R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII...

33
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII DPR-RI BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, RISET DAN TEKNOLOGI DAN LINGKUNGAN HIDUP Tahun Sidang : 2012-2013 Masa Persidangan : I Rapat ke- : - Jenis Rapat Sifat Rapat Rapat Dengan : : : RDPU Terbuka Pakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho) Hari/Tanggal : Rabu, 3 Oktober 2012 W a k t u : Pukul 11.26 s.d 13.33 WIB T e m p a t : Ruang Rapat Komisi VII, Gedung Nusantara I Jl. Jend. Gatot Subroto – Jakarta Ketua Rapat : H. Achmad Farial (Wakil Ketua Komisi VII DPR RI) Didampingi : - Drs.Ir.H.Sutan Bhatoegana,MM(Ketua Komisi VII DPR-RI) - Zainudin Amali, SE (Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI) - Drs. Effendi MS Simbolon (Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI) Sekretaris Rapat : Dr. Dewi Barliana S., M.Psi. (Kabagset Komisi VII DPR RI) Didampingi: - Reny Amir, SH., MM., M.Li (Kasubag Rapat) - Suharyanto, BPA (Kasubag TU) - Rachmat Hidayansyah (Tenaga Ahli) - Bisman Bachtiar (Tenaga Ahli) - Komarul Ramdan (Tenaga Ahli) A c a r a : RUU Tentang Keantariksaan 1

Transcript of R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII...

Page 1: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN

KOMISI VII DPR-RI BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, RISET DAN TEKNOLOGI DAN

LINGKUNGAN HIDUP

Tahun Sidang : 2012-2013 Masa Persidangan : I Rapat ke- : - Jenis Rapat Sifat Rapat Rapat Dengan

: : :

RDPU Terbuka Pakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

Hari/Tanggal : Rabu, 3 Oktober 2012 W a k t u : Pukul 11.26 s.d 13.33 WIB T e m p a t : Ruang Rapat Komisi VII, Gedung Nusantara I

Jl. Jend. Gatot Subroto – Jakarta Ketua Rapat : H. Achmad Farial

(Wakil Ketua Komisi VII DPR RI) Didampingi :

- Drs.Ir.H.Sutan Bhatoegana,MM(Ketua Komisi VII DPR-RI)

- Zainudin Amali, SE (Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI)

- Drs. Effendi MS Simbolon (Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI) Sekretaris Rapat : Dr. Dewi Barliana S., M.Psi.

(Kabagset Komisi VII DPR RI) Didampingi:

- Reny Amir, SH., MM., M.Li (Kasubag Rapat)

- Suharyanto, BPA (Kasubag TU)

- Rachmat Hidayansyah (Tenaga Ahli)

- Bisman Bachtiar (Tenaga Ahli)

- Komarul Ramdan (Tenaga Ahli) A c a r a : RUU Tentang Keantariksaan

1

Page 2: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

H a d i r : ANGGOTA DPR RI: 48 dari 51 orang Anggota dengan rincian: 1. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT 12 dari 14 orang Anggota;

1. Drs. Ir. H. Sutan Bhatoegana, MM 2. Drh. Jhonny Allen Marbun, MM 3. H. Teuku Riefky Harsya 4. H.Tri Yulianto, SH 5. H. Sutan Sukarnotomo 6. Ir. S. Milton Pakpahan, MM 7. Teuku Irwan 8. Hj. Siti Romlah 9. I Wayan Gunastra 10. Ir. Asfihani 11. Didik Salmijardi 12. Juhaini Ali, SH., MM

2. FRAKSI PARTAI GOLKAR 10 dari 10 orang Anggota;

1. Zainudin Amali, SE 2. DR. H. M. Azwir Dainy Tara, MBA 3. Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, MBB 4. Bobby Adhityo Rizaldi, SE., MBA., CFE 5. H. Gusti Iskandar Sukma Alamsyah, SE 6. H. Dito Ganinduto, MBA 7. S. W. Yudha, M.Sc 8. Gde Sumarjaya Linggih, SE 9. Halim Kalla 10. Dr. H. M. Markum Singodimejo

3. FRAKSI PDI PERJUANGAN 8 dari 8 orang Anggota;

1. Drs. Effendi MS Simbolon 2. Daryatmo Mardiyanto 3. Ir. Nazarudin Kiemas 4. Ir. Isma Yatun 5. Rachmat Hidayat 6. Dewi Aryani Hilman 7. Ir. Bambang Wuryanto, MBA

2

Page 3: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

8. Irvansyah 4. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

5 dari 5 orang Anggota; 1. Achmad Rilyadi, SE 2. Andi Rahmat, SE 3. H. Rofi Munawar, Lc 4. Fahri Hamzah, SE 5. Drs. M. Martri Agoeng

5. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL 4 dari 4 orang Anggota;

1. H. Totok Daryanto, SE 2. Ir. Alimin Abdullah 3. H. Muhammad Syafrudin, ST., MM 4. H. Jamaluddin Jafar, SH., MH

6. FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN 4 dari 4 orang Anggota;

1. H. Achmad Farial 2. Dra. Hj. Wardatul Asriah 3. Hj. Irna Narulita, SE., MM 4. Tommy Adrian Firman

7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA 3 dari 3 orang Anggota;

1. H. Bambang Heri Purnama 2. H. Agus Sulistyono, SE 3. Ir. Nur Yasin, MBA

8. FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA 1 dari 2 orang Anggota;

1. Saifuddin Donodjoyo 9. FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT

1 dari 1 orang Anggota. 1. Drs. M. Ali Kastella. M.MT

PEMERINTAH Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho

3

Page 4: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

KETUA RAPAT/F.PPP (H. ACHMAD FARIAL) : Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Salam Sejahtera untuk kita semua. Yang kami hormati Bapak dan Ibu Anggota Komisi VII DPR RI, Yang kami hormati Bapak Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, Profesor, maaf Pak, Yang kami hormati Bapak Prof juga, oh belum, Pak DR. Arifin Nugroho, dan Hadirin yang berbahagia,

Sesuai dengan undangan yang telah kami sampaikan dan berdasarkan jadwal acara Rapat Komisi VII DPR RI Masa Sidang I Tahun Sidang 2012-2013 pada hari ini kita akan melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Bapak Prof. DR. Ida Bagus Rahmadi dan Bapak DR. Arifin Nugroho, dengan agenda pelaksanaan fungsi legislasi terkait Rancangan Undang-Undang tentang Keantariksaan. Berdasarkan data dari Sekretariat Komisi VII DPR RI bahwa jumlah Anggota Komisi VII DPR RI yang telah menandatangani daftar hadir sebanyak 20 orang. Oleh karena itu rapat ini kami buka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 11.26 WIB) Kami tawarkan rapat ini sampai Pukul 13.00 WIB,

Setuju ya. (RAPAT : SETUJU)

Bapak dan Ibu yang kami hormati, Presiden RI telah menyampaikan rancangan Undang-Undang tentang Keantariksaan melalui Surat Nomor R.36/Pres/04/2012 pada tanggal 11 April 2012 yang dilandasi bahwa antariksa merupakan ruang beserta isinya yang terdapat diluar ruang udara. Serta yang mengelilingi dan melingkupi ruang udara. Sementara ini peraturan perundang-undangan belum mengatur secara terpadu komprehensif dan yang cukup untuk menjadi landasan hukum bagi penyelenggaraan keantariksaan. Untuk itu DPR RI dalam hal ini Komisi VII akan melakukan pembahasan RUU Keantariksaan tersebut bersama Pemerintah. Berkaitan dengan hal tersebut pada kesempatan ini kami mengundang Bapak Profesor DR. Ida Bagus Rahmadi Supancana dan Bapak DR. Arifin Nugroho sebagai pakar untuk dapat memberikan masukan dan pemaparan tentang RUU Keantariksaan. Maksud dari pakar ini nantinya akan menjadi dan berguna sebagai referensi dan pertimbangan bagi Anggota Komisi VII DPR RI dalam proses pembahasan RUU bersama Pemerintah. Selanjutnya kami persilakan kepada Profesor Ida Bagus Rahmadi Supancana dan dilanjutkan dengan bapak DR. Arifin Nugroho untuk menyampaikan paparan, masukannya yang akan dilanjutkan dengan sesi pendalaman. Kami informasikan sebelumnya, kami sudah dapat masukan juga dari Profesor Hikmahanto dan Bapak DR. Hatif, sebelumnya kami sudah

4

Page 5: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

mendapat masukan. Untuk itu kami persilakan untuk Bapak Prof. Ida Bagus untuk menyampaikan. Waktu kami persilakan.

PAKAR (PROF. IDA BAGUS RAHMADI SUPANCANA) : Terima kasih Bapak Pimpinan.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Salam Sejahtera untuk kita semua. Pimpinan dan Anggota Dewan yang terhormat,

Saya baru menerima undangan ini kira-kira dua hari yang lalu, sehingga dalam waktu yang singkat saya mencoba secara optimal untuk bisa memberikan masukkan kepada RUU Keantariksaan ini. Dan dalam rangka memberikan masukkan itu kami buat dalam bentuk pointers dalam power point, dengan judul “Mewujudkan Undang-Undang Keantariksaan Visioner yang Bertumpu Pada Kepentingan Nasional dan Berstandar Internasional”. Jadi ada tiga aspek yang ingin saya sampaikan dalam konteks itu, yaitu satu, undang-undang yang visioner, kedua, tentu saja betumpu kepada kepentingan nasional tetapi juga berstandar internasional. Kami mulai dari pengantar. Kita ingat kalau dibandingkan dengan negara-negara yang maju terutama setelah peluncuran Sputnik I tahun 1957. Indonesia termasuk salah satu negara yang mempunyai visi keantariksaan yang tidak jauh dibandingkan dengan Amerika Serikat. Amerika Serikat punya Nassa X 1958. Indonesia punya Keputusan Presiden pada zaman Presiden Soekarno pada tahun 1963, yang mendirikan Dewan Penerbangan dan Antariksa Republik Indonesia dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Republik Indonesia. Ini adalah visi yang penting yang juga harus menjadi latar belakang kita ketika kita membicarakan mengenai RUU Keantariksaan. Pada Era Presiden Soeharto, kita juga melihat bahwa fisika antariksa itu dilaksanakan dengan Peluncuran Satelit Palapa Tahun 1976 dan kita adalah negara berkembang pertama yang menggunakan sistem komunikasi satelit domestik pada waktu itu. Visi dan misi keantariksaan ini harus menjiwai Rancangan Undang-Undang Keantariksaan kita. Kemudian selanjutnya, sebagai negara kepulauan archipelago states kita tidak mungkin menghubungkan wilayah satu sama lain itu dengan menggunakan cable, tidak mungkin. Dan satu-satunya teknologi yang sangat baik untuk bisa menghubungan kita menjadi suatu negara kesatuan Republik Indonesia adalah penggunaan satelit baik untuk kepentingan komunikasi, broadcasting dan sebagainya. Oleh karena itu meskipun antariksa atau autospace itu tidak tunduk kepada kepentingan nasional bukan bagian dari sovereignity dari negara kolong atau substion state, tetapi kita punya kepentingan yang harus terus-menerus kita perjuangkan atas antariksa. Kemudian kita juga melihat bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi antariksa beserta aplikasinya untuk kepentingan nasional kita itu, juga dirumuskan baik dalam landasan hukum yang kita lihat di alenia 4 konstitusi ktia, maupun dalam serangkaian kebijakkan. Saya

5

Page 6: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

bisa menyebutkan beberapa kebijakan yang mungkin perlu kita perhatikan yaitu konsepsi kedirgantaran nasional yang pada waktu itu dihasilkan dari kongres Kedirgantaraan Nasional Indonesia. Kemudian juga ada kebijakan umum jangka panjang kedua. Ada posisi dasar Republik Indonesia tentang geostitionary orbit. Ada sidang-sidang Dewan Penerbangan Antariksa yang dua kali diselenggarakan, yang langsung dipimpin oleh Presiden. Dan dua kongres Kedirgantaran Nasional. Saya rasa landasan hukum dan kebijakan itu juga harus menjadi dasar bagi pengembangan Undang-Undang Keantariksaan kita. Visi, kepentingan, maupun landasan hukum dan kebijakan itulah yang kemudian kita harus wujudkan dalam suatu Undang-Undang Keantariksaan yang visioner yang bertumpu kepada kepentingan nasional tetapi juga harus sesuai dengan standar internasional yang berlaku. Itu adalah pengantar kami.

