RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan...

32
929 RANGKUMAN DISKUSI Sesi I Pembicara : 1. Dr. Haryono (Kepala Badan Litbang Pertanian) 2. Dr. Harianto (Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi) 3. Dr. Ir. Nur Mahmudi (Wali Kota Depok) 4. Dr. Agus Heri Purnomo (Kepala Balai Besar Litbang Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat) Pembahas : Prof. Dr. Achmad Suryana (Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian) I. Makalah Kepala Badan Litbang Pertanian (Dr. Haryono) Judul Makalah: Peran Inovasi Teknologi Pertanian Berbasis Sumberdaya Lokal untuk Mendukung Kemandirian Pangan 1. Isu Utama Makalah: a. Pembangunan Ekonomi dan Tuntutan R & D Indonesia b. ASEAN 2015 dan VISI 2025, dimana tahun 2011: PDB ~ US$ 800 Milyar c. Pendapatan/kap US$ 3,543. Selanjutnya Target 2014: PDB: US$ ~ 1,2 triliun d. Pendapatan/kap: US$ ~ 4.800, kekuatan ekonomi 14 besar dunia; dan pada tahun 2025 target PDB: US$ 3,8 4,5 Trilyun Pendapatan/kap: 13.000 16.100 US$ (high income country) dan Terbesar ke-12 dunia e. Perkembangan sektor pertanian dalam konteks program MP3EI f. Konsep Konektivitas Global Indonesia Mendukung Ketahanan Pangan g. Litkajibangrap Teknologi Pertanian. Tugas Utama Badan Litbang Pertanian: Penciptaan Varietas Unggul Baru (VUB) pangan, horti, perkebunan dan peternakan, Penciptaan inovasi teknologi, dan Diseminasi inovasi teknologi h. Fokus Pembangunan Pertanian Ke Depan: Sistem Pembangunan Pertanian Berkelanjutan, Pertanian sebagai bagian sistem alam. Sustaianable Agriculture LSO (Lahan Sub Otptimal). Lahan yang secara alamiah mempunyai produktivitas rendah (karena faktor internal seperti sifat fisik, kimia & biologi tanah, dan /atau faktor eksternal seperti iklim, lingkungan) dan lahan terdegradasi akibat pengelolaan yang tidak

Transcript of RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan...

Page 1: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

929

RANGKUMAN DISKUSI

Sesi I

Pembicara : 1. Dr. Haryono (Kepala Badan Litbang Pertanian)

2. Dr. Harianto (Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi)

3. Dr. Ir. Nur Mahmudi (Wali Kota Depok)

4. Dr. Agus Heri Purnomo (Kepala Balai Besar Litbang Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan)

Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat)

Pembahas : Prof. Dr. Achmad Suryana (Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian)

I. Makalah Kepala Badan Litbang Pertanian (Dr. Haryono)

Judul Makalah: Peran Inovasi Teknologi Pertanian Berbasis Sumberdaya Lokal untuk Mendukung Kemandirian Pangan

1. Isu Utama Makalah:

a. Pembangunan Ekonomi dan Tuntutan R & D Indonesia

b. ASEAN 2015 dan VISI 2025, dimana tahun 2011: PDB ~ US$ 800 Milyar

c. Pendapatan/kap US$ 3,543. Selanjutnya Target 2014: PDB: US$ ~ 1,2 triliun

d. Pendapatan/kap: US$ ~ 4.800, kekuatan ekonomi 14 besar dunia; dan pada tahun 2025 target PDB: US$ 3,8 – 4,5 Trilyun Pendapatan/kap: 13.000 – 16.100 US$ (high income country) dan Terbesar ke-12 dunia

e. Perkembangan sektor pertanian dalam konteks program MP3EI

f. Konsep Konektivitas Global Indonesia Mendukung Ketahanan Pangan

g. Litkajibangrap Teknologi Pertanian. Tugas Utama Badan Litbang Pertanian: Penciptaan Varietas Unggul Baru (VUB) pangan, horti, perkebunan dan peternakan, Penciptaan inovasi teknologi, dan Diseminasi inovasi teknologi

h. Fokus Pembangunan Pertanian Ke Depan: Sistem Pembangunan Pertanian Berkelanjutan, Pertanian sebagai bagian sistem alam. Sustaianable Agriculture LSO (Lahan Sub Otptimal). Lahan yang secara alamiah mempunyai produktivitas rendah (karena faktor internal seperti sifat fisik, kimia & biologi tanah, dan /atau faktor eksternal seperti iklim, lingkungan) dan lahan terdegradasi akibat pengelolaan yang tidak

Page 2: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

930

tepat, termasuk lahan terlantar di lahan kering & lahan rawa. Termasuk lahan LSO: (a) Lahan kering masam (contoh:pH <5, CH >2000 mm), (b) Lahan kering iklim kering (contoh: CH <2000 mm), (c) Lahan rawa pasang surut (contoh: sulfat dan salinitas), dan (d) Lahan rawa lebak (genangan >4 bulan).

2. Tantangan dan Peluang:

a. Tantangan peningkatan akan kualitas, Keamanan (ecofriendly), dan Kontinuitas suplai untuk food, fibre, fuel, & feed

b. Mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 12 besar dunia di tahun 2025 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan

c. Pulau Jawa masih merupakan penyumbang produksi pertanian terbesar, dan tantangannya adalah bagaimana menyikapi dengan adanya konversi lahan akibat pengembangan infrastruktur misalnya jalan yang terus meningkat.

d. Tantangan bagaimana perkembangan infrastruktur dalam rangka meningkatkan konenktivitas dapat mendukung sistem distribusi hasil pertanian

e. Tantangan upaya Penciptaan Varietas Unggul Baru (VUB) pangan, horti, perkebunan dan peternakan, Penciptaan inovasi teknologi, dan Diseminasi inovasi teknologi dapat mendukung ketahanan pangan nasional

f. Potensi Lahan sub Optimal untuk pertanian masih luas: 91.904.643 ha. Sebagian besar sudah digunakan (70 juta ha). Tantangannya adalah bagaimana LSO perlu mendapat prioritas terutama : Daerah Perbatasan,

g. Daerah Tertinggal, dan Daerah Pulau Pulau Kecil

3. Saran Kebijakan yang diusulkan:

a. Siapa yang bertanggungjawab : Yang bertanggungjawab terkait dengan pengembangan teknolgi pertanian: Badan Litbang Pertanian dengan dukungan segenap stakeholders. Optimalisasi lahan subotimal pengolaannya juga perlu kerjasama diantara sektor Pertanian, Kehutanan, PU dsb.

b. Pendukung/perangkat/infrastruktur yang dibutuhkan : (a) adalah sumberdaya manusia, (b) sumberdaya modal, (c) infrastruktur terkait pengembangan teknologi dan pengembangan lahan suboptimal.

c. Sinergi antar lembaga (antar sektor) terutama dalam pemanfaatan lahan sub optimal sangat diperlukan.

Page 3: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

931

II. Makalah Dr. Harianto (Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi)

Judul Makalah: Mewujudkan Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal Untuk Percepatan Perbaikan Gizi Masyarakat.

1. Isu Utama Makalah:

a. Isu Kemandirian Pangan sesuai UU No. 18 thn 2012 tentang Pangan. Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.

b. Isu pangan lokal yang pemanfaatannya masih rendah.

2. Tantangan dan Peluang:

a. Tantangan kemandirian pangan karena: (i) jumlah penduduk meningkat dan pendapatan per kapita meningkat permintaan pangan meningkat, (ii) Perubahan iklim risiko produksi meningkat, (iii) Kompetisi food, feed, dan energi Fluktuasi harga pangan internasional meningkat, (iv) Ancaman nyata impor pangan terhadap kesejahteraan petani, dan (v) Pangan masih menjadi porsi besar dalam anggaran rumahtangga.

b. Prediksi OECD dan FAO, 2013 - 2022: Produksi pangan menurun, Volatilitas harga pangan masih akan terjadi, Hambatan perdagangan masih akan dijumpai, Meluasnya area yang mengalami kemarau panjang dan mengakibatkan bencana kekeringan Berpengaruh terhadap rendahnya persediaan/stok pangan penurunan drastis stok pangan dapat meningkatkan harga pangan 15-40 persen.

c. Tantangan Penghambat Kemandirian Pangan : Ketergantungan yang tinggi pada beras, Rendahnya ketersediaan pangan alternatif yang “setara” dengan beras, Produktivitas usahatani pangan non-beras yang masih relatif rendah, Kompetisi peruntukan lahan untuk pertanian vs non-pertanian, dan Industri hilir bahan pangan pokok non-beras belum berkembang.

d. Peluang pengembangan pangan lokal karena: diproduksi tidak jauh dari tempat konsumsinya, mengutamakan pemakaian sumberdaya lokal, teknologi yang digunakan sesuai dengan kondisi budaya, sosial, dan ekonomi penduduk setempat, dan lebih ramah lingkungan.

e. Keunggulan pangan lokal: (i) Bahan pangan dapat dihasilkan dengan menggunakan tenaga kerja dan sumberdaya tanah, yang secara ekonomi relatif murah di negara-negara berkembang, (ii) Tenaga kerja dan tanah yang menganggur pada dasarnya memiliki biaya imbangan (opportunity cost) yang rendah dan bahkan mendekati nol, dan (iii) Untuk

Page 4: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

932

memproduksi pangan lokal, petani dapat memanfaatkan sumberdaya dan fasilitas yang sudah tersedia secara lokal.

3. Saran Kebijakan yang diusulkan:

a. Siapa yang bertanggungjawab: Yang bertanggungjawab terkait dengan kemandirian pangan adalah semua pihak baik pemerintah, swasta dan masyarakat.

b. Pendukung/perangkat/infrastruktur yang dibutuhkan :

Kebijakan untuk meningkatkan kemandirian pangan berbasis sumberdaya lokal dan kebijakan untuk perbaikan gizi rumahtangga tidak hanya tergantung pada pemerintah pusat, melainkan perlu peranan pemerintah daerah yang jauh lebih besar. Pemerintah daerah adalah pihak yang mengetahui dengan baik potensi dan permasalahan yang dihadapi daerahnya. Dengan demikian, berbasis “lokal” tidak hanya dalam pengertian sumberdaya tetapi juga dalam arti berbagai upaya dan kebijakan lokal.

