RDS2
-
Upload
pandi-rocketrockfriend -
Category
Documents
-
view
17 -
download
0
description
Transcript of RDS2
DEFINISI PENYAKIT
Sindroma Gawat Pernafasan (dulu disebut Penyakit Membran Hialin) adalah
suatu keadaan dimana kantung udara (alveoli) pada paru-paru bayi tidak dapat
tetap terbuka karena tingginya tegangan permukaan akibat kekurangan surfaktan.
Surfaktan adalah suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar
alveoli sehingga dapat mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli
yang selanjutnya akan mencegah terjadinya kolaps paru.
RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang sering
terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi
dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam
kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan
besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah
melalui PDA (Stark,1986).
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).
Terdapat 2 jenis surfaktan yaitu :
1. Surfaktan natural atau asli
Berasal dari manusia, di dapatkan dari cairan amnion sewaktu seksio Caesar dari
ibu dengan kehamilan cukup bulan
2. Surfaktan eksogen
Berasal dari sintetik dan biologic
Ø Surfaktan eksogen sintetik
Terdiri dari campuran Dipalmitoylphatidylcholine (DPPC), hexadecanol, dan
tyloxapol yaitu Exosurf dan Pulmactant (ALEC) dibuat dari DPPC 70% dan
Phosphatidylglycerol 30%, kedua surfaktan tersebut tidak lama dipasarkan di
amerika dan eropa. Ada dua jenis surfaktan sintetis yang sedang dikembangkan
yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC (venticute), belum pernah ada penelitian tentang
keduanya untuk digunakan pada bayi premature.
Ø Surfaktan eksogen semi sintetik
Berasal dari campuran surfaktan paru anak sapi dengan DPPC, tripalmitin, dan
palmitic misalnya surfaktan TA, Survanta.
Ø Surfaktan eksogen biologic
Surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau babi, misalnya Infasurf, Alveofact,
BLES, sedangkan yang diambil dari paru babi adalah Curosurf.
Berdasarkan klasifikasi Bomsel terdapat 4 derajat pada penyakit membran
hialin :
Stadium I : Bentuk ringan, terdapat sedikit bercak retikulo graluner, dan bronkogram udara
Stadium II : Bentuk sedang, bercak retikulogranuler homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran bronkogram udara terlihat lebih jelas meluas sampai ke perifer menutupi
bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
Stadium III : Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat
lebih opak, bayangan jantung hampir tidak terlihat, bronkogram udara lebih luas.
Stadium IV : Seluruh thoraks sangat opak (white lung), jantung tidak dapat dilihat.
C. ETIOLOGI
Etiologi untuk penyakit RDS atau PMH sampai sekarang belum diketahui
dengan pasti (idiopatik). Tetapi dapat diketahui beberapa faktor predisposisi
penyebab sindrom ini dapat terjadi yaitu :
§ Kelainan faktor pertumbuhan (kematangan paru belum sempurna)
§ Bayi dengan prematuritas
§ Ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu
yang menderita diabetes melitus, toksemia gravidarum, hipotensi, seksio sesar, dan
perdarahan antepartum
§ Pembentukan substansi surfaktan paru yang tidak sempurna
(IKA-FKUI, 1985)
Kelainan dianggap terjadi karena faktor pertumbuhan atau pematangan
paru yang belum sempurna antara lain : bayi prematur, terutama bila ibu menderita
gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnyaibu dengan: diabetes,
toxemiaa, hipotensi, perdarahan, sebelumya melahirkan bayi dengan PMH.
Penyakit membrane hialin atau RDS ini diperberat dengan: asfiksia pada
perinatal, hipotensi, infeksi, bayi kembar. (http://health.blogspot.com)
Sindroma gawat pernafasan hampir selalu terjadi pada bayi prematur,
semakin prematur, semakin besar kemungkinan terjadinya sindroma ini. Sindroma
gawat pernafasan juga cenderung banyak ditemukan pada bayi yang ibunya
menderita diabetes. Bayi yang sangat prematur mungkin tidak mampu untuk
memulai proses pernafasan karena tanpa surfaktan paru-paru menjadi sangat kaku.
