PV

21
KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga sehingga Saya dapat menyelesaikan penyusunan referat ini dengan judul “Pemfigus Vulgaris”. Referat ini saya ajukan dalam rangka melaksananakan tugas kepaniteraan klinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bekasi. Pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih kepada dr.Retno Sawitri, Sp.KK yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan referat ini. Kepada kedua orang tua saya yang selalu mendukung saya, serta kepada teman- teman koass dan semua pihak yang telah turut membantu penyusunan referat ini. Diharapkan referat ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para mahasiswa kedokteran, serta semoga dapat menambah pengetahuan dalam bidang kedokteran dan dapat menjadi bekal dalam profesi kami kelak. Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan senang hati saya menerima kritik dan saran yang membangun. Atas perhatian yang diberikan saya ucapkan terima kasih. 1

description

Kulit

Transcript of PV

Page 1: PV

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga sehingga Saya dapat menyelesaikan penyusunan referat ini dengan judul

“Pemfigus Vulgaris”. Referat ini saya ajukan dalam rangka melaksananakan tugas kepaniteraan

klinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Bekasi.

Pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih kepada

dr.Retno Sawitri, Sp.KK yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan referat ini. Kepada

kedua orang tua saya yang selalu mendukung saya, serta kepada teman-teman koass dan semua

pihak yang telah turut membantu penyusunan referat ini.

Diharapkan referat ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para

mahasiswa kedokteran, serta semoga dapat menambah pengetahuan dalam bidang kedokteran

dan dapat menjadi bekal dalam profesi kami kelak.

Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan

senang hati saya menerima kritik dan saran yang membangun. Atas perhatian yang diberikan

saya ucapkan terima kasih.

Jakarta , November 2012

Penulis

1

Page 2: PV

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................1

DAFTAR ISI..........................................................................................................................2

I. PENDAHULUAN...............................................................................................3

..............................................................................................................................

II. EPIDEMIOLOGI................................................................................................ 3

III. ETIOPATOGENESIS.........................................................................................4

IV. GEJALA KLINIS................................................................................................5

V. DIAGNOSIS........................................................................................................7

VI. DIAGNOSIS BANDING.....................................................................................8

VII. KOMPLIKASI.....................................................................................................11

VIII. PENATALAKSANAAN.....................................................................................11

IX. PROGNOSIS.......................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................14

2

Page 3: PV

PEMFIGUS VULGARIS

I. PENDAHULUAN

Istilah pemfigus dari kata pemphix (Yunani) berarti melepuh atau gelembung. Pemfigus

ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berupa bula yang timbul dalam waktu yang lama,

menyerang kulit dan membrana mukosa yang secara histopatologik ditandai dengan bula

interepidermal akibat proses akatolisis.(1,2)

Secara garis besar Pemfigus dibagi menjadi 4 bentuk yaitu Pemfigus Vulgaris, Pemfigus

Eritomatosus, Pemfigus Foliaseus dan Pemfigus Vegetans. Semua bentuk Pemfigus diatas

memberikan gejala yang khas, yakni pembentukan bula yang kendur pada kulit yang umumnya

terlihat normal dan mudah pecah, pada penekanan bula tersebut meluas (Nikolsky positif),

akantolisis selalu positif, dan adanya antibody tipe IgG terhadap antigen interseluler di epidermis

yang dapat ditemukan dalam serum, maupun terikat di epidermis.(2)

Pemfigus Vulgaris (PV) merupakan bentuk tersering dijumpai (80% semua kasus

Pemfigus). Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras.

Angka kejadian PV bervariasi 0,5-3,2 kasus per 100.000 penduduk. Penyakit ini meningkat pada

pasien keturunan Ashkenazi Yahudi dan orang-orang asal Mediterania.(1-3)

Penyebab pasti timbulnya penyakit ini belum diketahui, namun kemungkinan yang

relevan adalah berkaitan dengan faktor genetik, lebih sering menyerang pasien yang sudah

menderita penyakit autoimun lainnya (terutama Miastenia Gravis dan Timoma), serta dapat

dipicu karena penggunaan penisilamin dan captopril. Kelainan pada kulit yang ditimbulkan

akibat PV dapat bersifat lokal ataupun menyebar, terasa panas, sakit, dan biasanya terjadi pada

daerah yang terkena tekanan dan lipatan paha, wajah, ketiak, kulit kepala, badan, dan umbilicus.

