Qur’an Dan Hadits1repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31005/1/Faizah... · adalah...
Transcript of Qur’an Dan Hadits1repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31005/1/Faizah... · adalah...
Jilbab Dalam Persfektif Al-Qur’an Dan Hadits1
Faizah Ali Syibromalisi
A.Latar Belakang
Tersebarnya fenomena berjilbab dikalangan kaum muslimat termasuk generasi
mudanya kembali marak saat ini. Banyak analisa tentang factor-faktor yang mendukung
fenomena tersebut diantaranya semakin mengentalnya kesadaran beragama terutama
dikalangan generasi mudanya. Bisa jadi maraknya jilbab adalah sebagai sikap penentangan
terhadap dunia Barat yang seringkali menggunakan standar ganda sambil melecehkan umat
Islam dan agamanya. Factor lain dari pemakaian jilbab adalah symbol pandangan politik
yang pada mulanya diwajibkan oleh kelompok-kelompok Islam politik guna membadakan
antar muslimah yang menjadi anggotanga dengan yang bukan. Salah satu factor yang diduga
sebagai pendorong maraknya pemakaian jilbab adalah factor ekonomi. Mahalnya biaya pergi
ke salon kecantikan dan perawatan rambut, serta tuntutan untuk bergerak cepat dan praktis
menjadikan sementara perempuan lebih memilih memakai jilbab daripada repot kesalon.
Tulisan singkat ini tidak akan membahas panjang lebar tentang maraknya pemakaian
jilbab saat ini yang kita anggap sebagai fenomena yang positip, tapi justru kita akan
membahas berbagai hal terkait jilbab, seperti fungsi pakaian dalam Islam, aurat dan hikmah
dibalik penetapan aurat, ayat-ayat yang membahas aurat dan jilbab serta criteria berpakaian
sesuai dengan batasan aurat dan jilbab. Dalam memaparkan masalah-masalah tersebut
penulis hanya berpegang pada pandangan para ulama salafi, berdasarkan al-Qur‟an dan
Hadits yang masih pendapatnya mmasih menjadi panutan sampai saat ini.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar kita mengetahui dan memahami latar
belakang dan hikmah dari adanya pembatasan aurat dan pengaturan cara berpakaian dalam
ajaran Islam, sehingga ketika kita berpakaian dengan menutup aurat kita meyakini bahwa
itulah wujud ketaatan kita kepada perintah Allah swt. sehhingga kita lebih ikhlas
menjalankannya.
B. Uraian al-Qur‟an Tentang Pakaian dan fungsinya
Berbicara tentang pakaian dalam Al-Qur‟an tentu tak bisa dilepaskan dari dari apa
yang dilakukan Nabi Adam dan pasangannya- sesaat seteah melanggar perintah Allah untuk
1 Makalah dibacakan pada acara talk show majalah Aulia di gedung Gramedia Jakarta pada Hari
Minggu tgl 23 September 2012.
tidak mendekati pohon larangan – setelah tipu daya setan berhasil membujuk keduanya,
sehingga keduanya mencicipinya. Dalam hal ini Allah berfirman:
Artinya:” tatkala keduanya telah merasakan buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-
auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. QS Al-A‟raf 7 / 22
Ayat diatas mengisyaratkan bahwa Adam dan pasangannya segera menutupi auratnya
dengan daun , namun tidak sekedar menutupi aurat mereka dengan selembar daun, tetapi
daun diatas daun sebagaimana difahami dari kata yakhshifaani diatas. Hal tersebut mereka
lakukan agar aurat mereka benar-benar tertutup. Ayat ini menunjukkan bahwa menutup
aurat adalah merupakan fitrah manusia yang diaktualkan oleh Adam dan istrinya as. pada
saat kesadaran mereka muncul bahwa memakan buah larangan telah menelanjangi aurat
mereka. Apa yang dilakukan Adam, nenek moyang kita dinilai sebagai usaha manusia -secara
spontan dan dengan ilham dari Allah- menutupi auratnya, adalah awal dari lahirnya budaya
menutup aurat atau berpakaian.
