Refer At
-
Upload
rexy-nunuhitu -
Category
Documents
-
view
40 -
download
17
description
Transcript of Refer At
-
Referat | Kolestasis 1
Referat REFERAT
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana
KOLESTASIS
Disusun Oleh
Tieta Angelin Putri Kerihi, S. Ked
(1108012015)
Pembimbing :
dr. Frans Taolin, Sp.A
dr. Hendrik Tokan, Sp.A
DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK
SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KUPANG
2015
-
Referat | Kolestasis 2
PENDAHULUAN
Kolestasis merupakan akumulasi bahan-bahan dalam serum yang secara
normal diekskresikan ke dalam empedu seperti bilirubin, kolesterol, asam empedu
dan elemen renik. (1) Dengan demikian dapat diartikan bahwa telah terganggunya
aliran empedu bahkan sampai berhentinya aliran empedu tersebut. Secara klinis
dapat diketahui dengan adanya ikterus, tinja berwarna pucat atau akolik dan urin
yang berwarna kuning tua seperti teh. Apabila proses berjalan lama dapat muncul
berbagai manifestasi klinis lainnya misalnya pruritus, gagal tumbuh dan lainnya
akibat dari penumpukan zat-zat yang seharusnya diangkut oleh empedu untuk
dibuang melalui usus.(2,3)
Kolestasis pada bayi terjadi pada 1:25000 kelahiran hidup. Insiden
hepatitis neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000,
defisiensi -1 antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan
anak laki-laki adalah 2:1, sedangkan pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik.(4)
Penyebab kolestasis neonatal sangat beragam. Diantaranya adalah
kolestasis ekstrahepatik, infeksi, metabolik, penyakit genetik, toksik, autoimun
dan lain-lain. Untuk membedakan kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik
diperlukan pendekatan diagnostik yang tepat, dapat dimulai dari anamnesis
dengan menyingkirkan riwayat kolestasis dalam keluarga ataupun penyakit-
penyakit infeksi ibu selama masa kehamilan, riwayat kelahiran bayi serta
pemeriksaan fisik yang mencakup berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala,
selain pemeriksaan abdomen yang mencakup lingkar perut, keadaan hati, limpa
dan adanya massa atau asites. Pada pasien dengan kelainan metabolik dan
hepatitis neonatal umumnya badannya terlihat kecil dan seringkali gagal tumbuh
sedangkan pasien atresia bilier umumnya badannya berukuran seperti anak
normal.(5,6)
Pada kolestasis intrahepatik, keadaan umum pasien biasanya tampak
sakit berat dan mungkin disertai dengan kelainan non hepatik lain seperti katarak,
kalsifikasi intrakranial, wajah dismorfik, hipotoni atau gejala perinatal lainnya,
-
Referat | Kolestasis 3
sedangkan pada pasien kolestasis ekstrahepatik biasanya keadaan umumnya
baik.(6)
Kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik dapat dibedakan dengan
memperhatikan empat kriteria klinis yang penting yaitu berat badan lahir, umur
penderita saat tinja mulai akolik, warna tinja dan keadaan hepar serta gambaran
histopatologi hepar. Menurut penelitian didapatkan bahwa 35% bayi dengan
kolestasis intrahepatik (hepatoseluler) lahir dengan berat badan < 2500 gram,
sedangkan bayi dengan kolestasis ekstrahepatik hanya 11% yang lahir prematur.
Hepatomegali pada kolestasis ekstrahepatik (khususnya atresia bilier) biasanya
berkonsistensi keras dan padat.(6)
-
Referat | Kolestasis 4
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Kolestasis adalah penghentian atau supresi aliran empedu. Kolestasis
dapat juga diistilahkan sebagai semua kondisi yang menyebabkan terganggunya
sekresi dan ekskresi empedu ke duodenum sehingga menyebabkan tertahannya
bahan-bahan atau substansi yang seharusnya dikeluarkan bersama empedu
tersebut di hepatosit. Secara klinis kolestasis ditandai dengan adanya ikterus, tinja
berwarna pucat atau akolik (sterkobilin feses negatif) dan urin berwarna kuning
tua seperti teh (bilirubin urin positif). Parameter yang digunakan adalah kadar
bilirubin direk serum > 2 mg/dl atau > 20% dari bilirubin total. Kolestasis dibagi
menjadi dua yaitu kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Kolestasis
ekstrahepatik adalah kolestasis yang terjadi di luar hati dan disebabkan oleh
penyumbatan saluran empedu; kolestasis ekstrahepatik dapat disebabkan oleh
tumor, striktur, batu empedu atau kerusakan di dalam saluran empedu,
pankreatitis atau sebab lainnya. Sedangkan kolestasis intrahepatik adalah
kolestasis yang disebabkan oleh keadaan tertentu di dalam hati seperti infeksi,
sepsis, sirosis, abses, tumor atau komplikasi akibat obat.(7,1,2,3)
Epidemiologi
Angka kejadian kolestasis yang dilaporkan dari berbagai sumber berkisar
antara 1 dalam 2500-9000 kelahiran hidup. Perkiraan insiden tersebut cukup
tinggi di Indonesia. Dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta dan laju
pertambahan penduduk 1,49% per tahun, diperkirakan terdapat sekitar 1600-5800
kasus baru pada sekitar 4 juta kelahiran hidup di Indonesia per tahun. Angka
kejadian kolestasis pada bayi atau sindrom hepatitis neonatal dapat mencapai
1:25000 kelahiran hidup. Mieli-Vergani dkk, (dikutip dari Such) melaporkan,
kolestasis intrahepatik pada bayi sebanyak 675 (62%) dari 1086 bayi dengan
kolestasis yang dirujuk ke RS Kings College selama 20 tahun (1970-1990).
Hepatitis neonatal idiopatik merupakan penyebab tersering (49%) dengan
perkiraan angka kejadian sebanyak 1:5000 kelahiran hidup. Penyebab kedua
terbanyak adalah defisiensi -1-antitripsin (28%) yang memang banyak
-
Referat | Kolestasis 5
dilaporkan pada ras kulit putih, dengan angka kejadian diperkirakan sebanyak
1:20000 kelahiran hidup. Asia dilaporkan oleh Chang, tidak ada satupun defisiensi
-1 antitripsin diantara 300 kolestasis pada bayi. Insiden atresia bilier 1:10000-
1:13000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1,
sedangkan pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik.(8,3,4)
Subdivisi Hepatologi Anak FKUI/RSCM, dalam kurun waktu 2 tahun
(2002-2003) telah dirawat sebanyak 119 (73,5%) kasus kolestasis intrahepatik
dari 162 kasus kolestasis pada bayi.(8,3,4)
Etiologi
Fokus utama adalah membedakan kolestasis intrahepatik (terutama
penyebab yang bisa dilakukan tindakan terapi) dan ekstrahepatik (terutama atresia
biliaris). Berbagai keadaan diantaranya infeksi, kelainan genetik, metabolik,
endokrin, imunologi dapat menyebabkan kolestasis intrahepatik untuk bayi dan
anak. Biasanya dalam klinik, sulit untuk membedakan bermacam-macam etiologi
kolestasis intrahepatik pada bayi atau sindrom hepatitis neonatal sehingga
akhirnya lebih dari setengahnya akan dilabel sebagai idiopatik. Penderita
kolestasis yang diklasifikasikan sebagai idiopatik ini makin berkurang dengan
kemajuan teknik pencitraan, bidang virologi serta pemeriksaan biokimia yang
canggih. Untuk infeksi di Asia tampaknya CMV dan infeksi traktus urinarius
merupakan penyebab yang paling sering.(3)
Kolestasis diklasifikasikan menjadi dua yaitu kolestasis intrahepatik dan
kolestasis ekstrahepatik. Penyebab tersering kolestasis ekstrahepatik adalah atresia
bilier. Atresia bilier merupakan inflamasi obliterasi pada sistem bilier
ekstrahepatik. Pengertian lain merupakan kelainan kolestasis pada neonatal yang
ditandai dengan fibrosis lengkap dan obliterasi seluruh atau sebagian lumen dari
duktus bilier ekstrahepatik dalam 3 bulan pertama kehidupan. Istilah atresia bilier
kurang tepat digunakan karena anatomi saluran empedu yang abnormal pada
pasien yang terkena sangat bervariasi. Terminologi yang lebih tepat untuk
mencerminkan patofisiologi yaitu cholangiopati obliteratif progresif.(3)
Penyebab atresia bilier sampai saat ini belum diketahui. Diduga adanya
infeksi intrauterin dengan reo virus type 3 dan infeksi sitomegalo dan rubela. Pada
-
Referat | Kolestasis 6
anamnesis biasa didapatkan penderita ikterus dengan tinja yang berwarna dempul
dan urin yang berwarna gelap seperti air teh dan pada pemeriksaan fisik
ditemukan hati akan membesar dan akan teraba tumpul dan keras. Biasanya bayi
dengan atresia bilier lahir cukup bulan, keadaan normal saat lahir dan berkembang
dengan baik di awal perjalanan penyakit. Pada kasus atresia bilier harus dilakukan
USG abdomen sebagai gold standar dalam mendiagnosa.(3)
Beberapa etiologi lain kolestasis adalah : (3)
1. Infeksi
Infeksi kongenital Toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, herpes
simpleks (TORCH) memberikan beberapa gambaran klinik yang serupa,
yaitu kuning, hepatosplenomegali, pneumonitis, petekie atau purpura dan
kecenderungan untuk prematur atau pertumbuhan intrauterin yang terhambat.