Dan kami sekarang masuk kepada masukan. Masukan, pertama masukan yang bersifat umum. Ketika kita mau mengatur kegiatan keantariksaan, maka pertama-tama kita perlu memahami Iptek Keantariksaan beserta aplikasinya. Mungkin ke-2a Pak disitu mungkin 2a, bukan 2e, boleh di 2a iya. Pertama yang harus kita pahami adalah bahwa space technology itu dual technology, dan space technology itu sebetulnya basisnya adalah military base technology. Dual technology dalam arti bisa digunakan untuk kepentingan military tapi juga digunakan untuk kepentingan sipil and komersil. Kemudian yang kedua ilmu pengetahuan dan teknologi keantariksaan ini termasuk didalam klasifikasi sensitif teknologi. Jadi kalau kita memperhatikan negara-negara besar tidak ingin terjadi proses pruliflasi terhadap sensitif teknologi, apakah itu nuklir teknologi apakah itu space technology, dan mereka mempunyai suatu rezim disana yang namanya MTCR, Misar

Technology Contrology. Ini suatu rezim diantara elite negara-negara dibidang keantariksaan yang mencoba untuk membatasi polifrasi dari teknologi sensitif ini kepada negara-negara lain. Dan kita adalah salah satu negara yang harus menghadapi kepada keadaan tersebut. Kemudian Iptek Keantariksaan juga adalah merupakan teknologi yang uteral, yang bisa diaplikasikan untuk berbagai kepentingan. Sangat mudah untuk mengkonversi form military

institusi and commercil dan sebaliknya form sipil and commercial untuk military purposes itu sangat mudah. Disamping itu karakteristik dari Iptek Keantariksaan ini juga kita perlu tahu. Pertama adalah ini memang sesuatu yang sifatnya secara teknology kemudian kedua tentu saja high cost, dan ketiga tentu saja high list, keempat, ini sifatnya extra hazardous, ultra hazardous

activities. Jadi punya aspek-aspek yang terkait dengan persoalan lingkungan dan yang terakhir adalah sifatnya yang trans national atau accross national border. Oleh karena itu maka aspek ini harus kita perhatikan. Karena sifat trans nasional dari kegiatan keantariksaan. Kita bisa bayangkan ketika kita meluncurkan satu satelit atau roket dalam waktu yang singkat langsung bisa masuk diatas wilayah negara lain. Jadi ada aspek-aspek internasionalnya. Oleh karena itu

6

Page 7: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

maka kita membutuhkan, kita langsung ke 2b suatu Undang-Undang Keantariksaan yang visioner. Jadi bukan suatu undang-undang yang jangka waktunya hanya cukup 5 tahun, tetapi kita harus bisa membayangkan undang-undang ini bisa diterapkan minimal untuk 25 sampai 30 tahun. Dan untuk itu maka kita perlu mempunyai pemahaman dan perumusan yang tepat mengenai apa yang sebetulnya menjadi kepentingan nasional kita terhadap kegiatan keantariksaan, baik dalam konteks sekarang maupun dalam konteks yang akan datang. Jadi dimana kita memposisikan Indonesia dalam konteks base activity sekarang dan dimasa-masa yang akan datang. Demikian pula kita juga perlu mengantisipasi perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi antariksa beserta aplikasinya. Kalau dulu orang membedakan secara khusus ini adalah spaces craft, kemudian ini R craft, dua-duanya punya rezim hukum yang berbeda tetapi dalam jangka waktu tidak lebih dari 10 tahun lagi akan berhadapan dengan apa yang disebut dengan arus base plain misalnya. Jadi satu wahana antariksa yang memenuhi kualifikasi baik sebagai R Craft maupun sebagai space craft. Bagaimana perkembangan ini harus diatur dalam konteks pengaturan RUU Keantariksaan misalnya, ini perlu kita antisipasi. Dan yang paling penting undang-undang yang visioner ini yang melanjutkan visi yang sangat hebat dari founding faders kita adalah mampu mendorong kemandirian Indonesia baik dalam pengembangan Iptek maupun dalam aplikasi Iptek Keantariksaan bagi kemaslahatan bangsa. Selanjutnya saya ke-2c. Didalam perumusan ini saya perlu bertumpu pada kepentingan nasional, saya rasa bukan perlu tapi harus bertumpu kepada kepentingan nasional tetapi juga tidak bertentangan dengan standar internasional yang berlaku. Sesuatu yang perlu kita pahami dalam konteks kepentingan nasional Indonesia, pertama adalah Indonesia sebagai negara yang mempunyai specific geografy constitution. Negara katulistiwa yang paling panjang diantara semua negara katulistiwa yang lainnya mungkin kita 1/8 dari garis ekuatorial. Kemudian kita negara kepulauan yang sangat membutuhkan space science and technology dan aplikasinya. Dan kebetulan diorbit geostationer tepat diatas kita itu adalah orbit yang paling tepat untuk menempatkan satelit-satelit yang seolah-olah mempunyai posisi fix terhadap permukaan bumi. Jadi ketika dia terjadi pergerakan rotasi bumi, dia seolah-olah berada di titik yang sama. Dengan demikian maka merupakan satu tempat yang paling ideal untuk penempatan fix satelite services. Akan tetapi problemnya adalah bahwa orbit ini adalah limited natural resource, sumber daya alam yang terbatas. Dan ini perlu di manage dalam konteks kepentingan internasional, tetapi juga dalam konteks kepentingan nasional. Selanjutnya yang perlu kita pahami dalam konteks kepentingan nasional adalah, Indonesia adalah besuster pro country, karena Indonesia adalah besuster pro country maka aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya bisa juga kita manfaatkan untuk melakukan mitigasi bencana dan lain sebagainya. Dan dalam konteks itu banyak instrumen internasional ada tampir convention air, ITU, ada spider-nya dari united nation commitee on visualises of auto

7

Page 8: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

space yang mungkin belum terakomodasikan baik didalam naskah akademik maupun didalam RUU, ini sesuatu yang perlu kita perhatikan. Kemudian ada juga standar internasional yang perlu diperhatikan. Saya kebetulan secara pribadi sudah memperkenalkan naskah akademik tentang keantariksaan kita didalam berbagai forum internasional itu sudah sejak tahun 2003. Sejak work shop-nya PBB di Taicion di Korea, kemudian saya lanjutkan di Malaysia, kemudian saya lanjutkan di Bejing, saya lanjutkan di Chiangmay, di Bangkok dan lain sebagainya. Disitu kita memperoleh banyak masukan mengenai apa yang seharusnya menjadi minimum standar dari suatu legislasi nasional suatu negara dalam kegiatan keantariksaan. Jadi ada common element dari berbagai rancangan undang-undang Keantariksaan di berbagai negara yang perlu kita ambil sebagai common

element yang mencerminkan standar internasional yang terkait dengan kegiatan keantariksaan. Standar internasionalnya itu misalnya soal safety, security, liability, national licency system,

registration, jurisdiction, dan lain sebagainya. Jadi kami menemukan berbagai common element yang harus ada sebagai suatu standar internasional dari suatu national space legislation, atau aturan nasional. Oleh karena itu maka ketika kita akan mengembangkan satu aturan nasional dan memang adalah kedaulatan suatu negara mengembangkan aturan nasional dibidang keantariksaan, kita usahakan sejauh mungkin tidak in conflict dengan standar internasional yang berlaku yang sudah diakui oleh berbagai negara. Kita punya contoh yang sederhana saja di dunia penerbangan misalnya. Ketika kita tidak complain dengan aturan-aturan dari international civil organitation yang terkait dengan keselamatan penerbangan, maskapai kita pernah di banned, dilarang terbang ke uni eropa dan lain sebagainya. Jadi ini adalah standar-standar internasional yang perlu kita perhatikan ketika kita mengembangkan suatu Undang-Undang tentang Keantariksaan.

Selanjutnya di 2d, silakan 2d, ya terima kasih. Maka yang perlu kita lakukan adalah harmonisasi disamping harmonisasi antara RUU ini dengan existing law kita, existing national law, tetapi juga harmonisasi antara ruu ini dengan aturan-aturan internasional, baik yang sudah kita ratifikasi, yang sudah kita transform dari international lawment apart of ....law kita, maupun yang belum kita ratifikasi. Baik yang berbentuk hard lost international convention british dan lain sebagainya, maupun yang dalam bentuk soft law, ada model law, ada guide line, ada curve

conduct, ada principle dan lain sebagainya, ini perlu kita perhatikan. Dalam konteks itu kita memang secara teoritik ada dua pendekatan, ada dua teori yang digunakan. Yang satu namanya dualisman dalam konteks hubungan antara hukum nasional dan internasional. Teori dualisman mengatakan bahwa internasional law dan national law adalah dua sistem hukum yang berbeda. Sehingga tidak mungkin ada konflik. Kemudian ada pandangan lain yang namanya pandangan monoisme, pandangan monoisme yang mengatakan bahwa national law dan international law itu satu sistem hukum tapi tinggal tergantung mana yang lebih tinggi. Apakah hukum nasional

8

Page 9: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

mengatasi hukum internasional, ini namanya monoisme dengan privat hukum nasional, atau kah hukum internasional mengatasi hukum nasional, ini sebetulnya monoisme dengan primat hukum internasional. Dalam konteks itu kita sekarang belum jelas. Jadi sering kali terjadi, kita meratifikasi suatu instrument internasional, dan pada saat ratifikasi tentu kita telah sudah mengkaji urgensi dan lain sebagainya. Tetapi ketika dilaksanakan dan berbenturan dengan aturan yang lain, kita cenderung untuk mementahkan kembali perjanjian internasional yang sudah kita ratifikasi. Bagi dunia internasional ini tidak menunjukkan kematangan kita sebagai suatu negara. Jepang misalnya mengatakan kalau ada konflik of non antara international law dengan national law. Terutama international law yang sudah diratifikasi, maka Jepang akan menempatkan hukum nasionalnya sebagai sub koordinasi kecuali konstitusi. Jadi hanya konstitusi yang tidak boleh. Tetapi ketika suatu perjanjian internasional sudah diratifikasi, sudah disahkan artinya ditransformasikan menjadi hukum nasional harusnya dihormati sebagai apart of national law itu sendiri, ini yang nantinya persoalan harmonisasi itu menjadi penting karena didalam konteks kegiatan keantariksaan kita sudah meratifikasi berbagai perjanjian internasional apakah itu spacetility, apakah liability convention, atau secure agremeent dan lain sebagainya.

Kemudian saya lanjutkan kepada yang e, ruang lingkup pengaturan yang komprehensif, ini semacam suatu chek list saja. Suatu undang-undang Keantariksaan yang ideal dia mestinya memuat norma-norma dalam konteks nasional tetapi juga dalam konteks internasional, juga yang sifatnya publik maupun yang sifatnya privat. Jadi ini menunjukkan suatu pendekatan yang komprehensif dari sisi pengaturan.

Kemudian yang kedua, kita juga bisa melihat RUU itu secara substansi dari sisi temporal, fungsional, personal maupun geografis. Temporal itu terkait dengan jangka waktu. Juga ada aturan peralihan, ada aturan-aturan lainnya, dan juga jangka waktu dari keberlakuan undang-undang ini yang kita harapkan panjang. Dari sisi fungsional, bisa mengcover semua kegiatan yang eksisting maupun yang akan timbul dari kegiatan keantariksaan, personal itu mengatur apakah itu yang diatur badan hukum, apakah yang diatur itu govermentel agensis, apakah yang diatur itu private sector dan bahkan individual, tidak ada yang terlepas dari pengaturan.

Dan kemudian yang keempat adalah aspek geografis, jadi mengcover suatu geografi tertentu dalam konteks pemberlakuan undang-undang. Dan didalam lingkup pengaturan itu juga harus ada tentu aspek-aspek pengaturan. Jadi ada technical regulation, ada juridical regulation, ada administratif regulation maupun hal-hal yang sifatnya economical regulation. Ini hanya sebagai chek list untuk melihat apakah RUU kita adalah RUU yang sudah komprehensif, intens

of substion. Kemudian kita lanjutkan ke 2f. Kita mengahrapkan karena ini adalah undang-undang

yang visioner, undang-undang yang mengakomodasikan kepentingan nasional tetapi berstandar internasional. Undang-undang ini haruslah output looking. Kalau undang-undang ini inward

9

Page 10: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

looking maka kita akan susah untuk mengakomodasikan kepentingan nasional kita dalam konteks hubungan internasional. Sebaliknya kalau kita output looking maka ini akan mempermudah pergaulan internasional kita. Dalam konteks output looking kita perlu memperhatikan prinsip, norma, dan standar internasional yang berlaku baik yang bersumber dari hard lost maupun soft law. Sebagai informasi dulu pernah ada suatu perkembangan yang namanya progresive development of international law. Dalam konteks progresive development of

international law itu sebanyak mungkin dibuat perjanjian internasional sebagai primary sources of

international law. Akan tetapi ternyata ketika terjadi bepolarisasi politik timur dan barat tidak banyak bisa dicapai perjanjian internasional sebagai primary sources of international law yang merupakan hard lost. Akhirnya dihasilkan beberapa bentuk soft law. Didalam kegiatan keantariksaan kita bisa lihat ada soft law misalnya principle governing direct television

broadcasting. Principle governing remote sensing by satelite, principle governing international

cooperation, principle governing nuclear power sources and auto space dan lain sebagainya. Jadi dalam konteks output looking itu kita perlu memperhatikan norma, standar prinsip yang berlaku. Dan tentu saja harus berdasarkan internasional base practices and common practices. Jadi kita tidak membuat suatu undang-undang yang kemudian oleh dunia internasional dianggap ini undang-undang ini agak aneh. Jadi is not in the cordon switch international base practices and common practices. Kita arahkan kepada yang.