C. Fungsi- Fungsi Pakaian Bagi Manusia
Dalam al-Qur‟an banyak kita dapatkan ayat yang menjelaskan berbagai fungsi pakaian
diantaranya adalah:
Artinya:” Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa. Itulah yang paling
baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-
mudahan mereka selalu ingat‟. ( QS A-A‟raf 7/29
Ayat ini mengisyaratkan tiga fungsi pakaian yaitu pertama menutup aurat yakni
menutup hal-hal yang tidak layak dilihat orang lain kedua sebagai hiasan bagi pemakainya
dan ketiga adalah pakaian ketakwaan
Ayat berikut ini mengisyaratkan fungsi pakaian sebagai pemelihara manusia dari sengatan
panas dan dingin serta membentengi manusia dari hal-hal yang bisa mengganggu
ketentramannya
Artinya:”. Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju
besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. ( QS An-Nahl 16/81 )
Ayat dibawah ini menjelaskan fungsi pakaian sebagai pembeda antara seseorang dengan yang
lainnya dalam sifat atau profesinya
Artinya:” Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-
isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh
mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( QS Al-
Ahzab 33/59 )
Dari tiga ayat di atas kita menemukan fungsi pakaian jasmani sebagaimana yang
dikehendaki Allah Swt. Yaitu pakaian sebagai penutup aurat dan pakaian sebagai hiasan.
Yang sering kali menjadi masalah bagi sementara orang adalah memadukan antara fungsi
pakain sebagai hiasan dengan fungsinya sebagai penutup aurat. Di sini tidak jarang orng
melakukan kesalahan, sehingga mengabaikan ketertutupan aurat demi sesuatu yang
dinilainya keindahan dan hiasan.
Agama Islam menghendaki agar kita berpakaian sesuai dengan fungsi-fungsi tersebut
atau paling sedikit fungsinya yang terpenting yaitu menutup aurat. Ini karena penampakan
aurat dapat menimbulkan dampak negative bagi yang menampakkannya dan bagi yang
melihatnya. Dari sini lahir pembahasan tentang batas-batas aurat yang harus dipelihara oleh
pria maupun wanita. Penekanan dalam fungsi ini (pakaian sebagai penutup aurat) menjadikan
sementara umat Islam mengabaikan unsur keindahan dan pembeda tersebut. Padahal menjadi
sangat ideal dan indah apabila kesemua fungsi yang disebutkan di atas dapat diterapkan.
C. Makna Aurat Dan Batasannya
Dalam pandangan pakar hukum Islam” aurat” adalah bagian dari tubuh manusia yang
pada prinsipnya tidak boleh kelihatan kecuali dalam keadaan darurat atau kebutuhan yang
mendesak. Kata ini terambil dari bahasa arab “auroh” oleh sementara ulama di nyatakan
terambil dari kata „awaro” yang berarti hilang perasaan. Aurat juga bisa dipahami dalam arti
sesuatu yang buruk yang hendaknya di awasi karena ia kosong, atau rawan dan dapat
menimbulkan bahaya dan rasa malu. Kata aurah sering kali dipersamakan dengan “sau‟ah”
yang secara harfiah dapat diartikan sesuatu yang buruk. Akan tetapi tidak semua yang buruk
adalah aurat dan tidak semua aurat pasti buruk. Tubuh wanita yang cantik yang harus di tutup
bukanlah sesuau yang buruk. Ia hanya buruk dan dapat berdampak buruk jika di pandang
oleh yang bukan mahramnya karena dapat menimbulkan rangsangan birahi, sehingga
menimbulkan aib dan malu. Dengan demikian bahasan tentang aurat dalam ajaran islam
adalah bahasan tentang bagian-bagian tubuh atau sikap dan kelakuan yang rawan
mengundang kedurhakaan serta bahaya.
Pria dan wanita memang memiliki perbedaan dalam penentuan batas-batas aurat. Ini
karena pria dan wanita adalah dua jenis manusia yang berbeda. Perbedaan mereka bukan saja
pada alat reproduksinya tetapi juga struktur fisik dan cara berpikirnya. pria dan wanita
memiliki hormone-hormon, jumlah butir darah merah dan sel sperrma/sel telur yang kadarnya
berbeda. Pria dan wanita juga berbeda dalam struktur otak sehingga terlihat perbedaan pada
banyak hal seperti pada cara dan gaya masing-masing yang mana telah di atur oleh Allah
agar lelaki dan perempuan dapat hidup berdampingan dan saling mendukung dalam mencapai
tujuan bersama.
Disadari ada hal-hal yang dapat menimbulkan rangsangan dalam hubungan antara
pria dan wanita baik melalui bagian-bagian tertentu dari tubuh maupun dalam bentuk gerak
dan ucapan yang rawan bagi timbulnya hubungan seks yang harus dihindari kecuali dalam
koridor perkawinan. Kewajiban menghindari hal-hal rawan itulah yang melahirkan adanya
pembatasan tentang aurat wanita dan pria.
