Rancangan Ppmjr Ayu

110
1 PERENCANAAN DAN PENGUJIAN MATERIAL JALAN RAYA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud dan Tujuan Sesuai dengan perkembangan sejarah, jalan sebagai salah satu sarana transportasi telah mulai ada sejak manusia menghuni bumi yang terus berkembang sesuai dengan pola pemikiran manusia untuk terus menyempurnakan hasil temuan terdahulu. Pada saat ini sudah mulai ada teknik-teknik transportasi yaitu suatu cara untuk mendapatkan sesuatu. Pada perkembangan terakhir manusia telah mengenal sistem perkerasan jalan yang baik dan mudah dikerjakan serta pola perencanaan jalan raya yang semakin sempurna. Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan sebagai penghubung lalu lintas dari suatu tempat ke tempat lainnya. Lintasan artinya menyangkut jalur tanah tanpa perkerasan. Lalu lintas artinya menyangkut semua benda dan mahkluk yang melewati jalan tersebut. Jalan raya dimaksud adalah jalan raya biasa, dibangun syarat-syarat tertentu hingga dapat dilalui oleh kendaraan (lalu lintas). Syarat-syarat yang diperlukan jalan raya terutama adalah untuk memperoleh : 1. Permukaan yang rata dengan maksud agar lalu lintas dapat berjalan dengan lancar. 2. Mampu memikul berat kendaraan beserta beban yang ada diatasnya. AYU AIDAR ( 12302037 )

description

jalan raya

Transcript of Rancangan Ppmjr Ayu

78PERENCANAAN DAN PENGUJIAN MATERIAL JALAN RAYABAB IPENDAHULUAN

1.1 Maksud dan TujuanSesuai dengan perkembangan sejarah, jalan sebagai salah satu sarana transportasi telah mulai ada sejak manusia menghuni bumi yang terus berkembang sesuai dengan pola pemikiran manusia untuk terus menyempurnakan hasil temuan terdahulu. Pada saat ini sudah mulai ada teknik-teknik transportasi yaitu suatu cara untuk mendapatkan sesuatu. Pada perkembangan terakhir manusia telah mengenal sistem perkerasan jalan yang baik dan mudah dikerjakan serta pola perencanaan jalan raya yang semakin sempurna.

Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan sebagai penghubung lalu lintas dari suatu tempat ke tempat lainnya. Lintasan artinya menyangkut jalur tanah tanpa perkerasan. Lalu lintas artinya menyangkut semua benda dan mahkluk yang melewati jalan tersebut.

Jalan raya dimaksud adalah jalan raya biasa, dibangun syarat-syarat tertentu hingga dapat dilalui oleh kendaraan (lalu lintas). Syarat-syarat yang diperlukan jalan raya terutama adalah untuk memperoleh :1. Permukaan yang rata dengan maksud agar lalu lintas dapat berjalan dengan lancar.2. Mampu memikul berat kendaraan beserta beban yang ada diatasnya.3. Dapat dilalui dengan kecepatan tinggi, hingga permukaan jalan tidak tergusur, berserakan dan sebagainya.

Pada dasarnya, perencanaan konstruksi jalan raya terdiri dari beberapa bagian besar. Bagian-bagian itu adalah perencanaan geometrik jalan, perencanaan perkerasan material jalan dan perencanaan dalam pembangunan serta administrasinya.

1. Perencanaan geometrik jalanTerdiri dari ukuran-ukuran jalan serta bentuk-bentuk lintasan yang diperlukan. Ukuran-ukuran tersebut mencakup lebar bagian-bagian jalan dan fasilitasnya yang dikaitkan dengan kendaraan dan kelincahan geraknya, tinggi mata pengemudi, rintangan dan sebagainya. Bentuk permukaan dan lintasan dikaitkan dengan keamanan jalan dan lalu lintas.

2. Perencanaan perkerasan/ material jalanPerkerasan adalah lapisan jalan yang diperlukan untuk memenuhi syarat-syarat utama jalan yaitu permukaan jalan harus mampu memikul berat kendaraan dan dapat melalui dengan kecepatan tinggi. Perkerasan ini dibuat dari material-material alam.

