REAKSI HIDROGENASI GASOLIN DENGAN KATALIS Ni

download REAKSI HIDROGENASI GASOLIN DENGAN KATALIS Ni

of 41

description

REAKSI HIDROGENASI GASOLIN DENGAN KATALIS Ni

Transcript of REAKSI HIDROGENASI GASOLIN DENGAN KATALIS Ni

STUDI KIMIA ANTARMUKA PADA REAKSI HIDROGENASI GASOLIN DENGAN KATALIS Ni/ Al2O3

Bayu Ardiansah *)*Mahasiswa S1 Departemen Kimia FMIPA UISemester 5, Angkatan 2010

OLIMPIADE SAINS NASIONAL PERTAMINA 2012

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangBeberapa kendala sering dijumpai dalam industri petroleum, yaitu dalam pengolahan gasolin.Kualitas gasolin direpresentasikan oleh nilai oktan yang dimiliki.Kebanyakan BBM memiliki nilai oktan yang berada di bawah standar kelayakan yang ditetapkan untuk suatu bahan bakar pada kelasnya.Nilai oktan yang rendah ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah terdapatnya senyawa organosulfur. Selain itu,gasolinakanmemiliki kualitas yang buruk karena adanya senyawa penyusun gasolin yang tidak stabil, yaitu olefin diolefin, dan stirena. Senyawa tersebut bersifat tidak stabil karena mudah berpolimerisasi membentuk gum atau damar. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu ilmu yang dapat diaplikasikan untuk mengatasi masalah di atas dan berguna dalam pengembangan energi.Ilmu kimia antarmuka merupakan ilmu yang menjelaskan model penting dari reaksi antarmuka termasuk adsorpsi dan desorpsi. Kimia antarmuka mampu menjelaskan fenomena antarmuka pada katalis heterogen dimana dapat dimanfaatkan dalam peningkatan peningkatan mutugasolin melalui reaksi hidrogenasi. Kimia antarmuka dapat menjelaskan laju adsorpsi desorpsi, mekanisme serta kinetika reaksi yang terjadi pada permukaan katalis.Dari pemaparan di atas, ilmu kimia antarmuka sangat diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan di atas dan dapat diaplikasikan untuk pengembangan energi.

1.2 Tujuan PenulisanTujuan yang ingin dicapai dari pembahasan dalam artikel ilmiah ini adalah1. Mengetahui definisi dan ruang lingkup kimia antarmuka2. Mengetahui beberapa fenomena kimia yang terjadi di daerah antarmuka3. Mengetahui peran kimia antarmuka dalam bidang katalis (katalis heterogen)4. Mengetahui aplikasi kimia antarmuka dalam bidang katalis heterogen untuk pengembangan energi.5. Mengetahui profil permukaan dan modifikasi katalis Ni untuk reaksi hidrogenasi gasolin.6. Mengetahui mekanisme reaksi, adsorpsi desorpsi, kinetika reaksi, dan dinamika molekul pada reaksi hidrogenasi gasolin dengan katalis Ni/ Al2O3.

1.3 Rumusan Masalah1. Apa yang dimaksud dengan kimia antarmuka?2. Apa saja fenomena yang terjadi pada daerah antarmuka?3. Bagaimana peran dan aplikasi kimia antarmuka dalam bidang katalis heterogen untuk pengembangan energi? 4. Bagaimana modifikasi yang dilakukan pada katalis Ni untuk meningkatkan kemampuan katalisis hidrogenasinya?5. Bagaimana mekanisme reaksi, adsorpsi desorpsi, kinetika reaksi, dan dinamika molekul pada reaksi hidrogenasi gasolin menggunakan katalis Ni/ Al2O3?

1.4 Metode PenulisanMetode penulisan artikel ilmiah ini adalah dengan studi literatur dari berbagai jurnal internasional dan nasional, serta penelusuran melalui website yang berhubungan dengan topik yang dibahas. Penelusuran website dilakukan berdasarkan istilah-istilah yang berkaitan dengan topik serta kata kunci sebagai alat bantu dalam penelusuran teori konsep yang ingin diketahui penulis. Penulis menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Penulis pun menggunakan istilah-istilah yang berkaitan dengan ilmu kimia dan fisika untuk membahas masalah sesuai dengan topik yang diberikan. Pendekatan metode penulisan makalah didasarkan pada teori-teori analisis dan berdasarkan asumsi-asumsi yang dikemukakan.Asumsi-asumsi ini didapat berdasarkan teori yang telah diketahui penulis.

1.5 Sistematika PenulisanSistematika penulisan artikel ilmiah ini dibuat ke dalam 5 bab yaitu Bab I : Pendahuluan; Bab II : Kajian Pustaka; Bab III : Pembahasan; Bab IV : Kesimpulan; dan Bab V : Daftar Pustaka. Pada masing masing bab akan ada sub-sub bab yang menjelaskan secara terperinci mengenai topik yang dibahas.

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Fenomena padaKimia Antarmuka2.1.1 Pengertian Kimia AntarmukaKimia antarmuka didefinisikan sebagai reaksi atau fenomena kimia yang terjadi pada sistem antara dua fasa, misalnya antarmuka cair-cair, cair-gas, dan padat-gas.Fenomena yang terjadi pada antarmuka dapat meliputi proses adsorpsi, desorpsi, tegangan antarmuka dan energi yang menyertainya.

