RAGAM BAHASA TAE PADA MASYARAKAT KABUPATEN LUWU …
Transcript of RAGAM BAHASA TAE PADA MASYARAKAT KABUPATEN LUWU …
Halliday, M.A.K. (1978). Language as Social Semiotics. London: University Park Press
Hartoko, Dick. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Leech, Geoffrey. 1974. A Linguistic Guide to English Poetry. English: University Lancaster.
Mousavi, S. Habib. S. Mohammad Ali Mousavi. “Flash Fiction, Defamiliarization and
Cultural Criticism: A Case Study of Salahshoor's Please Smile.” International Journal
of Humanities and Social Science Vol. 4, No. 7(1); May 2014.
Palmer, Richard E. 2003. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Pratita, Ina Ika. 2012. “Stilistika Novel Utsukushisa To Kanashimi Karya Kawabata
Yasunari”. Disertasi.
Stacy, R.H. Defamiliarization in Language and Literature. Syracuse: Syracuse University
Press, 1977. xi, 193 pp.
Subroto, D. Edi. (1992). Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta:
UNS Press.
Sudjiman, P. (1993). Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Sutopo, H.B. (1997). Metodologi Penelitian Kualitatif (Metodologi Penelitian Untuk Ilmu-
Ilmu Sosial dan Budaya). Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta.Press.
Tohari, Ahmad. 2004. Ronggeng Dukuh Paruk. Jakarta: Gramedia.
Turner . Brian. 1983. “Poetic Defamiliarization: Blake's Anti-Lockean Language.” A Thesis
Department Of English Edmonton, Alberta Spring
Wellek, Rene dan Austin Werren. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
AbstrakPenelitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang ragam bahasa Tae pada
masyarakat kabupaten Luwu. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa bahasa tae merupakan bahasa yang perlu dikaji lebih dalam lagi baik dari segi sosiolinguistik dalam mengungkap variasi ragam bahasa Tae serta menerjemahkan kalimat bahasa Tae menjadi kalimat bahasa baku agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat diluar dari penutur ragam bahasa Tae. Adapun hasil penelitian ragam bahasa Tae pada masyarakat kabupaten Luwu berupa ragam bahasa intim (akrab), ragam bahasa penolakan, dan ragam bahasa ditinjau dari kelas sosial .
Kata Kunci: ragam bahasa, bahasa Tae, sosiolinguistik
PENDAHULUAN
Pokok bahasan dalam Bahasa merupakan alat komunikasi antara sesama anggota
masyarakat guna mengungkapkan maksud, pikiran, dan perasaan baik secara lisan
maupun secara tertulis. Melalui komunikasi, manusia dapat menyampaikan semua yang
dirasakan, dipikirkan, dan diketahui kepada orang lain (Keraf, 1980:1). Komunikasi,
sebagaimana yang diidentifikasikan oleh Suwito (1983:9) adalah suatu proses
penyampaian dan penerimaan informasi berupa lambang yang mengandung
arti/makna sampai menjadi milik bersama. Fungsi bahasa menurut Halliday dalam Keraf,
(1980) adalah menyatakan ekspresi diri sebagai alat komunikasi, sebagai alat untuk
mengadakan interaksi dan adaptasi sosial dan alat untuk mengadakan kontrol sosial.
Komunikasi, dalam hal ini dengan mempergunakan bahasa adalah alat yang vital bagi
masyarakat manusia. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi, maka setiap
tuturan dan tulisan selalu diarahkan kepada anggota masyarakat lain. Peristiwa yang
berketerusan, selanjutnya membangun pola-pola budaya komunikasi verbal sebagai salah
satu wujud komunikasi yang berkaitan pula dengan norma-norma dan tata nilai budaya
masyarakat penutur bahasa itu. Setiap bahasa senantiasa berpola, dalam arti selalu
berulang secara teratur, maka bentuk-bentuk komunikasi verbal tersebut dapat ditelusuri
sehingga dapat diketahui pula sistem dan dinamika yang ada dibalik peristiwa bahasa itu.
