rangkuman bpr dan toc

23
PENGERTIAN BPR Bisnis proses reengineering (BPR) dilakukan dengan tujuan merestrukturisasi organisasi menurut prinsip berorientasi pada proses. Dalam perkembangannya, pada tahun 70an dan 80an, perusahaan meningkatkan proses bisnis mereka dengan mengaplikasikan Just In Time (JIT) System dan Total Quality Management (TQM). Pada tahun 90an, perusahaan mencoba mengembangkan secara radikal proses bisnis mereka dengan bisnis proses reengineering (BPR). Pada tahun 90an, Davenport & Short (1990) mengemukakan pendekatan baru pada manjemen proses, yaitu BPR. Ia mengemukakan BPR adalah pandangan akan sebuah strategi kerja baru, sebuah aktivitas nyata tentang desain proses, dan penerapannya pada dimensi tekhnologi manusia dan organisasi yang kompleks. Salah satu faktor yang membantu dan mendorong proses perkembangan bisnis proses reengineering (BPR) adalah upaya standarisasi dari sebuah proses. Hal ini dapat dilihat dari berbagai standar manjemen proses yang diterapkan dalam dunia bisnis. Sebagai contoh: CMM, ISO, SixSigma, dll. Dengan munculnya standar manajemen proses yang secara universal diterima di berbagai bidang bisnis memungkinkan sebuah perusahaan yang berhasil menerapkan BPR secara efektif dan efisien memiliki kompetensi baru dengan menjual proses bisnis yang dimilikinya kepada pihak lain (outsource). Bagi perusahaan yang ingin fokus pada pengembangan proses bisnisnya dengan menitikberatkan pada core competency yang dimiliki, perusahaan dapat mengalihkan aktivitas non value added pada perusahaan lain sebagai pihak ketiga yang menyediakan sumber daya, sebagai contoh: recruitment. Proses ini dapat menjadi lebih mudah dengan adanya standar manajemen proses yang dapat memberikan kepastian pada pihak perusahaan yang memanfaatkan jasa outsourcing.

description

mengenai hasil rangkuman materi bpr dan toc

Transcript of rangkuman bpr dan toc

PENGERTIAN BPR

Bisnis proses reengineering (BPR) dilakukan dengan tujuan merestrukturisasi organisasi menurut prinsip berorientasi pada proses. Dalam perkembangannya, pada tahun 70an dan 80an, perusahaan meningkatkan proses bisnis mereka dengan mengaplikasikan Just In Time (JIT) System dan Total Quality Management (TQM). Pada tahun 90an, perusahaan mencoba mengembangkan secara radikal proses bisnis mereka dengan bisnis proses reengineering (BPR).Pada tahun 90an, Davenport & Short (1990) mengemukakan pendekatan baru pada manjemen proses, yaitu BPR. Ia mengemukakan BPR adalah pandangan akan sebuah strategi kerja baru, sebuah aktivitas nyata tentang desain proses, dan penerapannya pada dimensi tekhnologi manusia dan organisasi yang kompleks. Salah satu faktor yang membantu dan mendorong proses perkembangan bisnis proses reengineering (BPR) adalah upaya standarisasi dari sebuah proses. Hal ini dapat dilihat dari berbagai standar manjemen proses yang diterapkan dalam dunia bisnis. Sebagai contoh: CMM, ISO, SixSigma, dll. Dengan munculnya standar manajemen proses yang secara universal diterima di berbagai bidang bisnis memungkinkan sebuah perusahaan yang berhasil menerapkan BPR secara efektif dan efisien memiliki kompetensi baru dengan menjual proses bisnis yang dimilikinya kepada pihak lain (outsource). Bagi perusahaan yang ingin fokus pada pengembangan proses bisnisnya dengan menitikberatkan pada core competency yang dimiliki, perusahaan dapat mengalihkan aktivitas non value added pada perusahaan lain sebagai pihak ketiga yang menyediakan sumber daya, sebagai contoh: recruitment. Proses ini dapat menjadi lebih mudah dengan adanya standar manajemen proses yang dapat memberikan kepastian pada pihak perusahaan yang memanfaatkan jasa outsourcing.

Untuk melakukan proses outsourcing dengan efektif, sebuah perusahaan perlu mempertimbangkan beberapa hal berikut diluar biaya:

1.Serangkaian aktivitas dan bagaimana aktivitas tersebut berjalan. Maka dari itu, perusahaan memerlukan standar dari aktivitas proses agar antara pihak penyedia dan perusahaan tersebut dapat berkomunikasi dengan mudah dan efisien tentang proses outsources.

2.Perangkat yang diperlukan untuk mengevaluasi sebuah proses adalah standar kinerja dari proses.

