RABU, 16 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA Pembubaran … filetidak akan banyak kritik keras dari...

1
M ARI menyusun daf- tar sudah berapa ba- nyak instruksi yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dan ma- ri kita cermati, berapa banyak dari instruksi-instruksi itu yang benar-benar dijalankan sebagai- mana mestinya. Daftar itu semakin panjang karena setiap ada peristiwa yang krusial, Presiden selalu menindaklanjutinya dengan mengeluarkan instruksi yang biasanya lebih daripada satu. Pada saat merespons kritik yang dilontarkan para pemu- ka agama misalnya, Presiden mengeluarkan 12 instruksi untuk percepatan penuntasan kasus maa pajak dan maa hukum yang antara lain meli- batkan Gayus Tambunan. Sampai saat ini, masih be- lum jelas sudah berapa dari instruksi yang dikeluarkan itu yang sudah benar-benar direalisasikan. Kita yakin, jika semua instruksi Presiden sudah dijalankan dengan baik, tentu tidak akan banyak kritik keras dari lembaga legislatif, para pengamat, dan aktivis LSM. Instruksi yang tanpa aksi dan janji-janji yang tidak terpenuhi membuat kredibilitas Presi- den semakin terpuruk. Kritik yang dilontarkan para pemuka agama yang menampilkan fakta-fakta kebohongan itu pun semakin nyata adanya. Jika fenomena destruktif itu terus berlanjut, bukan hanya kredibilitas yang terancam, legitimasi politik Presiden pun akan turun drastis. Bagaimana cara mencegah agar kredibilitas dan legitimasi Presiden tidak semakin terpu- ruk? Dibutuhkan ketegasan sikap, misalnya, pada saat mengeluarkan instruksi, pe- rintah, atau apa pun istilahnya, harus dibarengi komitmen dari aparat yang terkait untuk men- jalankannya dengan sungguh- sungguh, dengan target dan jadwal yang jelas. Jika ternyata gagal direalisa- sikan, harus ada sanksi yang tegas, tak hanya peringatan, tapi bisa berupa demosi dan pemecatan. Namun, bagi pejabat yang terbukti sukses menjalankan instruksi sesuai dengan target yang ditetapkan, atau bah- kan lebih baik, Presiden harus memberi insentif, tak sekadar pujian, bisa berupa bintang tanda jasa bagi pejabat seting- kat menteri, atau promosi jabat- an dan penaikan pangkat bagi pejabat karier. Penerapan komitmen semacam itu, fungsinya tak hanya mendorong agar instruk- si-instruksi Presiden berjalan, tapi juga amat bermanfaat untuk dijadikan rujukan pada saat dilakukan evaluasi ter- hadap pejabat publik. Untuk mengevaluasi para menteri misalnya, Presiden tak perlu membuang anggaran lebih ba- nyak dengan membentuk tim khusus semacam Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangun- an (UKP4). Presiden bisa dengan cermat mengevaluasi para pejabat di bawahnya dengan melihat fak- ta-fakta sukses atau tidaknya dalam mengemban tugas, ter- utama menjalankan instruksi dalam mengatasi masalah- masalah yang krusial. Sayangnya, yang terjadi se- lama ini, instruksi Presiden tidak dibarengi komitmen baik dari segi target waktu maupun ketentuan mengenai insentif atau sanksi bagi yang berhasil atau gagal menjalankannya. Yang tampak di permukaan, in- struksi itu tak lebih dari sekadar upaya mencari perhatian untuk membangun pencitraan. Contoh paling anyar, perihal instruksi pembubaran ormas perusuh yang baru-baru ini dilontarkan Presiden. Tanda- tanda ketidakefektifannya sudah jelas. Pertama, para pejabat terkait seperti Mendagri Gamawan Fauzi, Menkum dan HAM Patrialis Akbar, dan Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo meresponsnya secara normatif, seolah tidak ada alasan yang begitu mendesak untuk melak- sanakannya. Kedua, respons masyarakat terhadap instruksi Presiden berkebalikan dari maksud yang dikehendaki. Bukannya didukung untuk membubar- kan ormas perusuh, malah Presiden dituntut membubar- kan Ahmadiyah yang justru berkali-kali menjadi korban dari ormas perusuh. Ibarat pepatah jauh panggang dari api, Presiden maunya ke timur, respons masyarakat malah ke barat. Dari fakta-fakta itu, instruksi Presiden benar-benar meng- alami inasi, tak punya bobot politik dan berpotensi menam- bah makin banyaknya daftar ‘kebohongan’ pemerintah. Di mata rakyat, instruksi Presiden yang tak dijalankan ibarat janji yang tak