Kemudian kenapa kita ingin ini tidak in work looking, agar kita tidak terjebak didalam pengaturan suatu undang-undang yang hanya memberikan justifikasi atau legitimasi terhadap keberadaan dan kewenangan suatu lembaga. Jadi kita melihatnya soal kelembagaan itu dalam berbagai aspek yang luas. Itu adalah beberapa masukan umum yang bisa kami sampaikan kemudian kami lanjutkan dengan masukkan yang bersifat khusus. Kami mohon maaf karena less

than dua hari itu saya tidak bisa membaca secara lengkap naskah akademik dan RUU-nya. Tetapi saya ada beberapa hal yang ingin disampaikan terkait dengan naskah akademik maupun RUU itu.

Yang pertama terkait dengan penajaman naskah akademik. Naskah akademik sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban ilmiah terhadap suatu rancangan undang-undang itu harus dipertajam. Dipertajam dalam pengertian dimutakhirkan dari sisi informasi dan datanya, tapi juga dipertajam dari sisi analisisnya.

Saya melihat didalam nashkah akademis meskipun cukup tebal, akan tetapi naskah akademis itu seolah-olah kompilasi. Padahal naskah akademis itu haruslah sesuatu yang sifatnya tajam, bisa memberikan latarbelakang urgensi kemudian prinsip yang berlaku, kemudian jadi kalau suatu naskah akademik demikian ideal maka ketika naskah akademik itu dibaca seorang legal drafter akan dengan mudah menjadikan itu menjadi suatu rumusan norma. Kita mengharapkan bawa naskah akademik ini lebih dibuat consist, tidak terlalu kesana-kemari, tidak hanya merupakan kompilasi tetapi lebih fokus kepada norma-norma yang kemudian akan diatur.

10

Page 11: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

Dalam konteks itu juga perlu ada kejelasan tentang konsistensi model pengaturan. Jadi sebelum tahun 2003 saya melakukan penelitian dengan melakukan komparatif analisis terhadap undang-undang Keantariksaan diberbagai negara United State, Australia, Swedia, Inggris, dan South Africa. Dari situ saya memperoleh, yang pertama adalah common element dari substansi atau materi yang diatur didalam suatu national space legislation. Yang kedua, kita menemukan ada model regulasi yang macam-macam, kalau kita mencermati as back-nya Australia itu general dan detail jadi comprehensive and very detail. Jadi itu Undang-Undang Keantariksaan di dunia yang paling detail itu adalah Australia. Tapi ada juga pola Rusia, pola Rusia itu umum, sifatnya comprehensive umum. Ada pola, misalnya pola Prancis, ada yang menggunakan pola mengatur secara spesifik kegiatan-kegiatan tertentu, misalnya kegiatan peluncuran, atau kegiatan remote sensing tetapi diatur secara sangat rinci. Kalau kita memilih salah satu model dari model legislasi seperti itu maka memang perlu ada konsistensi, konsistensi di dalam penerapan model pengaturan tersebut. Kalau saya baca dari RUU Keantariksaan ini kita kelihatannya menggunakan modelnya Rusia. Bukan Russian rollet, tapi Russian models dari space act kita.

Kemudian dari naskah akademik juga, saya menemukan bahwa perlu ada pemutakhiran data dan informasi. Data tentang berbagai instrument international yang the letes one bahkan yang sampai 2012 itu harusnya ada. Karena 2012 kemarin di Berlin pada Bulan April itu dihasilkan suatu protokol yang sangat penting dalam konteks keantariksaan namanya protocol

lost space asset. Ini merupakan suatu protokol dari convention on international interest in mobile

equipment .... tahun 2001. Ini belum menjadi perhatian didalam naskah akademik ini, tentu dari waktu ke waktu ini perlu kita harus detilkan.

Kemudian juga penajaman analisis, dan saya mengharapkan ketika kita melakukan harmonisasi dan sinkronisasi baik terhadap aturan nasional, maupun terhadap aturan internasional itu mungkin sebaiknya dibuat semacam comparative table. Jadi ini ketentuan pasal ini keterkaitannya nanti dengan ketentuan pasal apa dari Undang-Undang Telekomunikasi, misalnya ketentuan apa dari undang-undang Sisnasiptek dan lain sebagainya. Sehingga kita tahu apakah aturan ini berpotensi untuk kontradiksi atau multi tafsir atau redunden dengan aturan-aturan yang lain. Ini harus dibuat didalam suatu comparative table yang bisa memberikan satu analisis yang lebih rinci. Demikian juga terhadap perjanjian-perjanjian internasional yang sudah diratifikasi dengan instrument nasional, apakah dengan undang-undang maupun dengan peraturan presiden.

Kemudian yang kedua, itu 3a sudah sekarang ke 3b. Oke mohon, iya penajaman naskah akademik sudah sekarang ke 3b. Ini sistem lisensi nasional menurut saya sutatu hal yang sangat penting kita perhatikan. Kalau di Amerika suatu perusahaan yang akan melakukan kegiatan keantariksaan, maka sebelum izin itu diberikan mereka melakukan test. Yang pertama adalah national security test. Jadi apakah kegiatan ini berpotensi, bertentangan dengan kepentingan nasional of United State. Yang kedua melakukan public intersat test. Dan yang ketiga melakukan

11

Page 12: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

safety test. Jadi lisensi itu baru bisa diberikan hanya apabila itu dipenuhi. Dalam konteks security

test misalnya di Amerika didalam prakteknya, mereka akan memberikan izin suatu perusahaan untuk melakukan kegiatan keantariksaan, tapi dengan syarat, kalau dibutuhkan untuk kepentingan national security of united state maka meskipun kegiatannya adalah civil and

commercil maka bersedia untuk di converted untuk kepentingan nasional, untuk kepentingan security. Jadi ketika terjadi perang teluk di Irak, kemudian dan lain sebagainya, perusahaan-perusahaan mereka dibidang global position and system, dibidang remote sensing dengan resolusi yang tinggi itu dipakai oleh pemerintahnya untuk menggolkan misinya Pemerintah Amerika Serikat. Jadi ini sistem lisensi ini menjadi sesuatu yang sangat penting.

Yang kedua disamping soal safety and security, maka sistem lisensi itu juga penting dalam konteks mengatasi persoalan tanggung jawab yang terkait dengan kerugian. Saya tadi katakan bahwa space activity itu adalah ultra hazardous dan ekstra hazardous activity. Jadi kemungkinan kerugiannya itu besar. Di Amerika misalnya mereka malah sebelum lisensi itu diberikan mereka memberikan assesment, potential risk secara ekonomi yang bisa ditimbulkan dari suatu kegiatan itu berapa ratus juta US dollar, dan perusahaan itulah yang diminta untuk cover premium asuransi, sehingga kalau terjadi suatu kejadian, maka in the first instance asuransi inilah yang akan mengcover kerugian. Kalau jumlahnya lebih besar dari pada kerugian yang di-cover oleh asuransi, maka itu ditanggung oleh negara sebagai bagian dari state

responsibility, tanggung jawab negara. Oleh karena itu saya melihat bahwa sistem lisensi nasional ini tidak menonjol didalam RUU Keantariksaan ini. Ada di sana-sini izin peluncuran tapi ini harusnya merupakan suatu sistem lisensi nasional yang sangat integrated. Dan sistem lisensi nasional ini juga sangat penting didalam manajemen limited national resource. Jadi orbital slot

and est frequencies itu adalah limited national resource yang harus dikelola secara baik dalam suatu sistem lisensi nasional. Itu terkait dengan sistem lisensi nasional.

Kemudian yang kedua terkait dengan sistem pendaftaran nasional. Saya temukan didalam RUU ini ada pengatur mengenai masalah pendaftaran di Bab VII Pasal 69 dan 70. Ketika saya baca ternyata sistem pendaftaran yang diatur disitu hanya sistem pendaftaran untuk peluncuran benda antariksa sesuai dengan registration convention tahun 1975, jadi hanya tentang markingnya dan lain sebagainya untuk mengidentifikasi benda yang diluncurkan ke ruang angkasa. Padahal dalam suatu sistem pendaftaran nasional dalam pandangan saya ada tiga hal. Yang pertama adalah betul sistem pendaftaran bagi peluncuran benda angkasa berdasarkan registration convention yang kita sudah ratifikasi, tapi yang kedua, juga terkait dengan sistem pendaftaran terkait dengan penggunaan slot di orbitnya maupun frekuensi khusus yang digunakan untuk kepentingan. Jadi semua ter-record dengan baik. Dan yang ketiga, sistem pendaftaran yang terkait dengan omsit atau related rise. Saya tadi katakan bahwa Bulan April lalu di Berlin sudah di dalam diplomatic conference sudah dihasilkan suatu protocol of space

asset. Protocol of space asset ini mengatur mengenai hubungan antara kreditur dengan debitur

12

Page 13: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

dalam konteks space financing pembiayaan, kegiatan keantariksaan. Dan disitu dikatakan bahwa kepentingan dari pada kreditur itu diakui sebagai hak yang didahulukan. Demikian juga kalau nanti terjadi transfer of registration, transfer of owner ship maka masalah sistem pendaftaran itu menjadi sangat penting. Jadi didalam RUU ini saya lihat substansi itu belum ada. Dua aspek itu belum ada didalam RUU itu terkait dengan sistem pendaftaran.

Kemudian yang 3d, sistem nasional sudah, sekarang sistem pertanggungjawaban. Dalan kegiatan keantariksaan yang paling penting itu adalah masalah pertanggungjawaban, jadi katanya the hard of the issue. Disini diatur saya lihat dalam Bab X, tentang tanggungjawab dan kerugian, tetapi menurut saya harusnya diatur secara lebih elabority. Karena terkait dengan pertanggungjawaban ini kita, ketika kita meratifikasi liability convention tahun 1972, itu convention on international liability for damage cost by space object maka itu adalah suatu mekanisme international mengenai ganti rugi yang sifatnya internasional. Sekarang kita bayangkan, kalau Lapan meluncurkan satelit gagal jatuh diwilayah sendiri atau kita mengoperasikan airport space transportation system di Biak, kemudian merugikan warga negara kita sendiri, apakah kita punya aturan nasional mengatur mengenai hal itu. Jadi meratifikasi liability convention itu baru norma yang terkait dengan international liability, tetapi national liability nya harus diatur. Di Amerika misalnya meskipun mereka meratifikasi suatu konvensi tertentu tetapi mereka punya aturan sendiri yang mengatur mengenai bagaimana sistem dan mekanisme tanggungjawab ketika kegiatan keantariksaan itu menimbulkan kerugian. Misalnya mereka pakai federal troklink act FTCA sebagai dasar hukum. Menurut saya sistem pertanggungjawaban itu juga harus kita perhatikan.

Dan terakhir mungkin harapan kedepan untuk mengakhiri ini nanti kalau ada hal-hal yang lain bisa kita diskusikan, harapan kedepan yang pertama adalah bahwa keberadaan Undang-Undang Keantariksaan sudah sangat mendesak dikaitkan dengan kondisi geografis, dan kepentingan nasional Indonesia. Dan oleh karena itu penyelesainnya perlu disegerakan.

Yang kedua, Undang-Undang Keantariksaan haruslah visioner serta mampu menyeimbangkan antara pengakomodasian kepentingan nasional dengan standar internasional yang berlaku. Dan yang ketiga, sebagai Undang-Undang yang sangat strategis bagi kemajuan, kesejahteraan dan kelangsungan Bangsa Indonesia, kiranya substansinya betul-betul harus dikawal oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat yang mencerminkan baik kehendak maupun kepentingan masyarakat Indonesia. Jadi kami menitipkan kepada DPR untuk bisa mengawal substansi ini agar kita bisa menghasilkan suatu Undang-Undang Keantariksaan yang betul-betul membawa kemaslahatan keapda bangsa.

Demikian Bapak Pimpinan, apa yang dapat kami sampaikan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

13

Page 14: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

KETUA RAPAT: Terima kasih Bapak Profesor Ida Bagus Rahmadi, sekarang kita mendengarkan dari Bapak DR. Arifin Nugroho. Lalu kita lanjutkan nanti masuk sessi tanja jawab pendalaman Pak.

