AKUMULASI LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) DAN TIMBAL (Pb ...
Transcript of AKUMULASI LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) DAN TIMBAL (Pb ...
1
AKUMULASI LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) DAN TIMBAL (Pb) PADA POHON Avicennia marina
DI HUTAN MANGROVE
GRACE YANTI PANJAITAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2009
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
2
AKUMULASI LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) DAN TIMBAL (Pb) PADA POHON Avicennia marina
DI HUTAN MANGROVE
SKRIPSI
Oleh
GRACE YANTI PANJAITAN 041202028/BUDIDAYA HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2009
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
3
AKUMULASI LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) DAN TIMBAL (Pb) PADA POHON Avicennia marina
DI HUTAN MANGROVE
SKRIPSI
Oleh
GRACE YANTI PANJAITAN 041202028/BUDIDAYA HUTAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
4
Judul Skripsi : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina di
Hutan Mangrove Nama Mahasiswa : Grace Yanti Panjaitan NIM : 041202028 Departemen : Kehutanan Program Studi : Budidaya Hutan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Afifuddin Dalimunthe, S.P, M.P Dr. Ir. Yunasfi, M.Si. Ketua Anggota
Mengetahui
Dr. Ir.Edy Batara Mulya Siregar, M.S Ketua Departemen Kehutanan
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
5
ABSTRACT
Grace Yanti Panjaitan, Accumulate Heavy Metal Elements Cuprum (Cu) and Timbal (Pb) in Avicennia marina at Mangrove Forest, under supervised Afifuddin Dalimunthe, S.P, M.P and Dr. Ir.Yunasfi, M.Si. Mangrove have a tendency to accumulate heavy metal elements, which exist in the ecosystem surrounds this plan life. The ability of mangrove to accumulate the heavy metal are different one each other species. One of species mangrove who can accumulate heavy metal is Avicennia marina. This study is conducted in two locations (stations) in Belawan Mangove Forest and Jaring Halus Mangrove Forest.
The preliminary observation is aimed to analyze Cu dan Pb content in roots and leaves of A. marina and to identify the ability accumulating the heavu metal, so that can be used as accumulator. The Cu and Pb content was analyzed in Laboratorium Bapedal of North Sumatera by using the Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS method).
The result showed that Cu and content in roots of A. Marina in Belawan Mangrove Forest more high than Jaring Halus Mangrove Forest. The followed average are 12.0165 – 14.9900 mg/kg dan 6.1650 – 8.8755 dibanding 5.5305 – 11.7815 mg/kg dan 4.5855 – 5.6190 mg/kg. The abbbility of accumulating Cu was moderate 350.9766 in stasions I and 328.3591 in stasions II, if metal Pb was lower 46.8454 in in stasions I and 101.9285 in stasions II. Keywords : mangrove, Avicennia marina, metal elements Cu dan Pb
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
6
ABSTRAK
Grace Yanti Panjaitan, Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina di Hutan Mangrove, dibawah bimbingan Afifuddin Dalimunthe, S.P, M.P dan Dr.Ir. Yunasfi, M.Si.
Tumbuhan mangrove mempunyai kecenderungan untuk mengakumulasi logam-logam berat yang terdapat dalam ekosistem tempat tumbuhnya. Kemampuan akumulasi logam berat tersebut berbeda untuk setiap species. Salah satu species tumbuhan mangrove yang mampu mengakumulasi logam berat adalah Avicennia marina. Kajian ini dilakukan di dua lokasi, yaitu Hutan Mangrove Pesisir Belawan dan Hutan Mangrove Jaring Halus.
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar dan daun pohon A. marina serta untuk mengetahui kemampuan vegetasi tersebut dalam mengakumulasi logam berat Cu dan Pb pada kedua stasiun pengamatan, sehingga dapat dijadikan akumulator pencemaran logam berat di kawasan hutan mangrove. Analisis logam Cu dan Pb dilakukan di Laboratorium Bapedal Sumatera Utara dengan menggunakan metode Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar A.marina di stasiun Perairan Belawan lebih besar daripada di stasiun Desa Jaring Halus (kontrol) yakni berturut turut berkisar 12.0165 – 14.9900 mg/kg dan 6.1650 – 8.8755 dibanding 5.5305 – 11.7815 mg/kg dan 4.5855 – 5.6190 mg/kg. Kemampuan A. marina dalam mengakumulasi logam berat Cu dikategorikan pada tingkat sedang dengan nilai BCF 350.9766 pada stasiun I dan 328.3591 pada stasiun II, sedangkan pada logam berat Pb dikategorikan rendah dengan nilai 46.8454 pada stasiun I dan 101.9285 pada stasiun II. Kata kunci : mangrove, Avicennia marina, logam Cu dan Pb
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
7
KATA PENGANTAR
Segala hormat dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang
Maha Pengasih karena telah menyertai penulis sehingga dapat menyelesaikan
penelitian yang berjudul Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal
(Pb) Pada Pohon Avicennia marina di Hutan Mangrove Pesisir Belawan dan
Hutan Mangrove Jaring Halus, dengan tujuan untuk menganalisis kandungan
logam berat Cu dan Pb pada akar dan daun pohon A. marina serta untuk
mengetahui kemampuan vegetasi tersebut mengakumulasi logam berat Cu dan Pb
di kawasan hutan mangrove pesisir Belawan dan Jaring Halus.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Semoga skripsi ini bermanfaat sebagai sumber informasi bagi pihak-pihak
yang membutuhkan.
Medan, Februari 2009
Penulis,
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
8
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga akhir, penulis telah
banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dengan rasa tulus dan penghargaan yang tinggi penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Kedua orang tua yang sangat penulis sayangi ayahanda P. Panjaitan, SH
dan ibunda H. Sinaga yang telah banyak memberikan dukungan baik
materi maupun semangat kepada penulis, serta kedua abang:
Ricardo Panjaitan, SH dan Ericxon Panjaitan, ST semoga sukses
menempuh karirnya masing-masing
2. Bapak Afifuddin Dalimunthe, S.P, M.P selaku Ketua Komisi Pembimbing
dan Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing atas
waktu, saran dan arahan kepada penulis.
3. Bapak Dr.Ir.Edy Batara Mulya Siregar, MS selaku Ketua Departemen
Kehutanan Universitas Sumatera Utara dan seluruh staff pengajar.
4. Ibu Dra.Riahate Purba, kak Dani, kak Eli, dan seluruh staff Laboratorium
UPT Bapedal Sumatera Utara atas segala bantuannya dalam analisis kimia.
5. Teman-teman asisten Kimia Analitik MIPA USU : Ferdinand, Melva,
Hisar, Eve, Reva, Evi, Debby untuk bimbingannya selama di laboratorium.
6. Tim di lapangan : Sofian, Yudha, Eric, Surya, Pak Rustam, atas bantuan
dan semangatnya sewaktu pengambilan sampel di lapangan.
7. Sahabat-sahabatku (Intan, Lidia, Sonita, Dewi, Delima, Hotmian, Clara,
Rommel, Ranap, Rio) dan semua mahasiswa di BDH stambuk 2004.
8. Adik-adik kelompok kecilku (Artauli, Curiani, Henni, Hernoviany,
Andreas) dan teman-teman satu FA (kak Ruminta, bang Tommy, Kimmy,
Ester, Regina, Stevanny, kak Melda, Martin, kak Astri, kak Melvi, Siagian
bersaudara, Ari Yopan) atas dukungan dan doanya.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
9
9. Rekan-rekan satu tim Praktik Kerja Lapang (Aulia Atmanegara, Mardian
Arief, Ombun Sitorus, Yeni Agustiarni dan Yopie).
10. Teman-teman MNH 2004, THH 2004 dan seluruh civitas akademika
Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara atas perhatian dan
dukungan.
11. Teman-teman kelompok P3H (Ardiansyah, Nopriza, Uli Chyntia, Selvi,
Patiar, Simson Hasan, dan Harisyah).
Medan, Februari 2009
Penulis,
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
10
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRACT ................................................................................................. i ABSTRAK ................................................................................................... ii RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................................. iv UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... v DAFTAR ISI ................................................................................................ vi DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3 Manfaat Penelitian ............................................................................... 3 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Logam Berat ....................................................................... 4 Tembaga (Cu) .............................................................................. 6 Timbal (Pb) ................................................................................. 7
Mekanisme Penyerapan Logam Berat Pada Tumbuhan......................... 8 Defenisi Mangrove ............................................................................... 11 Struktur dan Zonasi Hutan Mangrove ................................................... 12 Ciri-ciri Umum Avicennia (api-api) ...................................................... 14 Avicennia marina Sebagai Indikator Biologis Logam Berat ................. 16
KONDISI UMUM Kawasan Hutan Mangrove Desa Nelayan Belawan............................... 18 Kawasan Hutan Mangrove Desa Jaring Halus ...................................... 18 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 20 Alat dan Bahan ..................................................................................... 20 Prosedur Penelitian............................................................................... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Lingkungan Perairan ......................................................... 25 Kandungan Logam Berat Cu serta Pb dalam Air dan Sedimen ........ 25 Kandungan Logam Berat Cu serta Pb dalam Akar .......................... 26 Kandungan Logam Berat Cu serta Pb dalam Daun .......................... 26 Faktor Biokonsentrasi Logam Cu dan Pb ........................................ 27
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
11
Pembahasan Kondisi Lingkungan Perairan ......................................................... 27 Kandungan Logam Berat Cu serta Pb dalam Air dan Sedimen ........ 29 Kandungan Logam Berat Cu serta Pb dalam Akar .......................... 31 Kandungan Logam Berat Cu serta Pb dalam Daun .......................... 33 Faktor Biokonsentrasi Logam Cu dan Pb ........................................ 34 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .......................................................................................... 36 Saran .................................................................................................... 36 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 37 DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. 40
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
12
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Analisis Parameter Kualitas Lingkungan Perairan ................................... 25 2. Analisis Rata-rata Kandungan Logam Berat Cu serta Pb dalam Air dan Sedimen ........................................................................... 25 3. Analisis Rata-rata Kandungan Logam Berat Cu serta Pb dalam Akar A. marina ............................................................................. 26 4. Analisis Rata-rata Kandungan Logam Berat Cu serta Pb dalam Daun A. marina ............................................................................ 26 5. Nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF) Cu di Belawan dan Jaring Halus ....... 27
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
13
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Laporan Hasil Analisis Logam Berat Cu dan Pb di Belawan dan Jaring halus dari Laboratorium Bapedal ................................................... 41 2. Baku Mutu Air Laut untuk biota Laut....................................................... 42 3. Baku Mutu Sedimen ................................................................................. 44 4. Profile Hutan Mangrove Desa Kampung Nelayan dan Jaring Halus ......... 45
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
14
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kawasan pesisir mempunyai keanekaragaman sumber daya yang tinggi.
