Reaksi Kimia Pada Logam Cu
-
Upload
theodora258 -
Category
Documents
-
view
30 -
download
2
description
Transcript of Reaksi Kimia Pada Logam Cu
REAKSI KIMIA PADA
SIKLUS LOGAM TEMBAGA
I. Tujuan Percobaan
Mempelajari perubahan kimia yang terjadi pada siklus logam Cu
II. Dasar Teori
Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, perubahan
materi serta energi yang menyertai perubahan tersebut. Semua materi selalu mengalami
perubahan. Perubahan itulah yang disebut perubahan kimia. Dalam perubahan kimia selalu
terjadi reaksi di dalamnya yang kemudian kita kenal dengan nama reaksi kimia. Reaksi
kimia merupakan proses yang selalu menghasilkan perubahan senyawa kimia. Zat yang
mengalami perubahan dalam reaksi kimia disebut zat pereaksi (reaktan) dan zat yang
terbentuk dalam reaksi kimia disebut hasil reaksi (produk).
Beberapa reaksi kimia yang sering terjadi lingkungan antara lain,pohon-pohon atau
kayu yang terbakar, proses perkaratan, proses pencemaran bahan makanan, proses
pembuatan plastik, proses fermentasi, nasi basi dan lain sebagainya.
Jika suatu perubahan kimia terjadi, kita dapat mengamati salah satu atau beberapa
peristiwa-peristiwa berikut.
- habisnya zat yang bereaksi
- timbul gas
- terjadi perubahan warna
- timbul endapan
- terjadi perubahan suhu
- tercium adanya bau yang baru
Faktor ini digunakan untuk menunjukkan apakah suatu reaksi kimia telah terjadi atau tidak.
Secara umum beberapa jenis – jenis reaksi kimia antara lain :
a. Pembakaran adalah suatu reaksi dimana suatu unsur atau senyawa bergabung dengan
oksigen membentuk senyawa yang mengandung oksigen sederhana.
b. Penggabungan (sintetis) suatu reaksi dimana sebuah zat yang lebih kompleks
terbentuk dari dua atau lebih zat yang lebih sederhana (baik unsur maupun senyawa)
c. Penguraian adalah suatu reaksi dimana suatu zat dipecah menjadi zat-zat yang lebih
sederhana
d. Penggantian (Perpindahan tanggal) adalah suatu reaksi dimana sebuah unsur pindahan
unsur lain dalam suatu senyawa.
e. Metatesis (pemindahan tanggal) adalah suatu reaksi dimana terjadi pertukaran antara
dua reaksi.
Dalam mereaksikan suatu zat, terlebih dahulu kita harus menghitung massa, volume,
serta mol zat yang terlibat dalam reaksi tersebut dengan teliti. Seperti dalam percobaan ini
kita harus menghitung massa logam Cu, mengitung mol HNO3 dan Cu, dan volume HNO3
agar reaksi dapat berlangsung.
Sebelumnya kita harus bisa menuliskan reaksi antara logam Cu dengan HNO3.
Kemudian kita tentukan perbandingan koefisien dari reaksi tersebut. Konsep mol
digunakan untuk menyatakan jumlah zat yang bereaksi. Secara umum mol merupakan
satuan jumlah zat yang menyatakan jumlah partikel zat yang sangat besar. Dimana 1 mol
adalah banyaknya zat yang mengandung jumlah partikel yang sama dengan jumlah atom
yang terdapat dalam 12 gram C-12, yaitu 6,02 x 10 23 . Kemolalan atau molalitas adalah
banyaknya mol zat terlarut dalam kg zat pelarut.