Toksoplasmosis kongenital jarang terjadi. Gambaran klinik lainnya
adalah kelainan yang nyata dari sistem saraf pusat berupa hidrosefalus,
mikrosefalus, kalsifikasi intrakranial, kejang, nistagmus dan tanda tekanan
intrakranial yang meningkat serta kelainan mata berupa korioretinitis.
Gambaran biopsi hati menunjukkan hepatitis nonspesifik atau fibrosis portal
dengan proliferasi duktulus biliaris. Terapi spiramisin dapat mencegah
progresivitas kelainan hati dan susunan saraf pusat. Prognosis tergantung dari
luasnya kelainan mata dan neurologis yang terjadi.
Infeksi kongenital rubella saat ini jarang terjadi karena ada imunisasi
untuk penyakit ini. Gejala klinik lainnya adalah anemia, trombositopenia,
kelainan jantung (PDA atau stenosis arteri pulmonal), katarak, korioretinitis,
retardasi mental dan tuli neurosensorik. Gambaran histologis hati
menunjukkan hepatitis giant cells yang tipikal. Penyakit ini mungkin self
limited atau berlanjut menjadi sirosis.
Sitomegalovirus adalah penyebab infeksi kongenital yang paling banyak
dan terjadi pada 1%-2% neonatus, tetapi sebagian besar asimptomatik, yang
bergejala, selain gejala yang dicantumkan di atas mungkin pula ada asites
tetapi jarang menimbulkan gagal hati akut. Gejala lainnya adalah gejala
susunan saraf sentral berupa mikrosefali, kalsifikasi intrakranial dan
-
Referat | Kolestasis 7
korioretinitis. Tuli neurosensorik yang progresif serta cerebral palsy mungkin
baru terlihat kemudian. Diagnosis pasti memerlukan pemeriksaan kultur virus
dalam waktu 4 minggu pertama. Pemeriksaan serologis dan klinis dapat
menunjang adanya infeksi sitomegalovirus tetapi tidak dapat membedakan
antara infeksi kongenital dan infeksi post natal dini. Pada sebagian besar anak
yang terinfeksi sitomegalovirus, gejalanya ringan dan sembuh sempurna
tetapi pernah dilaporkan terjadinya fibrosis, sirosis dan hipertensi portal
nonsirotik. Problem menetap biasanya adalah kelainan perkembangan
neurologis yang mungkin atau sudah terjadi.
Pada neonatus, infeksi virus herpes simpleks (tipe 1 atau 2 terutama tipe
2) dapat menimbulkan kelainan multisistem yang sangat berat termasuk
gejala ensefalitis, hepatitis berat atau gagal hati fulminan. Pada biopsi hati
dapat dilihat area nekrosis dengan inklusi virus dalam sel hepatosit yang
masih utuh. Pada kerokan lesi vesikel ditemukan virus herpes simpleks tetapi
pada neonatus mungkin tidak ditemukan lesi herpes yang khas pada kulit,
mulut, maupun mata.
Sifilis kongenital saat ini jarang terjadi di negara maju. Gejala yang
timbul juga mengenai multisistem termasuk retardasi perkembangan
intrauterin dan selanjutnya gagal tumbuh, anemia berat dan trombositopenia,
sindrom nefrotik, periostitis, nasal discharge, rash pada kulit, limfadenopati
difus dan hepatomegali. Kuning mungkin sudah terlihat dalam 24 jam
pertama. Pada beberapa bayi mungkin sama sekali tidak kuning tetapi ada
rash yang khas pada telapak tangan dan kaki atau hanya ada demam dengan
hepatomegali yang menyolok. Gejala susunan saraf pusat terjadi sampai 30%
kasus. Pemeriksaan histologis hati memperlihatkan treponema pada jaringan
hati. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan serologis termasuk tes VDRL
dan antibodi antitreponema. Pemeriksaan radiologis tulang panjang mungkin
memperlihatkan kelainan radiologis yang khas dalam 24 jam pertama dan
menolong membuat diagnosis secepatnya.(3)
Varisela mungkin terjadi pada neonatus bila ibu terinfeksi dalam 2
minggu sebelum melahirkan. Gejalanya cenderung lebih berat pada bayi
-
Referat | Kolestasis 8
prematur dan ringan pada bayi cukup bulan yang berumur lebih dari 10 hari.
Manifestasi yang timbul dini serta infeksi yang terjadi selama masa
kehamilan dapat berakibat fatal. Gejala klinisnya dapat berupa kuning,
kelainan kulit yang luas dan keterlibatan multisistem terutama pneumonia
dan kelainan parenkim hati pada kasus yang fatal.(3)
Sepsis virus enterik (Echovirus, Coxsackie virus, Adenovirus) dapat
mengakibatkan infeksi virus sistemik pada neonatus dengan gambaran klinis
yang mencolok berupa hepatitis berat dengan gagal hati akut. Transmisi
vertikal yang terjadi sesaat sebelum lahir, mengakibatkan gejala yang lebih
berat pada bayi. Sebagian besar sepsis virus enterik terjadi pada umur 1-5
minggu. Bayi menjadi letargi dan kuning disertai kadar aminotransferase
yang sangat tinggi, koagulopati hebat dan biasanya juga disertai meningitis.
Selain Echovirus dan virus Coxsackie A atau B, Adenovirus juga dapat
menimbulkan gejala klinik yang serupa, hanya miokarditis dan gagal jantung
lebih condong akibat infeksi virus Coxsackie.(3)
Gejala kuning dan meningkatnya kadar bilirubin direk darah mungkin
terjadi pula pada infeksi lokal di luar hepar misalnya infeksi traktus urinarius
atau sepsis (streptokokus, stafilokokus atau kuman gram negatif).
ISK dapat menyebabkan kolestasis intrahepatik. Infeksi maupun non-
infeksi yang menyebakan aktivasi sitokin proinflamasi dapat menyebabkan
peradangan atau inflamasi yang dapat menyebabkan kolestasis hepatoseluler.
Inflamasi yang menyebabkan kolestasis tidak tergantung pada penyebabnya,
dimediasi oleh efek endotoksin misalnya lipopolisakarida (LPS) pada
membran luar bakteri gram negatif. LPS inilah yang meransang sitokin
proinflamasi seperti TNF- dan berbagai interleukin. Sitokin proinflamasi
adalah inhibitor yang poten untuk ekspresi gen transpoter hepatobilier yang
menyebabkan gangguan fungsi transpor empedu dan menyebabkan
hiperbilirubinemia atau kolestasis.(13)
Tuberkulosis kongenital jarang terjadi, tetapi pada beberapa tahun
terakhir akibat meningkatnya prevalensi tuberkulosis pada ibu usia subur,
maka tuberkulosis pada bayi menjadi lebih sering terjadi. Neonatus mungkin
-
Referat | Kolestasis 9
terinfeksi melalui cairan amnion atau sekret serviks yang terinfeksi pada saat
lahir. Diagnosis tuberkulosis pada neonatus dibuat bila ada salah satu gejala
berikut : lesi pada minggu pertama kehidupan, kompleks hepatik primer atau
granuloma kaseosa di hati, infeksi tuberkulosis pada plasenta atau genitalia
ibu dan tidak ada infeksi post natal. Hepatomegali sering ditemukan, tetapi
kuning jarang terjadi dan bila ada merupakan tanda beratnya penyakit. Gejala
lainnya yang sering adalah distress pernapasan, kesukaran minum dan
demam. Mortalitas mencapai 30%.(3)
2. Hepatitis neonatal idiopatik
Etiologi kolestasis pada bayi yang terjadi dalam 3 bulan pertama tidak
dapat ditemukan pada 25% kasus dan kelompok bayi ini disebut hepatitis
neonatal idiopatik yang cenderung merupakan bayi prematur atau kecil untuk
masa kehamilan yang mungkin merefleksikan kelainan genetik atau infeksi
intrauterin. Pada 5%-15% kasus, lebih dari 1 anak dalam keluarga menderita
penyakit yang sama. Pada biopsi hati dapat ditemukan giant cell
transformation luas dengan inflamasi, tetapi duktus bilier biasanya normal.(3)
3. Sindrom Alagille (bile duct paucity syndrome)
Sindrom Alagille (syndromic duct paucity, sindrom Watson-Miller,
displasia arteriohepatik) adalah suatu kelainan genetik dengan transmisi
dominan autosom, tetapi dengan manifestasi klinis yang sangat bervariasi.
