Referat-Aspek Psikiatri Pada Orang Dengan HIV-AIDS
-
Upload
gafuran-lavazquez -
Category
Documents
-
view
328 -
download
0
description
Transcript of Referat-Aspek Psikiatri Pada Orang Dengan HIV-AIDS
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA LAPORAN KASUSFAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2013UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
ASPEK PSIKIATRI PADA ORANG DENGAN HIV-AIDS
OLEH :ABDUL GAFUR ZULKARNAIN
10542 0059 09
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
Telah diketahui sejak lama bahwa orang yang hidup dengan HIV, seperti
pasien lain dengan penyakit kronis, mungkin mengalami suatu bentuk gangguan
psikiatri (kejiwaan) selama perjalanan penyakitnya. Gangguan ini mungkin berupa
penyakit yang ditemukan pada masyarakat umum; depresi, gangguan bipolar,
penyalahgunaan alkohol, skizofrenia, dan diagnosis psikiatri lain adalah umum.
Di sisi lain, gangguan ini mungkin terkait langsung atau tidak langsung dengan
HIV. Untuk mencapai keseimbangan medis, psikiatri, dan sosial yang memadai,
sering kali pasien dengan HIV harus menghadapi gangguan psikiatri yang
menempatkan mereka pada risiko terhadap infeksi HIV (misalnya
penyalahgunaan narkoba suntikan atau gangguan bipolar); yang terkait dengan
diagnosis HIV atau laju HIV-nya (misalnya depresi, gangguan kegelisahan, atau
demensia).1
Gangguan psikiatri pada ODHA telah dikaitkan dengan perilaku
disfungsional, termasuk hubungan seks tidak terlindung, dan penurunan dalam
mutu hidup. Lagi pula, kelainan ini mungkin mengganggu kemampuan pasien
untuk memulai dan mematuhi rejimen antiretroviralnya dan mungkin
mengakibatkan kegagalan pengobatan. Dokter yang mengobati pasien dengan
infeksi HIV perlu menyadari permasalahan psikiatri dan psikososial yang rumit,
dan kadang kala tidak kentara, yang dihadapi pasien HIV. Penilaian psikiatri,
yang menilai kesejahteraan pasien saat itu dan risikonya terhadap masalah
2
psikiatri di masa mendatang, harus menjadi baku untuk setiap pasien yang
terinfeksi HIV. Sebagian besar penyakit psikiatri yang dialami dapat diobati dan,
jika tidak sembuh, setidaknya dikendalikan, dan ini merupakan kunci untuk
mencapai keberhasilan dalam pengobatan HIV dan memperbaiki mutu hidup
pasien secara keseluruhan. Di samping penilaian dan pengobatan psikiatri,
tambahan psikoterapi, konseling kerja sosial, dan dukungan sebaya mungkin
bermanfaat untuk menghadapi masalah pokok seperti penyalahgunaan narkoba
atau alkohol yang terus-menerus, ketunawismaan, dan pertengkaran keluarga, dan
mungkin membantu memperbaiki kepatuhan dan menurunkan perilaku berisiko.1
3
B AB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Sindrom defisiensi imun didapat (AIDS) adalah penyakit neuro medis letal
yang disebabkan oleh infeksi virus dari famili retriviridae yang dikenal sebagai
virus imunodefisiensi manusia (HIV) mencakup kegagalan bertahap kemampuan
tubuh untuk menyusun respons imun selular yang disertai penyakit medis,
fenomena psikiatri juga dapat menonjol. Virus sindrom imunodefisiensi yang
didapat (AIDS) dapat menyebabkan infeksi SSP dengan atau tanpa manifestasi
sistem imunodefisiensi. Keganasan (limfoma SSP, sarkoma kaposi) dan infeksi
oportinistik (virus herpes simpleks, TB, toksoplasmosis, sitomegalovirus,
mikobacterium atipic) dapat mengikuti imunosupresi AIDS. Depresi, perubahan
kepribadian, dll, dapat ditemukan tanpa disfungsi neurologik lainnya. Virus
neurotrofik dapat menyebabkan demensia progresif cepat; tidak jarang berpikir
untuk mengalami depresi.2,3
2.2 Epidemiologi
Kasus AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1981. Namun, analisis
spesimen yang diperoleh dari orang yang meninggal sebelum tahun 1981
menunjukkan bahwa infeksi HIV telah terjadi sejak tahun 1959. Hal ini memberi
kesan bahwa pada tahun 1960-an dan1970-an gangguan terkait HIV dan AIDS
telah menjadi umum namun tidak dikenali, terutama di Afrika dan Amerika Utara.