Penentuan tentang aurat bukanlah untuk menurunkan derajat kaum wanita, bahkan
justru sebaliknya. Usaha yang dilakukan oleh sementara pihak dewasa ini yang memamerkan
wanita dalam berbagai gaya dan bentuk pada hakekatnya merupakan penghinaan yang besar
tehadap kaum wanita, sebab ketika itu mereka menjadikan wanita sebagai sarana pembangkit
dan pemuas nafsu pria yang tidak sehat. Penetapan batas-batas aurat bukan di maksudkan
untuk menghalangi perempuan ikut berpatisipsi dalam aneka kegiatan kemasyarakatan,
karena apa yang di perintahkan oleh islam untuk di tutupi sama sekali tidak menghalangi
aktivitas mereka yang positif karena seorang wanita tidak perlu membuka dada atau pahanya
sedikit apalagi banyak jika hendak melakukan aktivitas apapun yang bermanfaat lagi
terhormat.
D. Al-Qur‟an Dan Batas Aurat
Secara umum dalam konteks pembicaraan tentang aurat wanita, ada dua pendapat ulama
yang masing-masing selain berpegang pada dalil al-Qur‟an dan hadis juga berdasarkan
pertimbangan logika dan adat istiadat.
1. Kelompok yang memahami dan menyatakan bahwa seluruh tubuh wanita adalah
aurat
2. Kelompok yang memahami dan menyatakan bahwa Seluruh tubuh wanita aurat
kecuali wajah dan telapak tangan
Dalil- dalil yang dijadikan landasan adalah;
Pertama QS al-Ahzab 33,53)
Artinya:‟ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi
kecuali bila kamu diizinkan untuk Makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak
(makanannya), tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu selesai makan,
keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu
akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah
tidak malu (menerangkan) yang benar. apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada
mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih
suci bagi hatimu dan hati mereka. dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan
tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya
perbuatan itu adalah Amat besar (dosanya) di sisi Allah.(QS al-Ahzab 33,53)
Ayat ini mengandung dua tuntunan pokok dalam hubungannya dengan aurat , yang
pertama adalah apa yang di maksud dengan hijab, kedua apakah ayat yang memerintahkan
hijab merupakan ketentuan khusus buat para istri nabi atau mencakup semua perempuan
muslimah?
Untuk penjelasan pertama kata hijab berarti sesuatu yang menghalangi antara dua
dengan yang lainnya atau berarti penutup atau tabir. Para ulama yang berpandangan bahwa
seluruh tubuh wanita adalah aurat memahami kata hijab dalam arti tabir, namun mereka
berkesimpulan bahwa tujuan dari tabir adalah tertutupnya seluruh badan mereka. ini karena
tabir menutupi serta menghalangi terlihatnya sesuatu yang berada di belakangnya.
Persoalan kedua apakah keharusan adanya hijab di tujukan khusus kepada istri nabi
ataukah ditujukan kepada seluruh wanita muslimah. Ulama yag berpendapat bahwa seluruh
tubuh wanita adalah aurat menyatakan bahwa ayat di atas berlaku umum mencakup semua
wanita muslimah
Ada juga diantara ulama yang berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita aurat tetapi
memahami ayat di atas khusus bagi istri-istri nabi. kekhususan itu mereka pahami dalam arti
sempit yaitu tidak di benarkan bagi istri-istri nabi Muhammad menampakan diri di hadapan
umum - bukan sekedar menutupi seluruh badan mereka- kecuali kalau ada darurat. Hal ini
dikuatkan dengan firman Allah (QS Al-Ahzab 33/33) yang artiya:”dan hendaklah kamu
tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-
Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait
dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
Pendapat bahwa istri Nabi tidak boleh menampakkan diri dihadapan umum atau
keluar rumah, tidak didukung oleh sebagian besar ulama walaupun mereka yang menyatakan
bahwa seluruh badan wanita adalah aurat, dengan alasan bahwa istri nabi Saw Aisyah
ra.misalnya bahkan memimpin perang melawan Sayyidina Ali ra. Istri Nabi juga
meriwayatkan-dalam konteks bolehnya keluar rumah- bahwa beliau pernah berkata kepada
Nabi : “Apakah wanita berjihad?” Nabi Saw menjawab : “Ya, atas mereka jihad, yang tidak
berkaitan dengan perang, yaitu haji yang mabrur.”