Sindrom ini dihubungkan dengan mutasi yang terjadi pada gen Jagged-1
(JAG 1) pada kromosom 20p. Mutasi ditemukan pada 70% kasus dan
diturunkan pada 30%-50% kasus. Gambaran klinis utamanya adalah : (3)
a. Kolestasis yang sangat hebat hingga mengakibatkan tinja berwarna
dempul dan disertai pruritus.
b. Raut muka khas berupa kening yang lebar, mata dalam, hipertelorism
ringan dan dagu yang lancip. Raut muka ini mungkin belum terlihat pada
bulan pertama.
c. Kelainan tulang berupa bentuk tulang belakang yang seperti butterfly
akibat kegagalan fusi bagian anterior vertebra. Mungkin pula terlihat
-
Referat | Kolestasis 10
jarak interpendikular pada daerah lumbal yang berkurang, ada spina
bifida okultas, falangs distal melengkung dan ulna yang pendek.
d. Kelainan mata yang terjadi dapat sangat beragam. Yang paling sering
dan memerlukan pemeriksaan dengan slit-light adalah embriotokson
posterior dan Schwalbes line yang abnormal.
e. Kelainan jantung dapat berupa stenosis arteri pulmonal, tetralogi fallot,
stenosis katup pulmonal, stenosis aorta dan ASD. Beratnya kelainan
jantung bervariasi.
f. Gagal tumbuh yang dihubungkan dengan retardasi intrauterin.
g. Malnutrisi berat ditemukan pada 50% penderita yang mungkin
merupakan bagian dari sindrom Alagille atau sekunder terjadi akibat
malabsorbsi atau refluks gastroesofageal.
4. Progressive familial intrahepatic cholestasis
Penyakit Byler (PFIC-1 : progressive familial intrahepatic cholestasis
type 1) terjadi peningkatan kadar bilirubin direk yang beragam pada 3-6
bulan pertama disertai hepatomegali, retardasi pertumbuhan, diare persisten,
pankreatitis dan tanda defisiensi berat vitamin yang larut dalam lemak
termasuk ricketsia. Pruritus merupakan salah satu problem yang mencolok
dan refrakter terhadap sebagian besar pengobatan. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan nilai GGT dan kolesterol normal tetapi konsentrasi
total asam empedu serum meningkat. Biopsi hati memperlihatkan inflamasi
ringan dengan bile plug di kanalikulus biliaris dengan pemeriksaan rutin serta
gambaran granular yang khas dengan mikroskop elektron. Mungkin pula
ditemukan small duct paucity. Pada penyakit Byler ini terdapat mutasi di
kromosom 18q21-22.(3)
Pada PFIC-2 ini, mutasi terjadi pada kromosom 2q24. Gejalanya sama
dengan PFIC-1 hanya tidak ada diare serta pankreatitis.(3)
PFIC-3 adalah jenis lain dari PFIC yang mempunyai kadar GGT yang
meningkat. Kuning kurang mencolok dibandingkan pruritus dan sistem
biliaris dalam batas normal pada pemeriksaan pencitraan. Pada semua tipe
-
Referat | Kolestasis 11
PFIC, diversi biliaris dapat menghilangkan pruritus bila dikerjakan sebelum
terjadi fibrosis hati yang bermakna.(3)
5. Injuri (jejas) toksik
Penyebab injuri toksik yang paling sering menimbulkan kolestasis pada bayi
adalah nutrisi parenteral total. Kolestasis progresif yang terjadi pada bayi
yang mendapat nutrisi parenteral total timbul terutama pada bayi dalam
keadaan kritis dan lebih sering pada bayi prematur karena mekanisme
pembentukan empedunya masih belum berkembang. Tergantung dari umur
kehamilan, profil asam empedu fetal mungkin menetap yaitu lebih banyaknya
asam empedu litokolat yang dibentuk daripada bayi yang lebih besar. Asam
litokolat bersifat toksik. Keadaan puasa akan mengganggu sirkulasi
enterohepatik, mengurangi sekresi hormon-hormon intestinal yang diperlukan
untuk fungsi normal hepatobiliaris dan mempermudah berkembangnya
bakteri tumbuh lampau di usus halus yang berpotensi membentuk endotoksin
atau mengubah asam empedu menjadi lebih toksik. Mungkin pula terjadi
translokasi bakteri. Semua mekanisme ini dipersulit lagi oleh faktor sistemik
seperti hipoksia atau hipoperfusi, infeksi lokal atau sistemik dan obat-obat
yang digunakan. Defisiensi nutrisi spesifik mungkin pula berpengaruh,
misalnya : tidak adanya taurin asam lemak esensial, karnitin dan antioksidan
seperti vitamin E, selenium dan glutation. Kolestasis yang terjadi mungkin
sangat hebat sehingga menyerupai obstruksi traktus biliaris ekstrahepatik
dengan tinja berwarna dempul dan GGT serta aminotransferase yang
meningkat. Pada biopsi hati didapatkan kolestasis dengan nekrosis
hepatoselular, lipofusin yang berlebihan, infiltrasi lemak, transformasi giant
cells ringan, infiltrasi inflamasi daerah portal, beberapa proliferasi duktulus
biliaris dengan atau tanpa fibrosis porta. Dengan mikroskop elektron, dapat
diperlihatkan kristal kolesterol dalam sel hepatosit.(3)
6. Keadaan Hipotiroid
Kolestasis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya karena
kekurangan hormon tiroid (hipotiroid). Kondisi hipotiroid yang berkaitan
dengan kejadian kolestasis antara lain penurunan aktivitas enzim glukoronil
-
Referat | Kolestasis 12
transferase, peningkatan rasio kolesterol-fosfolipid membran sel hepatosit
dan hipotonia kandung empedu. Enzim glukoronil transferase merupakan
enzim yang mengkatalis proses konjugasi bilirubin di dalam hepatosit. Pada
hipotiroid aktivitas enzim ini menurun sehingga terjadi penurunan ekskresi
bilirubin terkonjugasi dari hepatosit ke dalam usus. Hal ini menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi.
Peningkatan rasio kolesterol-fosfolipid pada membran hepatosit dapat
mengakibatkan terjadi gangguan pada proses pengambilan bilirubin tak
terkonjugasi oleh hepatosit. Gangguan karena peningkatan ratio kolesterol-
fosfolipid ini mengganggu kelarutan bahan-bahan yang akan memasuki sel
hepatosit, salah satunya bilirubin tak terkonjugasi yang berasal dari siklus
enterohepatik. Selain itu terjadi juga gangguan kerja dari enzim Na+, K+-
ATPase yang merupakan enzim yang berperan dalam proses up take bilirubin
oleh hati yang terjadi melalui suatu proses transpor aktif.
Hipotonia kandung empedu menyebabkan terhambatnya ekskresi
bilirubin terkonjugasi ke dalam usus. Akibat stasis ini maka bilirubin
terkonjugasi akan menumpuk di saluran empedu baik di sinus hati maupun di
duktus biliaris ekstrahepatik. Keadaan ini menyebabkan bilirubin yang
terkonjugasi akan kembali ke sirkulasi darah dan menyebabkan terjadinya
gejala-gejala kolestasis dengan peningkatan bilirubin terkonjugasi. Selain itu
stasis ini juga meningkatkan kejadian batu kolesterol saluran empedu.