4
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), pada tahun 2001.
Diperkirakan 500.000 sampai 600.000 orang Amerika tertular infeksi HIV dan
320.000 orang mengalami AIDS komplet. Infeksi baru, yang memuncak pada
angka lebih dari 150.000 pertahun pada pertengahan 1980-an WHO
memperkirakan bahwa diseluruh dunia 2,5 juta orang dewasa dan 1 juta anak
mengidap AIDS dan kurang lebih 30 juta terinfeksi HIV.2,4
Perkiraan Jumlah HIV/AIDS didunia mewakili WHO dan gambar sel darah putih yang diinfeksi
HIV (partikel biru).8
2.3 Etiologi
Retrovirus HIV-1 merupakan agens etiologi yang primer. Penularan terjadi
akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melaui hubungan
seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna
narkotik, transfusi komponen darah dan dari ibu yang menginfeksi HIV ke bayi
yang dilahirkannya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS
misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersil, serta narapidana. Fakta yang
paling menhawatirkan adalah peningkatan infeksi semakin nyata pada pengguna
5
narkotika. Padahal sebagian besar ODHA yang merupakan gangguan narkotika
adalah remaja dan usia dewasa muda yang produktif. Penggunaan narkotika
suntik mempunyai risiko tinggi tertular virus HIV. Penyebabnya adalah
penggunaan jarum suntik secara bersama antara 2 sampai lebih dari 15 orang
pengguna narkotika.10
2.4. Patogenesis
Virus pada prinsipnya menginfeksi sel dengan receptor CD4 (misalnya sel
T dan makrofag). Replikasi virus mengakibatkan penurunan sel T yang progresif
dan hilangnya imunitas yang diperantai oleh sel. Strain virus yang berbeda
menunjukkan afinitas yang berbeda terhadap sel yang mengekspresikan reseptor
kemokin yang berbeda. Akibat kurangnya pertolongan sel T fungsi sel B juga
menurun. HIV menyebabkan kerusakan sel saraf dan menstimulasi pelepasan
sitokin yang menyebabkan kerusakan neurologis. Banyak tanda-tanda klinis
infeksi HIV disebabkan oleh infeksi sekunder yang muncul saat hitung CD4
menurun.10
2.5 Gambaran Klinis
Periode jendela/window periode
Pada tahap ini, Virus HIV masuk ke dalam tubuh dan membentuk antibodi
HIV dalam darah. Pada tahap awal ini masih tampak sehat. Belum
terdeteksi antibodi spesifik HIV. Fase ini berlangsung antara 2 minggu
sampai 6 bulan.
HIV positif (tanpa gejala)
6
Pariode laten terjadi sesudahnya. Dapat berlangsung selama 10-15 tahun.
Antibodi spesifik HIV mulai terdeteksi. Belum ada tanda-tanda khusus
yang nampak.
HIV positif (muncul gejala)
Tanda HIV AIDS mulai terlihat. Mulai tampak tanda-tanda infeksi
oportunistik, pembenngkakan kelenjar limfe. Berlangsung selama lebih
dari satu bulan
AIDS
Fungsi sel T terganggu secara bermakna, infeksi oportunistik dan
keganasan berkembang akibat imunosupresi yang berat, yaitu suatu
kondisi yang dikenal sebagai acquired immune deficiency syndrome.