PAKAR (DR. ARIFIN NUGROHO): Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Bapak Pimpinan, Hadirin, Anggota Komisi VII yang sangat Saya banggakan,

Mendapat kesempatan berbicara didepan Komisi VII ini merupakan suatu kehormatan yang luar biasa bagi kami seorang dosen yang biasa saja tidak mempunyai terlalu banyak prestasi tetapi namun demikian alhamdulillah kami pernah menjadi mantan Ketua Asosiasi Satelit Indonesia yaitu sebuah asosiasi yang beranggotakan para industri bidang satelit baik didalam negeri maupun diluar negeri yang notabene mereka adalah operator maupun pembuat satelit. Pada saat sekarang ini kami menjadi konsultan dalam bidang satelit.

Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian yang Saya hormati, Melihat dokumen Undang-Undang Keantariksaan yang dikirimkan beberapa hari yang lalu, sekitar dua hari yang lalu, kami ingin melihat beberapa perbaikan dari Undang-Undang atau naskah yang diberikan ini yaitu atas beberapa hal yang saya rasa ini adalah kesempatan satu-satunya sebelum Undang-Undang itu nantinya disahkan. Kami melihat sebagai contoh misalnya beberapa passage dari teks yang ada mulai dari pendahuluan itu masih sangat datar menurut saya. Semestinya Undang-Undang Keantariksaan itu melihat bahwa ada suatu wacana geopolitika yang baru. Kalau kita mengikuti yang lama yaitu yang dirintis oleh McCander and Spikeman yaitu barang siapa yang bisa menguasai Euro Asia Afrika misalnya maka pelan-pelan ini akan menguasai dunia dan sebagainya. Ini adalah sebuah teori. Tetapi intinya sebenarnya geopolitika itu sebenarnya adalah masalah resources yang strategis yang akan direbut. Ini nampaknya sedikit demi sedikit dan kita bisa lihat ada suatu kecenderungan bahwa geopolitik ini bergerak menuju ke space. Jadi, nampaknya semua orang sudah menyadari bahkan bisa dikatakan sekarang ini terjadi space races, balapan untuk bisa menguasai space sekalipun semua orang juga sudah atau semua Negara sudah meratifikasi Undang-Undang Keantariksaan, mohon maaf, Space Law yang internasional itu yang mengatakan bahwa itu ada heritage of mankind tetapi pada kenyataannya Negara yang sadar bahwa itu adalah merupakan suatu geopolitika yang baru itu akan berusaha merebutnya yaitu dengan cara penguasaan. Dan oleh karena itu, Undang-Undang Antariksa itu harus bisa menghantar bangsa ini menjadi suatu bangsa yang berwawasan bahwa ada suatu geopolitika baru yaitu space. Ini seyogyanya harus menjadi suatu wawasan yang baru dan wawasan ke depan. Kalau tidak berarti kita tidak akan mempunyai hak katakanlah begitu untuk bisa berbicara baik secara diplomatic maupun secara ekonomik, secara demografik dengan mereka-mereka yang sudah terlanjut menguasai terlebih dahulu di sana yaitu umumnya adalah Negara-negara maju tetapi juga Negara yang ternyata sekarang ini dengan bangkitnya space industry di India

14

Page 15: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

terutama dan juga di Cina itu mereka menjadi anggota baru dari elit ini, elite space ini. Dan oleh karena itu, sekarang tergantung daripada bangsa ini apakah kita mau hanya sebagai penonton, hanya sebagai pemanfaat saja atau kita ingin benar-benar memanfaatkan atas dasar kita mempunyai suatu penguasaan, kita mempunyai suatu wawasan dan kita mempunyai suatu tekad untuk menguasai hal tersebut. Bapak, Ibu yang kami hormati, Dari beberapa paparan ini sebagai contoh yang ditengah itu DR. Alrodan itu adalah yang paling baru dia melihat bahwa ternyata terjadi space races yang luar biasa dan ini nampaknya dia hanya mengusulkan agar supaya reconcile-lah. Ini benar memang ada suatu kompetitif nasional tetapi perlu di- reconcile sedemikian rupa sehingga tetap terjadi penggunaan yang sangat rasional, aman dan bisa dipertanggungjawabkan dari geopolitik yang baru tersebut. Selanjutnya Bapak dan Ibu yang kami hormati, Teknologi keantariksaan ini kami melihat, kami sebagai pelaku di bidang ini kami sangat menyadari bahwa ini adalah suatu bidang yang bisa membawa kewibawaan bangsa ini. Jadi, bangsa yang mempunyai kemampuan dan mempunyai kesungguhan dan professional di dalam bidang ini adalah bangsa-bangsa yang mempunyai suatu kewibawaan tertentu yang sangat diperhitungkan. Oleh karena itu, seyogyanya Undang-Undang kita itu menggiring kepada bahwa antariksa ini merupakan suatu yang perlu direbut oleh bangsa ini untuk agar supaya tegaknya pilar kewibawaan bangsa. Oleh karena itu, mindset-nya harus kepada space geopolitical atau geopolitika ruang angkasa jadi konotasinya kita harus merebut untuk kita bisa reconcile, oke, kalau kita bisa reconcile oke. Namun untk bisa reconcile apa artinya kalau kita tidak menguasai. Jadi, Kita mesti harus peer to peer. Kita hadirnya di dalam komunitas space faring country itu harus dengan yang sebenar-benarnya. Untuk bisa menguasai IPTEK antariksa ini karena ini adalah masalah yang sangat sebenarnya sangat multisektoral karena kalau misalkan roket saja kita tidak hanya membicarakan masalah roket itu sebagai suatu benda yang diluncurkan dengan suatu kecepatan tertentu dia bisa mengorbit, dia bisa membawa suatu pilot dan sebagainya tetapi kita juga harus menguasai teknologi materialnya, kita menguasai teknologi TTNC-nya, kita menguasai teknologi telekomunikasi, kita menguasai teknologi kontrol, dan sebagainya. Jadi, ini merupakan suatu sebenarnya merupakan multi sektoral teknologi seperti itu. Oleh karena itu, pertama-tama memang roket itu harus dinomorsatukan, harus menjadi satu bahan objektivitas yang common dari semuanya bahwa roket itu harus direbut penguasaannya, roket karena hanya dengan roket kita bisa menghantar suatu benda yang namanya pilot itu untuk sampai kepada tempat tertentu yang disebut space atau ruang angkasa atau antariksa tersebut. Oleh karena itu, teknologi roket mesti harus bisa direbut. Kemudian selanjutnya harus juga merebut pilot telekomunikasi karena posisi sebuah satelit yang ketinggiannya itu sekitar 36 ribu km untuk geostationary atau minimal di atas 1000

15

Page 16: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

kementerian untuk lowest orbite itu bisa membawa sebuah pilot yang memungkinkan berkomunikasinya elemen-elemen stasiun bumi yang termasuk di dalam cakupannya. Roket adalah roket. Tergantung sekarang pilotnya. Tadi dikatakan oleh Profesor Dodi misalnya masalah dualisme. Saya artikan antara lain dualisme dalam hal ini juga bisa berarti masalah prosperity tetapi juga masalah security. Jadi, oleh karena itu pilotnya juga bisa merupakan M itu singkatan dari Misil tetapi saya tidak berani menulis. Jadi, sebenarnya tergantung kepada siapa yang menggunakan. Jadi, kalau kita menggunakan roket itu untuk dalam rangka ketahanan itu roket ini juga sudah siap dalam rangka menjalankan fungsinya. Demikian juga aspek security maupun prosperity yang seperti indraja ini juga merupakan sebuah aplikasi daripada teknologi antariksa yang sangat amat strategis sifatnya bisa menjadi security

tetapi bisa juga menjadi prosperity. Sebagai contoh misalnya untuk mengetahui adanya intruder yang masuk di dalam suatu teluk tertentu itu pilot indraja ini yang akan berbicara tetapi kalau ingin mengetahui apakah di suatu daerah itu terjadi kekeringan misalnya indraja ini juga bisa mengerjakan sesuatu. Disamping itu karena antariksa itu adalah bergerak dari 0 sampai katakanlah 100 kilo maka seyogyanya pesawat terbang Zeppelin, UFI itu juga termasuk di dalam pengaturan Undang-Undang Keantariksaan tersebut termasuk juga sudah barang tentu stasiun bumi dan last

but not least adalah aplikasi maupun konten yang akan digunakan dimanfaatkan oleh para pengguna terakhirnya yaitu adalah masyarakat itu sendiri. Bapak, Ibu yang saya hormati, Kemudian dalam rangka membawa atau mengantarkan masalah keantariksaan ini menjadi sesuatu yang sangat berguna bagi nusa bangsa tentunya IPTEK antariksa itu seyogyanya bukan produk monopoli satu lembaga. Karena apa? Kami khawatir bahwa resource

yang dikembangkan atau dimiliki di sana akan menjadi terbatas. Oleh karena itu, sudah selayaknya bahwa kegiatan IPTEK antariksa ini dibuka seluas-luasnya kepada seluruh masyarakat. Termasuk juga adalah kementerian yang berkepentingan sebagai contoh adalah Kementerian Pertahanan. Kementerian Pertahanan itu sudah barang tentu sangat erat kepentingannya dengan teknologi keantariksaan ini. Dari komunikasi satelit, dari remote sensing dan mungkin juga dalam rangka misil. Kemudian diberikan kepad amak untuk ikut berpartisipasi baik melakukan riset maupun mereka melakukan bisnis yang ada didalamnya sudah barang tentu dalam rangka kemandirian. Bapak, Ibu sekalian yang terhormat, Sudah barang tentu itu tadi yang kami sebutkan adalah sebagai pemain utama dari teknologi antariksa ini. Kemudian stakeholder yang lain atau pemangku kepentingan yang lain sudah barang tentu dimana-mana di dunia ini yang berlaku adalah teknologi keantariksaan suatu Negara itu identik atau berhubungan linier dengan peran yang dimainkan oleh Pemerintah Pusat.

16

Page 17: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

Dalam hal ini sudah barang tentu melewati kementerian yang terkait dan di Indonesia dengan adanya otonomi barangkali juga bisa dimasukan sebagai suatu pemanfaat utama. Dimana-mana yang namanya Pemerintah suatu space faring country itu selalu menjadi sumber perkembangan IPTEK terutama adalah IPTEK yang sangat strategic seperti antariksa tersebut. Contohnya misalnya calman filter itu dikembangkan oleh dana dari angkatan udara. Calman filter itu digunakan misalnya untuk trekking dari sebuah satelit oleh dijejak oleh misalnya stasiun bumi TTNC atau juga barangkali sebuah misil yang akan mentrekking sebuah target itu juga menggunakan calman filter. Contohnya seperti itu. Itu adalah dihasilkan karena dana yang disupport oleh Pemerintah. Jadi, sekali lagi keantariksaan ini adalah merupakan tugas utama Pemerintah. Selanjutnya pemanfaat yang lanjut lainnya adalah tentunya adalah masyarakat bisnis dalam bidang antariksa ini. Saya membayangkan kalau kita buka kesempatan untuk agar supaya perusahana-perusahaan yang non Pemerintah itu juga memikirkan paling tidak komponen-komponen dari sebuah roket atau komponen dari satelit, atau komponen dari UFI itu secara sistematik maka mereka pasti akan bisa mempercepat proses penguasaan teknologi tersebut oleh bangsa ini. Jadi, jangan dimonopolikan pada salah satu lembaga. Selanjutnya roadmap keantariksaan yang kami lihat adalah sudah barang tentu adalah meningkatkan RND antariksa. Saya tidak tahu posisi misalkan lembaga antariksa yang ada di Indonesia ini berapa anggarannya tetapi dugaan saya adalah sangat kecil sekali dibandingkan dengan misalnya yang ada di Negara-negara space faring katakanlah India, sangat jauh. Oleh karena itu, seyogyanya RND antariksa ini harus didukung dan disupport secara support yang sebenar-benarnya. Yang kedua, di dalam bidang pendidikan seyogyanya IPTEK antariksa itu bukan merupakan satu monopoli dari salah satu universitas saja atau 1 atau 2 universitas. Saya lihat kurikulum misalnya penerbangan misalnya atau yang mendalami masalah satelit itu hanya terbatas misalnya saja di ITB. Ini seyogyanya harus dibuka seluas-luasnya. Akhir-akhir ini departemen, eh maaf, Kementerian Pendidikan itu mempunyai satu inisiatif yang disebut nano SAT, Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian dimana kebetulan saya juga ikut didalamnya dan itu kita didukung oleh anggaran dari Diknas walaupun tidak banyak tetapi apa yang sudah kita kerjakan Alhamdulillah kita bisa mengumpulkan para ahli dari masing-masing universitas ada sekitar 6 universitas yang terjun di sana untuk bisa berpartisipasi dalam membuat sebuah satelit yang disebut nano satellite dengan tangan kita sendiri. Jadi, dari mahasiswa yang tugas akhir, mahasiswa-mahasiswa yang kebetulan dia mempunyai hobi di situ kemudian dengan bimbingan dosennya mereka mengadakan kaukus-kaukus atau kelompok-kelompok kecil untuk membuat suatu sub-sub system yang kemudian digabungkan. Dari semua universitas ini insya Allah 2013

mudah-mudahan satelit bikinan universitas di Indonesia dengan tangan Indonesia sendiri bisa direalisir.