3.Perusahaan memerlukan standar manajemen proses yang mengindikasikan seberapa baik manjaemen proses yang mereka jalankan dapat diatur, diukur, dan apakah dilakukan peningkatan kualitas standar manajemen proses secara berkelanjutan.

Perkembangan teknologi termasuk menjadi salah satu faktor yang mendukung evolusi dari penerapan proses bisnis, termasuk bisnis proses reengineering (BPR), yang kemudian dikenal sebagai proses automatisasi. Automatisasi adalah sebuah rencana menggabungkan teknologi tinggi melalui perbaikan proses pelaksanaan pekerjaan demi meningkatkan produktivitas pekerjaan. Beberapa teknologi yang berperan besar pada implementasi BPR adalah:

1.Shared database menyediakan informasi di banyak tempat (dalam hal ini departemen)

2.Expert system memungkinkan generalisasi untuk melaksanakan tugas khusus

3.Telecommunication network memungkinkan organisasi menjadi terintegrasi maupun terpisah dalam waktu yang sama

4.Decision-support tools memungkinkan semua karyawan dapat terlibat dalam pembuatan keputusan

5.Wireless data communication memungkinkan karyawan dapat bekerja secara flexible

Beberapa implementasi teknologi pada proses BPR memungkinkan sebuah proses bisnis dijalankan dengan lebih efektif dan efisien. Implementasi teknologi tersebut, berdampak langsung pada pemotongan biaya operasi, mempersingkat waktu proses, mengurangi pemakaian sumber daya, dan meningkatkan produktivitas.Business Process Reengineeringdikenal juga dengan istilahBusiness Process Redesign(Perancangan Ulang Proses Bisnis),Business Transformation, atauBusiness Process Change Management. Business Process Reengineering (BPR) dimulai sebagai teknik sektor privat untuk mendukung organisasi secara fundamental memikirkan kembali bagaimana mereka mengerjakan bisnis yang mampu meningkatkanjasakepada pelanggan, memotong biaya operasional dan menjadi kompetitor kelas dunia. Kunci utama dalam perancangan ulang adalah pengembangan sistem informasi dan jaringan. Organisasi-organisasi besar semakin banyak menggunakan teknologi ini untuk lebih mendukung proses bisnis yang inovatif dibanding memperbaiki metode kerja pada saat yang sama.

BPR meliputi analisis dan perancanganalir kerja(workflow) dan proses-proses dalam sebuah organisasi. BerdasarkanDaven ports(1990),proses bisnisadalah sekelompok tugas-tugas yang saling berhubungan secara logis, dilaksanakan untuk mencapai sebuah hasil bisnis yang jelas.

Re-engineering("rekayasa ulang") adalah dasar dari perkembangan-perkembanganmanajemenyang muncul belakangan ini.Tim lintas-fungsional(Cross-functional team), contohnya, telah banyak dikenal karena perannya dalam perancangan ulang tugas-tugas fungsional yang terpisah menjadi proses-proses lintas-fungsional yang lengkap.

Dalam kerangka kerja untuk penaksiran dasar terhadap misi dan tujuan, perancangan ulang memfokuskan kepada proses bisnis organisasi langkah-langkah dan prosedur yang mengendalikan bagaimanasumber dayadigunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan pasar yang khusus. Proses bisnis dapat disusun kembali menjadi aktivitas-aktivitas spesifik, diukur, dimodelkan dan diperbaiki. Dapat pula dirancang ulang secara keseluruhan atau dieliminasi sekaligus. Perancangan ulang mengidentifikasikan, menganalisa, dan merancang ulang proses inti bisnis organisasi dengan tujuan untuk mencapai hasil maksimal dalam ukuran kinerja kritis sepertibiaya,kualitas,jasadankecepatan.

Perancangan ulang membagi-bagi proses bisnis menjadi sub-sub proses dan tugas yang dilaksanakan oleh beberapa area fungsional terspesialisasi dalam organisasi. Seringkali tidak seorang pun yang bertanggung jawab atas kinerja keseluruhan proses. Perancangan ulang memaksimalkan kinerja subproses yang akan menghasilkan beberapa keuntungan, namun tidak menjanjikan peningkatan yang dramatis jika prosesnya sendiri tidak efisien dan tertinggal.

