Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

21
Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017 59 Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun Kesawan pada Masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet Kecamatan Nisam) Rahmatul Maulida Prodi Antropologi FISIP Universitas Malikussaleh Abstrak Artikel ini berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Nisam khususnya di Gampong Paloh Kayee Kunyet dengan melihat larangan turun kesawah pada hari rabu di akhir bulan di masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet. Tradisi Rabu Nehah masih tetap dijalankan oleh masyarakatnya walaupun masyarakat lain sudah tidak menjalankan tradisi ini, sehingga menjadi fenomena yang menarik untuk dikaji lebih mendalam. Artikel ini dilakukan di gampong Paloh Kayee Kunyet Kecamatan Nisam dengan judul “Rabu Nehah”. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif data dikumpulkan melalui wawancara dengan narasumber Kuejrun Blang. Hasil artikel dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah sesuatu yang tidak bisa dihilangkan dari masyarakat. Mengingat tradisi tersebut merupakan kegiatan yang telah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet dari dahulu hingga saat ini. Rabu Nehah adalah tradisi yang masih di jalankan oleh masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet hingga saat ini pada setiap hari rabu di akhir bulan masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet dilarang untuk beraktivitas turun kesawah seperti menabur benih, membuka lahan, menanam padi dan semuahal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan sawah terkecuali mereka yang memanen padidiperbolehkan untukturun kesawah. Tujuan dibuatnyarabu nehah ini adalah untuk menolak bala, sehingga masyarakat dapat terhinggar dari segala sesuatu yang tidak diinginkan sesuai dengan wawancara penulis dengan beberapa masyarakat di Gampong Paloh Kayee Kunyet. Kata kunci : tradisi, larangan, rabu nehah, aceh Pendahuluan Sawah adalah lahan pertanian berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang saluran untuk menahan atau menyalurkan air, yang biasanya ditanamai padi sawah tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status lahan tersebut. Lahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah dan perlu adanya penggenangan pada

Transcript of Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Page 1: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

59

Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun Kesawan pada Masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet

Kecamatan Nisam) Rahmatul Maulida

Prodi Antropologi FISIP Universitas Malikussaleh

Abstrak

Artikel ini berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Nisam khususnya di Gampong Paloh Kayee Kunyet dengan melihat larangan turun kesawah pada hari rabu di akhir bulan di masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet. Tradisi Rabu Nehah masih tetap dijalankan oleh

masyarakatnya walaupun masyarakat lain sudah tidak menjalankan tradisi ini, sehingga menjadi fenomena yang menarik untuk dikaji lebih mendalam. Artikel ini dilakukan di gampong Paloh Kayee Kunyet Kecamatan Nisam dengan judul “Rabu Nehah”. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif data dikumpulkan melalui wawancara dengan narasumber Kuejrun Blang. Hasil artikel dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah sesuatu yang tidak bisa dihilangkan dari masyarakat. Mengingat tradisi tersebut merupakan kegiatan yang telah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet dari dahulu hingga saat ini. Rabu Nehah adalah tradisi yang masih di jalankan oleh masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet hingga saat ini pada setiap hari rabu di akhir bulan masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet dilarang untuk beraktivitas turun kesawah seperti menabur benih, membuka lahan, menanam padi dan semuahal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan sawah terkecuali mereka yang memanen padidiperbolehkan untukturun kesawah. Tujuan dibuatnyarabu nehah ini adalah untuk menolak bala, sehingga masyarakat dapat terhinggar dari segala sesuatu yang tidak diinginkan sesuai dengan wawancara penulis dengan beberapa masyarakat di Gampong Paloh Kayee Kunyet. Kata kunci : tradisi, larangan, rabu nehah, aceh

Pendahuluan

Sawah adalah lahan pertanian berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang saluran untuk menahan atau menyalurkan air, yang biasanya ditanamai padi sawah tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status lahan tersebut. Lahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah dan perlu adanya penggenangan pada

Page 2: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

60

masa pertumbuhan padi. Sawah sangat bermanfaat bagi manusia karena lahan persawahan sangat sesuai untuk usaha tani padi, yang merupakan makanan pokok masyarakatIndonesia.

Namun, bagi petani pada umumnya berada pada lingkungan pedesaan atau daerah trasmigrasi, maka menanam padi menjadi pilihan yang tepat dalam bercocok tanam dalam lahan persawahan, salah satunya bagimasyarakat diGampong Paloh Kayee KunyetKecamatanNisam. Gampong Paloh Kayee Kunyet masih banyak terdapat larangan-larangan ke sawah yang bersifat supernatural dalam ilmu antropologi, seperti: larangan ke sawah pada hari jumat, tradisi ‘Rabu Nehah’ dan pada hari-hari setelah selesai melaksanakan upacara-upacara tertentu, yang masih berjalan hingga kini.

Hal ini disebabkan masyarakat menganggap jika pada ‘Rabu Nehah’ tetapi melakukan aktivitas pertanian, inimerupakansebuahadatataugagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah maka akan terjadi hal yang tidak diharapkan seperti: hasil usaha panen padi tidak akan bagus, banyak hama yang akan merusak persawahan, terjadi kericuhan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang dan lain sebagainya.Tradisi adat yang sudah diwariskan secara turun-tumurun juga memiliki dampak positif untuk kehidupan masyarakat di daerah yang menyelenggarakan tradisi tersebut.

Adat pantang larang turun kesawah pada hari Rabu Nehah merupakan tradisi bagi petani pada umumnya yang hendak turun ke sawah di Gampong Paloh Mengapa Gampong Paloh Kayee Kunyet penting dalam penelitian ini karena di Gampong Paloh Kayee Kunyet belum ada yang meneliti disini makanya peneliti tertarik untuk meneliti disini karena masih memiliki tradisi Rabu Nehah yaitu sebuah tradisi yang masih di jalankan oleh masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet larangan melakukan aktivitas pertanian di sawah pada hari rabu di akhir bulan apabila terdapat warga setempat yang melanggar larangan tersebut, maka akan di kenakkan sanksi seperti memotong seekor kambing, buat kue serabi 100 buah dan lain sebagainya sesuai kesepakatan musyawarah yang melibatkan ureung tuha gampong, aparatur desa dan warga lainnya. Kemudian dibagi-bagi kepada masyarakat Gampong (khanduri). Namun di gampong lain yang ada di Kecamatan Nisam adat larangan Rabu Nehah ini sudah tidak dijalankan sebagai nilai kearifan lokal.Tradisi larangan turun kesawah setiap hari rabu di akhir bulan memang bukan sebuah tradisi baru

Page 3: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

61

bagi masyarakat yang menjalankan tradisi tersebut, karena tradsi tersebut sudah ada dari masa nenek moyang.