Pemerintah daerah dapat melakukan pemantauan terhadap dinamika aspek produksi, perdagangan, industri, sampai konsumsi bahan pangan, bahkan melakukan peramalan bagi pemenuhan kebutuhan pangan di daerahnya. Pemerintah daerah juga perlu mewaspadai goncangan-goncangan yang dapat terjadi di pasar bahan pangan dan dampaknya bagi ketahanan pangan masyarakat di wilayahnya. Pengalaman masa lalu tentang penerapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) dapat dijadikan rujukan, terutama bagi daerah-daerah yang rawan kekurangan pangan, untuk meningkatkan efektivitas intervensi kebijakan oleh daerah dalam mengatasi permasalahan pangan dan gizi bagi rumahtangga miskin.

c. Sinergi antar lembaga (antar sektor) dalam mendukung kemandirian pangan adalah: Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat.

III. Makalah Bapak Dr. Ir. Nur Mahmudi (Wali Kota Depok)

Judul Makalah: One Day No Rice dan Optimalisasi Kemandirian Pangan Berbasis Potensi Lokal.

1. Isu Utama Makalah:

a. Isu Kemandirian Pangan sesuai UU No. 18 thn 2012 tentang Pangan. Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.

Page 5: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

933

b. Isu ASEAN Economic Community 2015: Free flow of services, investment, and skilled labour; Food, agriculture, and forestry; Consumer protection; Intellectual property rights; Infrastructure development; Isu pangan local yang pemanfaatannya masih rendah.

c. Isu Permintaan terhadap beras di Indonesia menunjukkan tren yang semakin meningkat. Hal ini dapat terlihat dari adanya perubahan pola konsumsi pangan pokok nasional. Data menunjukkan, pada tahun 1954 pemenuhan pangan pokokberas mencapai 53,5 persen dan pangan non beras sebesar 46,5 persen. Gencarnya program swasembada beras dan modernisasi gaya hidup telah merubah konsumsi pangan non beras menjadiberas dan terigu.Pada tahun 2010,konsumsi beras naik menjadi 78,04 persen, dan konsumsi pangan non beras nyaris hilang dan digantikan oleh terigu sebagai sumber karbohidrat setelah beras sebesar 14,73 persen.

d. Isu Tingginya permintaan (demand) terhadap beras sampai saat ini belum diikuti oleh pertumbuhan produksi (supply) dalam negeri yang seimbang, sehingga untuk menutup defisit tersebut pemerintah melakukan impor beras. Selain impor, saat ini pemerintah kembali menggalakkan program intensifikasi dan ekstensifikasi padi serta melakukan program diversifikasi pangan yaitu dengan pemanfaatan dan pengembangan potensi pangan lokal sebagai pengganti beras.

e. Pemerintah Kota Depok mempelopori gerakan One Day No Rice(ODNR) sebagai bagian program diversifikasi pangan nasional dan untuk mengembalikan kearifan pangan lokal. Gerakan One Day No Rice” dapat diterjemahkan menjadi gerakan ”Satu Hari Tanpa Nasi”. Sebuah gerakan yang strategis dan efektif dalam upaya penganekaragaman pangan, serta dapat menjaga ketahanan pangan nasional. Secara terminologis, setidaknya gerakan ini memiliki 4 (empat) makna penting, yaitu (1) gerakan ini merupakan sebuah upaya konkrit untuk mengurangi total konsumsi beras; (2) gerakan ini tidak menghambat program peningkatan produksi padi baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi; (3) gerakan ini berupaya untuk meningkatkan konsumsi karbohidrat non beras berbasis produk lokal, dan (4) gerakan yang berupaya mengevaluasi kecukupan gizi individual sekaligus merubah pola makan menjadi bergizi, beragam, seimbang, dan aman (B2SA).

f. Jumlah Penduduk Miskin menurut BPS Tahun 2012 mencapai 28,59 juta orang atau 11,66 persen, sedangkan ukuran kemiskinan yang digunakan oleh BPS adalah kemampuan seseorang dalam hal konsumsi makanan dan bukan makanan. Maka dengan potensi komoditas pangan yang dimiliki oleh Indonesia, masalah kemiskinan dapat dengan cepat terselesaikan.

2. Tantangan dan Peluang:

a. Tantangan: Pemerintah Kota Depok mempelopori gerakan One Day No Rice (ODNR) sebagai bagian program diversifikasi pangan nasional dan

Page 6: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

934

untuk mengembalikan kearifan pangan lokal.Konsep dasar gerakan ini mengajak masyarakat untuk mengurangi konsumsi (permintaan) karbohidrat yang bersumber dari beras dan meningkatkan konsumsi (permintaan) bahan pangan lokal non beras. Gerakan ini juga bukan mengharamkan masyarakat mengkonsumsi nasi (beras) dan tidak menghambat program peningkatan produksi padi baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi. Tantangannya apakah gerakan ini dapat juga dicontoh oleh wilayah lainnya?

b. Gerakan One Day No Rice diharapkan mampu menjawab persoalan ketahanan pangan dan percepatan penganeka ragaman konsumsi pangan lokal non beras dengan memperhatikan beberapa aspek, yang dapat diringkas dengan RSM (Reduce, Substitute, Measure). Sebagai gambaran, melalui pengurangan konsumsi beras dengan tidak menggunakan menu beras satu hari dalam satu minggu (tiga kali makan dalam sehari) dengan asumsi konsumsi masyarakat Indonesia 139,15 kg/kapita/tahun dan jumlah penduduk tahun 2011 sebanyak 242,3 juta jiwa, berarti dapat menambah stok beras sebanyak 4,8 juta ton, dengan asumsi harga beras pada tahun 2011 sebesar Rp 7.300 (harga eceran kabupaten/kota), maka ekuivalen dengan penambahan stok beras senilai Rp 35,4 triliun.

c. Melalui substitusi konsumsi produk pangan lokal non beras selama satu hari dalam satu minggu (tiga kali makan dalam sehari), berarti telah meningkatkan permintaan produk lokal non beras ekuivalen dengan 4,8 juta ton beras/Rp 35,4 triliun, yang berarti dapat menyerap kebutuhan tenaga kerja baru di sektor pertanian. Artinya, gerakan One Day No Rice secara tidak langsung mampu memutar roda perekonomian nasional senilai Rp 70,8 triliun dari penambahan stok beras dan permintaan produk lokal non beras.

d. Dengan program ODNR yaitu 1 kali makan nasi dan 2 kali makan jagung dengan asumsi makan 3 kali dalam sehari didapatkan penurunan konsumsi beras dari 81,73 persen menjadi 32,02 persen dan sebaliknya jumlah konsumsi jagung meningkat dari 14,35 menjadi 64,05 persen.

e. Potensi: Indonesia memiliki 77 jenis sumber karbohidrat,75 jenis sumberlemak/minyak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan 228 jenis sayuran dan 40 jenis bahan minuman jenis rempah-rempah dan bumbu-bumbuan. Ini semua adalah potensi komoditas pangan yang dimiliki oleh Indonesia. Dari semua komoditas pangan itu yang paling besar dikonsumsi adalah beras yang menjadi makanan pokok warga Indonesia dengan persentase 33,38 persen dan konsumsi paling tinggi nomor dua adalah rokok sebesar 8,23 persen.

3. Saran Kebijakan yang diusulkan:

a. Siapa yang bertanggung jawab: Yang bertanggung jawab terkait dengan kemandirian pangan adalah semua pihak, baik pemerintah pusat dan daerah.

Page 7: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

935

Strategi yang digunakan adalah:

Peningkatan Kesadaran Masyarakat Untuk Menurunkan Konsumsi Beraspadi;

Peningkatan Konsumsi Karbohidrat Non Beras Padi Berbasis Produk Lokal;

Peningkatan Pengetahuan Masyarakat Terhadap Pola Hidup yang Bergizi, Beragam, Seimbang, dan Aman.

b. Pendukung/perangkat/infrastruktur yang dibutuhkan :

Kebijakan untuk meningkatkan kemandirian pangan berbasis sumberdaya lokal tidak hanya tergantung pada pemerintah pusat akan tetapi juga pada pemerintah daerah, melainkan perlu peranan pemerintah daerah yang jauh lebih besar.

Rekomendasi

Pemerintah bersama DPR, mengevaluasi progam bantuan sosial Beras Miskin (Raskin) dan menggantikannya dengan Program Pangan Sejahtera. Program ini adalah bantuan pangan yang disesuaikan dengan kebiasaan dan ketersediaan pangan lokal daerah sehingga ketergantungan terhadap pangan impor berkurang dan akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk;

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian Republik Indonesia diharapkan perlu segera merespon gerakan ini untuk segera dapat direplikasi di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Artinya, upaya sosialisasi dan promosi harus dilakukan secara sistematis dan masif, mengingat gerakan ini memiliki dampak yang sangat positif bagi upaya penguatan ketahanan pangan dan ekonomi nasional;

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian Republik Indonesia diharapkan mampu menjalin koordinasi dan kerjasama dengan kementerian dan instansi terkait lainnya, untuk bersama-sama merumuskan langkah strategis yang dapat ditempuh untuk mengefektifkan gerakan ini;

Pemerintah daerah diharapkan mampu menjadi fasilitator sekaligus pendorong bagi keberhasilan gerakan ini dengan merangkul sektor swasta untuk bersama-sama membangun industri pertanian pangan/karbohidrat lokal non beras yang kreatif dan memiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga nantinya dapat turut meningkatkan kesejahteraan para petani kita;

Masyarakat diharapkan dapat berperan serta secara aktif untuk dapat mensukseskan gerakan ini. Artinya, masyarakat tidak hanya berperan sebagai konsumen pangan/karbohidrat non beras, akan tetapi diharapkan mampu menciptakan peluang-peluang usaha baru yang dapat menunjang keberhasilan program ini;

Page 8: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

936

Jika masyarakat sudah sadar terhadap manfaat pengurangan konsumsi beras dan substitusi pangan lokal non beras yang sehat dan bergizi, tentu masyarakat dapat disarankan untuk mempraktikkan pola makan satu kali tanpa nasi setiap hari.

c. Sinergi antar lembaga (antar sektor) dalam mendukung kemandirian

pangan dan peningkatan diversifikasi konsumsi pangan adalah: Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat.