ditepati. RABU, 16 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA 2 P OL KAM KOMISI Pemberantasan Ko- rupsi (KPK) mengakui penang- kapan jaksa di Kejaksaan Ne- geri Tangerang, Dwi Seno Wi- djanarko (DSW), bukan prioritas kerja KPK. “Itu kebetulan dan bukan skala prioritas KPK. Karena kami mengikuti, langsung kami laku- kan penyadapan dan penang- kapan,” kata Ketua KPK Busyro Muqoddas saat mengunjungi kantor Media Group di Jakarta, Senin (14/2). Ia menambahkan, meski nilai pemerasan dalam penangkap- an itu tidak terlalu besar, kasus itu menjadi signifikan karena terjadi praktik pemerasan oleh jaksa. “Supaya menjadi efek jera bagi penegak hukum yang lain,” tegas Busyro. Pada Jumat (11/2) malam, KPK menangkap tangan jaksa Dwi karena diduga memeras seorang pegawai bank BUMN yang khawatir dijadikan tersang- ka atas kasus yang menimpa rekan kerjanya. Saat penangkap- an, penyidik KPK dikabarkan mengamankan uang sebesar Rp50 juta dalam amplop cokelat dan terbungkus plastik. Dalam Pasal 11 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dijelaskan, KPK berwenang melakukan pe- nyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana ko- rupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelengga- ra negara, mendapat perhatian masyarakat, atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar. Busyro menegaskan, KPK masih memprioritaskan kasus yang melibatkan jumlah besar dan berpotensi membuat rak- yat melarat, termasuk skandal Bank Century dan maa pajak yang melibatkan Gayus Tam- bunan. Jaksa Agung Basrief Arief pada Senin (14/2) malam menyatakan pemberhentian sementara jaksa Dwi sudah dikeluarkan melalui Surat Keputusan Nomor VII- 001/C/02/2011 tertanggal 14 Februari 2011. “Jika sudah ada putusan tetap dari pengadilan, akan diputuskan diberhenti- kan,” katanya. Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejagung Marwan Effendi memastikan akan me- meriksa atasan langsung jaksa Dwi. “Atasan langsungnya (dari jaksa DSW) akan turut diperiksa terkait dengan pelak- sanaan pengawasan melekat,” kata dia. Selain itu, tambah dia, pihak yang dianggap mengetahui kasus yang ditangani jaksa Dwi juga akan diperiksa. “Seperti Kepala Seksi Pidana Umum dan Kasubsi Penuntutan, kare- na mereka yang mengendalikan perkara,” katanya. (*/Ant/P-1) Irvan Sihombing M ANTAN Ketua Umum Pengu- rus Besar Nah- dlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menilai pembubaran organi- sasi kemasyarakatan (ormas) yang dianggap kerap bertindak anarkistis bukan solusi efektif untuk menyetop lingkaran ke- kerasan di masyarakat. “Karena kebebasan berseri- kat dijamin. Artinya, bisa saja sekarang dibubarkan, tapi nanti pasti muncul nama baru. Misal- nya FPI dibubarkan, nanti bisa saja muncul FPI Perjuangan,” kata Hasyim di sela-sela meneri- ma kunjungan puluhan pendeta dari berbagai daerah di Jawa di Sekretariat International Confer- ence of Islamic Scholars (ICIS) Jakarta, Senin (14/2). Menurut Hasyim, jauh lebih baik jika pimpinan ormas yang dianggap keras itu diajak bicara oleh pemerintah, ditanya apa yang mereka mau dan diminta jaminan tanggung jawab mere- ka terhadap kehidupan berne- gara, NKRI, Pancasila, dan lain-lain. “Jadi, tak hanya diajak dialog, tapi diminta jaminan tak bikin sulit negara. Kalau sudah diminta jaminan tetap begitu, baru diambil langkah selanjut- nya,” kata Hasyim. Dikatakan, aturan yang me- mungkinkan pembubaran or- mas yang dianggap keras sama banyaknya dengan landasan hukum untuk membubarkan organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia. “Pasti akan ada tuntutan agar Ahmadiyah dibubarkan.” Ia mengingatkan bahwa kondisi akan bertam- bah kacau jika ormas yang dianggap keras dibubarkan, sementara Ahmadiyah justru dibiarkan. Kepada para pendeta terse- but, Hasyim mengakui isu agama memang relatif lebih mudah dan murah untuk digu- nakan sebagai penyulut konik di masyarakat, namun kerusak- an yang ditimbulkan sangat luar biasa, dan itu tidak hanya terjadi di Indonesia. “Menyulut konflik agama paling murah, cukup 2 liter bensin. Seliter untuk mem- bakar gereja, seliter untuk membakar masjid, jadilah itu konik. Menyakiti