RABU, 21 DESEMBER 2011 Tidak Paham maka tidak Menabung · Keputusan itu berdasar-kan surat direksi...

1
GAYATRI SUROYO T IDAK sedikit orang yang merasa sulit menabung. Sebagian, menurut survei Bank Dunia, beralasan tidak punya uang lebih untuk ditabung. Padahal, ujar perencana ke- uangan independen Ligwina Hananto, idealnya setiap o- rang menyisihkan 10%-30% dari pendapatannya untuk ditabung. Tidak peduli berapa pun yang ia hasilkan. Rendahnya animo me- nabung, bisa jadi karena tidak ada pemahaman me- ngapa menabung itu perlu. Sementara, pengeluaran terbesar sebagian besar o- rang ialah untuk gaya hidup. Baik di perkotaan, juga perde- saan. “Di daerah, mereka beli camilan di warung. Uangnya habis untuk itu. Kalau itu bisa ditabung, kan lebih baik,” paparnya dalam diskusi Today’s High- light Special Brava Radio dan Media Indonesia, di Bistro Boulevard, Jakarta, Se- nin (19/12). Menurutnya, jika ingin membuat seseorang mena- bung, sebaiknya mengajarkan- nya belanja dengan bijak. “Orang secara psikologis menolak menabung. Kerja capek-capek masa uangnya ti- dak boleh dipakai? Makanya, kita perlu alasan untuk mena- bung. Kalau ada tujuan, proses menabung jadi lebih baik,” kata Ligwina. Menumbuhkan kebiasaan menabung kini menjadi sa- lah satu agenda utama Bank Indonesia dan pemerintah. Menurut survei BI, 62% pen- duduk Indonesia masih belum punya akses terhadap sistem keuangan formal. “Menumbuhkan budaya menabung itu harus dimu- lai sejak dini,” tutur Peneliti Utama Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Suhaedi dalam diskusi serupa. Selain berguna untuk masa depan, secara makroekonomi, menabung pun dapat mengikis dependensi Indonesia pada utang luar negeri. Untuk menumbuhkan ke- biasaan menabung dari usia dini, BI dan perbankan ‘turun’ ke sekolah-sekolah. “Rabu pekan pertama setiap bulan, kami minta masyarakat, khususnya pelajar, menabung. ‘Rabu’ ini singkatan dari ‘rajin menabung’. Banknya datang ke sekolah,” tutur Suhaedi. Perluas jangkauan Edukasi keuangan pun diper- lukan bagi masyarakat awam yang belum terpapar sistem ke- uangan formal. Adalah produk Tabunganku sebagai ‘kenda- raan’ BI bersama 70 bank umum dan 1.000 bank perkre ditan rakyat untuk menggiatkan kebiasaan menabung. Tabung- anku bebas biaya administrasi bulanan dengan setoran awal minimal Rp10 ribu-Rp20 ribu. BI dan perbankan, kata Su- haedi, juga mengembangkan sistem yang memungkinkan bank menjangkau seluruh ma- syarakat hingga pulau terpencil sekalipun. “Kalau menunggu cabang bank masuk sana, ma- kan waktu lama. Jadi kami kem- bangkan branchless banking.” Bersama Kementerian Ko- munikasi dan Informatika, BI tengah merancang sistem pengamanan yang bisa meng- hubungkan nomor ponsel de- ngan rekening bank. Langkah itu didasari fakta penetrasi ponsel di masyarakat jauh lebih besar ketimbang perbankan. Perwakilan Pokja Edukasi Masyarakat di Bidang Per- bankan dari UOB Buana Fera Prajitno berpendapat, meski menggarap tabungan bernomi- nal kecil terkesan sebagai bisnis tidak profit, sebenarnya itu adalah potensi di masa depan. “Kita tidak lihat dari jumlah- nya, tapi hubungan nasabah dengan bank. Sampai Oktober, sudah 1,97 juta rekening yang dibuka dengan saldo Rp2,008 triliun. Padahal belum dua ta- hun sejak diluncurkan.” (E-2) [email protected] Tidak Paham maka tidak Menabung Ada sekitar 180 juta nomor ponsel yang aktif di Indonesia, sedangkan jumlah rekening tabungan ‘cuma’ sekitar 94 juta rekening. PENGELOLAAN beras untuk keluarga miskin (raskin) masih banyak yang salah sasaran. Bu- kan hanya itu, kualitas raskin yang sampai ke tangan sasaran sering kali buruk, bahkan ada yang bercampur gaplek. Anggota DPR Komisi IV Ma’mur Hasanuddin menge- mukakan hal tersebut dalam keterangan pers yang dipubli- kasikan di Jakarta, kemarin. “Sudah pelaksanaan ambu- radul, kualitasnya pun meng- khawatirkan. Di Sumenep, Madura, bahkan ada yang ber- campur gaplek. Kami menemu- kan raskin bercampur batu atau bau apek saja sudah nyalahi aturan, gimana yang bercampur gaplek,” sebut Ma’mur. Karena temuan itu, Ma’mur menyesalkan