IV. Makalah Dr. Agus Heri Purnomo (Kepala Balai Besar Litbang Pengolahan

Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan)

Judul Makalah: Optimalisasi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Untuk Mendukung Kemandirian Pangan Menyongsong Pemberlakuan MEA 2015.

1. Isu Utama Makalah:

a. Isu Ketahanan Pangan. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah

yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

b. Ketergantungan pada pangan impor: Susu (70% dari kebutuhan), Gula (54% dari kebutuhan), Gandum (100% dari kebutuhan), Kedelai (78% dari kebutuhan), Daging sapi (18% dari kebutuhan), dan Bawang merah dan putih (90-95% dari kebutuhan).

c. Perikanan dalam konteks MEA.

2. Tantangan dan Peluang:

a. Nilai Perdagangan Perikanan dalam Konteks MEA signifikan

b. Tantangan sektor Perikanan: (i) tingkat eksploitasi tidak merata antara kawasan timur (under Exploited) dan kawasan barat (over exploited), (ii) trend pertumbuhan untuk perikanan tangkap yang sudah leveling off dan perikanan budidaya yang masih terbatas, (iii) tingkat konsumsi ikan yang masih rendah 25,4 kg/kap/th, (iv) pelanggaran yang masih tinggi, (v) susut hasil yang masih besar: 29-48 persen, (vi) distribusi: ketidak merataan, (vii) distribusi: kendala transportasi, (viii) perubahan iklim: meningkatkan biaya operasional sehingga pendapatan nelayan menurun, (ix) ketergantungan pada energi tinggi: BBM, gas, listrik.

3. Saran Kebijakan yang diusulkan:

a. Siapa yang bertanggung jawab: Yang bertanggung jawab terkait dengan kemandirian pangan adalah semua pihak baik pemerintah pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan ) dan institusi terkait.

Page 9: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

937

Kebijakan yang ditempuh:

Program industrialisasi kelautan dan perikanan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan, sekaligus meningkatkan daya saing yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi . Kebijakan ini merupakan kebijakan strategis dalam menggerakkan seluruh potensi perikanan, melalui pengembangan perikanan budidaya, perikanan tangkap sebagai industri hulu dan pengolahan hasil produk kelautan dan perikanan sebagai industri hilir.

Kebijakan operasional: Membatasi ekspor bahan baku hasil perikanan, Meningkatkan nilai tambah produk kelautan dan perikanan berdaya saing tinggi berorientasi pasar, Peningkatan mutu dan keamanan produk, dan Pengembangan industri perikanan berbasis clean technology dan zero waste concept .

b. Pendukung/perangkat/infrastruktur yang dibutuhkan :

Kebijakan untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan tidak hanya tergantung pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, juga instansi terkait, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat.

c. Sinergi antar lembaga (antar sektor) dalam mendukung pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan: Kementerian Kelautan dan Perikanan, juga instansi terkait, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat.

V. PEMBAHAS : Prof. Dr. Achmad Suryana (Kepala Badan Ketahanan Pangan)

Dalam hal peningkatan ketahanan pangan nasional dari hasil diskusi sesi I ini, terdapat 7 hal penting yang menjadi intisari yaitu:

1. Kita perlu mengembangkan produk pangan lokal yang bisa menyandingkan dengan pangan beras: perlu teknologi pangan, bisnis pangan, pasar bersaing dan harga bersaing;

2. Optimalisasi sumber daya lokal: pekarangan;

3. Perlu ada revisi pemberian pangan untuk rakyat miskin. Apakah hanya beras untuk bantuan rakyat miskin, atau juga perlu bantuan pangan lokal;

4. Perlu gerakan/kampanye penganeka ragaman konsumsi pangan;

5. Target swasembada diganti dengan kemandirian pangan;

6. Terkait APEC: dalam mencapai ketahanan pangan perlu pelibatan pihak swasta

7. Peran petani kecil, dimana tak mungkin mencapai kemandirian pangan tanpa melibatkan peran petani kecil.

Page 10: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

938

Diskusi

Pertanyaan:

1. Bapak Joni (Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat)

a. Pada paparan Kepala Badan Litbang Pertanian terdapat terdapat 7 Subsistem inovasi sebagai bagian dari sistem pertanian: (1) Inovasi pengelolaan lahan dan air, (2) Inovasi pengelolaan produksi berkelanjutan, (3) Inovasi logistik dan distribusi, (4) Inovasi pasca penen dan pengolahan , (5) Inovasi pengelolaan lahan dan air, pengendalian lingkungan, (6) Inovasi pemasaran hasil, dan (7) inovasi koordinasi dan integrasi lintas sektoral. Kalau bisa ditambah system inovasi kekuatan internal untuk menghambat kekuatan eksternal. Misalnya pada lembaga BPTP yang memiliki tugas melakukan penelitian dan pengkajian, mengapa juga ikut dalam mengurus benih sehingga kepercayaan petani terhadap kita menjadi rendah akibat terdapatnya permasalahan terkait perbenihan.

b. Kepada pemakalah Wali Kota Depok, kami setuju agar kebijakan one day no rice dapat diterapkan dengan meneruskan kebijakan ini di Kabupaten/Kota khususnya Sumatera Barat.

c. Kepada pemakalah Bapak Prof. Benyamin Lakitan, menarik paparan seperti yang diutarakan Bapak Prof. Benyamin Lakitan mengenai perilaku “kucing Garfield” yang melakukan perbuatan yang tidak tepat. Hal ini memang sering terjadi di kita, sehingga bagaimana agar hal ini tidak terjadi khususnya dikaitkan dengan kegiatan riset kita.

d. Kepada Bapak pemakalah dari Balai Besar Riset Sosek dan Kebijakan Kelautan, kami mengharapkan agar riset-riset yang dilakukan hendaknya tidak hanya terbatas pada perikanan tangkap akan tetapi juga perlu riset pada perikanan darat misalnya perikanan budidaya belut yang diintegrasikan dengan usahatani padi. Bagaimana ketersediaan benih belutnya bagi petani?

2. Bapak Subarudi dari Badan Litbang Kehutanan

a. Kami setuju bantuan raskin di stop khususnya untuk daerah tertentu yang memang makanan pokoknya bukan beras. Misalnya di Papua, masyarakatnya biasa tanam umbi-umbian sehingga adanya bantuan beras maka konsumsinya akan beralih ke beras. Padahal harga beras di Papua sangat mahal.

b. Pengembangan sektor pertanian khususnya peternakan sesungguhnya dapat dikembangkan dengan adanya lahan alokasi dari Kehutanan untuk pengembangan sub sektor peternakan. Oleh karena itu, egosektoral kita harus ditiadakan dan perlu saling sinergi dalam pengembangan pertanian termasuk sub sektor peternakan.

Page 11: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

939

Tanggapan

1. Bapak Dr. Haryono (Kepala Badan Litbang Pertanian)

a. Sesungguhnya semangat sistem inovasi yang telah dikemukan dari 1 sampai 7 dapat menimbulkan keuatan internal dalam menanggulangi pengaruh ekternal tadi.

b. BPTP memang memiliki tugas utama dalam melakukan penelitian dan pengkajian. Tapi terkait benih, itu merupakan tugas tambahan. Fokusnya tetap pada penelitian dan pengkajian. Dengan demikian terima kasih atas dukungan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan kepada BPTP.

2. Prof. Dr. Achmad Suryana (Kepala Badan Ketahanan Pangan)

a. Terima kasih atas dukungan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Barat

b. Bantuan pangan bagi rakyat miskin sangat diperlukan, tapi jenis pangan yang dibantukan tersebut harus yang pas dibutuhkan oleh masyarakat miskin tersebut.

3. Bapak Dr. Nur Mahmudi (Walikota Depok)

a. Agar kegiatan ketahanan pangan dan diversifikasi pangan lebih bermakna maka terdapat 3 hal yang mesti mendapat perhatian kita bersama yaitu:

b. Pada berbagai kegiatan seperti pertemuan rapat dsb seyogyanya lebih banyak menggunakan pangan lokal sebagai bahan konsumsinya. Mendedikasikan pangan lokal diharapkan dapat mengungkin ekonomi sumberdaya lokal,

c. Mengajak kita untuk terus melakukan gerakan aplikatif mengkonsumsi pangan lokal minimal 1 minggu 1 kali,

d. Mencermati kembali dalam pemetaan atlas rawan kerawanan pangan, apakah sudah tepat? Apakah ukurannya pakai pangan beras?