Sumber daya pesisir tersebut merupakan unsur-unsur hayati dan non hayati yang
terdapat di wilayah laut, terdiri atas unsur hayati yang berupa mangrove, terumbu
karang, padang lamun, ikan dan biota lain beserta ekosistemnya. Sedangkan unsur
non hayati terdiri atas sumberdaya di lahan pesisir, permukaan air, di dalam
airnya, dan di dasar laut seperti minyak dan gas, pasir kuarsa, timah dan karang
mati (Idris, 2001).
Aktivitas manusia dalam memanfaatkan kawasan pesisir seringkali
menghasilkan limbah bahan pencemar yang dapat membahayakan kehidupan
perairan laut dan secara khusus dapat menganggu pertumbuhan komunitas
mangrove yang ada di muara sungai. Perairan Belawan sebagai salah satu
kawasan pesisir merupakan daerah yang dipenuhi berbagai aktivitas berupa
pemukiman, pertanian, pelayaran, penangkapan ikan, pelabuhan, dan industri.
Industri yang tidak dilengkapi oleh sistem pengelolaan limbah akan menghasilkan
limbah yang mengandung raksa (Hg), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu),
timbal (Pb), seng (Zn), kromium (Cr), dan nikel (Ni) (Supriharyono, 2000).
Penelitian terdahulu di perairan Belawan (Ditjen P2SDKP, 2005)
menunjukkan adanya kandungan logam berat terlarut jenis Cu dan Zn yang telah
melewati ambang batas (baku mutu) air laut. Kandungan logam berat Cu dan Zn
yang tinggi diduga disebabkan pembuangan limbah dari puluhan industri yang
terletak di sekitar daerah aliran sungai Belawan dan sungai Deli. Berdasarkan data
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
15
Bapedalda Provinsi Sumatera Utara (2007) dalam Laporan Status Lingkungan
Hidup Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003, terdapat 57 industri yang
berlokasi di sepanjang sungai Deli dan 22 industri di sepanjang sungai Belawan.
Jenis-jenis industri tersebut antara lain pengolahan minyak goreng, pengolahan
metal, pabrik plastik, pengeleman kayu lapis (plywood), tekstil, cat, baterai kering,
pupuk dolomit, pelapisan logam, dan lain-lain.
Mangrove yang tumbuh di muara sungai merupakan tempat penampungan
bagi limbah-limbah yang terbawa aliran sungai. Mangrove memiliki kemampuan
menyerap bahan-bahan organik dan non organik dari lingkungannya ke dalam
tubuh melalui membran sel. Proses ini merupakan bentuk adaptasi mangrove
terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim (Mastaller, 1996).
Satu diantara beberapa spesies mangrove yang memiliki kemampuan
akumulasi logam berat adalah Avicennia marina. Menurut Mukhtasar (2007),
dikatakan bahwa A. marina dapat digunakan sebagai indikator biologis
lingkungan yang tercemar logam berat terutama Cu, Pb, dan Zn melalui
monitoring berkala. Logam berat Cu dan Pb merupakan unsur logam berat yang
tidak dapat terurai oleh proses alam serta dapat membahayakan kesehatan
manusia. Mekanisme yang terjadi pada A. marina untuk mengurangi toksisitas
logam berat adalah menyimpan banyak air sehingga dapat mengencerkan
konsentrasi logam berat dalam jaringan tubuhnya. Species ini dapat
dikembangkan sebagai pengendalian pencemaran logam berat di wilayah pesisir.
Berdasarkan uraian di atas, telah dilakukan penelitian untuk mengetahui
akumulasi logam berat Cu dan Pb dalam pohon A. marina di Hutan Mangrove
Pesisir Belawan.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
16
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar dan daun
pohon A. marina.
2. Untuk mengetahui kemampuan vegetasi tersebut dalam mengakumulasi
logam berat Cu dan Pb pada kedua stasiun pengamatan, sehingga dapat
dijadikan akumulator pencemaran logam berat di kawasan hutan
mangrove.
Manfaat Penelitian
1. Untuk memberikan gambaran mengenai akumulasi logam berat Cu dan Pb
secara kuantitatif pada akar dan daun pohon A. marina di Hutan mangrove
Pesisir Belawan dan Jaring Halus.
2. Sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan mengenai
peranan A. marina dalam mengurangi pencemaran logam berat dan untuk
kepentingan pengelolaan sumberdaya pesisir.
Hipotesis Penelitian
1. Kandungan logam berat Cu dan Pb lebih besar di Hutan Mangrove
Belawan daripada Hutan Mangrove Jaring Halus.
2. Adanya perbedaan akumulasi logam berat Cu dan Pb pada akar dan daun
A.marina
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
17
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Logam Berat
Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan
tambang, vulkanis dan sebagainya. Untuk kepentingan biologi Clark (1986);
Diniah (1995) dalam Yudhanegara (2005) membagi logam ke dalam tiga
kelompok yaitu :
(1) Logam ringan (seperti natrium, kalium, kalsium, dan lain-lain), biasanya
diangkut sebagai kation aktif di dalam larutan yang encer;
(2) Logam transisi (seperti besi, tembaga, kobalt dan mangan), diperlukan dalam
konsentrasi yang rendah, tetapi dapat menjadi racun dalam konsentrasi yang
tinggi;
(3) Logam berat dan metaloid (seperti raksa, timah hitam, timah, selenium, dan
arsen), umumnya tidak diperlukan dalam kegiatan metabolisme dan sebagai
racun bagi sel dalam konsentrasi rendah.
Miettinen (1987) dalam Saeni (1997) mendefenisikan logam berat sebagai
unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 g/cm³, terletak di sudut
kanan bawah daftar berkala, mempunyai affinitas yang tinggi terhadap unsur S
dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 3 sampai 7 pada tabel
periodik. Pada kenyataannya, dalam pengertian logam berat ini dimasukkan pula
unsur-unsur metalloid yang memiliki sifat berbahaya seperti logam berat sehingga
jumlahnya mencapai lebih kurang 40 jenis. Beberapa logam berat yang beracun
tersebut adalah As, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg, Ni dan Zn (Wild, 1995).
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
18
Menurut Darmono (1995), faktor yang menyebabkan logam berat
termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam
berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi. Babich dan
Stotzky (1978) mengemukakan bahwa berbagai faktor lingkungan berpengaruh
terhadap logam berat yaitu keasaman tanah, bahan organik, suhu, tekstur, mineral
liat, kadar unsur lain dan lain-lain. pH adalah faktor penting yang menentukan
transformasi logam. Penurunan pH secara umum meningkatkan ketersediaan
logam berat kecuali Mo dan Se (Klein dan Trayer, 1995).
Pada tanah, semakin halus teksturnya semakin tinggi kekuatannya untuk
mengikat logam berat. Oleh karena itu, tanah yang bertekstur liat memiliki
kemampuan untuk mengikat logam berat lebih tinggi daripada tanah berpasir.
Logam berat mungkin diabsorbsi dan diakumulasikan dalam jaringan hidup.
Kemampuan beberapa logam berat dalam berikatan dengan asam amino
mengikuti urutan sebagai berikut : Hg > Cu > Ni > Pb > Co > Cd
(Hutagalung, 1991).
Organisme yang pertama terpengaruh akibat penambahan polutan logam
berat ke tanah atau habitat lainnya adalah organisme dan tanaman yang tumbuh di
tanah atau habitat tersebut. Dalam ekosistem alam terdapat interaksi antar
organisme baik interaksi positif maupun negatif yang menggambarkan bentuk
transfer energi antar populasi dalam komunitas tersebut. Dengan demikian
pengaruh logam berat tersebut pada akhirnya akan sampai pada hierarki rantai
makanan tertinggi yaitu manusia. Logam-logam berat diketahui dapat mengumpul
di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh untuk jangka waktu
lama sebagai racun yang terakumulasi (Saeni, 1997).
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
19
1. Tembaga (Cu)
Tembaga (Cu) adalah logam merah muda yang lunak, dapat ditempa, dan
liat yang melebur pada 1038°C. Potensial elektoda standarnya positif (+0,34 V),
logam ini tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer (Vogel, 1994).
Logam ini banyak digunakan pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik,
gelas dan zat warna yang biasanya bercampur dengan logam lain seperti alloi
dengan perak, kadmium, timah putih, dan seng (Merian, 1994).
Secara biologis Cu tersedia dalam bentuk Cu+ atau Cu2+ dalam garam
inorganik dan kompleks inorganik. Perpindahan Cu dengan konsentrasi relatif
tinggi dari lapisan tanah bumi ditentukan oleh cuaca, proses pembentukan tanah,
pengairan, potensial oksidasi reduksi, jumlah bahan organik di tanah dan pH.
Kondisi tanah yang asam akan meningkatkan kelarutan Cu, sedangkan pada
kondisi basa Cu cenderung dipresipitasi oleh tanah sehingga akan terlarut dan
terbawa air yang mengakibatkan defisiensi Cu pada tanaman. Variasi kualitas
tanah mempengaruhi pengambilan Cu oleh akar tanaman. Pada tanaman, Cu
diakumulasi di akar dan di dinding sel serta didistribusikan melalui berbagai cara
(Merian, 1994).