Akhirnya sebagai sarana transportasi jalan raya juga merupakan sarana pembangunan pengembangan wilayah yang penting, maka lalu lintas diatas jalan raya harus bergarak dengan lancar dan aman.

1.2Ruang lingkup tugas yang dilakukanDalam tugas rancangan ini, perhitungan dilakukan terdiri dari beberapa tinjauan. Peninjauan ini meliputi penentuan lintasan, alinyemen horizontal, alinyemen vertikal, penampang melintang, dan kubikasi.

1.2.1Trase rencana / penentuan lintasanBerdasarkan peta topografi yang disediakan, dimana titik asal dan tujuan telah ditentukan. Langkah awal adalah memperhatikan situasi medan, untuk memperkecil biaya pembangunan, maka suatu standar perlu disesuaikan dengan keadaan topografi. Dalam hal ini, jenis medan dibagi dalam tiga golongan umum yang dibedakan menurut besarnya lereng melintang dalam arah kurang lebih tegak lurus sumbu jalan. Seperti yang diperlihatkan pada tabel 1.1Tabel 1.1 Klasifikasi Medan dan Besarnya Lereng MelintangGolongan MedanLereng Melintang

Datar (D)0 sampai 9 %

Perbukitan (B)10 sampai 24,9 %

Pegunungan (G)> 25 %

1.2.2Merencanakan alinyemen horizontalPerncanaan alinyemen horizontal merupakan perencanaan tikungan lengkap komponen-komponennya. Dalam perencanaaan tikungan pada rancangan ini meliputi Full Circle, Spiral-Circle-Spiral dan Spiral-Circle-Spiral. Perhitungan selengkapnya tentang alinyemen horizontal ini dapat dilihat pada Bab IV.

1.2.3 Merencanakan alinyemen vertikalAlinyemen vertikal ini merupakan tampang memanjang jalan, pada potongan ini terlihat lengkung dan besarnya tanjakan. Perncanaan alinyemen vertikal ini didasarkan pada beberapa syarat, yaitu syarat keamanan, kenyamanan, dan drainase, untuk maisng-masing beda kelandaian yang ada. Perhiutungan selengkapnya tentang alinyemen vertikal ini dapat dilihat pada Bab V.

1.2.4Pekerjaan subgrade contourAdapun pekerjaan yang dilaksanakan adalah Cut dan Fill yaitu pemotongan dan penimbunan pada keadaan tanah /muka tanah yang telah ditentukan. Pada keadaan cut, tanah digunakan untuk mengisi ke daerah fill dan apabila tidak cukup/kurang maka dapat diambil dari borrow pit, seandainya kelebihan dapat dibuang ke disposal place, seperti halnya tanah stripping.Compaction (pemadatan) yaitu usah untuk memadatkan tanah yang telah mengalami pengusikan agar dapat menahan beban yang ada diatasnya. Pemadatan ini dapat dilakukan baik pada daerah cut maupun fill.

1.3Gambaran umum perencanaan jalanDalam merencanakan suatu jalan raya diinginkan pekerjaan yang relatif mudah dengan menghindari pekerjaan galian (cut) dan timbunan (fill) yang besar. Dilain pihak kendaraan yang beroperasi di jalan raya menginginakan jalan yang relatif lurus, tidak ada tanjakan atau turunan. objek keinginan itu sulit kita jumpai mengingat keadaan permukaan bumi yang relatif tidak datar.Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik jalan raya diantaranya adalah kelas jalan, kecapatan rencana, standar perencanaan, penampang melintang, alinyemen horizontal, alinyemen vertikal, bentuk tikungan, dan perhitungan kubikasi.

1.3.1Kelas jalanjalan dibagi dalam kelas-kelas yang penempatannya didasarkan pada fungsinya juga dipertimbangkan pada besarnya volume serta sifat lalu lintas yang diharapkan akan menggunakan jalan yang bersangkutan.