Menurut penganut paham yang memberi kelonggaran, ayat hijab ini hanya berlaku
bagi para istri Nabi saw. karena banyak hal dalam al- Quran yang secara tegas di nyatakan
khusus bagi nabi, bukan untuk kaum beriman, ( baca antar lain QS 33/50). Kedudukan istri-
istri Nabi pun amatlah mulia karena itu mereka tidak boleh menikah lagi setelah menikah
dengan Nabi (33/53). Hal ini bukan berarti semua wanita tidak boleh kawin lagi setelah
suami mereka meninggal istri-istri nabi juga mendapat gelar “Ummahat Al Mu‟minin”.
Ayat kedua .(QS al-Ahzab 33/59)
Artinya:‟Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-
isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh
mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS al-Ahzab
33//59)
Kata jalabbib adalah jamak dari jilbab. kata ini diperselisihkan maknanya. Menurut
pendapat yang menyatakan bahwa seluruh tubuh wanita aurat kata jilbab berarti pakaian yang
menutupi, baju dan kerudung yang sedang di pakai sehingga jilbab menjadi bagaikan selimut.
Pakar Tafsir Al-Bika‟I 1406-1480 menyebut beberapa pendapat tentang makna jilbab
antara lain: baju yang longgar atau kerudung yang menutup kepala wanita, atau pakaian yang
menutupi baju dan kerudung yang dipakainya atau semua pakain yang menutupi badan
wanita. Kalau dimaksud dengan jilbab adalah baju, maka ia adalah pakain yang menutupi
tangan dan kakinya. Kalau dimaksud dengan jilbab adalah kerudung maka ia harus menutupi
wajah dan lehernya. Kalau maknanya pakain yang menutupi baju maka perintah
mengulurkannya adalah membuatnya longgar sehingga menutupi semua badan dan pakaian.
Ulama sepakat bahwa kalimat “Yudnina alaihinna min jalabibihinna “. merupakan tuntunan
kepada istri Nabi serta kaum muslimat agar mereka memakai jilbab.
Ayat ketiga QS al-Ahzab 33/30-31
Artinya:” Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan
janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-
putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Ayat ini adalah perintah Allah kepada Nabi saw untuk menyampaikan tuntunan
kepada wanita mu‟minah dan pria-pria mukmin dengan firmanNya untuk menahan
pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka. Di samping itu juga perintah kepada
wanita-wanita mu‟minah untuk tidak menampakkan hiasan yakni pakain atau bagian tubuh
mereka yang dapat merangsang pria kecuali yang biasa nampak baginya atau yang terlihat
tanpa maksud untuk menampakannya.
Karena salah satu hiasan pokok wanita adalah dadanya maka ayat ini memerintahkan
perempuan-perempuan mukminah untuk menutupkan kerudung mereka ke dada mereka dan
Nabi juga memerintahkn agar mereka jangan menampakan perhiasan mereka (keindahan
tubuh) kecuali kepada suami mereka ayah mereka dan ssterusnya(dari kerabat yang termasuk
mahrom ). Kemudian penggalan ayat berikutnya melarang menampakan perhiasan yang
tersembunyi dengan menyatakan “ janganlah mereka melakukan sesuatu yang dapat menarik
perhatian lelaki misalnya dengan menghentakan kaki mereka yang memakai gelang kaki atau
hiasan lainnya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan di anggota tubuh mereka”.
Ayat ini di akhiri dengan perintah untuk bertobat agar beruntung dalam kehidupan dunia dan
akhirat. Beberapa persoalan yang muncul dari ayat ini adaah:
a. Kata “yaguddhu” terambil dari kata godha yang berarti menundukan, yang dimaksud
adalah mengalihkan arah pandangan serta tidak memantapkan pandangan kepada
sesuatu yang terlarang atau kurang baik. Seandainya seluruh tubuh wanita adalah
aurat dan seandainya tubuh mereka telah tertutup. tentu tidak diperlukan adanya
perintah menundukan pandangan atau mengalihkannya.
b. Kata Zinah atau perhiasan dari segi pengertian kebahasan adalah sesuatu yang
menjadikan lainnya indah dan baik. Ada ulama yang membagi perhiasan menjadi
bersifat khilqiyyah (fisik dan melekat pada diri seseorang dan ada juga yang bersifat
muktasabah (dapat di upayakan). Yang bersifat melekat adalah bagian badan-badan
tertentu seperti wajah rambut dan payudara sedangkan yang dapat di upayakan antara
lain pakain yang indah, cincin, anting dan kalung..