Bayi yang lebih besar bisa memulai proses pernafasan, tetapi karena paru-paru
cenderung mengalami kolaps, maka terjadilah sindroma gawat pernafasan.
Beberapa penyebab yang dapat menimbulkan gangguan pernapasan pada
bayi baru lahir adalah :
§ Atelektasis
Pengembangan paru yang tidak lengkap saat lahir atau sebentar setelah lahir bisa
mengenai satu lobus paru atau yang mengenai satu lobus paru
§ Pematangan paru yang kurang sempurna pada bayi baru lahir
Pada bayi premature alat-alat tubuhnya belum matur dan terbentuk kurang
sempurna baik anatomic maupun fisiologik
§ Pembentukkan substansi surfaktan yang tidak sempurna
Surfaktan adalah zat yang memegang peranan penting dalam pengembangan paru
dan terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah
lesitin. Zat ini terbentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum
pada minggu ke-35
§ Tidak lancarnya absorbsi cairan paru
§ Pusat pernapasan di medulla yang belum matur
Sering timbul pernapasan periodic atau apnea. Bentuk pernapasan ini sering
ditemukan pada bayi dengan berat badan < 2000 gram atau masa gestasi < 36
minggu, jarang timbul dalam 24 jam pertama kelahiran dan dapat berlangsung
sampai kira-kira 6 minggu.
§ Belum menutup duktus arteriola
§ Aspirasi mekonium yang masif
Hal ini terjadi apabila cairan amnion yang mengandung cairan mekonium
terinhalasi oleh bayi.
§ Pneumonia bakteri atau virus
§ Sepsis
§ Obstruksi mekanis
§ Hipotermia
Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang relative lebih luas
bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya lemak cokelat (brown fat).
(Wong, 2004)
D. PATOFISIOLOGI
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat
yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel
saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan
22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid
(75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan
permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara
fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan
terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
§ Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam
laktat asam organic>asidosis metabolic.
§ Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris, transudasi kedalam alveoli
terbentuk fibrin-fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik,lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya sirkulasi darah
dari dan ke jantung, penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan
pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada
periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterin
seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
Surfaktan adalah suatu surface yang aktif mengeluarkan fosfolipid dari epitel
alvioler, peran yang banyak seperti sebuah substansi, ini dapat mengurangi
tegangan surfaktan cairan bahwa garis alveoli dan jalan napas menghasilkan
perluasan yang sama dan memelihara atau menjaga ekspansi paru di bawah
tekanan intra alveolar. Kekurangan produksi surfaktan akan mengakibatkan
inflamasi yang berbeda dan alveoli pada inspirasi dan kolaps alveoli pada
ekspirasi, tanpa surfaktan bayi tidak akan mampu untuk memompa paru-paru dan
oleh karena itu menggunakan suatu usaha yang besar untuk keberhasilan sebagai
perluasan kembali jalan napas, bayi mampu membuka alveoli sedikit,
ketidakmampuan untuk memelihara produksi paru ini mengakibatkan atelektasis.
Inadekuat perfusi pulmonal dan hasil ventilasi hipoksemia dan hipercapnea
arteri pulmonal yang tebal pada lapisan muskcular, yang dengan jelas aktif kembali
untuk disusutkan oleh konsentrasi O2, jadi penurunan tekanan O2 disebabkan oleh
vasokontriksi pada arterio pulmonal yang akan ditingkatkan lebih lanjut dengan
menurunnya pH darah. Vasokontriksi ini akan menyokong untuk menandai
peningkatan PVR. Pada ventilasi normal dengan peningkatan konsentrasi O2,
kontriksi saluran arteri dan vasodilatasi pulmonal untuk penurunan PVR.
Hipoksemia yang panjang dari aktivasi glikolisis anaerobic yang jumlah
produksinya meningkat dari asam lactic, peningkatan asam disebabkan karena
asidosis metabolic, ketidakmampuan atelektasis paru untuk mengurangi kelebihan
produksi CO2 asidosis respiratory. Asidosis disebabkan vasokontriksi yang lebih
lanjut. Dengan sirkulasi pulmonal dan perfusi alveolar, PaO2 yang terus menerus
habis, pH juga material yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak bias
bersirkulasi ke alveoli.