Faktor Predisposisi
Bayi baru lahir mengalami suatu periode kolestasis relatif (disebut juga
kolestasis fisiologis) tanpa menderita sesuatu penyakit. Keadaan ini terjadi antara
lain karena pada periode tersebut ukuran pool asam empedu masih kecil, ambilan
serta transportasi asam empedu belum efisien sehingga bayi tersebut lebih rentan
untuk menderita kolestasis akibat berbagai keadaan/penyakit.(3)
-
Referat | Kolestasis 13
Tabel 1. Faktor predisposisi neonatus untuk menderita kolestasis
Konsentrasi asam empedu serum basal tinggi
Ambilan asam empedu oleh hepatosit serta transportasinya belum efisien
Konjugasi, sulfatisasi serta glukuronidasi asam empedu masih sedikit
Adanya asam empedu abnormal (atipik)
Ukuran bile acid pool kecil
Sekresi asam empedu berkurang
Konsentrasi asam empedu di lumen usus masih rendah
Reabsorbsi asam empedu di ileum masih sedikit Sumber : Buku Ajar Gastroenterohepatologi jilid 1 IDAI 2012
Klasifikasi
Secara garis besar, kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu : (8,9)
1. Kolestasis Intrahepatik
a. Saluran empedu
Digolongkan dalam dua bentuk yaitu paucity saluran empedu dan
disgenesis saluran empedu. Paucity saluran empedu intrahepatik lebih
sering ditemukan pada saat neonatal dibanding disgenesis, dibagi
menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity apabila
didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari sindromik
adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan
haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1, sedangkan nonsindromik adalah
paucity saluran empedu tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran
empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis neonatal,
sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan
kerusakan saluran empedu.
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan
pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai
cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi transpor masih prematur dan
kemampuan sintesis asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi
kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri dan
parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon
hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.
-
Referat | Kolestasis 14
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari
neonatal hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh
kelainan genetik, endokrin, metabolik dan infeksi intrauterin.
Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu adanya pembentukan
multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel
radang disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli.
Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa
akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan
metabolik tidak dapat ditemukan.
2. Kolestasis Ekstrahepatik
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat.
Kelainan ini merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan
kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti
kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang pernah
dilaporkan adalah proses imunologis, infeksi virus terutama CMV dan reo
virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik.
Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir,
aktivitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1
minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti
asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari
kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan
hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah
umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil
dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran
saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu
yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu
ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresia
bilier.
Kolestasis ekstrahepatik disebabkan oleh batu empedu, karsinoma
pankreas dan ampula, striktur saluran empedu, cholangiocarsinoma,
sklerosing cholangitis primer atau sekunder.
-
Referat | Kolestasis 15
Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresikan terus-menerus oleh hepar
masuk ke dalam duktus biliaris yang kecil dalam hati. Duktus biliaris yang kecil
bersatu dan membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan
bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu menjadi
duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus
sistikus menjadi duktus kholedokus yang akan bersatu dengan duktus
pankreatikus membentuk ampula vateri yang bermuara di duodenum.(9,10,11,12)
Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh dapat menyebabkan warna
kuning sampai kehijauan pada jaringan yang disebut ikterus dan ini merupakan
tanda penting dari penyakit hati, saluran empedu dan penyakit darah.(9,10,11)
Mekanisme terjadinya ikterus adalah mengenai pengertian pembentukan,
transpor, metabolisme dan ekskresi bilirubin.(9,10,11,12)
Terdapat empat mekanisme di mana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat
terjadi : (9,10,11,12)
1. Pembentukan bilirubin berlebihan
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjungasi oleh hati
3. Gangguan konjugasi bilirubin
4. Pengurangan ekskresi bilirubin terkonjungasi dalam empedu akibat faktor
intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat obstruktif fungsional/mekanik.
Penyebab ikterus kolestasis bisa intrahepatik maupun ekstrahepatik.
Penyebab intrahepatik adalah inflamasi, batu, tumor, kelainan kongenital duktus
biliaris. Kerusakan dari sel parenkim hati menyebabkan gangguan aliran darah
dari garam bilirubin dalam hati akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan ke
dalam duktus hepatikus karena terjadinya retensi dan regurgitasi. Jadi akan
terlihat peninggian bilirubin tak terkonjungasi dalam serum. Penyumbatan duktus
biliaris yang kecil intrahepatal sudah cukup menyebabkan ikterus, kadang-kadang
kolestasis intrahepatik disertai dengan obstruksi mekanis di daerah
ekstrahepatik.(9,10,11,12)
Obstruksi mekanik dari aliran empedu intrahepatik yang disebabkan oleh
batu/hepatolith biasanya menyebabkan fokal kolestasis, keadaan ini biasanya
-
Referat | Kolestasis 16
tidak terjadi hiperbilirubinemia karena dikompensasi oleh hepar yang masih baik.
Kolangitis supuratif yang biasanya disertai pembentukan abses dan ini biasanya
yang menyebabkan ikterus. Infeksi sistemik dapat mengenai vena porta akan
menyebabkan invasi ke dinding kandung empedu dan traktus biliaris. Pada
intrahepatik kolestasis biasanya terjadi kombinasi antara kerusakan sel hepar dan
gangguan metabolisme (kolestasis dan hepatitis).(9,10,11,12)
Ekstrahepatik kolestasis disebabkan oleh gangguan aliran empedu ke
dalam usus halus sehingga akibatnya terjadi peninggian bilirubin terkonjugasi
dalam darah. Penyebab yang paling sering dari ekstrahepatik kolestasis adalah
batu di duktus koledokus dan duktus sistikus, tumor duktus koledokus, kista
duktus koledokus, tumor kaput pankreas, sklerosing kolangitis.(9,10,11,12)
Manifestasi Klinik
Mekanisme terjadinya gejala klinik serta kelainan pemeriksaan
laboratorium pada kolestasis adalah keadaan sebagai berikut : (3)
1) Berkurangnya garam empedu yang masuk ke usus sehingga mengakibatkan
malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut di dalamnya, dan juga diare.
Warna tinja menjadi lebih pucat sampai dempul dan urobilinogen urin
berkurang atau tidak ada. Perubahan warna tinja serta urobilinogen urin ini,
sejalan dengan jenis dan beratnya hambatan empedu tersebut dan berkorelasi
pula dengan lamanya kolestasis yang berlangsung serta luasnya kerusakan
hati yang sudah terjadi. Pada kolestasis kronis, anak akan menderita
malnutrisi dan retardasi pertumbuhan serta gejala defisiensi vitamin yang
larut dalam lemak yaitu defisiensi vitamin A berupa kulit menebal dan rabun
senja. Defisiensi vitamin A ini terjadi pada 35%-69% kolestasis kronis.
Defisiensi vitamin D yang berupa osteopenia ditemukan pada 66% kolestasis
kronis bila tidak mendapatkan suplementasi vitamin D. Defisiensi vitamin E
yang berupa degenerasi neuromuskular dan anemia hemolitik ditemukan pada
49%-77% bila tidak mendapat suplementasi vitamin tersebut. Defisiensi
vitamin K dapat terjadi pada 25% kasus yang tidak mendapat suplementasi
dan dapat mengakibatkan hipoprotrombinemia yang mungkin menunjukkan
gejala perdarahan.
-
Referat | Kolestasis 17
2) Penumpukan komponen empedu dalam darah yang mengakibatkan terjadinya
ikterus, pruritus, xantomatosis dan hiperkolesterolemia. Kerusakan sel hati
terjadi akibat penumpukan komponen empedu terutama empedu primer dan
sekunder serta mineral, misalnya cuprum (Cu/Tembaga), yang bersifat
hepatotoksik. Pada kolestasis kronik, kelainan hati menjadi progresif dan
selanjutnya terjadi sirosis biliaris dengan berbagai komplikasinya.
Beberapa gejala klinik lain yang dapat memberikan petunjuk penyebab
kolestasis pada bayi adalah : (3)
Tabel 2. Gejala Klinik pada beberapa penyebab kolestasis
Penyebab Gejala Klinik
Infeksi CMV
Infeksi
Toksoplasma
Infeksi Rubella
Infeksi Herpes
Infeksi Sifilis
Galaktosemia
Trisomi 21, 18, 13
Sindrom Alagille
Mikrosefali, kalsifikasi ventrikuler, tuli saraf,
korioretinitis, ventrikulomegali
Hidrosefalus, mikrosefali, kalsifikasi intrakranial,
korioretinitis, retardasi psikomotor, katarak, petekie, tuli
saraf, mikrosefali, kelainan jantung, korioretinitis
Rash, keratokonjungtivitis, ensefalitis
Rinitis, rash, kelainan tulang
Muntah, FTT, perdarahan kulit, sepsis, katarak
Anomali kongenital multipel
Dismorfik, embriotokson, kelainan jantung, vertebra
Sumber : Buku Ajar Gastroenterohepatologi jilid 1 IDAI 2012
-
Referat | Kolestasis 18
Di bawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis.
Gambar 1. Mekanisme dan Konsekuensi Kolestasis
Sumber: Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi Silbernagl, 2007.