Logam Cu merupakan salah satu logam berat esensial untuk kehidupan
makhluk hidup sebagai elemen mikro. Logam ini dibutuhkan sebagai unsur yang
berperan dalam pembentukan enzim oksidatif dan pembentukan kompleks
Cu-protein yang dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin, kolagen, pembuluh
darah dan myelin (Darmono, 1995). Logam Cu dapat terakumulasi dalam jaringan
tubuh, maka apabila konsentrasinya cukup besar logam ini akan meracuni
manusia tersebut. Pengaruh racun yang ditimbulkan dapat berupa muntah-muntah,
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
20
rasa terbakar di daerah eksofagus dan lambung, kolik, diare, yang kemudian
disusul dengan hipotensi, nekrosi hati dan koma (Supriharyono, 2000).
2. Timbal (Pb)
Timbal (Pb) adalah logam lunak kebiruan atau kelabu keperakan yang
lazim terdapat dalam kandungan endapan sulfit yang tercampur mineral-mineral
lain, terutama seng dan tembaga. Penggunaan Pb terbesar adalah dalam industri
baterai kendaraan bermotor seperti timbal metalik dan komponen-komponennya.
Timbal digunakan pada bensin untuk kendaraan, cat dan pestisida. Pencemaran Pb
dapat terjadi di udara, air, maupun tanah. Pencemaran Pb merupakan masalah
utama, tanah dan debu sekitar jalan raya pada umumnya telah tercemar bensin
bertimbal selama bertahun-tahun (Sunu, 2001).
Emisi Pb masuk ke dalam lapisan atmosfer bumi berbentuk gas dan
partikel. Emisi tersebut merupakan hasil samping pembakaran yang terjadi dalam
mesin-mesin kendaraan, yang berasal dari senyawa tetrametil-Pb dan tetril-Pb
yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan. Senyawa Pb dalam
keadaan kering dapat terdispersi di dalam udara sehingga kemudian terhirup pada
saat bernapas dan sebagian akan menumpuk dikulit dan atau terserap oleh daun
tumbuhan. Pb dan persenyawaannya dapat berada di dalam badan perairan secara
alamiah dan sebagai dampak aktivitas manusia. Badan perairan yang telah
kemasukan senyawa atau ion-ion Pb akan menyebabkan jumlah Pb yang ada
melebihi konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian bagi biota perairan
tersebut (Suharto, 2005).
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
21
Menurut Saeni (1997), logam Pb tidak dibutuhkan oleh manusia sehingga
bila makanan tercemar oleh logam tersebut, maka tubuh akan mengeluarkan
sebagian dan sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu, seperti ginjal,
hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Accidental poisoning seperti termakannya
senyawa timbal dalam konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan gejala keracunan
timbal seperti iritasi gastrointestinal akut, rasa logam pada mulut, muntah, sakit
perut dan diare (Darmono, 1995).
Mekanisme Penyerapan Logam Berat dan Pengaruhnya Pada Tumbuhan
Proses absorpsi racun, termasuk unsur logam berat menurut Soemirat
(2003) dapat terjadi lewat beberapa bagian tumbuhan, yaitu : (1) akar, terutama
untuk zat anorganik dan zat hidrofilik; (2) daun bagi zat yang lipofilik; dan (3)
stomata untuk memasukkan gas. Adapun proses absorpsinya sendiri terjadi seperti
pada hewan dengan berbagai mekanisme difusi, hanya istilah yang digunakan
berbeda, yakni translokasi. Transpor ini terjadi dari sel ke sel menuju jaringan
vaskuler agar dapat didistribusikan ke seluruh bagian tumbuhan. Difusi katalitis
terjadi dengan ikatan benang sitoplasma yang disebut plasmadesmata. Misalnya
transpor zat hara dari akar ke daun dan sebaliknya transpor makanan atau hidrat
karbon dari daun ke akar.
Tumbuhan memiliki kemampuan untuk menyerap ion-ion dari
lingkungannya ke dalam tubuh melalui membran sel. Dua sifat penyerapan ion
oleh tumbuhan adalah (1) faktor konsentrasi, yaitu kemampuan tumbuhan dalam
mengakumulasi ion sampai tingkat konsentrasi tertentu, bahkan dapat mencapai
beberapa tingkat lebih besar dari konsentrasi ion di dalam mediumnya; dan
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
22
(2) perbedaan kuantitatif akan kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis
tumbuhan (Fitter dan Hay, 1991).
Sel-sel akar tumbuhan umumnya mengandung konsentrasi ion yang lebih
tinggi daripada medium di sekitarnya. Sejumlah besar eksperimen menunjukkan
adanya hubungan antara laju pengambilan ion dengan konsentrasi ion yang
menyerupai hubungan laju reaksi yang dihantarkan enzim dengan konsentrasi
substratnya. Analogi ini menunjukkan adanya mekanisme khusus dalam membran
sel yang hanya sesuai untuk suatu ion tertentu dan dapat menyerap ion tersebut,
sehingga pada konsentrasi substrat yang tinggi berperan pada laju maksimum
hingga mencapai laju pengambilan jenuh (Fitter dan Hay, 1991).
Beraneka ragam unsur dapat ditemukan di dalam tubuh tumbuhan, tetapi
tidak berarti bahwa seluruh unsur-unsur tersebut dibutuhkan tumbuhan untuk
kelangsungan hidupnya. Beberapa unsur yang ditemukan di dalam tubuh
tumbuhan ternyata dapat menganggu metabolisme atau meracuni tumbuhan,
sebagai contoh adalah beberapa jenis logam berat seperti Al, Cd, Ag dan Pb.
Unsur hara dapat kontak dengan permukaan akar melalui 3 cara, yakni : 1) secara
difusi dalam larutan tanah; 2) secara pasif oleh aliran air tanah, dan 3) akar
tumbuh ke arah posisi hara dalam matrik tanah. Serapan hara oleh akar dapat
bersifat akumulatif, selektif, satu arah (unit directional), dan tidak dapat jenuh.
Penyerapan hara pada waktu yang lama menyebabkan konsentrasi hara dalam sel
jauh lebih tinggi ini disebut sebagai akumulasi hara. Pengukuran konsentrasi
unsur hara dalam jaringan tumbuhan, tanah, atau larutan hara dapat dilakukan
dengan alat spektometer serapan atomik (atomic absorption spectrometer) atau
spektometer emisi optikal (optical emission spectrometer) (Lakitan, 2001).
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
23
Menurut Fitter dan Hay (1991) mekanisme yang mungkin dilakukan oleh
tumbuhan untuk menghadapi konsentrasi toksik adalah :
a) Penanggulangan (ameliorasi), jika konsentrasi internal harus dihadapi maka
ion-ion akan dipindahkan dari tempat sirkulasi dengan beberapa jalan atau
menjadi toleran di dalam sitoplasma. Terdapat empat pendekatan dalam
ameliorasi, yaitu : (1) lokalisasi (intraseluler atau ekstraseluler); biasanya di
dalam akar; (2) ekskresi, secara aktif melalui kelenjar pada tajuk atau secara
pasif melalui akumulasi pada daun-daun tua yang diikuti dengan absisi daun;
(3) dilusi (melemahkan), yaitu melalui pengenceran; dan (4) inaktivasi secara
kimia. Mekanisme pembentukan komplek logam sering dijumpai pada
tumbuhan, seperti pada tembaga (Cu) yang biasanya mengalami translokasi
pembentukan khelat dengan asam-asam poliamino-polikarboksilik;
b) Toleransi, yaitu tumbuhan mengembangkan sistem metabolik yang dapat
berfungsi pada konsentrasi toksik Pada beberapa kasus, enzim dinding sel,
terutama fosfatase asam, telah diperlihatkan toleran terhadap tingkat toksin
ion-ion yang jauh lebih tinggi (Cu2+, Zn2+) dalam ketahanannya dibandingkan
pada tanaman normal.
Ada tiga jalan yang dapat ditempuh oleh air dan ion-ion yang terlarut
bergerak menuju sel-sel xylem dalam akar, yaitu (1) melalui dinding sel (apoplas)
epidermis dan sel-sel korteks; (2) melalui sistem sitoplasma (simplas) yang
bergerak dari sel ke sel; dan (3) melalui sel hidup pada akar, dimana sitosol dari
setiap sel membentuk suatu jalur (Rosmarkam dan Nasih (2002).
Absorpsi unsur hara pada tumbuhan ditentukan oleh berbagai faktor biotik
dan abiotik. Faktor biotik antara lain status hormonal, fase pertumbuhan,
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
24
metabolisme, morfologi tumbuhan, densitas daun, bentuk daun (sempit atau
lebar), berbulu atau berlapis, mudah tidaknya menjadi basah, umumnya daun yang
muda lebih sulit mengabsorpsi daripada yang sudah tua. Sedangkan faktor abiotik
antara lain suhu, sinar/radiasi, kelembapan, dan kualitas tanah (Soemirat, 2003).
Tumbuhan yang tumbuh di air akan terganggu oleh bahan kimia toksik
dalam limbah (sianida, khlorine, hipoklorat, fenol, derivat bensol dan campuran
logam berat). Pengaruh polutan terhadap tumbuhan dapat berbeda tergantung pada
macam polutan, konsentrasinya dan lamanya polutan itu berada. Gejala adanya
pencemaran pada tumbuhan sangat bervariasi dan tidak spesifik. Pada konsentrasi
tinggi tumbuhan akan menderita kerusakan akut dengan menampakkan gejala
seperti klorosis, perubahan warna, nekrosis dan kematian seluruh bagian
tumbuhan. Di samping perubahan morfologi juga akan terjadi perubahan kimia,
biokimia, fisiologi dan struktur tumbuhan (Luncang, 2005).
Hasil-hasil penelitian pada vegetasi mangrove dikatakan bahwa mangrove
cenderung mengakumulasi logam-logam berat yang terdapat pada ekosistem yang
bersangkutan. Hal ini tidak lepas dari peranan mikrob-mikrob tanah yang
membantu tumbuhan untuk mengakumulasi logam berat tersebut, baik mikrob
yang mengkonsumsi logam berat itu sendiri ataupun mikrob yang bersatu dengan
jenis tanaman tertentu untuk mengakumulasi logam berat. Sebagian besar logam
berat ini merupakan deposit di dinding sel-sel perakaran dan daun (Merian, 1994)
Defenisi Mangrove
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya
terdapat di daerah teluk dan muara sungai yang dicirikan oleh (1) tidak
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
25
terpengaruh iklim; (2) dipengaruhi pasang surut; (3) tanah tergenang air laut; (4)
tanah rendah pantai; (5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk; (6) jenis-jenis
pohonnya biasanya terdiri atas api-api (Avicennia sp), pedada (Sonneratia sp),
bakau (Rhizophora sp), lacang (Bruguiera sp), nyirih (Xylocarpus sp), nipah
(Nypa sp), dan lain-lain (Soerianegara & Indrawan, 1982).