Kabupaten Luwu adalah pemegang sah penutur bahasa Tae, pada awalnya Luwu
sebelum terbagi menjadi tiga kabupaten dan satu kota madya diantaranya adalah
RAGAM BAHASA TAE PADA MASYARAKAT
KABUPATEN LUWU TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK
Aswadi Ramli
Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia
Universitas Negeri Makassar
email: [email protected]
108 109
kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur dan kota Palopo, namun penelitian ini hanya
terfokus di kabupaten Luwu karena beberapa kabupaten ini memiliki dialek yang berbeda-
beda meskipun terdapat juga kesamaan yang banyak. Bahasa tae ini digunakan selaku
bahasa percakapan penduduk setempat, mulai dari selatan perbatasan dengan Buriko
Kabupaten Wajo sampai dengan daerah kabupaten Luwu Timur Malili serta Tana Toraja
dan Massenrempulu, menurut data Wikipedia penutur Bahasa Tae berjumlah 340.000
penutur. Rumpun bahasa Tae adalah rumpun Austronesia Malayo Polinesia, Sulawesi
Selatan. Bahasa Tae memiliki beberapa dialek Rongkong, Luwu Timur laut, Bone-bone,
Masamba, Bua dan memiliki kesamaan leksikal:82% atau lebih dari diantara dialek, 82%
dengan Toraja-Sa'dan (Wikipedia).
Dinamisasi kebudayaan serta perkembangannya tidak terlepas dari pengaruh
modernisasi yang sangat menonjol dan tantangan dalam mempertahankan eksistensi
kebudayaan lokal. Kini modernisasi telah mengancam eksistensi budaya lokal, termasuk
bahasa. Bahasa daerah semakin terpinggirkan oleh berbagai bahasa yang mempengaruhi
eksistensinya. Pengklasifikasian bahasa di Indonesia meliputi, bahasa Indonesia, bahasa
Daerah, dan bahasa Asing. Eksistensi bahasa daerah sudah mulai tergerus oleh pengaruh
bahasa luar, bahasa luar yang dimaksud adalah bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia
dan bahasa Asing yang secara struktural sudah mempengaruhi keoriginalan sebuah bahasa
daerah. Sosiolinguistik sangat berpengaruh dalam masalah ini. Sosiolinguistik lazim
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa, serta
hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu
masyarakat Kridalaksana dalam (Chaer 2014:3).
Uraian tersebut memberikan gambaran bahwa bahasa merupakan salah satu
kebutuhan utama manusia dalam bermasyarakat. Bahasa tidak terlepas dari sistem . sosial
budaya masyarakat (Siregar, 1988:3). Bahasa dapat dipandang sebagai suatu indikator
untuk menjelaskan hubungan antara bahasa dengan masyarakat. Lewat bahasa, suatu ide
atau gagasan dari individu disampaikan kepada individu lain dalam berinteraksi. Salah
satu bentuk interaksi dan komunikasi antar anggota masyarakat adalah pernyataan
penutur sesama penutur bahasa Tae di Luwu. Bahasa Tae adalah salah satu bentuk
komunikasi sosial pada masyarakat Luwu berbentuk verbal yang melibatkan penutur dan
petutur di Luwu. Bahasa Tae sebagai suatu bentuk komunikasi verbal itu pada umumnya
memakai seperangkat bentuk lingual dalam peristiwa tutur. Bentuk-bentuk penolakan
yang dipakai itu bersifat pilihan. Faktor-faktor yang melatari pemilihan itu adalah pihak
yang disapa, situasi, serta faktor-faktor nonlingual seperti gelengan kepala, gerakan
tangan, dan diam saja. Oleh karena bentuk-bentuk itu muncul dalam interaksi dan konteks
sosial, maka bahasa penolakan merupakan fenomena sosiolinguistik dan berhubungan
dengan faktor-faktor di luar bahasa.