Beberapa penelitian menjelaskan mengenai tradisi di Aceh salah satunya dalam penelitian skripsi Asra (2015) Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk memahami ritual keagamaan yang dilakukan oleh petani atau masyarakat ketika hendak turun ke sawah untuk mengarap sawahnya kembali dan juga melihat nilai yang terkandung dari adanya ritual keagamaan tersebut.Upacara keagamaan yang berkaitan dengan pertanian tersebut ialah seperti Kanduri di sawah (khanduri blang) dan kanduri adam (khanduri adam) yang dilakukan masyarakat di waktu tertentu dan diikuti dengan pemanjatan doa serta larangan-larangan bagi masyarakat untuk tidak kesawah di hari-hari tertentu. Penelitian ini mengunakan metode penelitian etnografi dengan analisis deskriptif yang menguraikan, menjabarkan dan merangkai konsep maupun teori yang digunakan menjadi uraian kata-kata dalam setiap bagian pembahasannya untuk mengambarkan dan memahami serta mengamati terhadap penomena yang terjadi dalam masyarakat di Gampong Tanjong Tgk Kari dan GampongParangSikrung Kecamatan Matang Kuli. Tehnik pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara serta studi litertur dan studi dokumen.

Penelitian Asra memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, yaitu objek kajian penelitian Asra berpola pada tradisi khanduri blang dan khanduri adam yang berdampak pada kepercayaan masyarakat. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan bertumpu pada larangan rabu Nehah sebagai larangan dan sakral masyarakat turun ke sawah. Perbedaan pada penelitian Asra dan penulis adalah Asra menganalisis fenomena tradisi khanduri blang dan khanduri alam dengan perspektif kepercayaanreligimasyarakat. Sedangkan penulis akan menganalisis fenomena pelestarian ‘Rabu Nehah’ sebagai larangan turun ke sawah pada hari rabu melalui perspektif profan dan sakral .

Kemudian Irnawati juga melakukan penelitian serupa dalam skripsinya yang berjudul “Tradisi Adat Peutron Anuek Studi di Gampong Sawang Kecamatan Samudera Kabubaten Aceh Utara”, sebagai pemenuhan tugas akhirskripsiuntuk memperoleh gelar sarjana Antropologi pada Prodi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Malikussaleh pada tahun 2014. Irnawati mengemukakan, “setiap masyarakat memiliki upacara tersendiri seperti halnya tradisi adat peutron aneuk yang di adakan masyarakat di Gampong Sawang. Bagi masyarakat Sawangkeberadaan upacara adat tersebut memiliki arti yang penting, dalam pelaksanaannya meliputi berbagai rangkaian acara yang dilakukan dan melibatkan seluruh

Page 4: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

62

anggota masyarakat, upacara tersebut menjadi kajian dalam penelitian ini.” Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana proses tradisi adat peutron aneuk dilaksanakan, apa maknanya serta bagaimana fungsi adat Peutron aneuk pada masyarakat tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Dalam pengumpulan data di lapangan penulis menggunakan teknik observasi yang digunakan dalam penelitian adalah observasi partisipasi. Dari hasil penelitian bahwa, “proses adat peutreun aneuk di Gampong Sawang diadakan setelah bayi berumur 44 hari dimana acara ini merupakan adat kebiasaan masyarakat yang diwariskan oleh nenek moyang terdahulu menjadi teadisi bagi para orang tua untuk mengenal anak tercintanya kepada seluruh masyarakat sekelilingnya. Makna tradisi adat peutreun aneuk adalah mempunyai makna yang sangat dalam yang mengandung harapan-harapan agar anak dapat berguna bagi agama dan bangsanya. Fungsi adat peutreun aneuk adalah membina hubungan kekeluargaan di dalam komonitas di Gampong Sawang.”

Penelitian yang terdapat pada skripsi Irnawati memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan, kajian penelitian Irnawati memfokuskan pada faktor yang mempengaruhi harapan-harapan agar anak dapat berguna bagi agama dan bangsanya. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis bertumpu harapan-harapan mayarakat setempat dalam menjalankan tradisi ‘Rabu Nehah’ dengan tujuan mendapat hasil usaha tani sesuai yang diharapkan.

Penelitianini mengunakan konsep-konsep etnografi, kajian profan dan sakral teori sistem pengetahuan tradisional tentang tradisi dan upacara, dantradisi kebudayaan, serta perubahan kebudayaan. Landasan teoretis digunakan sebagai acuan ataupun pedoman dalam penyelesaian masalah suatu penelitian. Dalam penelitian ini penulis menyusun landasan teori berdasarkan pengkajian teori yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti, dimana teori digunakan untuk menjelaskan fenomena sosial yang menjadi objek.

Metode Penelitian

Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menggunakan pendekatan Etnografi. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data observasi dan wawancara. Observasi ini di lakukan di Gampong Paloh Kayee Kunyet Disini peneliti mengamati langsung tentang tradisi tidak turun kesawah pada hari Rabu Nehah, pengamatan ini dilakukan pada bulan Februari-Maret. Wawancara dilakukan kepada kepada Keujrun Blang,

Page 5: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

63

petani sawah, tokoh masyarakat dan warga setempat yang tinggal di Gampong Paloh Kayee Kunyet Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Nisam dan Tradisi Rabu Nehah

Nisam merupakan salah satu kecamatan yang ada di Aceh Utara, nisam berasal dari kata “Nisom” yaitu asal kata dari “Ni” dan “Som” “Ni” yang mempunyai arti nama seorang panglima perang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Sedangkan “Som” adalah tempat persembunyian. Perkataan Nisom lama kelamaan menjadi kata Nisam, yaitu sebuah kata-kata yang sering di bolak-balikkan oleh anak-anak sambil bermain. Lambat laun nama nisam menyebar keseluruh kawasan tersebut. Sehingga kecamatan ini resmi diberi nama dengan Nisam. Kecamatan Nisam terdapat 29 gampong, salah satu gampong yang terletak di Nisam ini adalah Gampong Paloh Kayee Kunyet. Jumlah penduduk Gampong Paloh Kayee Kunyet berdasarkan Profil Gampong dari Tahun 2011 sampai dengan 2016 sebesar 1025 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebesar 545 jiwa dan perempuan sebesar 480 jiwa, yang secara keseluruhan mencakup 219 Kepala Keluarga (KK).

Masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet mayoritas sukunya adalah Aceh, sedangkan minoritasnya ada yang bersuku Jawa dan Batak. Masuknya suku Jawa dan Batak melalui proses perkawinan antara masyarakat Aceh yang ada di Gampong Paloh Kayee Kunyet dengan suku Jawa maupun suku Batak sehingga masyarakat yang ada di Gampong Paloh Kayee Kunyet sudah termasuk gampong yang heterogen.