Davis (1940) dalam Walsh (1974) mendefenisikan mangrove sebagai
komunitas yang hidup di dalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta
dipengaruhi pasang dan surut air laut. Ekosistem mangrove merupakan gabungan
komponen daratan dan akuatik, termasuk tumbuh-tumbuhan yang terdapat di
lumpur atau pasir yang berair; komponen hewan terdapat pada akar, batang-
batang mangrove, lumpur dan pada perairan yang melewati kawasan dan bagian
daratannya. Sedangkan menurut Moore (1977), hutan mangrove merupakan
masyarakat hutan halofita yang menempati bagian zona intertidal tropis dan
subtropis, berupa rawa atau hamparan lumpur yang dibasahi oleh pasang surut.
Halofita merupakan kelompok tumbuhan yang terkhususkan tumbuh hidup pada
lingkungan berkadar garam tinggi.
Struktur dan Zonasi Hutan Mangrove
Unsur dominan dalam hutan mangrove adalah pohon-pohon yang tumbuh
dan tingginya mencapai lebih dari 30 meter, tajuk yang lebar, rapat dan tertutup.
Thomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga struktur, yaitu:
1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora mangrove
yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, membentuk tegakan
murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
26
mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas)
terhadap lingkungan mangrove dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam
mengontrol garam. Contohnya adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera,
Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia, dan Nypa.
2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk
tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam
struktur komunitas. Contohnya adalah Exoecaria, Xylocarpus, Heritiera,
Aegiceras, Aegialitis, Acrostichum, Camtostemon, Scyphyphora, Pemphis,
Osbornia, dan Pelliciera.
3. Asosiasi mangrove, tanaman kelompok ini tidak pernah tumbuh di habitat
mangrove sebenarnya, biasanya terdapat pada zona perbatasan. Contohnya
adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain.
Arief (2003) mengatakan bahwa hutan mangrove yang masih alami pada
umumnya membentuk zonasi yaitu mulai dari arah laut ke daratan berturut-turut
sebagai berikut :
1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada
zona ini, tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia
banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia spp. Karena tumbuh di bibir
laut, jenis-jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan
dari hempasan ombak laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pioner,
karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkeraman perakaran
tumbuhan jenis ini.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
27
2. Zona Rhizophora, terletak di belakang zona Avicennia dan Sonneratia. Pada
zona ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran
tanaman tetap terendam selama air laut pasang.
3. Zona Bruguiera, terletak di belakang Zona Rhizophora. Pada zona ini, tanah
berlumpur agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam
pasang naik dua kali sebulan.
4. Zona Nypa, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini
sebenarnya tidak harus ada, kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir
(sungai) ke laut.
Ciri-ciri Umum Avicennia (api-api)
Api-api adalah nama sekelompok tumbuhan dari genus Avicennia, suku
Acanthaceae. Api-api biasa tumbuh di tepi atau dekat laut sebagai bagian dari
komunitas hutan bakau. Nama Avicennia dilekatkan pada genus ini untuk
menghormati Ibnu Sina, di dunia barat terkenal sebagai Avicenna, salah seorang
pakar dan perintis kedokteran modern dari Persia. Nama lain api-api di berbagai
daerah di Indonesia di antaranya adalah mangi-mangi, sia-sia, boak, koak,
marahu, pejapi, papi, nyapi dan lain-lain. Menurut Wikipedia (2008) sebagai
warga komunitas mangrove, api-api memiliki beberapa ciri yang merupakan
bagian dari adaptasi pada lingkungan berlumpur dan bergaram, di antaranya:
a. Akar nafas serupa paku yang panjang dan rapat, muncul ke atas lumpur di
sekeliling pangkal batangnya.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
28
b. Daun-daun dengan kelenjar garam di permukaan bawahnya. Daun api-api
berwarna putih di sisi bawahnya, dilapisi kristal garam. Ini adalah kelebihan
garam yang dibuang oleh tumbuhan tersebut.
c. Biji api-api berkecambah tatkala buahnya belum gugur, masih melekat di
rantingnya. Dengan demikian biji ini dapat segera tumbuh setelah terjatuh
atau tersangkut di lumpur.
Avicennia merupakan pohon dengan tinggi hingga 30 m dan tajuk yang
agak renggang. Dengan akar nafas (pneumatophora) yang muncul 10-30 cm dari
substrat, serupa paku serupa jari rapat-rapat, diameter 0,5-1 cm dekat ujungnya.
Pepagan (kulit batang) halus keputihan sampai dengan abu-abu kecoklatan dan
retak-retak. Ranting dengan buku-buku bekas daun yang menonjol serupa sendi-
sendi tulang. Daun-daun tunggal, bertangkai, berhadapan, bertepi rata, berujung
runcing atau membulat; helai daun seperti kulit, hijau mengkilap di atas, abu-abu
atau keputihan di sisi bawahnya, sering dengan kristal garam yang terasa asin;
pertulangan daun umumnya tak begitu jelas terlihat. Kuncup daun terletak pada
lekuk pasangan tangkai daun teratas (Wikipedia, 2008).
Salah satu spesies Avicennia tersebut adalah A. marina (api-api putih).
Spesies ini memiliki anak jenis atau subspesies paling banyak dengan sebaran
paling luas mulai dari pantai timur Afrika, Teluk Persia, India, Asia Tenggara, ke
timur hingga Tiongkok dan Jepang, serta ke selatan menyebar di seluruh kawasan
Indomalaya hingga ke Australasia dan kepulauan di Pasifik Selatan
(Wikipedia, 2008).
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
29
Avicennia marina Sebagai Indikator Biologis dan Penyerap Logam Berat
Dalam rangka analisis keadaan lingkungan, masalah indikator biologis
perlu diketahui dan ditentukan. Indikator biologis dalam hal ini merupakan
petunjuk ada-tidaknya kenaikan keadaan lingkungan dari keadaan garis dasar,
melalui analisis kandungan logam atau kandungan senyawa kimia tertentu yang
terdapat di dalam hewan maupun tanaman, atau suatu hasil dari hewan (susu,
keju) atau tanaman (buah, umbi). Indikator biologis dapat ditentukan dari hewan
atau tanaman yang terletak pada daur pencemaran lingkungan sebelum sampai
kepada manusia (Wardhana, 2001).
Unsur kimia atau jenis logam yang terkandung di dalam indikator biologis
dapat berupa unsur kimia biasa maupun dalam bentuk unsur radioaktif. Pada
indikator biologis ada suatu pengertian yang disebut dengan Biological
Magnification, yaitu pelipatan kandungan bahan pencemar oleh organisme yang
tingkatannya lebih tinggi. Pelipatan bahan pencemar di dalam organisme dapat
terjadi karena organisme secara tetap mengkonsumsi bahan buangan (bahan
pencemar), kemudian diakumulasi di dalam tubuhnya sehingga makin lama
konsentrasi bahan pencemar di dalam tubuhnya semakin besar. Jadi, walaupun
konsentrasi bahan buangan (bahan pencemar) yang ada di lingkungan (misalnya
di dalam air) kecil namun dapat menjadi besar konsentrasinya setelah dikonsumsi
oleh organisme dan melalui proses akumulasi (Wardhana, 2001).
Apabila ada suatu bahan buangan yang tidak dapat di degradasi oleh
mikroorganisme (bersifat nonbiodegradable), maka bahan buangan tersebut akan
dapat mengalami biological magnification melalui organisme yang ada di alam
ini. A. marina dapat dijadikan indikator biologis karena merupakan salah satu
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
30
komponen dalam daur pencemaran lingkungan di wilayah perairan laut.
Pertumbuhan A. marina itu sendiri dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan berupa faktor biotik dan abiotik, baik menguntungkan maupun
merugikan melalui proses metabolismenya. Pohon ini merupakan tumbuhan
tingkat tinggi yang memiliki proses metabolisme kompleks, antara lain serapan
dan pengangkutan air, transpirasi, penyerapan unsur hara, fotosintesis, reaksi
enzim dan lain-lain. Salah satu proses metabolisme yang sangat menentukan
pertumbuhannya adalah proses penyerapan hara (Lakitan, 2001).
Berbagai penelitian, baik di dalam maupun di luar negeri mengatakan
bahwa A. marina mampu menyerap dan mengakumulasi logam-logam berat,
seperti timbal, tembaga, besi, cadmium, nikel, aluminium, seng, mangan, merkuri
dan kromium dari lingkungannya. Hasil penelitian tim ECOTON pada tahun 2002
terhadap salah satu spesies mangrove A. marina diasumsikan bahwa tumbuhan ini
dapat mengakumulasi logam berat pada akar, batang dan daun karena telah
beradaptasi dengan lingkungannya yang mendukung kadar logam tinggi.
Kandungan logam berat tertinggi adalah logam Cu yang terdapat pada bagian akar
sebesar 24, 60 ppm (Arisandi, 2002).