orang lain dianggap jalan menuju Tuhan,” kata Hasyim disambut tawa dan anggukan kepala para pendeta. Karena itu, lanjutnya, upaya merajut kerukunan umat ber- agama diperkuat dengan mem- bangun komunikasi personal di antara tokoh lintas agama, se- lain komunikasi kelembagaan. Respons terukur Dari Kantor Kepresidenan, Presiden Susilo Bambang Yu- dhoyono belum mengeluarkan sikap resmi terkait dengan an- caman petinggi Front Pembela Islam (FPI) Munarman untuk menggulingkan pemerintahan Yudhoyono. Ancaman itu juga ditegaskan Ketua FPI Pusat Habib Rizieq Syihab saat tablig akbar memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di Ja- karta, Senin (14/2) malam. Menurut Juru Bicara Presi- den, Julian Aldrin Pasha, SBY sudah mendengar ada salah satu ormas yang mengancam dirinya. Namun, kata Julian, SBY tidak memberikan respons secara langsung terkait ancam- an tersebut. “Presiden tidak memberikan respons secara langsung. Tentu akan ada tin- dak lanjut respons yang terukur terhadap pernyataan tersebut,” kata Julian dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Senin (14/2). Saat peringatan Hari Pers Nasional, 9 Februari lalu di Kupang, Nusa Tenggara Timur, SBY memberikan instruksi kepada aparat penegak hu- kum agar tidak segan-segan membubarkan organisasi masyarakat yang telah me- langgar hukum dan kerap berlaku anarkistis. Aparat pe- negak hukum diminta mencari jalan yang sah dan legal untuk melakukan pembubaran itu. Menurut Julian, instruksi terkait pembubaran itu sebe- narnya berlaku universal dan tidak ditujukan semata-mata kepada FPI. (Ant/P-3) [email protected] Kasus Jaksa DSW bukan Prioritas KPK Setop penggunaan isu agama untuk kepentingan politik dan ekonomi. Umat beragama jangan mau diadu domba KUNJUNGAN KPK: Pemimpin Redaksi Metro TV Elman Saragih (kanan) berbincang-bincang dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas di ruang redaksi Metro TV di Kedoya, Jakarta Barat, Senin (14/2). Kunjungan KPK ke Media Group dalam rangka silaturahim. Pembubaran Ormas tidak Efektif Islam Demokrasi NASIB negara Islam selalu tak seberuntung negara-negara Barat karena sistem dan keadaan tak pernah sinkron. Dengan begitu, sistem yang seharusnya diterapkan malah menjadi dalih politik mencari nafkah para penguasanya. Anuar Arie Kejujuran dan Kesungguhan DEMOKRASI atau apa pun namanya, yang dibutuhkan adalah kejujuran dan kesungguhan mereka yang duduk sebagai pim- pinan dalam memenuhi amanat memakmurkan dan meningkat- kan martabat nusa dan bangsa. Kelihatannya Indonesia masih digelantungi politisi busuk yang mencari nafkah, berkecimpung dalam perpolitikan untuk mendapat peluang dan kesempatan berkuasa agar dapat merampok kekayaan negara, tanpa peduli penderitaan rakyat. Kahar Zakir Terlalu Lama Memimpin TERLALU lama memimpin suatu negara akan berdampak buruk kepada kekuasaan seakan negara milik sendiri, yang lain me- ngontrak saja. M Rahmat Politik Dinasti KALAU di Indonesia, rezim seperti itu sudah lewat, tapi bisa terjadi rezim modern. Caranya, sang suami jadi presiden dua masa jabatan, lalu sang istri, lalu anaknya. Hahaha alangkah lucunya negeri ini. Ian Vladimir V Doll Konstitusi Menjamin KITA tidak perlu seperti itu karena konstitusi kita sudah mengatur masa jabatan presiden sedemikian rupa. Bintang Baihaqi Pengalihan Isu SEKARANG banyak yang menyoroti kasus Gayus atau Pandeg- lang, masalah pemerintahan tidak disoroti. Deden Nyoy Thea KEBERHASILAN rakyat Mesir menggulingkan Presiden Hosni Mubarak mulai menginspirasi warga negara lain. Pemerintah Yaman dan Aljazair ketar-ketir dan pemerintah Iran langsung pasang kuda-kuda. Bagi rakyat di tiga negara itu, pemimpin mereka harus segera turun dari jabatan karena makin menyengsarakan rakyat. Mungkinkah gerakan revolusi itu akan merembet ke Asia? Ber- ikut sejumlah pandangan yang disampaikan pembaca ke Mediain- donesia.com dan Facebook Harian Umum Media Indonesia. PENGANTAR Interupsi Selengkapnya di mediaindonesia.com Keenakan Berkuasa Lupa Rakyat MI/SUSANTO AP Inflasi Instruksi Presiden PODIUM MI/M IRFAN Hasyim Muzadi Mantan Ketua Umum PBNU Jeffrie Geovanie Anggota Komisi I DPR RI DOK PRIBADI

