referat demam tifoid
Click here to load reader
-
Upload
karinarakhma -
Category
Documents
-
view
36 -
download
6
description
Transcript of referat demam tifoid
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi merupakan penyakit infeksi
sistemik, bersifat endemis dan masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Kejadian
penyakit ini di Indonesia cenderung meningkat. Demam tifoid merupakan suatu penyakit
infeksi akut yang disebabkan oleh kuman gram negative Salmonella thypi. Selama terjadi
infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagosit mononuclear dan secara
berkelanjutan dilepaskan dalam darah ( Darmowandowo, 2008).
Penyakit ini ditandai dengan panas yang berkepanjangan ditunjang dengan
bakterimia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe, usus
dan Peyer’s patch. Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid
dan demam enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama dengan
demam tifoid namun biasanya lebih t\ringan, penyakit ini biasanya disebabkan oleh spesies
Salmonella enteriditis sedangkan demam enterik dipakai baik pada demam tifoid maupun
paratifoid (Soedarmo, 2008).
1.2 Epidemiologi
Di Indonesia, menurut laporan data surveilans yang dilakukan oleh sub
Direktorat surveilans Departemen Kesehatan, insiden penyakit menunjukkan angka yang
terus meningkat yaitu jumlah kasus pada tahun 1990, 1991, 1992, 1993, dan 1994 berturut-
1
turut adalah 9,2 ; 13,4 ; 15,8 ; 17,4 per 10000 penduduk. Sementara data penyakit demam
tifoid dari Rumah Sakit dan pusat kesehatan juga meningkat dari 92 kasus pada tahun 1994
menjadi 125 kasus pada tahun 1996 per 100.000 penduduk. Kecenderungan meningkatnya
angka kejadian demam tifoid di Indonesia terjadi karena banyak faktor, antara lain
urbanusasai, sanitasi yang buruk, karier yang tidak terdeteksi dan keterlambatan diagnosis
(Rohman, 2010)
Berdasarkan sumber data dari profil kesehatan propinsi Jawa Tengah tahun
1999 jumlah pasien penderita demam tifoid yang dirawat inap di Rumah Sakit berkisar
13.078, sedangkan yang dirawat jalan mencapai 45.176. Di Rumah Sakit Semarang
khususnya RSI Roemani jumlah penderita demam tofoid dari tahun 1998 – 2000 mengalami
peningkatan yaitu dengan jumlah penderita 305 (th 1998), 331 (th 1999) dan 481 (th 2000).
Dengan adanya peningkatan tersebut dapat digunakan sebagai bahan penelitian dengan
tujuan untuk mengetahui distribusi penderita demam tifoid menurut umur dan gejala serta tes
widalnya yang dirawat inap di RSI Roemani Semarang periode 1 Januari 2000 – 31
Desember 2000 (Rohman, 2010).
Departemen Kesehatan RI tahun 1997 melaporkan demam tifoid berkisar
350–810 kasus per 100.000 penduduk per tahun dengan angka kematian 2%. Di Jawa Timur
kejadian demam tifoid di Puskesmas dan beberapa rumah sakit masing-masing 4000 dan
1000 kasus per bulan, dengan angka kematian 0,8% (Depkes 1994). Di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya selama periode 5 tahun (1991–1995) telah dirawat 586 penderita demam tifoid
dengan angka kematian 1,4%, dan selama periode 1996–2000, telah dirawat 1563 penderita
demam tifoid dengan angka kematian 1,09% (Wardhami, 2005).
2
1.3 Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonella lain adalah bakteri Gram negatif
mempunyai flagela tidak berkapsul dan tidak membentuk spora fakultatif anaerob.
Mempunyai anti gensomatik ( O ) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen ( H ) yang
terdiri dari protein dan envelope antigen ( K ) yang tediri dari polisakarida. Mempunyai
makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari diding sel
yang di namakan endotoksin. Salmonella Typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor R
yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik (Soedarmo, 2008).
1.4 Patofisiologi
Patofisiologi demam typhoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti
organisme yaitu: Penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’s patch, mikroorganisme bertahan
hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, nodus limfatikus mesenterikus dan
organ-organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial, mikroorganisme bertahan hidup di
dalam aliran darah, (4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar CAMP di dalam
kripta usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.