Penegakan Diagnosis
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara
kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik sedini mungkin. Diagnosis dini obstruksi
bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis
intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan
medikamentosa. Pendekatan diagnosis yang sebaiknya diperhatikan mulai dari
anamnesis sampai pemeriksaan invasif adalah sebagai berikut : (2,3)
a. Anamnesis
1) Penegakan kolestasis : perlu ditanyakan warna feses dan urin. Adanya
ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus
dicurigai adanya penyakit hati atau saluran bilier. Pada hepatitis neonatal
-
Referat | Kolestasis 19
sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat badan lahir
rendah. Sedangkan pada atresia bilier sering terjadi pada anak
perempuan dengan berat badan lahir normal dan memberi gejala ikterus
serta tinja akolis lebih awal. Gejala muntah dan riwayat hipoglikemia,
mungkin ada apabila penyebabnya sepsis, galaktosemia, intoleransi
fruktosa atau tirosinemia.
2) Pelacakan etiologi :
a) Riwayat kehamilan dan kelahiran : riwayat obstetri ibu (infeksi
TORCH), berat badan lahir (pada hepatitis neonatal biasanya bayi
lahir dengan Kecil Masa Kehamilan dan pada atresia biliaris
biasanya didapatkan Sesuai Masa Kehamilan), infeksi intrapartum,
pemberian nutrisi parenteral, transfusi.
b) Riwayat keluarga : ibu pengidap hepatitis B (bayi yang tertular
secara vertikal dari ibu dengan hepatitis B hanya 5-10% yang
bermanifestasi hepatitis akut), hemokromatosis, perkawinan antar
keluarga, adanya saudara kandung yang menderita penyakit serupa
menunjukkan besar kemungkinannya suatu kelainan
genetik/metabolik. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis,
maka kemungkinan besar merupakan suatu kelainan
genetik/metabolik (fibrokistik atau defisiensi 1-antitripsin).
c) Paparan terhadap toksin/obat-obatan hepatotoksik.
b. Pemeriksaan Fisis
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar
bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama.
Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi
biliverdin, jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai
afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.
Fasies dismorfik : pada sindroma Alagille
1) Mata : dikonsulkan ke ahli mata apakah ada katarak atau chorioretinitis
(pada infeksi TORCH) atau posterior embryotoxon (pada sindrom
alagille)
-
Referat | Kolestasis 20
2) Kulit : ikterus dan dicari tanda-tanda komplikasi sirosis seperti spider
angiomata, eritema palmaris, edema
3) Dada : bising jantung (pada sindrom alagille, atresia biliaris)
4) Abdomen
a) Hepar : ukuran lebih besar atau lebih kecil dari normal, konsistensi
hati normal atau keras, permukaan hati licin/berbenjol-
benjol/bernodul, nyeri tekan pada saat palpasi hati diperkirakan
adanya distensi kapsul Glisson karena edema
b) Lien : splenomegali
c) Vena : kolateral, ascites (ascites menandakan adanya peningkatan
tekanan vena portal dan fungsi hati yang memburuk)
5) Lain-lain : jari-jari tabuh, asteriksis, foetor hepatikum, fimosis
(kemungkinan ISK)
c. Pemeriksaan Penunjang
Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
pemeriksaan
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan rutin dan pemeriksaan khusus
a) Darah tepi : leukosit (pada ISK kemungkinan jumlah leukosit
meningkat)
b) Biokimia hati :
Kadar bilirubin direk darah meningkat 2 mg/dl tanpa
peningkatan kadar bilirubin indirek atau peningkatan 20%
bilirubin total. Dalam urin ditemukan bilirubin.
Aminotransferase serum seringkali meningkat 2-4x nilai normal;
bila lebih tinggi memberi petunjuk adanya proses infeksi. ALT
dan AST merupakan tes yang paling sering dilakukan untuk
mengetahui adanya kerusakan hepatoseluler karena tes ini spesifik
untuk mendeteksi adanya nekrosis hepatosit, akan tetapi tidak
spesifik. Dibandingkan dengan ALT, AST lebih spesifik untuk
-
Referat | Kolestasis 21
mendeteksi adanya penyakit hati karena kadar di jaringan lain
relatif lebih rendah dibandingkan kadar di hati.
Fosfatase alkali mungkin normal atau agak meningkat. Bila
kadarnya lebih tinggi, lebih mengarah pada atresia biliaris atau
ricketsia. Peningkatan abnormal enzim ini tidak dapat
membedakan kolestasis ekstrahepatik dengan intrahepatik.
Gamma-glutamyl transpeptidase (GGT) mungkin meningkat.
GGT merupakan enzim yang dapat ditemukan pada epitel duktuli
biliaris dan hepatosit hati. Aktivitasnya dapat ditemukan pada
pankreas, lien, otak, mammae dan intestinum dengan kadar
tertinggi pada tubulus renal. Enzim ini dapat ditemukan pada
banyak jaringan, peningkatannya tidak spesisfik mengindikasikan
adanya penyakit hati. Bila fosfatase alkali tinggi dan GGT rendah
(< 100 U/l), mungkin suatu kolestasis familial progresif Byler
atau gangguan sintesis garam empedu.
Albumin biasanya masih normal pada awal perjalanan penyakit,
tetapi akan menjadi rendah bila kelainan hati sudah berlanjut atau
pada penyakit prenatal yang berat. Albumin merupakan protein
utama serum yang hanya disintesis di retikulum endoplasma
hepatosit dengan half life dalam serum sekitar 20 hari. Fungsi
utamanya adalah untuk mempertahankan tekanan koloid osmotik
intravaskular dan sebagai pembawa (carrier) berbagai komponen
dalam serum, termasuk bilirubin, ion-ion inorganik (contohnya
kalsium) serta obat-obatan. Penurunan kadar albumin serum dapat
disebabkan karena penurunan produksi akibat penyakit parenkim
hati. Kadar albumin serum sering digunakan sebagai indikator
utama kapasitas sintesis yang masih tersisa pada penyakit hati.
Albumin memiliki half life yang panjang, kadar albumin serum
yang rendah sering digunakan sebagai indikator adanya penyakit
hati kronis.
-
Referat | Kolestasis 22
Masa protrombin biasanya normal tetapi mungkin memanjang
yang dapat dikoreksi dengan vitamin K parenteral, kecuali bila
terjadi gagal hati.
Kolesterol biasanya masih dalam batas normal pada 4 bulan
pertama. Hati merupakan tempat sintesis dan metabolisme utama
lipid dan lipoprotein sehingga apabila terdapat gangguan pada hati
akan terjadi abnormalitas kadar lipid dan lipoprotein serum serta
munculnya lipoprotein yang normalnya tidak ada pada individu
sehat (contohnya Lipoprotein X).
Bila ditemukan hipoglikemia harus dicurigai adanya kelainan
metabolik, endokrin atau kelainan hati lanjut.
Dengan pemeriksaan khusus yaitu spektrometri terhadap urin
penderita, dapat dideteksi kelainan metabolisme asam empedu
seperti defisiensi 3--hidroksisteroid dehidrogenase/isomerase
yang bermanifestasi sebagai penyakit hati yang berat.
Urin rutin (leukosit urin, bilirubin, urobilinogen, reduksi) biakan
urin.
Tinja 3 porsi (dilihat feses akolik pada 3 periode dalam sehari).
Pemeriksaan khusus serologis untuk etiologi yaitu untuk
mendeteksi infeksi TORCH, hepatitis B (pemeriksaan pada bayi
dan ibu), kultur darah dan urin serta kadar -1-antitripsin dan
fenotipenya sebaiknya dikerjakan.
Untuk pemeriksaan khusus lainnya seperti hormon tiroid, asam
amino dalam serum dan urin, zat reduktor di urin, galaktose-1
fosfat uridil trasferase, uji klorida keringat dan pemeriksaan
kromosom dilakukan atas indikasi, yaitu bila ada gejala klinik
lainnya yang mendukung ke arah penyakit-penyakit tersebut.
Kelainan oftamologis yang berupa korioretinitis mungkin
ditemukan pada infeksi CMV, toksoplasmosis dan rubella,
embriotokson posterior pada sindrom Alagille dna katarak pada
galaktosemia atau cherryed spot pada lipid storage disease.
-
Referat | Kolestasis 23
2. Pencitraan
Ultrasonografi (USG) : dilakukan setelah penderita dipuasakan
minimal 4 jam dan diulang kembali setelah bayi minum (sebaiknya
dikerjakan pada semua penderita kolestasis, karena tekniknya
sederhana, relatif tidak mahal, non invasif serta tanpa sedasi). Pada
kolestasis intrahepatik, kandung empedu terlihat waktu puasa dan
mengecil pada ulangan pemeriksaan sesudah bayi minum. Akurasi
diagnostik pemeriksaan USG ini untuk kasus kolestasis hanya 80%.