Pengobatan pada PV ditujukan untuk mengurangi pembentukan autoantibodi. Penggunaan

kortikosteroid dan imunosupresan telah menjadi pilihan terapi, akan tetapi morbiditas dan

mortalitas akibat efek samping obat tetap harus diwaspadai.(1-4)

3

Page 4: PV

II. EPIDEMIOLOGI

PV merupakan bentuk yang tersering dijumpai (80% semua kasus). Penyakit ini tersebar

diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. Frekuensi kedua jenis kelamin sama.

Umumnya mengenai umur pertengahan (dekade ke-4 dan ke-5), termasuk dapat juga mengenai

semua umur termasuk anak-anak. Di India penyakit ini banyak mengenai anak-anak jika

dibandingkan di Negara barat. Di Negara-negara timur seperti India, Cina, Malaysia, dan Timur

Tengah kasus pemfigus yang paling umum adalah Pemfigus Blistering. Ras Yahudi terutama

Yahudi Ashkenazi memiliki peningkatan kerentanan terhadap PV. Di Afrika Selatan, PV ini

lebih sering terjadi pada bangsa India dibanding pada bangsa berkulit hitam dan berkulit putih.

PV jarang sekali terjadi pada orang barat. (1,2,5)

III. ETIOPATOGENESIS

Pada penyakit ini, autoantibodi yang menyerang desmoglein pada permukaan keratinosit

membuktikan bahwa autoantibodi ini bersifat patogenik. Antigen PV yang dikenali sebagai

desmoglein 3, merupakan desmosomal kaderin yang terlibat dalam perlekatan interseluler pada

epidermis. Antibodi yang berikatan pada domain ekstraseluler region terminal amino pada

desmoglein 3 ini mempunyai efek langsung terhadap fungsi kaderin. Desmoglein 3 dapat

ditemukan pada desmosom dan pada membran sel keratinosit. Dapat dideteksi pada setiap

deferensiasi keratinosit terutamanya pada epidermis bawah dan lebih padat pada mukosa bucal

dan kulit kepala berbanding di badan. Hal ini berbeda dengan antigen Pemfigus Foliaseus,

desmoglein 1, yang dapat ditemukan pada epidermis, dan lebih padat pada epidermis atas.

Pengaruh dari faktor lingkungan dan cara hidup individu belum dapat dibuktikan berpengaruh

terhadap PV, namun penyakit ini dapat dikaitkan dengan genetik pada kebanyakan kasus. (1,6-8)

Tanda utama pada PV adalah dengan mencari autoantibodi IgG pada permukaan

keratinosit. Hal ini merupakan fungsi patogenik primer dalam mengurangi perlekatan antara sel-

sel keratinosit yang menyebabkan terbentuknya bula-bula, erosi dan ulser yang merupakan

gambaran pada penyakit PV. Pada perwarnaan imunofloresensi direk dan indirek, kita dapat

membedakan antara Pemfigus Paraneoplastik dari bentuk klasik suatu Pemfigus. Pada kulit

perilesi, imunofloresensi direk menunjukkan penimbunan IgG dan komplemen C3 pada

permukaan sel epidermal dan juga di sepanjang basal membrane zone. Berbeda dengan Pemfigus

4

Page 5: PV

Klasik, autoantibodi hanya berikatan dengan epitel bertanduk, sama seperti yang dideteksi pada

imunofloresensi indirek.(1,4,7)

Autoantibodi patologik yang menyebabkan terjadinya PV adalah autoantibodi yang

melawan desmoglein 1 dan desmoglein 3, yang mana hal ini yang menyebabkan terjadinya

pembentukan bula. Pemeriksaan mikroskopi imunoelektron dapat menentukan lokasi antigen

pada desmosom untuk kedua PV dan Pemfigus Foliaseus, yang lebih sering pada perlekatan sel-

sel pada epitel bertanduk.(1,6,7)

Gambar 1: Kompensasi desmoglein; pada awal pemfigus vulgaris, antibodi hanya menyerang desmoglein 3, dan menghasilkan bulla pada lapisan mukosa dalam tanpa kompensasidari desmoglein 1. Pada pemphigus mukokutaneus, antibodi menyerang kedua desmoglein 1 dan desmoglein 3, menyebabkan bulla terhasil pada kedua membran mukosa dan kulit.(7)