Untuk alasan itu, perancangan ulang memfokuskan pada merancang kembali proses secara keseluruhan untuk mencapai keuntungan maksimal bagi organisasi dan pelanggan. Hal ini berbeda dengan proses yang memfokuskan pada peningkatan fungsional atau incremental saja.Davenport dan Short (1990) sebagi pelopor pengembangan metodologi Business Process Reengineering menentukan framework untuk Business Process Reengineering yang terdiri dari lima tahap sebagai berikut :

1. Pengembangan visi bisnis dan tujuan proses2. Indentifikasi proses yang perlu di redesign3. Mengerti dan mengukur proses yang ada4. Identifikasi kapabilitas IT5. Design dan buat prototipe proses baru

Jadi bisa disimpulkan bahwaBPRadalah sebuah proses merubah proses bisnis secara radikal dan dramatis sehingga proses bisnis tersebut menjadi lebih efektif dan efisien tanpa merubah struktur organisasi dan fungsi proses bisnis tersebut.

Business Process Reengineering (BPR) adalah proses pemikiran ulang secara mendasar dan perancangan secara radikal terhadap proses-proses bisnis untuk meningkatkan kinerja proses bisnis. Tujuan dari Business Process Reengineering adalah bagaimana membuat semua proses yang ada di organisasi atau perusahaan menjadi meningkat. Beberapa tujuan BPR menurut Andrews dan Stalick antara lain :

Meningkatkan kemampuan organisasi dalam menghasilkan barang atau jasa yang khusus serta mempertahankan produksi massal.

Meningkatkan kepuasan atas barang atau jasa sehingga pelanggan akan memilih barang atau jasa perusahaan daripada perusahaan pesaing.

Membuat lebih mudah dan menyenangkan bagi pelanggan untuk melakukan bisnis dengan perusahaan.

Memutuskan batasan organisasional, membawa pelanggan kepada saluran informasi melalui komunikasi, jaringan dan teknologi komputer.

Mempercepat waktu respon kepada pelanggan, mengeleminasi kesalahan dan ketidakpuasan, serta mengurangi pengembangan barang atau jasa dalam waktu siklus pabrik.

Memproses permintaan pelanggan yang lebih dan peningkatan volume dari setiap pelanggan serta menetapkan harga valuedriven untuk pelanggan tanpa mengurangi profitabilitas.

Memperbaiki kualitas kerja dan kemampuan individu dalam memberikan kontribusi pada perusahaan.

Memperbaiki pembagian dan kegunaan pengetahuan organisasi sehingga organisasi tidak tergantung pada keahlian beberapa orang saja.

BPR terdiri dari tiga huruf yaitu B, P, dan R. B dalam BPR berfokus pada proses bisnis dimana dalam proses tersebut dapat menciptakan nilai bagi pelanggan. Dimana B dalam BPR ini mendefinisikan proses bisnis melalui mata pelanggan dari proses tersebut. Yang kedua adalah P. P dalam BPR adalah berfokus pada proses yang berjalan dimana akan menghasilkan suatu hasil yang diinginkan oleh perusahaan. Yang terakhir adalah R. R di BPR membawa asumsi implisit tentang sejauh mana peningkatan kinerja karena rekayasa ulang dan bagaimana rekayasa ulang dilakukan.Alasan BPR DiperlukanBusiness Process Reengineering (BPR) dimulai sebagai teknik sektor privat untuk mendukung organisasi secara fundamental memikirkan kembali bagaimana mereka mengerjakan bisnis yang mampu meningkatkan jasa kepada pelanggan, memotong biaya operasional dan menjadi kompetitor kelas dunia. Kunci utama dalam perancangan ulang adalah pengembangan sistem informasi dan jaringan. Organisasi-organisasi besar semakin banyak menggunakan teknologi ini untuk lebih mendukung proses bisnis yang inovatif dibanding memperbaiki metode kerja pada saat yang sama.Beberapa peranan TI dalam BPR:

Basis data yang dibagi-bagikan (shared databases), membuat informasi tersedia pada banyak tempat.

Sistem ahli (expert systems) memungkinkan para generalis untuk melaksanakan tugas spesialis.

Jaringan telekomunikasi (telecommunication networks), memungkinkan organisasi dapat disentralisasikan dan didesentralisasikan dalam waktu yang sama.

Perlengkapan pengambilan keputusan (decision-support tools), memungkinkan pengambilan keputusan menjadi bagian dari pekerjaan sehari-hari.

Komunikasi data tanpa kabel (wireless data communication) dan komputer yang mudah dibawa (portable computer), memungkinkan personel lapangan bekerja secara independent.

Videodisk interaktif (interactive videodisk), untuk mendapatkan kontak langsung dengan pembeli potensial.

Identifikasi otomatis dan pelacakang (automatic identification and tracking), memungkinkan sesuatu untuk melaporkan dimana mereka berada bukan menunggu untuk ditemukan.

