radi
-
Upload
nisanasution -
Category
Documents
-
view
217 -
download
4
description
Transcript of radi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Rongga Mulut
Rongga mulut merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan. Fungsi
utamanya adalah sebagai pintu masuk dari saluran pencernaan dan untuk
dimulainya proses pencernaan dengan air liur dan propulsi dari pencernaan bolus
ke faring. Hal ini juga berfungsi sebagai saluran pernapasan sekunder, lokasi
modifikasi suara untuk menghasilkan kata-kata ,dan organ kemosensori.[11]
Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis
oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk dinding
bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian eksternal dari
pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh
membran mukosa yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi.
Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun
di antara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir
pada bagian bibir.[12]
Gambar 2.1. Anatomi Rongga Mulut.[12]
2.1.2. Bibir dan Palatum
Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang
mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot orbikularis oris
dan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan membran mukosa pada bagian
internal.[13;14]
Secara anatomi bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas dan
bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari hidung pada
bagian superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian lateral dan batas bebas
dari sisi vermilion pada bagian inferior. Bibir bagian bawah terbentang dari
bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian komisura pada bagian lateral dan ke
bagian mandibula pada bagian inferior.[14]
Palatum adalah dinding atau septum yang memisahkan rongga mulut dari
rongga hidung, dan membentuk atap mulut. Struktur penting ini memungkinkan
untuk mengunyah dan bernapas pada saat yang sama. Palatum keras - bagian
anterior dari atap mulut - dibentuk oleh maxillae dan tulang palatina dan ditutupi
oleh membrane mukosa; membentuk partisi tulang diantara rongga mulut dan
hidung. Palatum lunak, yang membentuk bagian posterior langit-langit mulut,
adalah sebuah lengkungan - berbentuk partisi otot antara orofaring dan nasofaring
yang dilapisi dengan membran mukosa.[12]
Gambar. Palatum.[15]
2.1.3. Lidah
Lidah adalah masa otot lurik yang ditutupi oleh membarana mucosa. Dua
pertiga bagian anteriornya terletak di dalam mulut, dan sepertiga baagian
posteriornya terletak di pharynx. Otot-otot melekatkan lidah ke processus
styloideus dan palatum molle di sebelah atas serta mandibular dan os hyoideum di
sebelah bawah. Lidah dibagi menjadi belahan kanan dan kiri oleh septum
fibrosum mediana.[16]
Lidah memiliki komponen otot-otot ekstrinsik dan intrinsik. Otot intrinsik
hanya terbatas di lidah dan tidak dihubungkan ke tulang. Otot ini terdiri atas
serabut-serabut longitudinal, transversa, dan vertikal. Otot-otot ekstrinsik melekat
pada tulang dan palatum molle. Terdiri atas m. genioglossus, m. hyoglossus, dan
m. styloglossus, yang diuraikan pada region submandibularis dan m. palatoglossus
yang berhubungan dengan palatum molle.[16]
Gambar 2.1.3. Anatomi Lidah.[17]
2.1.4. Gigi
Pada dewasa normal terdapat 32 gigi yang terletak pada mandibula dan
maksila. Gigi dibagi menjadi beberapa kuadran: kanan atas, kiri atas , kanan
bawah dan kiri bawah. Pada orang dewasa, masing-masing kuadran berisi satu
incisivus tengah dan satu gigi insisivus lateral; satu caninus, premolar pertama dan
kedua, dan molar pertama, kedua, dan ketiga. Molar ketiga disebut gigi bungsu
karena gigi tersebut biasanya muncul pada seseorang di usia remaja akhir atau
awal dua puluhan.[18]
Setiap gigi terdiri dari mahkota dengan satu atau lebih puncak gigi, leher,
dan akar. Pusat gigi adalah rongga pulpa, yang dipenuhi dengan pembuluh darah,
saraf, dan jaringan ikat, disebut pulpa. Rongga pulpa dikelilingi oleh jaringan
hidup, selular, seperti jaringan tulang yang disebut dentin. Dentin dari mahkota
gigi ditutupi oleh zat aselular sangat keras yang disebut enamel, yang melindungi
gigi terhadap abrasi dan asam yang dihasilkan oleh bakteri di dalam mulut.