2.1.2 Tegangan Permukaan/ AntarmukaMolekul yang berada di bagian dalam cairan atau padatan mengalami gaya tarik-menarik dari molekul lain pada setiap sisi/ saamping, tetapi molekul pada permukaan tidak menerima gaya serupa dari arah atmosfer. Hal ini menyebabkan molekul yang berada pada permukaan memiliki energi yang lebih tinggi karena kekurangan gaya pada satu sisinya (resultan gaya tidak sama dengan nol). Nilai energi bebas yang lebih besar pada permukaan, maka sistem akan memiliki kecondongan alami untuk menurunkan luas permukaan sebanyak-banyaknya. Molekul pada antarmuka mempunyai kontak dengan molekul lainnya dan menerima gaya tarik dengan kekuatan berbeda dari molekul-molekul yang berada dalam masing-masing fasa. Jadi tegangan antarmuka terjadi karena molekul pada antarmuka mempunyai energi yang lebih besar dibanding dengan molekul dalam masing-masing fasa.Tegangan permukaan diasumsikan sesuai dengan jumlah gaya kohesi yang bekerja antar molekul pada permukaan. Zat yang memiliki gaya kohesi lebih besar akan mempunyai tegangan permukaan lebih tinggi. Oleh karena gaya kohesi padatan secara umum lebih besar daripada cairan, tegangan permukaan (energi bebas permukaan) padatan juga lebih besar.

Gambar 1 : Perbedaan resultan gaya molekul di antarmuka

2.1.3Proses dan Kinetika AdsorpsiAdsorpsi adalah peristiwa penyerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa, dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorpsi.Materi atau partikel yang diadsorpsi disebut adsorbat, sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pengadsorpsi disebut adsorben.Adsorpsi reaktan pada situs aktif katalis akan melepaskan energi dalam bentuk panas, sehingga akan mempermudah molekul reaktan melewati energi aktivasi. Panas yang dilepaskan pada proses adsorpsi berkaitan dengan kekuatan adsorpsi reaktan pada permukaan katalis. Kekuatan adsorpsi reaktan pada permukaan katalis sangat menentukan aktivitas katalis tersebut. Jika adsorpsi yang terjadi sangat lemah, energi yang dilepaskan juga kecil, sehingga hanya sebagian kecil fraksi permukaan yang ditempati oleh reaktan, dan pada akhirnya reaksi berjalan dengan lambat (Gasser, 1985).Adsorpsi terjadi karena adanya interaksi gaya permukaan padatan dengan molekul - molekul adsorbat. Energi adsorpsi yang dihasilkan bergantung pada tipe adsorpsi yang terjadi.Energi adsorpsi yang dihasilkan bergantung pada adsorpsi yang terjadi. Tipe adsorpsi ini merupakan fungsi logam dan fungsi pereaksi.Adsorpsi molekul pada permukaan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi kimia dan adsorpsi fisika.Adsorpsi kimia terjadi karena adanya interaksi tumpang tindih orbital molekul di permukaan padatan dengan molekul adsorbat. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan ireversibel, sehingga melibatkan gayayang jauh lebih besar daripada adsorpsi fisika.Menurut Langmuir, molekul teradsorpsi ditahan pada permukaan oleh gaya valensi yang tipenya sama dengan yang terjadi antara atom-atom dalam molekul. Adanya ikatan kimia pada permukaan adsorbenmenyebabkan terbentuknya suatu lapisan atau layer, dimana akan menghambat proses penyerapan selanjutnya oleh batuan adsorben sehingga efektifitasnya berkurang.Sedangkan pada adsorpsi fisika, ikatan yang terjadi adalah ikatan van der Waals yang lemah. Adsorpsi fisika bersifat reversibel, sehingga semua molekul gas yang teradsorpsi secara fisik akan dilepaskan kembali dengan menaikkan temperatur atau menurunkan tekanan. Laju adsorpsi ditentukan oleh laju tibanya molekul pada permukaan dan proporsi datang yang mengalami adsorpsi.Laju adsorpsi, Rads, dari suatu molekul pada permukaan dapat digambarkan sebagai :Rads = k Cxdimana, x = orde kinetikk = tetapan lajuC = konsentrasi fasa gas

2.1.4 Proses dan Kinetika DesorpsiDesorpsi adalah proses pelepasan kembali ion/molekul yang telah berikatan dengan gugus aktif pada adsorben. Laju desorpsi adsorbat (Rdes) dari substrat dapat dituliskan sebagai :Rdes = k Nxdimana, x = orde desorpsik = tetapan laju desorpsiN = konsentrasi spesies permukaan

2.1.5 Isoterm Adsorpsi

2.1.5.1 Isoterm LangmuirLangmuir menurunkan teori isoterm adsorpsi dengan menggunakan model sederhana berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada permukaannya. Pendekatan Langmuir meliputi lima asumsi mutlak, yaitu 1. Gas yang teradsorpsi berkelakuan ideal dalam fasa uap2. Gas yang teradsorpsi dibatasi sampai lapisan monolayer3. Permukaan adsorbat homogen, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan untuk molekul gas sama4. Tidak ada antaraksi lateral antar molekul adsorbat5. Molekul gas yang teradsorpsi terlokalisasi, artinya mereka tidak bergerak pada permukaan.

Gambar 2 : Model Isoterm Adsorpsi Langmuir.

Perumusan model adsorpsi Langmuir adalah = + dimana : qm = kapasitas adsorpsi; qe = jumlah zat teradsorpsi per satuan massa adsorben; dan Ce = konsentrasi sisa.