1.3.2Kecepatan rencanaKecepatan rencana yang dimaksud adalah kecepatan maksimum yang diizinkan pada jalan yang akan direncanakan sehingga tideak menimbulkan bahaya bagi pemakai jalan tersebut. Dalam hal ini harus disesuaikan dengan tipe jalan yang direncanakan. Dalam perencanaan jalan ini kecepatan rencana adalah 50 km/jam untuk jalan kelas III.Adapun pengaruh keadaan medan terhadap perencanaan suatu jalan raya meliputi hal-hal sebagai berikut :Tikungan:Jari-jari tikungan pada pelebaran paerkerasan diambil sedemikian rupa sehingga terejamin keamanan dan kenyamanan jalannya kendaraan dan pandangan bebas harus cukup luas.Tanjakan: Dalam perencanaan diusahakan agar tanjakan dibuat dengan kelandaian sekecil mungkin.

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1Bagian PerencanaanDalam tugas perencanaan ini, perhitungan terdiri dari beberapa tinjauan. peninjauaun ini meliputi penentuan lintasan, alinyemen horizontal, alinyemen vertikal, penampang melintang, dan kubikasi.

2.2Trase JalanBukhari R.A dan Maimunah (2005) menyatakan beberapa rumus yang digunakan antara lain.

a. Jarak lintasan

d A Z= ......................(2.1)

dimana:

d A-Z= jarak dari titik A ke titik ZxA= koordinat titik A terhadap sumbu xxZ= koordinat titik Z terhadap sumbu xyA= koordinat titik A terhadap sumbu yyZ= koordinat titik Z terhadap sumbu y

b. Sudut azimutM = arc tan arc tan ......................(2.2)dimana:M= sudut titik M (yang akan dicari)xM= koordinat titik M terhadap sumbu xyM= koordinat titik M terhadap sumbu yxA= koordinat titik pada awal lintasan sebelum titik M, terhadap sumbu xyA=koordinat pada titik awal lintasan sebelum titik M, terhadap sumbu yxM=koordinat titik pada akhir lintasan sesudah titik M, terhadap sumbu xyM=koordinat titik pada akhir lintasan sesudah titik M, terhadap sumbu y

c. Kemiringan jalani A-Z = x 100% (2.3)

dimana:

i A-Z= kemirinagan jalan dari titik awal ke titik akhireA= elevasi jalan pada titik awaleZ= elevasi jalan pada titik akhird A-Z= jarak lintasan dari titik awal ke titik akhir

d. Elevasi jalan pada titik kritisek = eT i x L (2.4)

dimana:

ek= Elevasi muka jalan pada titik kritiseT= Elevasi muka jalan pada titik tinjauan i= kemiringan lintasan pada titik kritisL= jarak lintasan pada dari titik tinjauan ke titik kritis

e. Luas penampangUntuk menghitung luas tampang digunakan rumus-rumus luas segitiga, segi empat dan trapesium.

2.3 Alinyemen HorizontalAlinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan yang tegak lurus pada bidang peta alinyemen (garis tujuan). Horizontal merupakan trase jalan yang terdiri dari garis lurus (tangen) yang merupakan bagian lurus dan lengkung horizontal yang disebut tikungan.Bagian yang sangat ritis dari alinyemen horizontal adalah bagian tikungan, dimana terdapat gaya yang dapat melemparkan kendaraan keluar daerah tikungan yang disebut gaya sentrifugal. Atas dasar itu maka perencanaan tikungan diusahakan agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan, sehingga perku dipertimbangkan hal-hal berikut:

1. Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecepatan rencana ditentukan berdasarkan miring maksimum dengan koefisien gesekan melintang maksimum. Adapun rumus yang digunakan:Rmin = ......................................(2.5)

2. Lengkung peralihan adalah lengkung pada tikungan yang dipergunakan untuk mengadakanperalihan dari bagian lurus kebagian lengkung atau sebaliknya.