Permukaan dentin pada akar ditutupi dengan sementum, yang berfungsi sebagai
jangkar gigi di rahang.[18]
gigi berakar dalam alveoli sepanjang punggung alveolar mandibula dan
maksila. Punggung alveolar ditutupi oleh jaringan ikat padat fibrosa dan epitel
skuamosa berlapis lembab, yang disebut gingiva, atau gusi. Gigi dipertahankan
pada tempatnya oleh ligamen periodontal, yang merupakan serat jaringan ikat
yang membentang dari dinding alveolar dan tertanam ke sementum.[18]
Gambar 2.1.4 struktur gigi.[18]
2.2. Flora Normal
Istilah ‘flora normal’ menunjukkan populasi mikroorganisme yang hidup
di kulit dan membran mukosa orang normal yang sehat. Beberapa jenis bakteri
dan jamur merupakan dua jenis organisme yang termasuk ke dalam kumpulan
flora normal. Keberadaaan flora virus normal masih diragukan.[19;20]
Kulit dan membran mukosa selalu mengandung berbagai mikroorganisme
yang dapat tersusun menjadi dua kelompok, yaitu: flora residen dan flora transien.
Flora residen terdiri dari jenis mikroorganisme yang relatif tetap dan secara teratur
ditemukan di daerah tertentu pada usia tertentu; jika terganggu, flora tersebut
secara cepat akan tumbuh kembali dengan sendirinya. Flora transien terdiri dari
mikroorganisme yang nonpatogen atau secara potensial bersifat patogen yang
menempati kulit atau membran mukosa selama beberapa jam, hari, atau minggu;
berasal dari lingkungan, tidak menyebabkan penyakit, dan tidak dapat
menghidupkan dirinya sendiri secara permanen di permukaan. Anggota flora
transien secara umum memiliki makna kecil selama flora normal masih tetap utuh.
Namun, apabila flora residen terganggu, mikroorganisme transien dapat
berkolonisasi, berproliferasi dan menyebabkan penyakit.[19]
2.2.1. Peran Flora Residen
Mikroorganisme yang secara konstan ada di permukaan tubuh bersifat
komensal. Pertumbuhannya di daerah tertentu bergantung pada faktor-faktor
fisiologi, yaitu temperatur, kelembaban, dan adanya zat gizi serta zat inhibitor
tertentu. Keberadaan flora normal tersebut tidak penting bagi kehidupan, karena
hewan “bebas mikroorganisme” dapat hidup pada keadaan tidak adanya flora
mikroba normal.[19]
Flora residen di daerah tertentu memainkan peranan yang nyata dalam
mempertahankan kesehatan dan fungsi normal. Anggota flora residen dalam
saluran cerna menyintesis vitamin K dan membantu absorpsi makanan. Pada
membran mukosa dan kulit, flora residen mencegah kolonisasi patogen dan
kemungkinan terjadinya penyakit melalui “interferensi bakteri”. Mekanisme
gangguan interferensi tersebut tidak jelas. Mekanisme tersebut dapat meliputi
kompetisi terhadap reseptor atau tempat pengikatan (binding sites) pada sel
penjamu, kompetisi mendapatkan makanan, saling menghambat oleh hasil
metabolik atau toksik, saling menghambat oleh bahan antibiotik atau bakteriosin,
atau dengan mekanisme lain. Supresi flora normal secara jelas menyebabkan
kekosongan lokal parsial yang cenderung diisi oleh organisme dari lingkungan
atau dari bagian tubuh yang lain. Organisme tersebut bersifat oportunistik dan
dapat menjadi patogen.[19]
Sebaliknya, anggota flora normal sendiri dapat menyebabkan penyakit
dalam keadaan tertentu. Organisme-organisme tersebut beradaptasi dengan cara
hidup yang noninvasif yang disebabkan oleh keterbatasan keadaan lingkungan.