Penelitian terhadap ragam bahasa Tae di lingkungan masyarakat di Kabupaten Luwu
ini sangat penting. Dengan mengetahui bentuk-bentuk ragam bahasa Tae yang digunakan
masyarakat di kabupaten Luwu diharapkan akan terjadi tegur sapa yang harmonis dalam
hidup bermasyarakat karena bahasa Tae juga merupakan salah satu hak dalam masyarakat
yang demokratis dalam berkomunikasi verbal sesama penutur bahasa Tae. Penelitian
ragam bahasa Tae juga sangat penting jikalau dihubungkan dengan situasi,
perkembangan, dan pengembangan bahasa dan ilmu bahasa di Indonesia baik masa kini
maupun masa akan datang. Keterkaitan pengembangan bahasa nasional dan bahasa
daerah, khususnya bahasa Tae dialek Luwu, hasil penelitian ini mengandung manfaat
tersendiri. Sebagaimana diketahui, informasi tentang segi-segi kemasyarakatan bahasa
Tae dialek Luwu khususnya ragam bentuk-bentuk bahasa Tae itu merupakan tanda adanya
peranan bahasa bahasa tae dialek Luwu bagi masyarakat penuturnya. Di sisi lain, jaringan
komunikasi masyarakat penutur bahasa Tae dialek Luwu antara lain diperankan pula oleh
ragam bentuk-bentuk bahasa Tae itu menunjukkan pula makna dan nilai kemasyarakatan
bahasa Tae dialek Luwu di tengah-tengah masyarakat dan kebudayaan setempat.
Informasi yang begitu penting sudah tentu menjadi salah satu masukan penting dalam
rangka pengembangan bahasa nasional dan bahasa daerah (Badudu, 1993:5-6). Lebih jauh
lagi mengenai pengembangan aspek sosial bahasa nasional dan bahasa daerah dalam
kaitannya dengan kedudukan dan fungsi masing-masing. Sebab, sebagaimana diketahui,
deskripsi tentang pola ragam bahasa Tae di lingkungan masyarakat ini ikut memberikan
gambaran tentang sistem pola budaya bahasa dan berbahasa yang berhubungan pula
dengan sistem dan struktur masyarakat penuturnya, dalam konteks tata nilai budaya
masyarakat di Luwu. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih jauh tentang segi-segi
kemasyarakatan bahasa Tae dialek Luwu, maka dipandang perlu untuk melakukan suatu
penelitian dengan judul "Ragam Bahasa Tae pada Masyarakat Kabupaten Luwu (Tinjauan
Sosiolinguistik).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian kualiitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian
yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah di mana peneliti merupakan
instrumen kunci (Sugiyono, 2005). Bagaimana memahami ragam bahasa Tae yang terjadi
di masayarakat Luwu. Dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi
bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial
yang diinterpretasikan oleh setiap individu (Sukmadinata, 2005). Penelitian dilakukan
untuk memberi gambaran secara menyeluruh dan mendalam mengenai ragam bahasa
Tae. Hasil penelitian mengenai ragam bahasa Tae dengan mengkaji struktur sintaksis.
110 111
kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur dan kota Palopo, namun penelitian ini hanya
terfokus di kabupaten Luwu karena beberapa kabupaten ini memiliki dialek yang berbeda-
beda meskipun terdapat juga kesamaan yang banyak. Bahasa tae ini digunakan selaku
bahasa percakapan penduduk setempat, mulai dari selatan perbatasan dengan Buriko
Kabupaten Wajo sampai dengan daerah kabupaten Luwu Timur Malili serta Tana Toraja
dan Massenrempulu, menurut data Wikipedia penutur Bahasa Tae berjumlah 340.000
penutur. Rumpun bahasa Tae adalah rumpun Austronesia Malayo Polinesia, Sulawesi
Selatan. Bahasa Tae memiliki beberapa dialek Rongkong, Luwu Timur laut, Bone-bone,
Masamba, Bua dan memiliki kesamaan leksikal:82% atau lebih dari diantara dialek, 82%
dengan Toraja-Sa'dan (Wikipedia).