Factor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi premature
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan
kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga
paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru
sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal,
pernapasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90 % fosfolipid dan 10 % protein,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar
alveoli tetap mengembang.
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan
yang terdiri dari : atelektasis → hipoksia → asidosis → transudasi → penurunan
aliran darah paru → hambatan pembentukan substansi surfaktan → atelektasis. Hal
ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi. ( IKA-
FKUI, 1985 )
Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan
yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari
rongga udara bagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding
alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi
duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan
ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma
dan keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel
jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang
berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu
setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai
dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek;
pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan
dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal
Displasia (BPD). Gambaran radiologi nampak adanya retikulogranular kerana
atelektasis, dan air bronchogram. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka surfaktan
akan kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara
bertahap pada 24-36 jam pertama. Selanjutnya apabila situasi stabil dalam 24 jam
maka akan membaik dalam 60-72 jam dan sembuh pada akhir minggu pertama.
E. MANIFESTASI KLNIS
· Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi
dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA. Syndrom ini berhubungan dengan
kerusakan awal paru-paru yang terjadi di membran kapiler alveolar. Adanya
peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang
interstitial yang dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan, akibatnya terjadi tanda-tanda
atelektasis.
· Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru
(pembengkakan tungkai atau lengan).Plasma dan sel darah merah keluar dari
kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan merupakan
manifestasi patologi yang umum.
· Pernafasan cepat
· Retraksi (tarikan) dada (suprasternal, substernal, interkostal)
· Pernafasan terlihat paradoks
· Cuping hidung
· Apnea dan Murmur
· Sianosis pusat (warna kulit dan selaput lendir membiru)
· nafasnya pendek dan ketika menghembuskan nafas terdengar suara ngorok .
F. BAGAN PATOFISIOLOGI
Terlampir
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
· Pemberian oksigen
· Menjaga kepatenan jalan nafas. Optimalkan oksigenisasi. Pantau PaO2
· Pertahankan nutrisi adekuat
· Pertahankan suhu lingkungan netral
· Diit 60 kcal/kg per hari (sesuaikan dengan protokol yang ada) dengan asam
amino yang mencukupi untuk mencegah katabolisme protein dan ketoasidosis
endogenous
· Pertahanan P02 dalam batas normal
· Intubasi bila perlu dengan tekanan ventilasi positif
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Masalah yang perlu diperhatikan adalah bahaya kedinginan, resiko terjadi
gangguan pernapasan, kesukaran dalam pemberian makanan, resiko terjadinya
infeksi, kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan psikologik).
1. Bahaya kedinginan (hipotermi)
Bayi yang menderita RDS adalah bayi prematur sehingga kulitnya sangat
tipis, jaringan lemaknya belum terbentuk dan pusat pengatur suhu belum sempurna
maka bayi sangat mudah kedinginan. Untuk mencegah bayi kedinginan bayi harus
dirawat didalam inkubator yang dapat mempertahankan suhu bayi 36,5-37ºC
2. Resiko terjadi gangguan pernapasan
Pada bayi prematur walaupun gangguan pernapasan belum terlihat pada waktu
lahir, harus tetap waspada bahwa bayi mungkin menderita RDS. Gejala pertama
biasanya timbul dalam 4 jam setelah lahir, kemudian makin jelas dan makin berat
dalam 48 jam untuk kemudian menetap sampai 72 jam. Setelah itu berangsur-
angsur keadaan klinik pasien membaik, karena itu bayi memerlukan observasi
yang terus-menerus sejak lahir agar apabila terjadi gangguan pernapasan dapat
segera dilakukan upaya pertolongan
3. Kesukaran dalam pemberian makanan
Bayi yang menderita RDS adalah bayi prematur kecil oleh karena itu, bayi
tersebut belum mampu menerima susu seperti bayi yang lebih besar karena organ
pencernaan belum sempurna. Untuk memenuhi kebutuhan kalori maka atas
persetujuan dokter dipasang infus dengan cairan glukosa 5-10% banyaknya sesuai
umur dan berat badan. Bila keadaan klinis bayi telah membaik dan sudah
diperbolehkan minum, maka minum dapat diberikan melalui sonde
4. Resiko mendapatkan infeksi
Bayi prematur yang menderita RDS sangat mudah mendapatkan infeksi
karena zat-zat kekebalannya belum terbentuk sempurna. Alat yang diperlukan
untuk bayi harus steril seperti kateter untuk menghisap lendir sonde
5. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Gangguan rasa nyaman dapat terjadi akibat tindakan medis, misalnya tindakan
penghisapan lendir atau pemasangan selang infus. Pemasangan infus harus
dilakukan oleh perawat yang berpengalaman.