Jika dipindahkan secara paksa akibat pembatasan lingkungan tersebut dan
dimasukkan ke dalam aliran darah atau jaringan, organisme tersebut dapat
menjadi patogenik. Hal tersebut tampak pada individu yang berada dalam status
imunokompromi dan sangat lemah karena suatu penyakit kronik, dimana flora
normal akan menyebabkan suatu penyakit pada tempat anatomisnya.[20]
Hal yang penting adalah bahwa mikroba yang tergolong flora residen
normal tidak membahayakan dan dapat menguntungkan di lokasi normalnya pada
penjamu serta pada keadaan tanpa kelainan yang menyertai. Organisme tersebut
dapat menyebabkan penyakit jika dimasukkan dalam jumlah besar dan jika
terdapat faktor predisposisi. Berikut adalah tabel mengenai jenis flora normal
yang sering ditemukan pada berbagai tempat di tubuh manusia.[21]
Tabel 2.2.1. Tabel Distribusi Flora Normal Pada Manusia.[21]
2.2.2. Flora Normal Mulut & saluran Pernapasan Atas
Sebagian besar spesies bakteri berkolonisasi di mulut dan saluran
pernapasan bagian atas. Spesies yang dominan yaitu, nonhemolytic, alpha-
hemolytic streptococci dan Neisseria. Seluruh permukaan mukosa dan rongga
mulut tidak terkecuali, lipatan mukosa seperti celah-celah dalam ginggiva adalah
rumah bagi berbagai bakteri aerob maupn anaerob. Adanya sisa-sisa makanan,
nutrisi, dan sekresi lainnya membuat mulut memiliki ekologi yang melimpah.
Bakteri pada mulut terdiri dari Streptococci, lactobacilli, Staphylococci, dan
Sphirochaetes, dan berbagai jenis anaerob, terutama Fusobacterian dan
Bacteroides. mikro flora mulut dan saluran napas sudah dikenal memiliki potensi
patogen. Karies gigi dan penyakit periodontal bepengaruh hampir 80 % dari
populasi dunia barat yaitu karena streptococcus mutan dan flora normal residen
didalam mulut. Sreptococci pada mulut, terutama S.milleri yang berikatan dengan
baktei aerob pada mulut mengakibatkan sinusitis purulenta, abses otak dan paru.
Streptococci yang bertranslokasi ke dalam aliran darah, akibat infeksi periodontal
adalah organisme yang paling umum menyebabkan endokarditis, terutama
mereka dengan kerusakan katup jantung yang sudah ada.[22]
Bakteri patogen seperti Streptococcus pneumonia, Streptoccus pyogenes,
Haemophilus influinzae, dan Neisseria menigitidis juga dapat ditemukan
kolonisasinya di pharynx pada beberapa individu. Jika epitel saluran pernapasan
menjadi rusak ,seperti pada perokok, pasien bronkitis kronis, pneumonia virus,
individu menjadi rentan terhadap infeksi oleh patogen yang berada di mukosa
nasopharyx yang rusak ( misalnya: H.influinzae, S.pneumoniae).[22]
Jumlah bakteri rogga mulut berbeda pada tiap individu dipengaruhi oleh :
a. Alat ortodonti
Alat-alat yang terdapat dalam rongga mulut, seperti: bracket, hook, band,
cleat, arch wire, elastic, dan lain-lain menyebabkan bakteri lebih mudah
berkembang biak, bakteri dapa melekat leluasa di tempat tersembunyi pada alat-
alat tersebut. Bakteri akan bertambah banyak bila penderita kurang merawat
giginya dengan cara menggosok gigi. Bakteri yang berakumulasi terdapat dalam
plak gigi akan merekat erat pada alat-alat ortodonti, dan tidak akan terlepas bila
hanya dengan berkumur-kumur.[23]
b. kebiasaan
Merokok dapat memyebabkan penurunan antibodi dalam saliva, yang
berguna untuk menetralisir bakteri rongga mulut, sehingga terjadi gangguan
fungsi sel-sel pertahanan tubuh. Potensial reduksi-oksidasi (Eh) pada region
gingiva dan rongga mulut menrunakibat merokok. Hal tersebut berpengaruh
terhadap jumlah bakteri dalam rongga mulut. Penurunan fungsi antibodi saliva,
disertai dengan menigkatnya jumlah koloni bakteri anaerob rongga mulut,
menimbulkan rongga mulut rentan terserang infeksi.[24]
c. Terapi radiasi
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2003, menyebutkan bahwa
radioterapi area kepala dan leher akan berakibat pada gangguan fungsi kelenjar
saliva sehingga sekresi saliva berkurang.[25]
d. makanan
Sumber rasa manis dapat diperoleh dari sukrosa yang dikonsumsi dalam
bentuk gula dan permen karet. Sukrosa yang sering disebut gula tebu sering
digunakan untuk makanan dan minuman. Sukrosa juga mempunyai kelebihan
dibanding dengan fruktosa yaitu lebih mengandung nutrisi dan lebih murah.