IV. GEJALA KLINIS

PV ditandai oleh adanya bulla berdinding tipis, relatif kendur, dan mudah pecah yang

timbul pada kulit atau membran mukosa normal maupun di atas dasar eritematosa. Cairan bula

pada awalnya jernih tetapi kemudian dapat menjadi hemoragik bahkan seropurulen. Bula-bula ini

mudah pecah, dan secara cepat akan ruptur sehingga terbentuk erosi. Erosi ini sering berukuran

besar dan dapat menjadi generalisata. Kemudian erosi akan tertutup krusta yang hanya sedikit

atau bahkan tidak memiliki kecenderungan untuk sembuh. Tetapi bila lesi ini sembuh sering

berupa hiperpigmentasi tanpa pembentukan jaringan parut.(4,9)

5

Page 6: PV

PV biasanya timbul pertama kali di mulut kemudian di sela paha, kulit kepala, wajah,

leher, aksila, dan genital. Pada awalnya hanya dijumpai sedikit bula, tetapi kemudian akan

meluas dalam beberapa minggu, atau dapat juga terbatas pada satu atau beberapa lokasi selama

beberapa bulan.9

Tanda Nikolsky positif karena hilangnya kohesi antar sel di epidermis sehingga lapisan

atas dapat dengan mudah digeser ke lateral dengan tekanan ringan. Kulit tanpa lapisan mukosa

sangat jarang ditemukan pada PV. Pada suatu penelitian hanya 11% dari kasus PV.(7,9)

Lesi di mulut muncul pertama kali dalam 60% kasus. Bula akan dengan mudah pecah dan

mengakibatkan erosi mukosa yang terasa nyeri. Lesi ini akan meluas ke bibir dan membentuk

krusta. Keterlibatan tenggorokan akan mengakibatkan timbulnya suara serak dan kesulitan

menelan. Esofagus dapat terlibat dan telah dilaporkan suatu esophagitis dissecans superficialis

sebagai akibatnya. Konjungtiva, mukosa nasal, vagina, penis, dan anus dapat juga terlibat.(9)

Gambar 2. Pemfigus vulgaris. A. Bula flaksid B. Lesi oral(7)

6

Page 7: PV

Gambar 3. Pemfigus vulgaris. Erosi luas akibat lepuh pada kulit(7)

V. DIAGNOSIS

Untuk dapat mendiagnosis PV diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

lengkap. Lepuh dapat dijumpai pada berbagai penyakit sehingga dapat mempersulit dalam

penegakkan diagnosis. Perlu dilakukan pemeriksaan manual dermatologi untuk membuktikan

adanya Nikolsky’s sign yang menunjukkan adanya PV. Untuk mencari tanda ini, dokter akan

dengan lembut menggosok daerah kulit normal di dekat daerah yang melepuh dengan kapas atau

jari. Jika memiliki PV, lapisan atas kulit akan cenderung terkelupas. Tanda ini tampaknya adalah

patognomonik karena hanya ditemukan pada Pemfigus dan Nekrolisis Epiderma Toksik.(9,10)

Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain:

Biopsi Kulit dan Patologi Anatomi

Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan diperiksa di bawah

mikroskop. Pasien yang akan dibiopsi sebaiknya pada pinggir lesi yang masih baru dan dekat

dari kulit yang normal. Gambaran histopatologi utama adalah adanya akantolisis yaitu

pemisahan keratinosit satu dengan yang lain.(7,9,11)

7

Page 8: PV

C

Gambar 4. Gambaran hitopatologi pemfigus. (A). Pemfigus vulgaris (B). Pemfigus foliaseus (C). Pemfigus

paraneoplastik.(9)

Imunofluoresensi

Imunofluoresensi langsung

Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai dengan cairan fluoresens. Pemeriksaan ini

dinamakan direct immunofluorescence (DIF). DIF menunjukan deposit antibodi dan

imunoreaktan lainnya secara in vivo, misalnya komplemen. DIF biasanya menunjukkan IgG

yang menempel pada permukaan keratinosit yang di dalam maupun sekitar lesi.(3,7)

Imunofluoresensi tidak langsung

Antibodi terhadap keratinosit dideteksi melalui serum pasien. Pemeriksaan ini ditegakkan

jika pemeriksaan imunofluoresensi langsung dinyatakan positif. Serum penderita

mengandung autoantibodi IgG yang menempel pada epidermis dapat dideteksi dengan

pemeriksaaan ini. Sekitar 80-90% hasil pemeriksaan ini dinyatakan sebagai penderita PV.(7)

8

A B

Page 9: PV

(A) (B)