Dinamisasi kebudayaan serta perkembangannya tidak terlepas dari pengaruh
modernisasi yang sangat menonjol dan tantangan dalam mempertahankan eksistensi
kebudayaan lokal. Kini modernisasi telah mengancam eksistensi budaya lokal, termasuk
bahasa. Bahasa daerah semakin terpinggirkan oleh berbagai bahasa yang mempengaruhi
eksistensinya. Pengklasifikasian bahasa di Indonesia meliputi, bahasa Indonesia, bahasa
Daerah, dan bahasa Asing. Eksistensi bahasa daerah sudah mulai tergerus oleh pengaruh
bahasa luar, bahasa luar yang dimaksud adalah bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia
dan bahasa Asing yang secara struktural sudah mempengaruhi keoriginalan sebuah bahasa
daerah. Sosiolinguistik sangat berpengaruh dalam masalah ini. Sosiolinguistik lazim
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa, serta
hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu
masyarakat Kridalaksana dalam (Chaer 2014:3).
Uraian tersebut memberikan gambaran bahwa bahasa merupakan salah satu
kebutuhan utama manusia dalam bermasyarakat. Bahasa tidak terlepas dari sistem . sosial
budaya masyarakat (Siregar, 1988:3). Bahasa dapat dipandang sebagai suatu indikator
untuk menjelaskan hubungan antara bahasa dengan masyarakat. Lewat bahasa, suatu ide
atau gagasan dari individu disampaikan kepada individu lain dalam berinteraksi. Salah
satu bentuk interaksi dan komunikasi antar anggota masyarakat adalah pernyataan
penutur sesama penutur bahasa Tae di Luwu. Bahasa Tae adalah salah satu bentuk
komunikasi sosial pada masyarakat Luwu berbentuk verbal yang melibatkan penutur dan
petutur di Luwu. Bahasa Tae sebagai suatu bentuk komunikasi verbal itu pada umumnya
memakai seperangkat bentuk lingual dalam peristiwa tutur. Bentuk-bentuk penolakan
yang dipakai itu bersifat pilihan. Faktor-faktor yang melatari pemilihan itu adalah pihak
yang disapa, situasi, serta faktor-faktor nonlingual seperti gelengan kepala, gerakan
tangan, dan diam saja. Oleh karena bentuk-bentuk itu muncul dalam interaksi dan konteks
sosial, maka bahasa penolakan merupakan fenomena sosiolinguistik dan berhubungan
dengan faktor-faktor di luar bahasa.
Penelitian terhadap ragam bahasa Tae di lingkungan masyarakat di Kabupaten Luwu
ini sangat penting. Dengan mengetahui bentuk-bentuk ragam bahasa Tae yang digunakan
masyarakat di kabupaten Luwu diharapkan akan terjadi tegur sapa yang harmonis dalam
hidup bermasyarakat karena bahasa Tae juga merupakan salah satu hak dalam masyarakat
yang demokratis dalam berkomunikasi verbal sesama penutur bahasa Tae. Penelitian
ragam bahasa Tae juga sangat penting jikalau dihubungkan dengan situasi,
perkembangan, dan pengembangan bahasa dan ilmu bahasa di Indonesia baik masa kini
maupun masa akan datang. Keterkaitan pengembangan bahasa nasional dan bahasa
daerah, khususnya bahasa Tae dialek Luwu, hasil penelitian ini mengandung manfaat
tersendiri. Sebagaimana diketahui, informasi tentang segi-segi kemasyarakatan bahasa
Tae dialek Luwu khususnya ragam bentuk-bentuk bahasa Tae itu merupakan tanda adanya
peranan bahasa bahasa tae dialek Luwu bagi masyarakat penuturnya. Di sisi lain, jaringan
komunikasi masyarakat penutur bahasa Tae dialek Luwu antara lain diperankan pula oleh
ragam bentuk-bentuk bahasa Tae itu menunjukkan pula makna dan nilai kemasyarakatan
bahasa Tae dialek Luwu di tengah-tengah masyarakat dan kebudayaan setempat.