(AIDS).10
Infeksi oportunistik pada AIDS5
Agen mikrobiologis Organisme Keadaan
Protozoa Pnemocystic carinii
Cryptosporidium
Toxoplasma gondii
Hitoplasma
Pnemonia
Kriptosporidiosis
Toksoplasmosis
Histoplasmosis
Fungi Candida Albicans
Cryptococcus neoformans
Kandidiasis
Kriptokokosis
Virus Herpes
Sitomegalovirus
Herpes Simpleks 1&2
Retinits sitomegalovirus
Bakteri Mycobacterium tuberculosis
M. avium-intracelullare
Tuberkulosis
Mikobakteriosis
Keadaan oportinistik lain meliputi
Sarkoma kaposi
Wasting disease (penyakit lisut)
7
Kompleks demensia AIDS
2.6 Aspek psikiatri sebelum terinfeksi HIV
a. Faktor Internal
Kepribadian : kepribadian yang labil, serta mudah terpengaruh oleh
orang lain, gangguan kepribadian depresif. Teori psikologis melibatkan
kehilangan diri, pengasuhan orang tua yang buruk, dan superego yang
menghukum.
Keluarga : Ketidakharmonisan hubungan keluarga (broken home) dan
matinya hubungan komunikasi antar mereka. Ketidakharmonisan yang terus
berlanjut sering berakibat perceraian. Maka seseorang yang berhadapan dengan
situasi demikian akan mudah merasa putus asa, frustasi, bingung, dan ketiadaan
pegangan dalam hidupnya. Mereka akan mencari kompensasi diluar rumah
sehingga mudah terjerumus ke dalam narkotika.
b. Faktor eksternal
Faktor tekanan kelompok teman sebaya yakni Pergaulan dengan teman
sebaya memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam masa remaja. Pada masa ini,
remaja tidak hanya mendefinisikan dirinya dengan menggunakan standar yang ada
pada dirinya, namun juga standar luar yang dibentuk oleh teman-temannya. Dunia
teman sebaya sebagai ajang pembanding dan eksplorasi untuk memperoleh
informasi pembentuk identitas mereka. Jadi positif dan negative pergaulan teman
8
sebaya akan sangat mempengaruhi. Tekanan negatif dari teman sebaya dapat
menjadi risiko tersendiri.
2.7 Aspek Psikiatri Pada ODHA
a. Demensia Terkait HIV (F02.4)
Diagnosis demensia akibat penyakit HIV apabila terdapat demensia yang
dianggap merupakan konsekuensi patofisiologi langsung penyakit HIV. Meski
demensia yang disebabkan HIV ditemukan pada sebagian besar pasien yang
terinfeksi HIV harus dipertimbangkan pula kausa lain demensia pada pasien ini.
Kausa tersebut meliputi infeksi SSP, neoplasma SSP, respin simpang SSP oleh
obat. Munculnya demensia, merupakan tanda prognostik buruk dan 50 sampai 75
persen pasien dengan demensia meninggal dunia dalam waktu 6 bulan.2
Istilah “demensia terkait HIV” (HIV associated dementia – HAD)
mencakup spektrum luas perwujudan psikiatri dan neurologi dari infeksi HIV
pada SSP. HAD mencakup berbagai derajat gejala kognitif, motor, dan perilaku.