17

Page 18: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

Ini seyogyanya disebarluaskan tidak hanya kepada beberapa universitas saja tetapi seyogyanya merupakan suatu gerakan nasional. Dan juga jangan lupa sekolah-sekolah kejuruan itu mesti harus diberikan satu kesempatan untuk agar mereka pada saatnya bisa menyediakan tenaga-tenaga yang diperlukan nantinya. Kemudian di luar teknologi atau IPTEK antariksa itu sudah barang tentu ada IPTEK yang terkait seperti bahan kimia untuk peluncuran dan sebagainya dimana itu sangat amat diperlukan dan itu harus juga disiapkan. Dengan demikian maka pendidikannya itu adalah menjadi integral untuk bisa mengantisipasi antariksa secara utuh. Kemudian perangkat legal antariksa sudah barang tentu harus disiapkan tetapi seperti tadi diutarakan oleh professor yaitu antara lain untuk mengantisipasi penanganan karena bagaimana pun juga yang namanya antariksa ini sudah pasti di situ merupakan suatu hazardous

area yang dikerjakan oleh karena itu ini harus diperhatikan secara penuh unsur pengamanan-pengamanan. Namun disamping itu perlu juga dalam rangka mempersiapkan atau meng-accelerate

penguasaan ini perangkat legal yang kami maksud adalah sebagai contoh misalnya pembebasan bea masuk untuk misalnya suatu mikro prosesor tertentu yang kalau ini dibebankan masih dibebani juga dengan bea cukai dan sebagainya sudah barang tentu ini akan menjadi hambatan. Apalagi kalau misalkan dihadapkan pada terbatasnya dana. Bapak dan Ibu sekalian, Masalah spectrum frekuensi tadi juga disinggung. Ini juga merupakan suatu eleman yang tidak bisa terpisahkan dari penguasaan antariksa. Oleh karena itu, kementerian yang terkait dalam hal ini diminta untuk secara menjemput bola begitu atas kebutuhan spectrum frekuensinya. Karena kalau tidak itu kita akan keduluan oleh pihak lain khususnya dari pihak asing pada detik sekarang ini hampir setiap jam itu kira-kira di ITU Jenewa itu selalu ada pendaftaran spectrum untuk keperluan satelit, untuk keperluan roket dan sebagainya. Oleh karena itu, ini harus dicermati dan harus bisa diantisipasi lebih jauh. Sebagai konklusi Bapak, Ibu sekalian yang saya hormati maka kami menghimbau agar supaya Undang-Undang Keantariksaan yang akan disahkan itu benar-benar bisa mengantarkan bangsa ini secara keseluruhan bisa secara lebih cepat untuk bisa kita menguasai geopolitik yang baru yaitu space geo politic dalam hal ini sehingga kehidupan bangsa ini akan menjadi lebih berwibawa dengan demikian juga memberikan suatu kesempatan yang seluas-luasnya bagi siapapun elemen bangsa ini untuk bisa menguasai teknologi space maupun juga dalam rangka memenuhi pemangku kepentingan antariksa yang lain. Saya kira demikian yang ingin saya sampaikan.

Wabillaahittaufik wal hidayah.

Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

18

Page 19: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

KETUA RAPAT: Terima kasih, Pak Arifin Nugroho atas masukan pada Komisi VII dalam rangka pembahasan RUU Keantariksaan. Ini menambah perbendaharaan kami untuk jadi bahan RUU Keantariksaan nanti. Mungkin dari Anggota Komisi VII ada yang ingin pendalaman untuk masukannya ini dari ada Pak Markum, Pak Azwir, Pak Profesor Satya. Kita mulai dari Pak Markum. Boleh tidak ini saya skors dulu karena tidak bisa saya diwakili ini atau, Pak, saya skors sebentar, saya tidak bisa diwakili ini. Saya skors sebentar ya.

(RAPAT DISKORS PUKUL 12.34 WIB) Skors rapat dicabut.

(SKORS DICABUT PUKUL 12.37 WIB) Kita mulai dari Pak Markum. F.PG (DR. H. M. MARKUM SINGODIMEDJO):

Terima kasih, Ketua. Bapak berdua,

Saya ingin menyampaikan, Pak ya, masalah ini kan masalah yang berbiaya tinggi. Kita pernah mengalami itu, Pak. Istilahnya dianggapnya mercu suar. Kita sudah pernah bikin pesawat terbang tetapi akhirnya distop kita bikin sepeda lagi, Pak. Ini kaca saja walaupun sebenarnya masalah ini sudah ditangani sejak pemimpin bangsa kita jaman Bung Karno sampai sekarang. Pertanyaan saya, Pak keinginan kesegeraan, Bapak-bapak juga setuju, segera harus-segera harus, Undang-Undang diadakan, untung ruginya dimana sih, Pak sebetulnya? Untung ruginya dimana, rakyat ini memperoleh apa? Apa kaitannya dengan panjangnya khatulistiwa, Bapak tadi cerita kita punya pulau-pulau dan sebagainya, untung ruginya bagi rakyat itu apa? Yang kedua tadi Pak Arifin mengatakan lembaga yang cocok ini begini-begini, Pak, seyogyanya apa sih, Pak? Jelas saja. Bapak maunya departemen apa lembaga, badan? Kita pernah punya badan, Pak tetapi tidak jalan. Terus maunya Bapak apa? Yang tegas-tegas saja. Tadi saya juga agak tersinggung sedikit, Pak Profesor, kita bikin Undang-Undang ini modelnya kok model Rusia. Maunya Bapak model apa? Amerika? Australi? Jelas saja, Pak, Bapak ahli. Kita mau mengikuti maunya Bapak apa. Jangan hanya mengkritik saja, Pak nanti ngritik tidak enak lah. Barangkali yang lain, Pak yang perlu juga saya ingin sampaikan Undang-Undang ini mau disebut apa, Undang-Undang Keantariksaan atau Undang-Undang Antariksa. Bapak ahli loh nih. Nanti Undang-Undang Keudangan, Undang-Undang Kesapian, Undang-Undang Keorangan nah cilaka nanti, Pak. Menurut Bapak Undang-Undang ini apa yang benar? Yang enak Undang-Undang apa? Yang terakhir, Pak Arifin ya, saya agak sedikit terkejut Bapak tadi mengatakan kalau yang menyangkut masalah ketahanan Bapak tidak berani ngomong. Ini lembaga ini bebas

19

Page 20: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

lah,Pak. Kita tunggu sebenarnya pendapat para ahli tentang yang berkaitan antariksa dengan ketahanan apa? Maunya nm? Yang tegas saja, tidak usah takut, Pak. Saya juga jelek-jelek begini juga mantan serdadu, Pak, jadi tidak usah takut, Pak ya. Terima kasih atas perhatiannya.

Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

KETUA RAPAT: Terima kasih, Pak Markum. Lanjutkan Pak Azwir.

F.PG (DR. H. M. AZWIR DAINY TARA, MBA): Terima kasih, Pak Ketua.

Teman-teman Anggota Komisi VII yang saya hormati, Bapak Profesor Supancana dan Bapak Profesor Doktor Arifin Nugroho,

Kalau kita lihat Undang-Undang ini sebenarnya sudah cukup memadai apa yang ada sekarang. Tetapi dasar-dasar hukumnya aturan mainnya belum begitu jelas. Contoh begini, Pak ketika terjadi pecah meteor berapa tahun yang lalu terutama daerah saya Sumatera Barat, Pak. Banyak korban, rumah-rumah yang hancur, Pak. Tidak ada yang bertanggung jawab, Pak. Apakah Negara, Pemerintah atau siapa? Jadi, kalau Pak Profesor katakan tadi Pak Supacana bilang pertanggungjawabannya bagaimana. Ini masalah kan korban. Tidak ada yang bertanggung jawab. Kasihan, Pak masyarakat. Yang kedua, tentu masukan-masukan dari Pak Ida, Pak Arifin menurut saya sangat baik sekali dari pakar-pakar yang sudah menyampaikan masukan ke Komisi VII baik sekali untuk penyusunan ke depan Undang-Undang ini harus lebih kokoh, kuat, aturan main lebih jelas. Karena kita ini termasuk Negara ketiga yang pertama meluncurkan satelit 1976. Saya masih jadi mahasiswa itu. Tetapi ketika kita ingin membangun lembaga khusus di Biak terbentur pertama dengan tanah dan anggaran. Sayang kita ketinggalan jauh, Pak dengan Negara maju. Jadi, saya sangat setuju masukan-masukan dari Bapak tadi manfaat dari Undang-Undang tadi harus bisa menguntungkan bangsa dan Negara kita dan melindungi tanah air kita. Disamping itu, Pak dalam Undang-Undang ini tentu penajaman-penajaman dari segi kacamata Bapak yang ahli-ahli 2 pakar ini dimana mindset yang perlu kita pertajam dari segi hukumnya atau dari segi aspek lain atau material lain karena ini saya melihat sepintas sudah pengalaman masih perlu penajaman-penajaman di dalam RUU ini sudah cukup baik, Pak tetapi penajaman-penajaman itu yang kita butuhkan dari pakar-pakar kita termasuk Bapak berdua. Mudah-mudahan Undang-Undang ini, RUU ini ke depan jangan 5 tahun, 10 tahun berubah lagi. Harus paling sedikit jangkauannya 25 tahun ke depan, Pak karena pengalaman saya di DPR baru 2 tahun, 3 tahun sudah diubah karena tidak matang prosesnya, karena kurangnya masukan-masukan dari ahli-ahlinya bahkan dari masyarakat, asuransi, pengguna-pengguna satelit, dan segala macam.

20

Page 21: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

Dan Pak Ketua, ke depan perlu kita ulang misalnya Telkom; Telkom swasta, asing maupun nasional. Karena masukan ini sangat penting, saya khawatirkan nanti Undang-Undang di judicial review di MK kita yang mensahkan 560 orang cuma 11 orang hakim MK bisa memutuskan ini tidak sah kan jadi tidak sah. Anggaran begitu banyak habis, tenaga-tenaga ahli-ahli kita juga mereka memberi masukan cukup banyak juga sia-sia. Itu saja, Pak Ketua dari saya. Mudah-mudahan masukan beliau-beliau ini sangat bermanfaat bagi kita cuma saya minta penajaman dimana yang perlu kita kuatkan lagi. Dari aspek hukum penajaman materi dan juga strategi ke depan.

Terima kasih, Pak Ketua. Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

KETUA RAPAT: Terima kasih, Pak Azwir. Selanjutnya Pak Doktor Satya.

F.PG (S. W. YUDHA,M.Sc): Terima kasih, Saudara Pimpinan.