Mikroorganisme Salmonella Typhi dan Salmonella parathyphi masuk ke dalam tubuh
manusia melalui makanan atau minuman terkontaminasi Sebagian mikroorganisme di
musnahkan dalam lambung dengan pH <2, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan
selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik
maka mikroorganisme akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke
lamina propia. Propia mikroorganisme berkembang biak dan difagosit oleh makrorag.
Mikroorganisme dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di
3
bawa ke Plak Peyeriileum Distal kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika (Soedarmo.
2008).
1.5 Gejala Klinis
1. Masa inkubasi : 10 -14 hari (mungkin kurang dari 7 hari atau lebih dari 21 hari)
2. Panas yang makin tinggi terutama pada malam hari dan pagi hari, bila panas sering
disertai delirium, demam dapat bersifat remitten dapat pula kontinua. Suhu meningkat dan
bertahap seperti tangga, mencapai puncaknya pada hari ke 5, dapat mencapai 39o - 40oC.
3. Lemah badan, nyeri kepala di frontal.
4. Mual - anoreksia.
5. Gangguan defekasi : Obstipasi pada minggu I, Diare pada minggu II (peas soup diare).
Karena peradangan kataral dari usus, sering disertai dengan perdarahan dari selaput lendir
usus, terutama ileum.
6. Insomnia.
7. Muntah.
8. Nyeri perut.
9. Apatis/bingung dapat diakibatkan toksik menjadi delirium yang akan menjadi
meningismus (akhir minggu ke I).
10. Myalgi/atralgi.
11. Batuk.
4
12. Nadi terjadi bradicardi relatif (normalnya frekuensi nadi akan meningkat sebanyak
18x/menit pada setiap peningkatan suhu tubuh sebanyak 1o C, pada demam typoid denyut
nadi akan lebih lambat dari perhitungan yang seharusnya), hal ini disebabkan oleh karena
efek endotoksin pada miokard.
13. Lidah, typhoid tongue, dengan warna lidah putih kotor kecoklatan dengan ujung dan tepi
hiperemis dan terdapat tremor.
14. Thoraks, paru-paru dapat terjadi bronchitis/pneumonia, pada umumnya bersifat tidak
produktif, terjadi pada minggu ke II atau minggu ke III, yang disebabkan oleh
pneumococcus atau yang lainnya
15. Abdomen, agak cembung dan meteorismus.
16. Splenomegali pada 70% dari kasus, dengan perabaan keras, mulai teraba pada akhir
minggu ke I sampai minggu ke III, akan tetapi dapat juga lunak dan nyeri tekan positif.
17. Hepatomegali pada 25% dari kasus, terjadi pada minggu ke II sampai dengan masa
konvalesens.
18. Kantung empedu, merupakan sumber kuman yang dapat tetap utuh, dapat terjadi
kholesistitis akut terutama pada wanita tua dan gemuk. Karier sering terjadi pada
penderita dengan kholesistitis kronik dan batu empedu. Meteorismus, kita harus hati-hati
untuk tanda perforasi/adanya perdarahan pada usus.
5
19. Perubahan terjadi pada bagian distal dari Ileum, Plaque payeri menunjukkan : Hiperplasti
pada minggu ke I, Nekrose pada minggu ke II, Ulcerasi pada minggu ke III,
Penyembuhan pada minggu ke IV.
20. Kulit, Rose spot, adalah suatu rash yang khas untuk tipoid, terjadi pada akhir minggu ke I
sampai minggu ke III terutama pada dinding dada dan perut. Hal ini terjadi karena
infiltrasi oleh sel monosit pada ujung-ujung kapiler yang disebabkan oleh infiltrasi kuman
Salmonella typhi pada kulit, yang menyebabkan terjadinya proses radang, sehingga terjadi
perembesan dari sel eritrosit, karena permeabilitas kapiler meningkat.
21. Ginjal, karena 25% - 30% dari penderita demam tifoid mengeksresikan Salmonella typhi
dalam air kemih pada stadium akut dari penyakit, maka dianggap bahwa ginjal sering
terjangkit. Tetapi kelainan ginjal yang menetap jarang terjadi, seperti juga jarangnya
karier air kemih.