Informasi yang begitu penting sudah tentu menjadi salah satu masukan penting dalam
rangka pengembangan bahasa nasional dan bahasa daerah (Badudu, 1993:5-6). Lebih jauh
lagi mengenai pengembangan aspek sosial bahasa nasional dan bahasa daerah dalam
kaitannya dengan kedudukan dan fungsi masing-masing. Sebab, sebagaimana diketahui,
deskripsi tentang pola ragam bahasa Tae di lingkungan masyarakat ini ikut memberikan
gambaran tentang sistem pola budaya bahasa dan berbahasa yang berhubungan pula
dengan sistem dan struktur masyarakat penuturnya, dalam konteks tata nilai budaya
masyarakat di Luwu. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih jauh tentang segi-segi
kemasyarakatan bahasa Tae dialek Luwu, maka dipandang perlu untuk melakukan suatu
penelitian dengan judul "Ragam Bahasa Tae pada Masyarakat Kabupaten Luwu (Tinjauan
Sosiolinguistik).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian kualiitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian
yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah di mana peneliti merupakan
instrumen kunci (Sugiyono, 2005). Bagaimana memahami ragam bahasa Tae yang terjadi
di masayarakat Luwu. Dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi
bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial
yang diinterpretasikan oleh setiap individu (Sukmadinata, 2005). Penelitian dilakukan
untuk memberi gambaran secara menyeluruh dan mendalam mengenai ragam bahasa
Tae. Hasil penelitian mengenai ragam bahasa Tae dengan mengkaji struktur sintaksis.
110 111
TEMUAN DAN DISKUSI
Sintaksis adalah tata bahasa yang hubungan antarkata dalam tuturan sama halnya
dengan morfologi, akan tetapi morfologi menyangkut struktur gramatikal di dalam kata
unsur bahasa yang ada dalam sintaksis adalah frase, klausa, dan kalimat. Adapun ragam
bahasa Tae yakni:
Ragam Bahasa Intim (akrab)
Ragam akrab atau intim adalah ragam bahasa antaranggota yang akrab dalam
keluarga dan teman-teman. Bentuk-bentuk bahasa yang dipakai sangat minim. Karena
sering diganti dengan bentuk lain seperti gerak mimik, alis, gerak bahu, dan ekspresi lain.
Berdasarkan hal tersebut ditemukan ragam bahasa intim (akrab) pada masyarakat Luwu.
Lamanjo ko raka lako tempe sammuane?
Mau ko pergi sawah saudara
Apakah kamu mau pergi sawah saudara?
Pada situasi percakapan ini adalah dua orang sebaya yang dengan keakrabannya
sehingga tidak lagi memerhatikan nilai-nilai kesopanan dalam bertutur sehingga tidak
menggunakan kata yang sopan. Si A ingin mengajak si B pergi ke sawah dengan pola
kalimat Tanya. Masiang pi to lako pangempang. Besok pi pergi ke empang. Kita pergi besok ke empang
Pada kalimat ini juga teman sebaya di mana memberi saran agar besok saja mereka
pergi empang mungkin karena ada alas an lain sehingga meminta kepada temannya agar
besok saja ia berangkat. Tae raka mubela jamai te motoroku? Tidak bisa ka mukerja motorku? Anda bisa kerja motorku?
Kalimat pertanyaan yang dinyatakan oleh orang yang ingin memperbaiki motornya
tapi secara halus tanpa memaksa si lawan tutur.Anjo ko kade banuanna bapa na tambai ko ngena! Pergi ko rumahnya bapak ada panggilannya tadi! Pergi ke rumah bapak karena ada panggilannya!