Pada bagian akhir spektrum yang parah ini terdapat Aids Demensia Complex, satu
kondisi yang dapat mengakibatkan kerusakan SSP secara bermakna dan ini
merupakan suatu penyulit yang didefinisikan AIDS. ADC adalah demensia
subkortikal, dan perkembangannya terjadi secara tersembunyi.6
Sebagai demensia subkortikal, biasanya tidak disertai gejala kognitif fokal,
seperti afasia, apraksia, dan agnosia. Gejala motor biasanya menyeluruh. ADC
mempunyai tahapan dari 0 sampai 4, dengan tahap 0 adalah fungsi mental dan
9
motor yang normal, dan tahap 4 merupakan tahap akhir, dengan kekurangan
kognitif dan motor yang parah Secara khas, pasien yang menderita HAD mula-
mula mengeluhkan terjadinya penurunan kognitif yang ringan, seperti mental
yang lamban dan sulit untuk berkonsentrasi, mengingat, dan menyelesaikan
tugas.6
Pada titik ini, hasil pemeriksaan sederhana untuk mengetahui keadaan
mental biasanya normal, tetapi beberapa kemunduran psikomotor mungkin
terlihat. Gejala motor dapat mencakup mudah kikuk atau gaya berjalan seperti
sempoyongan serta refleks-refleks primitif dari hidung (snout), genggaman
(grasp), telapak tangan (palmomental), serta pergerakan jari yang melambat dan
kesulitan untuk mengatur gerakan mata. Dalam perilaku, menarik diri dari
pergaulan, apatis, atau berkurangnya perhatian kepada teman atau .kegemaran
mungkin terjadi.6
b. Gangguan Kognitif Ringan.
Bentuk keterlibatan otak yang lain yang tidak terlalu parah disebut
gangguan neurokognitif oleh karena HIV, dikenal juga sebagai ensefalopati.
Gangguan ini ditandai dengan hendaya fungsi kognitif dan penurunan aktivitas
sosial. Tidak ada temuan laboratorium yang spesifik untuk gangguan ini dan hal
ini terjadi terlepas dari depresi dan ansietas.6
c. Delirium
Delirium dapat timbul akibat kausa yang sama dengan yang menyebabkan
demensia pada pasien terinfeksi HIV. Pasien AIDS yangndirawat inap berisiko
10
lebih tinggi untuk mengalami delirium dengan kejadian 30% sampai 40%.
Delirium ditandai dengan adanya gangguan pada ketajaman dan kesadaran, dan
ketidakmampuan untuk menghadapi rangsangan luar atau berkonsentrasi. Ini
bertambah besar dan melemah, tetapi semua gejala mungkin tidak berubah-ubah
secara serempak. Pasien sering kali memperlihatkan gerak-gerik psikomotor –
kegiatan motor berulang tanpa arti seperti mengumpat pada seprai atau baju – atau
memainkan peranan atau menanggapi gangguan persepsi. Halusinasi visual dan
paranoid, karena disorientasi dan gangguan siklus tidur-bangun.1,2
d. Gangguan Ansietas
Pasien terinfeksi HIV mungkin mengalami gangguan ansietas jenis apapun
namun, yang paling sering adalah gangguan ansietas menyeluruh, gangguan stress
pasca trauma, dan gangguan obsesif kompulsif. Reaksi ansietas pada ODHA
sering kali mencakup rasa khawatir yang mendalam, ketakutan, dan prihatin
terhadap kesehatan, masalah somatik, kematian, dan ketidakpastian mengenai
penyakitnya. Reaksi ini kerap kali mengarah kepada sulit tidur dan berkonsentrasi
dan meningkatnya keluhan somatik. Lebih sering terjadi pada saat diagnosis dan
selama pengobatan baru atau penyakit akut. Penanganan tergantung pada luas dan
sifat penyakit tertentu dan gejala yang diperlihatkan. Psikoterapi sering kali cukup
membantu, khususnya dalam keadaan hubungan konseling. Intervensi
farmakologi sebaiknya di bawah pengawasan psikiater.1,3,4
e. Gangguan Depresi
11
Gangguan depresi dan penyesuaian diri yang parah mungkin merupakan
penyulit psikiatri HIV yang paling luas yang telah diteliti. Walaupun sulit untuk
menemukan kesepakatan dalam kepustakaan mengenai prevalensi dan kejadian
depresi yang pasti pada Odha, ada kesepakatan bahwa angkanya lebih tinggi dari
yang ada di dalam masyarakat umum. Diagnosis depresi juga bisa menjadi sulit
pada Odha, seperti pada sebagian besar kelompok berpenyakit medis, tetapi
berbagai cara tampaknya sama-sama efektif asal ahli psikiatri yang menilainya
mengetahui perwujudan psikiatri dan somatik tertentu daripenyakit tersebut.
