Rancang Bangun Kincir Air Otomatis Untuk Sirkulasi Udara Pada Tambak Udang

14
Jurnal Elektro PENS www.jurnalpa.eepis-its.edu Teknik Elektro Industri Vol.2, No.2, 2013 Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Rancang Bangun Kincir Air Otomatis untuk Sirkulasi Udara pada Tambak Udang Hafidzuddin Quwwa Khalifa [1] , Indhana Sudiharto [2] , Suhariningsih [3] [1] Mahasiswa [2] Dosen Pembimbing 1 [3] Dosen Pembimbing 2 Program Studi D3 Teknik Elektro Industri Departemen Teknik Elektro Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Kampus PENS, Jalan Raya ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Tel: (031) 594 7280; Fax: (031) 594 6114 Email:[email protected],[email protected], [email protected] Abstrak Kebutuhan pangan berprotein tinggi menjadikan budidaya udang perlu mendapatkan dukungan khusus dengan meningkatkan kualitas air habitat udang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatur sirkulasi udara pada air. Umumnya, pemberian alat bantu sirkulasi udara pada tambak udang dilakukan tanpa memperdulikan kondisi kualitas air, dan alat tersebut bekerja secara terus menerus meskipun kualitas air tambak sudah baik, hal ini berakibat pada pemakaian energi yang tidak efisien. Pada Tugas Akhir ini dibuat suatu sistem yang dapat mengoptimalkan sirkulasi udara pada habitat udang melalui pengaturan kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen / DO) dengan memanfaatkan dissolved oxygen sensor (DO sensor) dan motor DC sebagai aktuator untuk memutar kincir air secara otomatis sebagai sistem aerasi (penambahan udara ke dalam air). Output data analog dari DO sensor dikonversi oleh ADC menjadi data digital untuk diolah mikrokontroler yang mempresentasikan kadar oksigen terlarut pada air. Hasil pembacaan sensor tersebut menjadi acuan mikrokontroler dalam mengirim sinyal PWM pada boost converter sebagai driver motor DC. Sehingga motor DC dapat menjalankan kincir air secara perlahan atau cepat berdasarkan kadar oksigen terlarut air. Tegangan rata-rata dari output boost converter saat mode cepat adalah 15,8 volt, sedangkan pada mode lambat tegangan output sebesar 14,53 volt. Efisiensi dari boost converter adalah sekitar 74,7%. Kata Kunci: Dissolved oxygen, dissolved oxygen sensor, mikrokontroler, boost converter 1. Pendahuluan Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk menjadikan segala hal menjadi lebih baik dan berkualitas, salah satunya dalam bidang akuakultur. Kincir air otomatis ini didesain agar kecepatan putaran kincir disesuaikan dengan kondisi sirkulasi udara pada air tambak dalam budidaya udang, khususnya udang lobster air tawar. Penulis membuat proyek akhir ini dikarenakan kebanyakan peternak udang tidak menjaga sirkulasi udara air tambak, sehingga pertumbuhan dan perkembangbiakan udang menjadi tidak optimal.

description

Kebutuhan pangan berprotein tinggi menjadikan budidaya udang perlu mendapatkan dukungan khusus dengan meningkatkan kualitas air habitat udang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatur sirkulasi udara pada air. Umumnya, pemberian alat bantu sirkulasi udara pada tambak udang dilakukan tanpa memperdulikan kondisi kualitas air, dan alat tersebut bekerja secara terus menerus meskipun kualitas air tambak sudah baik, hal ini berakibat pada pemakaian energi yang tidak efisien.Pada Tugas Akhir ini dibuat suatu sistem yang dapat mengoptimalkan sirkulasi udara pada habitat udang melalui pengaturan kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen / DO) dengan memanfaatkan dissolved oxygen sensor (DO sensor) dan motor DC sebagai aktuator untuk memutar kincir air secara otomatis sebagai sistem aerasi (penambahan udara ke dalam air). Output data analog dari DO sensor dikonversi oleh ADC menjadi data digital untuk diolah mikrokontroler yang mempresentasikan kadar oksigen terlarut pada air. Hasil pembacaan sensor tersebut menjadi acuan mikrokontroler dalam mengirim sinyal PWM pada boost converter sebagai driver motor DC. Sehingga motor DC dapat menjalankan kincir air secara perlahan atau cepat berdasarkan kadar oksigen terlarut air.Tegangan rata-rata dari output boost converter saat mode cepat adalah 15,8 volt, sedangkan pada mode lambat tegangan output sebesar 14,53 volt. Efisiensi dari boost converter adalah sekitar 74,7%.

Transcript of Rancang Bangun Kincir Air Otomatis Untuk Sirkulasi Udara Pada Tambak Udang

Jurnal Elektro PENS

www.jurnalpa.eepis-its.edu

Teknik Elektro Industri

Vol.2, No.2, 2013

Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

Rancang Bangun Kincir Air Otomatis untuk Sirkulasi Udara pada Tambak Udang

Hafidzuddin Quwwa Khalifa[1], Indhana Sudiharto[2], Suhariningsih[3] [1] Mahasiswa

[2] Dosen Pembimbing 1 [3] Dosen Pembimbing 2

Program Studi D3 Teknik Elektro Industri Departemen Teknik Elektro

Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Kampus PENS, Jalan Raya ITS Sukolilo, Surabaya 60111

Tel: (031) 594 7280; Fax: (031) 594 6114 Email:[email protected],[email protected], [email protected]

Abstrak

Kebutuhan pangan berprotein tinggi menjadikan budidaya udang perlu mendapatkan dukungan khusus dengan meningkatkan kualitas air habitat udang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatur sirkulasi udara pada air. Umumnya, pemberian alat bantu sirkulasi udara pada tambak udang dilakukan tanpa memperdulikan kondisi kualitas air, dan alat tersebut bekerja secara terus menerus meskipun kualitas air tambak sudah baik, hal ini berakibat pada pemakaian energi yang tidak efisien.