Transcript of RABU, 16 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA Pembubaran … filetidak akan banyak kritik keras dari...

MARI menyusun daf-tar sudah berapa ba-nyak instruksi yang

dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dan ma-ri kita cermati, berapa banyak dari instruksi-instruksi itu yang benar-benar dijalankan sebagai-mana mestinya.

Daftar itu semakin panjang karena setiap ada peristiwa yang krusial, Presiden selalu menindaklanjutinya dengan mengeluarkan instruksi yang biasanya lebih daripada satu. Pada saat merespons kritik yang dilontarkan para pemu-ka agama misalnya, Presiden mengeluarkan 12 instruksi untuk percepatan penuntasan kasus mafi a pajak dan mafi a hukum yang antara lain meli-batkan Gayus Tambunan.

Sampai saat ini, masih be-lum jelas sudah berapa dari instruksi yang dikeluarkan itu yang sudah benar-benar

direalisasikan. Kita yakin, jika semua instruksi Presiden sudah dijalankan dengan baik, tentu tidak akan banyak kritik keras dari lembaga legislatif, para pengamat, dan aktivis LSM.

Instruksi yang tanpa aksi dan janji-janji yang tidak terpenuhi membuat kredibilitas Presi-den semakin terpuruk. Kritik yang dilontarkan para pemuka agama yang menampilkan fakta-fakta kebohongan itu pun semakin nyata adanya. Jika fenomena destruktif itu terus berlanjut, bukan hanya kredibilitas yang terancam, legitimasi politik Presiden pun akan turun drastis.

Bagaimana cara mencegah agar kredibilitas dan legitimasi

Presiden tidak semakin terpu-ruk? Dibutuhkan ketegasan sikap, misalnya, pada saat mengeluarkan instruksi, pe-rintah, atau apa pun istilahnya, harus dibarengi komitmen dari aparat yang terkait untuk men-jalankannya dengan sungguh-sungguh, dengan target dan jadwal yang jelas.

Jika ternyata gagal direalisa-sikan, harus ada sanksi yang tegas, tak hanya peringatan, tapi bisa berupa demosi dan pemecatan.

