Raden Saleh

11
RADEN SALEH Toni Adiputro Nugroho 41911010122 Fakultas Teknik Perencanaan Dan Desain

Transcript of Raden Saleh

Page 1: Raden Saleh

RADEN SALEH

Toni Adiputro Nugroho

41911010122

Fakultas Teknik Perencanaan Dan Desain

Masa kecil

Page 2: Raden Saleh

Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, tinggal di daerah Terbaya, dekat

Semarang. Sejak usia 10 tahun, ia diserahkan pamannya, Bupati Semarang, kepada orang-

orang Belanda atasannya di Batavia. Kegemaran menggambar mulai menonjol sewaktu

bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School).

Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda dan

lembaga-lembaga elite Hindia-Belanda. Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt,

pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu

Pengetahuan untuk Jawa dan pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas

di departemennya. Kebetulan di instansi itu ada pelukis keturunan Belgia, A.A.J. Payen

yang didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa

untuk hiasan kantor Departemen van Kolonieen di Belanda. Payen tertarik pada bakat

Raden Saleh dan berinisiatif memberikan bimbingan.

Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, namun

mantan mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu Raden

Saleh mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis

dengan cat minyak. Payen juga mengajak Saleh dalam perjalanan dinas keliling Jawa

mencari model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh

menggambar tipe-tipe orang Indonesia di daerah yang disinggahi.

Terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya, Payen mengusulkan agar Raden

Saleh bisa belajar ke Belanda. Usul ini didukung oleh Gubernur Jenderal Van Der

Capellen yang memerintah waktu itu (1819-1826), setelah ia melihat karya Raden Saleh.

Tahun 1829, nyaris bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran Diponegoro

oleh Jenderal de Kock, Capellen membiayai Saleh belajar ke Belanda. Namun,

keberangkatannya itu menyandang misi lain. Dalam surat seorang pejabat tinggi Belanda

untuk Departemen van Kolonieen tertulis, selama perjalanan ke Belanda Raden Saleh

Page 3: Raden Saleh

bertugas mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge tentang adat-istiadat dan

kebiasaan orang Jawa, bahasa Jawa, dan bahasa Melayu. Ini menunjukkan kecakapan lain

Raden Saleh.

Belajar ke Eropa

Semasa belajar di Belanda keterampilannya berkembang pesat. Wajar ia dianggap

saingan berat sesama pelukis muda Belanda yang sedang belajar. Para pelukis muda itu

mulai melukis bunga. Lukisan bunga yang sangat mirip aslinya itu pun diperlihatkan ke

Raden Saleh. Terbukti, beberapa kumbang serta kupu-kupu terkecoh untuk hinggap di

atasnya. Seketika keluar berbagai kalimat ejekan dan cemooh. Merasa panas dan terhina,

diam-diam Raden saleh menyingkir.

Ketakmunculannya selama berhari-hari membuat teman-temannya cemas. Muncul

praduga, pelukis Indonesia itu berbuat nekad karena putus asa. Segera mereka ke

rumahnya dan pintu rumahnya terkunci dari dalam. Pintu pun dibuka paksa dengan

didobrak. Tiba-tiba mereka saling jerit. "Mayat Raden Saleh" terkapar di lantai

berlumuran darah. Dalam suasana panik Raden Saleh muncul dari balik pintu lain.

"Lukisan kalian hanya mengelabui kumbang dan kupu-kupu, tetapi gambar saya bisa

menipu manusia", ujarnya tersenyum. Para pelukis muda Belanda itu pun kemudian

pergi.

Raden Saleh makin mantap memilih seni lukis sebagai jalur hidup. Ia mulai

dikenal, malah berkesempatan berpameran di Den Haag dan Amsterdam. Melihat lukisan

Raden Saleh, masyarakat Belanda terperangah. Mereka tidak menyangka seorang pelukis

muda dari Hindia dapat menguasai teknik dan menangkap watak seni lukis Barat.

Saat masa belajar di Belanda usai, Raden Saleh mengajukan permohonan agar

boleh tinggal lebih lama untuk belajar "wis-, land-, meet- en werktuigkunde (ilmu pasti,

ukur tanah, dan pesawat), selain melukis. Dalam perundingan antara Minister van

Page 4: Raden Saleh

Kolonieen, Raja Willem I (1772-1843), dan pemerintah Hindia Belanda, ia boleh

menangguhkan kepulangan ke Indonesia. Tapi beasiswa dari kas pemerintah Belanda

dihentikan.