kualitas buruk raskin yang sampai ke masya- rakat miskin. Padahal, lanjut Ma’mur, anggaran yang diberi- kan pemerintah sebesar Rp17 triliun kepada Perum Bulog agar beras yang sampai ke masyara- kat memiliki kualitas yang baik. Raskin, kata dia, seharusnya memiliki kualitas yang setara dengan harga Rp5.500 per kilogram, sama dengan beras yang ada di pasaran. “Anggar- an Rp17 triliun itu agar raskin memiliki kualitas yang prima,” ungkap Ma’mur. Ia juga meminta pemerin- tah memperbaiki pengelolaan raskin dengan data yang lebih akurat. Ma’mur menerangkan, pada penyaluran raskin tahun ini, kesalahan yang kerap ter- jadi yakni beras tidak sampai ke penerima yang seharusnya mendapatkan. Sebaliknya, banyak raskin yang jatuh ke tangan yang sesungguhnya tidak berhak. Karena itu, Ma’mur meminta Bulog bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) yang memiliki data penduduk miskin lebih akurat. Pada kesempatan terpisah, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengimbau Bulog agar lebih mengintensifkan operasi pasar untuk meredam kenaikan harga beras beberapa waktu belakangan. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Gunaryo menilai kenaikan harga yang terjadi merupakan siklus ta- hunan lantaran perayaan Natal dan Tahun Baru. (Fid/AI/E-1) TARIF inap yang rendah mem- buat pemilik peti kemas betah menginapkan barangnya di Pelabuhan Tanjung Priok meski sudah menyelesaikan urusan kepabeanan. Penerapan tarif progresif diyakini yang bisa mengurai tumpukan peti ke- mas yang menghambat arus lalu lintas barang di pelabuhan laut tersibuk di Indonesia ini. Penerapan tarif progresif yang akan mulai berlaku pada Januari 2012 bertujuan me- maksa pemilik barang me- mindahkan peti kemasnya dari Pelabuhan Tanjung Priok. “Upaya itu harus dilakukan karena kenaikan arus lalu lin- tas (traffic) peti kemas yang kian hari semakin padat,” kata Direktur Utama PT Pelindo II Richard Jose Lino di sela-sela peresmian Terminal Penum- pang Nusantara Dua, Tanjung Priok, Jakarta, kemarin. Selama ini tarif inap peti ke- mas di Pelabuhan Tanjung Pri- ok per hari berkisar Rp20.730 per peti kemas. Dengan pem- berlakuan tarif progresif ter- sebut, pemilik barang akan dikenai tarif sebesar 300% dari tarif dasar. Menurutnya, sesuai dengan peruntukan pelabuhan sebagai tempat transit, arus peti kemas harus berjalan progresif. Bila proses kepabeanan telah selesai, barang harus segera diangkut dari Pelabuhan Tan- jung Priok. “Kami tidak ingin pelabuhan menjadi gudang. Begitu ada peti kemas yang masuk, i- dealnya harus segera dibawa keluar,” paparnya. Keputusan itu berdasar- kan surat direksi yang dike- luarkan PT Pelindo II Nomor. HK.56/4/15/PI.II-11 tentang Tarif Pelayanan Jasa Peti Kemas di Terminal Peti Kemas di Pela- buhan Tanjung Priok. “Kebijakan itu merupakan langkah awal. Tidak menutup kemungkinan akan ada evalu- asi. Kalau memang tidak mem- pan, tarif akan kami naikkan lagi,” ujar Lino. Menurut General Manager PT Pelindo II cabang Tanjung Priok Cipto Pramono, tarif progresif itu akan dikenakan setelah barang lebih dari tiga hari berada di terminal peti kemas setelah menyelesaikan proses kepabeanannya. “Bila tidak dikeluarkan dari terminal, peti kemas akan terke- na tarif progresif,” tukasnya. Kenaikan arus peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok men- capai rata-rata 26% per tahun. Pada 2009, tercatat arus peti kemas mencapai 3,7 juta peti kemas ukuran 20 kaki (TEUs), meningkat menjadi 4,7 juta TEUs pada 2010. Hingga No- vember 2011 sudah mencapai 5 juta TEUs dan diperkirakan mencapai 5,8 juta TEUs hingga akhir tahun. (*/E-6) DPR Temukan Raskin Campur Gaplek Tarif Progresif untuk Batasi Peti Kemas PETI KEMAS: Ratusan peti kemas menumpuk di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu. MI/ANGGA YUNIAR 18 RABU, 21 DESEMBER 2011 E KONOMI NASIONAL BELANJA NATAL: Warga berbelanja di Pasar Baru, Jakarta Pusat, kemarin. Menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru toko-toko berusaha menarik pengunjung untuk berbelanja dengan memberikan potongan harga. MI/ROMMY PUJIANTO