3. Pelebaran perkerasan pada tikungan sangat bergantung pada:R= jari-jair tikungan= sudut tikunganVr= kecepatan rencana

Tabel 2.1 berikut memberikan nilai R min yang dapat dipergunakan untuk koefesien gesekan melintang maksimum sehubungan dengan nilai kecepatan rencana yang dipilih.Tabel 2.1Kecepatan rencana(km/jam)e maks(m/m)f maksR min(perhitungan)R min(desain)D maks(desain)

400,100,16647,3634730,48

0,0851,235128,09

500,100,16075,8587618,85

0,0882,1928217,47

600,100,153112,04111212,79

0,08121,65912211,74

700,100,147156,5221579,12

0,08170,3431708,43

800,100,140209,9742106,82

0,08229,0622296,25

900,100,128280,3502805,12

0,08307,3713074,67

1000,100,115366,2333663,91

0,08403,7964043,55

1100,100,103470,4974703,05

0,08522,0585222,74

1200,100,090596,7685972,40

0,08666,9766672,15

2.4 Bentuk TikunganBentuk tikungan pada suatu jalan raya ditentukan oleh tiga faktor:1. sudut tangent ( ) yang besarnya dapat diukur langsung pada peta2. Kecepatan rencana, tergantung dari kelas jalan yang akan direncanakan3. Jari-jari kelengkunganBentuk tikungan jalan raya ada tiga macam yaitu:

a. Bentuk tikungan full circleBentuk ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar dan sudut tangent yang relatif kecil. Batas yang diambil untuk bentuk full circle adalah sebagi berikut:Rumusan yang digunakan untuk bentuk full circle dalam menentukan harga-harga Tc, Lc dan Ec adalah sebagai berikut:Tan = (2.6)Tc = Rc tan (2.7)Ec = Tc tan (2.8)Lc = 2Rc (2.9)Lc = 0,01745. . Rc (2.10)

Bentuk tikungan full circle dapat dilihat seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Lengkung Busur Lingkaran Sederhana

dimana:Rc= Jari-jari lengkung minimum (m).= Sudut tangnt yang di ukur dari gambar trase ( 0 ).Ec= Jarak PI ke lengkung peralihan (m).Lc= Panjang bagian tikungan (m)TC= Jarak antara TC dan PI (m)

b. Bentuk tikungan spiral-circle-spiral (SCS)Kebagian circle yang panjangnya diperhitungkan dengan mempertimbangkan bahwa perubahan gaya sentrifugal dari nol (pada bagian lurus) sampai mencapai harga berikut:

Fsentrifugal = Lsmin = 0,002 x - 2,727 x

Dimana:Ls= panjang lengkung spiral (m)V= kecepatan rencana (km/jam)R= jari-jari circle (m)C= perubahan kecepatan = 0,4 m/det3k= superelevasi

Adapun pada pelaksanaan perencanaan dipakai tabel yang praktis penggunaannya melalui Tabel panjang lengkung peralihan minimum dan superelevasi yang dibutuhkan (e maksimum = 10 % metode Bina Marga), yaitu pada lampiran B Tabel A-1.

Selanjutnya dicari:

Besar Sudut Spirals = (2.11)

Besar pusat busur lingkaranc = - 2s(2.12)

Panjang lengkung circleLc = x 2 R(2.13)

p = R ( 1- cos s ) (2.14)

k = Ls - R sin s (2.15)

Untuk nilai p dan k dapat juga diperoleh dengan rumus:p = p* x Ls(2.16)k = k* x Ls (2.17)Dengan nilai p* dan k* diperoleh sesuai nilai s dari Lampiran A Tabel A-2

Dari harga-harga diatas disubtitusikan ke dalam persamaan:Lc = 2 Rc (2.18)L = Lc + 2Ls (2.19)Ts= (Rc + p) tan + k(2.20)Es= (Rc + P) sec - Rc(2.21)