Saat pemerintahan Raja Willem II (1792-1849) ia mendapat dukungan serupa.

Beberapa tahun kemudian ia dikirim ke luar negeri untuk menambah ilmu, misalnya

Dresden, Jerman. Di sini ia tinggal selama lima tahun dengan status tamu kehormatan

Kerajaan Jerman, dan diteruskan ke Weimar, Jerman (1843). Ia kembali ke Belanda tahun

1844. Selanjutnya ia menjadi pelukis istana kerajaan Belanda.

Wawasan seninya pun makin berkembang seiring kekaguman pada karya tokoh

romantisme Eugene Delacroix (1798-1863), pelukis Perancis legendaris. Ia pun terjun ke

dunia pelukisan hewan yang dipertemukan dengan sifat agresif manusia. Mulailah

pengembaraannya ke banyak tempat, untuk menghayati unsur-unsur dramatika yang ia

cari.

Saat di Eropa, ia menjadi saksi mata revolusi Februari 1848 di Paris, yang mau tak

mau mempengaruhi dirinya. Dari Perancis ia bersama pelukis Prancis ternama, Horace

Vernet, ke Aljazair untuk tinggal selama beberapa bulan di tahun 1846. Di kawasan inilah

lahir ilham untuk melukis kehidupan satwa di padang pasir. Pengamatannya itu

membuahkan sejumlah lukisan perkelahian satwa buas dalam bentuk pigura-pigura besar.

Negeri lain yang ia kunjungi: Austria dan Italia. Pengembaraan di Eropa berakhir tahun

1851 ketika ia pulang ke Hindia bersama istrinya, wanita Belanda yang kaya raya.

Kembali ke Hindia

Tak banyak catatan sepulangnya di Hindia. Ia dipercaya menjadi konservator pada

"Lembaga Kumpulan Koleksi Benda-benda Seni". Beberapa lukisan potret keluarga

keraton dan pemandangan menunjukkan ia tetap berkarya. Yang lain, ia bercerai dengan

istri terdahulu lalu menikahi gadis keluarga ningrat keturunan Keraton Solo.

Page 5: Raden Saleh

Di Batavia ia tinggal di vila di sekitar Cikini. Gedungnya dibangun sendiri menurut

teknik sesuai dengan tugasnya sebagai seorang pelukis. Sebagai tanda cinta terhadap alam

dan isinya, ia menyerahkan sebagian dari halamannya yang sangat luas pada pengurus

kebun binatang. Kini kebun binatang itu menjadi Taman Ismail Marzuki. Sementara

rumahnya menjadi RS Cikini, Jakarta.

Tahun 1875 ia berangkat lagi ke Eropa bersama istrinya dan baru kembali ke Jawa

tahun 1878. Selanjutnya, ia menetap di Bogor sampai wafatnya pada 23 April 1880 siang

hari, konon karena diracuni pembantu yang dituduh mencuri lukisannya. Namun dokter

membuktikan, ia meninggal karena trombosis atau pembekuan darah.

Lukisan

Tokoh romantisme Delacroix dinilai mempengaruhi karya-karya berikut Raden

Saleh yang jelas menampilkan keyakinan romantismenya. Saat romantisme berkembang

di Eropa di awal abad 19, Raden Saleh tinggal dan berkarya di Perancis (1844 - 1851).

Ciri romantisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung

paradoks. Gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan (religiusitas)

sekaligus ketidakpastian takdir (dalam realitas). Ekspresi yang dirintis pelukis Perancis

Gerricault (1791-1824) dan Delacroix ini diungkapkan dalam suasana dramatis yang

mencekam, lukisan kecoklatan yang membuang warna abu-abu, dan ketegangan kritis

antara hidup dan mati.

Lukisan-lukisannya yang dengan jelas menampilkan ekspresi ini adalah bukti

Raden Saleh seorang romantisis. Konon, melalui karyanya ia menyindir nafsu manusia

yang terus mengusik makhluk lain. Misalnya dengan berburu singa, rusa, banteng, dll.