1.6 Diagnosis
Diagnosis di tegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan
gastrointestinal dan mungkin di sertai perubahan dan gangguan kesadaran dengan kriteria ini
maka seorang klinis dapat membuat diagnosis tersangka demam typhoid. Diagnosis pasti di
tegakkan melalui isolasi ( Salmonella Typhi ) dari darah. Pada dua minggu pertama sakit,
kemungkinan mengisolasi ( Salmonella Typhi ) dari dalam darah pasien lebih besar dari pada
minggu berikutnya. Biakan spesimen yang beasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai
sensitivitas tertinggi, hasil positif di dapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat
invasif sehingga tidak di gunakan dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat di
6
lakukan biakan spesimen empedu yang di ambil dari duodenum dan memberikan hasil yang
cukup baik. Pemeriksaan demam typhoid ada beberapa jenis yaitu untu mendeteksi atibodi (
Salmonella Typhi ) dalam serum antigen tehadap Salmonella Typhi dalam darah, serum, urin
dan DNA ( Salmonella Typhi ) dalam darah dan faeses polymerase chain reaction telah di
gunakan untuk memperbanyak gen salmonella sel. Typhoid secara spesifik pada darah
pasien dan hasil dapat di peroleh hanya dalam beberapa jam. Metode ini spesifik dan lebih
sensitif di banding dengan biakan darah (Sumarmo, 2008).
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin.
a. Leukopeni (47% dari kasus) 2000 - 3000 sampai dengan 5000/mm3. Bila ada
leukositosis (4% dari kasus) hati-hati ada penyulit, perforasi atau infeksi
sekunder.
b. Limfositosis relatif (pasien tetap leukopeni tetapi persentasi limfosit lebih banyak
dari normal).
2. Pemeriksaan bakteriologik
a. Biakan Gall, untuk diagnosa pasti! Biakan dapat diambil dari :
b. Sumsum tulang (90% ketelitian) pada minggu ke I dan minggu ke II.
c. Darah pada minggu ke I dan minggu ke II (70% - 90%) minggu ke II sampai
minggu ke III (30% - 40%).
7
d. Biakan pada agar SS bahan diambil dari tinja pada minggu ke II sampai minggu
ke III dan urine pada minggu ke III sampai minggu ke IV.
e. Jangan menggunakan Gall culture, Rose spot boleh di Gall kultur.
f. Bila Gall positif diagnosa pasti dari tiphoid abdominalis, tetapi bila negatif
belum tentu bebas tiphoid abdominalis tergantung dari teknik pengambilan
bahan, waktu perjalanan penyakit, post vaksinasi.
3. Pemeriksaan serologi
a. Test aglutinasi mikroskopik cepat, nilai positif bila terjadi penggumpalan,
pemeriksaan ini berguna untuk identifiksai pendahuluan pada biakan kuman.
b. Test Widal (Aglutinasi pengenceran pada tabung)
c. Yang diukur adalah aglutinasi antigen H (flagela, suatu protein yang spesies
spesifik), dan antigen O (somatik, suatu lipopolisakarida (endotoksin) group
spesifik)
d. Interpretasi hasil pemeriksaan:
e. Positif bila titer O meningkat lebih dari 1/160 atau peningkatan > 4x pada
pengambilan serum yang berangkaian.
8
f. Nilai O 1/80 menunjukkan suggestif tifoid. sedangkan untuk titer H nilai positif
adalah > 1/800 semua hasil tersebut dengan syarat tidak menerima vaksinasi
typhoid dalam 6 bulan terakhir.
g. Peninggian titer H > 1/160 menunjukkan bahwa penderita pernah divaksinasi
atau terinfeksi Salmonella typhi.
h. Titer Vi (antigen kapsul) meninggi pada pembawa kuman atau karier.
1.8 Terapi
Bed rest total sampai dengan bebas demam 1 minggu tetapi sebaiknya sampai
akhir minggu ke III oleh karena bahaya perdarahan dan perforasi. Tujuannya untuk
mempercepat penyembuhan, mencegah perforasi usus, karena banyak gerak akan
menyebabkan gerakan peristaltik meningkat, dengan peningkatan peristaltik maka akan
terjadi peningkatan dari aktifitas pembuluh darah, hal ini akan meningkatkan kadar toksin
yang masuk ke dalam darah, dapat menyebabkan peningatan dari suhu tubuh, mobilisasi
berangsur-angsur dilakukan setelah pasien 3 hari bebas demam.