Dimana:Rc = jari-jari lengkung yang direncanakan (m) = sudut tangentes= sudut putarEs= jarak PI ke lengkung peralihan (m)Ls= panjang lengkung spiral (m)Lc= panjang lengkung circle (m)

Bentuk tikungan spiral-circle-spiral dapat dilihat seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Lengkung Spiral-Lingkaran-Spiral

c. Bentuk tikungan spiral-spiralLengkung horizontal spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur linglaran, sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang busur lingkaran Lc = 0, dan s = . Lc yang dipilih harus sedemikian rupa sehingga Ls yang dibutuhkan lebih besar dari Ls yang menghasilkan landai relatif minimum yang disyaratkan.Rumus-rumus untuk lengkung berbentuk spiral-lingkaran-spiral dapat digunakan juga untuk lengkung spiral-spiral asalkan memperhatikan hal-hal yang telah ditetapkan. Untuk lengkung spiral-spiral dapat di gambarkan seperti Gambar 2.3 dibawah ini.

Gambar 2.3 Lengkung Spiral-Spiral

2.5 Jarak PandanganKemungkinan untuk melihat kedepan adalah faktor dalam suatu operasi di jalan agar tercapai keadaan yang aman dan efisien , untuk itu harus diadakan jarak pandang yang cukup panjang sehingga pengemudi dapat memilih kecepatan dari kendaraan dan tidak menghambat barang tak terduga diatas jalan. Demikian pula untuk jalan dua jalur yang memungkinkan pengendara berkjalan diatas jalur berlawanan untuk menyiap kendaraan dengan aman. Jarak pandang ini untuk keperluan perencanaan dibedakan atas:

1. Jarak pandang hentiJarak ini minimum harus dipenuhi oleh setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraan yang sedang berjalan setelah melihat adanya rintangan di depannya. Jarak ini merupakan jumlah dua jarak dari jarak yang ditempuh dari saat melihat benda sampai menginjak rem.pada saat pengemudi mengambil keputusan untuk menginjak rem, maka pengemudi membutuhkan waktu sampai dia menginjak pada rem. Rata-rata pengemudi membutuhkan waktu 0,5 detik, kadang kala ada pula yang membutuhkan waktu 1 detik. Untuk perencanaan diambil waktu 1 detik, sehingga total waktu yang dibutuhkan dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal rem, disebut sebagai waktu reaksi adalah 2,5 detik, oleh karena itu dalam perencanaan diambil waktu reaksi (t=2,5) detik. Jarak tempuh selama waktu tersebut adalah sebesar d1, rumus perhitungan jarak pandang dapat dilihat sebagai berikut:d1= kecepatan x waktud1= v x tjika :d1= jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedalv= kecepatan km/jamt= waktu reaksi = 2,5 detikmaka :d1= 0,278 x v x t(2.22)Jarak mengerem (d2) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan dari mengnjak rem sampai kendaraan itu berhenti. Jarak pengereman dipengaruhi oleh faktor ban, sistim pengereman itu sendiri, kondisi muka jalan, dan kondisi permukaan jalan . Pada sistim pengereman kendaraan , terdapat beberapa kendaraan yaitu menurunnya putaran roda dan gesekan antar ban dan permukaan jalan akibat terkuncinya roda. Untuk perencanaan hanya diperhitungkan akibat adanya gesekan antara ban dan muka jalan, jarak mengerem dapat dirumuskan sebagai berikut:d2= (2.23)keterangan :f m =koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah memanjang jaland2=jarak mengerem, mV=kecepatan kendaraan, km/jamg=9,81 m/det2G=berat kendaraan, tonDengan nilai fm yang diambil bergantung pada kecepatan rencana dan kecepatan jalan, sesuai Tabel 2.2 berikut :Tabel 2.2Kecepatan Rencana (km/jam)Kecepatan Jalan (km/jam)Fmd perhitungan untuk Vr(m)d perhitungan untuk Vj (m)d desain (m)