c. Pengecualian pada kata” illa ma dzaharo minha” yakni kecuali apa yang Nampak
darinya (hiasannya) diperselisihkan maknanya. Para ulama fiqh memahami
pengecualian tersebut dalam arti kecuali hiasan yang nampak yakni hiasan yang dapat
diupayakan, yaitu hiasan yang lumrah di pakai perempuan seperti perhiasan,
perendaan, pakaian warna warni , pacar, cela dan siwak . Ibnu al-Arabi berpendapat
bahwa hiasan yang bersifat melekat yakni sebagian jasad perempuan khususnya wajah
dan kedua pergelangan tangannya..
d. Kata khumur adalah bentuk jamak dari kata khimar yaitu tutup kepala. Diantara
wanita ada yang tidak menggunakan tutup kepala tapi memakainya untuk melilit
punggung mereka, maka ayat ini memerinthakan mereka menutupi dengan kerudung
panjang itu dada dan leher mereka. Ini berarti kerudung harus diletakkan di kepala
sehingga menutup dada dan leher yang di tunjuk dengan kata Juyub.
Penggalan ayat ini berpesan agar dada bersama leher di tutup dengan kerudung atau
penutup kepala. Apakah ini berarti bahwa rambut juga harus di tutup? Jawabannya
iya, apalagi jika di sadari rambut adalah hiasan dan mahkota wanita. Bahwa ayat ini
tidak menyebut secara tegas perlunya rambut di tutup karena sudah di ketahui bahwa
fungsi khumur adalah sebagai penutup kepala.
Mengapa larangan kepada wanita lebih banyak ketimbang larangan kepada pria(pria
hanya di perintahkan menahan sebagian pandangannya dan memelihara kemaluan mereka
sedang perempuan di samping kedua hal tersebut di larang juga menampakan hiasan mereka
kecuali yang nampak serta diperintahkan menutupkan kudung mereka ke dada dan leher
mereka dan dilarang pula menghentakan kaki mereka dengan tujuan agar diketahu perhiasan
yang mereka sembunyikan dikaki. Perbedaan ini disebabkan perbedaan perempuan dan laki-
laki dan kecendrungan masing-massing. Diantaranya perempuan cenderung berhias di
banding laki-laki. Perempun selalu ingin tampil beda setiap hari. Kita lihat pakain wanita dan
model yang mereka pakai selalu berbeda-beda begitu juga model rambutnya maka wajar jika
pesan menyangkut penampakan hiasan justru di tekankan kepada perempuan bukan kepada
laki-laki.
Keempat QS al-Ahzab 33/32-33
Artinya:” Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu
bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang
yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik. dan hendaklah
kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-
orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai
ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. QS al-Ahzab 33/32-33
Ayat ini terkait dengan tuntunan kepada istri-istri Nabi yang menyangkut perbuatan dan
tingkah laku. Timbul pertanyaan apakah ayat ini mencakup juga wanita-wanita muslimah
yang lain atau terbatas keapda meraka bagi yang berpendapat bahwa seluruh badan mereka
adalah aurat ayat ini berlaku bagi para istri nabi dan wanita mukminah lainnya. itu agar
wanita-wanita tinggal di rumah. Hal ini di katakan oleh Al Kurtubi (W 671 H ) dan Ibnu al-
Arabi (1076-1148 M) dan Abdul „Ala al- Maududi.
Ayat kelima
Artinya :” dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan
mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan
pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan
adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana”. QS
an-Nur 24/60
Ayat di atas merupakan pengecualian dari firmannya. Kata al - qawa‟aid bentuk jamak
dari al- qa‟id yang menunjuk kepada perempuan yang telah tua yang mulanya bermkna
duduk. Wanita yang telah tua dinamai ko‟id karena ia terduduk di rumah. Jika ayat ini
menyatakan bahwa tiak ada dosa bagi wanita yang telah mencapai usia tua dan tidak lagi
memiliki hasrat menikah untuk menanggalkan pakaian luar mereka maka tentu merupakan
dosa bagi yang belum tua bila mereka menanggalkan pakain luar mereka. Ijin ini di berikan
karena wanita-wanita tua telah mengalami kesulitan dalam memakai aneka pakaian terlebih
lagi memandang mereka tidak lagi menimbulkan rangsangan birahi. Perlu di catatt bahwa
meskipun ada kelonggaran itu mereka juga dilarang bertabarruj dalam arti melarang
menampakan perhiasan yang biasanya tidak di tampakan oleh wanita baik-baik atau sesuatu
yang tidak wajar di pakai, seperti make up berlebihan atau berjalan berlenggak lenggok atau
menampakan sesuatu yang mengundang kekaguman pria dan menimbulkn rangsangan. Kalau
yang tua saja di larang untuk bertabarruj apalagi wanita wanita muda.