2.1.5.2 Isoterm FreundlichAdsorpsi zat terlarut (dari suatu larutan) pada padatan adsorben merupakan hal yang penting. Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain penghilangan warna larutan (decolorizing) dengan menggunakan batu apung dan proses pemisahan dengan menggunakan teknik kromatografi.Log qe = log Kf + (1/n) log Ce dimana : Kf = kapasitas adsorpsi.2.1.5.3 Isoterm BETTeori isoterm adsorpsi BET merupakan hasil kerja dari S. Brunauer, P.H. Emmet, dan E. Teller. Teori ini menganggap bahwa adsorpsi juga dapat terjadi di atas lapisan adsorbat monolayer. Sehingga, isoterm adsorpsi BET dapat diaplikasikan untuk adsorpsi multilayer. Keseluruhan proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai penempelan molekul membentuk lapisan multilayer.

Gambar 3 : Model adsorpsi BET

Pada pendekatan ini, perbandingan kekuatan ikatan pada permukaan adsorben dan pada lapisan adsorbat monolayer didefinisikan sebagai konstanta c. Lapisan adsorbat akan terbentuk sampai tekanan uapnya mendekati tekanan uap dari gas yang teradsorpsi. Pada tahap ini, permukaan dapat dikatakan basah (wet). Bila V menyatakan volume gas teradsorpsi, Vm menyatakan volume gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan monolayer, dan x adalah P/P*, maka isoterm adsorpsi BET dapat dinyatakan sebagai

Kesetimbangan antara fasa gas dan senyawa yang teradsorpsi dapat dibandingkan dengan kesetimbangan antara fasa gas dan cairan dari suatu senyawa. Dengan menggunakan analogi persamaan Clausius Clapeyron, maka

dimana Hads adalah entalpi adsorpsi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tekanan kesetimbangan dari gas teradsorpsi bergantung pada permukaan dan entalpi adsorpsi.

2.2 Gasolin

2.2.1 Pengertian dan Komposisi Gasolin

Gasolinadalah fraksi minyak bumi yang paling komersial, banyak diproduksi dan digunakan sebab gasolin berfungsi sebagai bahan bakar kendaraan yang menjadi alat transportasi manusia sehari- hari. Komponen utama gasolinberupa campuran isomer- isomer heptana dan oktana. Terdapat juga dalam jumlah tertentu senyawa aromatik (misalnya toluena dan xilena), senyawa olefin, diolefin dan sikloalkana. Pembakaran gasolin oleh gas oksigen dari udara akan menghasilkan energi yang berfungsi menjalankan mesin kendaraan. Efisiensi energi yang tinggi dan komponen gasolin yang rantai karbonnya banyak bercabang. Adapun komponen gasolin yang rantainya lurus atau sedikit bercabang akan menghasilkan energi yang kurang efisien, artinya energi banyak terbuang dalam bentuk panas bukan sebagai kerja untuk menggerakkan mesin.Gasolin adalah cairan yang mudah disimpan, dipindahkan dan alirannya mudah dikontrol, selain itu juga bensin mempunyai sifat mudah menguap, mudah menyala dan terbakar. Di dalam pemakaiannya dalam motor pembakar, bensin cair ini terlebih dahulu harus diubah bentuk menjadi uap atau kabut agar mudah terbakar.

2.2.2 Sifat Umum Gasolin

Sifat umum yang diinginkan dari gasolin adalah pembakaran yang tepat dimana pembakaran dimulai dari busi merambat lancar ke seluruh ruang pembakaran. Bahan bakar ini terdiri dari bahan yang tidak mudah menimbulkan ketukan di dalam mesin. Sifat - sifat lain yang diperlukan adalah tidak berbau, tidak bersifat korosif terhadap logam yang dipakai bahan untuk membuat mesin dan perlengkapannya, tidak mudah menguap dan tidak terlalu sukar menguap. Semua sifat - sifat ini harus memenuhi persyaratan spesifikasi :

2.2.2.1 Sifat pengetukan (Knocking)

Pengetukan pada mesin timbul karena terjadi pembakaran abnormal, dimana bahan bakar terbakar sendiri sebelum waktunya di d alam ruang pembakaran. Pengetesan itu sendiri adalah suatu yang timbul dari logam yang mengakibatkan kerugian tenaga dan getaran mesin yang akibatnya lebih lanjut seperti melubangi piston. Campuran isooktana dan n- heptana dalam persen volum dipakai sebagai campuran pembanding terhadap sifat pengetukan. Isooktana murni (100%) dinyatakan mempunyai angka oktan 100 dan 100% n - heptana bernilai oktan 0 (nol). Sifat pengetukan ini diuji pada mesin CFR F - 1 makin tinggi kualitas anti ketukan bensin maka semakin tinggi kemampuan gasolin untuk menahan terjadinya ketukan dan semakin tinggi pada daya maksimum yang dihasilkan.Penambahan TEL (Tetra Ethyl Lead) adalah bahan anti ketuk yang umum dipakai, tetapi akan mengakibatkan umur pemakaian besi yang lebih pendek dan menghasilkan deposit yang merugikan. Disamping itu menimbulkan gas buang yang sangat berbahaya karena merupakan racun bagi manusia. Penyebab terjadinya knocking adalah: a. Pembanding komposisi yang terlalu tinggi sehingga suhu dan tekanan dan campuran udaracukup tinggi untuk menyala dengan sendiri. b. Kualitas bahan bakar, angka oktan yang rendah cenderung akan meningkatkan terjadinya knocking. Untuk auto mobil digunakan bahan bakar bensin dengan angka oktan 89 93. c. Pembakaran tidak sempurna dan bentuk ruang bakar. Ruang bakar yang kompak lebih disukai, ruang bakar yang datar dan lebar pada motor pembakaran dan katup sisa penyulingan spontan cenderung meningkatkan terjadinya knocking karena penyebaran api memerlukan waktu. d. Pada motor dengan motor pengingin udara cenderung terjadi knocking dibandingkan motor pendingin air, karena pendinginan udara kurang baik. e. Pada kecepatan rendah dan beban berat knocking cenderung akan terjadi karena suhu menjadi tinggi dan gas tidak cukup berputar dan bergerak.