I. KOMPIKASI
Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi
Ø Ruptur alveoli : bila dicurigai terjadi kebocoran udara pneumothorak ,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema interstisial), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea,
bradikardia atau adanya asidosis yang menetap
Ø Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni. Infeksi dapat timbul karena
tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
Ø Intrakranial dan leukomalacia periventrikuler : perdarahan intraventrikuler terjadi
pada 20-40 % bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan
ventilasi mekanik
Ø PDA (Patent ductus arteriosus ) dengan peningkatan shunting pada bayi yang
dihentikan terapi surfaktannya
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi
Ø Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) : merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan oleh pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.
BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada
waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi
vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi
Ø Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan
gestasi, adanya hipoksia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
Ø Perdarahan di dalam otak. Resiko terjadinya perdarahan akan berkurang jika
sebelum persalinan telah diberikan kortikosteroid kepada ibu.
J.PENGKAJIAN KEPERAWATAN DITINJAU DARI KEPERAWATAN ANAK
1. Pengkajian fisik bayi baru lahir (BBL) dan pengkajian gestasi :
a. Penilaian apgar score
· Kemampuan laju jantung
· Kemampuan bernapas
· Kekuatan tonus otot
· Kemampuan reflek
· Warna kulit
b. Pemeriksaan cairan amnion
· Ada tidaknya kelainan
· Jumlah volumenya
c. Pemeriksaan plasenta
Keadaan plasenta (pengkapuran, nekrosis, berat, dan jumlah korian)
d. Pemeriksaan tali pusat
Menentukan nilai kelainan dalam tali pusat (vena dan arteri, adanya tali simpul)
e. Pengukuran antropometri
Pengukuran antropometri (berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar
dada)
f. Pemeriksaan dada dan punggung
· Untuk menilai kelainan bentuk
· gangguan pernafasan,
g. Pemeriksaan kulit
Penilaian kelainan (verniks kaseosa, lanugo)
h. Pemeriksaan TTV
· Nadi
· Tekanan darah (TD)
· Pernapasan (RR)
· Suhu
2. Pengkajian Sistematik dengan penekanan khusus pada pengkajian pernapasan
· Frekuensi pernapasan
· Kedalaman napas
· Kemudahan napas
· Pernapasan sulit
· Irama pernapasan
· Bukti infeksi
· Mengi (wheezing)
· Sianosis
· Sputum
3. Observasi adanya manifestasi RDS
· Takipnea
· Retraksi substernal
· Krekels inspirasi
· Mengorok ekspiratori
· Pernapasan cuping hidung eksternal
· Sianosis
· Pernapasan sulit
4. Bila penyakit berlanjut
· Pernapasan sulit
· Tidak responsif
· Sering mengalami episode apnea
· Penurunan bunyi napas
· Gangguan termoregulasi
5. Penyakit yang berat berhubungan dengan hal berikut
· Keadaan seperti syok
· Penurunan curah jantung
· Rendahnya tekanan darah sistemik
6. Prosedur diagnostik dan tes laboratorium
· Radiografi
· Analisis gas darah
K.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Utama
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret atau sputum
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru, imaturitas SSP,
defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun,
saturasi O2 dalam darah menurun
Diagnosa Keperawatan Tambahan
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan penimbunan asam laktat
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan pengeluaran energi yang berlebihan ditandai dengan lemak badan dan
cokelat berkurang
3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan asam basa berhubungan dengan
peningkatan PaCO2
4. Resiko tinggi perubahan pola asuh berhubungan dengan proses hospitalisasi
5. Resiko tinggi gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
proses hospitalisasi