Hadis –hadis yang menunjukkan seluruh tubuh wanita adalah aurat
1. Dari Ibn Mas‟ud bahwa nabi saw berkata:” wanita adalah aurat maka apabila ia
keluar rumah maka setan tampil membelalakkan matanya dan bermaksud buruk
terhadapnya,”( HR at Tirmizi dan dia menilainya hasan gharib )
Menurut pendapat ulama, Hadits ini memiliki sedikit kelemahan pada ingatan salah
seorang perawinya. Selain itu kata “ wanita adalah aurat” tidak berarti seluruh tubuhnya
aurat, tetapi bagian-bagian tertentu tubuhnya atau gerak geriknya yang bisa menimbulkan
rangsangan. Hadits ini juga tidak bisa dijadikan alasan untuk mellarang wanita keluar rumah,
karena puluhan Hadits menunjukkan bahwa banyak wanita pada masa Nabi yang
diperbolehkan keluar rumah untuk melaksanakan berbagai kegiatan penting yang positif.
Paling tidak Hadits ini member peringatan agar wanita menutup auratnya dan bersikap
sopan apabila keluar rumah, agar tidak merangsang kehadiran setan baik berupa masuia
maupun jin.
2. Dari Ummul Mukminin „Aisyah ra. Beliau berkata: “para penunggang kuda /unta
melewati kami, sedang kami ketika itu bersama Rasulullah saw. dan kami dalam
keadaan berihram, maka bila mereka lewat dihadapan kami, maka kami mengulurkan
kerudung dari kepala (untuk menutupi) wajah masing-masing, apabila mereka telah
melewati kami, maka kamipun membukanya ( wajah kami) ( HR Ahmad,Abu Daud, Ibn
Majah dan lain-lain)
Hadits ini dinilai dha‟if oleh penganut paham yang mengecualikan wajah dan tangan dari
aurat, karena salah seorang perawinya yaitu Yazid Ibn Abi Ziyad dinilai banyak ulama
lemah. Kandungan hadits ini juga bertentangan dengan kandungan Hadits berikut ini.
3. Dari Ibn Umar. Bahwa Nabi saw bersabda” tidak (dibenarkan) wanita yang sedang
berihram memakai cadar (penutup wajah) dan tidak juga memakai kaus tangan” ( HR
Amad, Bukahari dan an-Nasa‟i ).
Hadits ini bertentangan dengan Hadist diatas, disamping larangan Nabi memakai cadar ketika
berihram tidak bisa dijadikan dalil bahwa wanita –wanita ketikaitu memakai cadar. Kalaupun
mereka memakainya tentu bukan karena perintah agama, tetapi adat atau kemauan sendiri.
Hadis –hadis yang menunjukkan seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan
kedua telaapak tangan
1. „Aisah ra berkata berkata bahwa Asma‟ putrid Abi Bakar ra. dating menemui
Rasulullah saw. dengan mengenakan pakaian tipis (transparan), maka rasulullah
saw. berpaling enggan melihatnya dan be rsaba” sesungguhnya perempuan jika
telah haidh tidak lagi wajar terlihat darinya kecuali ini dan ini” ( sambil beliau
menunjuk kewajahdan telapak tangan beliau) ( HR Abu Daud dan al-baihaqi )
Hadist ini selain dikatakan lemah dari sisi sanadnya karena mursal oleh para
penganut paham bahwa seluruh tubuh wanita aurat, juga diduga sebelum
ditetapkannya kewajiban menutup seluruh tubuh. Tentu saja hal ini ditolak oleh
penganut paham yang mengecualikan wajah dan tangan dengan mendatangkan
riwayat lain yang menguatkan keshahihan hadist tersebut, seperti hadits yang
diriwayatkan Ibn Jarir dari Qotadah:Nabi saw bersabda “ tidak halal bagi seorang
perempuan yang percaya kepada Allah dan Hari kemudian dan telah haidh unuk
menampakkan kecuali wajahnya dan tangannya sampai disini(lalu beliau memegang
setengah tangan beliau ).