2.2.2.2 Sifat Kestabilan

Gum atau Resin yang terkandung dalam gasolin akan menghasilkan deposit pada karburator dan pipa bahan bakar yang akan mengakibatkan tersumbatnya aliran bahan bakar. Pembentukan gum disebabkan oleh gasolin yang mengandung olefin- olefin yang dihasilkan dari katalitik, proses membentuk polimer yang panjang.

2.2.2.3 Sifat Korosi

Senyawa sulfur adalah senyawa yang tidak diinginkan yang terkandung dalam gasolin. Sulfur bebas dan senyawa sulfur bila terbakar membentuk sulfur dioksida yang bereaksi dengan air yang dihasilkan dari pembakaran membentuk asam sulfit yang sedikit dengan sedikit oksida membentuk asam sulfat. Kedua asam tersebut bersifat korosi terhadap logam. Total sulfur ditentukan dengan cara lampu ASTM D- 1266 yaitu dengan membakar sejumlah tertentu gasolin di dalam lampu khusus, oksida sulfur diubah menjadi asam sulfat, kemudian jumlah asam sulfat ditentukan dengan cara titrasi atau grafimetri. Sifat korosi dari bahan korosif yang terkandung di dalam gasolin dapat diuji dengan corrosion copper strip dimana sebuah lempeng tembaga yang sudah dibersihkan direndam di dalam gasolin pada suhu dan waktu tertentu. Perubahan warna tembaga memberikan indikasi sifat korosi.

2.3 Katalis

2.3.1 Pengertian Katalis

Katalis adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi untuk mempercepat laju reaksi. Katalis ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.

2.3.2 Penggolongan KatalisBerdasarkan fasa katalis dan reaktan, katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama yaitu katalis homogen dan heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang fasenya sama dengan fase reaktan. Sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan fase reaktan. Pada tinjauan kimia antarmuka ini, hanya akan dibahas mengenai katalis heterogen yang berkaitan dengan adsorpsi dan desorpsi.

2.3.3 Mekanisme Katalis HeterogenKatalisis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya. Contoh sederhana katalisis heterogen adalah katalis menyediakan suatu permukaan dimana pereaksi-pereaksi untuk sementara terjerap. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sehingga memadai terbentuknya produk baru. Ikatan antara produk baru dan katalis lebih lemah sehingga akhirnya terlepas.Mekanisme katalisis heterogen :1. Difusi molekul-molekul pereaksi menuju permukaan 1. Adsorpsi molekul-molekul pereaksi pada permukaan 1. Reaksi pada permukaan 1. Desorpsi hasil dari permukaan 1. Difusi hasil dari permukaan menuju badan sistem Reaksi gas pada permukaan logam (katalisis heterogen) memiliki banyak peranan penting diantaranya reaksi hidrogenasi olefin yang dilakukan pada permukaan logam Nikel untuk meningkatkan mutu bahan bakar fosil. Selain itu pada katalitik converter dimana terjadi reaksi antara gas CO dan NO pada permukaan logam Platina atau Rhodium untuk menghasilkan gas yang lebih aman.Dua macam mekanisme reaksi katalis heterogen yang paling dikenal adalah mekanisme Eley-Rideal dan Langmuir -Hinshelwood.Mekanisme Eley Rideal-Salah satu reaktan diadsoprsi oleh permukaan katalis.-Reaktan yang lain berada dekat diatas permukaan katalis (walaupun tidak diadsorpsi), kemudian berinteraksi dengan atom-atom reaktan yang diadsorp di permukaan katalis.- Molekul produk terbentuk dan terjadi desoprsi.

Gambar 4 : mekanisme adsorpsi desorpsi Eley - RidealMekanisme Langmuir Hinshelwood- Kedua reaktan diadsoprsi ke permukaan katalis.-Kedua reaktan ini berdifusi melalui permukaan, dan berinteraksi satu sama lain. -Molekul produk terbentuk dan terjadi desorpsi.

Gambar 5 : mekanisme adsorpsi desorpsi Langmuir Hinshelwood

2.4 Karakterisasi dan Penggambaran Material Permukaan2.4.1 Mikroskop Elektron2.4.1.1 Scanning Electron Microscopy (SEM)Scanning Electron Microscopy adalah suatu mikroskop elektron yang menerapkan prinsip difraksi elektron dimana prinsip kerjanya sama dengan mikroskop optik. Sebagai pengganti sumber cahaya digunakan suatu sumber elektron yang dapat menembakkan elektron berenergi tinggi. SEM dapat menampilkan hasil gambar dari suatu permukaan yang dianalisis dengan pembesaran yang cukup tinggi serta kedalaman medan yang baik. Hasil ditampilkan secara tiga dimensi dengan sangat detail.Cara kerja SEM :- Sampel yang telah bersifat konduktif diletakkan dalam suatu kolom hampa dalam mikroskop elektron.- Setelah udara yang ada dipompa keluar dari kolom, kemudian sebuah pemicu elektron memancarkan suatu sinar dari elektron berenergi tinggi.- Sinar elektron ini berjalan turun melewati suatu lensa magnetic yang didesain untuk memfokuskan elektron pada suatu tempat yang paling tepat.- Sinar elektron yang terfokus ini digerakkan ke seluruh permukaan sampel dengan mengunakan deflection coil. Sinar elektron ini mengenai setiap permukaan sampel sehingga elektron sekunder yang dihantam akan terlepas dari permukaan sampel.- Suatu detector kemudian mengumpulkan elektron-elektron sekunder tersebut dan mengubahnya menjadi suatu sinyal yang akan dibaca pada komputer. Hasil gambar yang terbentuk ini disusun dari sejumlah elektron sekunder yang dipancarkan dari permukaan sampel tersebut.