Rabu Nehah awalnya di ambil dari kata “Rabu” yang merupakan nama hari. Kata“nihah” atau “naha” yang berasal dari bahasa Arab yang berarti “Akhir”. Rabu nehah dilihat dari bulan Arab yaitu: Muharram, Rabiul awal, Rabiul akhir, Jumadil awal, Jumadsil Akhir, Rajab, Syakban, Ramadhan, Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah. Jadi Rabu Nehah dalam bahasa Indonesia bisa diartikan dengan nama “Rabu Akhir” sedangkan dalam bahasa Aceh diartikan dengan nama “Rabu Abeh”.Rabu Nehah adalah aturan yang masih dijalankan di Gampong Paloh Kayee Kunyet yang menyangkut tentang larangan turun ke sawah pada hari rabu di akhir bulan. Segala kegiatan yang berhubungan dengan sawah dihentikan sementara. Larangan atau aturan ini sudah ada sejak dahulu.

Rabu Nehah atau Rabu Akhir sudah di kenal oleh masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet sejak terbentuknya gampong tersebut. Rabu Nehah masih diberlakukan oleh masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet karena sudah menjadi tradisi turun-temurun yang diwariskan oleh nenek moyang mereka sehingga mereka masih menjalankan tradisi tersebut

Page 6: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

64

seperti, contohnya pada setiap hari Rabu di akhir bulan masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet dilarang untuk beraktivitas turun kesawah seperti menabur benih, membuka lahan, menanam padi dan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan sawah kecuali mereka memanen padi hal ini diperbolehkan turun kesawah. Pada saat rabu nehah orang yang bertindak mengontrol persawahan adalah Keujrun blang. Keujrun Blang yang mengontrol seluruh kegiatan mengenai persawahan, agar pada saat rabu nehah tidak ada yang melakukan aktivitas. Keujrun Blang dipilih oleh masyarakat sebagai pengontrol, sebab keujrun blang memang orang dipercaya dalam hal persawahan.

Alasan masih dijalankannya larangan turun ke sawah pada Rabu Nehah adalah untuk menolak bala, sesuai dengan mitos dan penceritraan para orang-orang tua dahulu, sehingga sampai saat ini tradisi rabu nehah tersebut masih tetap dijalankan. Sehinggamasyarakat percaya dengan menjalankan aturan tersebut masyarakat dapat terhindar dari segala sesuatu yang tidak diinginkan sesuai dengan wawancara penulis dengan beberapa masyarakat di Gampong Paloh Kayee Kunyet.

“Tradisi Rabu Nehah itu merupakan sebuah adat dan kebiasaan yang telah ada dari dulu dan tidak bisa dihilangkan sejak adanya Gampong Paloh Kayee Kunyet hingga sekarang. Pandangan terhadap tradisi Rabu Nehah sangat bagus karena dengan adanya tradisi tersebut bisa melakukan kegiatan lain selain kesawah.” (Wawancara 21 April 2017).

Bagi masyarakat, adat tetaplah sebuah kearifan lokal yang harus dijaga, dilestarikan, dijalani, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Informasi ini penulis dapatkan dari Ibu Nur Hayati (45) yang merupakan informan peneliti. Ibuk Nurhayati adalah seorang petaniyang bertempat tinggal di Gampong Paloh Kayee Kunyet.

Inti dari wawancara diatas adalah bahwasanya Rabu Nehah ini merupakan bentuk dari penolakan bala, yang digunakan masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan turun ke sawah pada setiap hari rabu di akhir bulan kecuali pada saat musim panen dikarnakan akan mendapat hama, gagal penen, dan lain yang menghambat keberhasilan petani. Hal tersebut merupakan tradisi dari nenek moyang mereka dan mereka masih meyakini hal tersebut.

Pengisahan yang sama juga di tuturkan oleh Tgk Sulaiman sebagai mantan Tgk. Imum Gampong Paloh Kayee Kunyet kepada peneliti. Dimana informan tersebut menjelaskan bahwa Rabu Nehah ini telah ada sejak dahulu hingga saat ini.Rabu Nehah ini merupakan tradisi turun-temurun yang selalu di jalankan oleh masyarakat setempat.

Page 7: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

65

Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya rabu nehan ini sudah ada sejak dahulu, dari beberapa informan yang ditemui dilapangan banyak terdapat penuturan yang sama mengenai Rabu Nehah. Ini membuktikan rabu nehah sangat di tanamkan sekali dikehidupan masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet. Sehingga penjelasan yang diberikan oleh para informan banyak terdapat kesamaan.

Pandangan Masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet Terhadap Rabu Nehah Rabu Nehah Merupakan Tradisi Gampong Paloh Kayee Kunyet

Masyarakat menganggap tradisi Rabu Nehah adalah sebuah hikmah yang diberikan oleh Allah SWT mereka sangat bersyukur memiliki sebuah tradisi seperti ini sehingga masyarakat tidak pernah menghilangkan tradisi tersebut. Bagi masyarakat tradisi Rabu Nehah merupakan sebuah adat yang tidak dapat dihilangkan karena dianggap penting dan sangat baik. Dengan adanya tradisi tersebut masyarakat juga terbiasa menaati aturan adat dan tidak sewenang-wenangnya melakukan kegiatan tanpa peraturan. Pandangan Ibu Nur Anisah salah satu informan Gampong Paloh Kayee Kunyet mengenai tradisi Rabu Nehah yaitu:

“Tradisi Rabu Nehah juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk istrirahat dan melakukan pekerjaan lain selain pergi kesawah seperti berkebun, jalan-jalan kerumah saudara dan melakukan hal lainnya”. (Wawancara 22 April 2017)

Tradisi Rabu Nehah merupakan sebuah tradisi peninggalan dari leluhur yang sudah ada sejak dulu,dan di jalankan hingga saat ini karena tradisi ini dianggap memiliki nilai-nilai tersendiri bagi masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet. Tradisi rabu nehah juga merupakah roh dari sebuah kebudayaan. Tanpa tradisi tidak mungkin suatu kebudayaan akan hidup dengan harmonis. Bila tradisi tersebut dihilangkan maka ada harapan suatu kebudayaan akan berakhir disaat itu juga. Setiap sesuatu yang sudah menjadi tradisi akan tetap menjadi tradisi kemungkinan besar tidak bisa dimusnahkan.

Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun-temurun dari nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan. Dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama.