2. Hadits kedua adalah hadits Ibn Abbas yang menyatakan bahwa:”Rasulullah
membonceng al-Fadl putra al-abbas ra. pada hari an-Nahr (lebaran haji )
dibelakang kendaraan unta beliau. Al-fadl adalah seorang pria yang gagah. Nabi
saw member fatwa pada khalayak, lalu dating seorang perempuan yang cantik dan
bertanya kepada rasulllahsaw. Al-Fadl terus menerus memandangnya dan ia
mengagumi kecantikan wnita itu ketika itu Nabi menoleh kepadanya ,lalu nabi
memalingkan dengan tangannya dagu al-Fadl, maka beliau memalingkan wajah al-
Fadl dari pandanngan kepada wanita itu. Lalu wanita itu berkata” sesungguhnya
ketetapan yang ditetapkan atas hamba-hambaNya haji, tetapi saya mendapatkan ayah
saya dalam keadaan tua tidak mampu duduk diatas kendaraan, maka apa boleh
menghajikan untuknya?” Nabi menjawab “ya” ( HR Bukhari, Muslim, Abu Daud,
an-Nasa‟I dan lain lain).
Hadits ini menunjukkan ada bagian tubuh wanita yang terbuka yaitu wajah dan
tangannya. Nabi memmbalikkan wajah al-fadl karena Nabi khawatir kehadiran setan
yang bisa menjerumuskan keduanya apabila pandangan al-Fadl kepada wanita itu
dilanjutkan apalagi mereka masih muda.
3. Melalui sahabat nabi Sahl Ibn Sa‟d bahwa ada seorang perempuan datang
kepada rasulullah saw (sedang beliau ketika itu berada di mesjid) lalu perempuan itu
berkata” Wahai Rasulullah! Aku datang menyerahkan didrikukepadamu” ( maka
beliau terdiam” sungguh aku melihat perempuan iu berdiri” kata Sahl ) lalu
Rasulullah saw melihatnya dan mengangkat pandangan beliaudan mengarahkannya
(kepada wanita itu ) lalu beliau menundukkan kepala. Maka ketika perempuan itu
melihat (menyadari) bahwa beliau tidak menghendaki sesuatu darinya ( yaknin tidak
bekenan menikahinya) maka dia duduk……( HR Bukhari, Muslim an-Nasa‟I dan lain-
lain ).
Hadist ini menunjukkan ada bagian tubuh wanita yan dapat dilihat, buktinya Nabi saw
mengarahkan pandangannya kepada wanita itu. Ini menjadi dasar bahwa wajah wanita
bisa dilihat. Penulis tidak mendukung pendapat yang mengatakan bahwa semua
tubuh wanita itu aurat, sehingga harus ditutup keseluruhannya. Karena dengan tampil
seperti itu gugurlah fungsi hiasan atau keindahan dalam berpakaian, padahal al-qur‟an
sendidri menyebutkan bahwa salah satu fungsi pakaian adalah sebagai hiasan, apalagi
sifat wanita memang senang berhias. Sehingga kewajiban memakai pakaian yang
menutup seluruh tubuh, telah mencabut hak wanita untuk tampail indah. Sebagaimana
Hadits mengatakan “ ad-Dunya mata‟un wa khoiru mata‟iha al-mar‟ah”.
E. Klasifikasi Dan Kriteria Pakaian
Islam tidak menetapkan jenis pakaian tertentu baik bagi laki-laki maupun perempuan
yang kemudian disebut pakaian Islam. Mereka boleh mengenakan pakaian jenis apapun yang
mereka suka selama tidak ada teks agama yang mengharamkannya. Syari‟at menghargai
keragaman lingkungan, suasana, tradisi dan adat istiadat termasuk di dalamnya kebiasaan
berpakaian bagi laki-laki atau perempuan sebagaiman yang terdapat dalam firman Allah swt
dalam surat al-Ahzab (33):59.
Mengacu pada pemahaman mengenai jilbab dan khimar dan kandungan ayat tentang pakaian
perempuan, maka dietapkan beberapa kriteria pakaian yang sesuai dengan ajaran agama
diantaranya:
1) pakaian itu menutup anggota badan selain wajah dan tangan sebagaimana firman Allah
swt dala QS al-Ahzab 33/59
2). Bukan berfungsi sebagai perhiasan, syarat tersebut terdapat dalam firman Allah swt
dalam surat al-Nur 24/31.