Sesi II

Pembicara : 1. Dr. Ir. Haryadi Himawan, MBA (Direktur Bina Perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan)

2. Dr. Ir. Iding Chaidir, MSc (Sekretaris Dewan Riset Nasional)

3. Dr. Agung Hendriadi (Tim Modelling Badan Litbang Pertanian)

Moderador : Prof. Dr. Ir. Rahmat Syahni, MSc. (Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Barat)

Pembahas : Prof. Dr. Pantjar Simatupang (Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Kebijakan Pertanian)

Page 12: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

940

Judul Makalah:

1. Sumbangsih Sektor Kehutanan dalam Mendukung Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal Menyongsong Pemberlakuan MEA 2015

2. Agenda Riset Nasional untuk Mendukung Kemandirian Pangan Menyongsong Pemberlakuan MEA 2015

3. Analisis Kebijakan Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal Melalui Pendekatan Sistem Modelling

Pembahasan:

Makalah 1

1. Underutilized crop:

a. Potensi besar: 5 juta ton/tahun

b. Pemanfaatan rendah: 210.000 ton/tahun

2. Potensial untuk diversifikasi pangan

3. Peluang ijin usaha pemanfaatan hutan (IUPH)

a. Pengelolaan Hutan Oleh Masyarakat (Hutan Kemasyarakatan): 0

b. Pengelolaan Hutan Oleh Lembaga Desa (Hutan Desa: 0

c. Hutan Tanaman Indonesia(HTI) Sagu: 2 perusahaan, luas + 69.000 ha

4. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (IUPHHBK): 4 unit di lahan konsesi seluas 410.000 hektar

5. Perlu dukungan kebijakan KL terkait

6. Produk turunan sagu

7. Penggunaan tepung sagu pada industri makanan: mie, saos cabe dan tomat, biskuit, kerupuk, kwetiau, roti, bun, makanan medis (Gluten free casein free untuk makanan autis).

8. Delineasi penanggung jawab utama:

Sagu hutan: Kemenhut, sagu budidaya: Kementan, sagu komunitas masyarakat adat (Papua)

9. Pemahaman akar masalah:

Geografi: kawasan terpencil, sosial: preferensi pangan, kepemilikan lahan, politik kebijakan: apakah (daerah) pengembangan sagu prioritas pemerintah? hampir semua sagu di daerah terpencil, miskin; teknologi

10. Kebijakan dan program operational: arah pengembangan berupa tepung vs whole biomass utilization, fokus pelaku usaha: Perusahaan besar (Kemhut) vs Perusahaan kecil

Page 13: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

941

11. Saran pengembangan (untuk dibahas)

Arah pemgembangan: sistem integrasi budidaya–bioindustri sagu

Pengelolaan pembangunan: double track

a. Berbasis budidaya: Kementan b. Berbasis kehutanan: Kemenhut

Dukungan litbang:

a. Agenda DRN b. Agenda Balitbang Pertanian, Balitbang Kehutanan

Makalah 2

1. Daya saing kunci survival dan kemajuan

a. Peringkat saing pada tataran global dan asean: masih perlu ditingkatkan

b. Dukungan dan hasil riset: masih perlu ditingkatkan

c. Kinerja: masih perlu ditingkatkan

2. Dua tantangan

a. Pemanfaatan potensi pasar domestik: defensif (D)

b. Penetrasi pasar ekspor: ofensif (O)

Page 14: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

942

3. Strategi: peningkatan daya saing berbasis IPTEK melalui R&D terkoordinasi

a. Penyusunan agenda riset nasional

b. Dokumen sebagai ARN sebagai instrumen koordinasi

Komentar: secara umum setuju semua, tapi aspek MEA spesifik dimanakah?

4. Pertanyaan untuk dibahas: apakah ARN yang sesuai untuk menyongsong MEA? apakan MEA cukup untuk instrumen koordinasi riset?

5. ARN untuk MEA

a. Inventarisasi dan pembangunan gene bank untuk plasma nutfah;

b. Pemuliaan tanaman, ternak, dan ikan

c. Pengembangan budidaya pertanian pada lahan sub optimal

d. Pengembangan teknologi penanganan hama dan penyakit ramah lingkungan

e. Pengembangan teknologi pasca panen

f. Diversifikasi dan hilirisasi produk-produk pertanian berorientasi ekspor (Kelapa Sawit, Kakao, Karet, Kopi, Rumput Laut, Perikanan);

g. Riset peningkatan daya kompetitif pertanian lahan sempit

Komentar: masih umum, belum terlihat aspek spesifik MEA, instrumen koordinasi: masih perlu dielaborasi

h. ARN untuk instrumen koordinasi riset: bersifat sukarela (tidak mengikat, tidak ada insentif), koordinasi tidak langsung

Makalah 3

1. Komentar umum:

a. Rumit: susah memahami inside the box-nya

b. Model simulasi dinamik bisa bermanfaat untuk analisis kebijakan bila valid dan ada variabel instrumen kebijakan

c. Validitas model ditentukan oleh kesesuian kerangka kerja model dan parameter penentu interrelasi

d. Instrumen kebijakan direpresentasikan oleh variabel (semi) ekdsokgen dalam model, dan pada tataran praksis difleksikan oleh variabel yang spesifik dan operasional

e. Pengamatan: rekomendasi berupa issu kebijakan? tidak spesifik dan tidak operasional

2. Pertanyaan teknis-teoritis

a. Pada tingkat manakah ketahanan pangan diukur?

Page 15: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

943

b. Relasi sekuensial determinan ketahanan pangan:

1) Ketersediaan pangan merupakan syarat keharusan tapi tidak cukup untuk menjamin akses pangan

2) Akses pangan merupakan syarat keharusan tapi tidak cukup untuk menjamin penggunaan pangan

3) Penggunaan pangan oleh rumah tangga (individu) merupakan penentu akhir (syarat cukup) ketahanan pangan

4) Kecukupan gizi dan PPH merupakan ukuran, bukan penentu, penggunaan (asupan aktual) pangan rumah tangga/individu

3. Pertanyaan dan usulan:

a. Sudah (sebaiknya dilakukankan uji validasi: kemampuan prediksi model

b. Disagregasi sapasial

c. Akomodasi instrumen intervensi kebijakan/ program spesifik dan operasional

d. Cermati ulang kesesuaian teoritis dari model struktural dan parameter-parameter.

DISKUSI

Penanya:

1. Prof. Yonariza (Universitas Andalas)

a. Hutan untuk pangan cukup banyak untuk pertanian, ini merupakan hal penting

b. Agenda riset untuk mendukung daya saing

c. Kemitraan petani dengan swasta, bagaimana dampaknya terhadap petani yang terkait dengan ketahanan pangan, daya beli, biaya transaksi kemitraan antara swasta dengan kelompok tani

2. Bambang (BPPT)

a. Sagu merupakan sumber pangan, insentif usaha dalam bentuk apa? Potensi sagu masih mengacu pada jaman Belanda dahulu, Kemenhut perlu mengidentifikasi luasan areal sagu di beberapa daerah yang potensial sehingga akan bermanfaat bagi investor

b. Untuk Dr. Pantjar sebagai pembahas, sagu jika dilihat dari sisi ekonomi, maka tidak ekonomis seperti di daerah Papua, karbohidrat sagu paling besar dibanding biji-bijian yang lain, nilai kesehatannya tinggi. Dalam pengembangan sagu seperti apa konkritnya?

Page 16: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

944

3. Yohan (Ristek)

a. Apakah mungkin pemerintah bisa terlibat di kemitraan antara Unilever dengan petani? Dalam suatu sistem inovasi, ada beberapa aktor, yakni pengembang teknologi (peneliti, perguruan tinggi), dan pengguna teknologi (swasta/bisnis, petani), kedua aktor tersebut dalam dalam menjalankan inovasi dinilai masih kurang, sehingga masih diperlukan peran pemerintah sebagai regulator, yang dibutuhkan di awal pelaksanaan inovasi, dan dalam kondisi tertentu terkadang tidak dibutuhkan peran pemerintah.

b. Untuk membuat suatu model perlu diperhatikan kaitan antar variabel, sehingga logik (masuk dalam nalar). Untuk itu model yang disusun perlu didiskusikan dengan para pakar. Pemodelan yang disusun dikritisi Dr. Pantjar masih mentah. Seyogyanya dalam membuat suatu model perlu mengetahui kondisi aslinya, sehingga bisa diramalkan kondisi masa depan dengan kondisi yang ada. Validasi ada tool-nya, penyimpangan model dengan kenyataan, dapat dijadikan landasan untuk mengintervensi kebijakan.

Tanggapan Pemakalah:

Dr. Iding Chaidir:

Setuju dengan masukan dari audiens, Agenda Riset Nasional seyogyanya ada insentif yang mendukungnya.

Dr. Agung Hendriadi:

1. Kebijakan yang disusun berdasarkan pemodelan adalah kebijakan secara makro.

2. Validasi terhadap pemodelan sudah dilakukan, ada kurva existing, tingkat kesalahan (error) tidak lebih dari 5 persen, disagregasi penting, PPH di setiap daerah berbeda.

3. FGD telah dilakukan dengan ahlinya dan model akan disempurnakan dengan memperhatikan masukan-masukan dari audiens.

Staf Kehutanan, mewakili Dr. Haryadi Himawan:

1. Pangan dibedakan 2, yakni:

a. Mudah diukur

b. Tidak mudah diukur (life supporting system), seperti konservasi hutan lindung, termasuk jika hutan lindungnya rusak bagaimana pengaruhnya terhadap pengairan untuk pertanian, tata kelola pengairan terkait dengan DAS

Page 17: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

945

2. Kontribusi Kehutanan terhadap pangan mencapai 500 ribu ton.

3. Untuk mengolah sagu ijin usahanya di Kementrian Perindustrian, seperti PT. Sampoerna telah mengolah menjadi biofuel. Industri sagu membutuhkan biaya yang mahal, karena tanaman sagu adanya di dekat wilayah perairan, dibutuhkan infrastruktur, apakah mungkin ada insentif berupa keringanan pajak?

4. Kemenhut mengurusi hutan dalam cakupan yang besar (hutan alam, HTI), juga kecil, didalam kawasan hutan dikelola Kemenhut dan di luar kawasan hutan dikelola Kementan.