Namun, bagi pejabat yang terbukti sukses menjalankan instruksi sesuai dengan target yang ditetapkan, atau bah-kan lebih baik, Presiden harus memberi insentif, tak sekadar

pujian, bisa berupa bintang tanda jasa bagi pejabat seting-kat menteri, atau promosi jabat-an dan penaikan pangkat bagi pejabat karier.

P e n e r a p a n k o m i t m e n semacam itu, fungsinya tak hanya mendorong agar instruk-si-instruksi Presiden berjalan,

tapi juga amat bermanfaat untuk dijadikan rujukan pada saat dilakukan evaluasi ter-hadap pejabat publik. Untuk mengevaluasi para menteri misalnya, Presiden tak perlu membuang anggaran lebih ba-nyak dengan membentuk tim khusus semacam Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangun-an (UKP4).

Presiden bisa dengan cermat mengevaluasi para pejabat di bawahnya dengan melihat fak-ta-fakta sukses atau tidaknya dalam mengemban tugas, ter-utama menjalankan instruksi dalam mengatasi masalah-masalah yang krusial.

Sayangnya, yang terjadi se-

lama ini, instruksi Presiden tidak dibarengi komitmen baik dari segi target waktu maupun ketentuan mengenai insentif atau sanksi bagi yang berhasil atau gagal menjalankannya. Yang tampak di permukaan, in-struksi itu tak lebih dari sekadar upaya mencari perhatian untuk membangun pencitraan.

Contoh paling anyar, perihal instruksi pembubaran ormas perusuh yang baru-baru ini dilontarkan Presiden. Tanda-tanda ketidakefektifannya sudah jelas.

Pertama, para pejabat terkait seperti Mendagri Gamawan Fauzi, Menkum dan HAM Patrialis Akbar, dan Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo

meresponsnya secara normatif, seolah tidak ada alasan yang begitu mendesak untuk melak-sanakannya.

Kedua, respons masyarakat terhadap instruksi Presiden berkebalikan dari maksud yang dikehendaki. Bukannya didukung untuk membubar-kan ormas perusuh, malah Presiden dituntut membubar-kan Ahmadiyah yang justru berkali-kali menjadi korban dari ormas perusuh. Ibarat pepatah jauh panggang dari api, Presiden maunya ke timur, respons masyarakat malah ke barat.

Dari fakta-fakta itu, instruksi Presiden benar-benar meng-alami infl asi, tak punya bobot politik dan berpotensi menam-bah makin banyaknya daftar ‘kebohongan’ pemerintah. Di mata rakyat, instruksi Presiden yang tak dijalankan ibarat janji yang tak ditepati.

RABU, 16 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA2 POLKAM

KOMISI Pemberantasan Ko-rupsi (KPK) mengakui penang-kapan jaksa di Kejaksaan Ne-geri Tangerang, Dwi Seno Wi-djanarko (DSW), bukan prioritas kerja KPK.

“Itu kebetulan dan bukan skala prioritas KPK. Karena kami mengikuti, langsung kami laku-kan penyadapan dan penang-kapan,” kata Ketua KPK Busyro Muqoddas saat mengunjungi kantor Media Group di Jakarta, Senin (14/2).

Ia menambahkan, meski nilai pemerasan dalam penangkap-

an itu tidak terlalu besar, kasus itu menjadi signifikan karena terjadi praktik pemerasan oleh jaksa. “Supaya menjadi efek jera bagi penegak hukum yang lain,” tegas Busyro.

Pada Jumat (11/2) malam, KPK menangkap tangan jaksa Dwi karena diduga memeras seorang pegawai bank BUMN yang khawatir dijadikan tersang-ka atas kasus yang menimpa rekan kerjanya. Saat penangkap-an, penyidik KPK dikabarkan mengamankan uang sebesar Rp50 juta dalam amplop cokelat

dan terbungkus plastik. Dalam Pasal 11 Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dijelaskan, KPK berwenang melakukan pe-nyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana ko-rupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelengga-ra negara, mendapat perhatian masyarakat, atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.

Busyro menegaskan, KPK masih memprioritaskan kasus yang melibatkan jumlah besar

dan berpotensi membuat rak-yat melarat, termasuk skandal Bank Century dan mafi a pajak yang melibatkan Gayus Tam-bunan.