Perhitungan kinerja tinggi (high performance computing), memungkinkan perencanaan on-the-fly (diciptakan pada saat dibutuhkan) dan perbaikan.SIKLUS PROSES BPR

Metodologi

Business Process Reengineering adalah inisiatif perubahan dramatis yang berisi lima langkah utama. Para Manajer harus:

1.Memfokuskan kembali nilai-nilai perusahaan pada kebutuhan pelanggan;

2.Perancangan proses inti, yang sering menggunakan teknologi informasi (IT) untuk memungkinkan perbaikan;

3.Reorganisasi bisnis ke dalam tim lintas fungsional dengan tanggung jawab end-to-end untuk proses;

4.Pikirkan kembali dasar organisasi dan isu-isu tentang orang;

5.Meningkatkan proses bisnis di seluruh organisasi.

Penggunaan Umum

Perusahaan menggunakan Business Process Reengineering untuk secara substansial meningkatkan kinerja pada proses kunci yang berdampak terhadap pelanggan. Business Process Reengineering dapat:

Mengurangi biaya dan waktu siklus (cycle time). Business Process Reengineering mengurangi biaya dan waktu siklus dengan menghilangkan produktif kegiatan dan karyawan yang melakukan mereka. Reorganisasi dalam tim mengurangi kebutuhan lapisan manajemen,

mempercepat arus informasi, dan menghilangkan kesalahan dan pengerjaan ulang yang disebabkan oleh beberapa keterbatasan;

Meningkatkan kualitas. Business Process Reengineering meningkatkan kualitas dengan mengurangi fragmentasi pekerjaan dan membangun kepemilikan proses dengan jelas. Pekerja mendapatkan tanggung jawab untuk hasil kerja mereka dan dapat mengukur kinerja mereka berdasarkan umpan balik dengan cepat.Fase-Fase BPR BigLima fase pendekatan BPR in-the-big:

Fase 1: Sebuah proyek BPR dimulai dengan serangkaian pemicu, seperti masalah kinerja, sebuah gerakan e-business kompetitif, atau tekanan dari sebuah rekan rantai pasokan. Ini juga terutama dipicu oleh sebuah peluang penciptaan nilai atau sebuah visi eksekutif mengenai bagaimana seharusnya sebuah aspek tertentu perusahaan (contoh, layanan pelanggan). Pertimbangan dan diskusi dilakukan dan kemudian proposal dibuat. Selanjutnya, manaejmen puncak memberikan izin pelaksanaan.

Fase 2: Mobilisasi BPR terjadi dengan menyeleksi sebuah pemimpin proyek dan membentuk sebuah tim inti BPR. Proses-proses yang akan didesain ulang dipilih dan penilaian awal dari infrastruktur IT seputar proses-proses tersebut dilakukan. Sebuah rencana dan anggaran BPR diajukan.

Fase 3: Pada fase ini, proses bisnis didesain ulang dan perbandingan kinerja dibuat, terkadang melalui benchmarking dengan perusahaan-perusahaan lain. Rancangan proses juga disiapkan untuk implementasi

Fase 4: Tahap implementasi dan transformasi organisasional merupakan fase terberat untuk dilakukan. Ini meliputi perancangan sistem informasi dan pemodifikasian infrastruktur TI. Ini juga mencakup pengenalan dan pembentukan proses baru bersamaan dengan poerubahan rancangan organisasional. Pelatihan sumber daya manusia dan mungkin mengasah keterampilan mereka dan penyelesaian masalah-masalah political dan manusia yang terjadi ketika sebuah perubahan organisasional yang besar dibuat.

Fase 5: Idealnya, BPR bukan merupakan satu usaha sekilas, tetapi memerlukan proses untuk diawasi secara terus-menerus sehingga proses-proses tersebut dapat terpelihara dan termodifikasi saat dalam kondisi diperlukan.

Tahapan-Tahapan ReengineeringTahapan-tahapanreengineeringyang digunakan disini berdasarkan pendekatan kertas bersih antara lain :Tahap I : Mengembangkan Pemahaman Tingkat Tinggi pada Proses yang ada Identifikasi proses inti

Analisis proses inti

Menembangkan hasil analisis proses inti

Tahap II : Benchmarking, brainstorming, fantasizing Tahap III : Perancangan ProsesTahap IV : Verifikasi dan validasiKeuntungan Memakai BPR Memberikan gambaran yang lebih jelas dari pernyataan, sehingga diidentifikasi daerah yang harus ditingkatkan kinerjanya.

Dalam pembentukan peta personal yang terlibat akan paham masalah dari masing-masing aktivitas dan kontribusi yang dihasilkan.

Kerugian Memakai BPR Diperlukan peta yang memberikan kemudahan dari pelaksana operasi, hal ini perlu diperhatikan bila pemetaan dilakukan oleh staf pusat atau konsultan.