Tanggapan Moderator

1. Diperlukan upaya utilisasi

2. Diperlukan politik kebijakan pangan

3. Diperlukan kerjasama lintas sektor

4. Diperlukan peran swasta dan masyarakat

5. Diperlukan pemodelan yang komprehensif

Sesi III

Pembicara : 1. Dr. Ir. Garjita Budi, M.Agr.St. (Direktur Mutu dan Standarisasi, Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian)

2. Prof. Ir. Yonariza, MSc dan Dr. Mahdi, SP., MSi (Universitas Andalas)

3. H. Suharyo Husen, BSc., SE., MBA (KADIN)

4. Dr. Erwidodo (Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Pertanian)

Moderador : Prof. Dr. Tahlim Sudaryanto (Staf Ahli Menteri Bidang KLN, Kementerian Pertanian)

Pembahas : Prof. Dr. Masyhuri (Universitas Gadjah Mada)

Judul Makalah:

1. Kesiapan, Peluang dan Tantangan Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia Menyongsong Pemberlakuan MEA 2015

2. Potensi Dampak Pemberlakuan MEA 2015 terhadap Sektor Pertanian

3. Prospek Pemberlakuan MEA 2015 Bagi Pelaku Usaha Sektor Pertanian

Page 18: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

946

4. Kebijakan Perdagangan Mendukung Upaya Peningkatan Daya saing komoditas Pangan di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

Pembahasan:

Makalah 1

1. Daya saing harus dimulai dari hulu dan diikuti di tingkat on-farm, pengolahan dan pemasaran. Program peningkatan nilai tambah dan daya saing, yaitu (1) Pengembangan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan; (2) Pengembangan dan Penerapan Standar; (3) Program Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan; (4) Pengembangan Pengawasan Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan; (5) Pengembangan Lembaga Pengawasan (OKKP, Lembaga Sertifikasi, Laboratorium; dan (6) Kerjasama & Harmonisasi Standar.

2. Untuk memanfaatkan peluang dan menjawab tantangan maka Indonesia harus melakukan program dan membuat kebijakan yang akan merespon tuntutan standarisasi, tuntutan produk yang tidak mengandung bahan yang berbahaya, tuntutan integrasi pengelolaan rantai pasok dari produk–produk yang mempunyai kualitas mutu yang sesuai agar dicapai ketahanan pangan. Pengembangan mutu dan standardisasi meliputi: (1) Penyusunan, perumusan, penetapan dan pemberlakuan standar; (2) Penerapan standar; (3) Pembinaan dan pengawasan standar; (4) Akreditasi dan sertifikasi; (5) Kerjasama dan harmonisasi standar; (6) Sosialisasi.

3. Selain itu diperlukan peningkatan jaringan kemitraan ekonomi (public-private partnership) untuk pengembangan produk pertanian. Pemerintah memerlukan kerjasama dengan swasta dalam menyiapkan komoditas pertanian andalan (prioritas komoditi) yang mampu menguasai pasar domestik dan bersaing di pasar global.

Makalah 2

1. Kemudahan dalam pertukaran komoditi melalui perdagangan se kawasan akan meningkatkan ketersediaan bahan pangan, membuka peluang peningkatan volume perdagangan dan penyerapan tenaga kerja serta optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam. Dampak MEA 2015 terhadap sektor pertanian di Indonesia relatif besar karena dapat menyatukan produksi berbagai produk sejenis menghadapi pasar global.

2. Penyiapan pelaku kegiatan ekonomi menghadapi MEA 2015 sudah semakin mendesak. Petani skala kecil yang merupakan pelaku utama di sisi suplai memerlukan perhatian khusus karena selain sebagai produsen juga menjadi konsumen. Oleh karena itu, petani harus dapat masuk ke arus perdagangan bebas dan MEA 2015.

Page 19: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

947

Makalah 3

1. Prospek pemberlakuan MEA 2015 bagi pelaku usaha Sektor Pertanian yaitu : (1) Peluang pasar besar dengan jumlah penduduk ASEAN 500 juta orang, termasuk sekitar 50 persen atau sekitar 245 juta berada di Indonesia (pasar domestik sangat besar); (2) Merupakan tantangan berupa daya saing dan harga; (3) Kemitraan, untuk merebut atau menguasai pasar diluar ASEAN, termasuk Timur Tengah, Afrika, Eropa, Amerika Utara dan Amerika Latin.

2. Strategi pemasaran didalam menghadapi MEA 2015 adalah: (1) Prioritaskan pasar domestik dengan daya saing tinggi; (2) Perkuat Kelembagaan Petani dan Pelaku Usaha Agribisnis ; (3) Transaksi ekspor ditingkatkan dari FOB menjadi CIF; (4) Meningkatkan ekspor komoditas pertanian olahan setengah jadi atau/dan barang jadi.

3. Indonesia masih memiliki kelemahan sebagai berikut : (1) masih lemahnya dukungan dan hasil penelitian dan pengembangan khususnya dibidang pasca panen, pengolahan, dan informasi pasar; (2) Hasil inovasi dan tehnologi relatif belum terpublikasikan secara luas, terutama kepada para pengusaha agribisnis; (3) Kurangnya dukungan infrastruktur (irigasi, jalan, pelabuhan, gudang).

4. Selain itu, terdapat hambatan dalam pengembangan produksi pangan unggulan : (1) Lahan pertanian semakin langka; (2) Infrastruktur produksi dan pemasaran kurang memadai; (3) Penggunaan benih unggul belum optimal; (4) Penggunaan pupuk belum optimal; (5) Modal kerja dan investasi kurang mendukung; (6) Tehnologi dan akses kepada tehnologi kurang; (7) Iklim Usaha kurang kondusif; dan (8) Diversifikasi pangan berjalan lambat.

5. Semangat yang diusung penyatuan bangsa-bangsa di kawasan Asia Tenggara adalah One Vision, One Identity, One Community. Penerapan standar dan peraturan teknis yang melebihi dari apa yang dibutuhkan harus dihindari agar tidak menjadi hambatan teknis bagi perdagangan. Untuk itu, harmonisasi standar dan peraturan teknis memainkan peranan penting dalam fasilitasi perdagangan.

6. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan produk pangan organik, mengingat ketersediaan lahan yang luas untuk mendukung pertanian organik. Sesuai tujuannya pertanian organik yaitu untuk memproduksi pangan yang sehat dengan semakin meningkatkan kesuburan tanah yang dipergunakan untuk mengembangkan produk pangan organik tersebut. Oleh karena itu, maka produk pangan organik memiliki daya saing yang tinggi terhadap produk-produk pangan non organik baik dari dalam negeri maupun dari negara anggota ASEAN lainnya. Untuk meningkatkan daya saing, produk pangan organik juga harus mengikuti harmonisasi standar dan peraturan tehnik yang diterapkan dinegara-negara ASEAN. Selain itu, para petani dan para pelaku usaha pangan lainnya memerlukan ketersediaan infrastruktur yang memadai, termasuk didalammnya yaitu sistem dan saluran irigasi, jalan, jembatan, alat angkutan yang dilengkapai oleh pendingin, pelabuhan laut, pelabuhan udara dan pergudangan yang baik.

Page 20: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

948

Makalah 4

1. ASEAN Economic Community (AEC) menawarkan peluang dan manfaat bagi perekonomian Indonesia. Namun kalangan bisnis, pemerintah dan masyarakat Indonesia harus bersama-sama berperan aktif dalam peningkatan daya saing Indonesia. Dua program yang perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing produk pertanian menghadapi AEC 2015, yakni (i) program peningkatan produksi dan produktivitas berikut kebijakan stabilisasi harga dan kebijakan pengendalian impor, dan (ii) langkah untuk meningkatkan kualitas dan standarisasi produk pertanian. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang memberikan perlindungan dari ancaman melimpahnya produk impor (border measures), kebijakan yang mencerminkan keberpihakan untuk meningkatkan kapasitas produksi, produktivitas dan kualitas produk pertanian serta kebijakan yang dapat menjamin keuntungan dan kelangsungan usaha petani (beyond the border measures). Kebijakan stabilisasi harga pangan strategis merupakan salah satu kebijakan penting dalam menjamin keuntungan layak dan kelangsungan usaha petani. Kebijakan stabilisasi harga penting untuk mencapai ‘ketahanan‟ dan „kemandirian‟ pangan.

2. Penambahan lahan baku pertanian, pencetakan sawah baru, pemeliharaan dan peningkatan sarana irigasi harus menjadi perhatian utama Menteri Pertanian, berkoordinasi dengan Menteri terkait. Kebijakan stabilisasi harga pangan strategis merupakan salah satu kebijakan penting dalam menjamin keuntungan layak dan kelangsungan usaha petani. Di era AEC 2015, peningkatan kualitas dan pemenuhan standar menjadi sangat penting agar produk pertanian (pangan) Indonesia mampu bersaing melawan produk impor dan dapat masuk ke pasar Negara ASEAN lain. Kementan perlu segera menerapkan standar produk pangan dan menyusun roadmap sosialisasi dan pembenahan standarisasi produk pangan.

3. Biaya bongkar muat barang, ongkos angkut dan biaya logistik yang mahal mengakibatkan daya saing Indonesia rendah, jauh lebih rendah dibandingkan negara ASEAN lainya. Oleh karena itu, menjadi keharusan dan mendesak bagi pemerintah untuk segera meningkatkan infrastruktur publik dan sistem logistik nasional serta melakukan reformasi birokrasi.

4. Mengingat program stabilisasi harga secara langsung terkait dengan peran pemerintah untuk melakukan intervensi pasar, mengatur impor dan ekspor serta mengelola stock penyangga, maka dalam pemilihan “instrumen kebijakan” dan pelaksanaannya perlu memperhatikan dan konsisten dengan aturan WTO. Pengelolaan stock dan operasi pasar perlu mengacu kepada aturan WTO tentang “domestic subsidy” (aturan de minimis dan Agregate Measures of Support-AMS).

Diskusi

1. Petani kakao tidak ada insentif untuk melakukan pengolahan menjadi fermented kakao karena pedagang tidak membedakan harga kedua produk tersebut. Agar petani mau melakukan fermentasi kakao maka pemerintah akan

Page 21: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

949

mengeluarkan regulasi yang menyatakan bahwa perdagangan kakao hanya dapat dilakukan untuk fermented kakao.

2. Produk yang diperdagangkan memerlukan referensi laboratorium sebagai uji provisiensi.

3. Pada saat AEC diberlakukan tenaga kerja yang akan meningkat adalah arus tenaga professional, oleh karena itu peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah suatu keharusan.