Drug of Choice adalah Chloramfenicol dengan dosis 4 x 500 mg/hari selama
7 hari afebris atau sampai 1 minggu bebas demam. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil
trisemester 3, Grey baby syndrome, Partus premature, Kematian intrauterine (IUFD), Jangan
berikan pada pasien yang leukositnya kurang dari 2000. Pengobatan dianggap gagal
(chloramfenicol resisten) bila dalam 10 hari pemberian pasien tetap demam, gunakan
antibiotik yang lain.
9
Cotrimoxazole, dengan dosis 400 mg 2 x 2 tablet/hari sampai 7 hari afebris.
RSHS 2 x 3 tablet. Waktu yang diperlukan untuk penurunan suhu sama dengan
chloramfenicol, tidak terjadi krisis toksik, gejala lebih cepat hilang, dapat digunakan untuk
pasien yang toksik dan delirium, lebih unggul dalam mencegah relaps, efek samping yang
perlu diperhatikan adalah trombositopenia, untuk menghindarkannya kita berikan asam folic.
Amphicillin, dosis 3 - 4 x (0.5 - 1 gram)/hari selama 15 hari (RSHS) dapat
digunakan untuk tifoid abdominalis ringan dan untuk karier.
Amoxicilin, dosis 4 x 1 gr(untuk ukuran kecil) - 6 gr (untuk ukuran
besar)/hari. Untuk kasus karier 6 gr/hari selama 6 minggu.
Ciprofloksasin, dosis 2 x 750 mg sampai 4 minggu, untuk menanggulangi
karier, karena pasien dapat menularkan secara fecal - oral (typhoid mary). Tidak boleh
diberikan pada pasien dengan usia kurang dari 15 tahun, karena bisa menyebabkan
penutupan epifise tulang lebih cepat. Keuntungan dari Quinolon, waktu yang diperlukan
untuk terapi lebih pendek, bersifat bakterisida, hati-hati akan terjadi reaksi “harxheimer
reaction” yang merupakan reaksi yang hebat dari pemberian awal dari antibiotic pada
perderita typhoid, oleh karena dilepaskannya secara mendadak dalam jumlah besar, antigen
dari kuman typhoid.(reaksi seperti anafilaktik syok, dimana pasien dapat jatuh kedalam
keadaan komatous)
1.9 Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar
tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
10
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat
dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin
tifoid, yaitu :
a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum
selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada
wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5
tahun.
b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine
(Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk
dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2
dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu,
bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat
demam pada pemberian pertama.
c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara
intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil,
menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun.
1.10 Bagan Penularan Demam Tifoid
11
air
Tinja/urin penderita
Cairan tangan yang kurang bersih
vektor
Makanan dan minuman
Termakan/tertelan oleh manusia
Kuman salmonella typi berkembang biak dalam tubuh
Munculnya gejala
karier
sakit
sembuh meninggal
1.10 Prognosis
Prognosa, sangat bervariasi, dapat menjadi jelek dan angka kematian tinggi
bila terdapat gangguan SSP.
12
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Penderita
Nama : An. A
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Genukwatu- Ngoro-Kabupaten Jombang
Tanggal Pemeriksaan : 19-09-2014 pukul 20.30
Ruang : Paviliun Seruni
13
No. RM : 24-00-88
2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Panas badan
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Badan panas dirasakan sudah ± 5 hari. Awalnya badan sumer sejak hari minggu pagi (14-09-2014). Panas semakin hari semakin tinggi. Panas turun setelah minum obat penurun panas dua hari setelahnya, kemudian panasnya naik lagi (panas naik turun). Panas terutama pada sore dan malam hari. Pasien juga mengeluh belum BAB sejak 3 hari yang lalu. Muntah sejak kemaren sebanyak 3x. Nafsu makan menurun dan minum +. Kepala terasa sakit. Badan terasa lemas dan pasien tampak tidak bersemangat semenjak sakit. Kejang (-). Mimisan (-). BAK terakhir 1,5 jam SMRS
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Px tidak pernah MRS sebelumnya dengan keluhan yang sama.