Tuturan ini disampaikan oleh seseorang yang bersaudara, tetapi dia sudah memiliki rumah sendiri dan disuruh oleh bapaknya untuk pergi kerumahnya, jenis kalimat ini adalah kalimat perintah.
Kupurai maro mo dikka to bene, sola. Kusuka sekali mi itu perempuan, teman Saya sangat suka perempuan itu, kawan.
Tuturan ini dituturkan oleh orang yang sedang menyampaikan curahan hatinya,
namun disampaikan kepada temannya bukan kepada perempuan itu. Sammai pa tu najaka ko kakammu. Kemarin pi itu nacari ko kaka mu. Sejak kemarin dicari oleh kakak.
Tuturan ini diucapkan oleh seorang teman yang mendapat pesan dari kakak
temannya, lalu disampaikan setelah ia bertemu dengan temannya.
Ragam Bahasa Penolakan
Ragam bahasa penolakan adalah kalimat yang digunakan untuk menyampaikan
ketidaksetujuan atau penolakan terhadap suatu ide, gagasan, keputusan, atau pendapat
orang lain. Tae ku morai manjo lako pasa'. Tidak bisa ka pergi pasar. Saya tidak pergi ke pasar.
Tuturan ini dituturkan oleh orang yang sedang diajak pergi ke pasar oleh
temannya, namun dia menolak untuk pergi.Laku pake duka to motoro. Mau ka juga pakai motorku. Saya juga pakai motorku.
Tuturan ini dituturkan oleh orang yang sedang dimintai persetujuan atas
kendaraan, namun ia menolak karena ia juga mau pakai motornya. Tae kubela dikka masaki'na. Tidak bisa ka karena sakit ka. Saya tidak pergi karena sakit.
Tuturan ini dituturkan oleh orang yang sedang diajak pergi, namun menolak
dengan alasan sakit.Tae duka kubela manjo appa deng pura laku jama indei banua. Tidak bisa ka juga pergi karena ada juga saya kerja di rumah. Saya tidak bisa pergi karena ada pekerjaan di rumah.
Tuturan ini dituturkan oleh orang yang sedang diajak, namun ia menolak dengan
alasan ada hal yang ingin dikerjakan dirumahnya. Tae ku bela sammuane. Tidak bisa ka saudara. Saya tidak bisa saudara.
Tuturan ini dituturkan oleh seseorang teman yang sedang diajak oleh temannya
tetapi dia menolak dengan tidak beralasan. Tae ku bela manjo appa tae doi ku. Tidak bisa ka karena tidak ada uangku. Saya tidak bisa karena tidak ada uangku.
112 113
TEMUAN DAN DISKUSI
Sintaksis adalah tata bahasa yang hubungan antarkata dalam tuturan sama halnya
dengan morfologi, akan tetapi morfologi menyangkut struktur gramatikal di dalam kata
unsur bahasa yang ada dalam sintaksis adalah frase, klausa, dan kalimat. Adapun ragam
bahasa Tae yakni:
Ragam Bahasa Intim (akrab)
Ragam akrab atau intim adalah ragam bahasa antaranggota yang akrab dalam
keluarga dan teman-teman. Bentuk-bentuk bahasa yang dipakai sangat minim. Karena
sering diganti dengan bentuk lain seperti gerak mimik, alis, gerak bahu, dan ekspresi lain.
Berdasarkan hal tersebut ditemukan ragam bahasa intim (akrab) pada masyarakat Luwu.
Lamanjo ko raka lako tempe sammuane?
Mau ko pergi sawah saudara
Apakah kamu mau pergi sawah saudara?
Pada situasi percakapan ini adalah dua orang sebaya yang dengan keakrabannya
sehingga tidak lagi memerhatikan nilai-nilai kesopanan dalam bertutur sehingga tidak
menggunakan kata yang sopan. Si A ingin mengajak si B pergi ke sawah dengan pola
kalimat Tanya. Masiang pi to lako pangempang. Besok pi pergi ke empang. Kita pergi besok ke empang
Pada kalimat ini juga teman sebaya di mana memberi saran agar besok saja mereka
pergi empang mungkin karena ada alas an lain sehingga meminta kepada temannya agar
besok saja ia berangkat. Tae raka mubela jamai te motoroku? Tidak bisa ka mukerja motorku? Anda bisa kerja motorku?