Gambar 5. Imunofluoresensi pada pemfigus. (A). Imunofluoresensi langsung. (B). Imunofluoresensi tidak

langsung.(7)

VI. DIAGNOSA BANDING

1. Pemfigoid Bulosa

Gejala klinis pada Pemfigoid Bulosa adalah terbentuknya bula yang besar dengan

tekanan meningkat pada kulit normal atau dengan basal eritematosa. Bula-bula ini sering timbul

pada daerah abdomen bagian bawah, bagian paha depan atau paha atas, dan fleksor lengan atas,

walaupun ia bisa timbul dimana-mana bagian tubuh. Bula yang terbentuk biasanya terisi dengan

cairan bening dan bisa juga terdapat perdarahan. Kulit yang lepas apabila bula-bula itu pecah

biasanya mempunyai potensi reepitelisasi, tidak seperti PV, erosi yang terjadi tidak menyebar ke

perifer. Lesi pada Pemfigoid Bulosa tidak mengakibatkan pembentukan jaringan parut dan jarang

sekali disertai oleh gatal.(1,4,12)

Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk menentukan Pemfigoid Bulosa adalah biopsi

yang memberikan gambaran bula subepidermal tanpa nekrosis pada epidermal dengan infiltrat

limfosit, histiosit dan eosinofil pada permukaan dermal.1,4,7

9

Page 10: PV

Gambar 6. Pemfigoid Bulosa pada dada(7)

Gambar 7: Imunofluoresensi pada pemfigoid bulosa(7)

2. Dermatitis Herpetiformis

Gejala klinis primer pada Dermatitis Herpetiformis adalah papul eritematous, plak yang

menyerupai urtika atau yang paling biasa ditemukan adalah vesikel. Bula yang besar sangat

jarang muncul pada penyakit ini. Akibat dari hilang timbulnya gejala klinis pada Dermatitis

Herpetiformis bisa menyebabkan terjadinya hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Gejala yang

timbul pada pasien bisa hanya krusta dan gejala klinis primer yang lain tidak ditemukan. Gejala

klinis ini biasanya timbul secara simetris pada siku, lutut, bahu dan daerah sakral. Lokasi seperti

kulit kepala, muka dan garis anak rambut.(1,7,12)

Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosa Dermatitis Herpetiformis

adalah pemeriksaan serum di mana ditemukan antibodi IgA yang berikatan dengan substansi

intermiofibril pada otot polos. Terdapat juga pemeriksaan imunogenetik.(1,12)

Gambar 8: Dermatitis herpatiformis(7)

10

Page 11: PV

Gambar 9: Imunofloresensi pada dermatitis herpetiformis menunjukkan deposit

IgA secara granular(7)

Gambar 10:

Biopsi lesi pada dermatitis herpetiformis menunjukkan penumpukan

neutrofil dan eosinofil dan vesikulasi sub-epidermal(7)

VII. KOMPLIKASI (3,10)

1. Infeksi sekunder , baik sistemik atau lokal pada kulit, dapat terjadi karena penggunaan

imunosupresan dan adanya erosi. Penyembuhan luka pada infeksi kutaneous tertunda dan

meningkatkan risiko timbulnya jaringan parut.

2. Terapi imunosupresan jangka panjang dapat mengakibatkan infeksi dan malignansi yang

sekunder (misalnya, Sarkoma Kaposi), karena sistem imunitas yang terganggu.

3. Retardasi pada pertumbuhan telah dilaporkan pada anak yang memakai kortikosteroid

sistemik dan imunosupresan.

4. Penekanan pada sumsum tulang telah dilaporkan pada pasien yang menerima

imunosupresan. Peningkatan insiden leukemia dan limfoma dilaporkan pada pasien yang

menerima imunosupresi yang berkepanjangan.

5. Gangguan respon kekebalan yang disebabkan oleh kortikosteroid dan obat imunosupresif

lainnya dapat menyebabkan penyebaran infeksi yang cepat. Kortikosteroid menekan

11

Page 12: PV

tanda-tanda klinis infeksi dan memungkinkan penyakit seperti septikemia atau TB untuk

mencapai stadium lanjut sebelum diagnosis.

6. Osteoporosis dapat terjadi setelah penggunaan kortikosteroid sistemik.

7. Insufisiensi adrenal telah dilaporkan setelah penggunaan jangka panjang glukokortikoid.

VIII. PENATALAKSANAAN (13-15)

1. Medikamentosa

Glukokortiroid, 2-3 mg/KgBB prednison sampai penghentian pembentukan

lepuhan baru dan hilangnya tanda Nikolsky. Kemudian pengurangan dengan

cepat untuk sekitar setengah dosis awal sampai pasien hampir bersih, diikuti

dengan tappering dosis dengan sangat lambat untuk meminimalkan

keefektifitasan dari dosis.