Keterpakuan pada peta proses, sehingga mengganggu keluwesan dari proses yang digunakan untuk proses yang unik.

PENERAPAN

Contoh Penerapan BPR dalam Perusahaan1.Kantor cabang AT & T Global Business Communications System merancang dari awal cara memproses pesanan para pelanggan, sehingga mengurangi waktu penyampaian dari 8-12 minggu menjadi beberapa hari, bahkan menggunakan 35% lebih sedikit karyawan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.

2.Pilkington Optronics mengurangi waktu tunggu produksinya sampai lebih dari 50%meningkatkan keandalan penyampaian kepada pelanggannya menjadi 97% dari sebelumnya 10% mengurangi nilai persediaan dan barang dalam proses sampai 70% menjadi 6,8 juta poundsterling dan meningkatkan penjualan per karyawan sampai 285%.

3.Bisnis otomotif Lucas Industries memotong waktu tunggu produksi sampai mendekati 80% dan mengurangi waktu tunggu pengiriman pesanan sampai 70% menjadi 32 hari sebelum otomasi. Perusahaan ini berhasil menggandakan perputaran persediaannya mencapai peningkatan produktivitas sebesar 50% dan pengurangan biaya sebesar 25%.

4. Ford Company, Procter & Gamble adalah contoh perusahaan raksasa Amerika yang berhasil mengakomodasi BPR sehingga bangkit dari kelesuan yang mengancamnya. Di Indonesia, Telkom (sekalipun tak menuruti betul konsep BPR) juga berhasil mengadopsinya pada kepemimpinan Cacuk Sudaryanto.

Berikut beberapa tahap dalam pembuatan contoh Bussiness Process Reengineering (BPR) :Tahap 1 - PersiapanKegunaan tahap ini adalah untuk memobilisasi dan mengorganisir SDM yang akan melakukan Reengineering.

Tahap 2 - IdentifikasiKegunaan dari tahap ini adalah untuk mengembangkan dan memahami model proses dari bisnis

Tahap 3 Penyusunan VisiKegunaan dari tahap ini adalah untuk membangun visi dan tujuan dari kinerja yang dihasilkan

Tahap 4A Desain TeknisKegunaan dari tahap ini adalah untuk menghasilkan sebuah rancangan proses yang mampu mengakselerasikan pencapaian Visi dari perusahaan

Tahap 4B Desain SosialKegunaan dari tahap ini adalah menspesifikasikan dimensi sosial dari proses yang baru

Tahap 5 TransformasiKegunaan dari tahap ini untuk mengimplementasikan desain proses yang dihasilkan di Tahap 4 (4A dan 4B)

Kenapa perusahaan perlu menerapkan BPR?Perusahaan yang pelu menerapkan reengineering itu adalah karena:

1. Kebangkrutan yang akan menerpa. PT Timah merupakan salah satu contoh yang tanggap menerapkan konsep ini sebelum mengalami kebangkrutan.

2. Mereka memandang akan banyak ancaman yang bakal muncul. Dalam hal ini reengineering diterapkan untuk mempertahankan posisi yang lebih baik di masa mendatang.

3. Perusahaan market leader menginginkan meninggalkan market challenger dengan satu lompatan yang sangat jauh ke depan, sehingga tidak bisa terkejar lagi oleh para pesaingnya.

Dampak keberhasilan BPRKeberhasilan dalam penerapan business Process Reenginering akan memberikan dampak yang sangat bermanfaat bagi perusahaan. Dampak tersebut antara lain :Meningkatkan moral dan produktivitas karyawan

Meningkatkan kepuasan pelanggan

Meningkatnya laba operasi

Meningkatkan daya saing perusahaan

Kegagalan perusahaanDalam penerapan business process reengineering tidak sedikit perusahaan yang mengalami kegagalan. Beberapa alasan terjadinya kegagalan tersebut antara lain disebabkan :Kurangnya pemahaman terhadap BPR. Banyak yang menganggap BPR sebagai intuisi dan usaha kreatif, bukannyareengineering discipline. Beberapa menyamakan BPR dengan program lain seperti Total Quality Management (TQM) dan menyamakan fungsi dengan proses.

Ekspektasi manajemen yang tidak realistis . Banyak manajer yang yang memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi pada hasil BPR. Lalu ketika hasilnya tidak sesuai dengan harapan, mereka menyimpulkan bahwa proyek BPR telah gagal. Hal ini akan mengurangi komitmen dan kepercayaan manajemen pada BPR.

Kurangnya kedisiplinan. Tanpa disiplin yang tinggi dalam menerapkan BPR, perusahaan tidak dapat bertahan.