Pada Tugas Akhir ini dibuat suatu sistem yang dapat mengoptimalkan sirkulasi udara pada habitat udang melalui pengaturan kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen / DO) dengan memanfaatkan dissolved oxygen sensor (DO sensor) dan motor DC sebagai aktuator untuk memutar kincir air secara otomatis sebagai sistem aerasi (penambahan udara ke dalam air). Output data analog dari DO sensor dikonversi oleh ADC menjadi data digital untuk diolah mikrokontroler yang mempresentasikan kadar oksigen terlarut pada air. Hasil pembacaan sensor tersebut menjadi acuan mikrokontroler dalam mengirim sinyal PWM pada boost converter sebagai driver motor DC. Sehingga motor DC dapat menjalankan kincir air secara perlahan atau cepat berdasarkan kadar oksigen terlarut air.

Tegangan rata-rata dari output boost converter saat mode cepat adalah 15,8 volt, sedangkan pada mode lambat tegangan output sebesar 14,53 volt. Efisiensi dari boost converter adalah sekitar 74,7%.

Kata Kunci: Dissolved oxygen, dissolved oxygen sensor, mikrokontroler, boost converter

1. Pendahuluan

Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk menjadikan segala hal menjadi lebih baik dan berkualitas, salah satunya dalam bidang akuakultur. Kincir air otomatis ini didesain agar kecepatan putaran kincir disesuaikan dengan kondisi sirkulasi udara pada air tambak dalam budidaya udang, khususnya udang lobster air tawar. Penulis membuat proyek akhir ini dikarenakan kebanyakan peternak udang tidak menjaga sirkulasi udara air tambak, sehingga pertumbuhan dan perkembangbiakan udang menjadi tidak optimal.

Jurnal Elektro PENS, Teknik Elektro Industri, Vol.2, No.2, 2014

Gambar 1.1. Blok Diagram Sistem

2. Metode

2.1. Mikrokontroler ATMega 16 Mikrokontroler AVR merupakan seri Mikrokontroler CMOS 8 bit, berbasis RISC (Reduced Instruction Set

Computer). Hampir semua instruksi dieksekusi dalam satu siklus clock. AVR mempunyai 32 register general – purpose, timer/counter fleksibel dengan mode compare, interrupt internal dan eksternal, serial UART programmable watchdog timer, dan mode power saving. Beberapa juga mempunyai ADC dan PWM internal serta in-system programmable flash on – chip yang mengijinkan memori program untuk diprogram ulang dalam sistem yang menggunakan hubungan serial SPI. Gambar 2.1 merupakan susunan kaki standar 40 pin DIP mikrokontroler AVR ATMega16.

Gambar 2.1. Konfigurasi Mikrokontroler ATMega 16

Jurnal Elektro PENS, Teknik Elektro Industri, Vol.2, No.2, 2014

2.2. Oksigen Terlarut Kelarutan oksigen merupakan faktor kritis budidaya ikan secara intensif. Tingkat keberhasilan atau kegagalan

usaha budidaya sering dipengaruhi oleh kemampuan pembudidaya untuk mengatasi masalah kelarutan oksigen yang rendah.

Oksigen dapat larut dalam air melalui proses difusi atau persinggungan dengan udara. Beberapa faktor yang mempengaruhi banyaknya oksigen terlarut adalah pergerakan permukaan air, suhu, tekanan udara, salinitas, dan tanaman air.

2.3. Boost Converter Boost converter dengan rangkaian dasar seperti pada gambar 2.2, adalah jenis dc-dc converter yang memiliki

output tegangan yang lebih besar dari tegangan input.

Gambar 2.2. Rangkaian Dasar Boost Converter

Saklar adalah saklar elektronik yang bekerja secara cepat antara on dan off sehingga menghasilkan duty cycle

secara otomatis mengikuti besar tegangan input. Besarnya duty cycle berubah-ubah sesuai besar input yang diberikan untuk menjaga output agar tetap konstan. Ketika saklar dalam posisi tertutup, maka diode dalam keadaan reverse, sehingga terjadi penyimpanan muatan oleh induktor. Vs merupakan tegangan input DC, boost induktor L, saklar elektronik S, diode D, kapasitor filter C, dan resistansi beban R.

Sedangkan ketika saklar dalam kondisi terbuka, maka diode menjadi kondisi tertutup dan induktor akan membuang energinya menuju kapasitor.