3). Tidak tipis atau transparan. Sebagai pelindung perempuan, secara otomatis, jilbab harus
tebal dan tidak tranparan/tipis karena jika demikian akan semakin memancing fitnah (godaan)
dari pihak laki-laki. Ancaman yang berat diancamkan sesuai sabda Nabi saw.:Nabi
menceritakan, ada dua kelompok penghuni neraka yang tidak pernah beliau lihat
sebelumnya, yaitu:“kelompok yang membawa cambuk seperti ekor lembu yang digunakan
untuk mencambuk manusia, dan kelompok perempuan yang berpakaian tetapi seperti
telanjang, melenggak lenggok menggoyangkan kepala bagai punggung unta bongkok;
mereka tidak akan masuk surge dan tidak akan mencium bau harumnya padahal bau
harumnya dapat tercium dari jarak tempuh sekian dan sekian” (H.R.Bukhairi).
Maksud berpakaian tapi telanjang yaitu, pakaian yang tidak berfungsi menutupi
aurat, sehingga dapat memperlihatkan warna kulit karena tipis atau sempitnya pakaian
tersebut. Ustamah Ibn zaid mengatakan “ Rasulullah saw memberiku pakaian kibthi” yang
tebal hadiah dari du‟ayyah al-kalabi, lalu aku pakaikan pada istriku. Nabi smenegurku
“mengapa tidak kau pakai sendiri qibti ini?” aku menjawab “sudah aku pakaikan pada
istri” lalu nabi bersabda “ suruh dia merangkapnya dengan pakaian dalam, aku khawatir
bentuk tubuhnya masih kelihatan” (H.R Ahmad dan baihaqi dengan sanad hasan).
4). Tidak diberi wangi-wangian. Abu Musa al-Asy‟ari pernah mengatakan bahwa Nabi saw.
bersabda “siapapun perempuan yang memakai wewangian kemudian melintas di kerumunan
orang agar mereka mencium bau harumnya, maka sesungguhnya ia melakukan zina”
5). Tidak memiliki unsur keserupaan dengan pakaian laki-laki, karena Nabi saw. mengutuk
perempuan yang bergaya laki-laki maksudnya adalah hendaklah baju yang dipakai bukanlah
pakaian khusus laki-laki. perempuan tidak boleh memakainya. Yang demikian haram
baginya.
6). Tidak diniatkan sebagai pakaian kebanggaan, yakni setiap pakaian yang membuat
pemakainya menjadi bangga ditengah orang banyak. Ibn Umar meriwayatkan bahwa Nabi
bersabda:“barangsiapa mengenakan pakaian kebanggaan di dunia, maka Allah swt akan
mengenakan untuknya pakaian kehinaan di hari kiamat kemudian menyalakan api di
dalamnya.”
7). Longgar dan tidak ketat, sehingga tidak menggambarkan sesuatu dari lekukan tubuhnya.
Diantara maksud diwajibkannya jilbab adalah agar tidak timbul fitnah (godaan) dari pihak
laki-laki. Hal ini tidak mungkin terwujud jika pakaian yang dikenakan oleh perempuan tidak
ketat dan tidak membentuk lekuk tubuh.
Demikianlah pemaparan singkat tentang jilbab dalam persfektif al-Qur‟an. Sebelum
mengakhiri tulisan ini penulis mengambil kesimpulan bahwa meskipun masing-masing
kelompok, baik yangberpendapat bahwa seluruh tubuh wanita itu aurat, tanpa kecuali
,maupun kelompok yang berpendapat bahwa wajah dan telapak tangan bukan aurat, dengan
argument masing-masing, namun penulis tidak mendukung pendapat yang mengatakan
bahwa semua tubuh wanita itu aurat, sehingga harus ditutup keseluruhannya. Karena dengan
tampil seperti itu (dengan seluruh tubuh tertutup pakaian ) gugurlah fungsi hiasan atau
keindahan dalam berpakaian, padahal al-Qur‟an sendidri menyebutkan bahwa salah satu
fungsi pakaian adalah sebagai hiasan, apalagi sifat wanita memang senang berhias. Sehingga
kewajiban memakai pakaian yang menutup seluruh tubuh, telah mencabut hak wanita untuk
tampail indah. Karena permpuan memang hiasan dunia, sebagaimana Hadits mengatakan “
ad-Dunya mata‟un wa khoiru mata‟iha al-mar‟ah”. Wallahu „A‟lam bi ash-showab.