Jaksa Agung Basrief Arief pada Senin (14/2) malam menyatakan pemberhentian sementara jaksa Dwi sudah dikeluarkan melalui Surat Keputusan Nomor VII-001/C/02/2011 tertanggal 14 Februari 2011. “Jika sudah ada putusan tetap dari pengadilan, akan diputuskan diberhenti-kan,” katanya.

Jaksa Agung Muda Bidang

Pengawasan Kejagung Marwan Effendi memastikan akan me-meriksa atasan langsung jaksa Dwi. “Atasan langsungnya (dari jaksa DSW) akan turut diperiksa terkait dengan pelak-sanaan pengawasan melekat,” kata dia.

Selain itu, tambah dia, pihak yang dianggap mengetahui kasus yang ditangani jaksa Dwi juga akan diperiksa. “Seperti Kepala Seksi Pidana Umum dan Kasubsi Penuntutan, kare-na mereka yang mengendalikan perkara,” katanya. (*/Ant/P-1)

Irvan Sihombing

MANTAN Ketua Umum Pengu-rus Besar Nah-dlatul Ulama

(PBNU) KH Hasyim Muzadi menilai pembubaran organi-sasi kemasyarakatan (ormas) yang dianggap kerap bertindak anarkistis bukan solusi efektif untuk menyetop lingkaran ke-kerasan di masyarakat.

“Karena kebebasan berseri-kat dijamin. Artinya, bisa saja sekarang dibubarkan, tapi nanti pasti muncul nama baru. Misal-nya FPI dibubarkan, nanti bisa saja muncul FPI Perjuangan,” kata Hasyim di sela-sela meneri-ma kunjungan puluhan pendeta dari berbagai daerah di Jawa di Sekretariat International Confer-ence of Islamic Scholars (ICIS) Jakarta, Senin (14/2).

Menurut Hasyim, jauh lebih baik jika pimpinan ormas yang dianggap keras itu diajak bicara

oleh pemerintah, ditanya apa yang mereka mau dan diminta jaminan tanggung jawab mere-ka terhadap kehidupan berne-gara, NKRI, Pancasila, dan lain-lain. “Jadi, tak hanya diajak dialog, tapi diminta jaminan tak bikin sulit negara. Kalau sudah diminta jaminan tetap begitu, baru diambil langkah selanjut-nya,” kata Hasyim.

Dikatakan, aturan yang me-mungkinkan pembubaran or-mas yang dianggap keras sama banyaknya dengan landasan hukum untuk membubarkan organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia. “Pasti akan ada tuntutan agar Ahmadiyah dibubarkan.” Ia mengingatkan bahwa kondisi akan bertam-bah kacau jika ormas yang dianggap keras dibubarkan, sementara Ahmadiyah justru dibiarkan.

Kepada para pendeta terse-but, Hasyim mengakui isu agama memang relatif lebih

mudah dan murah untuk digu-nakan sebagai penyulut konfl ik di masyarakat, namun kerusak-an yang ditimbulkan sangat luar biasa, dan itu tidak hanya terjadi di Indonesia.

“Menyulut konflik agama paling murah, cukup 2 liter bensin. Seliter untuk mem-bakar gereja, seliter untuk membakar masjid, jadilah itu konfl ik. Menyakiti orang lain dianggap jalan menuju Tuhan,” kata Hasyim disambut tawa dan anggukan kepala para pendeta.

Karena itu, lanjutnya, upaya merajut kerukunan umat ber-agama diperkuat dengan mem-bangun komunikasi personal di antara tokoh lintas agama, se-lain komunikasi kelembagaan.

Respons terukur Dari Kantor Kepresidenan,

Presiden Susilo Bambang Yu-dhoyono belum mengeluarkan sikap resmi terkait dengan an-caman petinggi Front Pembela Islam (FPI) Munarman untuk menggulingkan pemerintahan Yudhoyono. Ancaman itu juga ditegaskan Ketua FPI Pusat Habib Rizieq Syihab saat tablig akbar memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di Ja-karta, Senin (14/2) malam.