Bapak, Ibu Anggota Komisi VII yang saya hormati, Profesor Ida dan Pak Arifin. Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Saya hanya ingin menanyakan yang sangat sederhana karena ini Undang-Undang yang menurut saya memang harus kita miliki merupakan tata kelola daripada antariksa kita tetapi yang menjadi permasalahan sekarang adalah bahwa di dalam Undang-Undang itu selalu diikuti oleh Undang-Undang Pemerintah, Pak. PP-PP ini yang kadang-kadang menjadi sesuatu yang membuat Undang-Undang ini menjadi tidak bisa berdiri sendiri. Menurut Bapak apakah sebaiknya di dalam Undang-Undang Antariksa karena permasalahannya belum begitu banyak dibandingkan dengan tata kelola yang lain. Lebih bagus itu dalam bentuk Undang-Undang dan rinci seperti tadi disampaikan perijinan dan sebagainya itu lebih bagus diatur di dalam Undang-Undang apakah itu nanti akan kita pertahankan dalam bentuk Peraturan Pemerintah-Peraturan Pemerintah. Itu yang pertama. Yang kedua, pada waktu Komisi VII melakukan kunjungan kerja ke Jerman dalam rangka untuk masalah merestui Undang-Undang Geospasial, Pak, disana memang pernah disampaikan bahwa treaty mereka sudah mencakup Negara-negara NATO. Jadi, apabila menyangkut masalah keantariksaan, menyangkut masalah satelit itu ada satu agreement dari satu Negara dengan Negara yang lain sehingga dia meletakkan stasiun itu bisa dimana saja sesuai dengan persetujuan di beberapa Negara dan itu tentunya Indonesia belum atau belum adanya yang regional kawasan yang bisa mengatur mengenai tata kelola antariksa selama ini. Jadi, Indonesia bisa menjadi tempat untuk kepentingan-kepentingan satelit daripada Negara-negara tetangga kita di kemudian hari. Itu tentunya kita harus mengatur diri kita sendiri sehingga

21

Page 22: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

kita tidak hanya dimanfaatkan di kemudian hari tetapi kita juga harus bisa mengatur secara keseluruhan mengingat letak geografis Negara kita. Saya belum melihat didraftnya tetapi bagaimana interkoneksi antara Indonesia sebagai Negara kepulauan yang sangat luas ini terhadap Negara-negara tetangga di kemudian hari apabila kita juga ingin mengatur ataupun paling tidak ikut mengelola daripada antariksa yang ada di daerah regional kita. Ini apakah perlu berdiri sebagai salah satu pasal, apakah itu harus masuk di dalam Peraturan Pemerintah atau mungkin ada pemikiran lain dari Bapak sekalian apakah kita cuma punya satu Undang-Undang lantas kita nanti tanda tangani saja pakta persetujuan antara beberapa Negara tetapi kita sudah mempunyai rujukan. Ini yang menurut saya apabila begitu berarti kita bisa mengikuti apa keinginan Negara lain. Tetapi kalau kita mempunyai Undang-Undang nanti yang cukup detil tentunya nanti saya menginginkan ada masukan tentang hal-hal yang mengkait tentang kebijakan regional tadi sehingga siapapun begitu mengajak Indonesia menjadi satu pakta antariksa bersama mereka juga merefer kepada Undang-Undang ini. Kita punya aturan sendirilah. Kalau sekarang kan bebas saja. Itu yang perlu mendapat masukan dari Bapak sekalian supaya nanti di dalam kita menyetujui tentang draft yang sudah disampaikan oleh Pemerintah jadi arah kita jelas kira-kira apa yang kita kehendaki. Saya rasa itu saja pertanyaan dari saya. Terima kasih.

Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

KETUA RAPAT: Terima kasih, Pak Satya. Pak Irvan.

F.PDI-P (IRVANSYAH): Terima kasih, Pimpinan.

Yang saya hormati Prof. Ida dan Prof. Arifin, Saya sampaikan terima kasih atas masukannya yang luar biasa. Saya ingin bertanya kepada Prof. Ida karena tadi sempat disampaikan mengenai harmonisasi dan sinkronisasi. Perlu kami sampaikan, Pak bahwa Rancangan Undang-Undang ini adalah inisiatif Pemerintah sehingga untuk harmonisasi dan sinkronisasi dilakukan di Kementerian Hukum sehingga posisi di DPR ini adalah penyiapan untuk DIM dari masing-masing fraksi. Untuk itu saya ingin lebih konkrit masukan-masukannya. Yang pertama soal kedudukan dari lembaga yang akan ditunjukkan sebagai penyelenggara keantariksaan karena di dalam Rancangan Undang-Undang itu rencananya penyelenggaraan itu dilakukan oleh LAPAN karena memang awal Rancangan Undang-Undang diinisiasi oleh LAPAN. Kalau kita lihat kedudukan dari LAPAN itu sendiri sebagai lembaga Pemerintah non kementerian masih menggunakan Kepres 103 Tahun 2001 sehingga kalau kita

22

Page 23: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

bicara Rancangan Undang-Undang Keantariksaan yang visioner ke depan bagaimana sebenarnya kedudukan lembaga keantariksaan yang akan kita bentuk ini apakah memang cukup dengan LAPAN dengan tupoksi yang terbatas hanya sebatas melakukan penelitian dan pengembangan kedirgantaraan atau kita tambah kewenangannya atau struktur organisasinya atau kita perlu membentuk sebuah lembaga baru yang memang didesain khusus untuk ini. Kemudian saya ingin komparasi dengan lembaga di Negara luar. Tadi memang Bapak sudah sampaikan ada beberapa Negara yang memiliki lembaga sejenis yang cocok yang bisa kita adopsi di sini itu yang mana, lembaga yang mana? Kemudian yang kedua soal pembiayaan karena memang ini teknologi yang high cost

dan high risk juga. Sebaiknya pembiayaan ini apakah murni dari APBN atau bisa berasal dari sumber-sumber lain termasuk dari bantuan luar negeri karena ini menyangkut membuat satelit dan lain-lain artinya ada kepentingan nasional didalamnya. Kami ingin minta masukan kedua hal tersebut dari Prof. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih. Masih ada lagi ? Baik, kalau sudah tidak ada lagi saya tambahi sedikit, Pak Profesor dan Pak Doktor. Kemarin kami sudah dapat masukan juga dari Prof. Hikmahanto dan Pak Atip yang belum disampaikan juga sampai sekarang apa betul, harusnya betul, Pak ya, batas ketinggian wilayah kita ini berapa jauh sih sebenarnya, yang ini sampai saat ini belum ada yang bisa memutuskan. Di Negara-negara lain juga belum sampai kesana, Pak ya, di Undang-Undang tidak tercantum atas Negara ini ketinggian berapa? Apakah sampai atmosfer? Apa sebelum atmosfer? Kedua, dengan Undang-Undang ini tadi banyak dari teman-teman bertanya apakah Pemerintah mengerti guna daripada Undang-Undang ini, kan Pemerintah ahlinya bahwa di Lapan ini tidak seperti Bapak-bapak ini mengerti detail karena ini undang-undang nanti ikutnya di Lapan, dan yang disampaikan Pak Satya, kalau Undang-undang ini bagus bikin Bapak, masukan dari Bapak-bapak ini bagus semua, keluarlah Peraturan Pemerintah yang mana pembuat Peraturan Pemerintahnya tidak benar-benar mengerti arti daripada Undang-undang Keantariksaan ini.

Itu saja tambahan dari saya, Pak. Terima kasih, kalau masih ada kesempatan tolong dijawab pertanyaan dari teman-teman.

Silakan mulai dari Pak Profesor atau Pak Doktor. PAKAR (PROF. IDA BAGUS): Terima kasih, Bapak Pimpinan.

23

Page 24: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

Banyak pertanyaan yang saya rasa sangat substantif. Yang pertama dari Pak Markum, mengenai apa untung rugi kita untuk mensegerakan penyelesaian Undang-undang Kantariksaan ini. Memang apa setiap regulasi itu kan biasanya dilakukan apa yang disebut dengan cost and

benefit analisis. Jadi idealnya suatu regulasi itu pasti harus lebih banyak benefitnya daripada cost baik dari sisi Pemerintah, dari sisi masyarakat, dari sisi private sector dan lain sebagainya. Kami melihat bahwa sebetulnya keberadaan Undang-undang Keantariksaan ini seharusnya ini bukan 2012 seharusnya. Seharusnya jauh lebih awal terkait dengan kepentingan kita yang memang secara langsung, kita ini negara yang dependen terhadap space technology dan dalam konteks space technology itu kita perlu melakukan berbagai kerjasama dan lain sebagainya yang harus ada dasar undang-undangnya yang memperkuat posisi kita. Ini yang selama ini belum ada.

Jadi tahun 2003 sebetulnya kalau boleh saya sampaikan, saya yang pertama kali membuat draft naskah akademik RUU Keantariksaan beserta RUU nya. Dan saya sampaikan tadi saya sudah sempat diskusikan itu dalam berbagai pertemuan internasional baik terkait dengan UN dan lain sebagainya. Dan bahkan tahun 2006, saya sudah tulis itu dalam satu buku, judulnya “Pelembagaan Undang-undang Keantariksaan Nasional”. Disitu semua fikiran, semua gagasan termasuk naskah akademik dan draft RUU yang pertama ada disini. Jadi kalau misalnya nanti ingin dilihat sebagai perbandingan the latest draft dengan the first draft ada disini, Pak.

F.PG (DR. H. M. AZWIR DAINY TARA, MBA): Prof, Pimpinan, kita bisa dapat dimana itu. PAKAR (PROF. IDA BAGUS): Saya akan serahkan kepada Bapak Pimpinan nanti bagaimana apakah mau diperbanyak

atau apa karena ini kan copy rightnya ada pada saya. Jadi copy right to copy silakan, saya kebetulan tinggal satu karena ini tahun 2006 pada waktu itu.

F.PG (DR. H. M. AZWIR DAINY TARA, MBA): Boleh diperbanyak kan? PAKAR (PROF. IDA BAGUS): Boleh, jadi copy right disini the right to copy karena saya memiliki copy right disini,

silakan. Jadi silakan, secara konkrit bisa dilihat disitu perkembangannya, termasuk saya melakukan analisis disini perbandingan mengenai model-model Undang-undang Keantariksaan diberbagai negara. Dan yang paling cocok sebetulnya yang paling mana, yang mana dikaitkan dengan sistem Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dan kalau saya katakan bahwa model kita ini adalah model Rusia, memang benar model Rusia. Jadi Rusia itu mengatur Undang-undang Keantariksaannya itu luas tapi tidak semuanya detail didalam suatu dokumen yang semuanya detail dalam satu dokumen itu modelnya Australia. Tapi Australi itu modelnya tidak, karena begini space technology kan perkembangannya juga sangat pesat. Jadi kalau kita buat aturan yang terlalu detail didepan kita takut ada perkembangan kita harus kemudian merubah lagi.

24

Page 25: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

Jadi saya kalau tadi ditanya maunya apa, saya anggap ini sudah oke dari sisi model, model Rusia ini adalah kita tidak lihat negara yang mana tetapi yang mungkin paling cocok untuk kondisi kita adalah model ini tataran undang-undang, tataran normanya kan kita tahu seperti apa, tidak terlalu detail tetapi punya visi kedepan jauh visinya kedepan sehingga kalau ada perkembangan-perkembangan baru itu bisa kita catch up. Kemudian mengenai istilah, apakah Undang-undang Keantariksaan atau Undang-undang Antariksa mungkin yang lebih ahli yang bisa menjawab yaitu Ahli Bahasa. Tetapi rasa bahasa saya, Undang-undang Keantariksaan sudah tepat, karena keantariksaan itu mencakup seluruh kegiatan yang terkait dengan penggunaan apakah IPTEK Antariksa, ruang dalam arti ruang, dalam arti wilayah dan sebagainya. Sehingga saya merasa bahwa Undang-undang Keantariksaan ini sebagai suatu judul tepat. Karena kalau saya bicara antariksa dalam pengertian internasional itu adalah auto

space including the moon and other slice their bodies ruang angkasa termasuk bulan dan benda-benda langit lainnya itu adalah antariksa. Tetapi karena ini terkait dengan kegiatan pemanfaatan maka istilah keantariksaan itu menjadi tepat dalam rasa bahasa saya yang bukan ahli bahasa tapi bisa keliru Pak, tapi bisa salah. Tapi rasa bahasa saya mengatakan bahwa keantariksaan itu sudah tepat.

Selanjutnya kami ingin menjawab pertanyaan dari Pak Azwir, kalau ada pecahaan meteor dan jatuh diwilayah kita ada rumah yang hancur, siapa yang harus bertanggung jawab. Sebetulnya mekanismenya sudah ada, kita sudah ratifikasi convention on international liability for

the mix cost by space object 72 disitu mengatur kerugian yang diakibatkan oleh pihak ketiga dari yang melakukan kegiatan. Kalau yang namanya satelit asing berartikan satelit yang dimiliki oleh negara lain kemudian kerugiannya diderita oleh Indonesia atau Warga Negara Indonesia atau harta benda Indonesia. Karena kita sudah meratifikasi liability convention maka mekanismenya adalah Pemerintah kita atas nama kepentingan masyarakat yang dirugikan punya hak untuk melakukan tuntutan ganti rugi berdasarkan mekanisme yang ada di liability convention jadi sudah diatur. Misalnya pertama kali dengan diplomatic channel kalau gagal dengan diplomatic channel kita bisa melakukan membentuk suatu claim commision, claim commision itu yang kemudian menentukan berapa ganti ruginya dan lain sebagainya. Jadi mekanismenya sudah ada dan konfensi ini sifatnya G to G, government to government jadi kalau kerugian di derita oleh masyarakat, negara mewakili kepentingan masyarakat yang dirugikan, untuk kemudian berkomunikasi dengan negara yang kegiatannya menimbulkan kerugian pada negara lain. Jadi sudah ada tinggal kita pakai. Persoalannya apakah terpakai atau tidak. F.PG (DR. H. M. AZWIR DAINY TARA, MBA):

Ketua, boleh. Jadi Pak Profesor Ida, itu kan kita tidak tahu siapa yang kalau meteor pecahan bumi itu

tidak tahu. Kalau misalnya satelit kan kita tahu ada percobaan yang gagal segala macam. Itu

25

Page 26: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

bagaimana. Yang kedua, kita tujuan kemana apa ke PBB atau negara bersangkutan, ia kan tahu asal muasalnya darimana barang itu.