Substrat yang menempel pada permukaan gigi mempunyai sifat lebih lengket
sehingga harus cepat dibersihkan dengan penyikatan. penyikatan kurang bersih
akan merangsang pertumbuhan streptokokus. Streptokokus berperan dalam tahap
awal terjadinya karies dengan cara merusak bagian luar email, selanjutnya
Laktobasilus akan meng ambil alih peran pada karies yang telah dalam dan akan
lebih merusak.[26]
e. pH saliva
Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,5–7,5
dan apabila rongga mulut pH-nya rendah Antara 4,5–5,5 akan memudahkan
pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus .
[27]
f. Kebersihan gigi dan mulut
Kebersihan gigi dan mulut berbeda-beda tiap individu tergantung dari
kemampuan mereka dalam menjaganya, baik dalam hal waktu, frekuensi, maupun
caranya. Bila kebersihan mulut tidak terjaga maka sisa makanan dan debris epitel
dalam rongga mulut yang tertinggal akan menjadi nutrisi yang baik bagi bakteri.[5]
g.Obat-obatan
Obat-obatan yang dimaksud di sini yaitu obat apapun yang dapat
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Obat antiseptik oral dan antibiotik
sistemik yang digunakan oleh subjek penelitian dapat mengakibatkan penurunan
sejumlah bakteri di dalam rongga mulut.[5]
h. penyakit gigi dan mulut
Penyakit gigi dan mulut yang dimaksud adalah semua penyakit yang
disebabkan oleh kuman patogen maupun flora normal yang karena faktor-faktor
tertentu menjadi patogen.Penyakit infeksi gigi dan mulut menyebabkan terjadinya
pergeseran perbandingan jumlah bakteri Gram positif dengan bakteri Gram
negatif dan pergeseran perbandingan bakteri aerob dengan bakteri anaerob.[5]
i.Penyakit lain yang mempengaruhi sekresi saliva
Dipilih subjek yang tidak menderita penyakit sistemik yang mempengaruhi
sekresi saliva, seperti diabetes mellitus, asma, penyakit jantung, diare, dan
demam.[5]
j. jumlah saliva
Penelitian yang dilakukan Hamilton dan Bowden pada tahun 1992
menyatakan Jumlah saliva yang dihasilkan seseorang tergantung tingkat stimulasi
dari kelenjar ludah. Penurunan jumlah saliva atau xerostomia dapat meningkatkan
proporsi bakteri acidogenic dalam mulut.[5]
2.3. Karies gigi dan Penyakit Periodontal
Karies gigi dan penyakit periodontal merupakan penyakit gigi dan mulut yang
paling sering dijumpai di Indonesia. Kedua penyakit ini dapat menyerang semua
lapisan masyarakat termasuk yang rawan terhadap penyakit gigi dan mulut.[26]
Karies merupakan penyakit multifaktorial, yaitu adanya beberapa faktor yang
menjadi penyebab terbentuknya karies. Menurut Keyes dan Jordan (1962), ada
tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah,
mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu, ketiga faktor saling
tumpang tindih.[28]
Steptococcus mutans merupakan penyebab utama dari karies. Streptococcus
mutans bersama dengan beberapa bakteri jenis lain akan berkolonisasi di
permukaan luar dari gigi untuk membentuk plak. Jika plak yang terbentuk tidak
dibersihkan secara manual dengan menggunakan sikat gigi atau secara alamiah
dengan menggunakan metode pembersihan berupa saliva, asam yang dihasilkan
bakteri sebagai hasil metabolisme karbohidrat di gigi akan menyebabkan
demineralisasi dari enamel. Fisura dan celah dari permukaan gigi adalah tempat
yang paling sering terjadinya kerusakan gigi. Seiring berjalannya waktu, karies
akan menyebar hingga ke bagian dentin, yang menyebabkan terbentuknya kavitas
dari enamel dan penetrasi menuju ke bagian pulpa. Jika karies sudah mencapai
pulpa, keadaan ini disebut dengan pulpitis akut. Pada fase akut, dimana infeksi
pulpa masih terbatas, gigi menjadi sensitif terhadap perkusi, rasa dingin dan rasa
panas. Rasa nyeri di sekitar daerah infeksi akan hilang jika stimulus yang
merangsang dihilangka.[29]
Infeksi mukosa mulut yang paling umum adalah penyakit periodontal.