Menurut Juru Bicara Presi-den, Julian Aldrin Pasha, SBY sudah mendengar ada salah satu ormas yang mengancam dirinya. Namun, kata Julian, SBY tidak memberikan respons secara langsung terkait ancam-

an tersebut. “Presiden tidak memberikan respons secara langsung. Tentu akan ada tin-dak lanjut respons yang terukur terhadap pernyataan tersebut,” kata Julian dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Senin (14/2).

Saat peringatan Hari Pers Nasional, 9 Februari lalu di Kupang, Nusa Tenggara Timur, SBY memberikan instruksi kepada aparat penegak hu-kum agar tidak segan-segan membubarkan organisasi masyarakat yang telah me-langgar hukum dan kerap berlaku anarkistis. Aparat pe-negak hukum diminta mencari jalan yang sah dan legal untuk melakukan pembubaran itu.

Menurut Julian, instruksi terkait pembubaran itu sebe-narnya berlaku universal dan tidak ditujukan semata-mata kepada FPI. (Ant/P-3)

[email protected]

Kasus Jaksa DSW bukan Prioritas KPK

Setop penggunaan isu agama untuk kepentingan politik dan ekonomi. Umat beragama jangan mau diadu domba

KUNJUNGAN KPK: Pemimpin Redaksi Metro TV Elman Saragih (kanan) berbincang-bincang dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas di ruang redaksi Metro TV di Kedoya, Jakarta Barat, Senin (14/2). Kunjungan KPK ke Media Group dalam rangka silaturahim.

Pembubaran Ormas tidak Efektif

Islam DemokrasiNASIB negara Islam selalu tak seberuntung negara-negara Barat karena sistem dan keadaan tak pernah sinkron. Dengan begitu, sistem yang seharusnya diterapkan malah menjadi dalih politik mencari nafkah para penguasanya.

Anuar Arie

Kejujuran dan KesungguhanDEMOKRASI atau apa pun namanya, yang dibutuhkan adalah kejujuran dan kesungguhan mereka yang duduk sebagai pim-pinan dalam memenuhi amanat memakmurkan dan meningkat-kan martabat nusa dan bangsa. Kelihatannya Indonesia masih digelantungi politisi busuk yang mencari nafkah, berkecimpung dalam perpolitikan untuk mendapat peluang dan kesempatan berkuasa agar dapat merampok kekayaan negara, tanpa peduli penderitaan rakyat.

Kahar Zakir

Terlalu Lama MemimpinTERLALU lama memimpin suatu negara akan berdampak buruk kepada kekuasaan seakan negara milik sendiri, yang lain me-ngontrak saja.

M Rahmat

Politik DinastiKALAU di Indonesia, rezim seperti itu sudah lewat, tapi bisa terjadi rezim modern. Caranya, sang suami jadi presiden dua masa jabatan, lalu sang istri, lalu anaknya. Hahaha alangkah lucunya negeri ini.

Ian Vladimir V Doll

Konstitusi MenjaminKITA tidak perlu seperti itu karena konstitusi kita sudah mengatur masa jabatan presiden sedemikian rupa.

Bintang Baihaqi

Pengalihan IsuSEKARANG banyak yang menyoroti kasus Gayus atau Pandeg-lang, masalah pemerintahan tidak disoroti.

Deden Nyoy Thea

KEBERHASILAN rakyat Mesir menggulingkan Presiden Hosni Mubarak mulai menginspirasi warga negara lain. Pemerintah Yaman dan Aljazair ketar-ketir dan pemerintah Iran langsung pasang kuda-kuda.

Bagi rakyat di tiga negara itu, pemimpin mereka harus segera turun dari jabatan karena makin menyengsarakan rakyat.

Mungkinkah gerakan revolusi itu akan merembet ke Asia? Ber-ikut sejumlah pandangan yang disampaikan pembaca ke Mediain-donesia.com dan Facebook Harian Umum Media Indonesia.

PENGANTAR

Interupsi Selengkapnya di mediaindonesia.com

Keenakan Berkuasa Lupa Rakyat

MI/SUSANTO

AP

Infl asi Instruksi PresidenPODIUM

MI/M IRFAN

Hasyim MuzadiMantan Ketua Umum PBNU

Jeffrie GeovanieAnggota Komisi I DPR RI

DOK PRIBADI