Transcript of RABU, 21 DESEMBER 2011 Tidak Paham maka tidak Menabung · Keputusan itu berdasar-kan surat direksi...

GAYATRI SUROYO

TIDAK sedikit orang yang merasa sulit menabung. Sebagian, menurut survei Bank

Dunia, beralasan tidak punya uang lebih untuk ditabung.

Padahal, ujar perencana ke-uangan independen Ligwina Hananto, idealnya setiap o-rang menyisihkan 10%-30% dari pendapatannya untuk ditabung. Tidak peduli berapa pun yang ia hasilkan.

Rendahnya animo me-nabung, bisa jadi karena tidak ada pemahaman me-ngapa menabung itu perlu. Sementara, pengeluaran terbesar sebagian besar o-rang ialah untuk gaya hidup. Baik di perkotaan, juga perde-saan. “Di daerah, mereka beli camilan di warung. Uangnya habis untuk itu. Kalau itu bisa ditabung, kan lebih baik,” paparnya dalam diskusi Today’s High-light Special Brava Radio dan Media Indonesia, di Bistro Boulevard, Jakarta, Se-nin (19/12).

Menurutnya, jika ingin membuat seseorang mena-bung, sebaiknya mengajarkan-nya belanja dengan bijak.

“Orang secara psikologis menolak menabung. Kerja capek-capek masa uangnya ti-dak boleh dipakai? Makanya, kita perlu alasan untuk mena-bung. Kalau ada tujuan, proses menabung jadi lebih baik,” kata Ligwina.

Menumbuhkan kebiasaan menabung kini menjadi sa-lah satu agenda utama Bank

Indonesia dan pemerintah. Menurut survei BI, 62% pen-duduk Indonesia masih belum punya akses terhadap sistem keuangan formal.

“Menumbuhkan budaya menabung itu harus dimu-lai sejak dini,” tutur Peneliti Utama Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Suhaedi dalam diskusi serupa. Selain berguna untuk masa depan, secara makroekonomi,

menabung pun dapat mengikis dependensi Indonesia pada utang luar negeri.