Secara umum telah terbukti bahwa penyakit HIV berhubungan dengan tekanan
sosial dan kehidupan tertentu, seperti stigma (cap buruk), yang mungkin
mempengaruhi seseorang menjadi depresi. Depresi pada Odha juga dikaitkan
dengan perasaan bahwa kesehatannya buruk, rasa sakit kronis, dan kehilangan
daya ingat serta konsentrasi.2,7
f. Mania
Perwujudan mania mencakup suasana hati yang meningkat, meluap, atau
lekas marah; grandiosity; peningkatan tenaga dan berkurangnya kebutuhan akan
tidur; kemampuan bicara tertekan; pikiran cepat; bertindak sesuai kata hati; dan
kemungkinan berkhayal, berhalusinasi, dan gejala psikosis lain yang jelas. Mania
sebagai gejala yang tampak atau sebagai akibat dari HIV tercatat mengalami
peningkatan secara bermakna pada pasien dengan AIDS.1,2
g. Bunuh diri
12
Ide dan percobaan bunuh diri dapat meningkat pada pasien terinfeksi HIV
dan AIDS. Faktor resiko bunuh diri pada orang Infeksi HIV adalah memiliki
teman yang meninggal akibat AIDS, baru diberitahu HIV seropositif, relaps,
masalah sosial besar karena homoseksualitas, dukungan sosial dan finansial tidak
mencukupi.1,2
h. Worried Well
Keadaan yang dimaksud worried well adalah mereka yang berada pada
kelompok risiko tinggi yang meski seronegatif dan bebas penyakit cemas tertular
virus tersebut, Beberapa dapat diyakinkan dengan hasil uji serum ulang negatif,
namun yang lain tidak dapat diyakinkan. Status worried well mereka berlanjut
menjadi ansietas menyeluruh, serangan panik, gangguan obsesi kompulsif, dan
hipokondriasis.2
2.5 Diagnosis
WHO menetapkan kriteria diagnosis AIDS sebagai berikut:
Definisi kasus AIDS dicurigai bila paling sedikit mempunyai 2 gejala mayor
dan 1 gejala minor dan tidak terdapat sebab-sebab penekanan sistem imun lain
yang diketahui, seperti kanker, malnutrisi berat atau sebab- sebab lainnya.
Gejala Mayor
- Penurunan berat badan > 10% berat badan per bulan.
- Diare kronis lebih dari 1 bulan
13
- Demam lebih dari 1 bulan.
Gejala Minor
- Batuk selama lebih dari 1 bulan.
- Pruritus dermatitis menyeluruh.
- Infeksi umum yang rekuren, misalnya herpes zoster.
- Kandidiasis orofaringeal.
- Infeksi herpes simpleks kronis progresif atau yang meluas.
- Limfadenopati generalisata
Adanya Sarkoma Kaposi meluas atau meningitis cryptococcal sudah cukup
untuk menegakkan AIDS.