푉 = 푉푑 = 퐿 ............................................................................................................. (2.1) 푑푖푑푡 =

푉푑퐿

푑푖푑푡 =

∆푖∆푡 =

∆푖퐷푇

푖 = .............................................................................................................. (2.2)

푉 = 푉푑 − 푉표 = 퐿 ..................................................................................................... (2.3) 푑푖푑푡 =

푉푑 − 푉표퐿

푑푖푑푡 =

∆푖∆푡 =

∆푖(1− 퐷)푇

푖 = ( )( ) ................................................................................................. (2.4)

2.4. Motor DC Motor arus searah menggunakan arus langsung yang tidak langsung/direct-unidirectional. Motor DC digunakan

pada penggunaan khusus dimana diperlukan penyalaan torsi yang tinggi atau percepatan yang tetap untuk kisaran kecepatan yang luas. Sebuah Motor DC memiliki tiga komponen utama, antara lain :

Jurnal Elektro PENS, Teknik Elektro Industri, Vol.2, No.2, 2014

a. Kutub medan. Secara sederhada digambarkan bahwa interaksi dua kutub magnet akan menyebabkan perputaran pada Motor DC. Motor DC memiliki kutub medan yang tasioner dan dinamo yang menggerakan bearing pada ruang diantara kutub medan. Motor DC sederhana memiliki dua kutub medan: kutub utara dan kutub selatan. Garis magnetik energi membesar melintasi bukaan diantara kutub-kutub dari utara ke selatan. Untuk Motor yang lebih besar atau lebih komplek terdapat satu atau lebih elektromagnet. Elektromagnet menerima listrik dari sumber daya dari luar sebagai penyedia struktur medan.

b. Dinamo. Bila arus masuk menuju dinamo, maka arus ini akan menjadi elektromagnet. Dinamo yang berbentuk silinder, dihubungkan ke as penggerak untuk menggerakan beban. Untuk kasus Motor DC yang kecil, dinamo berputar dalam medan magnet yang dibentuk oleh kutub-kutub, sampai kutub utara dan selatan magnet berganti lokasi. Jika hal ini terjadi, arusnya berbalik untuk merubah kutub-kutub utara dan selatan dinamo.

c. Commutator. Komponen ini terutama ditemukan dalam Motor DC. Kegunaannya adalah untuk membalikan arah arus listrik dalam dinamo. Commutator juga membantu dalam transmisi arus antara dinamo dan sumber daya.

2.5. Sistem Aerasi Penambahan udara dalam air diperlukan untuk meningkatkan kadar oksigen dalam air. Penambahan udara ini

dapat dilakukan dengan menggunakan kincir air. Salah satu cara meningkatkan kontak dengan air yaitu dengan peralatan mekanis yang berfungsi untuk meningkatkan nilai oksigen yang masuk dalam air. Fungsi kincir air antara lain :

1. Menambah oksigen secara langsung ke dalam air. 2. Mensirkulasi atau mencampur lapisan atas air atau permukaan air dengan dasar air untuk memastikan

kandungan oksigen di dalam air benar-benar merata. 3. Memindahkan air yang telah teraerasi dengan cepat ke area sekelilignya sehingga are yang belum teraerasi

dapat teraerasi. 4. Dengan lapisan sedimen organik di dalam kolam, akan menciptakan permukaan yang teroksidasi gas-gas dan

cairan beracun seperti hidrogen sulfida dan amonia tidak dapat masuk air.

2.6. Dissolved Oxygen Sensor Terdapat dua sensor di dalam pengukuran kadar oksigen, yaitu:

1. Sensor Galvanik 2. Sensor Polarografik

Kedua sensor tersebut menggunakan sistem elektroda dimana kadar oksigen bereaksi dengan katoda untuk menghasilkan arus listrik. Jika sensor tidak memerlukan tegangan dari luar sistem maka disebut Sensor Galvanik. Sebaliknya, jika sensor tersebut membutuhkan tegangan dari luar sistem maka disebut Sensor Polarografik. Sensor Galvanik lebih stabil dan lebih akurat untuk mengukur kadar oksigen yang rendah dibandingkan dengan Sensor Polarografik.

Dalam proyek akhir ini, dissolved oxygen sensor yang digunakan adalah sensor dengan tipe galvanik yaitu GS Yuasa Dissolved Oxygen Sensor KDS-25B dari pabrikan Figaro Electric seperti pada gambar 2.3. Pemilihan sensor tersebut dikarenakan sensor tersebut memiliki output analog berupa tegangan dalam satuan millivolts (mV) dalam pembacaan kadar oksigen terlarut.

Gambar 2.3. GS Yuasa Dissolved Oxygen Sensor KDS-25B

Jurnal Elektro PENS, Teknik Elektro Industri, Vol.2, No.2, 2014

Sensor tersebut biasa digunakan untuk keperluan kontrol kualitas air (water quality control). Dan tidak membutuhkan catu daya eksternal untuk pengoperasiannya. Tabel 2.1 menunjukkan spesifikasi lengkap dari GS Yuasa Dissolved Oxygen sensor.

Tabel 2.1. Spesifikasi GS Yuasa Dissolved Oxygen Sensor KDS-25B

Item Model

KDS-25B Measurement range 0 – 80 mg/L (ppm) Accuracy in water at 25° C ± 1° C ±5% (full scale)

Operating conditions Atmospheric pressure 81 – 203kPa Temperature 5 − 35° C Relative humidity 10 – 90% R.H

Thermal time constant 10 min. or less Initial output voltage in clean air under standard test conditions

8.0 – 15.0 mV

Standard test conditions Atmospheric pressure 1013 ± 5 hPa

Temperature 25° C ± 1° C Relative humidity 60 ± 5%

3. Pengujian

3.1 Pengujian Non Inverting Op-Amp

Hasil pengujian rangkaian non inverting op-amp ditunjukkan pada tabel 3.1. Rangkaian penguat ini didesain dengan penguatan sebesar 130 kali. Tegangan sebesar 0 – 30 mV dari sensor dikuatkan menjadi 0 – 3,9 V agar dapat dibaca oleh ADC mikrokontroler.