Massa satu mol zat sama dengan massa atom relatif/massa molekul relatif dalam
gram. Rumus mol suatu unsur/ senyawa dirumuskan sebagai berikut :
Untuk unsur : atau
Untuk senyawa : atau
Keterangan :
n = mol unsur/senyawa
m = massa unsur/senyawa
Ar = massa atom relatif
Mr = massa molekul relatif
Volume merupakan ukuran besarnya ruang yang ditempati oleh suatu zat yang
dilambangkan (V) dengan satuan liter (L). Avogadro menyatakan bahwa volume setiap
mol gas pada suhu 0˚C (273K) dan tekanan 1 atm (76 cmHg) mempunyai volume 22,4
liter. Sehingga kondisi tersebut dinamakan sebagai keadaan standar/STP (Standard
Temperature and Pressure) yang dituliskan dengan (0˚C, 1 atm). Hubungan volume gas
dengan mol dapat dituliskan sebagai berikut :
atau
Keterangan:
V = volume gas STP
n = mol unsur/senyawa
Volume gas untuk keadaan tidak STP, maka dapat dihitung dengan menggunakan
rumus.
Keterangan:
P = tekanan gas (atm)
V = volume gas (liter)
n = mol gas (mol)
R = tetapan gas (0,082 L atm/mol K)
T = temperatur (K)
Bidang kimia yang mempelajari aspek kuantitatif unsur dalam suatu peristiwa atau
reaksi disebut “STOIKIOMETRI” (bahasa Yunani : Stoichea = unsur , metrain =
mengukur), jadi Stoikiometri adalah perhitungan kimia yang menyangkut hubungan
kuantitatif zat yang terlibat dalam reaksi kimia. Pada persamaan reaksi kimia berlaku
Hukum Kekelan Massa, yang dikemukakan oleh “Lavoiser”. Pada tahun 1774 ia
melakukan penelitian dengan memanaskan timah dengan oksigen dalam wadah tertutup.
Dengan mengamati secara teliti, ia berhasil membuktikan bahwa dalam reaksi itu
tidak terjadi perubahan massa. Hukum Kekelan Massa itu menyatakan bahwa setiap reaksi
kimia, massa zat – zat setelah bereaksi adalah sama dengan zat sebelum bereaksi.
Hukum Kekekalan Massa
“ Dalam setiap reaksi kimia, massa zat ‒ zat sebelum reaksi dan sesudah reaksi
sama”
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat: B. Bahan:
1. Kaca arloji 1. Logam Cu (0,2 gram)
2. Gelas kimia(gelas beker) 2. Larutan HNO3
3. Gelas ukur 3. Larutan NaOH
4. Tabung semprot 4. Larutan H2SO4
5. Pengaduk/spatula 5. Air Suling
6. Steambath/pemanas 6. Logam Zn dalam bentuk lempengan/plat
7. Pipet tetes
8. Penjepit
IV. CARA KERJA
a. Langkah 1 : Reaksi antara logam Cu dengan Asam Nitrat
- Logam Cu yang digunakan ditimbang sehingga didapat berat logam Cu adalah 0,2
gram.
- Logam Cu(dalam bentuk potongan kecil) dimasukkan ke dalam gelas kimia 250 ml.
- Sebanyak 2,5 ml larutan HNO3 dituangkan kedalam gelas kimia yang berisi logam Cu.
- Gelas kimia ditutup dengan kaca arloji dan sesekali digoyangkan
- Simpan selama kurang lebih satu minggu lalu catat perubahan yang terjadi setelah 1
minggu.
b. Langkah 2 : Penambahan Larutan NaOH
- Sebanyak 7 ml larutan NaOH dicampurkan ke dalam gelas kimia yang berisi larutan
Cu(NO3)2 dari hasil percobaan langkah I, lalu diaduk.
c. Langkah 3 : Pemanasan
- Gelas kimia diatas ditambahkan dengan 50 ml air suling
- Gelas kimia beserta isinya dipanaskan selama kurang lebih 30 menit dimana selama
pemanasan larutan tetap diaduk secara perlahan. Pemanasan dilanjutkan sampai
mendidih dan tidak terjadi perubahan yang dapat diamati lagi.
- Setelah mendidih pemanas dimatikan lalu larutan didinginkan selama lebih kurang 5
menit.
- Pengaduk dikeluarkan dari larutan lalu disemprotkan dengan aquades untuk melepaskan
partikel – partikel yang melekat.