Kondisi ini dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama di
banyak negara. Periodontitis telah dikaitkan dengan proliferasi bakteri
Actinobacillus actinomycetemcomitans, Porphyromonas gingivalis, Prevotella
intermedia dan. Infeksi melibatkan struktur penyokong dengan kerusakan lapisan
gingiva secara progresif gigi dengan penyerapan penyokong alveolar bone. Hal
ini menyebabkan pembentukan kantung periodontal, yang dapat menyebabkan
penyakit lebih lanjut termasuk kehilangan gigi. Ketika kantung periodontal yang
dalam menutup sepanjang permukaan gigi bakteri gigi terperangkap, kondisi ini
dapat menyebabkan abses.[30]
Kejadian karies gigi dan penyakit periodontal dapat dicegah, yaitu dengan
cara menjaga dan memelihara kesehatan rongga mulut. Hal yang dapat digunakan
sebagai acuan untuk memelihara kesehatan rongga mulut akan dibahas pada
bagian selanjutnya.[31]
2.4. Pemeliharan Kesehatan Ronga mulut
Meskipun di beberapa negara berkembang dilaporkan sudah terjadi
perbaikan atau peningkatan kesehatan gigi mulut, namun kesehatan gigi mulut
tetap merupakan tantangan masalah kesehatan yang perlu ditanggulangi.
Setidaknya ada enam masalah yang timbul dan dihubungkan dengan masalah
kesehatan gigi. Keenam masalah tersebut adalah karies, penyakit periodontal,
halitosis, stomatitis, gangguan pada sendi temporomandibular, dan beberapa
penyakit sistemik yang seperti penyakit jantung koroner, Diabetes Mellitus, dan
pneumonia. Masalah-masalah tersebut saling terkait dan bisa timbul bersamaan
dan berdampak terhadap kualitas hidup seseorang.[32]
ADA (American Dentistry Association) merekomendasikan beberapa cara
untuk menjaga kebersihan rongga mulut. Rekomendasi tersebut adalah tentang
menggosok gigi, pengunaan benang pembersih ataupun pembersih sela gigi,
rekomendasi pola hidup sehat, dan melakukan pengecekan gigi secara berkala ke
pusat perawatan gigi yang memiliki tenaga profesional yang memiliki
kemampuan memeriksa dan membersihkan gigi.[29]
ADA merekomendasikan kepada masyarakat agar meyikat gigi sebanyak dua
kali sehari dengan menggunakan pasta gigi berfluor yang telah diakui oleh ADA.
Pada saat meyikat gigi, usahakan membersihkan seluruh permukaan gigi.