4. Indonesia harus segera mensinkronkan standar produk untuk semua produk yang dihasilkan, termasuk produk pertanian, jasa dan industry, agar dapat diperdagangkan di pasar ASEAN.

5. Pelaku usaha, terutama pengusaha agribisnis, hendaknya responsive terhadap preferensi konsumen karena permintaan terhadap suatu produk sangat dipengaruhi oleh karakteristik.

Kesimpulan

1. AEC sesuatu yang perlu dipandang dalam rangka untuk memacu dan memicu peningkatan kinerja dan efisiensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Ketidakadaan AEC kemungkinan akan membuat Indonesia terjebak dalam zona nyaman (confort zone).

2. Perluasan pasar ekspor ke pasar ASEAN dan luar ASEAN akan menjadi pasar raksasa bagi produk-produk Indonesia.

3. Merupakan peluang bagi investor untuk berinvestasi di sektor pertanian Indonesia dan sebaliknya untuk mengeksplore investasi ke negara-negara ASEAN

4. Tantangan sekaligus menjadi peluang untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing dengan cara memperbaiki komponen Supply Change Management (SCM) yang merupakan sarana untuk meningkatkan produktivitas agar dapat bersaing.

5. Standarisasi di bidang pertanian, perikanan dan kehutanan sebagai langkah awal dalam menerapkan standar produk yang diperdagangkan dalam rangka memasuki pasar ASEAN.

6. Produk hukum mengenai pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam integrasi ASEAN disusun di tingkat nasional akan menjadi referensi bagaimana kementerian/lembaga mengikuti ketentuan di bidang ekonomi dalam rangka menuju AEC.

Page 22: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

950

DISKUSI KELOMPOK

Kelompok A

1. Analisis Program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Nasional (MP3EI) Koridor Sulawesi dalam Mendorong Pertumbuhan Produksi Pertanian Pangan Nasional (Adang Agustian dan Supena Friyatno)

2. Kiat-Kiat Strategis Menyikapi Problema Sumberdaya Lahan dalam Mendukung Kemandirian Pangan Dalam Konteks Green Economy (Irsal Las, M. Sarwani, dan A. Mulyani)

3. Potensi dan Prospek Pemanfaatan Lahan Pekarangan untuk Mendukung Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pertani (Reni Oelviani, A. Hermawan, A. Choliq, dan Komalawati)

4. Pergeseran Peran Pangan Berbahan Baku Lokal pada Pola Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia (Tri Bastuti Purwantini dan Sri Hery Susilowati)

5. Potensi Pemanfaatan Lahan Pekarangan Sebagai Sumber Bahan Pangan Lokal di Provinsi Bengkulu (Umi Puji Astuti dan Bunaiyah Honorita)

6. Pengaruh Sistem Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah Varietas IR-66 di Sumatera Barat (Atman dan Misran)

7. Potensi Varietas Padi Sawah Lokal terhadap Teknologi Pertanian Organik di Nagari Sariak, Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Irmansyah Rusli)

8. Keragaan Pertumbuhan dan Hasil VUB Inpari 12 dan Inpari 21 Batipuh di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman (Syahrial Abdullah)

9. Uji Adaptasi Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.) Introduksi di Sukarami Kabupaten Solok (Doni Hariandi, A. Nurdin, dan A. Syarif)

10. Prospek Budidaya Kedelai pada Lahan Sawah Tadah Hujan dan Sawah Irigasi Sederhana untuk Peningkatan Produksi (Winardi Khatib)

11. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi NAA (Naphtaleneacetic acid) pada Tahap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gandum (Triricum aestivum L) di Sukarami Solok (Vivi Dharma)

12. Inventarisasi Tanaman Sumber Pangan Lokal di Lahan Pekarangan Kalimantan Tengah (Susilawati, S. Agustini, Rukayah, dan S. Mokhtar)

13. Adaptasi Varietas Jagung Hibrida Hasil Badan Litbang Pertanian Lahan Dangkal AIA Tajun Lubuk Alung Padang Pariaman (Syahrial Abdullah)

14. Potensi Pengembangan Kedelai di Lahan Gawangan Kelapa Sawit dengan Biaya Produksi Rendah di Sumatera Barat (Via Yulianti dan Jefri M. Muis)

Page 23: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

951

Diskusi

Pertanyaan:

1. Abdul Azis (BPTP Sumbar) untuk Pemakalah no.1

- Apakah sumber pertumbuhan padi hanya dari sawah saja? Apakah lahan kering dinilai tidak layak? Lahan kering walau produktivitasnya rendah tetapi punya beberapa keunggulan.

2. Mohar Daniel dari BPTP Padang.

1. Penelitian kita sering cenderung di awang-awang sehingga ketika mengambil kebijakan tidak sesuai dengan kebutuhan petani, kurang membumi.

2. Masyarakat Ekonomi Asean membutuhkan hasil pertanian yang mampu bersaing. Agar petani mampu mengembangkan usahataninya secara optimal perlu menjadikan petani sebagai subyek, bukan sebagai objek seperti yang selama ini terjadi. Petani diperlukan peneliti sebagai sumber data, orang politik melihat petani sebagai sumber suara dalam memenangkan pemilihan umum. Kerjasama petani, akademisi, peneliti, dan pengambil kebijakan diperlukan agar bisa memikirkan petani menjadi pengusaha. Perlu memberi kedudukan dan kuasa kepada petani agar bisa mengambil keputusan terbaik untuk kehidupan usahanya.

3. Mengapa hampir semua makalah menyampaikan kesimpulan jauh lebih panjang dari pendahuluannya?

Jawaban:

1. Abdul Azis

- Sumber pertumbuhan padi 95 persen memang dari lahan sawah, 5 persen dari lahan kering. Lahan kering biasanya digunakan untuk menanam ubi kayu, jagung, kedele. Jika padi dikembangkan pada lahan kering akan ada persaingan dengan komoditas yang lain.

- Untuk ke depan, yang akan lebih banyak dikembangkan adalah di lahan rawa pasang surut maupun lebak.

2. Adang Agustian

Saya setuju pelibatan petani dalam perencanaan karena seringkali apa yang dibutuhkan petani jauh dari apa yang kita fikirkan tentang kebutuhan petani. Pelibatan petani dari awal menciptakan rasa tanggungjawab dalam pelaksanaannya.

Kelompok B

1. Analisis Kebijakan Peningkatan Produksi Padi/Beras di Provinsi Jawa Barat dalam Mendukung Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (Supena Friyatno dan Adang Agustian)

Page 24: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

952

2. Kebijakan Swasembada Daging: Melalui Pengembangan Wanaternak Berkelanjutan (Subarudi)

3. Aktivitas Dehidrogenase Tanah Tanaman Kedelai dengan Perlakuan Pupuk Kimia dan Pupuk Hayati (Sarmah, Jati Purwani, dan Subowo G.)

4. Pengujian Efektivitas Pupuk Hayati PH-E terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai (Endang Windiyati dan Ea Kosman Anwar)

5. Kajian Teknis–Ekonomis Thresher Lipat Bermotor pada Beberapa Varietas Padi di Kabupaten Solok (Tarmisi, Nusyirwan Hasan, dan Harnel)

6. Dukungan MKRPL terhadap Ekonomi Keluarga di Desa Lolu Kabupaten Sigi (Sumarni, Caya Khairani, dan Basrum)

7. Potensi dan Status Pengembangan Sorgum di Provinsi Jawa Timur dalam Upaya Gerakan Diversifikasi Pangan Nasional (Prima Luna dan Sri Widowati)

8. Keragaan Teknologi Pengolahan Ubi Kayu Sebagai Alternatif Makanan Pokok di Sulawesi Tengah (Caya Khairani dan Andi Dalapati)

9. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Genotipe Gandum (Triticum Aestivum L.) pada Lima Provinsi di Indonesia (Irfan Suliansyah, Irawati Chaniago, Nurwanita Ekasari Putri, Damanhuri, Muhammad Azrai, Trikoesoemaningtyas, dan Catur Herison)

10. Pertumbuhan dan Produktivitas Tujuh Varietas Unggul Kentang di Batagak, Kabupaten Agam (Yulimasni dan Hayani)

11. Sistem Produksi, Pengolahan dan Pemanfaatan Hutan Sagu untuk Penyediaan Pangan Karbohidrat di Papua Barat (Bambang Hariyanto, Priyo Atmadji, Agus Tri Putranto

dan Indah Kurniasari)

12. Gerakan Padi Tanam Sabatang (PTS) di Sumatera Barat: Konsep dan Implementasinya di Lapangan (Zul Irfan)

13. Teknologi Pengolahan Ubi Jalar sebagai Alternatif Substitusi Bahan Baku Olahan dalam Mensukseskan Program Diversifikasi Pangan di Nusa Tenggara Barat (Fitrahtunnisa, Widya Siska, dan Ria Rustiana)

14. Potensi Pengembangan Bawang Merah di Sumatera Barat (Irmansyah Rusli)

15. Varietas Lokal Padi Sawah Asal Sumatera Barat Berdaya Hasil Tinggi (Abd. Aziz Syarif)

16. Penyaringan Ketahanan Lima Kultivar Padi Beras Merah Lokal (Oryza Sativa L.) Asal Sumatera Barat terhadap Wereng Hijau (Nephotettix Virescens) (Wilda Kurnia, Etti Swasti, dan Yaherwandi)

17. Evaluasi Kandungan Besi (FE) dan Zink (ZN) pada Beberapa Kultivar Padi Beras Merah Asal Sumatera Barat (Muharama Yora, Sri Wahyuni, dan Annisa Afifatul Akhiar)

Page 25: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

953

18. Keragaman Karakter Varietas Lokal Padi Sawah Sumatera Barat dan Potensinya dalam Pemuliaan untuk Daya Hasil Tinggi (Abd. Aziz Syarif dan Syahrul Zen)