Untuk menumbuhkan ke-biasaan menabung dari usia dini, BI dan perbankan ‘turun’ ke sekolah-sekolah.

“Rabu pekan pertama setiap bulan, kami minta masyarakat, khususnya pelajar, menabung. ‘Rabu’ ini singkatan dari ‘rajin menabung’. Banknya datang ke sekolah,” tutur Suhaedi.

Perluas jangkauanEdukasi keuangan pun diper-

lukan bagi masyarakat awam yang belum terpapar sistem ke-uangan formal. Adalah produk Tabunganku sebagai ‘kenda-raan’ BI bersama 70 bank umum dan 1.000 bank perkre ditan rakyat untuk menggiatkan kebiasaan menabung. Tabung-anku bebas biaya administrasi bulanan dengan setoran awal minimal Rp10 ribu-Rp20 ribu.

BI dan perbankan, kata Su-haedi, juga mengembangkan sistem yang memungkinkan bank menjangkau seluruh ma-syarakat hingga pulau terpencil sekalipun. “Kalau menunggu cabang bank masuk sana, ma-kan waktu lama. Jadi kami kem-bangkan branchless banking.”

Bersama Kementerian Ko-munikasi dan Informatika, BI tengah merancang sistem pengamanan yang bisa meng-hubungkan nomor ponsel de-ngan rekening bank. Langkah itu didasari fakta penetrasi ponsel di masyarakat jauh lebih besar ketimbang perbankan.

Perwakilan Pokja Edukasi Masyarakat di Bidang Per-bankan dari UOB Buana Fera Prajitno berpendapat, meski menggarap tabungan bernomi-nal kecil terkesan sebagai bisnis tidak profit, sebenarnya itu adalah potensi di masa depan. “Kita tidak lihat dari jumlah-nya, tapi hubungan nasabah dengan bank. Sampai Oktober, sudah 1,97 juta rekening yang dibuka dengan saldo Rp2,008 triliun. Padahal belum dua ta-hun sejak diluncurkan.” (E-2)

[email protected]

Tidak Pahammaka tidak Menabung

Ada sekitar 180 juta nomor ponsel yang aktif di Indonesia, sedangkan jumlah rekening tabungan ‘cuma’ sekitar 94 juta rekening.

PENGELOLAAN beras untuk keluarga miskin (raskin) masih banyak yang salah sasaran. Bu-kan hanya itu, kualitas raskin yang sampai ke tangan sasaran sering kali buruk, bahkan ada yang bercampur gaplek.

Anggota DPR Komisi IV Ma’mur Hasanuddin menge-mukakan hal tersebut dalam keterangan pers yang dipubli-kasikan di Jakarta, kemarin.

“Sudah pelaksanaan ambu-radul, kualitasnya pun meng-khawatirkan. Di Sumenep, Madura, bahkan ada yang ber-campur gaplek. Kami menemu-

kan raskin bercampur batu atau bau apek saja sudah nyalahi aturan, gimana yang bercampur gaplek,” sebut Ma’mur.

Karena temuan itu, Ma’mur menyesalkan kualitas buruk raskin yang sampai ke masya-rakat miskin. Padahal, lanjut Ma’mur, anggaran yang diberi-kan pemerintah sebesar Rp17 triliun kepada Perum Bulog agar beras yang sampai ke masyara-kat memiliki kualitas yang baik.

Raskin, kata dia, seharusnya memiliki kualitas yang setara dengan harga Rp5.500 per kilogram, sama dengan beras

yang ada di pasaran. “Anggar-an Rp17 triliun itu agar raskin memiliki kualitas yang prima,” ungkap Ma’mur.

Ia juga meminta pemerin-tah memperbaiki pengelolaan raskin dengan data yang lebih akurat. Ma’mur menerangkan, pada penyaluran raskin tahun ini, kesalahan yang kerap ter-jadi yakni beras tidak sampai ke penerima yang seharusnya mendapatkan.