- Setelah kurang lebih 5 menit, cairan bening dituangkan ke dalam gelas kimia terpisah
(dekantasi) dengan hati – hati agar padatan yang ada tidak ikut tertuang.
- Hasil padatan dalam gelas kimia dicuci sebanyak dua kali dengan penambahan 50 ml
air suling, dekantasi, kemudian biarkan zat padat kembali mengendap.
- Hasilnya disimpan untuk pengerjaan berikutnya
d. Langkah 4 : Penambahan Larutan H2SO4
- Pada endapan CuO ditambahkan larutan H2SO4 sebanyak 2 ml, kemudian diaduk
sampai tidak terlihat lagi perubahan yang dapat diamati lagi.
- Diaduk perlahan sampai tidak ada reaksi lagi
- Amati perubahan yang terjadi sambil dicatat hasilnya
e. Langkah 5 : Penambahan Logam Zn
- Logam Zn dalam bentuk serbuk dengan masa kurang lebih 0,2 gram ditambahkan ke
dalam larutan CuSO4 di atas. Lalu gelas kimia ditutup dengan menggunakan kaca arloji.
Sesekali gelas kimia digoyangkan.
- Diamkan dan biarkan reaksi berlangsung sampai Zn habis bereaksi.
- Simpan hasil percobaan ini lalu tunggu hasilnya selama 1 minggu.
- Amati apa yang terjadi dan dicatat hasilnya.
f. Langkah 6 : Mendapatkan Cu kembali (Recovery Cu)
- Cairan bening dalam gelas kimia didekantasi dari padatannya
- Hasil dicuci dengan 50 ml air suling, padatannya dibiarkan mengendap, lalu didekantasi
kembali. Pencucian dan proses dekantasi diulangi sebanyak dua kali.
- Cawan penguap yang bersih ditimbang dan dicatat massanya.
- padatan dalam gelas kimia dituangkan ke dalam cawan penguap kemudian dikeringkan
hasilnya dengan cara cawan penguap dipanaskan di atas steambath. Kemudian cawan
penguap beserta isinya ditimbang dan dicatat massanya.
- massa Cu dan rendemennya dihitung.
V. PEMBAHASAN DAN HASIL PENGAMATAN
a. Langkah 1 : Reaksi antara logam Cu dengan HNO3
Dalam percobaan pada langkah pertama Cu dalam bentuk lempengan
dengan masa 0,2 gram direaksikan dengan HNO3 menurut reaksi
3Cu(s) + 8HNO3(aq) → 3Cu (NO3)2(aq) + 2NO(g) + 4H2O(l)
Dengan Ar Cu = 63,5 dan Molaritas HNO3 = 4 M
mol Cu =
mol HNO3 =
volume HNO3 = =
Pada reaksi tahap 1 semua logam Cu habis bereaksi dengan HNO3 sebanyak 2
ml (min 2 ml).
Identifikasi
No. Identifikasi Logam Cu Larutan HNO3
1. Wujud Padatan Cair
2. Warna Coklat kemerahan Bening
3. Bentuk Lempengan tipis/plat
yang kemudian
dipotong kecil-kecil
Larutan
4. Massa 0,2gr -
5. Volume - 2,5 ml
Perubahan kimia yang terjadi adalah
‒ munculnya bau
‒ timbul gas NO yang berwarna merah kecoklatan dan bersifat racun.
‒ terjadi perubahan warna HNO3 yang semula bening menjadi biru.
‒ Pada reaksi tahap 1 ini logam Cu habis bereaksi dan terbentuklah senyawa
Cu(NO3)2 yang berwarna biru.
Nb : lempengan plat dipotong kecil-kecil dan penambahan larutan HNO3 untuk
mempercepat terjadinya reaksi antara Cu dengan HNO3
b. Langkah II : Penambahan Larutan NaOH
Larutan Cu (NO3)2 ditambahkan dengan NaOH.