Page 8: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

66

Seperti yang diungkapkan oleh Arraman Daut (50) mengenai tradisi Rabu Nehah yang masih dijalankan di Gampong Paloh Kayee Kunyet.Berikut ini merupakan penuturannya:

“Larangan Rabu Nehah di Gampong Paloh Kayee Kunyet belum dapat dihilangkan, oleh sebab itu larangan Rabu Nehah tidak pernah ternilai harganya dan sangat berarti bagi masyarakat yang masih mempercayai tentang adat istiadat tersebut yang sudah ada sejak dulu tradisi tersebut sebagai warisan dari leluhur yang mestinya dijaga dan dilestarikan”

(Wawancara 27 April 2017).

Berikut penuturan dari Alatif Ibrahim (60) (Tuha Peut Gampong Paloh Kayee Kunyet) yang oleh beliau mengatakan bahwa:

“Tradisi adalah sesuatu yang tidak bisa dihilangkan karena hal tersebut merupakan kegiatan para nenek moyang dulu untuk tujuan yang membuat masyarakat lebih peningkatkan kebersamaan, keyakinan, kepercayaan sehingga masyarakat selalu dapat mensyukuri segala sesuatu yang diberikan oleh yang maha kuasa” (Wawancara 25 April 2017).

Alasan mengapa masyarakat masih membudayakan tradisi Rabu Nehah karena adat turun kesawah itu merupakan sebuah tradisi yang harus dilakukan oleh masyarakat sebagai petani. Sebagai sebuah tradisi turun temurun, tentu adat tersebut sudah ada sejak dulu sampai sekarang masih dibudayakan di Gampong Paloh Kayee Kunyet. Tradisi Rabu Nehah itu mempunyai nilai tersendiri yang terkandung dalam adat istiadat bagi masyarakat yang masih membudayakan tradisi tersebut hingga saat ini.

Kemudian masyarakat menganggap itu sebuah tradisi yang harus dibudayakan dan tidak bisa dihilangkan karena itu warisan dari leluhur kita. Informasi penulis dapatkan dari Tijariah (62) (Petani Gampong Paloh Kayee Kunyet).

“Tradisi itu tidak bisa dihilangkan, contohnya tempat melakukan upacara tertentu tidak bisa dipindahkan ketempat lain pasti akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka timbul rasa takut dan was-was, sebab itu kalau tradisi tersebut dihilangkan dapat terjadi hal-hal buruk” (Wawancara 27 April 2017).

Tradisi berarti kelakuan yang kekal dan akan dilakukan secara turun temurun dari generasi kegenerasi lain sebagai warisan, sehingga sangat kuat pola perilaku masyarakat. Tradisi tentang Rabu Nehah harus

Page 9: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

67

dipertahan oleh masyarakat dan ketua adat dan petugas hukum lainnya karena dianggap patut dan tidak bisa dihilangkan, sebab tradisi ini harus dibudayakan.

Seperti yang diungkapkan oleh Tijariah (62) mengenai masayarakat masih membudayakan tradisi rabu nehah. Berikut ini meruapakan penceriteraan ibu Tijarah mengenai budaya rabu nehah ungkapannya:

“Menurut saya tradisi tersebut sudah ada sejak dulu, sehingga tidak bisa dihilangkan, jika dihilangkan maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti gagal panen, terjadi hama, dan berbagai jenis penyakit lain”. (Wawancara 27 April 2017).

Selanjutnya disampaikan oleh ibu Nurjannah sebagai petani Gampong Paloh Kayee Kunyet kepada peneliti:

“Karena rabu nehah sudah ada dari dulu makanya masyarakat mentaati tradisi tersebut sebab tradisi tersebut sudah dari nenek moyang dulu.

Rabu Nehah Adalah Adat Lisan Warisan Turun Temurun

Seperti yang dijelaskan oleh salah satu informan yaitu ibu Nur Hayati mengenai tradisi Rabu Nehah. Tradisi yang masih dijalankan oleh masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet. Informan terebut menjelaskan bahwa tradisi Rabu Nehah ini sudah ada sejak lama dan merupakan adat lisan turun temurun. Masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet selalu menjalankan aturan-aturan yang diberlakukan pada saat Rabu Nehah.

Berikut ini merupakan pengisahan informan kepada peneliti mengenai adat lisan warisan turun temurun diGampong Paloh Kayee Kunyet:

“Pandangan saya terhadap tradisi Rabu Nehah sudah menjadi adat secara turun-temurun karena jika ada masyarakat yang tidak mematuhi larangan tersebut, maka akan terjadi musibah seperti gagal panen, serangan hama, kena parang atau kena cangkul saat mengerjakan sawah dan lain sebagainya.” (Wawancara 22 April 2017).

Hasil wawancara dengan ibu Nurhayati menyimpulkan bahwa rabu nehah merupakan adat lisan yang diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet.Walaupun secara tulisan Rabu Nehah tidakdiberlakukan akan tetapi Rabu Nehah memang sudah diketahui oleh khalayak umum. Sehingga masyarakatnya sangat mengerti mengenai Rabu Nehah tersebut.

Rabu Nehah Merupakan Aturan Untuk Bersawah

Page 10: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

68

Rabu nehah adalah aturan yang berlaku pada masyarakat yang memiliki sawah.Aturan-aturan sawah ini sudah ada sejak dahulu hingga saat ini aturan itu masih dijalankan oleh masyarakat terkhususnya masyarakat yang ada di Gampong Paloh Kayee Kunyet.Walaupun aturan sawah ini tidak seperti aturan yang ada di pemerintahan akan tetapi aturan yang berlaku sangat di taati oleh masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet. Seperti yang di terangkan oleh informan kepada peneliti, Nurjannah (50) tahun.

“…Rabu nehah ini adalah peraturan untuk tidak turun kesawah pada hari rabu di akhir bulan, semua ini sudah ada aturannya sejak dulu. Sekarang tugas kita menjalankan semua aturan tersebut, karena aturan-aturan itukan memiliki nilai yang baik bagi para petani sawah. Setiap aturan apabila dilanggar memiliki sanksi, jadi kita harus mematuhi aturan rabu nehah ini kalau tidak ingin kena sanksi atau denda”

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa, peraturan Rabu Nehah merupakan aturan yang harus dijalankan oleh warga yang berpropesi sebagai petani di sawah.Karena selain memiliki nilai kearifan lokal Rabu Nehah juga memiliki nilai yang tinggi dalam pengelolaan sawah dalam artian aturan yang diberlakukan untuk tidak turun ke sawah pada rabu di akhir bulan menjadikan masyarakat lebih patuh terhadap peraturan.