Gambar 6 : bagan instrumentasi SEMContoh aplikasi/ penggunaan dari SEM salah satunya adalah untuk mengamati nanosphere pada proses pembentukan CNT.

Gambar 7 : Nanosphere yang terbentuk pada proses pembuatan CNT

2.4.1.2 Scanning Auger Microscopy (SAM)Scanning Auger Microscopy digunakan untuk menganalisis komposisi unsur pada permukaan dengan resolusi pemisahan yang sangat tinggi (15-20 cm). Instrumentasi SAM terdiri dari kolom scanning microscope Ultra High Vacuum (UHV) yang dikombinasikan dengan energi analyser dimana biasa digunakan cylindrical mirror analyser.Beberapa kegunaan dari Scanning Auger Microscopy adalah :- Analisis permukaan semua unsure kecuali H dan He- Mempelajari kerusakan pada permukaan logam- Mempelajari katalis dan analisis material berukuran kecil- Mengetahui kehadiran unsur atau molekul yang tidak diinginkan

Gambar 8: Bagan prinsip kerja SAM

2.4.2 Spektroskopi2.4.2.1 X-Ray Photoelectron Spectroscopy (XPS)X-Ray Photoelectron Spectroscopy adalah sebuah instrumen yang digunakan untuk menyelidiki komposisi kimiawi permukaan, formula empiris dan keadaan elektronik. XPS bekerja berdasarkan prinsip fotoelektrik yang ditemukan oleh Einstein. Instrumen XPS mengukur energi kinetik oleh elektron yang lepas setelah dikenai radiasi.

Gambar 9 : efek Fotoelektrik Gambar 10 : bagan instrumentasi XPSSpektroskopi photoelektron induksi oleh sinar X dikembangkan sejak tahun 1950-an oleh kelompok Siegbahn. Teknik ini didasari oleh adanya pemisahan beresolusi tinggi dari energi ikatan elektron pada tingkat inti yang diemisikan oleh efek fotoelektrik yang berasal dari iradiasi sinar X. Secara sederhana prinsip kerja XPS dapat dijelaskan seperti pada gambar. Sumber foton yang berasal dari radiasi sinarX, dilewatkan pada sampel. Elektron yang berada pada tingkat dekat inti atau kulit bagian dalam akan diemisikan keluar, yang ditangkap oleh penganalisa dan dideteksi dalam bentuk energi ikatan elektron pada tingkat inti. Energi ikatan elektron tingkat lebih dalam/ dekat inti oleh interface/software akan ditampilkan dalam bentuk spektrum energi ikatan terhadap intensitas, yang akhirnya dapat diinterpretasikan sebagai kehadiran molekul atau atom tertentu.Sumber sinar biasanya merupakan hasil iradiasi logam alumunium atau magnesium. Penggunaan sumber sinar alumunium menghasilkan sinar dengan panjang gelombang 1450 nm, sedangkan sinar X yang dihasilkan oleh sumber sinar magnesium menghasilkan 1250 nm. Masing- masing sumber sinar ini karakterisik , sehingga diperlukan pemilihan sumber sinar yang tepat untuk menghasilkan karakter analisis yang diharapkan.

Gambar 11 : Prinsip kerja XPS

2.4.2.2 Ultraviolet Photoelectron Spectroscopy (UPS)Ultraviolet Photoelectron Spectroscopy secara prinsip sama dengan X-Ray Photoelectron Spectroscopy. Perbedaannya adalah nergy radiasi foton yang diberikan kepada sampel. Ketika energi foton radiasi lebih kecil dari 100 eV maka teknik yang digunakan disebut UPS, namun jikaenergi foton radiasi lebih besar dari 100 eV disebut XPS.

Gambar 12 : Prinsip kerja UPS

2.4.2.3 Spektroskopi RamanSpektroskopi Raman adalah metode penentuan senyawa berdasarkan gerakan molekul, yang dinamakan vibrasi molekul. Senyawa yang terukur pada Raman Spektrometer adalah senyawa yang mengalami perubahan polarisasi karena vibrasi. Spektroskopi ini berhubungan dengan hamburan foton sampel bila disinari dengan laser. Spektroskopi Raman dapat digunakan untuk tujuan analisis kualitatif dan kuantitatif serta sampel dapat berupa fasa padatan, cairan, dan gas.Prinsip Spektroskopi Raman :-Apabila sinar laser mengenai sampel, foton akan diabsorpsi oleh sampel kemudian dihamburkan.-Secara umum, hamburan foton memiliki panjang gelombang yang sama dengan panjang gelombang foton yang datang, dikenal dengan hamburan Rayleigh. Tetapi, ada fraksi kecil dari hamburan bergeser ke panjang gelombang yang berbeda. Pergeseran panjang gelombang ini dinamakan efek Raman.-Kebanyakan foton hamburan Raman bergeser ke panjang gelombang yang lebih besar (Stokes shift) dan sebagian kecil bergeser ke panjang gelombang yang lebih kecil (anti-stokes shift)-Pada Raman Spektroskopi yang digunakan adalah stokes shift karena probabilitasnya lebih besar.-Dalam hamburan Rayleigh, elektron kembali ke level energi yang sama.- Hamburan Raman stokes terjadi apabila energi akhir lebih besar dari energi awal, sedangkan hamburan Raman anti-stokes terjadi apabila energi akhir lebih kecil dari energi awal.