Reaksi yang terjadi adalah :
Cu(NO3)2(aq) + 2NaOH(aq) → Cu(OH)2(s) + 2NaNO3(aq)
Dengan molaritas NaOH sebesar 1 M
mol Cu(NO3)2 = 1 x n Cu = 1x = mol
mol NaOH = = 0,00629 mol
Volume KOH dengan molaritas NaOH 0,1 M
V =
Jadi, pada langkah ke II larutan Cu(NO3)2 ditambahkan dengan NaOH sebesar
7 ml(min 6,29 ml, penambahan untuk mempercepat reaksi). Dari penambahan
NaOH pada Larutan Cu(NO3)2 terbentuklah larutan Cu(OH)2.
Identifikasi
No. Identifikasi Larutan NaOH
1. Wujud Cair
2. Warna Bening
3. Bentuk Larutan
4. Volume 7 ml
Pada langkah II perubahan yang dapat diamati adalah
‒ Perubahan warna larutan menjadi biru pekat
‒ Timbulnya endapan NaNO3
‒ Zat yang bereaksi telah terlarut
Reaksi yang terjadi adalah pada saat NaOH dicampurkan ke dalam
larutan Cu(NO3)2 terjadi perubahan warna larutan menjadi biru pekat saat
diaduk. Perubahan itu diikuti dengan timbulnya endapan NaNO3 yang
menandai bahwa zat yang bereaksi telah terlarut.
Pada langkah ke II logam Cu yang terbentuk adalah Cu(OH)2.
c. Langkah 3 : Pemanasan
Dalam percobaan pada langkah III, ke dalam larutan Cu(OH)2
ditambahkan 50 ml air suling, kemudian dipanaskan menurut reaksi
Cu(OH)2(s) CuO(s) + H2O(l)
Identifikasi
Saat dipanaskan Cu(OH)2(s) mengalami perubahan warna menjadi
hitam pekat, tercium bau, adanya letupan-letupan gas, dan kenaikan suhu
larutan. Setelah didinginkan selama kurang lebih 5 ml timbul endapan yang
berwarna hitam pekat di dasar gelas kimia dan adanya cairan bening berupa
H2O. Endapan tersebut merupakan senyawa CuO.
Kemudian larutan di dekantasi sebanyak 3 kali dengan menggunakan 50 ml air
suling untuk memisahkan cairan bening dengan larutan hitam pekat.
d. Langkan IV : Penambahan Larutan H2SO4
Dalam percobaan pada langkah IV, CuO direaksikan dengan H2SO4
Reaksi yang terjadi adalah
CuO(s) + H2SO4(aq) → CuSO4(aq) + H2O(l)
dengan Molaritas H2SO4 = 1M
Karena jumlah mol Cu = CuO = Cu(NO3)2 =
maka
mol CuO = 1 x mol Cu(OH)2
No. Identifikasi Cu(OH)2(s) saat diaduk dan
ditambahkan dengan air suling
1. Wujud Cair
2. Warna biru susu
3. Bentuk Larutan + endapan
dipanaskan
= 1 x = mol
mol H2SO4 = 1 x mol CuO
= 1 x = mol
volume H2SO4 = =
Jadi, pada langkah ke IV larutan CuO ditambahkan dengan H2SO4 sebesar 3,1
ml(namun dalam percobaan ini digunakan 2 ml H2SO4 ).
Identifikasi
No. Identifikasi Larutan H2SO4
1. Volume 2 ml
2. Kemolaran 1 M
3. Wujud Cair
4. Warna Bening
5. Bentuk Larutan
Larutan asam sulfat adalah larutan yang berwarna bening. Asam sulfat
merupakan bahan baku untuk membuat senyawa – senyawa sulfat. Kegunaannya :
elektrolit pada aki kendaraan bermotor, proses pembuatan minyak bumi, pembuatan
berbagai produk industri.
Pada langkah IV perubahan yang terjadi adalah
- Adanya perubahan warna larutan yang semula hitam pekat kembali menjadi
biru bening.
- Zat yang bereaksi CuO telah habis bereaksi dengan H2SO4.