Kalimat pertanyaan yang dinyatakan oleh orang yang ingin memperbaiki motornya
tapi secara halus tanpa memaksa si lawan tutur.Anjo ko kade banuanna bapa na tambai ko ngena! Pergi ko rumahnya bapak ada panggilannya tadi! Pergi ke rumah bapak karena ada panggilannya!
Tuturan ini disampaikan oleh seseorang yang bersaudara, tetapi dia sudah memiliki rumah sendiri dan disuruh oleh bapaknya untuk pergi kerumahnya, jenis kalimat ini adalah kalimat perintah.
Kupurai maro mo dikka to bene, sola. Kusuka sekali mi itu perempuan, teman Saya sangat suka perempuan itu, kawan.
Tuturan ini dituturkan oleh orang yang sedang menyampaikan curahan hatinya,
namun disampaikan kepada temannya bukan kepada perempuan itu. Sammai pa tu najaka ko kakammu. Kemarin pi itu nacari ko kaka mu. Sejak kemarin dicari oleh kakak.
Tuturan ini diucapkan oleh seorang teman yang mendapat pesan dari kakak
temannya, lalu disampaikan setelah ia bertemu dengan temannya.
Ragam Bahasa Penolakan
Ragam bahasa penolakan adalah kalimat yang digunakan untuk menyampaikan
ketidaksetujuan atau penolakan terhadap suatu ide, gagasan, keputusan, atau pendapat
orang lain. Tae ku morai manjo lako pasa'. Tidak bisa ka pergi pasar. Saya tidak pergi ke pasar.
Tuturan ini dituturkan oleh orang yang sedang diajak pergi ke pasar oleh
temannya, namun dia menolak untuk pergi.Laku pake duka to motoro. Mau ka juga pakai motorku. Saya juga pakai motorku.
Tuturan ini dituturkan oleh orang yang sedang dimintai persetujuan atas
kendaraan, namun ia menolak karena ia juga mau pakai motornya. Tae kubela dikka masaki'na. Tidak bisa ka karena sakit ka. Saya tidak pergi karena sakit.
Tuturan ini dituturkan oleh orang yang sedang diajak pergi, namun menolak
dengan alasan sakit.Tae duka kubela manjo appa deng pura laku jama indei banua. Tidak bisa ka juga pergi karena ada juga saya kerja di rumah. Saya tidak bisa pergi karena ada pekerjaan di rumah.
Tuturan ini dituturkan oleh orang yang sedang diajak, namun ia menolak dengan
alasan ada hal yang ingin dikerjakan dirumahnya. Tae ku bela sammuane. Tidak bisa ka saudara. Saya tidak bisa saudara.
Tuturan ini dituturkan oleh seseorang teman yang sedang diajak oleh temannya
tetapi dia menolak dengan tidak beralasan. Tae ku bela manjo appa tae doi ku. Tidak bisa ka karena tidak ada uangku. Saya tidak bisa karena tidak ada uangku.
112 113
Tuturan ini disampaikan oleh orang yang sedang diajak ke suatu tempat namun
menolak karena tidak memiliki uang.
Ragam Bahasa Ditinjau dari Kelas Sosial
Ragam bahasa ditinjau dari kelas sosial mengacu pada golongan masyarakat yang
memunyai kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti ekonomi, pekerjaan,
pendidikan, kedudukan, kasta, dan sebagainya. (Sumarsono, 2013: 43) Natambaiki lako banuanna, Opu. Napanggilki ke rumahnya, Opu. Ada panggilan ke rumah, opu.