Terima kasih. PAKAR (PROF. IDA BAGUS): Biasanya kalau ada satelit dari suatu negara yang mau melakukan re-entry masuk

kembali ke orbit bumi kan akan kemudian terbakar dan lain sebagainya akan ketahuan sebarannya dimana. Ada kasus Cosmos 954 di Kanada tahun 78 itu. Tetapi kalau yang Bapak sampaikan adalah sampah antariksa ini berarti mengenai space the breeze ya sepanjang tidak bisa di identifikasi memang susah kita mau mengajukan kemana kalau it’s not identifiable. Kita baru bisa mengajukan gugatan atau tuntutan kalau itu bisa diidentifikasi.

Saya pernah mengusulkan karena tahun 82 saya itu menulis skripsi S1 saya mengenai pertanggunjawaban internasional yang diakibatkan oleh benda-benda angkasa. Jadi saya pernah mengusulkan dunia internasional itu membentuk semacam fun convention kalau dalam hukum maritim kan adal CLC (Civil Liability Confessin and fun convention). Jadi mereka pulling dengan uang asuransi yang mereka bersama-sama ajukan sehingga kalau ada pihak yang dirugikan maka uang itu bisa dipakai sebagai cara untuk misalnya melakukan search and recovery and

clean up operation bahkan untuk membayar ganti rugi. Kemudian pada fase berikutnya baru kemudian di identifikasi ini kalau dilihat dari ciri-

cirinya, dilihat dari mark case nya ini punya siapa baru kemudian yang memang betul-betul menimbulkan kerugian itulah yang dimintakan pertanggungjawaban. Jadi ada suatu mekanisme yang betul-betul sifatnya victims oriented beriorientasi kepada kepentingan korban dengan suatu fund yang tersedia secara internasional. Gagasan ini pernah saya ajukan dalam berbagai pertemuan internasional tetapi belum materialize jadi belum menjadi kenyataan Pak. Tapi seharusnya ada dalam konteks penanganan terhadap space the breeze Kebetulan di United

Nation Community on the pieces...... uses on space the legal sub community memang sudah ada komite khusus yang membicarakan mengenai agenda item space the breeze Jadi persoalannya adalah bagaimana liability aspec of space the breeze yang not identitable.

Kemudian yang kedua, dari Pak Azwir adalah terkait dengan penajaman dimana. Saya ingin pertama-tama adalah penajaman mengenai sistem lisensi. Karena sistem lisensi ini akan sangat penting sebagai alat kontrol terhadap kegiatan keantariksaan agar tidak membahayakan safety, tidak membahayakan security dan ada suatu mekanism liability baik inter party maupun party liability kalau terjadi kerugian. Kita beri contoh yang sederhana saja, apa yang terjadi di luar negeri dengan di Indonesia tadi saya jelaskan di Amerika. Bidang lain misalnya, ketika terjadi oil spil dari ledakan di out source platform-nya beyond petrolium di Gulf of Mexico, itu Pemerintah Amerika Serikat dengan mudah membayar kerugian sampai 20 billion US dollar terhadap masyarakat yang terkena dampak karena perusahaan yang mau diberikan ijin itu harus tutup asuransi. Sampai silling of liability atau plafon of l liability tertentu tutup asuransi. Kalau

26

Page 27: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

kerugiannya beyond baru negara ambil alih. Kalau sistem lisensi kita berjalan termasuk dibidang lain, termasuk misalnya kasus lumpur Lapindo misalnya, kalau kasus lisensi kita berjalan dimana kegiatan yang punya potensi menimbulkan resiko baik terhadap lingkungan, terhadap masyarakat mereka tutup asuransi maka kalau terjadi sesuatu masyarakat terkena dampak itu langsung bisa memperoleh akses dana dari biaya itu. Tetapi kalau kerugiannya itu massive menjadi kerugian yang sifatnya disaster yang luar biasa maka negara yang bertanggungjawab. Seperti juga kasus yang terjadi di share mobile di Ukraina, ini dasarnya adalah suatu keberadaan suatu sistem lisensi nasional yang baik. Saya melihat ini belum menjadi perhatian padahal common element dari semua national space legislation yang saya perhatikan ini kejelasan ketentuan mengenai national licensing system.

Kemudian penajaman dimana lagi, saya ingin kita menaruh perhatian untuk melakukan penajaman terhadap persoalan. Jadi sekarang, kalau dulu space activities itu dedicated for

military, dedicated untuk unrisk, dedicated untuk public interest sekarang dedicated for civil and

commercial. Dan sekarang dengan keadaan seperti itu maka akan semakin terbuka kemungkinan partisipasi dari non state actors apakah itu private entity, apakah individual dan lain sebagainya. Maka sistem atau Undang-undang Keantariksaan seharusnya juga mengatur aktor-aktor lain. Jadi yang diatur bukan hanya aktor lembaga negara tapi siapapun yang mau melakukan kegiatan itu ada mekanism-nya. Disatu sisi tidak bertentangan dengan public interest, tidak bertentangan dengan national security, ada aspec liability yang jelas. Jadi negara betul-betul bisa menjalankan fungsi fasilitasi untuk mendorong tadi misalnya kemandirian, penguasaan IPTEK antariksa dan aplikasinya.

Jadi mungkin itu yang kira-kira yang menurut pendapat kami menjadi most priority

treatment dalam konteks penajaman terhadap RUU Keantariksaan. F.PG (DR. H. M. AZWIR DAINY TARA, MBA): Sedikit, Ketua. Tadi kan kalau yang satelit itu memang negara yang bersangkutan melakukan itu yang

bisa menanggung asuransi. Tapi kalau disampaikan tadi meteor segala macam, mestinya kan Pemerintah kita yang bertanggungjawab terhadap masyarakatnya. Itu yang Bapak Profesor Ida bilang pertanggungjawabannya bagaimana. Terjadi juga Jakarta 3 tahun lalu di Klender itu juga hancur rumah orang terbakar, itu yang tidak jelas aturan mainnya.

PAKAR (PROF. IDA BAGUS): Saya sangat setuju dengan apa yang disampaikan Pak Azwir bahwa meskipun belum

dapat di identifikasi tetapi kita bisa mengetahui bahwa this is a part of space activities yang menimbulkan kerugian maka boleh pada instansi pertama mungkin didalam undang-undang ini perlu diatur. Jadi pertama, Pemerintah tentu reserve it’s right on behalf on citizens nya untuk mengajukan tuntutan. Tapi pada sisi lain untuk melindungi kepentingan korban betul-betul korban itu harus dibantu dulu oleh Pemerintah dan ini bisa kita masukan didalam satu ketentuan

27

Page 28: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

mengenai kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan antariksa negara lain yang tidak dapat diidentifikasi sumber penyebabnya. Kalau dapat diidentifikasi bisa, tapi kalau susah ini saya rasa perlu jalan keluar dari sisi Pemerintah.

Kemudian saya ingin menjawab pertanyaan dari Pak Doktor Satya, jadi mana. KETUA RAPAT: Tidak usah dijawab Pak, tapi kalau mau dijawab boleh tidak apa-apa ya. PAKAR (PROF. IDA BAGUS): Jadi saya anggap, saya jawab kepada semua saja ya. Pak Markum sudah kami jawab Pak. Atas pertanyaan Pak Satya ini terkait dengan

bagaimana kita mengatur hal-hal tertentu yang misalnya terkait dengan kerjasama regional dibidang keantariksaan. Kalau tadi kan disebut oleh beliau ketika melakukan kunjungan ke Jerman ada treaty yang berlaku among negara-negara Nato. Kita mungkin, kalau didalam undang-undang ini kan itu diatur di dalam Bab mengenai Kerjasama Intenasional. Tapi Kerjasama Internasional kan lebih banyak didalam undang-undang norma undang-undang-nya mengatur lebih banyak mengenai prinsip-prinsip dari kerjasama. Tapi saya usulkan bahwa kerjasama internasional itu nantinya diatur secara khusus didalam suatu PP. Kita selama ini sudah punya kerjasama misalnya ada Asia Pasific Space Absco misalnya ada Absco ada dalam konteks Ascop misalnya Absat misalnya itu saya rasa perlu diatur secara khusus didalam suatu PP. Kalau kita buat aturan itu didalam undang-undang-nya nanti kalau ada perubahan akan susah untuk kita melakukan adjustment. Jadi itu kita yang terkait dengan bagaimana hubungan kita dengan negara-negara lain, dan kita juga bisa nantinya berdasarkan Undang-undang kita bisa melakukan kerjasama diantara Asean. Misalnya karena 2015 adalah kita menjadi Asean

Community maka dalam konteks Asean kita bisa membuat semacam regional agreement dalam konteks space.

Kemudian kepada Pak Irwan ya betul Pak Irwan, ya, kepada Pak Irfan mohon maaf Pak pendengaran kami kurang bagus. Betul Pak, bahwa karena ini adalah dari Pemerintah jadi harmonisasi dan sinkronisasinya dilakukan di Kumham, tapi yang saya maksudkan adalah memang meskipun harmonisasi dan sinkronisasi disitu sudah dilakukan tapi saya masih melihat banyak celah-celah yang sebetulnya memerlukan detailing. Jadi prosedur formal sudah ditempuh tapi secara substansi memang ada hal-hal yang perlu dipertajam disini.

Kemudian dari Pak Irfan juga ingin masukan konkrit mengenai kedudukan lembaga kalau tidak salah Pak ya, kedudukan lembaga. Mengenai kedudukan lembaga, saya pikir by design sebetulnya dari apa yang sudah dibangun semenjak jamannya Bung Karno dari tahun 63 itu sudah ada 2 lembaga yang terkait. Satu, Dewan Penerbangan dan Antariksa yang langsung di ketuai oleh Presiden, yang kedua, adalah Lembaga Penerbangan dan Antariksa yang lebih banyak melakukan kegiatan pelaksanaan dari kebijakan itu. Kalau kita bandingkan dengan Amerika Serikat misalnya sebetulnya kita punya sudah benar. NASA itu mungkin equal to Lapan,

28

Page 29: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

tapi di Pemerintah mereka ada juga yang namanya National Space Counsil. Tetapi kalau di Amerika National Space Council itu dipimpin oleh Vice President. Jadi ini portofolionya Vice President. Dari sisi itu kami melihat bahwa dari sisi kelembagaan untuk reset dan sebagainya Lapan sudah oke tetapi fungsi Dewan Penerbangan dan Antariksa itu masih bisa kita jaga, kita pertahankan dalam konteks perumusan kebijakan-kebijakan strategis yang terkait dengan masalah –masalah kedirgantaraan jadi sifatnya Aero Space Policy.

Kemudian, tetapi saya setuju dengan Pak Doktor Arifin bahwa jangan menjadi monopoli suatu lembaga. Soal space soal security tapi juga soal prosperity dan antara security dan prosperity itu tidak ada yang lebih. Kalau didalam Kongres Kedirgantaraan Nasional kedua tahun 2001 memang dikatakan in time of piece 80% civil, 20% military atau defense tetapi in times of

worth itu harusnya berubah jadi harus ada flexibility. Dengan demikian maka lembaga-lembaga yang terkait dengan persoalan itu juga harus mempunyai kewenangan-kewenangan tertentu. Jadi kalau di Amerika ada DOD (Departement of Defense) ada state secretary dan lain sebagainya.

Jadi karena kegiatan keantariksaan ini sifatnya menyentuh berbagai aspek maka tidak bisa itu menjadi monopoli dari suatu lembaga. Kemudian masalah frequency and of the..... mungkin sudah ada Kominfo. Jadi kita bagi tugas tetapi tetap dalam konteks Indonesia. Saya tidak berfikir ada badan baru, tidak, mungkin penyesuaian badan-badan yang ada dengan Tupoksi yang mungkin berubah atau berkembang.

Kemudian dari sisi pembiayaan, saya pikir ini sesuatu yang sangat valid dari Pak Irfan, apakah hanya sumbernya APBN, menurut saya sih tidak, sudah tidak cocok lagi. Kalau kita lihat MP3EI, kita lihat pembangunan infrastruktur ada bagi pola. Yang bersumber dari anggaran negara tapi juga bisa yang bersumber dari private finance atau bersumber dari kerjasama antar negara dengan swasta misalnya public private partnership. Jadi dalam konteks misalnya komersialisasi ruang angkasa sebetulnya semua ini harus dibuka tapi tetap dalam koridor tadi safety, security, liability itu harus diatur sedemikian rupa oleh Pemerintah agar tidak merugikan kepentingan nasional maupun kepentingan masyarakat.