30270,40029,7125,9425 30

40360,37544,6038,6340 45

50450,35062,8754,0555 65

60540,33084,6572,3275 85

70630,313110,2893,7195 110

80720,300139,59118,07120 140

100900,285207,64174,44175 210

1201080,280285,87239,06240 285

Dari kedua rumus diatas maka jarak pandang minimum dapat dirumuskan sebagai berikut:d = d1 + d2(2.24)

Pengaruh kelandaian terhadap jarak pandang henti minimumJalan-jalan yang mempunyai kelandaian harga berat kendaraan sejajar permukaan jalan, yang memberikan pengaruh cukup berarti pada penentuan jarak mengerem. Pada jalan-jalan menurun jarak mengerem akan bertambah panjang, sedangkan untuk jalan-jalan mendaki jarak mengerem akan bertambah pendek. Sukiman (1999) merumuskan sebagai berikut:G x fm x d2 G x L x d2 = Dengan demikian rumus diatas akan menjadi :d = 0,278 x V x t + (2.25)dimana:L= besarnya landai jalan dalam desimal+= untuk pendakian = untuk penurunan

2. Jarak pandang menyiapJarak pandang menyiap adalah jarak yang dibutuhkan untuk menyusul kendaraan lain yang dipergunakan hanya pada jalan 2 jalur. Jarak pandang diukur dari ketinggian mata pengemudi kepuncak penghalang. Untuk jarak pandang henti ketinggian mata pengemudi adalah 125 cm dan ketingggian penghalang adalah 10 cm, sedang untuk jarak pandang menyiap ketinggian mata pengemudi adalah 125 cm dan ketinggian penghalang 125 cm.

Jarak pandang menyiap untuk jalan 2 lajur 2 arahPada umumnya untuk jalan 2 lajur 2 arah kendaraan dengan kecepatan tinggi saling mendahului kendaraan lain dengan kecepatan yang lebih rendah sehingga pengemudi tetap mempertahankan kecepatan sesuai dengan yang diinginkan. Gerakan menyiap dilakukan dengan mengambil lajur jalan yang diperuntukan untuk kendaraan dari arah yang berlawanan. Jarak yang dibutuhkan pengemdi sehingga dapat melakukan gerakan menyiap dengan aman dan dapat melihat kendaraan dari arah depan dengan bebas dinamakan jarak pandang menyiap. Sukiman (1999) merumuskan, untuk jarak pandang menyiap standar adalah sebagai berikut:

d = d1 + d2 + d3 + d4(2.26)dimana:d1= 0,278 x t1 x (2.27)

keterangan:d1=Jarak yang ditempuh kendaraan yang hendak menyiap selama waktu reaksi dan waktu membawa kendaraannya yang hendak membelok ke lajur kanan.t1=Waktu reaksi, yang besar tergantung dari kecepatan yang dapat ditentukan dengan kolerasi t1 = 2,12 + 0,026 V.m=Perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap = 15 km/jam.a=Percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan menggunakan kolerasi a = 2,052 + 0,0036 V

d2=0,278 x v x t2 (2.28)

dimana:d2 =jarak yang ditempuh selama kendaran menyiap berada pada jalur kanan.t2=waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan yang dapat ditentukan dengan mempergunakan korelasi t2 = 6,56 + 0,048 Vd3=diambil 30 100 meterd4=2/3 d2

Didalam perencanaan seringkali kondisi jarak pandangan menyiap standar ini terbatasi oleh kekurangan biaya, sehingga jarak pandangan menyiap yang dipergunakan dapat mempergunakan jarak pandang menyiap minimum (dmin).

dminimum = x d2 + d3 + d4(2.29)