Sanksi Bagi yang Melanggar Tradisi Rabu Nehah di Gampong Paloh Kayee kunyet Denda Sesuai Kesalahan yang Dilakukan Masyarakat Paloh Kayee Kunyet memiliki peraturan-peraturan mengenai larangan dan pantang turun kesawah di hari-hari tertentu yang telah ditetap oleh leluhur dari dulu. Siapa saja yang melanggar larangan tersebut maka akan dikenangkan sanksi. Sanksi tersebut berupa suatu hukuman yang dijatuhkan oleh masyarakat atau sekelompok tertentu karena terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok. Keberadaan sanksi tersebut diharapkan bisa membuat seseorang atau kelompok menjadi jera dan tidak akan mengulangi kesalahan mereka baik kesalahan yang sama ataupun kesalahan yang berbeda. Semakin berat kesalahan yang dilakukan maka semakin berat juga sanksi yang akan diterima bagi yang melanggar larangan tersebut.

Seluruh masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet mematuhi peraturan yang telah ditetapkan, karena masyarakat mengetahui bahwa tradisi tersebut tidak boleh dilanggar. Dahulu, apabila salah seorang warga yang melanggar tradisi tersebut walaupun bukan termasuk warga dari Gampong Paloh Kayee Kunyet melainkan hanya memiliki lahan persawahan di Gampong Paloh Kayee Kunyet, tidak mengetahui mengenai peraturan

Page 11: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

69

gampong maka dapat terjadi hal yang tidak diinginkan seperti bala gagal panen. Akan tetapi untuk saat sekarang ini, apabila salah seorang warga tidak mengetahui minggu tersebut merupakan rabu terakhir maka warga tersebut harus menanyakan kepada keujrun blang.

Informasi ini penulis dapatkan dari seorang informan bernama Araman Daud (50) yang merupakan salah satu masyarakat di Gampong Paloh Kayee Kunyet menyatakan bahwa:

“...pernah terjadi kepada salah satu masyarakat pendatang yang berasal dari daerah lain, ia melanggar peraturan larangan turun kesawah pada hari rabu nehah karena ia tidak mengetahui larangan tersebut. Setelah ia melanggar larangan turun kesawah ia dikenakan sanksi berupa membuat kue serabi sebanyak 100 di bawa kemesjid pada hari Jumat...”(wawancara 27 April 2017.

Pada pertanyaan yang sama di sipenulis menanyakan kepada seorang informan bapak Muhammad Thalif (72) tahun bapak ini sering dipanggil dengan sebutan apatahe. Apatahe ini merupakan yang pernah melakukan pelanggaran pada saat rabu nehah. Apatahe ini berasal dari daerah Gampong Masamecat, dan hanya menumpang bersawah di Gampong Paloh Kayee Kunyet. Dulu apatahe ini pernah melanggar aturan yang ada di gampong tersebut, disebabkan apatahe itu tidak mengetahui sebelumnya bahwa ada larangan dalam berssawah di gampong Paloh Kayee Kunyet tersebut karena di daerah apatahe tinggal tidak ada larangan yang demikian. Apatahe itu juga tidak bertanya sebelumnya kepaada warga, dan warga jugaa tidak memberitahunya. Akan tetapi setiap kesalahan pasti dikenai saanksi.Sehingga apatahepun dikenai sanksi oleh tuha peut.

Di bawah ini merupakan pengisahkan apatahebahwa dirinya merupakan orang yang pernah melanggar aturan rabu nehah pada saat itu kepada penulis,

“Saya masyarakat dari Gampong Masamecatyang memiliki sawah di gampong Paloh Kayee Kunyet, saat hendak turun kesawah dihari rabu saya tidak mengetahui jika di Gampong Paloh Kayee Kunyet memiliki sebuah tradisi rabu nehah yaitu tradisi larangan turun kesawah pada hari rabu akhir. Sehingga saat saya melanggar larangan Rabu Nehah saya diberi sanksi oleh Tuha Peut (Wawancara 27 April 2017).

Dari hasil wawancara dengan Apatahe di atas membuktikan bahwa sanksi-sanksi yang di jatuhkan oleh warga kepada siapa saja yang melanggar aturan pada rabu nenah. Warga yang bukan tinggal di

Page 12: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

70

Gampong Paloh Kayee Kunyet sekalipun, apabila memiliki sawah di Gampong Paloh Kayee Kunyet harus menaati peraturan yang ada di daerah tempat dia bersawah.

Bagi masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet tidak pernah ada kendala dengan adanya tradisi Rabu Nehah. Sebab tradisi tersebut memiliki nilai tersendiri bagi masyarakat yang ada di Gampong Paloh Kayee Kunyet. Sebagai masyarakat yang terkenal menjujung tinggi budaya lelehurnya dalam kehidupan sehari-hari. Adat tetaplah menjadi sebuah kearifan lokal yang mesti dijaga, dilestarikan, dijalani, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Informasi ini penulis dapatkan dari Zainabon (47) tahun yang merupakan seorang (petani Gampong Paloh Kayee Kunyet) yang mana beliau menjelaskan bahwa:

“Menurut saya tidak ada kendala mengenai larangan Rabu Nehah sebab saya sebagai Ureng yang jak tupah bak gob(orang yang bekerja dengan orang lain) dengan adanya tradisi tersebut saya bisa melakukan kegiatan lain seperti buat kue,jualan kopi dan bisa istrirahat seharian dirumah saya sangat bersyukur. Bila di Gampong Paloh Kayee Kunyet sedang terjadi masa Rabu Nehah saya masih dapat mencari rezki lain (Wawancara 27 April 2017).

Pada tradisi Rabu Nehah masyarakat sangat senang dengan adanya peraturan rabu nehah tersebut khususnya bagi petani. Adat semacam itu sangat terkesan bagi masayarakat. Kendalanya, denda terlalu mahal sehingga meraka yang apabila ada yang melanggar merasa tidak sanggup untuk membayar maka masyarakat memilih untuk tidak melanggarnya. Dapat disimpulka dari beberapa penjelasan dari informan bahwa sanksi-sanksi yang akan diberlakukan kepada siapa saja yang melanggar aturan rabu nehah adalah:

1. Membuat kue serabi sebanyak 100 kue dan di hantaran ke mesjid pada hari jumat.

2. Memotong sikameng.

Semua sanksi di atas akan dikenakan kepada pelanggar aturan rabu nehah, sesuai dengan beratnya kesalahan yang dilakuan oleh pelanggar. Seperti contoh membuat kue serabi sebanyak 100 kerena pelanggaran yang yang dilakukan termasuk pelangaran ringan, yaitu turun ke sawah pada hari rabu akhir dan melakukan pengaliran air. Untuk saksi yang berlaku bagi orang yang melakukan pelanggaran berat seperti menanam padi pada rabu ahkir maka orang tersebut dikenakan sanksi memotong si kameng.