Tabel 3.1. Hasil Pengujian Op-Amp Non Inverting V in (mV) V out (V) V out Teori (V) Error (%)

10 1,25 1,3 3,9 20 2,51 2,6 3,5 30 3,77 3,9 3,3 40 5,18 5,2 0,4 50 6,45 6,5 0,8 60 7,73 7,8 0,9 70 9 9,1 1,1 80 10,42 10,4 0 90 11,57 11,7 1,71 100 12,43 13 4,6 110 14,04 14,3 2,1 120 15,22 15,6 2,6 130 16,45 16,9 2,96 140 17,20 18,2 5,6 150 19,15 19,5 2,05 160 20,23 20,8 2,9 170 21,59 22,1 2,7 180 23,01 23,4 1,71 190 24,7 24,7 0 200 25,55 26 1,9

Jurnal Elektro PENS, Teknik Elektro Industri, Vol.2, No.2, 2014

Dari tabel 3.1, tampak bahwa rangkaian op-amp non inverting sudah baik, dengan tegangan input sebesar 0 – 200 mV dan penguatan sebesar 130 kali, error yang didapat sangatlah kecil. Dimana nilai error terkecil adalah 0% (tidak terdapat error) dengan tegangan input 80 mV maupun 190 mV, dan nilai error terbesar adalah 5,6% pada pengujian dengan tegangan input 140 mV.

3.2 Pengujian Dissolved Oxygen Sensor

Sensor oksigen terlarut yang digunakan dalam proyek akhir ini adalah dissolved oxygen sensor KDS-25B. Sensor ini digunakan untuk mengukur kadar oksigen dalam air tambak sebagai parameter yang menentukan kecepatan putaran kincir air. Sensor oksigen terlarut tersebut dapat mengukur kadar oksigen hingga 80 ppm dengan output berupa tegangan sebesar 0 – 50 mV, seperti pada gambar 3.1 yang menunjukkan karakteristik dari dissolved oxygen sensor KDS-25B sesuai dengan datasheet. Karakteristik sensor pada datasheet tersebut, dalam proyek akhir ini dijadikan sebagai parameter / acuan saat melakukan pengujian sensor dan saat kalibrasi sensor dengan program pada mikrokontroler. Dan tabel 3.2 merupakan hasil pengujian dari dissolved oxygen sensor KDS-25B yang telah dibandingkan dengan datasheet sensor.

Gambar 3.1. Karakteristik Dissolved Oxygen Sensor KDS-25B

Dari karakteristik dissolved oxygen sensor KDS-25B pada gambar 3.1, tampak bahwa terdapat tiga karakteristik

yang linear, yaitu untuk nilai tegangan output sensor maksimal (Max), minimal (Min) dan ideal (Typ). Kalibrasi sensor dianggap sudah benar apabila hasil pembacaan kadar oksigen terlarut dibandingkan dengan tegangan output sensor masih berada pada range karakteristik minimal dan maksimal.

Tabel 3.2. Hasil pengujian dissolved oxygen sensor KDS-25B

Output Sensor (mV)

ADC Pembacaan DO (ppm)

Kadar DO Sesuai

Datasheet (ppm)

Error (%)

2 97 1,7 1,9 10,5 2,5 108 2,1 2,2 4,54 3 129 2,5 2,5 0

3,5 165 3,3 2,9 13,79 4 177 3,5 3,2 9,38

4,5 203 4 3,5 14,29 5 210 4,2 3,8 10,53

5,5 226 4,5 4,2 7,14 6 254 5 4,5 11,11

6,5 261 5,2 4,8 8,33 7 274 5,4 5,1 5,88

7,5 290 5,8 5,4 7,41 8 306 6,1 5,8 5,17

Jurnal Elektro PENS, Teknik Elektro Industri, Vol.2, No.2, 2014

Lanjutan Tabel 3.2

Output Sensor (mV)

ADC Pembacaan DO (ppm)

Kadar DO Sesuai

Datasheet (ppm)

Error (%)

8,5 335 6,6 6,1 8,2 9 349 7 6,4 9,38

9,5 371 7,4 6,7 10,45 10 380 7,8 7,1 9,86

Tabel 3.2 menunjukkan hasil pengujian dan kalibrasi DO sensor. Pengujian dilakukan mulai saat tegangan output sensor sebesar 2 mV, dan dinaikkan terus sampai dengan bernilai 10 mV. Kenaikan tegangan output sensor ini dilakukan dengan cara mengaduk air pada gelas yang digunakan saat pengujian. Nilai ADC terbaca sebesar 97 sampai 380, dan kadar oksigen yang terbaca pada mikrokontroler sebesar 1,7 ppm sampai 7,8 ppm. Pembacaan tersebut dibandingkan dengan karakteristik ideal (Typ) pada datasheet, sehinggan muncul nilai error terendah adalah 0% dan tertinggi adalah 13,79%. Untuk mengetahui bahwa hasil yang diolah mikrokontroler tersebut sudah baik, maka perlu diketahui grafik hasil pengujian yang dimasukkan kedalam grafik datasheet sensor tersebut seperti pada gambar 3.2. Hasil dari grafik tersebut menyatakan bahwa pengujian DO sensor sudah baik karena hasil yang diperoleh masih dalam lingkup / range grafik karakteristik sensor minimum hingga maksimum dari datasheet dissolved oxygen sensor KDS-25B, dimana toleransi error adalah dibawah 25%.