Tuturan ini disampaikan oleh dua orang yang sedang diajak oleh Opu untuk datang ke
rumahnya. Opu dalam perspektif masyarakat Luwu adalah golongan sosial yang tinggi,
berdasarkan kasta, gelar Opu adalah keturunan keluarga kerajaan. To lako banuanna pak guru pura. Pergi ke rumahnya pak guru nanti. Pergi ke rumah pak guru nanti.
Tuturan ini dituturkan oleh dua orang siswa yang ingin ke rumah gurunya. Dapat
dilihat dari status sosial seorang guru yang didatangi oleh siswa dirumahnya. Deng ngena penyampaianna punggawa to la rapa' jio kantor Bupati. Ada tadi penyampaian dari Bupati karena ada rapat di kantor Bupati. Ada penyampaian oleh Bupati tentang rapat di kantor Bupati.
Tuturan ini dituturkan oleh masyarakat yang diundang oleh Bupati mengenai
undangan rapat di kantor Bupati. Dilihat dari status sosial Bupati yang sangat terhormat
mengundang masyarakat untuk menghadiri rapat.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung. Angkasa.
Arikumto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta
Chaer dan Agustina. 1995. Sosiolinguistik. Perkenalan awal. Rineka Cipta. Jakarta.
Kern. R.A. 1993. I La Galigo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Kartomiharjo, Suseno. 1993, Penggunaan bahasa dalam Masyarakat bentuk Bahasa
Penolakan. Masyarakat Linguistik Indonesia.
Mbete, dkk. 1985. Sosiolinguistik. Bandung. Angkasa.
Moleang, Lexy, J. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosda Karya
Nababan, P. W. J. 1993. Sosiolinguistik suatu Pengantar. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Angkasa. Bandung.
AbstractThe reality that teachers face in general is the motivation of students to write is still
low, especially writing poetry. The suggestion of imagination provides a stimulus for the development of the students' imagination through forms of suggestion given, whether in the form of songs or other suggestions. This study discusses the problem is whether there is a significant difference between the ability to write poetry between students who get the learning model using the model of the imagination of students' imagination by not getting learning using model model of imagination suggestion? The purpose of this study is to obtain empirical data whether or not there is a significant difference between students who obtained learning model model using the imagination of students' imagination by not getting learning using model model of imagination suggestion. The design of this study using this research including the type of experiment. Test of instrument test in this research is done by using internal and external validity test. Internal validity includes content validity and construction validity. Content validity is done by adjusting the learning aspect of poetry writing which will be assessed with the subject matter delivered based on the theoretical basis and basic competence required. The subject of this research is the students of class X SMK Widya Praja Semarang Regency. The model treatment of imagination suggestion in learning to write poetry is done through preliminary activities, core, follow-up, and reflection. The ability to write poetry on the aspect of the accuracy of word selection or diction, topics, and the message, has met the good category. Through imaginative suggestion models, students are invited to play imagine themselves things close to them, as well as analyze, conclude, and discover concepts.
Keywords: model of imagination suggestion, learning to write poetry.
AbstrakRealita yang dihadapi guru pada umumya adalah motivasi peserta didik untuk
menulis masih rendah, khususnya menulis puisi. Sugesti imajinasi memberikan rangsangan perkembangan imajinasi siswa melalui bentuk-bentuk sugesti yang diberikan, baik berupa lagu ataupun sugesti lainnya. Penelitian ini membahas masalah yaitu apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan menulis puisi antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model model sugesti imajinasi siswa dengan tidak memperoleh pembelajaran menggunakan model model sugesti imajinasi? Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu mendapatkan data empiris ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model model sugesti imajinasi siswa dengan tidak memperoleh pembelajaran menggunakan model model sugesti imajinasi. Desain penelitian ini menggunakan Penelitian ini termasuk jenis eksperimen. Uji tes instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji
PERLAKUAN MODEL SUGESTI IMAJINASI PADA PEMBELAJARAN MENULIS PUISI
SISWA SMK WIDYA PRAJA KABUPATEN SEMARANG
Azzah Nayla Universitas PGRI Semarang
114 115