Sebaliknya, banyak raskin yang jatuh ke tangan yang sesungguhnya tidak berhak. Karena itu, Ma’mur meminta

Bulog bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) yang memiliki data penduduk miskin lebih akurat.

Pada kesempatan terpisah, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengimbau Bulog agar lebih mengintensifkan operasi pasar untuk meredam kenaikan harga beras beberapa waktu belakangan.

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Gunaryo menilai kenaikan harga yang terjadi merupakan siklus ta-hunan lantaran perayaan Natal dan Tahun Baru. (Fid/AI/E-1)

TARIF inap yang rendah mem-buat pemilik peti kemas betah menginapkan barangnya di Pelabuhan Tanjung Priok meski sudah menyelesaikan urusan kepabeanan. Penerapan tarif progresif diyakini yang bisa mengurai tumpukan peti ke-mas yang menghambat arus lalu lintas barang di pelabuhan laut tersibuk di Indonesia ini.

Penerapan tarif progresif yang akan mulai berlaku pada Januari 2012 bertujuan me-maksa pemilik barang me-mindahkan peti kemasnya dari Pelabuhan Tanjung Priok. “Upaya itu harus dilakukan karena kenaikan arus lalu lin-tas (traffic) peti kemas yang kian hari semakin padat,” kata Direktur Utama PT Pelindo II Richard Jose Lino di sela-sela peresmian Terminal Penum-pang Nusantara Dua, Tanjung Priok, Jakarta, kemarin.

Selama ini tarif inap peti ke-mas di Pelabuhan Tanjung Pri-ok per hari berkisar Rp20.730 per peti kemas. Dengan pem-berlakuan tarif progresif ter-

sebut, pemilik barang akan dikenai tarif sebesar 300% dari tarif dasar. Menurutnya, sesuai dengan peruntukan pelabuhan sebagai tempat transit, arus peti kemas harus berjalan progresif. Bila proses kepabeanan telah selesai, barang harus segera diangkut dari Pelabuhan Tan-jung Priok.

“Kami tidak ingin pelabuhan menjadi gudang. Begitu ada peti kemas yang masuk, i-dealnya harus segera dibawa keluar,” paparnya.

Keputusan itu berdasar-kan surat direksi yang dike-luarkan PT Pelindo II Nomor.HK.56/4/15/PI.II-11 tentang Tarif Pelayanan Jasa Peti Kemas di Terminal Peti Kemas di Pela-buhan Tanjung Priok.

“Kebijakan itu merupakan langkah awal. Tidak menutup kemungkinan akan ada evalu-asi. Kalau memang tidak mem-pan, tarif akan kami naikkan lagi,” ujar Lino.

Menurut General Manager PT Pelindo II cabang Tanjung Priok Cipto Pramono, tarif

progresif itu akan dikenakan setelah barang lebih dari tiga hari berada di terminal peti kemas setelah menyelesaikan proses kepabeanannya.

“Bila tidak dikeluarkan dari terminal, peti kemas akan terke-na tarif progresif,” tukasnya.

Kenaikan arus peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok men-

capai rata-rata 26% per tahun. Pada 2009, tercatat arus peti kemas mencapai 3,7 juta peti kemas ukuran 20 kaki (TEUs), meningkat menjadi 4,7 juta TEUs pada 2010. Hingga No-vember 2011 sudah mencapai 5 juta TEUs dan diperkirakan mencapai 5,8 juta TEUs hingga akhir tahun. (*/E-6)

DPR Temukan Raskin Campur Gaplek

Tarif Progresif untuk Batasi Peti Kemas

PETI KEMAS: Ratusan peti kemas menumpuk di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.

MI/ANGGA YUNIAR

18 RABU, 21 DESEMBER 2011EKONOMI NASIONAL

BELANJA NATAL: Warga berbelanja di Pasar Baru, Jakarta Pusat, kemarin. Menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru toko-toko berusaha menarik pengunjung untuk berbelanja dengan memberikan potongan harga.

MI/ROMMY PUJIANTO