Sementara itu, hasil penelitian Amin (1999) tentang akumulasi logam
berat pada akar dan daun A. marina di perairan Dumai diperoleh gambaran
bahwa rata-rata kandungan logam berat tertinggi adalah logam Pb yaitu pada daun
tua sebesar 9, 25 ppm. Selain memiliki kemampuan mengakumulasi logam berat
di lingkungan pada bagian-bagian tubuhnya, A. marina juga dapat melakukan
alokasi dan menurunkan kadar toksisitas logam berat.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
31
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Kawasan Hutan Mangrove Desa Nelayan di Perairan Belawan
Desa Nelayan ini berada di kecamatan Medan Labuhan, dengan luas
daerah 420 ha. Batas-batas wilayah desa ini adalah sebagai berikut :
a. Sebelah utara berbatasan dengan Sei Deli atau Kelurahan Belawan Bahari
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Sei Mati
c. Sebelah barat berbatasan dengan Pekan Labuhan
d. Sebelah timur berbatasan dengan P. L Tiram / Sei Pegatalan
Secara topografi, Kecamatan Medan Labuhan berada pada dataran
rendah/rawa. Keadaan iklimnya termasuk tropis, dengan curah hujan rata-rata 22
mm/thn dan suhu rata-rata harian 30ºC. Jenis tanah di kecamatan ini umumnya
adalah tanah aluvial dan tanah podsolik merah kuning. Secara sosial ekonomi
penggunaan lahan dengan rincian untuk sawah dan ladang 0 ha, perkantoran 1 ha,
bangunan usaha 1 ha, dan pemukiman 85 ha. Jumlah penduduk di desa ini 7.716
jiwa menurut kewarganegaraannya.
Kawasan Hutan Mangrove Desa Jaring Halus
Desa Jaring Halus berada di Kabupaten Langkat, dengan luas daerah 141
ha. Batas-batas wilayah kabupaten ini adalah :
a. Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Dati II Karo
c. Sebelah barat berbatasan dengan Dati D.I Aceh (Aceh Tengah)
d. Sebelah timur berbatasan dengan Dati II Deli Serdang
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
32
Secara topografi, Kabupaten Langkat berada pada dataran rendah/rawa,
bukit-bukit bergelombang dan dataran tinggi pada sisi barat Bukit Barisan dengan
ketinggian 0 – 1200 meter di atas permukaan laut. Keadaan kelerengan di daerah
ini didominasi kelerengan 0 – 2 % sebesar 59,40 % dari luas Kabupaten Langkat.
Kelerengan terkecil adalah kelerengan 15 – 40 % sebesar 6,8 % dari luas lahan
Keadaan iklim di Kabupaten Langkat ditandai dengan curah hujan yang
bervariasi antara, 2000-3500 mm/tahun. Rata-rata curah hujan per bulan adalah
142,59 mm/bulan dengan rata-rata hari hujan 10 hari per bulan. Secara sosial
ekonomi penggunaan lahan dengan rincian untuk sawah dan ladang 0 ha,
perkantoran 1 ha, perluasan daerah 85 ha, dan pemukiman 25 ha. Jumlah
penduduk di desa ini 3.051 jiwa yang terdiri dari 5 dusun.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
33
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan secara representif di dua stasiun. Stasiun
pertama berada di kawasan pesisir Belawan yakni Hutan Mangrove Desa
Kampung Nelayan sebagai daerah yang diduga tercemar logam berat karena dekat
dengan industri dan stasiun kedua di Hutan Mangrove Desa Jaring Halus yang
diduga sebagai daerah tidak tercemar (kontrol) karena jauh dari industri. Analisis
logam berat dilakukan di Laboratorium UPT Bapedal Provinsi Sumatera Utara
dari bulan September – November 2008.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas : botol aquadest,
Erlenmeyer, pipet tetes, furnace (tanur), corong dan kertas saring, pH universal,
cawan porselen, gelas ukur, gelas beaker, labu takar, thermometer, hand
refractometer, hot plate (pemanas), wadah sampel, timbangan analitik, dan
spektrofotometer serapan atom.
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah : larutan HNO3 pekat,
aquadest, larutan HClO4, larutan standar Cu dan Pb, sampel akar A. marina yang
terdiri atas akar nafas dan akar kawat, sampel daun A. marina yang terdiri dari
daun muda dan daun tua, sampel sedimen, dan sampel air laut.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
34
Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pada kedua lokasi dilakukan dengan mengikuti jalur
transek sejajar garis pantai secara proporsif. Sampel akar dan daun diambil dari
pohon A. marina dengan ukuran batang berkisar 28-35 cm dan tinggi berkisar
4-6 m. Akar yang diambil adalah akar nafas (pneumatophora) dan akar kawat
(yang berada di dalam sedimen), sedangkan untuk daun yang diambil adalah daun
muda pada pucuk dan daun tua pada pangkal ranting. Dari jalur transek tersebut
diambil 6 titik pengambilan sampel, dimana sebagai data penunjang dilakukan
juga pengukuran logam berat pada air permukaan dan sedimen (kedalaman ± 30
cm) serta pengukuran parameter kualitas air, seperti suhu udara, suhu air, pH air,
dan salinitas (insitu) pada keenam titik tersebut.
2. Preparasi Sampel Akar, Daun dan Sedimen
Sampel akar, daun, dan sedimen dihomogenkan dengan cara
mengkompositkan sampel yang diambil dari enam titik pengambilan. Untuk
preparasi akar dan daun, sampel di potong-potong kecil sebelum dihaluskan,
sedangkan untuk sedimen dapat langsung dihaluskan. Setelah itu, dikeringkan
dalam oven 105° C selama 12 jam untuk menghilangkan kadar airnya dan
diperoleh berat konstan.
Sampel akar, daun, dan sedimen masing-masing ditimbang sebanyak 5 gr
kemudian dimasukkan dalam tanur pada suhu 600-650° C (pengabuan) selama 3-4
jam. Setelah selesai proses pengabuan sampel akar, daun dan sedimen tersebut
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
35
dilarutkan dengan menambahkan 20 ml HNO3 pekat dan 10 ml HClO4. Kemudian
ditambahkan aquadest sampai volume menjadi 50 ml.
Larutan tersebut dipanaskan pada hot plate sampai mendidih dan volume
berkurang 30 ml. Bila belum terjadi kabut ulangi penambahan HNO3 sebanyak
20 ml dan HClO4 sebanyak 10 ml pada larutan tersebut, kemudian dipanaskan
kembali hingga terjadi kabut.
Setelah terjadi kabut, tambahkan kembali larutan dengan aquadest
sehingga volume sampel menjadi 50 ml, lalu diendapkan. Larutan yang telah
diendapkan disaring fasa airnya dengan kertas saring. Larutan yang diperoleh siap
untuk dianalisis dengan menggunakan AAS.
3. Preparasi Sampel Air
Air laut diukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 pekat.
Panaskan dalam hot plate sampai volumenya berkurang 30 ml. Tambahkan
kembali larutan dengan aquadest sampai volume menjadi 100 ml, kemudian
diendapkan. Larutan yang telah diendapkan disaring fasa airnya dengan kertas
saring. Larutan yang diperoleh siap untuk dianalisis dengan menggunakan AAS.
4. Pembuatan Larutan Standar Logam Cu dan Pb
Logam Cu dan Pb masing-masing ditimbang sebanyak 1 gr, kemudian
dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 ml. Larutan tersebut
mengandung 1000 ppm yang dinamakan larutan induk. Sebanyak 10 ml dari
larutan induk dipipet lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian
ditambahkan aquadest sampai garis tanda akhir. Larutan yang diperoleh
mengandung konsentrasi 100 ppm. Dari larutan 100 ppm dipipet sebanyak 10 ml
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
36
lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan aquadest
sampai garis tanda akhir untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi 10 ppm.
Dibuat larutan dengan konsentrasi 10 ppm sebanyak 5 ulangan untuk
mempermudah pembuatan larutan standar berikutnya.
Untuk mendapatkan larutan standar dengan konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8
dan 1 ppm, berturut-turut dipipet sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml dan 10 ml dari
larutan 10 ppm lalu masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
kemudian ditambahkan aquadest sampai garis tanda akhir.
4. Prinsip Kerja Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS)
Alat AAS diset terlebih dahulu sesuai dengan instruksi dalam manual alat
tersebut. Kemudian dikaliberasikan dengan kurva standar dari masing-masing
logam Cu dan Pb dengan konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ppm. Diukur
absorbansi atau konsentrasi masing-masing sampel.
5. Analisis Data
a. Konsentrasi Sebenarnya
Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat yang sebenarnya maka
digunakan rumus :
K sebenarnya (mg/kg) = K AAS (mg/l) x Vol. Pelarut (L)
Berat Sampel (mg)
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
37
b. Faktor Biokonsentrasi Faktor (BCF)
Setelah kandungan logam berat dalam air diketahui maka data tersebut
digunakan untuk menghitung kemampuan A. marina mengakumulasi logam berat
Cu dan Pb melalui tingkat biokonsentrasi faktor (BCF) dengan rumus :
BCF Cu / Pb = [Logam berat Cu / Pb] Tumbuhan
[Logam berat Cu / Pb] Air
dimana, jika nilai BCF > 1000 = kemampuan tinggi
1000 > BCF > 250 = kemampuan sedang
BCF < 250 = kemampuan rendah
c. Analisis Deskriptif
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif sesuai dengan baku mutu
lingkungan yang terdapat dalam Kepmen KLH No. 51 Tahun 2004 untuk kualitas
air (disajikan pada lampiran 2). Sedangkan baku mutu untuk logam berat dalam
lumpur atau sedimen di Indonesia belum ditetapkan, sehingga sebagai acuan
digunakan baku mutu yang dikeluarkan IADC/CEDA 1997 mengenai kandungan
logam yang dapat ditoleransi (disajikan pada lampiran 3).