Gambar 13: diagram level energi yang menunjukkan keadaan elektronik Raman

Gambar 14: model instrumentasi Spektrometer Raman

2.4.3 X Ray Diffraction (XRD)XRD atau X-Ray Diffraction merupakan salah satu alat yang dimanfaatkan untuk karakterisasi material. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Dasar dari prinsip pendifraksian sinar X yaitu difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg: n. = 2.d.sin ; n = 1,2,... Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal,maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material. Standar ini disebut JCPDS.

Gambar 15 : bagan prinsip kerja dengan XRD

Gambar 16 : Kristal atom bikenai berkas sinar X

Gambar 17 : Padatan kristalin yang dibombardir dengan sinar XPrinsip kerja XRD secara umum adalah sebagai berikut : XRD terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X, tempat objek yang diteliti, dan detektor sinar X. Sinar X dihasilkan di tabung sinar X yang berisi katoda memanaskan filamen, sehingga menghasilkan elektron. Perbedaan tegangan menyebabkan percepatan elektron akan menembaki objek. Ketika elektron mempunyai tingkat energi yang tinggi dan menabrak elektron dalam objek sehingga dihasilkan pancaran sinar X. Objek dan detektor berputar untuk menangkap dan merekam intensitas refleksi sinar X. Detektor merekam dan memproses sinyal sinar X dan mengolahnya dalam bentuk grafik.

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1.Pentingnya Hidrogenasi GasolinGasolin yang digunakan sebagai bahan bakar ternyata mengandung sejumlah senyawa tidak jenuh, misalnya stirena, olefin dan diolefin. Gasolin yang memiliki kualitas baik adalah gasolin dengan nilai oktan tinggi dimana komponen hidrokarbon penyusunnya harus dalam keadaan jenuh dan bercabang. Gasolin mempunyai mutu yang baik jika memiliki kestabilan tinggi. Artinya komponen-komponen dalam gasolin harus bercampur dalam segala perbandingan dan merata.Olefin, diolefin dan stirena dalam gasolin dapat berpolimerisasi membentuk gum atau getah dan akan memisahkan diri/ deposisi dari cairan. Hal ini tentu akan mengurangi kestabilan gasolin dan berakibat pada performa kendaraan bermotor. Reaksi hidrogenasi diperlukan untuk menjenuhkan ikatan ganda dalam senyawa pembentuk gum tersebut.

3.2 Potensi Katalis Nikel Aluminaserta Profil PermukaannyaLogam grup VIII umumnya digunakan sebagai agen aktif untuk hidrogenasi senyawa hidrokarbon tidak jenuh. Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa katalis Ni memilik aktivitas yang bagus dan potensial yang tinggi dalam memecah ikatan rangkap secara selektif.Tabel 1 : aktivitas dan selektivitas katalis logamterhadap reaksi hidrogenasiGasolinmengandungspesiesreaktifyangdapatmengalami polimerisasiuntukmembentukkokasselama reaksi. Pengendapankokas dikatalis, memblokirsitusaktif danmengurangiaksesibilitasreaktanke situs tersebut. Oleh karena itu, katalis heterogen biasanya membutuhkan pendukung (support). Pendukung katalis memiliki kekuatan mekanik, tahan panas dan mempunyai kerapatan yang optimal. Pendukung juga meningkatkan luas permukaan, memiliki pori serta ukuran partikel yang optimal, dan peningkatan fungsi kimiawi. Sehingga katalis Ni untuk hidrogenasi dilapiskan pada permukaan alumina.

Gambar 18 : Profil katalis Ni/Al2O3 dalam 3D dengan SEM

Gambar 19: Profil permukaan dengan SEM (a) Ni-Alumina (b) AluminaAnalisis denganXRDdariNi/Al2O3dilakukanpada suasana atmosferH2/N25%. Adaperubahan nyatadiamati dalampuncakNidi(2) posisi52dan 76saat suhumeningkat. PolaXRDdarikatalis Ni/Al2O3menunjukkanbahwaintensitaspuncakNimeningkat selama reduksi.Puncakaluminajuga menjadilebih tajamyang menunjukkanpeningkatankristalinitaskatalis.

Gambar 20 : Spektrum XRD katalis Ni/ Al2O3

Gambar 21 : Model penyusunan katalis Ni/ Al2O3

Gambar 22 : Interaksi katalis dengan pendukung katalisSupport katalis dalam hal ini Al2O3 akan berinteraksi dengan logam Ni dan terjadi aliran elektron dari Al2O3 ke logam Ni secara reversibel. Keadaan ini akan membuat struktur elektronik dari logam Ni berubah dan makin reaktif untuk melakukan reaksi adsorpsi dalam hidrogenasi gasolin.Konfigurasi elektron atom Ni adalah Ni28 = [Ar] 4s2 3d8

4s3dApabila katalis Ni dimodifikasi dengan alumina maka akan mendapat tambahan satu elektron sehingga jumlah elektron Ni pada orbital d adalah 9 elektron. Pada keadaan ini, Ni akan menjadi sangat reaktif untuk mengadorpsi molekul gas hidrogen dan olefin. Dengan demikian memungkinkan reaksi hidrogenasi berlangsung lebih cepat dengan energi aktivasi yang lebih kecil daripada reaksi hidrogenasi tanpa katalis.