19. Keragaan Plasma Nutfah Padi Lokal di Kalimantan Barat (Agus Subekti, Dadan Permana, Pratiwi, Trisna Yasi A.W., dan M. Arifin Muflih)

20. Adaptasi Varietas Unggul Baru Inpara pada Lahan Rawa Lebak di Kabupaten Mukomuko (Jhon Firison, Siti Rosmanah, dan Wahyu Wibawa)

21. Introduksi dan Analisa Usaha Tani Varietas Unggul Baru (VUB) Padi Inpari 12 di Tanah Sepenggal Kabupaten Bungo Jambi (Bustami, Adri, dan Eva Salvia)

22. Inovasi Teknologi Salibu Meningkatkan Produktivitas Lahan, Mendukung Swasembada Pangan Berkelanjutan (Erdiman, Nieldalina, dan Misran)

23. Variabilitas Kandungan Antosianin pada Beberapa Kultivar Lokal Padi Merah Asal Sumatera Barat (Etti Swasti dan Morry Reza)

24. Uji Daya Hasil dan Mutu Beras Beberapa Galur Mutan Harapan dari Perbaikan Genetik Padi Lokal Sumatera Barat melalui Pemuliaan Mutasi (Hendra Alfi, Benny Warman,

Irfan Suliansyah, Etti Swasti, dan Sobrizal)

25. Pengkayaan Tepung Kasava Termodifikasi Menggunakan Tepung Kecambah Kedelai untuk Memenuhi Angka Kecukupan Gizi Anak–Anak Usia 7-12 Tahun Hingga 30 Persen (Srimaryati dan Kasma Iswari)

26. Peningkatan Kandungan Asam Folat pada Tepung Kecambah Kedelai melalui Elisitasi Dengan Xanthan Gum (Kasma Iswari dan Srimaryati)

27. Aplikasi Metode Modifikasi Panas Lembab untuk Sintesis Tepung Ubi Jalar dengan Karakteristik Antioksidan Sebagai Bahan Baku Pangan Non Terigu Non Beras (Widya Dwi Rukmi Putri, Dian Widya Ningtyas, Intan Liza, dan Ruly Agustin)

28. Kajian Sifat Organoleptik pada Beras Analog dengan Fortifikasi Tepung Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis. L) (Indah Rodianawati, Hamidin Rasulu, Erna R.M Saleh, M. Assagaf, dan Marliani)

29. Pengkajian Teknologi Surge Feeding pada Induk Sapi Berbasis Pakan Lokal Mendukung Pengembangan Sapi Potong di Sumatera Barat (Ratna A.D., R. Wahyuni, dan Jefrey M.Muis)

30. Evaluasi Hasil Beberapa Aksesi Salak Hibrida dan Salak Lokal (Sri Hadiati dan Tri Budiyanti)

31. Peranan ZPT pada Pertumbuhan Stek Tanaman Buah Naga (Sunyoto dan Liza Octriana)

32. Uji Teknis Mesin Pelumat Kulit Kayu Manis (Cinnamomum Sp) untuk Menghasilkan Cairan dan Bubuk Kulit Kayu Manis (Tarmisi, Nusyirwan Hasan, dan Harnel)

Page 26: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

954

33. Pemanfaatan Jagung untuk Jus dalam Meningkatkan Nilai Tambah (Ahyati Fadilah, Joko Purwanto, Ambar Dwi Kusumasmarawati, dan Lully Natharina Prasetyani)

34. Diversifikasi Pati Sagu (Metroxylon Sp) Sebagai Bahan Baku Mie dan Makaroni Sagu (Dian Anggraeni, Ade Saepudin, Budiyanto, dan Lully N. Prasetyani)

35. Inovasi Proses Tepung Talas Termodifikasi dalam Meningkatkan Nilai Produk (Yusman Taufik, Hasnelly, dan Rukmana)

36. Potensi dan Peluang Pengembangan Teknologi Pengolahan Melinjo dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Provinsi Jambi (Linda Yanti)

37. Kajian Pengaruh Suhu Simpan dan Metode Pematahan Dormansi terhadap Viabilitas Benih Pepaya Merah Delima (Sunyoto dan Liza Octriana)

38. Pengaruh Inokulasi Pupuk Hayati Cair terhadap Pertumbuhan dan Hasil Caisim (Brassica Rappa) pada Tanah Ultisol (Sarmah dan Subowo G.)

39. Analisa Usaha Penggemukan Sapi Simental dengan Pemberian Kulit Kakao dan Jerami Fermentasi di Daerah Sentra Kakao Sumatera Barat (Jefrey M. Muis, R. Wahyuni, dan A. Bamualim)

Diskusi

Pertanyaan:

1. Abdul Azis (BPTP Sumbar) untuk Pemakalah no.3

- Mengapa kajian dilakukan tanpa pembanding dengan perontokkan manual?

2. Pudjiatmoko Ex. Atase Pertanian di Jepang

- Sebenarnya kita tidak perlu membesar-besarkan petani lahan sempit yang ada di Indonesia. Pengalaman di Jepang menunjukkan persoalan lahan sempit tidak membuat petani harus miskin jika ditopang teknologi yang canggih. Ada realitas di Jepang, seorang petani berlahan sempit bisa menanam sebatang tomat dengan teknologi hidroponik dan bisa menghasilkan 2000 buah tomat per pohon.

- Pertanian dengan lahan marginal juga bisa produktif jika bersedia menggunakan teknologi tinggi, saprodi yang memadai sehingga bisa menghasilkan produksi yang tinggi pula.

2. P2HP Jakarta

- Gandum dan sorgum telah dikembangkan dari sejak dulu. Namun belum banyak dipromosikan. Untuk itu dalam perumusan perlu dimasukkan promosi gandum

- Apa yang dimaksud dengan mokaf

- Masalah tepung harus putih, apakah memang ada standar, perlu dicek ulang

Page 27: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

955

3. Ibu Kasma Iswari dari BPTP Sumatera Barat

- Dikemukakan bahwa tidak ada perbedaan hasil dari seluruh varietas. Ini perlu dikemukakan alasan mengapa terjadi hal demikian, atau kemungkinan adanya kesalahan dalam pengamatan. Di Sukarami hasil penelitian yang sama menunjukkan hasil yang berbeda antar varietas sorghum

- Perlu ditambahkan data data hasil penelitian, minimum data proximat atau data ekonomi, agar hasil yang didapat terlihat lebih ilmiah

4. Supena Friyatno (PSEKP)

- Terkait dengan salah satu fungsi beras merah yang memiliki kandungan serta tinggi untuk mencegah penyakit gula, apakah kandungan sera ini termasuk soluble fiber atau unsoluble fiber, karena berbeda fungsi fiber dengan untuk diet?

- Pada pengamatan penelitian ini yang diukur adalah jumlah malai per rumpun, berat butir gabah dll., apakah berat gabah ditimbang yang bernas saja? Sebaiknya juga diukur jumlah anakan dan jumlah gabah hampa?

5. Sahrul Zein dari BPTP Sumatera Utara

- Tolong diinformasikan sumber varietas dan asal varietas tersebut? Dalam kegiatan penyaringan ada diferensial varietas yang tahan, mana yang tahan dari varietas lokal?

- Ada potensi 4-41 persen kadar protein, angka tersebut perlu di cek

- Penyaringan kandungan Fe ada informasi kadar Fe ada tinggi dan rendah, yang lokal masuk dimana?

- Usul dalam komponen hasil, jumlah gabah dan anakan →gabung antara jumlah gabah dan persentase hampa,

6. Sarial Abdullah dari BPTP Sumatera Barat

- Data agak meragukan, karena impara 3 lebih baik tapi hasil impara 1 lebih baik lebih dari 50 persen, sebaiknya komponen hasil sejak anakan produktif, butir per malai dan bobot 1000 butir diukur.

- Apakah dalam kaitan wereng hijau dilihat juga hama tungro?

7. Erdiman dari BPTP Sumatera Barat

- Saran dalam pembubuhan huruf taraf nyata harus dikoreksi

- Hampir semua kultivar yang membandingkan kandungan Fe tidak signifikan, karena sebaiknya dibuat plot pembanding dengan beras putih dalam rancangan percobaannya

- Angka dibelakang koma sebaiknya diseragamkan dan tidak terlalu panjang.

8. Ibu Prima Luna

- Data penelitian Ibu diolah menggunakan regeresi, namun penggunaan alat analisis ini kurang tepat, karena sampel penelitian kurang dari 10 titik.

Page 28: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

956

Sebaiknya lebih tepat menggunakan analisis korelasi saja. Mohon penjelasannya.

- Pada presentasi telah dijelaskan persepsi panelis berkenaan dengan rasa langu yang masih terdapat pada hasil olahan tepung kasava. Mohon dijelaskan lebih jauh bagaimana persepsi panelis tentang rasa langu tersebut.

- Ada dua pertanyaan. Pertama, suhu yang digunakan dalam penelitian hanya pada panas 50 derajat celsius, yang menurut saya ini tidak sesuai dengan konsep HMT. Kedua, mohon jelaskan bagaimana cara pengukusan beras artifisial yang dilakukan karena biasanya hasilnya seperti jelly atau seperti mutiara?

- Untuk penelitian yang dilakukan, metode RSM memang sering digunakan, namun penerapannya jangan setengah-setengah. Semestinya analisisnya langsung digabung, sehingga respon penelitian menjadi lebih lengkap. Penggunaan uji RSM mesti didahului oleh verifikasi. Apakah peneliti telah melakukan uji verifikasi sebelumnya? Jika hasil uji menunjukkan hasil kurang dari 15 persen berarti hasilnya bagus.

Jawaban:

1. Irsal Las

Memang belum dibandingkan, mungkin nanti akan dibandingkan antara perontokkan tradisional, semi mekanis dan mekanis.