Penggunaan sikat gigi elektrik dianjurkan pada orang yang menderita artritis
sehingga sulit menggerakkan tangan. Kehigienisan sikat gigi juga penting dijaga,
dimana tidak dianjurkan menyimpan sikat gigi di tempat yang tertutup karena
dapat menyebabkan pertumbuhan kuman pada sikat gigi. Sikat gigi diganti setiap
tiga atau empat bulan, atau jika bulu sikat telah berjerumbai, karena bulu sikat
yang telah berjerubai tidak dapat membersihkan gigi dengan baik. Penggunaan
alat bantu untuk membersihkan gigi dianjurkan untuk membersihkan sela-sela
gigi yang tidak dapat dibersihkan dengan cara menggosok gigi. Alat bantu yang
dianjurkan oleh ADA adalah benang pembersih dan pembersih sela gigi. Alat
bantu ini diharapkan dapat membantu melepaskan lapisan lengket yang disebut
plak dan sisa-sisa makanan yang terperangkap di sela-sela gigi dan di bawah garis
gusi.[33;34]
Faktor diet juga berpengaruh pada kebersihan rongga mulut. ADA
merekomendasikan diet yang seimbang dan pembatasan makan makanan ringan
diantara waktu makan. Selain itu, melakukan pemeriksaan kesehatan gigi pada
pusat kesehatan yang memiliki tenaga terlatih juga merupakan salah satu upaya
menjaga kesehatan gigi dan mulut. Pemeriksaan rutin yang direkomendasikan
untuk orang dewasa adalah kira-kira tiga bulan sampai dua tahun sekali. Makin
sehat kesehatan gigi dan mulut seseorang, maka makin lama waktu selang antara
satu pemeriksaan rutin dengan pemeriksaan rutin lainnya. Namun, jika ditemukan
kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut yang buruk, jarak antar pemeriksaan
rutin akan semakin sempit.[35]
Banyak studi menunjukkan bahwa ternyata obat kumur efektif dan berguna
untuk menjaga kebersihan rongga mulut. Obat kumur digunakan dengan cara
dikumur dalam rongga mulut dengan bantuan otot-otot pipi, bibir, dan lidah
sehingga partikel dan debris akan lepas dari rongga mulut. Obat kumur yang
mengandung antimikroba efektif terhadap mikroba yang berada pada permukaan
gingiva dan mukosa rongga mulut.[36;37]
2.5. Povidon Iodin
2.5.1. Struktur
Povidon iodin ialah suatu iodofor yang kompleks antara yodium dengan
polivinil pirolidon.Povidon iodine larut dalam air, stabil secara kimia dan larut
dalam pirolidin polivinil polimer. Povidon iodin memiliki rumus molekul
C6H9I2NO dan memiliki nama IUPAC 1-ethenylpyrrolidin-2-one; molecular
iodine.[38;39;40]
Gambar 2.5.1. Struktur Kimia Povidon Iodin.[41]
2.5.2. Farmakologi
Suatu bahan organik dari bahan aktif polivinil pirolidon yang merupakan
kompleks iodine yang larut dalam air. Bekerja sebagai bakterisid yang juga
membunuh spora, jamur, virus dan sporozoa. Povidone iodine diabsorbsi secara
sistemik sebagai iodine, jumlahnya tergantung konsentrasi, rute pemberian dan
karakter kulit. Povidone iodine digunakan dalam perawatan luka namun dapat
menyebabkan dermatitis kontak pada kulit, mempunyai efek toksikogenik
terhadap fibroblas and lekosit, menghambat migrasi netrofil dan menurunkan sel
monosit.[6]
Povidone iodine merupakan iodine kompleks yang berfungsi sebagai
antiseptik, mampu membunuh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus,
protozoa, dan sporha bakteri. Selain sebagai obat kumur (mouthwash) yang
digunakan setelah gosok gigi, povidone iodine gargle digunakan untuk mengatasi
infeksi-infeksi mulut dan tenggorok, seperti gingivitis (inflamasi di gusi) dan
tukak mulut (sariawan). Aktifitas antimikroba povidone iodine dikarenakan
kemampuan oksidasi kuat dari iodine bebas terhadap asam amino, nukleotida dan
ikatan ganda, dan juga lemak bebas tidak jenuh. Hal ini menyebabkan povidone
iodine mampu merusak protein dan DNA mikroba.[6] Kemampuan povidone
iodine dalam hal infalamasi adalah menghambat interleukin-1 beta (IL-1β) dan
interleukin -8 (IL-8).[42]
2.6. Madu
2.6.1.Komposisi Madu Dan Produksi Madu
Madu yang diproduksi lebah berasal dari nectar tanaman, dari sekresi
tanaman dan dari eksresi tanaman (“honeydew”). The Food Standards Code
mendefinisikan madu sebagai “eksudasi tanaman berupa nectar dan gula yang
dikumpulkan, dimodifikasi dan disimpan oleh lebah penghasil madu.”.