Gambar 3.2. Grafik Kalibrasi Dissolved Oxygen Sensor

3.3 Pengujian Motor DC Dalam proyek akhir ini kincir air yang digunakan sebagai alat sirkulasi udara pada air tambak digerakkan oleh

motor DC. Motor DC tersebut mendapat tegangan input dari boost converter. Hasil pengujian yang ditunjukkan pada tabel 3.3, memiliki grafik kecepatan terhadap tegangan yang cukup

linear. Dari hasil pengujian ini, maka untuk mendapatkan kecepatan sekitar 80 rpm dan 150 rpm diperlukan tegangan sebesar 12 volt dan 18 volt. Tegangan yang didapat dari hasil pengujian motor DC berbeban ini digunakan untuk mendesain nilai duty cycle pada boost converter.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

0 5 10 15

Hasil

Max

Min

Typ

mV

ppm

Jurnal Elektro PENS, Teknik Elektro Industri, Vol.2, No.2, 2014

Tabel 3.3. Hasil pengujian motor DC berbeban

Tegangan (V) Arus (A) Kecepatan (rpm) 10 3,9 42 11 4,1 48 12 4,4 54 13 4,6 60 14 4,8 66 15 5 78 16 5,2 85 17 5,5 94 18 5,8 110 19 6,1 124 20 6,2 130

Hasil pengujian motor DC seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.3 menggunakan variabel DC power supply

dengan tegangan sebesar 10 volt sampai 22 volt. Arus yang terbaca sebesar 3,9 ampere sampai dengan 6,9 ampere dengan kecepatan 42 rpm sampai 153 rpm.

3.4. Pengujian Boost Converter

Pengujian rangkaian boost converter bertujuan untuk mengetahui kinerja dari rangkaian yang telah didesain dan dibuat. Gambar 3.3 merupakan bentuk gelombang penyulutan rangkaian boost converter dengan duty cycle 30%. Dan gambar 3.4 merupakan bentuk gelombang penyulutan rangkaian boost converter setelah dimasukkan pada pin Gate-Source MOSFET dengan duty cycle 30%.

Gambar 3.3. Bentuk Gelombang Penyulutan Rangkaian Boost Converter (Time/div = 5µs, volt/div = 5V, D = 30%)

Gambar 3.4. Bentuk Gelombang Penyulutan Rangkaian Boost Converter pada Pin Gate-Source MOSFET (Time/div = 5µs, volt/div

= 2V, D = 30%)

Dari Gambar 3.3 dan gambar 3.4 terdapat perbedaan bentuk gelombang penyulutan sebelum dan sesudah masuk pada pin Gate-Source MOSFET. Hal ini disebabkan adanya resistansi dalam pada MOSFET. Perbedaan gambar 3.3

Jurnal Elektro PENS, Teknik Elektro Industri, Vol.2, No.2, 2014

dan gambar 3.4 juga dapat digunakan untuk mengecek apakah gelombang penyulutan sudah masuk pada rangkaian atau belum. Apabila bentuk gelombang gambar 3.3 dan 3.4 sama, dapat dimungkinkan MOSFET dalam keadaan rusak atau koneksi kabel keluaran rangkaian PWM yang masuk ke MOSFET belum terhubung. Setelah bentuk gelombang penyulutan dapat dibangkitkan, Pengujian rangkaian boost converter akan dilakukan menggunakan suplai tegangan masukan sebesar 12 volt dengan beban motor DC 100W dan menggunakan PWM digital dari mikrokontroler sebagai penyulut penyaklaran dari rangkaian boost converter. Gambar 3.5 merupakan bentuk gelombang Drain-Source MOSFET.

Gambar 3.5. Bentuk Gelombang Drain-Source MOSFET Boost Converter (Time/div = 5µs, volt/div = 2V, D = 30%)

Dari Gambar 3.5 terlihat bahwa tegangan spike yang dihasilkan memiliki nilai yang tidak terlalu tinggi. Jadi, dapat dimungkinkan desain rangkaian snubber yang digunakan pada boost converter sudah cukup baik. Dari Gambar 3.5 juga dapat diketahui bahwa rangkaian boost converter telah bekerja dengan baik. Dimana ciri-ciri boost converter bekerja yaitu terjadinya bentuk gelombang osilasi sebelum gelombang Drain-Source menyentuh nilai nol. Bentuk gelombang tegangan keluaran boost converter ditunjukkan pada gambar 3.6. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui bahwa tegangan output boost converter sudah baik atau dengan kata lain merupakan tegangan DC murni.

Gambar 3.6. Bentuk Gelombang Tegangan Keluaran Boost Converter (Time/div = 5µs, volt/div = 2V, D = 30%)

Dari gambar 3.6 dapat diketahui bahwa tegangan keluaran yang dihasilkan oleh rangkaian boost converter berupa

tegangan DC murni sebesar 16,44 volt. Hasil pengujian rangkaian Boost Converter dengan tegangan masukan sebesar 11,3 volt dan duty cycle yang berubah-ubah ditunjukkan pada tabel 3.4. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan beban motor DC 100W.

Tabel 3.4. Hasil pengujian boost converter

D (%)

Vin (V)

Iin (A)

Vout (V)

Iout (A)

Vout Teori (V)

Error (%)

Efisiensi (%)

20 12 0,7 13,75 0,48 14,125 2,65 78,57 25 12 0,82 15,03 0,52 15,07 0,27 79,43 30 12 0,92 16,44 0,54 16,143 1,84 80,41

Jurnal Elektro PENS, Teknik Elektro Industri, Vol.2, No.2, 2014

Lanjutan Tabel 3.4

D (%)

Vin (V)

Iin (A)

Vout (V)

Iout (A)

Vout Teori (V)

Error (%)

Efisiensi (%)

35 12 1 17,78 0,56 17,385 2,27 82,97 40 12 1,15 19,22 0,58 18,83 2,07 80,78 45 12 1,25 20,37 0,59 20,55 0,876 80,12 50 12 1,3 21,36 0,6 22,6 5,49 82,16

3.5 Pengujian Integrasi Sistem

Setelah pengujian per alat dilaksanakan, maka dilakukan pengujian integrasi dengan beban berupa motor DC yang sudah terhubung pada kincir air di tambak udang. Tegangan DC 12 volt dari baterai digunakan untuk suplai tegangan input minimum system ATMega16, rangkaian penguat non inverting, dan rangkaian pemutus relay, serta boost converter. Gambar 3.7 merupakan rangkaian keseluruhan alat setelah integrasi.

Gambar 3.7. Konfigurasi keseluruhan alat

Pengujian integrasi alat ini dilaksanakan pada malam hari. Hal ini dilakukan agar hasil pengujian memiliki data yang lebih lengkap, karena kadar oksigen terlarut air tambak memiliki nilai yang sangat rendah pada saat tidak ada sinar matahari. Selain itu, pengambilan data integrasi sistem pada proyek akhir ini dilakukan dua kali, yaitu dengan penempatan DO sensor di dekat kincir air dan penempatan DO sensor pada titik terjauh dari kincir air. Hal ini dilakukan untuk membandingkan perubahan kadar oksigen terlarut air tambak pada tempat terdekat dengan kincir air dengan kadar oksigen terlarut air pada tempat yang jauh dengan kincir air. Karena secara teori, kadar oksigen terlarut pada tempat yang jauh dari kincir air akan mengalami kenaikan kadar oksigen yang lebih lambat daripada kenaikan kadar oksigen terlarut pada air yang lokasinya berdekatan dengan kincir air. Hasil kedua pengujian integrasi alat ditunjukkan pada tabel 3.5 yang merupakan pengujian dengan DO sensor yang dekat dengan kincir air, dan tabel 3.6 yang merupakan pengujian dengan DO sensor pada titik terjauh dari kincir air.

Tabel 3.5. Hasil Pengujian Integrasi Alat (DO Sensor Dekat Kincir Air)

Menit Kadar Oksigen (ppm) Putaran Kincir Air

0 3,3 Cepat (119,7 rpm) 1 4,5 Lambat (88,3 rpm) 2 4,8 Lambat (88,3 rpm) 3 5,1 Lambat (88,3 rpm) 4 5,5 Lambat (88,3 rpm) 5 5,7 Lambat (88,3 rpm) 6 5,8 Lambat (88,3 rpm) 7 6 Lambat (88,3 rpm) 8 5,9 Lambat (88,3 rpm)

Jurnal Elektro PENS, Teknik Elektro Industri, Vol.2, No.2, 2014

Lanjutan Tabel 3.5 Menit Kadar Oksigen (ppm) Putaran Kincir Air

9 6,2 Lambat (88,3 rpm) 10 6,3 Lambat (88,3 rpm) 11 6,3 Lambat (88,3 rpm) 12 6,4 Lambat (88,3 rpm) 13 6,6 Lambat (88,3 rpm) 14 6,9 Lambat (88,3 rpm) 15 6,9 Lambat (88,3 rpm) 16 7,2 Lambat (88,3 rpm) 17 7,1 Lambat (88,3 rpm) 18 7,1 Lambat (88,3 rpm) 19 7,4 Lambat (88,3 rpm) 20 7,6 Lambat (88,3 rpm) 21 7,8 Lambat (88,3 rpm) 22 7,9 Lambat (88,3 rpm) 23 8 Berhenti (0 rpm)

Dari tabel 3.5, kadar oksigen terlarut terukur dibawah nilai ideal yaitu 3,3 ppm pada awal proses pengujian sehingga kincir air berputar cepat. Dalam waktu kurang dari 1 menit, kadar oksigen terlarut telah mencapai nilai ideal yaitu diatas 4 ppm sehingga kincir air berputar pada kecepatan rendah / lambat. Dapat dikatakan, alat ini bekerja dengan sangat baik, karena hanya dibutuhkan waktu kurang dari 1 menit untuk membuat kadar oksigen terlarut air menjadi bernilai ideal. Kincir air berputar pada kecepatan rendah / lambat dari menit ke-1 sampai menit ke-22 dengan kadar oksigen terlarut yang terukur dari 4,5 ppm sampai 7,9 ppm. Sehingga dapat dikatakan untuk menaikkan kadar oksigen terlarut sebesar 3,4 ppm dibutuhkan waktu 21 menit dengan kecepatan kincir air yang rendah / lambat. Setelah diketahui hasil integrasi alat dengan penempatan DO sensor pada posisi yang dekat dengan kincir air, maka dilakukan pengujian integrasi alat yang kedua yang hasilnya ditunjukkan pada tabel 3.6, dimana pengujian kedua ini dilakukan dengan penempatan DO sensor pada posisi yang terjauh dari kincir air.

Tabel 3.6. Hasil Pengujian Integrasi Alat (DO Sensor Jauh dari Kincir Air)

Menit Kadar Oksigen (ppm) Putaran Kincir Air 0 3,6 Cepat (119,7 rpm) 1 4,3 Lambat (88,3 rpm) 2 4,4 Lambat (88,3 rpm) 3 4,6 Lambat (88,3 rpm) 4 4,7 Lambat (88,3 rpm) 5 4,7 Lambat (88,3 rpm) 6 5 Lambat (88,3 rpm) 7 5,2 Lambat (88,3 rpm) 8 5,3 Lambat (88,3 rpm) 9 5,5 Lambat (88,3 rpm)

10 5,4 Lambat (88,3 rpm) 11 5,6 Lambat (88,3 rpm) 12 5,8 Lambat (88,3 rpm) 13 6 Lambat (88,3 rpm)

Jurnal Elektro PENS, Teknik Elektro Industri, Vol.2, No.2, 2014

Lanjutan Tabel 3.6 Menit Kadar Oksigen (ppm) Putaran Kincir Air

14 6,3 Lambat (88,3 rpm) 15 6,5 Lambat (88,3 rpm) 16 6,7 Lambat (88,3 rpm) 17 6,5 Lambat (88,3 rpm) 18 6,6 Lambat (88,3 rpm) 19 6,8 Lambat (88,3 rpm) 20 6,9 Lambat (88,3 rpm) 21 7,1 Lambat (88,3 rpm) 22 7,3 Lambat (88,3 rpm) 23 7,3 Lambat (88,3 rpm) 24 7,4 Lambat (88,3 rpm) 25 7,3 Lambat (88,3 rpm) 26 7,4 Lambat (88,3 rpm) 27 7,5 Lambat (88,3 rpm) 28 7,5 Lambat (88,3 rpm) 29 7,6 Lambat (88,3 rpm) 30 7,7 Lambat (88,3 rpm) 31 7,7 Lambat (88,3 rpm) 32 7,8 Lambat (88,3 rpm) 33 7,9 Lambat (88,3 rpm) 34 7,9 Lambat (88,3 rpm) 35 8 Berhenti (0 rpm) 36 7,8 Berhenti (0 rpm)

Hasil pengujian pertama dengan DO sensor yang diletakkan dengan kincir air tersebut dibandingkan dengan hasil

pengujian kedua, dimana penempatan DO sensor berada di tempat terjauh dari kincir air. Dari perbandingan tabel 3.5 dengan tabel 3.6, tampak bahwa hasil pengujian kedua memiliki waktu kerja kincir air dari berputar cepat hingga berhenti yang lebih lama dari pengujian pertama, yaitu dalam waktu 35 menit. Dan kenaikan kadar oksigen terlarut juga lebih lama. Dengan putaran kincir air yang cepat, kadar oksigen bertambah sebesar 0,7 ppm dalam waktu 1 menit, dan saat putaran kincir air lambat kenaikan kadar oksigen terlarut dalam 1 menit adalah maksimal 0,3 ppm.

Setelah pengambilan pengujian integrasi untuk mengetahui kenaikan oksigen terlarut, dilakukan pengujian integrasi untuk mengetahui data dari boost converter. Hasil pengujian integrasi boost converter ditunjukkan pada tabel 3.7.

Tabel 3.7. Hasil Pengujian Integrasi Boost Converter

Mode Kecepatan

Motor (rpm)

Kecepatan Kincir (rpm)

D (%)

Vin (V)

Iin (A)

Vout (V)

Iout (A)

Vout Teori (V)

Error (%)

Efisiensi (%)

Lambat 220 88,3 30 10,9 5 14,53 2,8 15,57 6,68 74,7 Cepat 379,4 119,7 40 10,3 6,1 15,8 2,8 17,2 7,95 70,4

Jurnal Elektro PENS, Teknik Elektro Industri, Vol.2, No.2, 2014

Dalam pengujian integrasi boost converter ini, memakai catu daya dari baterai 12 volt 45 Ah. Tegangan baterai sebesar 12 volt drop menjadi 10,9 volt saat mode lambat dan menjadi 10,3 volt saat mode cepat. Hal ini dikarenakan arus input dari boost converter yang sangat besar, yaitu bernilai 5 ampere dan 6,1 ampere. Untuk arus output yang terukur sebesar 2,8 ampere untuk semua mode, cepat maupun lambat. Ini dimungkinkan karena arus yang mengalir ke motor sudah mencapai rating arus dari motor DC tersebut. Sedangkan tegangan output adalah sebesar 14,53 volt untuk mode lambat dan sebesar 15,8 volt untuk mode cepat. Dimana, mode cepat duty cycle sebesar 40% dan mode lambat duty cycle sebesar 30%. Efisiensi dari boost converter pada proyek akhir ini adalah sekitar 74,7%.

4. Kesimpulan Setelah dilakukan proses perencanaan pengujian serta analisa dan juga membandingkannya dengan teori-teori

penunjang, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Boost converter dapat berfungsi dengan baik karena dapat menaikkan tegangan input dari 10,9 volt menjadi

14,53 volt dengan duty cycle 30% dan efisiensi 74,7%. 2. Pembacaan dissolved oxygen sensor pada mikrokontroler bekerja dengan baik karena dapat menampilkan

pembacaan kadar oksigen terlarut dengan ketelitian yang tinggi yaitu dengan error 0% sampai 14,29%, dimana nilai error tersebut masih dalam toleransi error yang diperbolehkan, yaitu dibawah 20% sesuai dengan datasheet sensor.

3. Pengujian integrasi didapatkan waktu yang dibutuhkan untuk membuat kadar oksigen dari tidak ideal menjadi ideal adalah sekitar 1 menit dengan kincir air yang berputar secara cepat.

4. Proses kerja kincir air untuk membuat sirkulasi udara pada tambak udang menjadi sangat baik (kadar oksigen terlarut lebih dari cukup diatas 8 ppm) adalah sekitar 25 menit.

5. Dengan kincir air yang berputar secara cepat, kadar oksigen terlarut dapat bertambah hingga 1,2 ppm dalam waktu 1 menit. Sedangkan dengan kincir air yang berputar secara lambat, kadar oksigen terlarut dapat bertambah hingga 0,4 ppm dalam waktu 1 menit.

Jurnal Elektro PENS, Teknik Elektro Industri, Vol.2, No.2, 2014

Ucapan Terima Kasih 1. Ibu dan ayah tercinta yang selalu mendukung dan mendoakan saya serta selalu menjadi inspirasi dan semangat

untuk terus berusaha. 2. Bapak Dr. Zainal Arief, S.T., M.T., selaku Direktur PENS. 3. Bapak Dr. Novie Ayub Windarko, S.T., M.T., P.hD selaku Kepala Departemen Teknik Elektro PENS. 4. Bapak Ir. Sutedjo, M.T., selaku Ketua Program Studi Diploma 3 Teknik Elektro Industri. 5. Bapak Indhana Sudiharto, ST. MT., dan Ibu Suhariningsih, S.ST. MT selaku dosen Pembimbing Proyek

Akhir. 6. Ibu Renny Rakhmawati, ST. MT., Bapak Epyk Sunarno, S.ST. MT., serta Bapak Syechu Dwitya Nugraha,

S.ST. MT., selaku dosen penguji Proyek Akhir. 7. Seluruh Bapak Ibu dosen yang telah membimbing dan membekali ilmu kepada penulis seama penulis menempuh

pendidikan di kampus tercinta ini, PENS Surabaya. 8. Saudara Kandung dan mbak Ayu Rizqi Nurlaili yang senantiasa mendukung dan memberikan motivasi dalam

penyelesaian proyek akhir ini. 9. Keluarga kelas D3 Elin B angkatan 2011 yang selalu memberikan dukungan dalam hangatnya kebersamaan. 10. Seluruh Keluarga jurusan Elin angkatan 2011 dan 2010 yang selalu memberikan dukungan baik secara tidak

langsung. 11. Semua pihak yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya proyek akhir ini yang tidak dapat penulis

sebutkan. Referensi [1]. Govindasamy, K. Thiru. ”Electrical Engineering (Electrical Machines and Appliances)”. Tamilnadu. 2010. [2]. YSI. ”The Dissolved Oxygen Handbook”. YSI Incorporated. 2009. [3]. Rashid, M. H. “Power Electronics Handbook”. Academic Press. 2001. [4]. Efendi, M. Z. “DC-DC Converter”. ITC. 2009. [5]. Fachrudin, Muhammad. “Rancang Bangun Sistem Aerator Dengan Menggunakan Energi Surya”. Proyek

Akhir Jurusan Teknik Kelautan IPB. 2011. [6]. Atmel. Dataseet Microcontroller ATMega16. AVR. 2007. [7]. Kementrian Kelautan dan Perikanan. “Budidaya Lobster Air Tawar”. Penyuluhan Kelautan dan Perikanan.

2011. [8]. Boyd, Claude E. ”Pond Aquaculture Water Quality Management”. London. Springer : 1998. [9]. Arifin, Zainal, “Portable Solar Charger”. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya-ITS, 2009. [10]. Panji, Jaya Setya. “Rancangan Alat Kontrol Kincir Air Alternatif Sebagai Penyuplai Kandungan Oksigen pada

Kolam Pembenihan Ikan Lele”, Proyek Akhir Jurusan Teknik Elektro Universitas Pakuan Bogor. 2008. [11]. Andhik, Mohammad. ”Sistem Pengaturan Oksigen Terlarut dengan Menggunakan Metode PID Berbasis

Mikrokontroler”, Proyek Akhir Jurusan Teknik Elektro ITS 2009 : Surabaya. [12]. Spirex Aquatec: Aerator.

http://www.spirexaquatec.com/aerators-c2.html.