2.2.4 Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap : Hepatitis, BCG, Polio, DPT.
2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien juga ada yang menderita dengan gejala yang sama.
2.2.6 Riwayat Sosial
Pasien berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi yang rendah.
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : LEMAH
Kesadaran : Composmentis
Status Gizi : baik
Vital Sign :
TD: 110/70 mmHg
HR: 128x/m
14
RR: 24x/m
Temp: 38,4’C
a. Kepala leher: a- i- c- d- pch -/- mata cowong -/- lidah kotor (+)
b. Thorax simetris +/+ retraksi -/- rhonki -/- wheezing -/- S1S2 tunggal, reguler
c. Abdomen: supel (+) bising usus (+) normal, distended (-) tympani (+)
d. Ekstrimitas: edema -/- akral hangat +/+
2.4 Pemeriksaan Penunjang
DL: Hb: 12,4g/dL
Leukosit : 6000/cmm
Hematokrit : 37,6%
Trombosit : 302.000/cmm
Tubex test:
IgM S.Typhi positif skor 6
2.6 Resume
An. A, 2 th, BB 11 kg
Febris 5 hari naik turun terutama sore dan malam hari
Cepalgi
Nausea (+) Vomit (+)
Konstipasi
Anoreksia
15
Badan lemas dan tidak bersemangat
2.7 Diagnosis
Typhoid Fever
2.7 Diagnosis Banding
1. Typhoid fever
2. Dengue
2.9 Planning
2.9.1 Terapi :
Bed rest total
Infus D5 ½ NS 250 cc/ 24 jam
Inj viccilin sx 3x350
Inj Ranitidine 2x 1 amp
Tamoliv 3x11 cc (K/P)
Dulcolax supp 5 mg
Diet tinggi kalori tinggi protein rendah serat
2.9.2 Monitoring:
- Keluhan utama px (panas badan)
- Kelihan penyerta (kepala pusing, muntah)16
- Monitorring TTV
2.9.3 Edukasi :
Menginformasikan kepada pasien mengenai:
- Penyakit pasien (susp. Typhoid fever)
- Tindakan pemeriksaan yang akan dilakukan
- Prognosis dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi
- Hindari jajan-jananan yang biasa dikonsumsi disekolah atau makanan yang dibeli
dari luar
2.10 Prognosis
Prognosis pada pasien ini umumnya baik bila penanganan cepat, tepat, adekuat dan
dipicu dari kemauan pasien untuk sembuh.
17
BAB IV
KESIMPULAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif
Salmonella typhi. Manifestasi klinik pada anak umumnya bersifat lebih ringan dan lebih
bervariasi. Demam adalah gejala yang paling konstan di antara semua penampakan klinis.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada
umumnya seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun, sakit perut,
diare atau sulit buang air beberapa hari, sedangkan pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu
tubuh meningkat dan menetap. Suhu meningkat terutama sore dan malam hari.
Setelah minggu ke dua maka gejala menjadi lebih jelas demam yang tinggi terus
menerus, nafas berbau tak sedap, kulit kering, rambut kering, bibir kering pecah-pecah
18
/terkupas, lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan dan tremor,
pembesaran hati dan limpa dan timbul rasa nyeri bila diraba, perut kembung. Anak nampak
sakit berat, disertai gangguan kesadaran dari yang ringan letak tidur pasif, apatis, sampai
berat (delirium, koma).
DAFTAR PUSTAKA
Darmowandowo W, Faried K.M, 2008. Demam Tifoid. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag.SMF Ilmu Kesehatan Anak. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo, hal 98-101.
Rohman, 2010. Distribusi penderita demam tifoid menurut umur dan gejala, dalam Prosiding
Seminar Nasional Unismus, Universitas Muhammadiyah Semarang, pp.88-90.
Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk, 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Edisi
Kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta
Wardhani P, Prihatini, Probohoesodo, 2005. Widal tube test capability using imported
antigens and local antigens, Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory, Vol. 12, No. 1, Nov 2005: 3137.
19
Kemenkes RI, 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid, Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.
20