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
38
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Lingkungan Perairan (suhu udara, suhu air, pH dan salinitas)
Kondisi lingkungan perairan hasil pengukuran secara insitu di lapangan,
menunjukkan hasil yang berbeda dari satu titik ke titik lainnya. Suhu udara dan
suhu air yang tertinggi terdapat di Hutan Mangrove Belawan, sedangkan salinitas
dan pH tertinggi terdapat di Hutan Mangrove Jaring Halus. Untuk lebih jelasnya
masing-masing pengukuran pada titik pengambilan sampel disajikan pada tabel 1
dibawah ini :
Tabel 1. Analisis Parameter Kualitas Lingkungan Perairan
STASIUN PARAMETER TITIK PENGAMBILAN SAMPEL RATA² 1 2 3 4 5 6
I Suhu Udara (°C) 35 32 31 30 30 29 31.17 Suhu Air (°C) 29 28 29 29 28 29 28.83 Salinitas (ppt) 10 5 5 5 5 5 5.83 pH 4 6 5 6 5 6 5.33
II Suhu Udara (°C) 31 32 30 30 31 30 30.66 Suhu Air (°C) 29 29 27 26 26 28 27.50 Salinitas (ppt) 10 10 10 10 10 10 10.00 pH 5 6 6 6 6 6 5.83
Keterangan : Stasiun I = Perairan Belawan (tercemar) Stasiun II = Desa Jaring Halus (kontrol)
Kandungan Logam Berat Cu serta Pb dalam Air dan Sedimen
Berdasarkan hasil pengukuran kandungan logam berat Cu dan Pb
diperoleh kawasan Hutan Mangrove Belawan lebih tinggi berturut-turut 0.1198
dan 0.4522 pada air, sedangkan pada sedimen 9.0735 dan 9.9500. Tabel 2
dibawah ini menunjukkan analisis rata-rata kandungan logam berat Cu serta Pb
dalam air dan sedimen pada ke-2 stasiun.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
39
Tabel 2. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu serta Pb dalam Air dan Sedimen
SAMPEL STASIUN Cu Pb BAKU MUTU Air
(mg/l) 1 0.1198 0.4522 Kepmen KLH No.
51 Tahun 2004 (0.05 mg/l)
2 0.0838 0.1133
Sedimen (mg/kg)
1 9.0735 9.9500 IADC/CEDA 1997 (1000mg/kg) 2 8.7405 8.7215
Kandungan Logam Berat Cu serta Pb Pada Akar A. marina
Berdasarkan hasil pengukuran kandungan logam berat Cu dan Pb pada
akar A. marina diperoleh akar kawat lebih tinggi mengakumulasi logam berat Cu
daripada logam Pb yaitu 14.9900, sedangkan akumulasi logam yang lebih kecil
terdapat pada akar nafas yaitu 2.1770 untuk logam Pb Untuk lebih jelasnya hasil
pengukuran ke-2 stasiun disajikan pada tabel 3 dibawah ini :
Tabel 3. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb dalam Akar A.marina
STASIUN SAMPEL Cu (mg/kg) Pb (mg/kg) I
Akar Nafas 12.0165 3.6675 Akar Kawat 14.9900 8.3510
II
Akar Nafas 5.5305 2.1770 Akar Kawat 11.7815 3.0425
Kandungan Logam Berat Cu serta Pb Pada Daun A. marina
Berdasarkan hasil pengukuran kandungan logam berat Cu dan Pb pada
daun A. marina menunjukkan bahwa akumulasi logam pada daun tua dan daun
muda menunjukkan kemampuan penyerapan yang berbeda. Analisis kandungan
logam Cu dan Pb pada daun A.marina disajikan pada Tabel 4.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
40
Tabel 4. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb dalam Daun A.marina
STASIUN SAMPEL Cu (mg/kg) Pb (mg/kg) I
Daun Muda 6.1650 3.3715 Daun Tua 8.8755 5.7935
II
Daun Muda 4.5855 2.2100 Daun Tua 5.6190 4.1190
Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan A.marina dalam
Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb
Berdasarkan hasil perhitungan nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF)
menunjukkan bahwa BCF tertinggi bernilai 350.9766 dan terendah 46.8454. Tabel
5 dibawah ini menyajikan nilai faktor konsentrasi Cu dan Pb di ke-2 stasiun.
Tabel 5. Nilai Faktor Konsentrasi (BCF) Cu dan Pb di Belawan dan Jaring Halus
STASIUN
KONSENTRASI Cu
BCF Cu
(L/kg)
KONSENTRASI Pb
BCF Pb
(L/kg)
Tumbuhan=
total akar,
daun (mg/kg)
Air
(mg/L)
Tumbuhan=
total akar,
daun (mg/kg)
Air
(mg/L)
I 42.0470 0.1198 350.9766 21.1835 0.4522 46.8454 II 27.5165 0.0838 328.3591 11.5485 0.1133 101.9285
Pembahasan
Kondisi Lingkungan Perairan (suhu udara, suhu air, pH dan salinitas)
Suhu udara pada saat pengambilan sampel di stasiun pertama, yaitu hutan
mangrove Belawan berkisar antara 29°- 35°C sehingga suhu udara rata-rata yang
diperoleh adalah 31°C. Kisaran suhu ini dapat dikatakan tinggi, hal ini diduga
disebabkan tingginya intensitas cahaya matahari pada saat dilakukan pengukuran.
Tingginya intensitas cahaya matahari ini secara langsung dapat mempengaruhi
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
41
suhu udara dan juga menyebabkan tingginya tingkat penyerapan panas ke dalam
perairan. Sedangkan pada stasiun kontrol suhu udara berkisar 30°C - 32°C dengan
suhu rata-rata 29,6°C. Dapat dibandingkan bahwa tingginya suhu udara rata-rata
pada ke dua stasiun tidak jauh berbeda.
Suhu air pada saat pengambilan sampel di stasiun perairan Belawan
berkisar 28-29°C, dimana suhu rata-ratanya adalah 28,8°C sedangkan suhu air di
daerah kontrol berkisar 26-29°C dengan suhu air rata-rata 27,5°C. Perbedaan suhu
air pada tiap pengukuran diakibatkan oleh karena perbedaan intensitas cahaya
yang mengenai air, maupun akibat perbedaan penutupan permukaan air pada
masing-masing stasiun. Pada stasiun pertama tampak bahwa jumlah vegetasi lebih
sedikit dan proyeksi penutupan tajuk lebih sempit, namun kondisi sebaliknya
ditemukan pada stasiun kedua. Suhu berpengaruh terhadap penyebaran dan
komposisi organisme. Kisaran suhu yang baik bagi kehidupan organisme perairan
adalah antara 18-30° C. Berdasarkan hal tersebut, maka suhu perairan dilokasi
penelitian digolongkan masih baik serta dapat mendukung kehidupan organisme
yang hidup di dalamnya.
Kisaran pH pada stasiun pengamatan perairan Belawan masing-masing
adalah 4 – 6, sedangkan pada stasiun pengamatan kontrol berkisar 5-6. Nilai pH
suatu perairan menggambarkan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan
yang diukur adalah konsentrasi ion hidrogen. Dari kisaran nilai derajat keasaman
(pH) di kedua stasiun pengamatan maka hal tersebut menunjukkan bahwa ke-2
perairan tersebut bersifat asam. Hal ini disebabkan semakin ke muara sungai
semakin banyak daerah rawa yang dilewati sedimennya mengandung asam,
sehingga air yang masuk dari anak sungai ke sungai induk masih memiliki nilai
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
42
derajat keasamaan yang rendah. Namun, secara umum pengukuran nilai derajat
keasamannya berdasarkan Kepmen KLH No.51 Tahun 2004, kedua perairan
tersebut masih mendukung kehidupan organisme di sekitarnya .
Salinitas merupakan gambaran jumlah garam dalam suatu perairan.
Sebaran salinitas di air laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi
air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 1987). Kisaran salinitas
pada stasiun pengamatan perairan Belawan masing-masing adalah 5-10 ppt,
sedangkan pada stasiun pengamatan kontrol berkisar 10 ppt. Berdasarkan
pengukuran maka nilai salinitas yang lebih tinggi adalah stasiun kontrol yaitu
Desa Jaring Halus. Hal ini disebabkan desa tersebut mendapat aliran atau pasokan
air laut lebih besar daripada pasokan air tawar. Menurut Hutagalung (1991)
penurunan salinitas dan pH serta naiknya suhu menyebabkan tingkat
bioakumulasi semakin besar karena ketersediaan logam berat tersebut semakin
meningkat.
Kandungan Logam Berat Cu serta Pb dalam Air dan Sedimen
Salah satu masalah besar di dunia adalah pencemaran logam berat,
terutama karena akumulasinya pada rantai makanan dan keberadaannya di alam
serta peningkatan jumlahnya sehingga menyebabkan keracunan terhadap tanah,
udara, dan air. Menurut Darmono (1995) bahwa pencemaran suatu perairan laut
oleh unsur-unsur logam berat selain mengganggu ekosistem juga secara tidak
langsung dapat merusak perikanan dan kesehatan manusia. Hasil pengukuran
kandungan logam berat Cu dan Pb pada stasiun pertama perairan Belawan
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
43
berturut-turut berkisar 0.1198 mg/l dan 0.4522 mg/l, sedangkan pada stasiun
kedua Jaring Halus berturut-turut berkisar 0.0838 mg/l dan 0.1133 mg/l.
Logam-logam dalam lingkungan perairan umumnya berada dalam bentuk
ion. Ion-ion itu ada yang merupakan ion-ion bebas, pasangan ion organik, ion-ion
kompleks dan bentuk-bentuk ion lainnya. Kandungan logam berat Cu dan Pb pada
air lebih tinggi di stasiun perairan Belawan dibandingkan dengan stasiun Jaring
Halus. Hal ini disebabkan karena stasiun pertama berada di dekat lokasi industri,
perumahan, pelabuhan yang padat, serta dekat dengan muara Sungai Deli yang
diasumsikan sebagai tempat pembuangan akhir dari limbah-limbah industri.
Pada stasiun kedua (kontrol) kandungan logam beratnya lebih sedikit
daripada stasiun pertama karena berada jauh dari lokasi industri dan lebih sedikit
aktivitas manusia dalam menghasilkan limbah. Akan tetapi, meski stasiun kedua
jauh dari industri kandungan logam berat Cu dan Pb cukup tinggi dan menurut
Kepmen KLH N0. 51 Tahun 2004 kondisi kedua perairan tersebut telah melewati
ambang batas baku mutu untuk perairan pelabuhan. Oleh karena itu, dibutuhkan
perhatian yang lebih serius dari pihak yang terkait untuk menangulangi demi
keberlangsungan kehidupan makhluk hidup yang mendukung.
