referat appendicitis
-
Upload
restuningdiah-dwi-s -
Category
Documents
-
view
146 -
download
0
Transcript of referat appendicitis
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira
10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat
perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans
sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih
akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit
kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens appendicitis pada usia
tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada
bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan
sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik appendicitis
ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang
sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%,
preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti
terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.1. Appendiks pada saluran pencernaan
9
Gambar 2.2 Anatomi appendiks
Gambar 3.3. Posisi Appendiks
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti
arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis
bermula di sekitar umbilikus. Appendiks didarahi oleh arteri apendikularis yang
merupakan cabang dari bagian bawah arteri ileocolica. Arteri appendiks termasuk end
arteri. Bila terjadi penyumbatan pada arteri ini, maka appendiks mengalami ganggren.
B. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid
Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah
Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi
10
enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika
dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.
C. Definisi Appendicitis
Appendicitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan
Enterobius vermikularis.
D. Klasifikasi Appendicitis
Klasifikasi appendicitis berdasarkan klinikopatologis antara lain:
1. Appendicitis Akut
a. Appendicitis akut sederhana (cataral appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa
nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam
ringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat
normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.
b. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada
apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema,
hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan
pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda-tanda peritonitis umum.
11
c. Appendicitis akut gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda
supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding
appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada
appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan
peritoneal yang purulen.
2. Appendicitis Infiltrat
Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang
lainnya.
3. Appendicitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal,
dan pelvic.
4. Appendicitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik.
5. Appendicitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai
proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi
rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis
baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan
bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan
muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan
eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa
tampak dilatasi.
12
E. Appendicitis Infiltrat
1. Definisi appendicitis infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga
membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada
hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa
apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya
tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan
tebal untuk membungkus proses radang.
2. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks
yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi
sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia
merupakan salah satu dari sedikit binatang yang dapat mengkompensasi peningkatan
sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia,menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik
karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat
inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan
perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda
setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding.Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
13
yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua
proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang
dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan
sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan
apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah
dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah. Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus
yang lain, peritoneum parietale dan jugaorgan lain seperti vesika urinaria, uterus tuba,
mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini
belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun
proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuatmenahan tahanan atau
tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu penderita harus benar- benar
istirahat (bedrest).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.
3. Manifestasi klinis
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala Appendicitis akut antara lain:
a. Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen atau di
kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit ini samar-
14
samar, ringan sampai moderat, dan kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat
jam biasanya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit menghilang kemudian beralih ke
kuadran bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan secara progesif bertambah hebat
apabila pasien bergerak.
b. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan merupakan
kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan.
c. Demam tidak tinggi (kurang dari 38⁰C), kekakuan otot, dan konstipasi.
d. Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan terdapat
nyeri lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil rasa nyeri
terasa lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan dengan biasanya.
e. Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin ditemukan juga
di daerah panggul sebelah kanan jika appendiks terletak retrocaecal. Rasa nyeri
ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan rektum apabila posisi appendiks di
pelvic. Letak appendiks mempengaruhi letak rasa nyeri.
4. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi : Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi
perforasi. Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat
dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.
2) Auskultasi : peristaltik usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena
ileus paralitik pada peritonitisgeneralisata akibat apendisitis perforata
3) Palpasi : nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri
lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis.
Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri. Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada
omentum atau usus lain yang dengan cepat membendung daerah apendiks
maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari(waktu yang
dibutuhkan untuk pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba
massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika
apendiks intrapelvinal makamassa dapat diraba pada RT (Rectal Touche)
sebagai massa yang hangat.