Metode yang digunakan kurang tepat. Sekarang ini banyak metode yang ditawarkan untuk mengimplementasikan BPR. Kesalahan proses dan obyektif terjadi karena manajer memilih proses yang tidak menambah nilai perusahaan setelah reengineering.

Kurangnya komitmen manajemen. BPR adalah proses dari atas ke bawah. Ini akan mempengaruhi banyak hal tanpa komitmen kuat manajemen untuk menghadapi perubahan operasi dan budaya.

Salah proses. Salah satu penyebab kegagalan BPR ialah hanya merubah proses saja dan lalu menamakan itu BPR. BPR adalah perubahan secara radikal hampir di semua proses di dalam perusahaan. Ia menyangkut perubahan nilai, budaya, sistem, proses dan sebagainya. BPR bukan memperbaiki cara yang lalu tetapi mulai sama sekali dari pemikiran, bagaimana perusahaan seperti ini harus dilaksanakan.

Mengabaikan semuanya kecuali desain proses. Ini juga menyebabkan kegagalan BPR.

Berikut beberapa tahap dalam pembuatan contoh Bussiness Process Reengineering (BPR)

Tahap 1 - Persiapan

Kegunaan tahap ini adalah untuk memobilisasi dan mengorganisir SDM yang akan melakukan Reengineering. Apa yang menjadi tujuan dan harapan eksekutif? Apa komitmen level mereka pada kegiatan ini? Apa yang menjadi tujuan dari kegiatan ini? Siapa yang seharusnya ada dalam tim? Kemampuan gabungan apa yang harus ada dalam tim?

Tahap 2 - Identifikasi

Kegunaan dari tahap ini adalah untuk mengembangkan dan memahami model proses dari bisnis Apa yang menjadi bisnis proses utama organisasi? Bagaimana proses-proses tersebut berinteraksi dengan pelanggan dan pensuplai? Apa yang menjadi strategi kita? Apa nilai tambah proses kita? Apa yang seharusnya kita re-Engineer dalam waktu 90 hari, 1 tahun, atau 2 tahun?

Tahap 3 Penyusunan Visi

Kegunaan dari tahap ini adalah untuk membangun visi dan tujuan dari kinerja yang dihasilkan Bagaimana sumber daya, informasi, dan alur kerja melalui proses-proses dalam organisasi? Mengapa kita melaksanakan cara yang kita lakukan saat ini? Apa kunci kekuatan dan kelemahan dari proses yang akan di re-Engineer? Bagaimana perusahaan lainnya menangani kompleksitas prosesnya? Apa ukuran yang seharusnya kita gunakan untuk melakukan komparasi kinerja terbaik kita di perusahaan?

Tahap 4A Desain Teknis

Kegunaan dari tahap ini adalah untuk menghasilkan sebuah rancangan proses yang mampu mengakselerasikan pencapaian Visi dari perusahaan Sumber daya teknis dan teknologi apa yang kita perlukan pada tahap proses re-Engineering? Bagaimana sumber daya dan teknologi tersebut dapat diupayakan? Informasi apa yang digunakan pada saat dilakukan re-Engineering? Bagaimana elemen teknis dan sosial berinteraksi?

Tahap 4B Desain Sosial

Kegunaan dari tahap ini adalah menspesifikasikan dimensi sosial dari proses yang baru Teknik dan sumber daya manusia seperti apa yang perlu di re-Engineer? Aktivitas apa yang menjadi tanggungjawab tim reengineering? Apa target dan ukuran yang harus dibuat? Program pelatihan apa yang diperlukan?

Tahap 5 Transformasi

Kegunaan dari tahap ini untuk mengimplementasikan desain proses yang dihasilkan di Tahap 4 (4A dan 4B)

Kapan kita memonitor proses? Bagaimana kita mengetahui apakah kita dalam track/jalur atau tidak?

Mekanisme apa yang harus kita kembangkan untuk menyelesaikan permasalahan yang saat ini belum terpikirkan?

Bagaimana kita melanjutkan momentum dari perubahan yang terjadi?

Teknik apa yang harus kita gunakan untuk menyempurnakan organisasi?