Page 13: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

71

Di Kucilkan

Selain dikenai sanksi dan diberikan denda bagi yang melanggar peraturan yang dibuat oleh masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet tentang rabu nehah, warga yang melanggar juga akan jadi bahan omongan oleh masyarakat karena telah melanggar aturan-aturan yang telah di jalankan secara turun-temurun tersebut. Seperti yang dikisahkan oleh salah satu informan ibu Nurjannah, menjelaskan bahwa hal demikian pernah terjadi, “…dulu ada yang melanggar aturan ini, tanpa permisi dan tanpa

pemberitahuan. Tidak bertanya kepada orang-orang di gampong ini.Dia memang bukan warga Gampong Paloh Kayee Kunyet, tapi dia memiliki lahan persawahan di sini. Tepat pada hari rabu nenah semua kegiatan di saw ah kan dihentikan pantang untuk melaukkan kegiatan sawah, nah, orang itu tidak tahu dan tidak bertanya kenapa, tapi langsung saja dia melakukan kegiatan seperti biasanya. Dan ada orang yang melihat dan dilaporkan, hingga dia di tegur dan menjadi omongan orang-orang di gampong”

Dari penceritreraan ibu Nurjannah di atas, bahwa betul adanya selain diberikan sanksi atau denda, orang yang melanggar juga akan mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari warga setempat. Perlakuan bukan dalam bentuk kekerasan fisik melainkan sering jadi bahan pembicaraan masyarakat setempat. Larangan turun ke sawah pada hari rabu ini memang memiliki nilai yang baik di mata masyarakat yang menjalankannya.Terdapat manfaat larangan rabu nehah bagi masyarakat.

Bentuk Pelanggaran Rabu Nehah

Sebelum turun kesawah masyarakat Paloh Kayee Kunyet biasanya mengadakan musyawarah dengan seluruh masyarakat yang mempunyai lahan sawah di Gampong Paloh Kayee Kunyet. Musyawarah ini bermaksud agar semua masyarakat mengetahui kapan waktu yang tepat untuk mulai turun kesawah dan juga dilakukan peusijuek bijeuh yang dilakukan oleh Tgk Imum meunasah pada saat musyarwarah dilaksakan. Dalam musyawarah ini hal yang dibicarakan yaitu mengenai waktu mengaliri air, yang dilakukan oleh Kujrun Blang, penetapan waktu pembajakan sawah, membuat pematangan sawah, serta membuat lahan untuk menabur benih. Setelah semuanya selesai kemudian kejrun blang membuat pengumuman bagi masyarakat untuk segera merendam benih, dan setelah beberapa hari proses perendaman benih padi tersebut sudah berkecambah dan waktu itulah padi siap ditabur. Dalam musyarawah diatas juga bicarakan larangan-larangan turun kesawah apasaja yang menjadi pantangan pada hari Rabu Nehah di Gampong Paloh Kayee Kunyet.

Page 14: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

72

Adapun bentuk-bentuk larangan yang harus di patuhi oleh masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet pada saat rabu nehah adalah sebagai berikut:

1. Mengaliri Air (Pe euk Ie) Mengaliri air adalah tahapan pertama yang harus dilakukan dalam

upaya untuk melunakan tanah yang telah lama kering pasca panen. Air yang digunakan untuk mengaliri sawah yaitu air irigasi bukan air hujan karena sawah di Gampong Paloh Kayee Kunyet memanfaatkan pengairan melalui irigasi.

Menurut ibu Nur Jannah salah satu petani Gampong Paloh Kayee Kunyet menyatakan:

“...menngaliri air kedalam sawah salah satu hal yang penting jika air tidak dialiri tentu kita tidak bisa turun kesawah, biasanya yang mengaliri air pertama kesawah Keujrun Blang, setelah itu kita sendiri yang airi air ke sawah masing-masing kedalam petak sawah yang kami miliki...”. (Wawancara 14 Agustus 2017)

2. Membajak Sawah ( Mu’u Blang) Membajak sawah adalah tahapan kedua yang dilakukan oleh para

petani. Membajak sawah dilakukan oleh petani guna untuk membersihkan lahan yang akan digunakan untuk menanam padi. Petani Gampong Paloh Kayee Kunyet sudah mengunakan mesin traktor dalam membajak sawah.

Hal yang sama juga dikatakan oleh bapak Alatif Ibrahim yang menyatakan bahwa:

“...Bajak sawah biasa dilakukan setelah air sudah dialiri kedalam sawah, bajak sawahpun dilakukan untuk membersihkan sawah dari jerami dan ilang-ilang atau rumput yang tumbuh setelah pasca panen, bajak sawah juga sudah mengunakan traktor karena mengunkan traktor tanah lebih mudah terurai...” (Wawancara 25 April 2017)

3. Pematangan Sawah (Peugot ateng Blang) Setelah sawah dibajak petani mulai membuat pematangan sawah.

Kegunaan pematangan sawah supaya air dalam lahan sawah petani tidak mengalir kesawah yang lain.

Seperti yang disampaikan oleh Tgk Sulaiman sebagai Mantan Tgk Imum menyatakan bahwa:

“...pematangan sawah dilakukan agar pematangan terlihat rapi dan memperbaiki pematangan yang bocor guna air tetap stabil dalam sawah, jika air stabil maka proses selanjutnyapun lebih mudah dilakukan...” (Wawancara 15 Agustus 2017)

Page 15: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

73

4. Menabur benih ( Seumelhong / Lhong Bijeuh ) Menabur benih adalah benih yang sudah direndam selama satu malam

dan ditindih empat hari empat malam sudah siap untuk ditabur.Menabur benih ini dilakukan dengan menyebarkan benih-benih padi pada lahan yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Untuk menjaga kesuburan benih padi yang sudah ditabur petani juga memberikan sedikit pupuk dan para petani juga selalu mengawasi padinya agar terbebas dari hama.

Seperti yang disampaikan oleh ibu Tijariah mengenai menabur benih mengatakan bahwa:

“...biasanya menabur benih dilakukan setelah padi mulai tumbuh kecambah, benih kita urai agar tidak menumpuk pada saat ditabur setelah ditabur harus dijaga juga dari hama dan selalu diawasi airnya supaya benih yang kita tabur cepat tumbuh...” (Wawancara 27 April 2017)

5. Mencabut Benih (Beut Bijeuh) Mencabut benih biasanya dilakukan setelah umur benih sampai tujuh

belas hari atau dua puluh hari tergantung tingkat kesuburan benih dan air yang cukup, jika air dalam sawah tidak cukup maka bagi petani harus mengaliri air kedalam lahan tabur benih (Neulhong) supaya para petani tidak kesulitan dalam mencabut benih.