Pengukuran kandungan logam berat Cu dan Pb pada sedimen
menunjukkan rata-rata kandungan logam berat Cu dan Pb pada stasiun pertama
berturut-turut berkisar 9.0735 dan 9.9500 mg/kg, sedangkan pada stasiun kedua
berturut-turut berkisar 8.7405 dan 8.7215 mg/kg. Dari kedua stasiun diperoleh
bahwa kandungan logam Cu dan Pb lebih tinggi di dalam sedimen dibanding
dalam badan air. Hal ini terjadi sesuai dengan sifat logam itu sendiri dan berkaitan
dengan tingginya kandungan logam Cu dan Pb dalam air akan mengalami
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
44
pengendapan atau sedimentasi di dasar perairan. Selain itu, menurut Nybakken
(1992) bahwa jenis substrat dan ukurannya merupakan salah satu faktor ekologi
yang mempengaruhi kandungan bahan organik. Semakin halus tekstur substrat
semakin besar kemampuannya untuk mengikat bahan organik. Logam berat
mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar
perairan dan berikatan dengan partikel-partikel sedimen, sehingga konsentrasi
logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air (Hutagalung, 1991).
Kandungan Logam Berat Cu serta Pb Pada Akar A. marina
Umumnya tumbuhan akan menyerap unsur-unsur hara yang larut dalam air
maupun dari tanah melalui akarnya (Fitter dan Hay, 1991). Hasil pengukuran
logam berat pada stasiun pertama hutan mangrove Belawan diperoleh rata-rata
kandungan logam berat Cu di akar nafas dan akar kawat berturut-turut berkisar
12.0165 dan 14.9900 mg/kg, sedangkan rata-rata logam berat Pb di akar nafas dan
akar kawat berturut-turut berkisar 3.6675 dan 8.3510 mg/kg. Stasiun kedua
(kontrol) diperoleh rata-rata kandungan logam Cu di akar nafas dan akar kawat
berturut-turut berkisar 5.5305 dan 11.7815 mg/kg, sedangkan kandungan logam
Pb di akar nafas dan akar kawat berturut-turut berkisar 2.1770 dan 3.0425 mg/kg.
Kandungan logam berat Cu di kedua stasiun terlihat lebih tinggi daripada
kandungan logam berat Pb. Walaupun secara alami Cu dan Pb mempunyai
sumber hampir sama, yaitu akibat erosi batuan mineral, partikel di udara yang
dibawa hujan dan secara non alami akibat aktivitas manusia seperti limbah
industri. Tingginya kandungan logam berat Cu juga didukung oleh kondisi
medium disekitarnya, seperti suhu, pH dan salinitas. Di perairan Belawan
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
45
misalnya nilai suhu, pH dan salinitas sangat mendukung terjadinya peningkatan
kelarutan logam berat dibandingkan dengan desa Jaring Halus. Hal ini mendukung
pendapat Merian (1994) yang menyatakan kondisi tanah yang asam akan
meningkatkan kelarutan Cu, sedangkan pada kondisi basa Cu cenderung
dipresipitasi oleh tanah sehingga akan terlarut dan terbawa air yang
mengakibatkan defisiensi Cu pada tanaman.
Disamping itu, tingginya logam Cu berkaitan dengan mobilitas logam Cu
yang merupakan unsur esensial mikro bagi tumbuhan dan mengambarkan
kebutuhan fisiologi dari vegetasi tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hutagalung (1991) kemampuan beberapa logam berat dalam berikatan dengan
asam amino mengikuti urutan sebagai berikut : Hg > Cu > Ni > Pb > Co > Cd
maka logam yang paling besar keberadaannya dapat diserap adalah logam Cu,
kemudian disusul logam Pb. Kandungan logam Pb yang tidak esensial bagi
kehidupan tumbuhan terakumulasi lebih sedikit.
Dari analisis maka diperoleh data bahwa akar kawat lebih besar
mengandung logam berat Cu maupun Pb dibandingkan akar nafas. Hal ini wajar,
karena distribusi unsur hara dan garam-garam mineral tidak sama di setiap bagian
tumbuhan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Besarnya kandungan logam berat
di akar kawat diduga karena lebih banyak variasi dan interaksi dengan sedimen
yang telah mengandung banyak logam berat yang mengendap dibandingkan akar
nafas yang hanya berinteraksi dengan kandungan logam berat pada kolom air. Hal
ini sesuai dengan pendapat Lakitan (2001) dimana unsur hara dapat kontak
dengan permukaan akar melalui 3 cara, yakni secara difusi dalam larutan tanah,
secara pasif terbawa aliran air tanah dan karena akar kontak dengan hara tersebut
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
46
di dalam matrik tanah. Namun secara keseluruhan analisis, baik akar nafas
maupun akar kawat menyerap logam berat dengan jumlah konsentrasi berlipat
ganda jika dibandingkan konsentrasi logam pada air.
Kandungan Logam Berat Cu serta Pb Pada Daun A. marina
Menurut Soemirat (2003) proses absorpsi racun, termasuk logam berat
dapat terjadi melalui beberapa bagian tumbuhan, seperti daun bagi zat yang
lipofilik. Hasil pengukuran kandungan logam berat Cu pada daun muda di stasiun
Perairan Belawan rata-rata berkisar 6.1650 mg/kg, sedangkan pada daun tua
berkisar 8.8755 mg/kg. Rata-rata kandungan logam Pb berkisar 3.3715 mg/kg
pada daun muda dan 5.7935 mg/kg pada daun tua.
Pada stasiun Jaring Halus rata-rata kandungan logam berat Cu pada daun
muda dan daun tua berturut-turut berkisar 4.5855 mg/kg dan 5.6190 mg/kg.
Sedangkan rata-rata kandungan logam Pb berkisar 2.2100 mg/kg pada daun muda
dan 4.1190 mg/kg pada daun tua. Secara umum kandungan logam berat pada
daun, baik di stasiun perairan Belawan maupun di stasiun Jaring Halus
konsentrasi logam daun muda lebih rendah dibanding dengan daun tua. Hal ini
disebabkan oleh kemampuan daun muda di dalam mengabsorpsi suatu unsur hara
lebih rendah dari pada daun tua. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soemirat (2003,
bahwa daun yang lebih muda lebih sulit mengabsorpsi daripada daun yang sudah
tua. Selain itu, umumnya mekanisme yang terjadi pada tumbuhan adalah
mengakumulasi ion-ion yang berlebih dalam daun tua, yang akhirnya diikuti
dengan absisi daun.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
47
Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan A.marina dalam
Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb
Faktor Biokonsentrasi (BCF) adalah konsentrasi suatu senyawa yang ada
di dalam organisme percobaan dibagi dengan konsentrasi senyawa tersebut dalam
medium air satuannya [L/kg]. Melalui hasil analisis kandungan logam berat Cu
dan Pb pada masing-masing stasiun, baik Perairan Belawan maupun Jaring Halus
dapatlah dihitung biokonsentrasinya untuk melihat sejauh mana A. marina mampu
mengakumulasikan logam berat tersebut.
Dari hasil perhitungan nilai biokonsentrasi, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa kemampuan A. marina di dalam mengakumulasi logam berat Cu lebih
besar dari logam berat Pb. Dengan nilai BCF Cu 350.9766 dan 328.3591 maka
dapat dikategorikan sedang serta nilai BCF Pb 46.8454 dan 101.9285
dikategorikan rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hutagalung (1991) bahwa
logam Cu kemungkinan lebih besar untuk diserap tumbuhan karena merupakan
logam esensial bagi pertumbuhan.
Data faktor biokonsentrasi tersebut membuktikan bahwa pohon A. marina
mempunyai kecenderungan untuk menyerap dan mengakumulasi logam berat
yang terdapat dalam ekosistem habitatnya. Perbedaan konsentrasi logam berat
pada organ tumbuhan tertentu berkaitan dengan proses fisiologis tumbuhan
tersebut. Menurut Rosmarkam dan Nasih (2002) bahwa ada tiga jalan yang dapat
ditempuh oleh air dan ion-ion yang terlarut bergerak menuju sel-sel xylem dalam
akar, yaitu (1) melalui dinding sel (apoplas) epidermis dan sel-sel korteks, (2)
melalui sistem sitoplasma (simplas) yang bergerak dari sel ke sel, dan (3) melalui
sel hidup pada akar, dimana sitosol dari setiap sel membentuk suatu jalur.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
48
Brooks (1997) dalam Fuadi (2007) mengatakan akumulasi logam kedalam
akar tumbuhan melalui bantuan transpor ligand dalam membran akar, kemudian
akan membentuk transpor logam komplek yang akan menembus xylem dan terus
menuju sel daun. Setelah sampai di daun akan melewati plasmalemma, sitoplasma
dan tonoplasma untuk memasuki vakuola, di dalam vakuola transpor ligand
komplek bereaksi dengan akseptor terminal ligand untuk membentuk akseptor
komplek logam. Kemudian transpor ligand dilepas dan akseptor komplek logam
terakumulasi dalam vakuola yang tidak akan berhubungan dengan proses fisiologi
sel tumbuhan.
Pernyataan tersebut mendukung pendapat Fitter dan Hay (1991) yang
mengemukakan bahwa selain memiliki kemampuan mengakumulasi logam berat
di lingkungan pada bagian-bagian tubuhnya, A. marina juga dapat melakukan
alokasi dan menurunkan kadar toksisitas logam berat, diantaranya dengan
melemahkan efek racun melalui pengenceran (dilusi), yaitu dengan menyimpan
banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam jaringan tumbuhan
tersebut. Pengenceran dengan penyimpanan air di dalam jaringan biasanya terjadi
pada daun dan diikuti dengan terjadinya penebalan daun. Ekskresi juga
merupakan upaya yang mungkin terjadi yaitu dengan menyimpan materi toksik
logam berat di dalam jaringan tubuh yang sudah tua. Logam berat yang masuk ke
dalam jaringan akan mengalami pengikatan dan penurunan daya racun karena
diolah menjadi persenyawaan yang lebih sederhana.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
49
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar A.marina di stasiun Perairan
Belawan lebih besar daripada di stasiun Desa Jaring Halus (kontrol) yakni
berturut turut berkisar 12.0165 – 14.9900 mg/kg dan 6.1650 – 8.8755
dibanding 5.5305 – 11.7815 mg/kg dan 4.5855 – 5.6190 mg/kg.