Tahapan BPR di atas dapat dipahami secara rinci dari buku referensi yang disarankan

Ujung dari analisis proses bisnis ini adalah pemodelan yang dibuat dengan metode yang beragam (tergantung dari kebutuhan yang ada)

Beberapa ragam instrumen pemodelan yaitu: UML (Unified Modelling Language) DFD (Data Flow DiagramSynchronous manufacturing

Synchronous manufacturing adalah aliran material di dalam sistem, bukan kapasitas, yang harus seimbang. Hasil ini pada perpindahan material yang lancar dan terus menerus dari satu operasi ke operasi selanjutnya, dan kemudian lead time dan inventory yang menunggu dalam antrian harus dikurangi. Perbaikannya adalah pada pengurangan inventory yang dapat mengurangi biaya total dan dapat mempercepat pengiriman kepada konsumen, dan juga menjadikan perusahaan untuk dapat bersaing lebih efektif. Lead time yang singkat dapat memperbaiki pelayanan kepada konsumen dan membuat perusahaan lebih kompetitif.Pada synchronous manufacturing, bottleneck diidentifikasikan dan digunakan untuk menentukan tingkat aliran. Untuk memaksimasi aliran sistem, bottleneck harus diatur seefektif mungkin. Dikatakan sebagai capacity constrain resources, bottleneck ini memastikan Goldratt untuk mengembangkan gagasan dalam mengatur konstrain. Theory of constraint memperluas konsepnya yang meliputi pasar, material, kapasitas, logistik, manajerial, dan perilaku konstrain.JenisConstraintsJenis-jenis constraint pada OPT terdiri dari:

1.Internal constraint, berada di dalam sistem, seperti kapasitas mesin, lingkungan kerja, dan lain-lain.2.Eksternal constraint, berada di luar sistem, seperti peluang pasar, pemasok, dan lain-lain.3.Constraintfisik, bisa dilihat secara jelas, seperti kapasitas mesin, layout, kecepatan produksi, dan lain-lain.4.Constraintnon fisik, tidak bisa dilihat secara jelas, seperti peraturan pemerintah, kebijakan perusahaan, cara berfikir manajer, permintaan pasar, dan lain-lain.Kemampuan sumber dayaconstraintmenghasilkan output akan membatasi jumlah produksi perusahaan (throughput), sehingga untuk memaksimalkanReturn Of Investment(ROI), perusahaan harus mengoptimalkan penggunaan sumber constraint dan mengkoordinasikan aktivitas lainnya sesuai dengan keperluanconstrainttersebut.Dalam TOC berlaku asumsi, optimum lokal tidak selalu menghasilkan optimum global. TOC memandang keberhasilan keseluruhan usaha jauh lebih penting dibandingkan dengan minimasi biaya-biaya. TOC menganut prinsip suboptimasi yaitu optimasi pada tingkatan lokal yang berdasarkan kriteria lokal, dapat bertentangan dengan optimasi keseluruhan organisasi.C.Dasar-dasar TOCSebelum menggunakan TOC sebagai suatu alat dalam melakukan perbaikan, ada baiknya untuk mengetahui dasar-dasar yang digunakan oleh TOC dalam menyelesaikan suatu permasalahan.Secara umum dasar pemikiran TOC adalah sebagai berikut:

1.Sistem adalah suatu rantaiDengan menganggap fungsi sistem sebagai suatu rantai, maka bagian yang paling lemah akan dapat ditemukan dan diperkuat.2.Optimasi lokal vs optimasi sistem keseluruhanKarena adanya variasi dan interdependensi, performansi yang optimal dan suatu sistem bukanlah merupakan penjumlahan dari seluruh optimasi lokal.3.Sebab akibatSeluruh sistem bekerja pada kondisi sebab akibat, sesuatu akan terjadi akibat yang lain terjadi. Fenomena sebab akibat ini akan menjadi sangat kompleks pada sistem yang rumit.4.Efek-efek yang tidak diinginkan dan masalah utamaSebenarnya, semua hal yang tidak baik yang terjadi dalam sistem, bukanlah merupakan suatu masalah, tetapi merupakan indikator adanya sebuah masalah yang merupakan penyebab utama semua gejala tersebut. Dengan menghilangkan penyebab masalah utama, bukan hanya akan menghilangkan efek-efek yang tidak diinginkan, tetapi juga akan mencegah kembali.5.Solusi yang akan memperburuk keadaanInersia adalah musuh utama dalam proses perbaikan. Jangan sampai solusi yang telah ditetapkan justru tambah memperburuk masalah. Jadi solusi yang telah dibuat harus tetap dievaluasi.6.Constraint fisik vs constraint kebijakanConstraint fisik merupakan constraint yang paling mudah ditanggulangi, tetapi efeknya biasanya hanya sedikit. Tetapi dengan menanggulangi constraint kebijakan, efeknya akan sangat luas.7.Ide bukan sebuah solusiIde terbaik yang pernah ada di dunia tidak akan disadari potensialnya sebelum ide tersebut diimplementasikan. Dan kebanyakan ide yang bagus gagal pada tahap implementasinya.D.5 (Lima) Langkah dalam TOCDalam mengimplementasikan ide-ide sebagai solusi dari suatu permasalahan, Goldratt mengembangkan 5 (lima) langkah yang berurutan supaya proses perbaikan lebih fokus dan berakibat lebih baik bagi sistem.Langkah-langkah tersebut adalah:

