim

laktase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose.

3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik.

a. Hiperplasia kripta

Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebabkan sekresi

intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini menyebabkan atrofi villi1.

b. Luminal secretagogues

Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan

bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihydroxy,

serta asam lemak rantai panjang.

Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi

intrasel cAMP, cGMP, atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase1.

Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga

mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan ion klorida di kripta keluar. Di

sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk kedalam lumen usus

bersama ion klorida.

Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.

Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler, meningkatkan

permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat

menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan penyakit

Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan konsentrasi

garam empedu, lemak.

c. Blood-borne secretagogues

Diare sekretorik pada anak - anak di negara berkembang, umumnya disebabkan

enterotoksin E. coli atau Cholera. Berbeda dengan negara berkembang, di negara

maju,diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat atau

tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan hormone seperti

VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas, sel non -

beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida pankreas, hormon sekretorik lainnya (sindroma

watery diarrhea hypokalemia achlorhydria (WDHA) 1. Diare yang disebabkan tumor ini

termasuk jarang. Semua kelainan mukosa usus, berakibat sekresi air dan mineral

berlebihan pada vilus dan kripta serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa

usus dalam keadaan normal.

4. Diare akibat gangguan peristaltik.

Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan

motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan

motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan

bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat - obatan atau

nutrisi akan meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan

stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjungasi garam empedu, dan malabsorbsi. Diare

akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena

hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada bayi1. Gangguan motilitas mungkin

merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai

penyakit lain.

5. Diare inflamasi

Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan.

Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam

pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein, dan seringkali

sel darah merah dan sel darah putih menumpuk di lumen. Biasanya diare akibat inflamasi

ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.

Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,

menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek

infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi

absorpsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk.

2003 menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak pada

perubahan barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada

cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh itu bisa pada kedua komponen

tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi klorida

yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh C.difficile akan menginduksi kerusakan

cytoskeleton maupun protein, Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi proteolitik

protein tight junction, V cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction,

sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.

6. Diare terkait imunologi

Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan

IV1. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan.

Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat

pada Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk

tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat

oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi akibat

pajanan berulang dengan antigen yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator seperti

histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi

komplek antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan

komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan Macrophage

Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil melepas berbagai

mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini tidak terdapat peran

antibodi. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC (Antigen Presenting Cell) ke sel Th 1

yang MHC-II dependen1. Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti MIF, MAF, dan IFN-γ

oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi makrofag dan menimbulkan kerusakan

jaringan.

Berbagai mediator diatas kan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat

kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.

II.6 Manifestasi Klinis

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila

terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa

berupa diare, kram perut, dan muntah1. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung

pada penyebabnya.

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium,

klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan

kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis

metabolis dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat

menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular, dan kematian bila tidak diobati dengan tepat1.

Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi

hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa

dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, atau dehidrasi berat.

Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara lain:

vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis, pneumonia,

hepatitis, peritonitis, dan septik trombophlebitis. Gejela neurologik dari infeksi usus bisa berupa

paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat) hipotoni dan kelemahan otot

(C.botulinum) 1.

Manifestasi immune mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah diarenya sembuh,

contoh1:

Manifestasi immune mediated ekstraintestinal dan enteropatogen terkait

Manifestasi Enteropatogen terkait

Reactive arthritis Salmonella, Shigella, Yersinia, Camphylobacter, Clostridium

difficile

Guillain Barre Syndrome Camphylobacter

Glomerulonephritis Shigella, Camphylobacter, Salmonella

IgA nephropathy Camphylobacter

Erythema nodusum Yersinia, Camphylobacter, Salmonella

Hemolytic anemia Camphylobacter, Yersinia

Hemolytic Uremic Syndrome S. dysentrie, E. coli

Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas

badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan

tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum menunjukkan terkenanya usus

besar.

Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin

disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enterik

virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptpsporidium.

Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare8. Biasanya penderita tidak panas

atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa

saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien imunocompromise memerlukan

perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting1.

Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab

Gejala klinik Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera

Masa tunas 17 -72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72

jam

Panas + ++ ++ - ++ -

Mual muntah Sering Jarang Sering + - Sering

Nyeri perut Tenesmus Tenesmus

cramp

Tenesmus

kolik

- Tenesmus

cramp

Cramp

Nyeri kepala - + + - - -

Lamanya

sakit

5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari

Sifat tinja

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus

meneru

s

Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair

Darah - Sering Kadang - + -

Bau Langu ± Busuk + - Amis

Warna Kuning

hijau

Merah hijau Kehijauan Tak berwarna Merah hijau Air

cucian

beras

Leukosit - + + - - -

Lain - lain Anorexia Kejang ± Sepsis ± Meteorismus Infeksi

sistemik

±

*ETEC: enterotoxigenic eschericia coli,, EIEC: enteroinvasive eschericia coli

II.7 Diagnosis

Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi,

volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah:

volume dan frekuensinya5. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 - 8

jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau

penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah

dilakukan ibu selama anak diare: memberikan oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau

ke Rumah Sakit dan obat - obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya5.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut

jantung dan pernapasan serta tekanan darah9. Selanjutnya perlu dicari tanda - tanda utama

dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda - tanda tambahan

lainnya: ubun - ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung atau tidak, ada atau tidaknya air

mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau basah5,9.

Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik5 . Bising usus

yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstrimitas perlu karena

perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi1.

Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu

dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subjektif dengan

menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR, dan lain - lain dapat

dilihat pada table berikut.

Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 20031

Simptom Minimal atau tanpa

dehidrasi

kehilangan BB < 3%

Dehidrasi ringan-

sedang

kehilangan BB 3 – 9%

Dehidrasi berat

kehilangan BB >9%

Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah,

irritable

Apatis, letargi, tidak

sadar

Denyut

jantung

Normal Normal - meningkat Takikardi, bradikardi

pada kasus berat

Kualitas nadi Normal Normal – melemah Lemah, kecil, tidak

teraba

Pernapasan Normal Normal – cepat Dalam

Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Air mata Ada Berkurang Tidak ada

Mulut dan

lidah

Basah Kering Sangat kering

Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik

Capillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal

Extremitas Hangat Dingin Dingin, mottled, sianotik

Kencing Normal Berkurang Minimal

Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 19951,11

Penilaian A B C

Keadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai, atau

tidak sadar

Mata Normal Cekung Sangat cekung dan

kering

Air mata Ada Tidak ada Kering

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Rasa haus Minum biasa tidak *Haus, ingin minum *Malas minum atau

haus banyak tidak bisa minum

Periksa: turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat lambat

Hasil pemeriksaan: Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan /

sedang

Bila ada 1 tanda *

ditambah 1 atau lebih

tanda lain

Dehidrasi berat

Bila ada 1 tanda *

ditambah 1 atau lebih

tanda lain

Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

Penentuan derajat dehidrasi menurut sistim pengangkaan - Maurice King (1974) 1

Bagian tubuh yang

diperiksa

Nilai untuk gejala yang ditemukan

0 1 2

Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng,

apatis, ngantuk

Mengigau, koma atau

syok

Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang

Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Mulut Normal Kering Kering dan sianosis

Denyut nadi/menit Kuat < 120 Sedang (120-140) Lemah > 140

* Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0,1 atau 2 sesuai dengan tabel kemudian

dijumlahkan

Nilai 0 - 2 = tanpa / dengan dehidrasi ringan 3 – 6 = Sedang 7 – 12= Berat

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,

hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak

diketahui atau ada sebab - sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi

berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urin, dan tinja pada sepsis atau infeksi

saluran kemih.

Pemeriksaan laboratorium yang kadang - kadang diperlukan pada diare akut: 1

Darah Darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur, dan

tes kepekaan terhadap antibiotika.

Urin Urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika.

Tinja Makroskopik

Mikroskopik

Tinja: Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare meskipun

pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah

biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar

saluran gastrointestinal4,6.

Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang

menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau

parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapatdarah biasanya

bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica darah sering terdapat pada

permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis - garis darah pada tinja. Tinja yang

berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan

Strongyloides6.

Tinja: Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan informasi

tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Lekosit

dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.

Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman

yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y.

enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides1.

Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii lekosit

mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang

terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal. Parasit yang

menyebabkan diare pada umuumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah banyak.

Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat

riwayat baru saja berpergian ke daerah risiko tinggi, kultur tinja negatif untuk enteropatogen,

diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai

menderita diare yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis, dan

strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi, atau biopsi duodenum atau

yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organism ini hidup di saluran cerna bagian

atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan specimen tinja. Biopsi duodenum adalah

metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis, dan protozoa

yang membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik

tinja segar4. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada

tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba.

Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermiten.

Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi. Serologis

test untuk amuba hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.

Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic Syndrome,

diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita

immunocompromised1.

Oleh karena bakteri tertentu seperti: Y. enterocolitica, V. cholerae, V. Parahaemolyticus,

Aeromonas, C. difficile, E. coli 0157: H7, dan Campylobacter membutuhkan prosedur

laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah

satu dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi4. Deteksi toksin C. difficile sangat berguna

untuk diagnosis antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin membantu dalam

menegakkan diagnosis pada penderita dengan simptom kolitis berat atau penyebab

inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium

pendahuluan.

Tes laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen1:

Tes Laboratorium Organisme diduga / identifikasi

Mikroskopik : Lekosit pada tinja Invasif atau bakteri yang memproduksi sitotoksin

Trophozoit, kista, oocysts, spora G. lamblia, E. histolytica, Cryptosporidium, I. belli,

Cyclospra

Rhabditiform larva Strongyloides

Spiral atau basil Gram -

berbentuk S

Camphylobacter jejuni

Kultur tinja Standard E. coli, Shigella, Salmonella, Camphylobacter jejuni

Spesial Y. enterocolitica V. cholerae, V. parahaemolyticus,

C. difficile, E. coli O 157:H7

Enzyme imunoassay atau latex

aglutinasi

Rotavirus, G. lamblia, enteric adenovirus, C.

Difficile

Serotyping E. coli O 157:H7, EHEC, EPEC

Latex aglutinasi setelah broth

enrichment

Salmonella, Shigella

Tes yang dilakukan di

laboratorium riset

Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC, EAEC,

PCR untuk genus yang virulen

II.8 Penatalaksanaan

Rehidrasi bukanlah satu - satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Tujuan terapi

adalah untuk memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk

mengobati pasien. Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi

semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat

di rumah sakit, yaitu1:

1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut - turut

3. ASI dan makanan tetap diteruskan

4. Antibiotik selektif

5. Nasihat kepada orang tua

1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru

Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit formula

lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama disebabkan

karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama

natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir - akhir ini dengan tingkat sanitasi yang

lebih baik adalah disebabkan oleh karena virus1. Diare karena virus tersebut tidak menyebabkan

kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, pada ahli diare mengembangkan formula

baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah8. Osmolaritas larutan baru lebih

mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.

Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah2. Keamanan oralit ini sama

dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada oralit formula

lama. Oralit baru dengan osmolaritas yang rendah ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi

intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian

muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan

UNICEF untuk diare akut non - kolera pada anak1.

Komposisi Oralit Baru

Osmolaritas Rendah

Mmol/liter

Natrium 75

Klorida 65

Glucose, anhydrous 75

Kalium 20

Sitrat 10

Total Osmolaritas 245

Ketentuan pemberian oralit formula baru2:

1. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.

2. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24

jam.

3. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan sebagai

berikut:

a. Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50 - 100 ml tiap kali BAB.

b. Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100 - 200 ml tiap BAB.

4. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus

dibuang.4

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut - turut

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan

anak. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan secara

signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien1. Lebih lanjut lagi, ditemukan bahwa

pemberian zinc pada anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan

yang dikeluarkan.

Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang

optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk

pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler,

adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan1. Zinc juga berperan dalam system kekebalan

tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.

Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya

terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses

perbaikan epitel seluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan

absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,

meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang

mempercepatkan pembersihan patogen dari usus1. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi

dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.

Dosis zinc untuk anak - anak: 1

Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari

Anak di atas umur 6 bulan : 20 (1 tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10 - 14 hari berturut - turut meskipun anak telah sembuh dari

diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak -

anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.

3. ASI dan makanan tetap diteruskan

ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu

anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Pada

diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase

penyembuhan.

4. Antibiotik selektif

Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.

Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan

mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan

menyebabkan diare sulit disembuhkan3. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional akan

mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan yang tidak

perlu. Pada penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap

antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan trimetoprim

sulfametosazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui mekanime

berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang

menjadi target antibiotik, dan perubahan permeabilitas membrane terhadap antibiotik.

5. Edukasi pada ibu atau pengasuh

Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit, sangat

haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari1,3.

Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat membantu

penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat memperpendek lamanya sakit dan

memberantas organism penyebab. Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat

beberapa pertimbangan terapi:

1. Terapi cairan dan elektrolit.

2. Terapi diit.

3. Terapi non spesifik dengan antidiare.

4. Terapi spesifik dengan antimikroba.

Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia dan negara

berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare biasanya malah dalam

keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil dengan dehidrasi lebih

berat dan memerlukan perawatan di sarana kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan dari

1 000 kasus diare yang ada di masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam

keadaan dehidrasi sedang, dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai

komplikasi serta penyakit penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data

diatas, sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana

yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per - oral serta melanjutkan pemberian makanan,

sedangkan terapi non spesifik dengan antidiare tidak direkomendasikan dan terapi antibiotika

hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk

kasus dehidrasi berat.

ALGORITMA PENGOBATAN DIARE

Rencana Pengobatan A Diare Tanpa Dehidrasi (Penanganan Diare di Rumah)

Rencana Pengobatan B

Pengobatan Dehidrasi Ringan/ Sedang dengan Oralit

Re

Rencana Pengobatan C

Pengobatan Dehidrasi Berat

Pemberian makanan selama diare

Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh.

Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak yang anak mampu menerima1.

Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya akan timbul kembali setelah dehidrasi

teratasi7. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepatkan kembalinya fungsi usus yang

normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga

memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan

makanan akan menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan

kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung

kepada umur, makanan yang disukai, dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada

umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak

yang sehat. Bayi yang minum ASI harus diberikan sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi

yang tidak minum ASI harus diberikan susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam.

Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk

sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat

sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH

< 6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja > 0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian

tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya

diminum secara bertahap selama 2 - 3 hari.

Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat,

makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diit harus berasal dari makanan dan

diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan.

Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti serealia pada umumnya dapat

ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Pada anak yang lebih besar, dapat

diberikan makanan yang terdiri dari makanan pokok setempat, misalnya nasi, kentang, roti,

gandum, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5 - 10 ml

minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan

kaya akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang - kacangan dan sayur -

sayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging, atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik

untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang mengandung banyak gula

seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan sebaiknya dihindari.

Pemberian makanan setelah diare

Meskipun anak diberi makanan sebanyak yang dia mau selama diare, beberapa kegagalan

pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anoreksia bera1t. Oleh karena itu perlu

pemberian ekstra makanan yang kaya akan zat gizi beberapa minggu setelah sembuh untuk

memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta mempertahankan pertumbuhan yang normal.

Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak

dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya7.

Terapi medikamentosa

Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti: antibiotika, antidiare,

adsorben, antiemetik, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai

lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan

sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak dengan usia kurang dari 2 - 3 tahun. Secara

umum dikatakan bahwa obat - obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.

Antibiotik

Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian besar

diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan

antibiotika. Hanya sebagian kecil (10 - 20%) yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti V.