Farmakope Inggris (1993) mendefinisikan madu murni sebagai “hasil purifikasi
madu yang berasal dari sarang lebah Apis melera, atau spesies Apis lain.Rasa
manis madu adalah lebih manis dibandingkan dengan gula (sakrosa) disebabkan
adanya kandungan fruktosa (gula buah), gula ,dan sakarosa.[43]
Tabel 1. komposisi madu.[43]
Tabel 2. Kandungan vitamin dan mineral dalam madu.[43]
2.6.2 Jenis Madu
Di Indonesia jenis lebah yang paling banyak digunakan sebagai penghasil
madu adalah lebah lokal (Apis cerana), lebah hutan (Apis dorsata) dan lebah
Eropa (Apis melifera). Ada banyak jenis madu menurut karakteristiknya.
Karakteristik madu dapat dibedakan berdasarkan sumber nektar, letak geografi,
dan teknologi pemprosesannya. Jenis madu berdasarkan sumber nektarnya dapat
dibagi menjadi dua, yaitu monoflora dan poliflora. Madu monoflora merupakan
madu yang diperoleh dari satu tumbuhan utama. Madu ini biasanya dinamakan
berdasarkan sumber nektarnya, seperti madu kelengkeng, madu rambutan dan
madu randu.[44]
Madu monoflora mempunyai wangi, warna dan rasa yang spesifik sesuai
dengan sumbernya. Madu monoflora juga disebut madu ternak, karena madu jenis
ini pada umumnya diternakkan. Sedangkan madu poliflora merupakan madu yang
berasal dari nektar beberapa jenis tumbuhan bunga. Lebah cenderung mengambil
nektar dari satu jenis tanaman dan baru mengambil dari tanaman lain bila belum
mencukupi. Contoh dari madu jenis ini adalah madu hutan. Madu hutan adalah
madu yang diproduksi oleh lebah liar. Madu ini berasal dari lebah liar yang
bernama Apis dorsata. Sumber pakan dari lebah ini adalah tumbuh-tumbuhan obat
yang banyak tumbuh di dalam hutan hujan tropis di Indonesia. Madu hutan juga
sangat baik untuk kesehatan karena mengandung antibiotik alami yang diproduksi
oleh lebah-lebah liar.[44]
2.6.3. Aktifitas Antimikroba Madu
A. Mekanisme Aksi
2.6.3.1. Osmolaritas
Banyak penelitian menyebutkan bahwa madu mempunyai efek
antimikroba, aktivitas antimikroba tersebut akibat osmolaritas, kandungan
hidrogen peroksida serta bahan-bahan lainnya. Rendahnya aktivitas air
dalam madu yang berkisar 0,52-0,62 akan menghambat pertumbuhan
sebagian besar bakteri, dan beberapa jenis ragi dan jamur. Ketika madu
diberikan secara topikal pada luka, maka daya osmosis madu akan
menyerap air dari luka sehingga membantu mengeringkan jaringan yang
terinfeksi serta mengurangi pertumbuhan bakteri. Staphylococcus aureus
merupakan salah satu bakteri yang tahan terhadap aktivitas air yang rendah,
dalam pengamatan didapatkan bahwa bakteri ini masih dapat tumbuh pada
aktivitas air sebesar 0,86. Bakteri ini masih dapat tumbuh dalam kulit
terinfeksi yang diobati dengan konsentrat larutan gula murni, tetapi bakteri
ini sensitif terhadap komponen antimikroba lainnya yang terdapat dalam
madu dengan besar aktivitas air yang sama. Aktivitas antimikroba madu
tidak hanya disebabkan oleh rendahnya aktivitas air, beberapa penelitian
telah membandingkan antara sirup gula dengan aktivitas air serupa dengan
madu dan didapatkan bahwa sirup gula tersebut kurang efektif dalam
menghambat pertumbuhan mikroba secara in vitro dibandingkan dengan
madu.[45]
2.6.3.2. Hydrogen peroksida
Tahun 1963 White, Hubers & Schepartz mengidentifikasi hydrogen
peroksida sebagai sumber aktivitas antimikroba utama dalam madu. Selain