3. Jarak pandangan pada lengkung horizontalJarak pandangan pengemudi kendaraan yang bergerak pada lajur tepi sebelah dalam seringkali dihalangi oleh gedung-gedung, hutan-hutan kayu, tebing galian dan lain sebagainya. Demi menjaga keamanan pemakai jalan, panjang sepanjang jarak pandangan henti minimum harus terpenuhi sepanjang lengkung horizontal, dengan demikian terdapat batas minimum jarak antara sumbu jalur sebelah dalam dengan penghalang (m).Penentuan batas minimum jarak antara sumbu jalur sebelah dalam ke penghalang ditentukan berdasarkan kondisi dimana jarak pandangan berada didalam lengkung. Atau jarak pandang lebih kecil dari lengkung horizontal. Sukirman (1999) merumuskan untuk perhitungan jarak pandangan pada lengkung horizontal berdasarkan gambar dibawah ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4 jarak pandangan pada Lengkung Horizontal untuk S LGarisAB= garis pandanganLengkungAB= jarak pandanganm= jarak dari penghalang ke lajur sebelah dalam (m)= setengah sudut pusat lengkung sepanjang LS= jarak pandangan (m)R= radius sumbu lajur sebelah dalam (m)m= R - R cos m= R (1 cos ) (2.30)S= 2 RS= (2.31)= = (2.32)

m= R (1 cos )m= m= R (2.33)

2.6 Pelebaran Perkerasan pada Lengkung HorizontalRumus yang digunakan adalah rumus yang dikutip dari buku Silvia Sukirman (1999), yaitu sebagai berikut:

Radius lengkung untuk lintasan luar roda depan (Rc)Rc = R x lebar (bagian tepi dalam) + x 2,5 (2.34)

Lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada lajur sebalah dalam (B)

B= ........(2.35)

U= B b, sedangkan ukuran rencana truk adalah :P= jarak antar gander = 6,5 meterA= tonjolan depan kendaraan = 1,5 meterB= lebar kendaraan = 2,5 meter

Rumus-rumus diatas dapat disederhanakan sebagi berikut :B= (2.36)

Lebar hambatan akibat kesukaran mengemudi di tikunganZ= (2.73)

Lebar total perkerasan di tikunganBt= n (B + C) + Z(2.38)

Tambahan lebar perkerasan pada tikunganb = Bt Bn(2.39)

dimana:Rc= Panjang jari-jari tikunganV= Kecepatan rencana (km/jam)P= Jarak antar gandar trukA= Jarak tonjolan kendaraan (m)N= Jumlah lajurC= Koefisien kebebasan samping (1 meter)b= Lebar kendaraan (m)Bn= lebar perkerasan (m)

2.7 Alinyemen Vertikal (provil memanjang)Landai vertikal adalah bidang tegak yang melalui sumbu jalan atau proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya jalan terhadap muka tanah asli, sehingga memberikan gambaran terhadap kemampuan kendaraan dalam keadaan naik dan bermuatan penuh (dimana truk digunakan sebagai kendaran standar), alinyemen vertikal sangat erat hubungannya dengan besar biaya pembangunan, biaya penggunaan, maka pada alinyemen vertikal yang merupakan bagian kritis justru pada bagian yang lurus. landai maksimum yang dipakai pada perencanaan ini adalah sebesar 10%.

1. Landai maksimumKelandaian maksimum hanya digunakan bila pertimbangan biaya sangat memaksa dan hanya untuk jarak yang pendek. Panjang kritis landai dimaksudkan adalah panjang yang masih dapat diterima tanpa mengakibat gangguan jalannya arus lalu lintas (panjang ini mengakibatkan pengurangan kecepatan maksimum 25 km/jam). Bila pertimbangan biaya memaksa, mak panjang kritis dapat dilampaui dengan syarat ada jalur khusus untuk kendaraan berat.

2. Landai minimumPada saat penggantian landai dibuat lengkung vertikal yang memenuhi keamanan, kenyamanan, dan drainase yang baik. Disini digunakan lengkung parabola biasa.

3. Jarak pandangan pada lengkung vertikal cembungBentuk lengkung vertikal yang diuraikan terdahulu, berlaku untuk vertikal cekung. Hanya saja untuk masing-masing lengkung terdapat batasan-batasan yang berhubungan dengan jarak pandangan. Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan yang dapat dibedakan atas dua keadaan yaitu:a. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (SL).

Lengkung vertikal cembung dengan (S