3.3Energi Aktivasi Reaksi Hidrogenasi dengan Katalis Ni/ Al2O3Pemecahan ikatan H-H dan ikatan ganda dalam olefin dan diolefin tanpa adanya katalis diperlukan energi yang relatif cukup besar. Katalis Ni/ Al2O3 akan mengadsorp molekul H2 dan olefin/ diolefin untuk membentuk kompleks teraktifkan. Hal ini dapat dimaknai bahwa katalis akan melemahkan ikatan dalam H-H dan ikatan ganda olefin.Konsekuensinya, energi aktivasi reaksi menjadi semakin kecil dan makin banyak fraksi molekul yang memiliki cukup energi untuk bereaksi.

Gambar 23 : Energi aktivasi reaksi dengan katalis dan tanpa katalis

3.4Mekanisme Reaksi Adsorpsi-Desorpsi Hidrogenasi OlefinReaksi hidrogenasi olefin pada permukaan katalis tidak lepas dari pengetahuan tentang ilmu kimia permukaan, khususnya adsorpsi dan desorpsi. Mekanisme adsorpsi desorpsi olefin dan H2 ini mengikuti mekanisme reaksi Langmuir Hinshelwood. Olefin dan H2 keduanya mula mula diadsorpsi oleh sisi aktif permukaan katalis. Setelah salah satu hidrogen menyerang salah satu atom C pada olefin yang tadinya berikatan dengan sisi aktif katalis, akan menghasilkan intermediet. Mekanisme lebih lanjut pada intermediet ini akan memberikan tiga kemungkinan mekanisme reaksi yang masing masing mekanisme memberikan produk yang berbeda. Produk yang dihasilkan adalah pembentukan senyawa jenuh (alkana), perpindahan ikatan rangkap C=C, dan terjadi isomerisasi cis-trans dari senyawa awal.

Gambar 24: Mekanisme reaksi adsorpsi desorpsi olefin dengan H2 pada katalis

Gambar 25: Hidrogenasi komponen gasolin

Gambar 26 : isomerisasi olefin terjadi selama proses hidrogenasiDari gambar mekanisme di atas, selain terjadi reaksi hidrogenasi juga terjadi konversi internal dari cis-olefin menjadi trans-olefin atau sebaliknya. Dengan mekanisme tersebut, diperlukan kondisi reaksi hidrogenasi agar yangterjadi hanya reaksi penjenuhan saja namun tidak terjadi reaksi isomerisasi. Reaksi isomerisasi di atas kurang menguntungkan atau dengan kata lain tidak diharapkan karena masih memungkinkan adanya pembentukan gum oleh olefin.Gasolin tidak hanya mengandung hidrokarbon alifatik tidak jenuh misalnya olefin dan diolefin, tetapi juga senyawa aromatik. Walaupun katalis Ni selektif pada reaksi hidrogenasi yaitu terhadap ikatan rangkap hidrokarbon alifatik (olefin dan diolefin), namun sejumlah kecil senyawa aromatik juga dimungkinkan untuk tereduksidimana reaksinya adalah

Gambar 27 : Mekanisme reaksi hidrogenasi senyawa aromatik komponen GasolinMekanisme yang terjadi pada hidrogenasi senyawa aromatik komponen Gasolin sama dengan mekanisme untuk olefin, yaitu mekanisme Langmuir Hinshelwood.

3.5 Kinetika Reaksi Hidrogenasi GasolinKinetika reaksi hidrogenasi diolefin/ olefin dalam gasolin ditentukan dengan rumus :

dimana K merepresentasikan konstanta laju, P H2 adalah tekanan parsial gas hidrogen, Pc tekanan parsial Gasolin (keseluruhan komponen gasolin). Sedangkan a dan b masing masing adalah orde reaksi untuk H2 dan Gasolin. Persamaan dalam bentuk logaritma natural dapat digunakan untuk menentukan orde reaksi masing masing spesi.

Untuk menentukan orde terhadap H2 maka dengan cara memplot ln (r) vs ln (P H2) dengan menjaga Pc dan temperatur konstan. Begitu juga untuk menentukan orde terhadap Gasolin, dengan memplot ln (r) vs ln (Pc) dengan menjaga tekanan gas hidrogen dan temperatur konstan.Tabel di bawah ini menunjukkan orde reaksi hidrogenasi terhadap gas hidrogen :Tabel2 : Orde reaksi terhadap gas H2 dalam reaksi hidrogenasi dan isomerasiPada tabel di atas, dapat dilihat bahwa kondisi optimum untuk reaksi hidrogenasi adalah dengan menggunakan gas hidrogen dengan tekanan 1 sampai 10 barg. Dimana tekanan gas hidrogen yang diberikan hanya akan berpengaruh pada hidrogenasi olefin/ diolefin, tetapi tidak sampai mereduksi senyawa aromatik. Pada penggunaan tekanan gas hidrogen yang lebih tinggi yaitu 10 sampai 20 barg, maka orde reaksi terhadap gas H2 untuk hidrogenasi olefin bernilai negatif. Sebaliknya, senyawa aromatik (toluena dan etilbenzena) akan tereduksi menjadi metilsikloheksana dan etilsikloheksana. Hal ini akan mengurangi konsentrasi senyawa aromatik dalam gasolin yang mengakibatkan penurunan angka oktan gasolin.Tabel di bawah ini menunjukkan pengaruh besarnya persen campuran hidrogen dengan tekanan tertentu dalam tekanan total yang tetap, yaitu 20 barg :

Tabel 3: pengaruh besarnya persen campuran hidrogen terhadap orde reaksi pada tekanan total yang tetapTemperatur sangat mempengaruhi kecepatan reaksi. Hal ini dikarenakan kenaikan temperatur meningkatkan fraksi molekul yang memiliki energi kinetik yang sangat besar, yang dapat melampaui nilai energi aktivasi. Namun, dalam eksperimen kali ini, reaksi hidrogenasi berjalan dengan baik pada suhu 140 2000C.