USG dapat menunjukkan ukuran dan keadaan hati serta kandung
empedu, mendeteksi adanya obstruksi pada sistem bilier oleh batu
maupun endapan, ascites dan menentukan adanya dilatasi obstruktif
atau kistik pada sistem bilier. Pada saat puasa, kandung empedu bayi
normal pada umumnya akan terisi cairan empedu sehingga akan
dengan mudah dilihat dengan USG. Setelah diberi minum, kandung
empedu akan berkontraksi sehingga ukuran empedu akan mengecil.
Pada atresia biliaris, saat puasa kandung empedu tidak terlihat. Hal ini
kemungkinan disebabkan adanya gangguan patensi duktus hepatikus
dan duktus hepatis komunis sehingga terjadi gangguan aliran empedu
dari hati ke saluran empedu ekstrahepatik. Pada keadaan ini, USG
setelah minum tidak diperlukan lagi.
Skintigrafi pada kolestasis intrahepatik (hepatoselular) menunjukkan
ambilan kontras oleh hati yang terlambat tetapi ada ekskresi ke dalam
usus. Dua hal yang harus dicatat pada pemeriksaan skintigrafi adalah
realibilitas yang berkurang bila kadar bilirubin direk sangat tinggi (>20
mg/dl) dan false positive dan negatifnya sebesar 10%. pemeriksaan ini
membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga jarang digunakan
pada evaluasi diagnostik kolestasis.
3. Biopsi hati
Biopsi hati dianggap sebagai cara yang paling dapat dipercaya untuk
membuat diagnosis bayi dengan kolestasis. Akurasi diagnosis
mencapai 95%-96%. Pada hasil biopsi yang representatif, paling
-
Referat | Kolestasis 24
sedikit harus diperlihatkan 5 portal tracts. Gambaran histopatologis
hepatitis neonatal adalah perubahan arsitektur lobulus yang mencolok,
nekrosis hepatoselular fokal, pembentukan pseudoroset, ada giant cells
dengan balloning pada sitoplasma. Di samping itu, pada kolestasis
intrahepatik lebih banyak fokus hematopoesis ekstramoduler, deposit
hemosiderin pada sel hati dan sel kupffer, inflamasi intralobular dan
hiperplasia sel kupffer. Selanjutnya dapat pula menentukan apakah ada
penyakit Wilson, glycogen storage disease, neonatal iron storage
disease, fibrosis hati kongenital maupun defisiensi -1-antitripsin.
Adakalanya diperlukan biopsi ulang untuk mendapatkan informasi
mengenai dinamika penyakitnya yang dapat menolong memastikan
diagnosis.
Tabel 2. Kriteria klinis untuk membedakan kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik
Data klinis Kolestasis
Ekstrahepatik
Kolestasis
Intrahepatik
Kemaknaan
(P)
Warna tinja selama dirawat
- Pucat - Kuning
79%
21%
26%
74%
0.001
Berat lahir (gr) 3226 45* 2678 55* 0.001
Usia tinja akolik (hari) 16 1.5* 30 2 * 0.001
Gambaran klinis hati
- Normal - Hepatomegali** Konsistensi normal
Konsistensi padat
Konsistensi keras
13
12
63
24
47
35
47
6
Biopsi hati ***
- Fibrosis porta - Proliferasi duktuler - Trombus empedu
intraportal
94%
86%
63%
47%
30%
1%
*MeanSD; ** Jumlah pasien, *** Modifikasi Moyer (Dikutip dari Alagille D. Cholestasis in the newborn and infant. In: Alagille D, Odievre
M. Liver and biliary tract disease in children. Paris: Flammarion. 1992:426-38)
Tata Laksana
Tujuan tata laksana kolestasis adalah memperbaiki aliran empedu dengan
operasi maupun medikamentosa, menjaga tumbuh kembang bayi seoptimal
-
Referat | Kolestasis 25
mungkin dengan pemberian nutrisi dan terapi komplikasi yang sudah terjadi.
Keberhasilan pengobatan ikterus obstruktif jangka pendek adalah berhasilnya
mengalirkan empedu dari hati ke usus. Pengobatan dan rekonstruksi saluran
empedu pada bayi harus dilakukan sebelum kerusakan sel hati menjadi
ireversibel. Secara umum patokan yang masih dipakai untuk operasi (operasi
Kasai) yang terbaik adalah sebelum usia 8 minggu.(2,3)
Penatalaksanaan yang dianjurkan dalam menangani bayi dengan ikterus
obstruktif yaitu pada setiap bayi dengan ikterus yang memanjang dan feses akolis,
harus dipirkan kemungkinan menderita ikterus obstruktif. Pemeriksaan yang perlu
dilakukan adalah pemeriksaan uji fungsi hati (bilirubin serum, protein total,
fosfatase alkali, SGOT dan SGPT). Bila bilirubin direk dan fosfatase alkali jelas
meninggi, tindakan selanjutnya adalah memeriksa adanya bilirubin dalam cairan
duodenum (AD). Bila ditemukan bilirubin dalam cairan duodenum maka tidak
ada indikasi untuk tindakan operasi, tetapi bila telah diulang beberapa kali
bilirubin tetap negatif, maka penderita dipersiapkan untuk tindakan operasi,
kolangiografi dan biopsi hati intraoperatif.(2,3)
Dasar terapi kolestasis adalah : (3)
1. Memperbaiki aliran empedu dengan cara :
a. Mengobati etiologi kolestasis dengan medikamentosa pada kolestasis
intrahepatik dan operatif pada kolestasis ekstrahepatik.
b. Menstimulasi aliran empedu dengan :
1) Fenobarbital : bermanfaat sebagai antipruritus dan dapat
mengurangi kuning. Mekanisme kerjanya yaitu meningkatkan
aliran empedu dengan cara menginduksi enzim UDP-glukuronil
transferase, sitokrom P-450 dan Na+K+ATP-ase. Tetapi pada bayi
jarang dipakai karena efek sedasinya dan mengganggu
metabolisme beberapa obat diantaranya vitamin D, sehingga dapat
mengeksaserbasi ricketsia.
2) Asam ursodeoksilat : asam empedu tersier yang mempunyai sifat
lebih hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan
asam empedu primer serta sekunder sehingga merupakan
-
Referat | Kolestasis 26
competitive binding terhadap asam empedu toksik. Selain itu asam
ursodeoksikolat ini merupakan suplemen empedu untuk absorbsi
lemak. Khasiat lainnya adalah sebagai hepatoprotektor karena
antara lain dapat menstabilkan dan melindungi membran sel hati
serta sebagai bile flow inducer karena meningkatkan regulasi
sintesis dan aktivitas transporter pada membran sel hati.
Dosis : 10-20 mg/kgBB/hari. Efek samping : diare, hepatotoksik.
3) Kolestiramin : dapat menyerap asam empedu yang toksik
sehingga juga akan menghilangkan gatal. Kolestiramin dapat
mengikat asam empedu di lumen usus sehingga dapat
menghalangi sirkulasi enterohepatik asam empedu serta
meningkatkan ekskresinya. Selain itu, kolestiramin dapat
menurunkan umpan balik negatif ke hati, memacu konversi
kolesterol menjadi bile acids like cholic acid yang berperan
sebagai koleretik. Kolestiramin biasanya digunakan pada
manajemen jangka panjang kolestasis intrahepatal dan
hiperkolesterolemia.
Dosis : 0,2-0,5 g/kgBB/hari. Efek samping : konstipasi,
steatorrhea, asidosis metabolik hiperkloremik.
4) Rifampisin : dapat meningkatkan aktivitas mikrosom serta
menghambat ambilan asam empedu oleh sel hati dan mengubah
metabolismenya, sehingga dapat menghilangkan gatal pada 50%
kasus. Efek sampingnya adalah trombositopenia dan
hepatotoksisitas yang terjadi pada 5%-10% kasus.
