Rangkuman Ema

4
Gejala Klinis Gejala klinis DBD pada awalnya muncul menyerupai gejala flu dan tifus (typhoid), oleh karenanya seringkali dokter dan tenaga kesehatan lainnya juga keliru dalam penegakkan diagnosa. Virus ini dipindahkan oleh nyamuk yang terinfeksi saat mengisap darah orang tersebut. Setelah masuk ke dalam tubuh, lewat kapiler darah virus melakukan perjalanan ke berbagai organ tubuh dan berkembang biak. Masa inkubasi virus ini berkisar antara 8-10 hari sejak seseorang terserang virus dengue, sampai timbul gejala-gejala demam berdarah seperti: (1) Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius). (2) Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya bintik- bintik perdarahan (3) Adanya bentuk perdarahan di kelopak mata bagian dalam (konjungtiva), mimisan (epitaksis), buang air besar dengan kotoran (feses) berupa lendir bercampur darah (melena), dan lain-lainnya, (4) Adanya pembesaran hati (hepatomegali), (5) Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok, (6) Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3 (trombositopeni), terjadi peningkatan nilai hematokrit diatas 20% dari nilai normal (hemokonsentrasi), (7) Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala, (8) Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi, (9) Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian, (10) Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah. Pengobatan Sejauh ini karena DBD merupakan penyakit virus, maka tidak ada pengobatan untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan virus ini. Pengobatan hanya dapat dilakukan dengan cara simptomatis yaitu menghilangkan gejala- gejala yang terlihat setiap penderita. Cairan bisa diberikan untuk mengurangi dehidrasi dan obat-obatan diberikan untuk mengurangi demam, serta mengatasi perdarahan. Upaya mencegah atau mengatasi keadaan syok/presyok yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter

description

salah satu anggota kece A2

Transcript of Rangkuman Ema

Gejala Klinis Gejala klinis DBD pada awalnya muncul menyerupai gejala flu dan tifus (typhoid), oleh karenanya seringkali dokter dan tenaga kesehatan lainnya juga keliru dalam penegakkan diagnosa. Virus ini dipindahkan oleh nyamuk yang terinfeksi saat mengisap darah orang tersebut. Setelah masuk ke dalam tubuh, lewat kapiler darah virus melakukan perjalanan ke berbagai organ tubuh dan berkembang biak. Masa inkubasi virus ini berkisar antara 8-10 hari sejak seseorang terserang virus dengue, sampai timbul gejala-gejala demam berdarah seperti: (1) Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius). (2) Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya bintik-bintik perdarahan (3) Adanya bentuk perdarahan di kelopak mata bagian dalam (konjungtiva), mimisan (epitaksis), buang air besar dengan kotoran (feses) berupa lendir bercampur darah (melena), dan lain-lainnya, (4) Adanya pembesaran hati (hepatomegali), (5) Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok, (6) Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3 (trombositopeni), terjadi peningkatan nilai hematokrit diatas 20% dari nilai normal (hemokonsentrasi), (7) Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala, (8) Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi, (9) Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian, (10) Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

Pengobatan Sejauh ini karena DBD merupakan penyakit virus, maka tidak ada pengobatan untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan virus ini. Pengobatan hanya dapat dilakukan dengan cara simptomatis yaitu menghilangkan gejala- gejala yang terlihat setiap penderita. Cairan bisa diberikan untuk mengurangi dehidrasi dan obat-obatan diberikan untuk mengurangi demam, serta mengatasi perdarahan.

Upaya mencegah atau mengatasi keadaan syok/presyok yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu). Penambahan cairan tubuh melalui infus (intravena) juga diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi trombosit dilakukan jika jumlahnya menurun drastis. Selanjutnya bisa dilakukan pemberian obat-obatan terhadap keluhan yang timbul, seperti Paracetamol membantu menurunkan demam, Garam elektrolit (oralit) jika disertai diare dan Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder.