Cholera, Shigella, Enterotoksigenik E. Coli, Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya1.

Antibiotik pada diare1

Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif

Kolera Tetrasiklin

12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari

Erythromycin

12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari

Shigella dysentery Ciprofloxacin

15 mg/kgBB

2x sehari selama 3 hari

Pivmecillinam

20 mg/kgBB

4x sehari selama 5 hari

Ceftriaxon

50 - 100 mg/kgBB

1x sehari IM selama 2 - 5 hari

Amoebiasis Metronidazole

10 mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari atau 10 hari pada kasus berat

Giardiasis Metronidazole

5 mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari

Obat antidiare

Obat - obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan tidak

diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat - obat ini diantaranya:

Adsorben (kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholestyramine)

Obat - obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya untuk mengikat

dan menginaktivasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan

mempunyai kemampuan untuk melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti

keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.

Antimotilitas (loperamide hydrochloride, diphenoxylate dengan atropin, tinctura opii, paregoric,

codein)

Obat - obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak

mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat

yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari

organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedatif pada dosis normal. Tidak satupun dari obat -

obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare.

Bismuth subsalicylate

Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak dengan diare

akut sebanyak 30%. Akan tetapi, cara ini jarang digunakan.

Antiemetik

Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat menyebabkan

mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh karena itu obat anti

muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah karena biasanya berhenti bila penderita

telah terehidrasi.

II.9 Komplikasi

Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa diantaranya

membutuhkan pengobatan khusus1.

1. Gangguan Elektrolit

- Hipernatremia

Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan

berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan - lahan.

Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat

menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara

terbaik dan paling aman.

Koreksi rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan caitan 0.45% saline - 5%

dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi.

Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila

sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk

rumatan gunakan 0,18% saline – 5% dextrosa, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10

mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya

pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10

ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.

- Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung

sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na < 130 mmol/L). Hiponatremi sering terjadi

pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman

dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatemi. Bila tidak berhasil,

koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer

Laktat atau Normal Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 - kadar Na serum yang

diperiksan dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam,

sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2

mEq/L/jam1.

- Hiperkalemia

Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian

kalsium glukonas 10% 0,5 - 1 ml/kgBB i.v pelan - pelan dalam 5 - 10 menit dengan

monitor detak jantung1.

- Hipokalemia

Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K: jika

kalium 2,5 – 3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5

mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam.

Dosisnya: (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4

jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq

x BB) 1,10.

Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi

ginjal, dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat

dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama

diare dan sesudah diare berhenti.

2. Demam

Demam sering terjadi pada infeksi Shigella disentriae dan rotavirus. Pada umumnya

demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel usus. Demam

juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul akibat dehidrasi pada umunya tidak

tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin

diikuti kejang demam. Pengobatan: kompres dan antipiretika. Antibiotika jika ada infeksi.

3. Edema/overhidrasi

Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang tampak

biasanya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada edema otak. Edema paru-

paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang diberi larutan garam faali. Pengobatan

dengan pemberian cairan intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.

4. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya basa cairan

ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan

pernafasan yang dalam dan cepat (kussmaul). Pemberian oralit yang cukup mengadung

bikarbonat atau sitrat dapat memperbaiki asidosis.

II.10 Pencegahan

Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara10:

1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.

Kuman - kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal - oral.

Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran

ini.

Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:

a. Pemberian ASI yang benar.

b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.

c. Penggunaan air bersih yang cukup.

d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar

dan sebelum makan.

e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga.

f. Membuang tinja bayi yang benar.

2. Memperbaiki daya tahan tubuh penjamu (host).

Cara - cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat

mengurangi risiko diare antara lain:

a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun

b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberikan makan

dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.

c. Imunisasi campak.

Probiotik dan Prebiotik

Akhir - akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik, dan seng dalam

pencegahan diare.

A. Probiotik

Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang

menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik12,13.

Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang panjang

terutama untukbayi yang tidak minum ASI. Pada sistematik review yang dilakukan Komisi

Nutrisi ESPGHAN (European Society of Gastroenterology Hepatology and Nutrition) pada

tahun 2004, didapatkan laporan - laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk

pencegahan diare. Saavedra dkk tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya bahwa susu formula

yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus thermophylus bila

diberikan pada bayi dan anak usia 5 - 24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan

angka kejadian diare dari 31% menjadi 7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada

kelompok placebo menjadi 10% pada kelompok probiotik12. Penelitian Phuapradit P. dkk di

Thailand pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang minum susu formula yang mengandung

probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan Streptococcus thermophylus lebih jarang menderita diare

oleh karena infeksi rotavirus13.

Oberhelman RA dkk tahun 2002 melaporkan penggunaan Lactobacillus GG di Peru pada

komunitas dengan resiko tinggi diare dapat menurunkan episode diare terutama pada anak - anak

usia 18 - 29 bulan dibandingkan dengan placebo (4,7 v 5,9 episode/anak/tahun dengan p =

0,0005), akan tetapi penelitian yang sama di Finlandia tahun 2001 tidak menemukan adanya efek

proteksi pada konsumsi jangka lama susu formula yang disuplementasi dengan probiotik12.

D’Souza dkk tahun 2002 melaporkan bahwa probiotik jika diberikan bersama - sama dengan

antibiotika mengurangi resiko “antibiotic-associated diarrhea”.

Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui: perubahan lingkungan

mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa pathogen usus,

kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi toksin atau

reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan

imunomodulasi12.

Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek protektif terhadap diare, tetapi

masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk efektivitas dan keamanannya,

walaupun sejauh ini penggunaan probiotik pada percobaan klinis dikatakan aman.

B. Prebiotik

Prebiotik bukan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya kompleks karbohidrat

yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan

kesehatan.

Oligosakarida yang ada didalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik oleh karena

dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria dalam kolon bayi yang minum

ASI12. Data menunjukan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi yang minum ASI.

Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru tahun 2003, bayi - bayi dikomunitas yang diberi sereal

yang disuplementasi dengan Fruktooligosakarida (FOS) tidak menunjukan penurunan angka

kejadian diare12. Penemuan lain yang dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu penelitian

RCT yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat penyebabnya menunjukan

adanya perbedaan bermakna lamanya diare, dimana pada penderita yang mendapat FOS lebih

pendek masa diarenya dibanding placebo.

Rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih perlu menunggu

penelitian - penelitian selanjutnya.

II.11 Prognosis

Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 5 pilar diare, sebagian besar (90%) kasus

diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan melanjut

dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%( akan menjadi diare persisten. 6

BAB III

KESIMPULAN

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari

biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah

dan/ atau lendir. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang

sebelumnya sehat. Diare kronik adalah diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan

kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare

tersebut. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus penyebanya

adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi

berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi.

Diare ini sendiri dapat menyebabkan dehidrasi, untuk itu pada diare harus ditentukan derajat

dehidrasi yang di derita apakah tanpa dehidrasi, ringan/sedang atau dehidrasi berat. Karena

tatalaksana dan prognosis dari diare di tentukan dari derajat dehidrasi tersebut.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:

Sagung Seto. 2007:1-24

2. Juffrie M, Soenarto Sri, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS.. Diare akut dalam

Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK

Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2012:87-118

3. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition. United Stated

of America, Lippincot wiliams

4. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and

Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced Based Guidelines

for Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of Pediatric

Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.

5. Diarrhea. Available at:

http://www.mayoclinic.com/health/diarrhea/DS00292/DSECTION=tests-and-diagnosis.

Accessed on June 24, 2013.

6. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta: Badan

Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.

7. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and inflammation.

Gut.2002,50 (Supple III):III:54-1159

8. Comitte Infection Disease. Prevention of Rotavirus Diseases: Upadated Guidelines for

use of Rotavirus Vaccine. Pediatrics 123,1412,2009.