Kemudian dari Bapak Pimpinan, kalau boleh saya jawab Pak mengenai, saya pernah menjadi Ketua Tim Interdept tahun 90-an Pak mengenai definisi delimitasi antariksa. Jadi pada waktu itu kita melakukan suatu kajian menyeluruh apakah kita ingin melakukan pendekatan spasial, pendekatan spasial itu menetapkan garis batas secara tegas antara ruang udara dan antariksa. Batas atas ruang udara adalah batas bawah antariksa dimana ruang udara kita punya complete and exclusive jurisdiction di antariksa it’s a common heritage of mankind atau profit of

mankind. Ternyata tidak mudah Pak, jadi kita bisa melakukan pendekatan pakai epolect sosbud lah. Dari sisi technology misalnya ada garis form carman, ada fun allenbelt, ada lintasan terendah orbit lintasan terendah benda angkasa yang namanya perige jadi kalau lintasan terendah disitu

29

Page 30: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

it’s a part of auto space ada perige ada apogi. Kemudian ada gravitasi, ada lapisan atmosfer. Ternyata tidak mudah.

Akan tetapi kalau kita masuk ke security aspec kita punya satu referensi, Australia di dalam Undang-Undangnya yang pertama, dia mengatakan bahwa batas ruang udara adalah pada ketinggian 110 km. Lalu kita coba exercise angka itu, ternyata dari perspektif keamanan sekarang itu berkembang UAV jadi pesawat udara tetapi yang bisa terbang dan melakukan c for ISR itu sampai ketinggian 110 km untuk kepentingan dari survilance sampai bombing. 110, oleh karena itu wah, kalau kita melihat dalam perkembangan ini pesawat tanpa awak bisa terbang dengan menggunakan gaya angkat dari reaksi udara sampai ketinggian 110 km pada waktu itu kita rekomendasikan sekitar antara 100-110. Kalau pakai veri G mungkin sekitar 80 km nanti mungkin secara technical Pak Dr. Arifin Nugroho bisa lebih menjelaskan mengenai hal ini. Tetapi antara 10-110, nah, masalah definisi dan delimitasi antariksa ini di UNCOPUS di United Nation Community on the Peaceful Uses of the Space sampai sekarang belum solve. Kenapa, karena ada perkembangan baru wahana antariksa yang namanya Aerospace plan jadi dia diluncurkan dengan gaya tolak tetapi ketika mendarat grading on run will seperti pesawat udara. Jadi persoalannya adalah rezim hukum mana.

Sehingga kita dihadapkan pada apakah kita mau menganut sistem spasial yang menetapkan batas secara tegas atau kita menetapkan sistem fungsional yang dikaitkan dengan space atau flight instrumentalities atau kita kaitkan dengan misi, mission approach. Ini adalah persoalan yang sampai saat ini mungkin belum ada kesepakatan tetapi saya ingat pada Kongres Kedirgantaran Nasional ke-2 tahun 2002 atau 2003, saya lupa, kita hampir sepakat pada angka 100-110 km. Persoalannya adalah apakah ini perlu kita tetapkan didalam rumusan Undang-undang ini atau tidak. Tentu kita harus melakukan cost and benefit nalisies terhadap itu.

Mungkin dari kami itu yang bisa kami jawab, Pak. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Pak Arifin. PAKAR (DR. ARIFIN NUGROHO): Terima kasih. Bapak Ketua yang terhormat. Karena sebagian besar telah dijawab oleh Profesor jadi saya tinggal yang ringan-

ringannya saja. Tadi Pak Markum mempertanyakan bahwa Undang-undang Antariksa ini adalah terkait dengan atau paling tidak ini diragukan apakah ini merupakan suatu mercusuar dan lain sebagainya. Ada pemikiran untung ruginya kalau kita mensegerakan dan lain sebagainya.

Bapak, ini adalah mengenai masalah, pertama, kesadaran semua bangsa tentang space

sebagai suatu geo politics ini yang nampaknya kita mesti harus sedikit pertajam bahwa

30

Page 31: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

penguasan space itu adalah penguasaan suatu resource yang disebut geo politics yang itu akan membawa suatu tingkat katakanlah kesenioran suatu nation begitu barangkali kalau saya boleh sampaikan yang kalau bahasa sehari-hari kita adalah martabat.

Bapak, Ibu sekalian, Saya menjadi ingat bahwa suatu ketika tentara Amerika itu membawa sketch segala

peralatannya dibawa di Darwin di settle disana untuk saya tidak tahu keperluan apa tapi itu adalah untuk Koperasi Military dengan gampangnya Pemerintah Australi sudah barang tentu sangat dekat karena sama-sama anglo saxon dengan gampangnya memberikan kesempatan seperti itu. Tetapi itu kemungkinan besar juga karena Indonesia sudah pasti tidak akan bereaksi apa-apa jadi bagi mereka nothing to lose tidak ada resiko apapun juga. Saya menjadi ingat juga setiap kali LAPAN itu meluncurkan roket percobaan sekitar 6 kali ya satu tahun itu dan setiap kali itu diluncurkan tak lama kemudian itu ada pesawat yang mengelilingi sudah barang tentu milik asing disekita tempat peluncuran. Jadi dengan perkataan lain segala aktivitas yang strategic dalam rangka merebut space geo politics ini menjadi suatu perhatian yang sangat luar biasa. Karena itu adalah suatu yang bisa meningkatkan martabat suatu bangsa.

Oleh karena itu alangkah indahnya kalau bangsa ini sudah mulai beranjak lah dari persoalah kesehari-harian, mohon maaf, seperti persoalan TKW, sudah deh Pak harusnya itu sudah dikubur lah. Kita sudah harus jargonnya Indonesia itu adalah kita space fairing country kita adalah bermartabat kita mempunyai suatu integritas seperti itu Pak. Jadi memang untuk diukur untung ruginya barangkali mungkin siapapun bisa membuat tesis yang semacam itu akan tetapi bagi bangsa ini saya kira ada suatu yang perlu dibela yaitu martabat.

Yang nomor dua adalah demikian pentingnya geo politics ruang angkasa ini, India itu mengerahkan yaitu mengerahkan satu tahunnya US$ 1 billion.

KETUA RAPAT: 600 miliar, cukup Pak, untuk luncurin satelit 600 miliar termasuk bayar gaji. PAKAR (DR. ARIFIN NUGROHO): Pak, tadi yang mengenai masalah lembaga itu mohon maaf ini pendapat saya, memang

kelihatannya Undang-undang Antariksa ini terlalu lembaga sentris. Jadi dalam hal ini barangkali mungkin konotasinya memang tidak ditulis itu konotasinya adalah Lapan yang pegang peranan. Maksud saya adalah seperti tadi yang kami uraikan agar supaya masalah space geo politik ini bisa ditangani secara menyeluruh dan segera maka resources yang ada baik itu ahli maupun mungkin infrastruktur yang ada disana itu seyogyanya dibuka seluas-luasnya terutama misalnya adalah kementerian yang terkait, contoh adalah kementerian yang paling saya favorit adalah Kementerian Pertahanan. Karena apa, karena Kementerian Pertahanan disitu sudah barang tentu akan sangat berhubungan dengan telekomunikasi ruang angkasa berhubungan dengan misil, berhubungan dengan demorstrating satelite, berhubungan dengan UAV, coba kalau misalkan UAV saya kira juga sudah dikembangkan tetapi alangkah baiknya kalau itu ditingkatkan

31

Page 32: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

kembali, alangkah hebatnya kalau military Indonesia mempunyai suatu armada UAV yang bisa dikerahkan anytime. Apakah itu tidak menjunjung suatu kemartabatan kita.

Jadi oleh karena itu seyogyanya itu buka yang seluas-luasnya tidak hanya lembaga tapi seyogyanya juga kementerian yang terkait atau yang berkepentingan dan juga masyarakat itu harus dimungkinkan. Seperti juga di Amerika Serikat misalnya ide peluncuran sangat murah itu datangnya dari grup yang sangat kecil yang dimungkinkan sekarang ini membuat peluncuran satelit ukuran tertentu barangkali belum ukuran yang paling besar tetapi itu sudah sangat amat kompetitif dibandingkan dengan cara-cara yang classical.

Kemudian mengenai penajaman tadi Bapak Azwir tadi menanyakan kira-kira apa yang bisa dipertajam didalam undang-undang naskah yang ada tentang Undang-undang Keantariksaan. Saya lihat Pak, ini fragmatis saja saya lihat yaitu aspek industri belum dibahas. Jadi mulai dari hulu sampai ke hilir yang ada terkait dengan ruang angkasa atau dengan antariksa atau IPTEK teknologi dan segala macam aplikasinya. Aspek industri harus digiring, harus di escorted. Kemudian aspek pendidikan yang ada kaitannya itu juga belum. Kemudian aspek stakeholder itu juga belum digarap. Jadi seyogyanya ini menjadi perhatian didalam mengembangkan Undang-undang Keantariksaan.

Sebagai contoh misalnya ya, tadi disebutkan oleh Bapak Irvan tentang kemungkinan kerjasama dengan sumber-sumber lain diluar negeri karena ini masalah highcost.

Bapak-bapak sekalian, Saya menjadi ingat ada seorang Researcher pernah cerita kepada teman-teman di

Lapan menceritakan begini kamu kalau belajar tentang bagaimana membuat cairan untuk roket cair itu harus mengaplos sendiri jangan beli. Kami di India itu mengerjakan mulai dari awal bisa sampai sekarang ini adalah karena tangannya sendiri, berani ngoplos sendiri membuat solution sendiri. Jadi mesti harus pakai tangan kita sendiri. Jadi dengan perkataan lain ini adalah masalah yang sangat strategic sangat sensitif sudah barang tentu mereka tidak akan membuka demikian saja kalau misalkan kita kerjasama dengan luar negeri kita paling-paling disuruh nye-crup aja Pak disiruh nye-crup, tidak mungkin dibuka dalam-dalamnya itu harus kita rebut sendiri. Inilah perlunya kesungguhan kita semua untuk agar supaya ini bisa terjadi dan itu kuncinya adalah pada sikap Pemerintah.

Jadi oleh karena itu space technology ini erat kaitannya dengan space geo politics dan ini Pemerintah sangat amat berperan didalamnya agar supaya kita sukses. Mungkin itu yang kita bisa, kami bisa sampaikan untuk sekedar tambahan dari yang telah disampaikan oleh Bapak Profesor. Terima kasih.

Wabillaahittaufik walhidaayah.

Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Arifin. Cukup?

32

Page 33: R I S A L A H RUU TENTANG KEANTARIKSAAN KOMISI VII …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-023401-3811.pdfPakar (Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, DR. Arifin Nugroho)

F.PAN (MUHAMMAD SYAFRUDIN, ST): Ketua, sedikit saja satu, saya mau tanya. Pak Arifin, saya mau tanya kira-kira grade negara yang sangat bagus untuk urusan kata

Pak Prof urusan keantariksaan apa Amerika atau India, dari tadi saya dengar Bapak selalu menyampaikan India sedangkan mungkin saya selalu berfikir bahwa NASA itu sangat bagus sekali sangat tinggi sekali daripada India dan Iran, atau bagaimana Pak, menurut Bapak mana yang bagus.

PAKAR (DR. ARIFIN NUGROHO): Bapak yang terhormat, Kalau boleh saya sarankan, kiat ibarat mempelajari itu adalah dari suatu pengalaman,

suatu negara yang kira-kira mindset-nya hampir sama dengan kita, demografinya hampir sama,

culture nya hampir sama dan yang saya lihat dalam hal ini yang patut untuk dilihat sekalipun saya tahu bahwa lihat itu juga paling dari luarnya tetapi paling tidak itu management modalities-nya atau management action-nya yang mungkin bisa kita patut mencontoh dan benchmarking. Yang saya lihat itu India dan Iran saya rasa. India dan Iran itu dua-duanya sudah berhasil meluncurkan satelit pada orbitnya dan dua-duanya juga sudah mempunyai produk misil untuk security jadi dua aspek itu prosperity dan security itu sudah.

F.PAN (MUHAMMAD SYAFRUDIN, ST): Bukan Brazil ya, Pak Arifin. India sama Iran Pak Ketua ternyata yang lebih bagus, saya

kira itu saja. Terima kasih, Pak. KETUA RAPAT: Terima kasih. Cukup? Baik. Bapak dan Ibu yang saya hormati. Terima kasih kepada Bapak Profesor Ida Bagus Rahmadi dan Bapak Dr. Arifin Nugroho

atas pemaparan dan masukan bagi kami yang akan membahas RUU Keantariksaan. Saya atas nama Komisi VII mengucapkan terima kasih atas waktu dan pemaparannya yang disampaikan pada siang hari ini.

Dengan ini rapat saya tutup dengan mengucapkan hamdalah. Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 13.33 WIB) Jakarta, 3 Oktober 2012

a.n. KETUA RAPAT SEKRETARIS RAPAT,

Dr. Dewi Barliana S. M. Psi NIP. 196209261988032001

33