1.Identifikasi konstrain sistem (identifying the constraint)

Bagaimana dari sistem yang memiliki hubungan terlemah? Masalah fisik atau kebijakan?2.Eksploitasi konstrain (exploiting the constraint)

Tentukan bagaimana menghilangkan konstrain yang telah ditemukan dengan mempertimbangkan perubahan dan biaya terendah.3.Subordinasi sumber lainnya (subordinating the remaining resources)

Setelah konstrain ditemukan lalu diputuskan apa yang akan dilakukan terhadap konstrain tersebut. Setelah itu harus dievaluasi apakah konstrain tersebut masih menjadi konstrain pada performansi sistem atau tidak. Jika tidak, maka langsung menuju ke langkah ke-5, tetapi jika sistem masih memiliki konstrain, teruskan dengan langkah ke-4.4.Evaluasi konstrain (Elevating the constraint)

Jika langkah ini dilakukan, maka langkah ke-2 dan ke-3 tidak berhasil menangani konstrain. Maka harus ada perubahan besar dalam sistem, seperti reorganisasi, perbaikan modal, atau modifikasi substansi sistem.5.Mengulangi proses keseluruhan (repeating the process)

Jika langkah ke-3 atau ke-4 telah dipecahkan, maka kembali lagi ke langkah ke-1 untuk mengulangi siklus. Tetapi waspada terhadap inersia, yaitu suatu solusi yang dapat menyebabkan konstrain lain muncul. Siklus ini tidak akan pernah berhenti.

Langkah-langkah perbaikan sistem yang dilakukan dalam TOC menunjukkan penekanan atau konsentrasi pendekatan TOC pada stasiun konstrain, dan stasiun non konstrain mengikuti hasil yang diperoleh dari stasiun konstrain. Penekanan ini mempermudah proses penjadwalan yang dilakukan, karena cukup hanya mencari jadwal yang sesuai untuk stasiun konstrain dan tidak mencari jadwal yang sesuai untuk semua elemen yang terlibat.

Meskipun TOC mempunyai fokus pada stasiun konstrain, stasiun-stasiun lainnya yang non-konstrain pasti akan mempengaruhi penjadwalan yang dilakukan di stasiun konstrain. Penjadwalan di stasiun konstrain memerlukan tingkat penyimpangan antara rencana dan aktual yang sangat kecil, selain itu umumnya stasiun konstrain dipasang untuk beroperasi 100 % kapasitas. Akibatnya dibutuhkan suatu penyangga yang dapat meredam setiap fluktuasi yang mungkin terjadi di stasiun non-konstrain sehingga jadwal di stasiun konstrain tidak terganggu. Oleh karena itu, TOC mengusulkan penggunaanbufferuntuk stasiun konstrain yang dikenal dengan istilahconstraint buffer.E.10 (Sepuluh) Aturan Dasar TOCAspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan pendekatan TOC ini tidak hanya pengendalianBufferdi stasiun konstrain. Keberhasilan penerapan TOC akan ditentukan oleh keberhasilan penerapan 10 prinsip dasar TOC, yaitu (Srikanth, 1996):

a. Seimbangkan aliran produksi, bukan kapasitas produksi. Diasumsikan perusahaan memiliki kapasitas tidak seimbang dengan jumlah permintaan pasar (demand) karena keseimbangan kapasitas menghambat pencapaian tujuan (goal) perusahaan.b. Tingkat utilitas non bottleneck tidak ditentukan oleh potensi stasiun kerja tersebut tetapi oleh stasiun kerja bottleneck atau sumber kritis lainnya. Hanya stasiun kerja yang mengalami bottleneck yang perlu dijalankan dengan utilitas 100 %.c. Aktivitas tidak selalu sama dengan utilitas. Menjalankan non bottleneck dapat mengakibatkan bertumpuknyawork in process(buffer) dalam jumlah yang berlebihan.d. Satu jam kehilangan pada bottleneck merupakan satu jam kehilangan sistem keseluruhan.e. Satu jam penghematan pada non bottleneck merupakan suatu fatamorgana.f. Bottleneck mempengaruhithroughputdaninventory.

g. Batch transfertidak selalu sama jumlahnya denganbatch proses.

h. Batch proses sebaiknya tidak tetap (variabel).i. Penjadwalan (kapasitas & prioritas) dilakukan dengan memperhatikan semua kendala (constraint) yang ada secara simultan.j. Jumlah optimum lokal tidak sama dengan optimum keseluruhan (total). Pengukuran performansi dilihat sebagai satu kesatuan berdasarkan pemasukan bahan baku dan hasil produk jadi.