Hasil akhir dari tahap ini adalah CuSO4 yang berwarna biru bening.
e. Langkah V : Penambahan Logam Zn
Logam Zn yang digunakan berbentuk lempengan yang kemudian dipotong
kecil-kecil untuk mempercepat reaksi antara logam Zn dengan CuSO4, berwarna
abu-abu dengan massa kurang lebih 0,2 gram. Senyawa CuSO4 di reaksikan dengan
Zn menurut persamaan reaksi :
CuSO4(aq) + Zn(s) → Cu(s) + ZnSO4(aq)
mol CuSO4 =
mol Zn = x mol CuSO4 =
massa Zn = mol Zn x Ar Zn =
Identifikasi
No. Identifikasi Logam Zn
1. Massa 0,2gram
2. Wujud Padatan
3. Warna Abu-abu
4. Bentuk Padat yang
dipotong
kecil-kecil
Pada tahap V perubahan yang terjadi adalah
‒ Adanya perubahan warna menjadi biru muda yang lama kelamaan menjadi bening
‒ Tidak adanya gelembung gas
‒ Adanya endapan berwarna merah bata
‒ Zat yang bereaksi mengendap
Hasil reaksi dari pencampuran CuSO4 dengan logam Zn adalah ZnSO4 yang
berwarna bening dalam bentuk larutan, dan endapan Cu yang berwarna merah bata.
Dalam reaksi ini logam Cu kembali menjadi logam Cu seperti di awal.
f. Langkah VI : Mendapatkan Cu kembali (Recovery Cu)
Untuk mendapatkan Cu kembali setelah melakukan dekantasi sebanyak 3 kali
dengan menggunakan air suling 50 ml, maka selanjutnya dilakukan pengukuran
terhadap massa cawan dan massa akhir Cu.
Massa kaca arloji/cawan = 38,8619 gram
Massa kaca arloji/cawan yang ditambahkan dengan Cu = 38,9897 gram
Maka massa Cu sebenarnya adalah = 38,9897 ‒ 38,8619 = 0,1278 gram
Dan perhitungan rendemannya adalah :
→
Dalam percobaan ini massa Cu awal adalah 0,2 gram dan massa Cu akhir
adalah 0,1278 gram. Selisih massa Cu adalah 0,0722 gram. Hal ini disebabkan
karena kesalahan saat mendekantasi atau menuangkan endapan Cu ke arloji atau
cawan. Kemungkinan juga endapan Cu masih banyak yang tertinggal di pengaduk
atau di dinding gelas beker atau pun ikut terbuang di gelas kimia saat proses
dekantasi sehingga saat ditimbang terjadi selisih antara logam Cu di akhir dan di
awal. Demikian pula perhitungan rendemennya kurang dari 100%.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan tentang reaksi kimia pada siklus logam tembaga, maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan
1. Setiap zat dapat mengalami perubahan kimia yang ditandai dengan terjadinya
reaksi kimia. Adapun hal-hal yang menandai terjadinya perubahan kimia antara
lain:
a. Habisnya zat yang bereaksi
b. Timbulnya gas
c. Terjadi perubahan warna
d. Timbul endapan
e. Terjadi perubahan suhu
f. Tercium adanya bau yang baru
2. Pada perubahan atau reaksi kimia berlaku hukum kekebalan massa yang
dikemukakan oleh LAVOISIER yakni massa zat sebelum reaksi sama atau tetap
dengan massa sesudah reaksi.
3. Perhitungan zat – zat yang terlibat dalam reaksi menggunakan konsep
STOIKIOMETRI.
4. Ketelitian dan ketepatan sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahan dalam
praktikum ini.
5. Jumlah larutan atau padatan yang digunakan mempengaruhi cepat lambatnya suatu
reaksi yang terjadi. Penambahan akan mempercepat kerja reaksi dan pengurangan
akan memperlambat kerja reaksi tersebut.
6. Yang terpenting adalah melaksanakan praktikum dengan hati-hati dan sesuai
petunjuk agar tidak terjadi kecelakaan atau hal-hal yang tidak diinginkan.