Dua teknik pengujian yang digunakan adalah enzyme-linked
immunosorbent assay (ELIS) dan wastern blot assay. ELISA digunakan sebagai
uji penapis awal karena lebih urah dibanding wastern blot assay dan lebih sesuai
untuk penapisan skala besar. Elisa sensitif dan cukup spesifik; tehnik ini tidak
mungkin dilporkan negatif palsu. Atas alasan ini hasil positif ELISA dikonfirmasi
menggunakan Western Blot assay yang lebih mahal dan tidak praktis namun
sensitif dan spesifik. Hasil uji positif mengindikasikan bahwa orang itu terinfeksi
HIVdan dapat menularkan penyakit. Mereka dengan hasil uji positif harus
menerima konseling mengenai praktik yang aman serta kemungkinan pilihan
pengobatan. Mereka mungkin memerlukan intervensi psikoterapeutik tambahan
14
jika timbul gangguan depresif atau anxietas setelah mengetahui dirinya
terinfeksi.2,7
2.8 Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Suatu daftar yang terus berkembang berisi agen yang bekerja dengan cara
yang berbeda dalam replikasi virus untuk pertama kalinya menumbuhkan harapan
bahwa HIV dapat disupresi secara permanen atau benar-benar dieriadikasi oleh
tubuh. Rekomendasi terkini menganjurkan bahwa pengobatan sebaiknya dimulai
dengan terapi tripel yaitu kombinasi dua penghambat transkriprase terbalik
ditambah satu penghambat protease. Terapi tripel dapat digunakan untuk orang
yang telah mengalami kontak seksual tak terduga dengan pasangan dengan
pasangan yang berpotensi terinfeksi. Terapi tripel dimurai segera setelah kejadian
dan biasanya dilanjutkan selama tiga bulan.9
Agen retriviral memiliki banyak efek samping, yang paling penting bagi
psikiater adalah bahwa penghambat protease dimetabolisasi oleh sistem oksidase
sitokrom P450 hepatik dan oleh karena itu dapat meningkatkan kadar beberapa
obat psikotropik yang dimetabolisme dengan cara serupa. Obat tersebut mencakup
bupropion (wellbutrin) , meperidin (demerol), berbagai jenis benzodiazepin, san
15
penghambat reuptake serotonin selektif (SSRI). Oleh karena itu harus berhati-hati
meresepkan psikotropik kepada orang yang mengonsumsi penghambat protease.2,9
Jika terdapat kerusakan neurologis, maka diindikasikan penilaian suportif
yang biasa dilakukan untuk orang yang secara neurokognitif terganggu. Hal ini
meliputi penekanan upaya untuk mempertahankan orientasi yang baik,
penghindaran obat yang dapat membahayakan fungsi kognitif lebih jauh, terutama
golongan benzodiazepin. Bila harus digunakan maka sebaiknya obat tersebut
diberikan dalam dosis yang rendah dari biasa. Obat antidepresan dan antipsikotik
bila diindikasikan, mungkin juga harus meresepkan dalam dosis yang jauh lebih
rendah (contoh 25 persen dosis yang biasa direkomendasikan).2,9
b. Psikoterapi
Psikoterapi ialah suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional
seorang pasien yang dilakukan oleh seorang terlatih dalam hubungan profesional
secara sukarela dengan maksud hendak menghilngkan, mengubah, atau
menghambat gejala-gejala yang ada, mengoreksi perilaku yang terganggu dan
mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif.9
Tema psikodinamik pasien terinfeksi HIV mencakup menyalahkan diri
sendiri, harga diri, dan masalah tentang kematian. Psikiater dapat membantu
pasien mengatasi perasaan bersalah seputar perilaku yang menyebabkan dirinya
terkena infeksi atau AIDS. Beberapa pasien HIV dan AIDS merasa bahwa
dirinya dihukum. Seluruh kisaran pendekatan psikoterapetik mungkin mungkin
sesuai untuk pasien dengan gangguan terkait HIV. Baik terapi individu maupun
16
kelompok menjadi efektif. Terapi individu dapat bersifat jangka pendek dan
jangka panjang dan dapat berupa suportif, kognitif, perilaku, atau psikodinamik.2