15
Pada appendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal
swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasanya ditemukan distensi
perut. Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik
a) Rovsing’s sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan
pada perut kuadran kiri (LLQ) abdomen menghasilkan sakit di
sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum. Sering
positif tapi tidak spesifik.
b) Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah
kiri sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini
menggambarkan iritasi pada o to t p soas kanan dan i nd ika s i
i r i t a s i r e t rocaeca l dan r e t rope r i t onea l da r i phlegmon atau
abses.
c) Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian
digerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara
ini menunjukan peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis.
d) Blumberg’s sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ
kemudian lepasdan nyeri di RLQ)
e) Wahl’s sign: nyeri perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun.
f) Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan ditekuk
g) Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga
abdomenatau Appendix letak pelvis.
h) Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher.
i) Dunphy sign: nyeri ketika batuk
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit
ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3
umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak
menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeserankekiri.
Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan
eritrosit lebihdari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter
atau vesika.
c. Pemeriksaan Radiologis
1) Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan
fisik meragukan.Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
16
perselubungan mungkin terlihat ´ilealatau caecal ileus´ (gambaran garis
permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat
gambar fekalit.
2) USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan
kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita.
Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih
dari normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain padakuadran kanan
bawah seperti inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal,
divertikulum meckel’s, endometriosis dan pelvic Inflammatory Disease
(PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG. Pada CT Scan
khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Selain dapat
mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih dari
6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada
periapendik.
3) Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan
awal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon. Tetapi
untuk apendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan
kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture apendiks.
5. Diagnosa
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang
nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa
atau abses apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik
maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma sekum,
penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intraabdomen. Kunci
diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas. Tumor caecum, biasanya
terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum jelek, anemia dan turunnya
berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop dan benzidin test.
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
a. Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis
c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri
17
Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai
dengan:
a. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh
tidak tinggi lagi
b. Pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda
peritonitis dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri
tekan ringan
c. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal
6. Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks dilindungi oleh
omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk
tersusun atas omentum dan gulungan usus halus, kemudian akan dilapisi oleh
jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika
peradangan pada apendiks tidak dapat membentuk suatu pertahanan maka
penderita dapat mengalami peritonitis umum, masa yang terbentuk tadi akan terisi
nanah yang semula berjumlah sedikit akan tetapi dengan segera menjadi abses
yang jelas batasnya.
Apabila penderita ditemukan lewat sekitar 48 jam, maka segera dilakukan
appendektomi untuk membuang apendiks yang mungkin gangren akan tetapi
mempunyai perlekatan yang lonngar pada massa periapendikular, bila massa
periapendikular telah menjadi lebih terfiksasi dan vaskular, sehingga membuat
operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah
didrainase.
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus.
Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi
penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis
purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas
disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi
lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja
. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan
pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik
sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, sertaluasnya peritonitis. Bila sudah
tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukositnormal, penderita
18
boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar
perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi
perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu
dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit.
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya
dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena
dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka
lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah
apabila dilakukanakan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila
massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.
Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun
tanpa peritonitis umum.
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Terapi
konservatif pada periapendikular infiltrat antara lain:
a. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi
b. Diet lunak bubur saring
c. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang
aktif terhadap kuman aerob dan anaerob
Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan
apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi
dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau
gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan
tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi
perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomi. Batas dari massa
hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa
mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah
terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase.
19
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang:
a. LED
b. Jumlah lekosit
c. Massa periapendikular
Massa Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :
a. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh
(diukur rectal dan aksiler)
2) Sudah tidak terdapat tanda – tanda appendicitis
3) Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi
lebih kecil dibanding semula.
4) Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
a. Bila LED telah menurun kurang dari 40
b. Tidak didapatkan leukositosis
c. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah
tidak mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa:
a. Apakah penderita sudah bed rest total
b. Pemberian makanan penderita
c. Pemakaian antibiotik penderita
Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada
perbaikan operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini
berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.
7. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan berupa massa yang terdiri ataskumpulan apendiks, sekum, dan
lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun
suatu peritonitis generalisata.
20
Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah : �a. Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh �b. Suhu tubuh naik tinggi sekali. �c. Nadi semakin cepat. �d. Defance Muskular yang menyeluruh �e. Bising usus berkurang
f. Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
a. Pelvic Abscess
b. Subphrenic absess
c. Intra peritoneal abses lokal.
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk
kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.
21