Raden Saleh terkesan tak hanya menyerap pendidikan Barat tetapi juga mencernanya

untuk menyikapi realitas di hadapannya. Kesan kuat lainnya adalah Raden Saleh percaya

pada idealisme kebebasan dan kemerdekaan, maka ia menentang penindasan.

Page 6: Raden Saleh

Wajar bila muncul pendapat, meski menjadi pelukis kerajaan Belanda, ia tak

sungkan mengkritik politik represif pemerintah Hindia Belanda. Ini diwujudkannya

dalam lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro.

Meski serupa dengan karya J.W. Pieneman, ia memberi interpretasi yang berbeda.

Lukisan Pieneman menekankan peristiwa menyerahnya Pangeran Diponegoro yang

berdiri dengan wajah letih dan dua tangan terbentang. Hamparan senjata berupa

sekumpulan tombak adalah tanda kalah perang. Di latar belakang Jenderal De Kock

berdiri berkacak pinggang menunjuk kereta tahanan seolah memerintahkan penahanan

Diponegoro.

Lukisan Raden Saleh ”Penangkapan

Diponegoro”

Berbeda dengan Raden Saleh, di lukisannya yang selesai dibuat tahun 1857 itu

pengikutnya tak membawa senjata. Keris di pinggang, ciri khas Diponegoro, pun tak ada.

Ini menunjukkan, peristiwa itu terjadi di bulan Ramadhan. Maknanya, Pangeran dan

pengikutnya datang dengan niat baik. Namun, perundingan gagal. Diponegoro ditangkap

dengan mudah, karena jenderal De Kock tahu musuhnya tak siap berperang di bulan

Ramadhan. Di lukisan itu Pangeran Diponegoro tetap digambarkan berdiri dalam pose

siaga yang tegang. Wajahnya yang bergaris keras tampak menahan marah, tangan kirinya

yang mengepal menggenggam tasbih.

Lukisan tentang peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Jendral De

Cock pada tahun 1830 yang terjadi di Rumah Kediaman Residen Magelang. Dalam

lukisan itu tampak Raden Saleh menggambarkan dirinya sendiri dengan sikap

menghormat menyaksikan suasana tragis tersebut bersama-sama pengikut Pangeran

Page 7: Raden Saleh

Diponegoro yang lain. Jendral De Cock pun kelihatan sangat segan dan menghormat

mengantarkan Pangeran Diponegoro menuju kereta yang akan membawa beliau ke

tempat pembuangan.

Pada saat penangkapan itu, beliau berada di Belanda. Setelah puluhan tahun

kemudian kembali ke Indonesia dan mencari informasi mengenai peristiwa tersebut dari

kerabat Pangeran Diponegoro. Dari usaha dan karya tersebut, tidaklah terlalu berlebihan

bila beliau mendapat predikat sebagai Pahlawan Bangsa. Akhirnya, reputasi karya yang

ditunjukkan oleh prestasi artistiknya, membuat Raden Saleh dikenang dengan rasa

bangga.

Dari beberapa yang masih ada, salah satunya lukisan kepala seekor singa, kini

tersimpan dengan baik di Istana Mangkunegaran, Solo. Lukisan ini dulu dibeli seharga

1.500 gulden. Berapa nilainya sekarang mungkin susah-susah gampang menghitungnya.

Sekadar perbandingan, salah satu lukisannya yang berukuran besar, Berburu Rusa, tahun

1996 terjual di Balai Lelang Christie's Singapura seharga Rp 5,5 miliar.

Peringatan dan penghargaan

Tahun 1883, untuk memperingati tiga tahun wafatnya diadakan pameran-pameran

lukisannya di Amsterdam, di antaranya yang berjudul Hutan Terbakar, Berburu Kerbau di

Jawa, dan Penangkapan Pangeran Diponegoro. Lukisan-lukisan itu dikirimkan antara lain

oleh Raja Willem III dan Pangeran Van Saksen Coburg-Gotha.

Berkat Raden Saleh, Indonesia boleh berbangga melihat karya anak bangsa

menerobos museum akbar seperti Rijkmuseum, Amsterdam, Belanda, dan dipamerkan di

museum bergengsi Louvre, Paris, Perancis.