2. Kemampuan A. marina dalam mengakumulasi logam berat Cu
dikategorikan pada tingkat sedang, sedangkan pada logam berat Pb
dikategorikan rendah.
3. A. marina dapat berperan mengurangi konsentrasi logam berat Cu dan Pb
di Perairan Belawan dan Jaring Halus dari perbandingan pelipatgandaan
konsentrasi logam yang diserap oleh vegetasi dengan konsentrasi air.
Saran
A. marina berperan dalam mengurangi konsentrasi logam berat Cu dan Pb
dalam sedimen dan air. Namun demikian, data yang diperoleh merupakan hasil
dari satu kali sampling, sehingga hanya menggambarkan kadar logam berat pada
saat sampling dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan
dengan pengambilan sampling secara periodik.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
50
DAFTAR PUSTAKA
Amin, B. 1999. Akumulasi dan Distribusi Logam Berat Pb dan Cu Pada Mangrove (Avicennia marina) di Perairan Pantai Dumai, Riau. http : /www.unri.ac.id/jurnal/jurnal_natur vol 4(1)/Bintal.pdf (28 April 2008).
Arief, A. 2003. Hutan Mangrove, Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta. Arisandi, P. 2002. Bioakumulasi Logam Berat Dalam Pohon Bakau (Rhizopora
mucronata) dan Pohon Api-api (Avicennia marina). http: //ecoton.terranet.or.id/tulisan lengkap.php?id=1345 (16 April 2008).
Babich, H dan G. Stotzky. 1978. Effects of Cadmium On The Biota : Influences
of Enviromental Factors. Edv. Appl. Microbiol. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Utara
(BAPEDALDASU). 2007. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2007. http : /www.bapedaldasu.go.id
Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI-Press. Jakarta. -----------. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungannya Dengan
Toksikologi Senyawa Logam. UI-Press. Jakarta. Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
(P2SDKP). 2005. Pengawasan dan Pengendalian Pencemaran Perairan Bulan Oktober 2005. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. http : /www.dkp.go.id (5 Mei 2008).
Fitter, A.H dan Hay, R.K.M,. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta. Fuadi, 2007. Adaptasi Tumbuhan Terhadap Pencemaran Logam Berat. http :
//lets-belajar.blogspot.com (8 September 2008). Hutagalung. H.P. 1991. Pencemaran Laut Oleh Logam Berat. Puslitbang
Oseanologi. Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. LIPI. Jakarta.
Idris, I. 2001. Kebijakan Pengelolaan Pesisir Terpadu Di Indonesia. Pusat Riset
Teknologi Kelautan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Klein, D.A dan J.S. Thayer. 1995. Interactions Between Soil Microbial
Community and Organometallic Compaunds. MArcell Dekker, Inc. New York and Basel.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
51
Lakitan, B. 2001. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Luncang. 2005. Ekosistem Wilayah Pesisir. Lintas Konservasi. http
://mailto[project email].com (8 Agustus 2008) Mastaller, M. 1996. Destruction of Mangrove Wetlands – Causes and
Consequences. A Biannual Collection Titled Natural Resources and Development _ Focus; Mangrove Forest. Institute for Scientific Cooperation. Tobingen.
Merian, E. 1994. Toxic Metal In The Environment. VCH Verlagsgeselischatt
mbH. Weinheim. Moore, W.G. 1977. A Dictionary of Geography. Penguin Book. Hardmonds
Worth. Mukhtasar. 2007. Pencemaran Lingkungan dan Alam. Pradnya Paramita. Jakarta. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia,
Jakarta. Penerjemah : Eidman dkk. Rosmarkam, A dan Nasih, W.Y. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta. Saeni. 1997. Penentuan Tingkat Pencemaran Logam Berat Dengan Analisis
Rambut. Orasi Ilmiah. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor.
Soemirat, J. 2003. Toksikologi Lingkungan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. Soerianegara, I dan Indrawan, 1982. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen
Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Suharto, 2005. Dampak Pencemaran Logam Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan
Masyarakat. Majalah Kesehatan Indonesia No. 165/Nty. UNAir-SURABAYA. http : /www.pdpersi.co.id (5 Mei 2008).
Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001.
Gramedia. Jakarta. Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Tarmedi, U. 1996. Kandungan Logam Berat (Pb dan Cd) Pada Tegakan Pidada
(Sonneratia alba) di Hutan Mangrove Cagar Alam Muara Angke DKI
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
52
Jakarta. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan – Institut Pertanian Bogor.
Thomlinson, P.B. 1986. The botany of mangroves. Cambridge University Press.
London. Vogel. 1994. Qualitative Inorganik Analysis. Departement of Chemistry Queens
University. Belfast, N. Ireland. Walsh, G.E. 1974. Mangrove; a review. In : Ecology of Halophytes pp. New
York. Academic Press. Wardhana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi). Andi.
Yogyakarta. Wikipedia. 2008. Avicennia. http : //id.wikipedia.org/wiki/Api-api (7 Mei 2008). Wild, A. 1995. Soils and The Environment : An Introduction. Cambridge
University Press. Great Britain. Yudhanegara, R.A. 2005. Penyerapan Unsur Logam Berat Pb dan Hg Oleh Eceng
Gondok [Eichhornia crassipes (Mart.) Solms] dan Kiapu (Pistia stratiotes Linn). Skripsi Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan IPB. Bogor.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
53
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
54
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
55
Lampiran 2
BAKU MUTU AIR LAUT UNTUK BIOTA LAUT Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 No Parameter Satuan Baku mutu FISIKA 1 Kecerahana m coral: >5
mangrove: - lamun: >3
2 Kebauan - Alami3 3 Kekeruhana NTU <5 4 Padatan tersuspensi totalb mg/l coral: 20
mangrove: 80 lamun: 20
5 Sampah - Nihil 1(4) 6 Suhuc 0C alami3(c)
coral: 28-30(c) mangrove: 28-32 (c) lamun: 28-30(c)
7 Lapisan minyak5 - Nihil 1(5) KIMIA 1 pHd - 7 – 8,5 (d) 2 Salinitase 0/00 alami3(e)
coral: 33-34(e) mangrove: s/d 34 (e) lamun: 33-34(e)
3 Oksigen terlarut (DO) mg/l >5 4 BOD5 mg/l 20 5 Ammonia total (NH3-N) mg/l 0,3 6 Fosfat (PO4-P) mg/l 0,015 7 Nitrat (NO3-N) mg/l 0,008 8 Sianida (CN-) mg/l 0,5 9 Sulfida (H2S) mg/l 0,01 10 PAH (Poliaromatik hidrokarbon) mg/l 0,003 11 Senyawa Fenol total mg/l 0,002 12 PCB total (poliklor bifenil) µg/l 0,01 13 Surfaktan (deterjen) mg/l MBAS 1 14 Minyak dan Lemak mg/l 1 15 Pestisidaf µg/l 0,01 16 TBT (tributil tin)7 µg/l 0,01 Logam Terlarut 17 Raksa (Hg) mg/l 0,001 18 Kromium heksavalen (Cr(VI)) mg/l 0,005 19 Arsen (As) mg/l 0,012
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
56
20 Kadmium (Cd) mg/l 0,001 21 Tembaga (Cu) mg/l 0,008 22 Timbal (Pb) mg/l 0,008 23 Seng (Zn) mg/l 0,05 24 Nikel (Ni) mg/l 0,05 BIOLOGI 1 Coliform (total)g MPN/100 ml 1000g 2 Patogen sel/100 ml Nihil1 3 Plankton sel/100 ml Tidak bloom6 RADIO NUKLIDA 1 Komposisi yang tidak diketahui Bq/l 4
Catatan: 1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan) 2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional. 3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim). 4. Pengamatan oleh manusia (visual ). 5. Pengamatan oleh manusia (visual ). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin layer ) dengan ketebalan 0,01mm 6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi oleh nutrien, cahaya, suhu, kecepatan arus, dan kestabilan plankton itu sendiri. 7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata2 musiman c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman f. Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman
Menteri Negara Lingkungan Hidup,
ttd
Nabiel Makarim, MPA., MSM. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, Hoetomo, MPA.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
57
Lampiran 3 Baku mutu sedimen
Baku mutu logam berat di dalam lumpur atau sedimen di Indonesia belum ditetapkan,
sehingga sebagai acuan digunakan baku mutu yang dikeluarkan oleh IADC/CEDA (1997)
mengenai kandungan logam yang dapat ditoleransi keberadaannya dalam sedimen
berdasarkan standar kualitas Belanda, seperti dapat dilihat pada tabel berikut :
Logam Berat Level Target
Level Limit
Level Tes Level Intervensi
Level Bahaya
Cadmium (Cd)
0.8 2 7.5 12 30
Timbal (Pb)
85 530 530 530 1000
Merkuri (Hg)
0.3 0.5 1.6 10 15
Sumber: IADC/CEDA (1997) Keterangan : a. Level target. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki nilai yang
lebih kecil dari nilai level target, maka substansi yang ada pada sedimen tidak terlalu
berbahaya bagi lingkungan.
b. Level limit. Jika konsentrasi kontaminan yang ada di sedimen memiliki nilai maksimum
yang dapat ditolerir bagi kesehatan manusia maupun ekosistem.
c. Level tes. Jika konsentrasi kontaminan yang ada di sedimen berada pada kisaran nilai
antara level limit dan level tes, maka dikategorikan sebagai tercemar ringan.
d. Level intervensi. Jika konsentrasi kontaminan yang ada di sedimen berada pada kisaran
nilai antara level tes dan level intervensi, maka dikategorikan sebagai tercemar sedang.
e. Level bahaya. Jika konsentrasi kontaminan berada pada nilai yang lebih besar dari baku
mutu level bahaya maka harus dengan segera dilakukan pembersihan sedimen.
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009
58
Lampiran 4 Profile Hutan Mangrove di Desa Kampung Nelayan, Belawan Profile Hutan Mangrove di Desa Jaring Halus, Kabupaten Langkat Beberapa kegiatan pengukuran, seperti (a) Pengukuran Diameter dan (b) Pengukuran Salinitas (a) (b)
Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009