-
Referat | Kolestasis 27
Tabel 3. Tata Laksana Kolestasis
Penyebab Tata laksana spesifik
Infeksi
a. Toksoplasma b. Sitomegalovirus c. Herpes simpleks d. Sifilis e. Sepsis/infeksi bakteri lain f. Tuberkulosis
a. Spiramisin b. Gancyclovir, bila berat c. Acyclovir d. Penicillin e. Antibiotik yang sesuai f. OAT (4 jenis tanpa ethambutol)
Toksik
Nutrisi parenteral total
Asupan oral, metronidazol,
ursodeoksikolat Sumber : Buku Ajar Gastroenterohepatologi jilid 1 IDAI 2012
2. Terapi suportif (terapi nutrisi, berupa pemberian vitamin A, D, E, K)
Kekurangan Energi Protein (KEP) sering terjadi akibat dari kolestasis (terjadi
pada lebih dari 60% pasien). Steatorrhea sering terjadi pada bayi dengan
kolestasis. Penurunan ekskresi asam empedu menyebabkan gangguan pada
lipolisis intraluminal, solubilisasi dan absorbsi trigliserid rantai panjang.
Maka pada bayi dengan kolestasis diperlukan kalori yang lebih tinggi
dibanding bayi normal untuk mengejar pertumbuhan. Oleh karena itu, untuk
menjaga tumbuh kembang bayi seoptimal mungkin dengan terapi nutrisi
digunakan formula spesial dengan jumlah kalori 120%-150% dari kebutuhan
normal serta vitamin, mineral dan trace element :
a. Formula MCT (Median Chain Triglyceride) karena relatif lebih larut
dalam air sehingga tidak memerlukan garam empedu untuk absorbsi dan
menghindarkan makanan yang banyak mengandung cuprum (tembaga).
b. Kebutuhan kalori umumnya dapat mencapai 125% kebutuhan bayi
normal sesuai dengan berat ideal. Kebutuhan protein : 2-3 gr/kgBB/hari.
c. Vitamin yang larut dalam lemak :
A : 5000-25000 U/hari
D3 : Calcitriol : 0,05-0,2 g/kgBB/hari
E : 25-50 IU/kgBB/hari
K : K1 2,5-5 mg/2-7x/minggu
d. Mineral dan trace element : Ca, P, Mn, Zn, Selenium, Fe.
-
Referat | Kolestasis 28
3. Terapi komplikasi yang sudah terjadi misalnya hiperlipidemia/xantelasma
dengan kolestipol dan pada gagal hati serta pruritus yang tidak teratasi adalah
transplantasi hati.
4. Dukungan psikologis dan edukasi keluarga terutama untuk penderita dengan
kelainan hati yang progresif yang memerlukan transplantasi hati.
Tata Laksana Kolestasis Kronis
Pada setiap bentuk kolestasis neonatus, apakah penyakit primer hepatitis
neonatus idiopatik, hipoplasia duktus biliaris intrahepatik, atau atresia biliaris,
penderita yang terkena merupakan risiko tinggi untuk komplikasi kronis. Keadaan
ini menggambarkan berbagai tingkat sisa kapasitas fungsional hati dan disebabkan
oleh mengurangnya aliran empedu langsung atau tidak langsung : (1,12)
1. Setiap substansi yang secara normal diekskresi ke dalam empedu ditahan di
hati, dengan penumpukan selanjutnya dalam jaringan dan dalam serum.
Substansi yang terlibat adalah asam empedu, bilirubin, kolesterol dan elemen.
2. Penghantaran asam empedu ke proksimal usus yang menurun menyebabkan
tidak adekuatnya pencernaan dan absorbsi diet trigliserida rantai-panjang dan
vitamin larut-lemak.
3. Gangguan fungsi metabolik hati bisa mengubah keseimbangan hormonal dan
penggunaan nutrien.
4. Kerusakan hati progresif bisa menyebabkan sirosis biliaris, hipertensi porta
dan gagal hati.
Manajemen penderita demikian adalah empiris dan pedoman yang
terbaik adalah pemantauan yang cermat. Sekarang, tidak ada terapi yang diketahui
efektif dalam menekan penjelekan kolestasis atau mencegah kerusakan
hepatoseluler dan sirosis lebih lanjut.(1,12)
Perhatian pokok adalah gagal tumbuh, yang terkait sebagian dengan
malabsorbsi dan malnutrisi akibat dari tidak efektifnya pencernaan dan absorbsi
diet lemak. Pemakaian formula mengandung trigliserida rantai-menengah bisa
memperbaiki keseimbangan kalori.(1,12)
Pada kolestasis kronis dan yang bertahan hidup lama, anak dengan
penyakit hepatobiliaris bisa mengalami defisiensi vitamin yang larut dalam lemak
-
Referat | Kolestasis 29
(A, D, E, dan K). Absorbsi lemak dan vitamin larut lemak yang tidak adekuat
mungkin diperjelek dengan pemberian asam empedu pengikat kolestiramin.
Penyakit metabolik tulang sering ada.(1,12)
Sindrom neuromuskular degeneratif ditemukan pada kolestasis kronis
yang disebabkan oleh malabsorbsi dan karenanya defisiensi vitamin E, anak yang
terkena mengalami arefleksia progresif, ataksia serebelum, ofthalmoplegia dan
penurunan sensasi getaran. Lesi morfologi spesifik telah ditemukan pada sistem
saraf sentarl (SSS), saraf tepi dan otot-otot. Lesi ini menyerupai lesi yang
ditemukan pada binatang dengan defisiensi vitamin E dan secara potensial
reversible pada anak kecil (muda) yaitu umur < 3-4 tahun. Defisiensi ini bisa
dicegah dengan pemberian oral dosis besar vitamin E (sampai lebih dari 1000
IU/hari); penderita yang tidak mampu mengabsorbsi sejumlah yang cukup
mungkin memerlukan pemberian D-tokoferol polietilen glikol-1000 suksinat per
oral. Kadar serum dapat dipantau sebagai pedoman kemanjuran; anak yang
terkena akan mempunyai kadar vitamin E serum rendah, peningkatan hemolisis
hidrogen peroksidase dan rasio vitamin E serum dengan total lipid serum rendah
(< 6,0 mg/g untuk anak lebih muda dari 12 tahun dan < 8,0 m/g untuk penderita
yang lebih tua).(1,12)
Kadar vitamin A serum biasanya dapat dipertahankan pada kadar normal
pada penderita dengan kolestasis kronis yang mendapat tambahan ester vitamin A
oral adalah sangat penting memonitor keadaan vitamin A pada penderita
demikian.(1,12)
Gatal-gatal merupakan komplikasi kolestasis kronis yang menyusahkan,
sering dengan munculnya xantomata. Kedua gambaran agaknya terkait dengan
penumpukan kolesterol dan asam empedu dalam serum dan jaringan. Pelenyapan
senyawa yang tertahan ini sulit apabila ada obstruksi duktus biliaris, tetapi jika
ada patensi duktus biliaris, pemberian asam ursodeoksikolat dan kolestiramin bisa
meningkatkan aliran empedu atau mengganggu sirkulasi enterohepatik asam
empedu dan dengan demikian menurunkan xantomata dan memperbaiki gatalnya.