Ibu Nur Anisah juga Mengatakan bahwa: “... sebelum mencabut benih hal utama yang kita lihat adalah air dalam

lahan tabur padi (Neulhong) jika air dalam neulhong stabil maka benih padipun lebih mudah dicabut dan disemai, padi yang sudah bisa dicabut yang berusia tujuh belas hari sampai dua puluh hari tergantung kesesuaian lahan yang akan ditanami padi...” (Wawancara 22 April 2017)

6. Menanam padi (Seumula) Menanam padi dilakukan setelah benih dicabut dan diatur secara

berderet supaya memudahkan para penanam untuk mengambil benih saat menanam padi. Menanam padi juga ditanam dengan cara memakai tali (Rambu) kegunaan mengunakan rambu yaitu agar padi yang ditanam kelihatan rapi memudahkan pada saat pemberian pupuk.

Hal tersebut juga disampaikan oleh ibu Zainabon dia mengatakan bahwa: “...menanam padi dilakukan pada saat padi sudah dicabut sekarang

cara menanam padi sudah memakai tali (Rambu) kegunaan rambu adalah sebagai pembatas dan membuat tanaman padi yang ditanam kelihatan rapi, menanam padi juga dilakukan oleh beberapa orang biasanya lima sampai sepuluh orang tergantung luas lahan perswahan yang akan ditanami...” (Wawancara 27 April 2017)

Page 16: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

74

7. Menabur Pupuk Saat padi siap ditanam maka para petani akan memberikan pupuk pada

tanaman padi yang mereka tanam. Adapun pupuk yang digunakan adalah pupuk daun, pupuk buah. Ini dilakukan agar hasil panen sesuai yang diharapkan.

Seperti yang disampaikan oleh bapak Arraman Daud mengatakan Bahwa:

“... menabur pupuk dilakukan pada saat padi berumur satu minggu karena pada saat padi berumur satu minggu waktu yang sesuai untuk menabur pupuk, adapun pupuk yang ditabur pada saat padi berumur satu minggu yaitu pupuk daun supaya daun padi kelihatan hijau dan terbebas dari hama daun padi merah (Wereng) dan setelah padi berumur satu minggu atau dua minggu baru diberikan pupuk buah agar padi cepat berisi dan hasil panenpun bisa sesuai dengan yang diharapkan...” (Wawancara27 April 2017)

Dari hasil wawancara diatas merupakan beberapa cara bertani dan bertani bisa dilakukan sebelum Rabu Nehah tiba Pada saat rabu nehah hal-hal seperti diatas tidak boleh di langgar oleh masyarakat, apabila dilanggar pelanggar akan di kenai sanksi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Seluruh kegiatan yang menyangkut tentang sawah pada rabu nehah harus dihentikan. Akan tetapi terdapat pengecualian yang dapat dilakukan pada rabu nehah seperti pada saat panen. Pada saat panen aturan rabu nehah tidak berlaku kareana aturan rabu nehah hanya berlaku pada saat pertama turun ke sawah sampai saat padi mulai mengisi atau membunting.

Laragan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat yang menjalankannya, karena masyarakat percaya larangan ini memiliki nilai budaya dan adat istiadat. Sehingga jarang ditemukan pelanggaran yang terjadi pada laranggaan ini. Adapun manfaat dalam larangan rabu nehah bagi masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet masyarakat percaya apabila larangan ini di jalankan maka hasil panen memuaskan, padi yang di hasilkan bagus, dan tingkat pendapatan padi meningkat.

Manfaat Rabu Nehah

Nilai adalah sesuatu yang memungkinkan seorang individu atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai hal-hal yang dianggap benar. Nilai-nilai tersebut memiliki dampak positif bagi masyarakat karena memiliki peraturan-peraturan yang sangat bagus didalam masyarakat tidak seenaknya aja melakukan sesuatu tanpa peraturan.

Page 17: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

75

Nilai-nilai yang sangat sakral itu sangat penting bagi masyarakat Paloh Kayee Kunyet selain Rabu Nehah masih banyak tradisi lain seperti, kanduri Blang, wet ibu, setiap 5 tahun sekali diadakan kanduri sikameng di meunasah nilai-nilai itu sangat penting dan upacara-upacara tertentu yang masih menjadi tradisi bagi masyarakat yang tinggal di gampong-gampong yang ada Kecamatan Nisam ada juga sebagian Gampong sudah tidak ada lagi tradisi tersebut hanya tinggal beberapa tradisi yang tidak bisa dihilangkan.

Informasi ini penulis dapatkan dari penuturan ibu Nur Anisah (45) ( petani Gampong Paloh Kayee Kunyet) yang menyatakan bahwa:

“Nilai-nilai mengenai larangan turun kesawah itu sangat bagus, memiliki nilai-nilai tersendiri yang ada di Gampong Gampong Paloh Kayee Kunyet. Baik itu dalam hal positif maupun negatif yang bangga dengan adanya tradisi tersebut di Gampong Paloh Kayee Kunyet maka tidak akan terjadi hal-hal yang tidak kita ingin karena memiliki peraturan-peraturan tersendiri” (Wawancara 22 April 2017).

Dari manfaat larangan Rabu Nehah terdapat dampak positif dan negatif bagi masyarakat Paloh Kayee Kunyet. dampak tersebut dapat dirasakan karena masyarakat Paloh Kayee Kunyet menjalankan larangan Rabu Nehah. Nilai-nilai tersebut dapat disampaikan dari hasil wawancara peneliti kepada informan.

Dampak Dari Rabu Nehah Dampak Positif Rabu Nehah

Perkembangan diera modren membuat segalanya tidak beraturan sehingga banyak nilai-nilai di masyarakat yang sudah dihilangkan meskipun nilai tersebut memiliki dampak positif bagi masyarakat tersebut seperti halnya tradisi Rabu Nehah. Adapun dampak positif lain yang diperoleh oleh masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet yaitu, menjadi pengetahuan untuk manyarakat mengenai nilai budaya yang dapat diceritakan secara turun-temurun sebagai kekayaan budaya Indonesia khususnya di Provinsi Aceh Utara. Menjadi tolak ukur kepatuhan masyarakat dengan aturan yang berlaku di Gampong Paloh Kayee Kunyet. Memberikan keluangan waktu untuk masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet melakukan aktivitas kebersamaan tanpa alasan harus pergi kesawah. Seperti mengadakan acara pesta pada hari itu karena akan banyak masyakakat yang ikut berpartisipasi membantu acara.Sebagai pembelajaran untuk masyarakat (terhindar dari marabahaya). Meskipun takdir telah ditentukan oleh yang maha kuasa namun, ketika seseorang telah diperingatkan mengenai larangan turun kesawah ia tetap

Page 18: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

76

melakukannya sehingga terjadi keburukan pada dirinya. Serta dapat melakukan hal-hal lain yang bermanfaat selain dari pada turun kesawah.