menghasilkan asam glukonik, penguraian glukosa oleh enzim glukosa
oksidase juga menghasilkan hydrogen peroksida. Aktivitas glukosa oksidase akan
meningkat jika madu dilarutkan dalam air.[45]
Berikut adalah rumus reaksi kimia terbentuknya hidrogen peroksida.[45]
Glukosa + H2O + O2GlukosidaseAsam glukonat + H2O2
Hidrogen peroksida yang dihasilkan dari hasil reaksi tersebut di atas
akan sangat rendah sekitar 1-2 mmol/liter madu.[46,47] Sementara pemakaian
dalam bidang medis konsentrasi hidrogen peroksida berkisar 3% berat per
volume.[46] Madu apabila tidak dilarutkan dalam air, maka asam glukonik
yang dihasilkan akan menurunkan pH sampai pada titik dimana aktivitas enzim
akan terhambat, sehingga produksi hydrogen peroksida selanjutnya juga
terhambat.
2.6.3.3. Tingkat Keasaman
Madu mempunyai pH sedikit rendah, yaitu antara 3,2 sampai 4,5.
Asam glukonik dalam madu dibentuk oleh enzim glukosa oksidase yang
disekresikan oleh lebah, enzim tersebut mengkatalisis proses oksidasi
glukosa menjadi asam glukonik. pH yang rendah sendiri sudah mampu
menghambat pertumbuhan berbagai bakteri patogen, terutama pada
pemakaian topical. Pada pemakaian per oral, efek pH yang rendah dalam
madu akan hilang karena mengalami perubahan tingkat keasaman di dalam
lambung dan lumen usus.[48]
2.6.3.4. Madu sebagai prebiotik
Prebiotik adalah nondigestible food ingredient yang mempunyai
pengaruh baik terhadap host dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang
selektif, atau keduanya terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni
kolon, pada umumnya adalah karbohidrat yang tidak dicerna dan tidak
diserap biasanya dalam bentuk oligosaccharide (oligofructose) dan dietary
fiber (inulin). Definisi probiotik, yang berlaku secara ilmiah dikemukakan
oleh Fuller dan Gibson yaitu bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen
makanan yang mempunyai pengaruh menguntungkan pada kesehatan baik
pada manusia dan binatang, dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora
intestinal.[49]
Populasi yang tinggi dari bakteri yang menguntungkan akan
menghambat pertumbuhan bakteri petogen secara kompetitif dengan cara
menduduki reseptor dan kompetisi memperebutkan ruang, dan nutrisi.
Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri
patogen dalam mukosa usus belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa laporan
menunjukkan dengan cara kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan
enterosit (sel epitel mukosa). Enterosit yang telah jenuh dengan bakteri
probiotik tidak dapat lagi mengadakan perlekatan dengan bakteri yang lain.
Jadi dengan adanya bakteri probiotik di dalam mukosa usus dapat mencegah
kolonisasi oleh bakteri patogen misalnya E.coli dan Salmonella sehingga
dapat mengurangi atau menghambat adhesi bakteri patogen tersebut.[50,51]
2.7. Kerangka Konsep
- Alat ortodonti - Kebiasaan- Penyakit - Makanan- Obat - obatan
- Terapi radiasi- pH saliva
Keterangan:
: Berpengaruh ( diteliti ) : kelompok sampel
: Berpengaruh ( tidak diteliti ) : tidak diteliti
: diteliti
Gambar 2.7. Kerangka konsep
Berkumur dengan Povidon Iodin 1 %
Kuantitas bakteri rongga mulut
Penurunan akumulasi plak
Penurunan kuantitas bakteri rongga mulut
Penurunan angka kejadian penyakit gigi dan
mulut
Berkumur dengan madu 25 %