Kolestiramin resin tidak terasa enak dan bisa memberi efek samping seperti
konstipasi, hiperkloremia dan eksaserbasi defisiensi vitamin larut lemak. Tetapi
-
Referat | Kolestasis 30
asam ursodeosikolat bisa juga menurunkan kadar kolesterol dalam serum. Dosis
yang dianjurkan 15 mg/kg/24 jam.(1,12)
Pada penderita dengan hipertensi portal, sering ada perdarahan varises
dan terjadi hipersplenisme. Namun, episode perdarahan saluran cerna pada
penderita yang menderita penyakit hati kronis, mungkin bukan disebabkan oleh
karena varises esofagus tetapi karena gastritis atau tukak lambung, karena
manajemen berbagai komplikasi ini berbeda, mungkin diperlukan diferensiasi
dengan endoskopi sebelum pengobatan dimulai.(1,12)
Pada penderita dengan asites, manajemen awal meliputi pembatasan diet
garam, pembatasan masukan natrium sampai 0,5 g (-1,2 mEq/kg/hari) adalah
tidak perlu membatasi masukan cairan pada penderita dengan keluaran (output)
ginjal yang adekuat. Diuresis dapat dirumat dengan memakai agen, seperti
furosemid, tunggal atau kombinasi dengan spironolakton (3-5 mg/kg/hari dalam 4
dosis). Penderita dengan asites tetapi tanpa edema perifer, berisiko untuk
dikurangi volume plasma dan diturunkan keluaran urine pasca pengobatan
diuretik. Asites tegang mengganggu aliran darah ginjal dan hemodinamik
sistemik. Parasintesis dan infus albumin intravena bisa memperbaiki
hemodinamik, perfusi ginjal, dan gejalanya. Pemantauan meliputi nasihat diet dan
pemantauan kadar elektrolit urine dan serum.(1,12)
Pada penderita dengan penyakit hati yang lanjut, transplantasi hati
mempunyai angka keberhasilan lebih besar dari 85%. Jika operasi secara teknik
bisa dikerjakan, transplantasi ini akan memperpanjang hidup dan dapat
mengoreksi kesalahan metabolik pada penyakit seperti defisiensi 1-antitripsin,
tirosinemia atau penyakit wilson. Keberhasilan tergantung pada perawatan
adekuat selama operasi, sebelum operasi, dan setelah operasi dan pada
penggunaan agen imunosupresif yang hati-hati. Langkahnya donor hati yang kecil
sangat membatasi pemakaian trasnplantasi hati pada bayi dan anak. Namun,
transplantasi menggunakan ukuran yang lebih kecil meningkatkan kemampuan
untuk mengobati anak kecil secara berhasil.(1,12)
-
Referat | Kolestasis 31
Tabel 4. Manajemen Medis Kolestasis Menetap
Gangguan Klinis Manajemen
Malnutrisi akibat dari malabsorbsi diet
trigliserida rantai-panjang
Malabsorbsi vitamin larut-lemak
Defisiensi vitamin A (buta senja, kulit
tebal)
Defisiensi vitamin E (degenarasi
neuromuskular)
Defisiensi vitamin D (penyakit
metabolik tulang)
Defisiensi vitamin K
(hipoprotrombinemia)
Defisiensi mikronutrien
Defisiensi vitamin larut-air
Retensi unsur empedu seperti asam
empedu dan koleterol (gatal atau
xantomata)
Penyakit hati progresif
Hipertensi porta (perdarahan varises,
asites, hipersplenisme)
Penyakit hati stadium akhir (gagal hati)
Penggantian dengan diet formula atau
menambahkan trigliserida rantai-sedang
Penggantian dengan 10000-15000
IU/hari sebagai Aquasol A
Penggantian dengan 50-400 IU/hari -tokoferol oral atau TGPS
Penggantian dengan 5000-8000 IU/hari
D2 atau 3,5 g/kg/hari 25-
hidroksikalsiferol
Penggantian dengan 2,5-5,0 mg selang
sehari sebagai derivat menadion larut-
air
Penambahan kalsium, fosfat, atau seng
Penambahan dua kali dosis harian yang
dianjurkan
Pemberian koleretik (asam
ursodeoksikolat, 15-20 mg/kg/hari) atau
pengikat asam empedu (kolestiramin 8-
16 gr/hari)
Manajemen sementara (pengendalian
perdarahan, mengurangi garam;
spironolakton)
Transplantasi
Sumber : Nelson Ilmu Kesehatan Anak 2000
Prognosis
Tergantung penyakit dasar, prognosis umumnya baik yaitu 60% sembuh
pada kasus sindrom hepatitis neonatal yang sporadik, sementara pada kasus yang
bersifat familial, prognosisnya buruk (60% meninggal). Prognosis pada bayi
dengan atresia biliaris umumnya buruk. Kematian akibat kegagalan hepar
biasanya terjadi setelah 2 tahun. Untuk penderita dengan hepatitis neonatus
-
Referat | Kolestasis 32
idiopatik berbagai prognosis bisa menggambarkan heterogenesitas penyakitnya.
Prognosis hepatitis neonatal idiopatik biasanya baik dengan mortalitas sebesar
13%-25%. Prediktor untuk prognosis yang buruk adalah kuning hebat yang
berlangsung lebih dari 6 bulan, tinja dempul, riwayat penyakit dalam keluarga,
hepatomegali persisten dan terdapatnya inflamasi hebat pada hasil biopsi hati.
Pada kasus sporadis, 60-70% akan membaik tanpa tanda gangguan struktural atau
fungsional hati. Sekitar 5-10% akan menderita fibrosis atau radang menetap dan
sebagian yang lebih kecil akan menderita penyakit hati yang lebih berat, seperti
sirosis. Kematian bayi biasanya terjadi dini pada perjalanan penyakitnya, karena
perdarahan atau sepsis, dari bayi dengan hepatitis neonatus idiopatik varietas
familial hanya 20-30% akan membaik, 10-15% akan menjadi penyakit hati kronis
dengan sirosis. Transplantasi hati mungkin diperlukan. (2,3)
Pemantauan
1. Terapi
Keberhasilan terapi dilihat dari : (2)
a. Progresivitas secara klinis seperti keadaan ikterus (berkurang, tetap, makin
kuning), besarnya hati, limpa, asites, vena kolateral.
b. Pemeriksaan laboratorium seperti kadar bilirubin direk dan indirek, ALT,
AST, SGOT, SGPT, albumin dan uji koagulasi dilakukan setidaknya
setiap bulan.
c. Pencitraan langsung kadang-kadang diperlukan untuk memantau adanya
perbaikan atau perburukan.
2. Tumbuh kembang
Pasien dengan kolestasis perlu dipantau pertumbuhannya dengan
membuat kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan bayi dan anak.
Pertumbuhan pasien dengan kolestasis intrahepatik menunjukkan perlambatan
sejak awal. Pasien dengan kolestasis ekstrahepatik umumnya akan tumbuh dengan
baik pada awalnya, tetapi kemudian akan mengalami gangguan pertumbuhan
sesuai dengan progresivitas penyakitnya. (2)
-
Referat | Kolestasis 33
PENUTUP
Kolestasis merupakan penyakit yang jarang ditemukan dengan insiden
1:25000 kelahiran hidup, namun penyakit ini cukup serius, progresif dan dapat
menyebabkan kematian pada bayi dan anak. Secara klinis dapat diketahui dengan
adanya ikterus, tinja berwarna pucat atau akolik dan urin yang berwarna kuning
tua seperti teh. Apabila proses berjalan lama dapat muncul berbagai manifestasi
klinis lainnya misalnya pruritus, gagal tumbuh dan lainnya akibat dari
penumpukan zat-zat yang seharusnya diangkut oleh empedu untuk dibuang
melalui usus. Pada umumnya prognosisnya tergantung penyebab dasarnya, namun
hampir sebagian besar buruk sehingga perlu diperhatikan diagnosis dini dan
penanganan segera untuk dapat memperlambat perlangsungan penyakit,
menunjang pertumbuhan dan perkembangan optimal serta menurunkan risiko
kematian pada bayi dan anak.
-
Referat | Kolestasis 34
DAFTAR PUSTAKA
1. Balistreri WF. Cholestasis. In Kliegman R, Behrman RE, Arvin AM, ed.
Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 2 Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2000. h. 1392-7
2. Anonim. Kolestasis. Dalam: Pudjiadi, AH, et al, ed. Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid 1. Jakarta: IDAI. 2010. h. 172
3. Bisanto Julfina. Kolestasis Intrahepatik Pada Bayi Dan Anak. In Juffrie M,
et al. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. IDAI. 2012. h. 365
4. Sulaiman Ali. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam: Aru W
Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta:
Penerbit IPD FKUI, 2009. h. 420-3
5. Oswari H. Pendekatan Diagnosis Kolestasis pada Bayi. Dalam: Trihono
PP, Djer MM, Sjakti HA, Hendrarto TW, Prawitasari T, penyunting. Best
Practices in Pediatrics. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang
DKI Jakarta, 2013. h. 108-15
6. Oswari, H. Kuning Berlanjut pada Bayi: Pikirkan Kemungkinan
Kolestasis. Dalam: Gunardi H, Tehuteru ES, Kurniati N, Advani N,
Setyanto DB, Wulandari HF, Handryastuti S, penyunting. Kumpulan Tips
Pediatri. Jakarta: Penerbit IDAI, 2011. h. 61-3
7. Newman WA. Kamus Kedokteran DORLAND Edisi 31. Jakarta: Penerbit
EGC, 2010.
8. Wibowo S, Santoso NB. Karakteristik Klinik dan Laboratorik Kolestasis
Intrahepatal dan Ekstrahepatal di Bangsal Perawatan Anak RSU dr. Saiful
Anwar Malang. Jurnal Kedokteran Media Medika Indonesia, Volume 46,
Nomor 2, Tahun 2012.
9. Chaerani D. Kolestasis pada Anak di RSUD Budhi Asih. Makalah
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Jakarta: Mei 2014
10. Sylvia Anderson Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume 2, Edisi 6. Jakarta: Penerbit EGC, 2005.
11. Silbernagl Stefani. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi Edisi 1. Jakarta:
Penerbit EGC, 2007.
12. Rudolph et all. Buku Ajar Pediatri Edisi 20. Jakarta: Penerbit EGC, 2007.
13. Oswari Hanifah et all. Infeksi Saluran Kemih Sebagai Penyebab Kolestasis
Intrahepatik. Volume 6. Nomor 4. Sari Pediatri, Maret 2005, h 166-171.