Hadi, Upik Kesumawati (2011). Penyakit Tular Vektor: Demam Berdarah Dengue. http://upikke.staff.ipb.ac.id/files/2011/06/Penyakit-Tular-Vektor-Demam-Berdarah-Dengue1.pdf -Diakses 17 September 2012Berdasarkan serotipe virus dengue yang menjangkiti manusia, maka infeksi virus dengue

dapat dibagi menjadi dua, yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder. Kekebalan seumur hidup

terhadap serotipe homologous muncul setelah infeksi primer. Studi epidemiologi di Asia Tenggara

menunjukkan bahwa DBD atau Sindrom Syok Dengue (SSD) banyak terjadi selama infeksi sekunder, yaitu oleh serotipe virus yang berbeda daripada virus penyebab infeksi primer. Penampakan klinis infeksi

virus dengue sekunder lebih berat dibandingkan dengan infeksi primer. Di beberapa kepustakaan

tertera bahwa infeksi primer hanya menyebabkan suatu keadaan yang disebut febrile self limiting disease, sedangkan infeksi sekunder dapat menimbulkan komplikasi yang berat. Oleh karena itu sangat perlu membedakan infeksi dengue primer atau sekunder untuk prognosis DBD/SSD yang lebih baik dan tidak hanya sekedar menemukan hasil positif atau negative infeksi dengue.

Diagnosis laboratorium DBD dilakukan melalui isolasi virus, menemukan antigen atau antibodi.

Isolasi virus merupakan cara diagnosis yang terbaik karena hasil langsung dapat diketahui sampai dengan serotipenya, tetapi cara ini sulit, lama, dan mahal. Penemuan antigen virus dengue dapat ditentukan dengan cara hibridisasi DNA-RNA atau dengan metode PCR. Cara inipun masih cukup mahal, rumit, dan membutuhkan peralatan khusus. Uji serologi didasari timbulnya antibodi di penderita yang

terjadi setelah infeksi. Uji serologi ini antara lain H I (Hemaglutination Inhibition), CF (Complement Fixation test), NT (Neutralization test), pemeriksaan antibody IgM antidengue dan IgG antidengue menggunakan metode ELISA dan metode imunokromatografi.Uji serologi HI merupakan bakuan emas menurut WHO 1997 untuk diagnosis infeksi virus dengue, tetapi tidak spesifik dan membutuhkan sepasang serum dengan perbedaan waktu tingkatan akut dan baru menyembuhkan antara 7 dan 10 hari.

Pemeriksaan antibodi IgM dan IgG antidengue merupakan uji serologi yang banyak digunakan.

Pemeriksaan ini menggunakan metode ELISA dan hanya memerlukan serum tunggal untuk diagnosis

infeksi virus dengue. Metode ELISA mempunyai sensitivitas 78%, sedangkan uji HI 53%, menggunakan

sepasang serum sensitivitas metode ELISA di infeksi primer 97,9% dan infeksi sekunder 100%.

Uji serologi yang belakangan ini telah dikembangkan ialah metode imunokromatografi,

karena dapat menemukan antibodi IgM dan IgG antidengue menggunakan serum tunggal dalam waktu

singkat, caranya mudah dan cepat (15 sampai 30 menit), praktis serta sederhana. Uji tersebut memiliki

keandalan diagnostik dengan sensitivitas 100% di infeksi primer dan 93,3% di infeksi sekunder.

Diagnosis yang telah ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan laboratoris (WHO, 1997),

ditunjang dengan pemeriksaan serologis antibody IgM anti-dengue ataupun IgG anti-dengue akan

mempertajam diagnosis DBD.6 Penelitian ini bertujuan mengevaluasi hasil pemeriksaan metode

imunokromatografi dalam mendeteksi antibodi IgM dan IgG anti-dengue penderita demam berdarah

dengue anak, mengetahui apakah terdapat perbedaan bermakna antara nilai metode imunokromatografi penderita DBD dan non DBD, menentukan sensitivitas dan spesifisitas metode imunokromatografi pada

penderita DBD.

Ety Retno Setyowati, Aryati, Prihatini, M.Y. Probohoesodo (2006). Evaluasi Pemeriksaan Imunokromatografi untuk Mendeteksi Antibodi IgM dan IgG Demam Berdarah Dengue Anak. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/IJCPML-12-2-10.pdf - Diakses 19 September 2012