Gambar 28 : plot antara proporsi molekul dengan energi kinetik

BAB IVKESIMPULAN

1. Dalam bidang katalis, kimia antarmuka mampu menjelaskan fenomena adsorpsi-desorpsi, mekanisme dan dinamika molekul reaksi hidrogenasi gasolin untuk menaikkan mutu gasolin.2. Enegi aktivasi reaksi hidrogenasi akan lebih rendah dengan menggunakan katalis (Ni/ Al2O3) daripada tanpa menggunakan katalis.3. Katalis Ni/ Al2O3 mampu menurunkan energi aktivasi karena dapat melemahkan ikatan dalam molekul reaktan melalui reaksi adsorpsi.4. Katalis Ni dapat ditingkatkan aktivitasnya dengan menambah pendukung katalis berupa alumina.5. Mekanisme adsorpsi desorpsi pada reaksi katalisis hidrogenasi gasolin dengan Ni/ Al2O3mengikuti mekanisme Langmuir Hinshelwood.

BAB VDAFTAR PUSTAKA

Ali, F. M., Al-Malki, A., El-Ali, B., Martinie, G., Siddiqui, N. M. Deep desulphurization of gasolin and diesel fuels using non-hydrogen consuming techniques. Fuel 2006; 85: 1354-63.Ali, Javed (2012). The hydrogenation of pyrolysis gasolin (PyGas) over nickel and palladium catalysts. PhD thesis http://theses.gla.ac.uk/3542Atkins, P.W., Physical Chemistry, 6th ed, Oxford University Press, 2004.Badan penelitian dan Pengembangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. http://www.litbang.esdm.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=487%3Adesulfurisasi-bbm-dengan-metode-membran-dan-adsorpsi-&catid=121%3Alaporan-tahun-2010&Itemid=145 [ 06 Oktober 2012; Pk. 13.00 WIB]Fraden, Jacob. 2003. Modern Sensor. San Diego: Advance Monitor Corporation.Garcia-Gutierrez, L. J., Fuentes, A. G, Hernandez-Teran, E. M., Murrieta, F., Navarrete, J., Jimenez-Cruz, F. Ultra-deep oxidative desulfurization of diesel fuel with H2O2 catalyzed under mild conditions by polymolybdates supported on AlO. Applied Catalysis A: General 2006; 305: 15-20.Gasser, R.P.H. (1985). An Introduction to Chemisorption and Catalysis by Metal. Clarendon Press. Oxford.H. Pines, The Chemistry of Catalytic Hydrocarbon Conversions, Academic Press, London, UK., 1981.Inoue, S., Takatsuka, T., Wada, Y., Hirohama, S., Ushida, T. Distribution function model for deep desulfurization of diesel fuel. Fuel 2000; 79: 9.Kinetika Kimia. http:// fpmipa.upi.edu/kuliahonline [06 Oktober 2012; Pk. 12.00 WIB].Ligang Lin, Ying Kong, Jinrong Yang, Deqing Shi, Kekun Xie, Yuzhong Zhang. Scale-up of pervaporation for gasolin desulphurization Part 1. Simulation and design. Journal of Membrane Science 298 (2007) 113.Ma, X., Zhou, A., Song, C. A novel method for oxidative desulfurization of liquid hydrocarbon fuels based on catalytic oxidation using molecular oxygen coupled with selective adsorption. Catal Today 2007; 123: 276-84.Material Analysis http://www.material.ox.ac.uk [06 Oktober 2012; Pk. 11.00 WIB].M. J. Rosen, surfactant and Interfacial Phenomena, A Wiley-Interscience Pubs., 1978.Pil Kim, Younghun Kim, Heesoo Kim, In Kyu Song, Jongheop Yi. Synthesis and characterization of mesoporous alumina for use as a catalyst support in the hydrodechlorination of 1,2-dichloropropane : effect of preparation condition of mesoporous alumina. Journal of Molecular Catalysis A: Chemical 219 (2004) 8795.Pil Kim, Younghun Kim, Heesoo Kim, In Kyu Song, Jongheop Yi. Synthesis and characterization of mesoporous alumina with nickel incorporated for use in the partial oxidation of methane into synthesis gas. Applied Catalysis A: General 272 (2004) 157166.Seiyama, T.; Kato, A.; Fulishi, K.; Nagatani, M. A new detector for gaseous components using semiconductive thin films. Anal. Chem. 1962, 34, 15021503.Sysoev, V.V.; Schneider, T.; Goschnick, J.; Ki selev, I.; Habicht, W.; Hahn, H.; Strelcov, E.; Kolmakov, A. Percolating SnO2 nanowire network as a stable ga s sensor: Direct comparison of long-term performance versus SnO nanoparticle films. Sens. Actuat. B 2009 , 139, 699703.Yulizar, Yoki. 2005. Teknik Pengukuran Spesies Permukaan/ Antarmuka (KSKF I). Depok : Departemen Kimia UI.Yulizar, Yoki., Tresye Utari. 2005. Kimia Permukaan. Depok : Departemen Kimia UI.2Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia