Rahasia Wajib Pajak

20
 Rahasia Wajib Pajak Mata Kuliah Seminar Perpajakan Kelas 9B Reguler Diploma IV Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Fajar Adhi Partomo (11) Hana Kurniati (13) Mohamad Gunadi (18) Rizal Ash-Shidiqie (23) Wiryanti Septiani (29)

Transcript of Rahasia Wajib Pajak

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    1/20

    Rahasia Wajib PajakMata Kuliah Seminar Perpajakan

    Kelas 9B Reguler

    Diploma IV Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

    Fajar Adhi Partomo (11)

    Hana Kurniati (13)

    Mohamad Gunadi (18)

    Rizal Ash-Shidiqie (23)

    Wiryanti Septiani (29)

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    2/20

    1

    RAHASIA WAJIB PAJAK

    A. Sejarah Perkembangan Kerahasiaan Wajib Pajak1. Sebelum ada UU KUP

    Jauh sebelum terbentuknya Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum danTata Cara Perpajakan terbentuk, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah mengatur bahwa

    tindakan membuka rahasia merupakan salah satu tindak pidana yang diancam dengan hukuman

    pidana. Hal tersebut tertuang pada Bab XVII Membuka Rahasia Pasal 322 ayat 1 yang berbunyi

    sebagai berikut.

    Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan

    atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana

    penjarapaling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

    Pasal di atas masih berlaku pada seluruh kegiatan yang bersifat umum, dalam artian semua

    orang yang karena jabatannya memiliki informasi yang bersifat rahasia, dilarang untuk membukarahasianya. Dikarenakan pada waktu itu (semenjak UU No.1 Tahun 1946 berlaku) belum terdapat

    undang-undang yang mengatur secara khusus mengenai rahasia di bidang perpajakan, maka Kitab

    KUHP ini dapat dijadikan sebagai acuan.

    Sehubungan dengan adanya proses pengadilan di bidang pidana yang membutuhkan keterangan

    ahli untuk memberikan informasi yang sifatnya rahasia, Pasal 180 ayat 1 UU No. 8 Tahun 1981

    tentang Hukum Acara Pidana, memberikan kewenangan kepada hakim ketua sidang untuk dapat

    meminta keterangan ahlidan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.

    Dari pasal ini, timbul pengecualian dimana informasi yang diketahui oleh ahli (bisa jadi informasi

    yang rahasia) yang seharusnya tidak boleh dibuka menurut Pasal 322 ayat 1 KUHP, dapat dibuka dipengadilan terkait tindak pidana.

    2. Setelah UU No. 6 Tahun 1983 Lahira) Adanya ketentuan khusus mengenai rahasia Wajib Pajak

    Sampai dengan UU No. 6 Tahun 1983 ditetapkan, barulah kemudian terdapat aturan yang

    khusus mengenai larangan pejabat untuk memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak

    mengenai segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan Wajib Pajak kepada pejabat yang

    bersangkutan dalam rangka jabatan atau pekerjaannya (Pasal 34 ayat 1). Mengapa kerahasiaan

    Wajib Pajak perlu dijaga? Di dalam penjelasan Pasal 34 (1) disebutkan kepentingannya adalah untuk

    mencegah disalahgunakannya :

    bahan keterangan Wajib Pajak dalam usaha persaingan dagang ataukeadaan asal-usul kekayaan atau penghasilan yang diperoleh karena pada hakekatnya merupakan

    rahasia pribadi sesuai dengan asas hukum pajak.

    Ruang lingkup larangan membuka rahasia Wajib Pajak pun diperluas, bukan hanya rahasia yang

    diketahui oleh pegawai atau pejabat pajak, tetapi juga terhadap ahli yang ditunjuk oleh Direktorat

    Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

    (Pasal 34 ayat 2). Yang dimaksud dengan para ahli di sini adalah seperti ahli bahasa, akuntan,

    pengacara, dan sebagainya yang ditunjuk oleh DJP untuk membantu pelaksanaan undang-undang.

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    3/20

    2

    Namun demikian, demi keharmonisan dengan aturan yang terdahulu, yakni Pasal 180 UU No.8

    Tahun 1981 sehubungan dengan pelaksanaan pengadilan tindak pidana, Menteri Keuangan dapat

    memberi izin tertulis untuk meminta bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada pada

    pejabat pajak dan ahli (Pasal 34 ayat 4). Selain dari tindak pidana, Menteri Keuangan berwenang

    memerintahkan secara tertulis kepadap pejabat dan ahli untuk memberikan keterangan dan

    memperlihatkan bukti tertulis dari Wajib Pajak untuk keperluan pemeriksaan Keuangan Negara

    dengan menyebutkan: nama WP dan nama pemeriksa(Pasal 34 ayat 3).

    b)Adanya ketentuan rahasia WP yang diketahui oleh Pihak KetigaKetentuan terkait dengan rahasia Wajib Pajak, tidak hanya mengikat pada pegawai, pejabat

    pajak, dan tenaga ahli terkait dengan pelaksanaan undang-undang perpajakan, tetapi juga mengikat

    pihak ketiga yang memiliki hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa. Hal tersebut tertuang pada

    Pasal 35 UU No.6 Tahun 1983 dengan batasan hanya Wajib Pajak yang diperiksa saja sehingga

    kerahasiaan WP yang dimiliki oleh pihak ketiga dapat diketahui oleh DJP. Pihak ketiga apa saja yang

    dimaksud? Pihak ketiga tersebut misalnya Konsulen Pajak, Akuntan Publik, Notaris, dan pihak atauorang lain yang ada hubungannya dengan tindakan atau kegiatan usaha Wajib Pajak.

    Pasal ini dibuat dimaksudkan sebagai upaya DJP :

    untuk mendapatkan bahan keterangan pelengkap guna menghitung dan menentukan besarnyajumlah pajak yang sebenarnya terhutang oleh WP, dan

    untuk mencegah adanya usaha menyembunyikan bahan keterangan atau bukti-bukti mengenaiperpajakan di tempat orang lain.

    Namun demikian, belum terdapat sanksi yang dikenakan bagi pihak ketiga yang wajib

    menyampaikan informasi rahasia yang diperlukan oleh DJP tetapi tidak bersedia memberikaninformasi.

    c) Pasal 41: Sanksi atas kealpaan dan kesengajaan tidak memenuhi kewajiban Pasal 34Ancaman sanksi bagi pejabat yang tidak memenuhi kewajiban Pasal 34 ini akan dipidana

    kurungan selama-lamanya 6 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- tetap apabila

    disengaja, maka sanksi akan diperberat menjadi pidana penjara selama-lamanya satu tahun

    dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000,-.

    3. Setelah Disahkannya Revisi atas UU No. 6 Tahun 1983a) Perubahan Pertama (adanya UU No.9 Tahun 1994)

    Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat modifikasi bunyi Pasal 34 terkait dengan:

    Pengecualian larangan membuka rahasiaBerkaitan dengan adanya pengecualian larangan pemberitahuan rahasia WP, yakni diperbolehkan

    mengungkapkan rahasia bagi pejabat yang bertindak sebagai saksi atau saksi lain dalam sidang

    pengadilan (Pasal 34 ayat 1 UU No. 9 Tahun 1994).

    Perluasan ruang lingkup perkara pengadilan yang diperbolehkanDalam undang-undang ini, diperluas kewenangan Menteri Keuangan, tidak hanya memberikan

    izin tertulis untuk meminta keterangan dalam rangka perkara pidana, tetapi juga mencakupperkara perdata(Pasal 34 ayat 4 UU No.9 Tahun 1994).

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    4/20

    3

    Pasal 41: Penyesuaian nominal/jenis sanksiTerdapat penyesuaian nominal sanksi denda dan tambahan masa kurungan/penjara bagi pihak

    yang alpa atau sengaja membuka rahasia Wajib Pajak. Untuk pihak yang alpa, akan dikenai pidana

    kurungan selama-lamanya 1 tahun dan denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000,- sedangkan untuk

    pihak yang sengaja, akan dikenai sanksi pidana penjara selama-lamanya 2 tahun dan dendasetinggi-tingginya Rp 5.000.000,-.

    Pasal 41A: Adanya sanksi bagi pihak ketiga yang melanggar Pasal 35Selain itu, terdapat tambahanketentuan berupasanksi bagi pihak ketiga yang melanggar

    ketentuan Pasal 35 (pihak ketiga yang tidak memberikan keterangan kepada DJP) juga akan

    diancam dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya Rp

    5.000.000,- (Pasal 41A)

    b)Perubahan Kedua (adanya UU No.16 Tahun 2000)Pasal 34 (2a) Pengecualian larangan membuka rahasia

    Pengecualian pejabat dan tenaga ahli untuk menyimpan rahasia Wajib Pajak, yang pada UU

    sebelumnya digabung dalam pasal 34 ayat 1, dijadikan pasal tersendiri pada UU No.16 Tahun

    2000 yakni pada pasal 34 (2a) dengan subtansi yang sama, yakni pejabat dan tenaga ahli yang

    bertindang sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan dan kepada pihak lain atas izin

    Menkeu dikecualikan dari kewajiban menyimpan rahasia.

    Revisi Pasal 41: Penyesuaian nominal/jenis sanksiTerdapat penyesuaian nominal sanksi denda dan tambahan masa kurungan/penjara dari UU revisi

    sebelumnya. Untuk para pejabat yang alpa, akan dikenai pidana kurungan paling lama 1 tahun

    dan denda paling banyak Rp 4.000.000,- (denda meningkat dari awalnya Rp 2.000.000,-)

    sedangkan untuk para pejabat yang dengan sengaja membuka rahasia, akan diancam hukuman

    penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000,- (dari awalnya sebesar Rp

    5.000.000,-).

    Revisi Pasal 41A: Penyesuaian nominal/jenis sanksi bagi pihak ketiga yang melanggar Pasal 35Terdapat revisi ketentuan sanksi bagi pihak ketiga yang melanggar ketentuan Pasal 35 (pihak

    ketiga yang tidak memberikan keterangan kepada DJP) di mana diancam dengan pidana penjara

    selama-lamanya satu tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000,- (Pasal 41A)

    c) Perubahan Ketiga (adanya UU No.28 Tahun 2007)Perluasan ruang lingkup hubungan antara WP dengan pihak ketiga dalam Pasal 35

    Apabila dalam menjalankan ketentuan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari: bank,

    akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/ataupihak ketiga lainnyayang

    memiliki hubungan Wajib Pajak yang dilakukan kegiatan-kegiatan berikut:

    Pemeriksaan pajak,Penagihan pajak, atauPenyidikan tindak pidana di bidang perpajakan

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    5/20

    4

    Atas permintaan Direktur Jenderal Pajak secara tertulis, pihak-pigak tersebut wajib memberikan

    keterangan/bukti yang diminta. Kewajiban merahasiakan informasi mengenai WP ditiadakan

    kecuali untuk data bank, harus dengan permintaan tertulisdari Menteri Keuangan.

    Perluasan pihak yang wajib memberikan informasi dan data (tambahan Pasal 35A)Pada UU No.28 Tahun 2007 terdapat satu tambahan pasal terkait dengan keharusan setiap

    instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain untuk memberikan data dan informasi

    yang berhubungan dengan perpajakan.

    Revisi kedua Pasal 41: Penyesuaian nominal/jenis sanksiTerdapat penyesuaian nominal sanksi denda dan tambahan masa kurungan/penjara dari UU revisi

    sebelumnya. Untuk para pejabat yang alpa, akan dikenai pidana kurungan paling lama 1 tahun

    dan denda paling banyak Rp 25.000.000,- (denda meningkat dari awalnya Rp 4.000.000,-)

    sedangkan untuk para pejabat yang dengan sengaja membuka rahasia, akan diancam hukuman

    penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,- (dari awalnya sebesar Rp

    10.000.000,-).

    Revisi kedua Pasal 41A: Penyesuaian nominal/jenis sanksi bagi pihak ketiga yang melanggar Pasal35

    Terdapat revisi ketentuan sanksi bagi pihak ketiga yang melanggar ketentuan Pasal 35 (pihak

    ketiga yang tidak memberikan keterangan kepada DJP) di mana diancam dengan pidana penjara

    selama-lamanya satu tahun dan denda paling banyak Rp 25.000.000,- (yang sebelumnya didenda

    paling banyak Rp 10.000.000,-)

    Pasal 41C: Adanya sanksi bagi instansi pemerintah yang melanggar Pasal 35ABerikut adalah adanya tambahan sanksi pidana dan denda bagi:

    Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan

    pihak lain

    Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta olehDirektur Jenderal Pajak

    Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehinggamenimbulkan kerugian negara

    Pasal ini mencerminkan adanya perkembangan kebutuhan DJP dalam menghimpun informasi

    mengenai data perpajakan WP dan adanya kepastian hukum terhadap pihak lain yang tidak

    bersedia memberikan informasi berkaitan perpajakan WP.

    Berikut ini adalah ringkasan perkembangan aturan mengenai rahasia Wajib Pajak.

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    6/20

    5

    Timeline Perkembangan Peraturan terkait dengan Rahasia Wajib Pajak

    B. Keterbukaan Perpajakan di Negara LainDi antara negara OECD, hanya Jepang, Norwegia, Swedia, dan Finlandia yang mengizinkan

    adanya keterbukaan akses terhadap informasi SPT Tahunan Badan. Di Jepang, jumlah pendapatan

    kena pajak akan dirilis kepada publik apabila pendapatan kena pajaknya melebihi 40 Juta Yen. Pada

    tahun 2000 saja, terdapat setidaknya 7000 perusahaan yang memenuhi syarat ini. Namun demikian,

    komponen pendapatan kena pajak (pendapatan, HPP, bunga, dsb) tidak dapat diakses oleh publik.

    Seluruh pendapatan kena pajak perusahaan di Swedia dipublikasikan kepada masyarakat,

    sedangkan di Norwegia baik pendapatan kena pajak, maupun jumlah kewajiban pajak sebuah

    perusahaan tersedia bebas untuk masyarakat. Namun demikian, jika sebuah perusahaan melaporkan

    kerugian, jumlah kerugian tersebut tidak dipublikasikan. Penghasilan kena pajak yang dipublikasikan

    adalah nol dan tak ada komponen penghasilan kena pajak yang dapat diakses bebas.

    Sebaliknya, Finlandia menyediakan akses bebas terhadap database yang berisi tentang informasi

    pendapatan kena pajak, capital income, dan total utang pajak. Rekonsiliasi antara laporan pajak dan

    pembukuan perusahaan-perusahaan Finlandia juga terbuka untuk publik.

    Pada beberapa negara, terdapat keterbukaan informasi mengenai pengemplang pajak. Misalnya,

    di Yunani, pada saat presentasi mengenai APBN disertai dengan informasi mengenai nama-nama

    wajib pajak yang melakukan penghindaran pajak pada tahun anggaran sebelumnya dan telah

    dikumpulkan oleh kementerian keuangan. Sementara itu, di New Zealand secara teratur

    menerbitkan dokumen Tax Evaders Gazette yang merinci wajib pajak yang telah didakwa atau

    memiliki tuntutan pidana sekaitan penghindaran pajak. Dan sejak April 1997, daftar tersebut berisi

    juga nama wajib pajak yang terlibat dengan abusive tax avoidance.

    Di Kanada, tuntutan atas tax fraud merupakan informasi terbuka. Sedangkan di Irlandia,

    sebelumnya daftar wajib pajak yang melakukan pelanggaran diterbitkan dalam laporan tahunan

    Revenue Comissioners Annual Report, namun sekarang daftar tersebut diterbitkan dalam Iris Oifiguil

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    7/20

    6

    (surat kabar resmi yang menerbitkan pengumuman terkait hukum, yang secara aturan undang-

    undang memang diwajibkan untuk dipublikasikan) dan dilaporkan juga dalam surat kabar nasional

    dan lokal. Praktik di negara-negara tersebut memiliki tujuan utama guna meningkatkan kepatuhan

    pajak serta memberikan efek jera terhadap pelaku yang melakukan pelanggaran perpajakan juga

    sebagai contoh bagi wajib pajak yang memiliki potensi untuk melakukan pelanggaran.

    Untuk menghindari dipublikasikan sebagai pengemplang pajak, wajib pajak biasanya secara

    terbuka memberikan konfirmasi kepada auditor tentang adanya hal-hal yang berbeda antara

    pelaporan pajak dan pembukuannya. Bahkan, sepertinya perbedaan tersebut telah diketahui oleh

    suplier, pelanggan, dan parter bisnisnya. Praktik tersebut di Amerika Serikat tidak lagi diizinkan. Pada

    Juli 2002, IRS melakukan tuntutan hukum terhadap KPMG dan BDO Seidman karena dianggap

    menyembunyikan bukti terhadap penyelidikan pajak.

    Kerahasiaan Pajak di Amerika Serikat

    Fenomena kerahasiaan perpajakan di Amerika Serikat terbilang masih baru, yaitu baru dimulai

    pada tahun 1976 ketika pemerintahan Presiden Nixon karena informasi pajak saat itu dianggapdigunakan sebagai alat politik. Aturan kerahasiaan yang ada dalam Section 6103 reformasi

    perpajakan tahun 1976 pada dasarnya melarang IRS, pegawai negara bagian, dan pihak-pihak yang

    memiliki akses terhadap informasi pajak untuk membuka informasi tersebut kepada pihak lain

    kecuali dalam keadaan-keadaan tertentu yang telah diatur dalam Section 6103. Siapapun yang

    membocorkan informasi tersebut dapat dituntut dengan hukum pidana dan perdata.

    Beberapa pengecualian dalam Section 6103antara lain:

    1. Pemegang saham yang memiliki 1% atau lebih kepemilikan outstanding stockdapat melakukaninspeksi terhadap SPT perusahaan tersebut dengan permintaan tertulis kepada IRS. Namun

    demikian, adalah sebuah kejahatan jika pihak tersebut membeberkan informasi yang didapatkan

    dari IRS tersebut kepada pihak lain.

    2. SPT Tahunan dapat diinformasikan kepada pegawai pemerintah tertentu hanya untuk tujuanadministrasi perpajakan. Informasi SPT dapat diberitahukan kepada pegawai negara bagian

    untuk tujuan administrasi perpajakan di negara bagian (dan sebaliknya, informasi pajak dari

    negara bagian dapat diinformasikan kepada pemerinta federal). Departmen of Justice and

    Treasury juga dapat mendapatkan informasi perpajakan jika terkait dengan administrasi

    perpajakan. Dalam hal ini, pegawai Justice Department hanya diizinkan untuk mengakses

    informasi perpajakan yang ada dalam penyelidikan kasus-kasus administratif oleh grand jury.

    Intinya adalah meskipun terdapat aturan kerahasiaan perpajakan, namun pihak pemerintahselain IRS dapat mendapatkan informasi perpajakan sekaitan dengan tindakan perpajakan,

    pengumpulan pajak, dan fungsi administrasi lainnya.

    3. Keterbukaan pajak dapat diberikan untuk penyelidikan pelanggaran kriminal bukan pajak. Dalamhal ini, jaksa penuntut harus menyerahkan form/aplikasi kepada hakim federal. Selain itu,

    badan-badan federal bisa mendapatkan informasi perpajakan yang diberikan oleh pihak ketiga,

    seperti bank atau pegawai perusahaan tersebut tanpa surat perintah dari pengadilan dan cukup

    dengan meminta izin tertulis kepada IRS.

    Pada Agustus 2013, IRS melakukan tambahan aturan untuk Section 6103mengenai keterbukaan

    informasi pajak sekaitan dengan aplikasi jaminan kesehatan. Pada dasarnya Section 6103(I)(21)

    mengizinkan IRS untuk memberikan informasi perpajakan kepada HHS, Marketplace, dan badan

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    8/20

    7

    negara bagian dengan meminta izin tertulis dan informasi tersebut berada di bawah aturan

    kerahasiaan privasi yang berlaku di Amerika Serikat. Informasi tersebut hanya digunakan untuk

    menilai kemampuan wajib pajak untuk aplikasi jaminan kesehatan yang baru di Amerika Serikat.

    Informasi yang dapat diberikan adalah:

    1. Status pelaporan SPT Wajib Pajak2. Informasi mengenai pendapatan wajib pajak dan tanggungan pajak dalam SPT

    Jika informasi tersebut tidak tersedia, maka perlu diberikan alasan mengapa tidak tersedia.

    C. Jenis Data Wajib Pajak yang Masih Dirahasiakan1. Dari Sudut Pandang Direktorat Jenderal Pajak

    Dari sudut pandang Direktorat Jenderal Pajak, yang dimaksud sebagai kerahasiaan data Wajib

    Pajak adalah terkait dengan kerahasiaan seluruh data dan informasi yang diberikan oleh Wajib Pajak

    kepada Direktorat Jenderal Pajak selaku otoritas perpajakan di Indonesia. Kerahasiaan ini diatur

    dalam Pasal 34 UU 16 Tahun 2009. Dalam penjelasan Pasal 34 UU 28 Tahun 2007 tentang

    Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, disebutkan bahwa :

    Ayat (1)

    Setiap pejabat, baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan

    dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan, antara

    lain:

    1. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;2. data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan;3. dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;4. dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang

    undangan yang berkenaan.

    Ayat (2)

    Para ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, dan pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak

    untuk membantu pelaksanaan undang undang perpajakan adalah sama dengan petugas pajak yang

    dilarang pula untuk mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    Ayat (2a)

    Keterangan yang dapat diberitahukan adalah identitas Wajib Pajak dan informasi yang bersifat

    umum tentang perpajakan. Identitas Wajib Pajak meliputi:

    1. nama Wajib Pajak;2. Nomor Pokok Wajib Pajak;3. alamat Wajib Pajak;4. alamat kegiatan usaha;5. merek usaha; dan/atau6. kegiatan usaha Wajib Pajak.

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    9/20

    8

    Informasi yang bersifat umum tentang perpajakan meliputi:

    1. penerimaan pajak secara nasional;2. penerimaan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor

    Pelayanan Pajak;

    3. penerimaan pajak per jenis pajak;4. penerimaan pajak per klasifikasi lapangan usaha;5. jumlah Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak terdaftar;6. register permohonan Wajib Pajak;7. tunggakan pajak secara nasional; dan/atau8. tunggakan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor

    Pelayanan Pajak.

    Kerahasiaan data Wajib Pajak ini merupakan hak setiap Wajib Pajak. Di mana, dalam hal seluruh

    data dan informasi Wajib Pajak dilindungi dari adanya akses pihak luar, maka data dan informasi

    yang bersifat strategis tidak akan sampai kepada pihak luar dan dimanfaatkan untuk hal-hal yang

    dapat merugikan Wajib Pajak. Namun, aturan ini memiliki pengecualian untuk pejabat dan tenaga

    ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan, atau pejabat dan/atau

    tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat

    lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang

    keuangan negara .

    2. Dari Sudut Pandang Pihak KetigaDari sudut pandang pihak ketiga, maka sebenarnya kerahasiaan data Wajib Pajak yang berada

    pada pihak ketiga menjadi kendala tersendiri bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam upaya

    menghimpun penerimaan pajak secara optimal. Kerahasiaan data Wajib Pajak dari sudut pandang

    pihak ketiga, mewajibkan setiap pihak ketiga untuk merahasiakan transaksi/data Wajib Pajak untuk

    kepentingan perpajakan maupun untuk kepentingan yang lain. Uraian di atas menggambarkan

    bahwa kedudukan Direktorat Jenderal Pajak saat ini masih cukup lemah. Keterbatasan akses data

    dari pihak ketiga bukanlah suatu bentuk pelanggaran hukum karena kerahasiaan ini memiliki dasar

    hukum yang kuat. Terjadinya tumpang tindih peraturan ini, pada akhirnya melemahkan kedudukan

    Direktorat Jenderal Pajak dalam upaya menjaring potensi perpajakan. Adapun beberapa jenis

    kerahasiaan data Wajib Pajak dari sudut pandang pihak ketiga adalah:

    a) Kerahasiaan sumber data BPSBPS benar untuk merahasiakan data sensus karena UU Statistik No.16/1997 Pasal 21

    mewajibkan penyelenggara kegiatan statistik untuk merahasiakan jawaban responden. Undang-

    undang tersebut berbunyi:

    Penyelenggaraan Kegiatan Statistik Wajib Menjamin Kerahasiaan Keterangan Yang Diperoleh

    Dari Responden.

    BPS hanya bisa menyajikan data dalam bentuk agregat.Kerahasiaan data dari BPS menyebabkan

    simpang siur terhadap penafsiran data BPS oleh petugas pajak maupun masyarakat. BPS pernahmelansir data unit usaha di Indonesia sebanyak 22 juta. Data ini sering diasumsikan ada 22 juta

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    10/20

    9

    perusahaan di Indonesia yang belum semuanya dikenakan pajak. Padahal unit usaha dimaksud BPS

    adalah usaha ekonomi penduduk dan belum tentu berbadan hukum. Misalnya selain menjual toko

    kelontong, satu kepala keluarga juga membuka usaha pulsa seluler dan warung nasi sederhana di

    satu lokasi usaha. Oleh BPS data ini diartikan hanya ada 3 unit usaha, sementara oleh banyak pihak

    berpersepsi ada 3 perusahaan badan hukum.Wajib Pajak lain merasa tidak adafairnessjika ada yang

    perusahaan membayar pajak sedangkan perusahaan lain tidak membayar pajak. Hal ini bisa

    terselesaikan jika data sensus bisa digunakan untuk kepentingan pajak.

    b) Kerahasiaan Data PerbankanProblem pelik lain pada aturan kerahasiaan bank (bank secrecy) yang diatur Pasal 40 UU

    No.10/1998 tentang Perbankan yang berbunyi :

    Pasal 1

    Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai data nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali

    dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, pasal 41A, pasal 42, pasal 43, pasal 44, dan pasal

    44A.

    Pasal 2

    Ketentuan Sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berlaku pulabagi pihak terafiliasi

    Kerahasiaan mencakup liabilities bank (berupa simpanan nasabah) dan aset bank (kredit yang

    disalurkan). Pembukaan rahasia bisa dilakukan jika ada permintaan Menteri Keuangan dengan

    menyebutkan nama pejabat pajak, nama Nasabah, nama kantor Bank, keterangan yang diminta, dan

    alasan diperlukannya keterangan. Data perbankan harusnya tidak lagi rahasia lagi. Otoritas pajak

    Amerika Serikat (AS), Internal Revenue Service(IRS) berhasil memaksa bank Swiss yaitu UBS untuk

    memberikan data nasabah asal AS. Bank Swiss lainnya, Wegelin, harus ditutup karena terbuktibersalah di pengadilan federal Manhattan karena membantu penghindaran pajak nasabah dari AS.

    c) Kerahasiaan Data PropertiKerahasiaan lain adalah data properti. Pasal 34 PP No.24/1997 yang berbunyi:

    Pasal 1

    Setiap orang yang berkepentingan berhak mengetahui data fisik dan yuridis yang tersimpan dalam

    peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, dan buku tanaha.

    Pasal 2

    Data fisik dan yuridis yang tercantum dalam daftar nama hanya terbuk bagi instansi pemerintah

    tertentu untuk keperluan pelaksanaan tugas

    Pasal 3

    Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh keterangan mengenai data sebagaimana dimaksud

    pada ayat 1 dan 2 ditetapkan oleh Menteri.

    Pasal tersebut mengatur data fisik dan yuridis pendaftaran tanah terbuka hanya untuk instansi

    tertentu sesuai bidang tugasnya.Data kepemilikan tanah tidak bisa diakses untuk mengetahui aset-

    aset Wajib Pajak, apakah sesuai dengan pajak yang dibayar.

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    11/20

    10

    d) Kerahasiaan Data Pajak DaerahPasal 172 UU PDRD No.28/2009 mengatur kewajiban pejabat untuk merahasiakan data pajak

    daerah. Pasal tersebut berbunyi:

    Pasal 1

    Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau

    diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk

    menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

    Pasal 2

    Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk

    oleh Kepala Daerah untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan

    perpajakan daerah.

    Pasal 3

    Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah:

    a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan;b. Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk memberikan

    keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang

    melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan daerah

    Dari data pajak daerah seperti data obyek Pajak Bumi dan Bangunan, data surat setoran Bea

    Perolehan Hak Tanah dan Bangunan, bisa diketahui kepemilikan properti dan nilai transaksi properti.

    Bagi kantor pajak, data ini berharga untuk mengecek data perpajakan properti yang seharusnya

    disetorkan Wajib Pajak.

    e) Kerahasiaan Data Dana InvestasiProblem lain penarikan pajak adalah pengawasan transaksi aset investasi berupa pembelian

    polis asuransi, kendaraan mewah, perhiasan mewah, properti, dan saham. Aturan UU No.8/2010

    tentang pencucian uang membatasi nominal transaksi Rp 500 juta ke atas yang wajib dilaporkan oleh

    penyedia barang dan jasa ke PPATK (Pusat Pengawasan dan Analisis Transaksi Keuangan). Jika

    penyedia barang dan jasa adalah individu/pribadi, kemungkinan transaksi tunai ini tak terdeteksi.

    Dari kasus di Pengadilan Tipikor Jakarta belakangan ini, terungkap bahwa dana untuk transaksi

    barang mewah berasal diduga hasil korupsi

    Aturan kerahasiaan data sangat menghambat pencarian wajib pajak baru potensial, walaupun

    Pasal 35A UU Ketentuan Umum Perpajakan Nomor 28/2007 mewajibkan kementerian dan lembaga

    negara non kementerian untuk menyampaikan data keuangan ke kantor pajak. Aturan kerahasiaan

    UU KUP dimentahkan oleh aturan setingkat pada UU lainnya seperti UU statistik, perbankan,

    pendaftaran tanah, dan pajak daerah. Aturan yang paling memukul kewajiban pemberian data untuk

    perpajakan adalah UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pada pasal 17 diatur

    bahwa badan publik dilarang memberitahukan kondisi keuangan, aset, pendapatan dan rekening

    bank seseorang.

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    12/20

    11

    D. Apakah Jumlah Pembayaran Masih Dirahasiakan?Dalam penjelasan pasal 34 ayat 1 UU KUP disebutkan bahwa setiap pejabat, baik petugas pajak

    maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan dilarang mengungkapkan kerahasiaan

    Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan, antara lain:

    a) Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;b) data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan;c) dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;d) dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

    undangan yang berkenaan.

    Nilai pembayaran terkait erat dengan surat pemberitahuan yang disampaikan oleh WP. Maka

    berarti jumlah pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak adalah rahasia milik Wajib Pajak yang

    bersangkutan, yang baru diserahkan atau diberikan ke pihak lain hanya atas persetujuan pemiliknya,

    yaitu Wajib Pajak itu sendiri.

    Namun selain dari data SPT, jumlah pembayaran WP bisa diperoleh dari Modul Penerimaan

    Negara (MPN) dan dari beberapa wawancara dari teman yang ditugaskan di KPPN data tersebut

    bukan merupakan rahasia. Sehingga dari data MPN tersebut dapat diketahui jumlah pembayaran

    WP. Dan bila dikombinasikan dengan data yang bisa didapat dari DJP yaitu Keterangan yang dapat

    diberitahukan adalah identitas Wajib Pajak yang bersifat umum meliputi:

    1. nama Wajib Pajak;2. Nomor Pokok Wajib Pajak;3. alamat Wajib Pajak;4. alamat kegiatan usaha;5. merek usaha; dan/atau6. kegiatan usaha Wajib Pajak.

    maka data pembayaran pajak per NPWP bisa diperoleh.

    E. Dampak Pengungkapan Rahasia Wajib PajakPada bagian ini akan dijelaskan mengenai dampak pengungkapan rahasia Wajib Pajak dari dua

    sudut pandang, yaitu pengungkapan rahasia Wajib Pajak oleh DJP dan pengungkapan rahasia WajibPajak oleh pihak ketiga.

    1. Dampak Pengungkapan Rahasia Wajib Pajak oleh DJP (kepada BPK)Apabila membahas mengenai pengungkapan rahasia Wajib Pajak oleh DJP, tidak lengkap rasanya

    jika tidak menyertakan isu mengenai judicial reviewyang pernah dilakukan oleh Badan Pemeriksa

    Keuangan (BPK) terhadap Pasal 34 ayat 2A UU KUP. Pada tanggal 5 Februari 2008, Badan Pemeriksa

    Keuangan (BPK) secara resmi mengajukan uji materil (judicial review) terhadap UU No.28 Tahun

    2007 tentang KUP kepada Mahkamah Konstitusi. Salah satu pertimbangan yang digunakan dalam

    pengajuan uji materil adalah Pasal 34 ayat 2A huruf b UU KUP dianggap mencederai UUD 1945,

    serta UU terkait lainnya.

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    13/20

    12

    Bagian mana dari Pasal 34 ayat 2A yang dianggap mencederai UUD 1945? Pasal tersebut

    menyatakan bahwa: pejabat atau tenaga ahli pajak dapat memberikan keterangan kepada

    lembaga negara yang memiliki kewenangan pemeriksaan keuangan negara harus ditetapkan oleh

    Menteri Keuangan. Ketentuan tersebut dirasa telah bertentangan dengan kewenangan

    konstitusional BPK-RI yang diamanatkan oleh UUD 1945, Pasal 23E ayat 1 yang menyatakan bahwa

    BPK didirikan sebagai satu lembaga negara yang bebas dan mandiri hanya untuk suatu tujuan saja.

    Tujuan tunggal pendirian BPK itu adalah untuk memeriksa setiap sen uang yang dipungut oleh

    negara darimanapun sumbernya, di manapun disimpan, dan untuk apapun dipergunakan. Undang-

    Undang Dasar 1945 seperti halnya dengan negara demokratis lainnya mengamanatkan agar BPK

    melaporkan hasil pemeriksaannya atas keuangan negara itu kepada rakyat melalui DPR sebagai

    pemegang hak budget. BPK berpendapat bahwa Pasal 34 ayat (2a) huruf b dan penjelasan Pasal 34

    ayat (2a) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 juga tidak sejalan dan bertolak belakang dengan

    paket tiga Undang- Undang Keuangan Negara tahun 2003-2004 yang penyusunannya diprakarsai

    oleh Kementerian Keuangan sendiri. Selain itu, BPK beranggapan bahwa penjelasan Pasal 34 ayat 2A

    yang memperinci informasi tentang identitas wajib pajak yang dapat diberikan oleh Dirjen Pajakhanya bersifat umum yang pada hakikatnya sangat tidak cukup dan tidak memadai untuk melakukan

    pemeriksaan penerimaan negara dari pajak.

    Pasal UU KUP tersebut seolah-olah melindungi kerahasiaan Wajib Pajak tetapi bukan pada

    tempatnya, karena BPK tidak akan memeriksa pembukuan Wajib Pajak serta mengoreksi maupun

    menetapkan kewajiban pajaknya, melainkan hanya untuk mengetahui adanya unsur pidana atas

    hasil pemeriksaan BPK sehubungan dengan adanya petugas pajak yang nakal (Pasal 14 UU 15 Tahun

    2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara).

    Dampak yang dapat ditimbulkan dari diungkapkannya rahasia Wajib Pajak oleh DJP kepada BPK,

    antara lain:

    a) Apabila BPK dapat mengakses seluruh informasi data dan dokumen Wajib Pajak maka jaminanberupa perlindungan dan kepastian hukum yang dijamin oleh UU akan menjadi sirna dan dapat

    menimbulkan beban pajak yang setiap waktu dapat berubah manakala kemudian BPK

    mempermasalahkan perhitungan pajak yang jumlahnya telah ditentukan dalam ketetapan.

    b) Dalam hal BPK mempunyai wewenang untuk mengakses seluruh data, informasi dan dokumenwajib pajak yang ada di tangan Ditjen Pajak dan kemudian menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam

    menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya, maka sistem perlindungan dan kepastian

    hukum dimaksud termasuk sistem penyelesaian sengketa pajak akan rusak. Sengketa pajak dan

    penyelesaiannya menjadi rancu dan hal ini merusak kepastian hukum.c) Pemeriksaan oleh BPK yang bebas dan mandiri terhadap berkas-berkas Wajib Pajak dapat

    mengakibatkan Wajib Pajak yang sudah selesai diperiksa oleh Ditjen Pajak dapat diperiksa

    kembali oleh BPK. Padahal pemeriksan kembali tersebut berdasarkan undang-undang hanya

    dapat dilakukan bila terdapat ada data baru atau data yang semula belum terungkap. Kalau tidak

    terdapat data baru atau data yang semula belum terungkap, pemeriksaan tersebut

    bertentangan dengan undang-undang. Hal ini akan merusak tatanan sistem perpajakan yang

    sudah berjalan dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

    d) Apabila BPK melakukan pemeriksaan atas data dan dokumen Wajib Pajak dan hasil temuanpemeriksaan tersebut terdapat perbedaan angka penghitungan pajak maka sesuai kewenangan

    BPK dalam UU 15 Tahun 2004 Pasal 20 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6),

    akan dikeluarkan rekomendasi yang harus ditindaklanjuti oleh pejabat yang berwenang. Dalam

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    14/20

    13

    memeriksa kinerja instansi pemerintah, BPK juga melakukan pemeriksaan terhadap pelaku

    usaha yang secara teknis kewenangannya berada di bawah instansi pemerintah yang

    bersangkutan sebagai alat pembuktian dan mencari sumber potensi penerimaan keuangan

    negara. Posisi pelaku usaha dalam pemeriksaan seperti ini menjadi tidak jelas. Antara sebagai

    alat pembantu atau sebagai terperiksa. Dalam praktiknya status pelaku usaha atau wajib pajak

    kemudian berubah dari alat bantu menjadi yang terperiksa.

    Atas permohonan uji materil UU No.28 Tahun 2007 tentang KUP yang diajukan oleh BPK-RI,

    Mahkamah Konstitusi memberikan Putusan Nomor 3/PUU-VI/2008 tertanggal 15 Mei 2008 dengan

    hasil bahwa:

    Terdapat ketidakharmonisanantar undang-undang, in casu UU Perpajakan dan sejumlah undang-undang dalam bidang atau yang berkait dengan keuangan negara (UU Keuangan Negara, UU

    Pemeriksaan Keuangan Negara, UU BPK) yang menjadi sebab terjadinya benturan antara dua

    kepentingan hukum yang sama-sama dilindungi oleh konstitusi, sehingga dalam perkara

    pengujian undang-undang a quo, yang bukan perkara sengketa kewenangan konstitusional BPKsebagai akibat berlakunya Pasal 34 ayat (2a) huruf b dan Penjelasan Pasal 34 ayat (2a) UU

    Perpajakan,

    Meskipun BPK memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang dapat mengajukan permohonanpengujian undang-undang terhadap UUD 1945, namun oleh karena tidak dapat ditentukan

    adanya kerugian kewenangan konstitusional BPK yang telah diuraikan pada paragraf 1, maka

    syarat kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK

    tidak terpenuhi sehingga permohonan harus dinyatakan tidak dapat diterima.

    2. Dampak Pengungkapan Rahasia Wajib Pajak oleh Pihak Ketiga (Lembaga Perbankan)Upaya peningkatan penerimaan negara dari sektor perpajakan tidak lepas dari berbagai

    tantangan dalam pelaksanaannya. Salah satu tantangan tersebut adalah rendahnya tingkat

    kesadaran masyarakat untuk membayar pajak sehingga berdampak pada rendahnya tingkat

    kepatuhan Wajib Pajak, contoh konkritnya adalah usaha penghindaran diri WP dari kewajiban

    perpajakan. Hal inilah yang menghalangi kelancaran aliran penerimaan pajak ke Kas Negara, karena

    banyaknya celah dan peluang yang sengaja diciptakan agar WP tidak perlu melaksanakan kewajiban

    perpajakannya, di mana celah dan peluang ini bermula dari rasa keengganan WP untuk

    menyelenggarakan kewajiban perpajakannya dengan benar, baik dalam penyetoran pajak yang

    terutang maupun pelaporan dan tertib administrasi lainnya.

    Undang-undang perpajakan negara kita menentukan bahwa WP dituntut aktif dalammenghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri berdasarkan sistem self

    assessment. Namun, dengan keengganan WP untuk melaksanakan kewajibannya, maka akan timbul

    itikad buruk dan ketidakjujuran sehingga data dan informasi yang diberikan tidak sesuai dengan

    kondisi WP yang sesungguhnya, salah satunya adalah mengenai data kekayaan wajib pajak dalam

    bentuk simpanan di bank.

    Kekayaan Wajib Pajak yang tersimpan dalam sebuah bank mendapatkan suatu perlindungan

    yang sifatnya pribadi. Artinya, bahwa keterangan yang menunjukkan keadaan sebenarnya atas nama

    seseorang tidak dapat diketahui oleh orang lain selain pemilik simpanan atau seseorang yang telah

    diberikan kuasa kepadanya untuk dapat mengetahui simpanan atas nama orang yang memberinyakuasa, dan tentunya oleh pejabat bank yang bersangkutan. Perlindungan ini erat kaitannya dengan

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    15/20

    14

    kepercayaan (trust) yang ditawarkan sebuah lembaga perbankan kepada nasabahnya, sebab

    memang dari kepercayaan itulah roda kehidupan sebuah bank akan terus berjalan.

    Ketidakpercayaan masyarakat terhadap profesionalitas sebuah lembaga perbankan akan berdampak

    pada turunnya kuantitas himpunan dana dari masyarakat. Namun demikian, nasabah yang sekaligus

    wajib pajak juga dituntut oleh dunia perpajakan untuk memberikan keterangan yang sebenar-

    benarnya mengenai jumlah pajak terhutangnya.

    Adanya hubungan yang demikian menyebabkan diperlukannya sinkronisasi ketentuan

    perpajakan dengan ketentuan di bidang perbankan. Artinya, harus tersedia produk hukum yang

    saling mendukung dan tidak menghambat perolehan akses data Wajib Pajak oleh petugas pajak jika

    dalam rangka menguji kebenaran pelaporan Wajib Pajak yang diduga ada manipulasi di dalamnya.

    Permasalahannya adalah apakah masih ada ketentuan perbankan khususnya mengenai rahasia bank

    yang kurang memberikan akses perolehan data wajib pajak, baik yang menjadi nasabah penyimpan

    maupun nasabah peminjam, untuk kepentingan perpajakan sehingga adanya ketidakpatuhan wajib

    pajak terhadap kewajiban pajaknya terlindungi di balik tameng perlindungan yang diberikan

    lembaga perbankan dalam bentuk rahasia bank?

    Kerahasiaan informasi tentang nasabah sebenarnya lahir lebih banyak untuk kepentingan bank

    itu sendiri. Rahasia bank (bank secrecy) dianggap sebagai imbalandari kepercayaan yang diberikan

    oleh nasabah demi kelangsungan hidup sebuah bank. Ini berarti bahwa bank mempunyai kewajiban

    untuk tetap merahasiakan keadaan dan catatan keuangan nasabahnya (duty of confidentiality).

    Sepatutnyalah bank menerapkan ketentuan rahasia bank tersebut secara konsisten dan bertanggung

    jawab.

    Rahasia bank menjadi menarik untuk dibicarakan tatkala keberadaannya ada dalam

    persimpangan antara tugasnya dalam melindungi nasabah dan dihadapkannya tugas tersebut

    dengan kepentingan di luar bidang perbankan, dalam hal ini kepentingan di bidang perpajakan.

    Adanya ketentuan mengenai rahasia bank kemudian menimbulkan kesan bahwa bank dapat saja

    dengan sengaja menyembunyikan keadaan keuangan nasabah baik perseorangan atau perusahaan

    yang sedang menjadi sorotan khususnya dalam hal kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban

    pembayaran pajak. Lalu bagaimana dengan ketentuan mengenai rahasia bank di Indonesia,

    khususnya dalam rangka menunjang upaya penegakan kepatuhan pajak? Sudahkah ketentuan

    tersebut membuka akses dalam menjawab tuntutan ketentuan perpajakan, sehingga penegakan

    hukum di bidang perpajakan tersebut dapat di-support?

    Ketentuan mengenai rahasia bank di Indonesia diatur dalam pasal 40 ayat 1 dan 2 UU No. 10

    /1998. Dari ketentuan pasal 40 tersebut dapat diketahui beberapa hal. Pertama, bahwa menjaga

    keterangan-keterangan nasabah menjadi sebuah kewajiban bagi bank. Hal tersebut dikuatkan oleh

    pasal 47 ayat 2, yaitu bahwa apabila kewajiban tersebut dilanggar, maka ketentuan mengenai sanksi

    pelanggaran atas kewajiban menyimpan rahasia bank menanti. Pasal tersebut menyebutkan bahwa

    anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja

    memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut pasal 40, diancam dengan pidana penjara

    sekurang-kurangnya 2 tahun dan paling lama 4 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp

    4.000.000.000,- (empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,- (delapan milyar rupiah).

    Selanjutnya disebutkan bahwa tindakan tersebut dikategorikan sebagai kejahatan (pasal 51). Kedua,

    keterangan-keterangan yang dilindungi oleh rahasia bank hanyalah milik nasabah penyimpan.Bagaimana dengan nasabah debitur? Secara gamblang tidak diatur dalam undang-undang tersebut.

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    16/20

    15

    Dalam penjelasan pasal 40 hanya dijelaskan bahwa nasabah penyimpan yang sekaligus nasabah

    debitur tetap harus dirahasiakan keterangannya dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan.

    Ketiga, ada pengecualian-pengecualian yang disediakan oleh undang-undang sehingga kewajiban

    mengenai rahasia bank tersebut dapat disimpangi pemberlakuannya, yaitu untuk kepentingan-

    kepentingan berikut yang meliputi:

    1. Kepentingan perpajakan (pasal 41);2. Kepentingan penyelesaian piutang bank yang telah diserahkan kepada BUPLN (Badan Urusan

    Piutang dan Lelang Negara) atau PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara) (pasal 41A);

    3. Kepentingan peradilan dalam perkara pidana (pasal 42);4. Kepentingan perkara perdata antara bank dengan nasabah (pasal 43);5. Kepentingan tukar menukar informasi antar bank (pasal 44);6. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan atau ahli warisnya (pasal

    44A).

    Pasal 41 undang-undang yang sama selanjutnya menyebutkan bahwa untuk kepentingan

    perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan

    perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis

    serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.

    Ketentuan ini kemudian terjabar dalam peraturan pelaksanaan yang tertuang dalam Peraturan Bank

    Indonesia (PBI) Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau

    izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.

    Ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Perbankan tersebut maupun dalam

    Peraturan Bank Indonesia pada prinsipnya sejalan dengan apa yang menjadi tuntutan Undang-

    Undang No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, bahwa apabila

    dalam menjalankan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan diperlukan keterangan

    atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan pihak ketiga

    lainnya yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa atau disidik, atas permintaan

    tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti

    yang diminta (pasal 35 ayat 1). Dalam hal pihak-pihak tersebut terikat oleh kewajiban merahasiakan,

    untuk keperluan pemeriksaan atau penyidikan pajak, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan,

    kecuali untuk bank kewajiban merahasiakan ditiadakan atas perintah tertulis dari Menteri Keuangan

    (pasal 35 ayat 2).

    Adapun dampak yang diakibatkan oleh pengungkapan rahasia Wajib Pajak (terutama oleh

    lembaga perbankan), antara lain:

    a) Pengungkapan rahasia bank menjadi salah satu upaya untuk membangkitkan kepatuhan yangdiharapkan. Celah untuk melakukan pengungkapan rahasia bank tersebut memang sangat

    diperlukan keberadaannya dalam rangka membantu aparat petugas pajak untuk meningkatkan

    level kepatuhan pajak mengingat masih rendahnya tingkat kesadaran pajak masyarakat. Ketika

    aparat pajak menemui jumlah pajak terhutang yang tidak sesuai dan patut untuk dilakukan

    pemeriksaan lebih lanjut, maka keterangan keuangan wajib pajak tersebut dapat diperoleh salah

    satunya dengan mengungkapkan rahasia bank pada bank tertentu tempat wajib pajakmenitipkan simpanannya.

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    17/20

    16

    b) Selama ini, analisis potensi pajak terbentur keterbatasan data keuangan wajib pajak. Jika melihatdemografi nasabah bank, sebenarnya potensi penggalian pajak masih besar. Data Lembaga

    Penjamin Simpanan per Juli 2013 menyebutkan rekening total sebanyak 126,8 juta rekening

    dengan nominal simpanan Rp 3.447 trilyun. Simpanan di atas Rp 500 juta sebanyak 746.456

    rekening dengan nominal Rp 2.373 trilyun. Berarti 0,58 persen jumlah rekening bank nasional

    menguasai 70,4 persen total simpanan di bank. Andai saja data akses ke perbankan bisa

    diberikan, kemungkinan banyak wajib pajak yang bisa dihimbau, wajib pajak baru dapat dijaring,

    upaya penghindaran pajak dapat diminimalisasi sehingga pada akhirnya akan meningkatkan

    penerimaan negara.

    F. Simpulan dan SaranDari pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat diambil simpulan sebagai berikut.

    1. Terdapat aturan khusus dalam UU KUP mengenai larangan pejabat untuk memberitahukankepada pihak lain yang tidak berhakmengenai segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukanWajib Pajak kepada pejabat yang bersangkutan dalam rangka jabatan atau pekerjaannya (Pasal

    34 ayat 1). Ketentuan terkait dengan rahasia Wajib Pajak, tidak hanya mengikat pada pegawai,

    pejabat pajak, dan tenaga ahli terkait dengan pelaksanaan undang-undang perpajakan, tetapi

    juga mengikat pihak ketiga yang memiliki hubungan dengan Wajib Pajak (Pasal 35), dan dalam

    revisi UU KUP, disebutkan bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain

    harusmemberikan data dan informasiyang berhubungan dengan perpajakan.

    2. Dari sudut pandang DJP, setiap pejabat, baik petugas pajak maupun mereka yang melakukantugas di bidang perpajakan dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut

    masalah perpajakan, antara lain Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain lain yang

    dilaporkan oleh Wajib Pajak; data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan;

    dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia; dokumen

    dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang

    berkenaan.

    3. Dari sudut pandang pihak ketiga, kerahasiaan Wajib Pajak diatur dalam Pasal 21 UU StatistikNo.16/1997 mengenai kerahasiaan sumber data BPS, Pasal 40 UU No.10/1998 mengenai

    kerahasiaan data perbankan, Pasal 34 PP No.24/1997 mengenai kerahasiaan data properti, Pasal

    172 UU PDRD No.28/2009 mengenai kerahasiaan data pajak daerah dan UU No.8/2010

    mengenai kerahasiaan data investasi.

    4.

    Selain dari data SPT, jumlah pembayaran WP bisa diperoleh dari Modul Penerimaan Negara(MPN) dan bila dikombinasikan dengan data yang bisa didapat dari DJP yaitu identitas Wajib

    Pajak maka data pembayaran pajak per NPWP bisa diperoleh.

    5. Dampak yang dapat ditimbulkan dari diungkapkannya rahasia Wajib Pajak oleh DJP kepada BPKadalah dapat menimbulkan beban pajak yang setiap waktu dapat berubah sistem perlindungan

    dan kepastian hukum dimaksud termasuk sistem penyelesaian sengketa pajak akan rusak,

    mengakibatkan Wajib Pajak yang sudah selesai diperiksa oleh Ditjen Pajak dapat diperiksa

    kembali oleh BPK, dan ketidakjelasan posisi pelaku usaha dalam pemeriksaan pajak.

    6. Dampak yang diakibatkan oleh pengungkapan rahasia Wajib Pajak (terutama oleh lembagaperbankan) adalah meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan meminimalisasi upaya

    penghindaran pajak sehingga dapat mengoptimaliasi potensi penerimaan pajak.

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    18/20

    17

    Tumpang tindih peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kerahasiaan data,

    membuat setiap institusi merasa memiliki hak khusus untuk mengamankan data klien mereka.