Larangan turun kesawah mempunyai nilai positif yang sangat penting bagi masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet. Setiap pada hari Rabu Nehah masyarakat berhenti seharian penuh untuk tidak turun kesawah.Seperti yang di sampaikan oleh Ibu Ainol Marziah kepada peneliti:

“apabila masyarakat menjalankan tradisi yang sudah ada dari dulu maka hasil panenya pasti akan memuaskan”

Selanjutnya disampaikan oleh ibu Nurjannah sebagai petani Gampong Paloh Kayee Kunyet kepada peneliti:

“apabila masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet menjalankan tradisi tersebut maka hasil panennya bagus dan memuaskan

Dapat disimpulkan bahwa, peraturan yang apabila dipatuhi oleh masyarakat akan berbuah manis. Begitu juga dengan peraturan yang dijalankan oleh masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet mengenai aturan dan larangan turun ke sawah pada hari rabu akhir, maka masyarakatnya mendapatkan hasil panen yang memuaskan. Pandapat ini didapatkan dari beberapa informan yang di temui di lapangan, baik dari informan kunci maupun informan pendukung.

Dari sisi positifnya rabu nehah sangat memiliki nilai yang baik, akan tetapi apabila sesuatu yang memiliki nilai positif, pasti juga dibarengi dengan nilai negatifnya, adapun nilai negatif yang muncul pada rabu nehah ini seperti penjelasan di bawah ini.

Dampak Negatif Rabu Nehah

Dampak negatifnya bagi sebagian bagi masyarakat yang ingin menanam padi pada hari rabu itu pasti akan tertunda karena adanya tradisi tersebut. Kemudian dampak negatif yang dirasakan orang yang melanggar Rabu Nehah adalah dikucilkan dari masyarakat, yang berarti orang yang melanggar norma dapat diberikan sanksi berupa pengucilan secara psikis yakni dijauhi oleh masyarakat hingga membuatnya stres.

Mendapatkan hinaan dan celaan dari masyarakat meskipun orang tersebut diluar Gampong Paloh Kayee Kunyet karena masyarakat menggap orang tersebut tidak mau bertanya terlebih dulu.Bagi sebagian petani pergi kesawah adalah sebuah aktivitas wajib yang harus dilakukan sehingga bila mereka tidak pergi kesawah perasaan mereka tidak enak

Page 19: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

77

seperti badan terasa sakit. Jadi jika pada hari itu bertepatan pada Rabu Nehah mereka terpaksa menahan diri agar tidak pergi kesawah.

Penutup

Artikel ini memperlihatkan Masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet sangat menghargai tradisi Rabu Nehah yang memang telah ada dari nenek moyang mereka. Mereka meyakini jika melanggar tradisi tersebut maka mereka akan mendapatkan bala seperti berkurangnya hasil panen karena diserang hama, selain itu siapa saja yang melanggar tradisi ini dikenaka sanksi oleh masyarakat gampong tersebut berupa 100 buah kue serabi dihari Jumat. Rabu Nehah dilakukan pada masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet karena sudah tradisi dari turun temurun yang diwarisi oleh nenek moyang mereka sehingga mereka masih menjalankan tradisi tersebut seperti, contohnya pada setiap hari rabu di akhir bulan masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet dilarang untuk beraktivitas turun kesawah seperti menabur benih, membuka lahan, menanam padi dan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan sawah kecuali mereka memanen padi hal ini diperbolehkan turun kesawah. Tujuan dibuatkannya Rabu Nehah adalah untuk menolak bala, sehingga masyarakat dapat terhinggar dari segala sesuatu yang tidak diinginkan sesuai dengan wawancara penulis dengan beberapa masyarakat di Gampong Paloh Kayee Kunyet. Daftar Pustaka Buku

Danandjaja, James, 1991. Folklor Indonesia.Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Dove, 1985. Manusia Kebudayaan Indonesia dalam Modernisasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Fasya, Teuku Kemal, 2006. Kata & Luka Kebudayaan: Isu-isu Gerakan & Pengetahaun Kontemporen. Medan: USU Press.

Hamidi, 2007. Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang: Universitas Muhammadiyah.

Haviland, William A., 1985. Antropologi Jilid II Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.

Keesing, Roger M., 1992. Antropologi Budaya Komtemporer. Jakarta: Erlangga.

Koentjaranigrat, 2009. Pengantar Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta. ____________, 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press. ____________, 2007. Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: UI Press. Moleong, Lexy J., 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Page 20: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

78

______________, 2001. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat, 2005. Komunikasi Antar Budaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Pals, Daniel L., 2012. Seven Theories of Religion. Jogjakarta: IRCiSoD. Peursen, C. a. Van., 1976. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Yayasan

Kanisius. Ratna, Nyoman Khuta, 2007. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. Scott, James C., 1989. Moral Ekonomi Petani Pergolakan dan Subsistensi

di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES. Setiadi, Elly M, dkk, 2006. Iimu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group. Spradley, James P., 2006. Metode Etnografi, terj. Misbah Ulfa Eizabeth.

Yogyakarta: Tiara Wacana. Syam, Nur, 2007. Madzhab-Madzhab Antropologi. Yogyakarta: Lkis

Printing Cermelang. Winarto, Yunita T., 2006. Tantangan Masa Depan Pertanian Indonesia.

Jurnal Analisis Sosial. Skripsi dan Tesis

Asra, Almachdy. 2015. Khanduri Blang dan Khanduri Adam dalam Ritual Pertanian: Studi Etnografi di Gampong Tanjong Tgk Kari dan Gampong Parang Sikureung Kabupaten Aceh Utara. Lhokseumawe: Unimal Press.

Ara, Bastian. 2013. Pemanfaatan Tumbuhan sebagai Obat Tradisional oleh Masyarakat Suku Maybrat Di Kampung Sire Distrik Mare Selatan Kabupaten Maybrat. Manokwari: Universitas Negeri Papua Manokwari Press.

Hamranani, Gandes. 2014. Analisis Potensi Lahan Pertanian Sawah Berdasarkan Indeks Potensi Lahan (IPL) di Kabupaten Wonosobo. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Press.

Irnawati. 2014. Tradisi Adat Peutreun Aneuk: Studi Kasus di Gampong Sawang Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara. Lhokseumawe: Unimal Perss.

Internet dan Artikel

Fauzi, Imron. 2009. Membaca Nalar Studi Agama Sakral dan Profan Karya MerciaAliade.http://imronfauzi.wordpress.com/2009/07/16/membaca-nalar-studi-agama-sakral-dan -profan-karya-mercia-eliade/ (14 Februari 2017).

https://ambar76.files.wordpress.com/2012/02/etnografi.pdf. h, 4 (18 September 2017

Page 21: Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun …

Aceh Anthropological Journal Volume 1 No. 1 Edisi April 2017

79