2. Supena

Sosialisasi pembangunan manusia dan teknologi perlu dilakukan secara bersama-sama, tidak memadai mendahulukan satu dan menelantarkan yang lain. Kemajuan bisa dicapai dengan memajukan keduanya. Setiap kebijakan ada pihak yang dikorbankan, disinilah pentingnya pemikiran tentang “pareto optimal”. Mungkin kita perlu meredefinisi petani, buat pengelompokannya sehingga kebijakan bisa lebih mengena dengan mengelompokkannya. Tiap kelompok diperjelas kebijakan yang diberlakukan, tidak lagi bersifat penyeragaman/general.

3. Subarudi

Pertanian dengan teknologi canggih yang bisa memberi keuntungan bagi petani hanya bisa terwujud jika ada keberpihakan dan keinginan politik dari penguasa untuk melaksanakannya melalui kebijakan yang bisa di produksinya. Sebagai contoh, ketika petani di Thailand banyak menanam opium dilahannya karena itu bisa memberi penghasilan yang besar bagi rumah tangga petani yang selalu gagal meningkatkan pendapatan melalui komoditas pertanian. Kebijakan penguasa untuk mengajukan penggantian opium dengan komoditas hortikultura dan mewajibkan semua hotel dan restoran untuk membeli produk hortikultura tersebut, memberi semangat bagi petani untuk terus meningkatkan kuantitas

Page 29: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

957

dan kualitas produksinya. Kebijakan politik ekonomi pertanian seperti ini sangat diperlukan di Indonesia.

4. Prima Luna

Tepung pada umumnya berwarna putih, karena bahan dasarnya putih. Namun ada juga yang berwarna kecoklatan.

5. Irfan Suliansyah

Mokaf adalah stater bio. Tambahan dari Ibu Iswari bahwa yang menonjol adalah KH

6. Muharama Yora

- Akan di cari kemudian

- 31-41 persen, tapi ini masih harus dicek

- Menyebar ada dari yang rendah sampai tinggi

- Saran akan dipertimbangkan.

7. Abd. Azis Syarif

Jumlah malai mencerminkan jumlah anakan produktif, hampa dan bernas secara relatif sudah terwakili oleh persentase kebernasan.

8. Wilda Kurnia

- Varietas lokal yang digunakan berasal dari Solok.

- Memang dari wereng hijau ini akan berpotensi untuk menumbuhkan virus tungro, namun untuk penelitian ini sampai mengkaji penyebaran virus tungro karena penelitian ini masih tahap awal, sedangkan penelitian virus tungro adalah penelitian lanjutan setelah penelitian ini selesai dilaksanakan.

9. Jhon Firizon

- Usul akan dipertimbangkan.

- Saran akan dipertimbangkan

10. Kasma Iswari dan Srimaryati

Betul, dalam penelitian ini digunakan analisis regresi. Indikator yang dilihat adalah nilai R besar yaitu koefisien determinasi dan juga nilai r, yang berarti juga menggunakan koefesien korelasi. Faktor yang penting adalah lama germinasi dilakukan. Namun, saran Ibu diterima dan akan dilakukan analisis kembali.

11. Srimaryati dan Kasma Iswari

Penelitian ini menggunakan proses perkecambahan. Uji organoleptik telah dimasukkan dalam laporan lengkapnya. Rasa langu memang sulit dihilangkan, karena itulah peneliti mencampurnya dengan tepung terigu. Namun demikian, rasa langu yang masih tersisa masih dapat diterima oleh panelis.

Page 30: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

958

12. Makalah Widya DR Putri, Intan Liza dan Rully Agustin

Iya betul. Peneliti melakukan perlakuan tertentu untuk setiap jenis ubi jalarnya, dimana hasilnya menunjukkan perbedaan yang nyata. Namun, hal ini berefek buruk terhadap sifat fungsionalnya. Proses yang lebih bagus adalah penggunaan suhu rendah, dimana lama waktu proses menjadi lebih panjang, yakni lebih kurang 6 jam. Dengan pengukusan seperti ini hasilnya tidak seperti mutiara. Proses pengukusan seperti halnya memasak nasi. Secara umum, kelebihan pada penggunaan tepung ubi jalar ini adalah pada sifat fungsionalnya.

13. Indah Rodianwati

Pertanyaan dari penanya lebih merupakan saran. Saran dari penanya ini akan dicoba dipraktekkan, dimana akan dilakukan penggabungan dalam analisisnya. Namun, sebagaimana tadi disampaikan bahwa dengan analisis yang terpisah juga hasilnya sudah baik.

Kelompok C

1. Analisis Ekonomi Dampak Masyarakat Ekonomi Asean Terhadap Sektor

Pertanian Indonesia (Hermanto, Reni Kustiari, dan Erwidodo)

2. Posisi Perdagangan dan Daya Saing Gula Indonesia di Pasar Asean (Sri Hery Susilowati dan Rena Yunita Rachman)

3. Analisis Manajemen Rantai Pasok Ayam Kampung Pedaging: Studi Kasus di

Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur (Wahyuning K. Sejati dan Saptana)

4. Prospek Perbenihan Kentang di Sembalun Kabupaten Lombok Timur, NTB

(Fitrahtunnisa, Eka Widiastuti, dan Ratna Wulandari)

5. Konsumsi, Produksi dan Strategi Pengembangan Buah-Buahan Lokal Indonesia (Ening Ariningsih)

6. Analisis Dinamika Permintaan/Konsumsi dan Kebijakan Pengembangan

Produksi Jagung Nasional (Adang Agustian dan Supena Friyatno)

Diskusi

Pertanyaan:

1. Gevisioner dari Balitbangda Sumatera Riau

1. Mengapa usulan subsidi selalu terkait subsidi input?

2. Petani perlu dilibatkan saat perencanaan program agar apa yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan petani?

3. Subsidi input lebih mudah dan gampang dilaksanakan tetapi tidak selalu efektif. Mengapa tidak dilaksanakan subsidi output?.

Page 31: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

959

2. Yonariza dari Universitas Andalas

Dalam menyambut integrasi pasar melalui Masyarakat Ekonomi Asia, Indonesia perlu lebih teliti dalam melakukan kebijakan dan perhitungan-perhitungan terkait komoditas perdagangan pertanian. Perlu disadari bahwa petani kita relative belum mampu berkompetisi dengan negara anggota lainnya. Oleh karena itu tidak tepat simulasi-simulasi yang diadakan lebih kearah simulasi tariff. Disarankan analisis dampak dilakukan dengan simulasi non tariff sehingga kondisi petani dan pertanian kita bisa lebih terlindungi.

Jawaban:

1. Sri Hery Susilowati

Subsidi output berupa HPP sudah dilakukan pada beras, kedelai, dan gula. Namun ini sangat terkendala dengan anggaran. Subsidi input maupun output sama-sama memerlukan biaya tinggi, tetapi mekanisme pelaksanaan subsidi input jauh lebih mudah. Sebagai contoh, subsidi pupuk dapat direalisasikan dengan memberikan sejumlah uang kepada pabrik pupuk, tetapi tidak demikian dengan subsidi output atau harga. Kemanakah uang harus diberikan mengingat kualitas, system penjualan, tempat penjualan petani padi sangat beragam. Celakanya, subsidi bisa dinikmati oleh para tengkulak, bukan oleh petani.

2. Reni Kustiari

Model yang digunakan memiliki tujuan dan persyaratan-persyaratan tertentu.

Kelompok D

1. Perspektif Kelembagaan Lumbung Pangan Non Beras dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Lokal (Kurnia Suci Indraningsih)

2. Kearifan Lokal dalam Pemanfaatan Pekarangan untuk Mendukung Ketahanan Pangan Rumah Tangga (Sunarsih, Saptana, dan Supena Friyatno)

3. Peran UPBS dalam Penyediaan Benih bagi Penangkar Mendukung Penyebaran VUB Padi di NTB (Nani Herawati, Sabar Untung, Eka Widiastuti, dan Heru Rahmoyo Erlangga)

4. Peran Kelembagaan Agribisnis Penunjang dalam Usaha Tani Padi (Tri Bastuti

Purwantini dan Wahyuning K. Sejati)

5. Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Mendukung Kemandirian Pangan di Sumatera Barat (Nasrul Hosen)

Page 32: RANGKUMAN DISKUSI Sesi I - pse.litbang.pertanian.go.id fileProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan) Moderador : Ir. Effendi, MP (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

960

Diskusi

Saran dan Masukan:

1. Ibu Wiwik dari Politeknik Universitas Andalas, Payakumbuh.

Informasi tentang kemandirian pangan sampai dengan kedaulatan pangan sudah cukup banyak, demikian juga dengan hasil hasil penelitian yang bagus. Namun bagaimana menciptakan masyarakat dengan ketahanan pangan, akses bagi perempuan miskin yang sangat sulit untuk menyediakan pangan.

Bagaimana penyediaan pangan sampai dengan yang menggunakannya

Dalam kenyataannya masih jauh untuk dapat berdaulat pangan

2. P2HP Jakarta

Disebutkan bahwa masalah kelembagaan, sudah ada kelembagaan kelompok tani dan Gapoktan. Mana lagi yang belum ada kelembagaan.

3. Ibu Kasma Iswari dari BPTP Sumatera Barat

Perlu ditambahkan kelembagaan pasar.

4. Ibu Diana dari Ditjen Tanaman Pangan

Sebagai masukan bahwa Percepatan pangan lokal sudah ada PP 22 tahun 2009, namun belum jalan. Perlu ada program pangan terpadu, dan program di lahan marjinal.

Kelompok E

Eksistensi dan Esensi Peran Pertanian Skala Kecil dalam Pemenuhan Pangan Nasional: Studi Kasus Negara-Negara ASEAN (Syahyuti)

Pertarungan Akses Sumberdaya Air Keterancaman Subak pada Lahan Persawahan di Kabupaten Tabanan, Bali (Herlina Tarigan, Arya H. Dharmawan, SMP Tjondronegoro,dan Kedi Suradisastra)

Implementasi Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Provinsi Banten (Ahmad Makky Arrozi dan Saptana)