    Namun seharusnya, pemerintah melakukan sinkronisasi peraturan serta mendahulukan mana yang

    lebih utama untuk kemaslahatan masyarakat. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka yang terjadi

    bukanlah melindungi kerahasiaan data klien namun malah menjdai penyembunyian data klien.

    Untuk mewujudkan adanya rasa keadilan, seharusnya data-data tersebut diatas mulai dapat diakses

    hanya untuk kepentingan perpajakan saja. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dipaparkan

    saran upaya sebagai berikut:

    1. Sinkronisasi ketentuan sangat diperlukan dan harus diminimalisir ketentuan yang memberikancelah yang mengundang oknum aparat pajak, pihak bank maupun wajibpajak sendiri untuk

    bersatu dalam kerja sama penghindaran pajak dengan melakukan penyelesaian-penyelesaian

    pembayaran pajak diluar kantor. Sebagaimana saat ini menjadi perbincangan dalam

    pembahasan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengenai ketentuan yang

    berkaitan dengan bank yaitu tentang pemblokiran rekening (pasal 44 ayat 2). Dalam ketentuan

    tersebut diatur bahwa aparat pajak dapat memblokir rekening wajib pajak yang diduga

    melakukan pelanggaran pajak. Tentu saja wajar jika ketentuan tersebut kemudian mengundang

    pertentangan antara lembaga 18 perbankan dengan Dirjen Pajak karena ketentuan semacam itu

    sangat rawan celah penyimpangan oleh aparat pajak dengan wajib pajak. merevisi semua aturan

    undang-undang tentang peniadaan kewajiban jabatan untuk merahasiakan data untuk

    kepentingan perpajakan. Pemberian data keterangan untuk perpajakan, tidak harus menunggu

    adanya pemeriksaan dan penyidikan tindak pidana perpajakan. Revisi rahasia perbankan

    menjadi prioritas utama untuk mengembalikan fungsi bank sebagai intermediasi keuangan

    penyimpan dan peminjam dana, bukan untuk penyembunyian aset.Merealisasikan UU

    pembatasan pembayaran tunai dan mewajibkan masyarakat menggunakan instrumenperbankan untuk pelunasan transaksi. Pembatasan hanya untuk transaksi business to business,

    business to person atau person to person. Pembatasan tunai bertahap misalkan tahun 2014

    maksimal hanya Rp.50 juta, tahun 2015 turun ke Rp.25 juta dan tahun 2016 maksimal Rp 5 juta.

    PPATK nantinya menyampaikan data ini ke kantor pajak untuk peningkatan pajak.

    2. Pembukaan data nasabah bank harus secara hati-hati agar tidak memicu penarikan dana daribank. Informasi rekening nasabah ditampung pada suatu komisi informasi perpajakan. Kantor

    pajak nantinya akan mengakses data ini sepengetahuan komisi informasi perpajakan untuk

    keamanan data nasabah dari kejahatan perbankan. Namun demikian perlu dikaji lebih lanjut

    pembukaan rahasuia bank dalam rangka pengejaran penghindaran pajak. Pertama, penindakan

    wajib pajak yang menyimpan uang di luar negeri. Bentuk diplomasi bisa dilakukan dengan

    mencabut ijin bank-bank dari negara tersebut di Indonesia. Kedua, revisi batasan pencantuman

    NPWP untuk pembelian valuta asing menjadi $10,000 ke atas. Jika mampu membeli valas

    $10.000, sementara penghasilan pada SPT Tahunan hanya Rp.30 juta, tentu ada penghasilan lain

    yang tidak dilaporkan. Ketiga, revisi UU Perbankan bahwa kewajiban jabatan untuk

    merahasiakan data dikecualikan atas kepentingan perpajakan. Akses data wajib pajak seperti

    rekening bank, basisdata pembeli Surat Utang Negara dan Sistem Informasi Debitur Bank

    Indonesia (SIDBI), diperlukan untuk penggalian potensi pajak, terutama sektor informal atau

    Usaha Kecil Menengah. Pemilik 746 ribu rekening dengan saldo di atas Rp.500 juta, tentu perlu

    diteliti kepatuhan pembayaran pajaknya. Seharusnya, akses data tidak harus menunggu adanya

    pemeriksaan tindak pidana perpajakan. Keempat, Indonesia perlu meniru program voluntary

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    19/20

    18

    disclosure dari IRS, yang memberikan bebas denda pajak bagi wajib pajak yang sukarela

    melaporkan kepemilikan rekening bank di luar negeri. Cara ini dengan mempersuasif pemilik

    rekening agar memberikan data rekening bank luar negeri. Kelima, BI perlu menambahkan opsi

    persyaratan pembukaan rekening bank bahwa bank diperbolehkan memberikan data simpanan

    dan pinjaman nasabah jika ada permintaan dari kantor pajak, tanpa harus ada tindak pidana

    perpajakan.

  • 5/22/2018 Rahasia Wajib Pajak

    20/20

    19

    Daftar Pustaka

    Lenter, David, et. Al. 2003. Public Disclosure of Corporate Tax Return Information: Accounting,

    Economics, and Legal Perspective. National Tax Journal; Dec 2003; 46, 4; Accounting & Tax pg

    803.

    Puspitarini, Chandra Dewi. Penerobosan Rahasia Bank: Upaya Penegakan Kepatuhan Pajak.

    Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.

    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

    UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan stdd UU Nomor 16

    Tahun 2009

    http://www.pajak.go.id/content/article/legislasi-kerahasiaan-data-untuk-pajak

    http://hukumpidana.bphn.go.id/kuhpoutrujuk/pasal-34-2/

    http://www.pajak.go.id/content/hak-hak-wajib-pajak

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VI/2008 tertanggal 15 Mei 2008

    Empat Alasan Pokok Pengajuan Judicial Review atas UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan

    Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) oleh BPK RI. http://www.bpk.go.id/assets/files/

    attachments/2009/01/siaran_pers_5_feb.pdf. Diakses pada tanggal 01 Juli 2014

    Intensifikasi Pajak dan Rahasia Bank.http://www.pajak.go.id/content/article/intensifikasi-pajak-

    dan-rahasia-bank. Diakses pada tanggal 02 Juli 2014

    Kerahasiaan Wajib Pajak Harus Dilindungi. http://www.tempo.co/read/news/2008/01/31

    056116600/Kerahasiaan-Wajib-Pajak-Harus-Dilindungi. Diakses pada tanggal 01 Juli 2014

    IRS. Section 6103(I)(21): Questions and Answers. http://www.irs.gov/uac/Newsroom/ IRC-Section-

    6103%28l%29%2821%29-Questions-and-Answers. Diakses pada tanggal 3 Juli 2014.

    http://www.pajak.go.id/content/article/legislasi-kerahasiaan-data-untuk-pajakhttp://hukumpidana.bphn.go.id/kuhpoutrujuk/pasal-34-2/http://www.pajak.go.id/content/hak-hak-wajib-pajakhttp://www.irs.gov/uac/Newsroom/%20IRC-Section-6103%28l%29%2821%29-Questions-and-Answershttp://www.irs.gov/uac/Newsroom/%20IRC-Section-6103%28l%29%2821%29-Questions-and-Answershttp://www.irs.gov/uac/Newsroom/%20IRC-Section-6103%28l%29%2821%29-Questions-and-Answershttp://www.irs.gov/uac/Newsroom/%20IRC-Section-6103%28l%29%2821%29-Questions-and-Answershttp://www.pajak.go.id/content/hak-hak-wajib-pajakhttp://hukumpidana.bphn.go.id/kuhpoutrujuk/pasal-34-2/http://www.pajak.go.id/content/article/legislasi-kerahasiaan-data-untuk-pajak