Psikoterapi supportif pada pasien HIV bertujuan untuk menguatkan daya
mental yang ada, mengembangkan mekanisme yang baru dan yang lebih
baikuntuk mempertahankan kontrol diri, mengembalikan keseimbangan adaptif
(dapat menyesuaikan diri). Seperi berupa bujukan, sugesti, bimbingan,
penyuluhan, hipnoterapi. Psikoterapi kelompok berguna untuk membebaskan
individu dari stress membantu para anggota kelompok agar dapat mengerti lebih
jelas sebab musabab kesukaran mereka; membantu terbentuknya mekanisme
pembelaan yang lebih baik, yang dapat diterima dan yang lebih memuaskan. Agar
proses kelompok berjalan lancar maka, individu harus diterima sebaik-baiknya
sebagaimana adanya dan pembatasan yang tidak perlu dihindarkan dan
diskriminasi.9
2.9 Komplikasi
Komplikasi AIDS meliputi infeksi oportunistik yang berulang, seperti
pnemonia, kandidiasis, herpes simpleks, Tuberkulosis, sarkoma kaposi. Pada
gangguan jiwa terjadi kompleks demensia AIDS, ide dan percobaan bunuh diri.2,5
2.10 Prognosis
Sebagian besar HIV/AIDS berakibat fatal. Sekitar 75% pasien yang
didiagnosis AIDS meninggal tiga tahun kemudian. Penelitian melaporkan ada 5%
kasus pasien terinfeksi HIV yang tetap sehat secara klinis dan imunologis
17
Kenali bahwa penegakan diagnosis AIDS sangat menimbulkan distres pada
pasien karena dampak sosial yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut dan
prognosis yang tidak menggembirakan. Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan
rasa aman finansial selain kehilangan dukungan keluarga dan sahabatnya.
Lakukan tindakan yang terbaik untuk membantu pasien mengatasi perubahan citra
tubuh yang menjadi beban emosional akibat sakit yang serius dan ancaman
kematian.5
BAB III
KESIMPULAN
Sindrom defisiensi imun didapat (AIDS) adalah penyakit neuromedis letal
yang disebabkan oleh infeksi virus family retroviridae yang dikenal sebagai
virus imunodefisiensi manusia (HIV). Infeksi HIV dapat menyebabkan
berbagai neuropati perifer yang mengarahkan gangguan kesehatan mental.
Pedekatan utama terhadap infeksi HIV adalah pencegahannya. Semua orang
dengan resiko untuk infeksi HIV harus diberi tahu tentang praktik seks yang
aman dan perlu menghindari menggunakan bersama-sama jarum yang
terkontaminasi.
Pasien dengan ODHA rentan terhadap efek samping obat-obat psikotropik.
Dengan demikian penting dosis awal dan pemeliharaan lebih rendah dari
biasanya.
18
Pasien dengan ODHA membutuhkan dukungan psikologis yang tepat.
Psikodinamik utama pada pasien adalah menyalahkan diri sendiri, harga diri,
dan masalah kematian. Aktivasi dukungan yang tersedia bagi pasien sangat
penting seperti keluarga, teman-teman, pelayanan masyarakat. Pertimbangkan
terapi supportif individual ataupun kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
1. David Goldenberg MD. dan Brian A. Boyle MD. 2000. HIV dan Psikiatri, .
URL: http://www.medscape.com
2. Kaplan H, Sadock B. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: EGC.
3. Barry Guze MD. 2005. The Handbook of Psychiatry. Jakarta EGC
4. Melvyn Freeman. 2006. Serious mental illness and HIV/AIDS. URL:
http://sajp.org
5. P Kowalak, wiliam wels. 2011. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC
6. Zahir Vally, MA. 2011. HIV-associated neurocognitive disorders. URL:
http://sajp.org
7. M Y H Moosa, F Y Jeenah. 2007. Treating depression in HIV/AIDS. URL:
http://sajp.org
19
8.Carol A. Tamminga, M.D. 2006. HIV and AIDS. URL:
http://ajp.psychiatryonline.org
9. Maramis, Willy dan Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2.
Surabaya: Airlangga University Press.
10. Stephen H. Gillespie, Kathleen B. Bamford. 2008. At a Glance Mikrobiologi
Medis dan Infeksi. Erlangga Medical Series.
20