Terapi imunosupresif yang bersamaan. Agen imunosupresif diberikan

bersamaan untuk mengurangi efek glukokortikoid.

Azathioprine, 2-3 mg/KgBB sampai pembersihan lengkap. Tapering dosis

hingga 1mg/KgBB. Pemberian dengan hanya azathioprinedilanjutkan bahkan

setelah penghentian pengobatan glukokortikoid dan mungkin harus

dilanjutkan selama berbulan-bulan.

Methotrexate, Baik secara oral (PO) atau IM dengan dosis 25–35 mg/minggu.

Dosis penyesuaian dibuat seperti azathioprine.

Cyclophosphamide, 100-200 mg/sehari, dengan pengurangan dosis 50–100

mg/sehari. Atau terapi cyclophosphamide "bolus" dengan 1000 mg IV

seminggu sekali atau setiap 2 minggu di tahap awal, sebagai perbaikan diikuti

oleh 50-100 mg/d PO.

Plasmapheresis, dalam hubungannya dengan glukokortikoid dan agen

imunosupresif pada pasien kurang terkontrol, pada tahap awal pengobatann

untuk mengurangi titer antibodi. Plasmaphresis dengan iklosporin atau

siklosposfamid dan fotoforesis ekstrakorporal terkadang juga telah diteliti

dapat berguna.

12

Page 13: PV

Gold therapy, untuk kasus-kasus ringan. Setelah pengujian awal dosis 10 mg

IM, 25 sampai 50 mg gold natrium thiomalate diberikan IM , interval per

minggu dengan dosis kumulatif maksimum 1 gr.

Dosis tinggi imunoglobulin intravena (IVIg) (2 g/KgBB setiap 3- 4 minggu)

telah dilaporkan memiliki efek sparing glukokortikoid.

2. Non Medikamentosa

Pada pemberian terapi dengan dosis optimal, tetapi pasien masih merasakan

gejala-gejala ringan dari penyakit ini. Maka perawatan luka yang baik adalah sangat

penting karena ia dapat memicu penyembuhan bula dan erosi. Pasien disarankan

mengurangi aktivitas agar resiko cedera pada kulit dan lapisan mukosa pada fase aktif

penyakit ini dapat berkurang. Aktivitas-aktivitas yang patut dikurangi adalah olahraga dan

makan atau minum yang dapat mengiritasi rongga mulut (makanan pedas, asam, keras, dan

renyah).(4)

IX. PROGNOSIS (1,7)

Sebelum adanya terapi glukokortikoid, PV hampir selalu berakibat fatal, dan Pemfigus

Foliaseus berakibat fatal pada 60% pasien. Pemfigus Foliaseus hampir selalu berakibat fatal pada

pasien usia lanjut dengan sejumlah permasalahan dalam pengobatan.

Penambahan glukokortikoid sistemik dan penggunaan terapi imunosupresif telah

meningkatkan prognosis pasien dengan PV. Namun demikian, PV tetap merupakan penyakit

yang dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Infeksi sering menjadi

penyebab kematian, dan dengan meningkatnya kebutuhan akan imunosupresan pada penyakit

yang aktif, terapi seringkali menjadi faktor yang berperan dalam menyebabkan kematian.

Dengan terapi glukokortikoid dan imunosupresan, mortalitas (baik dari penyakit maupun terapi)

pasien dengan PV yang diikuti dalam 4 sampai 10 tahun adalah 10% atau kurang, dimana pada

Pemfigus Foliaseus angka ini cenderung lebih kecil. Aktivitas penyakit umumnya berkurang

dengan waktu dan relaps paling banyak terjadi di 2 pertama setelah diagnosis. Keadaan ini lebih

buruk pada pasien yang lebih tua.

13

Page 14: PV

DAFTAR PUSTAKA

1. Wojnarowska F et al. Immunobullous disease. Burns T et al, ed. Rook’s textbook of

dermatology. 7th edition. Australia: Blackwell publication; 2004;2033-91.

2. Djuanda, adhi Prof.Dr.dr.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.Edisi Kelima.Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta.2007;204-08.

3. Zeina B, Sakka N. Pemphigus vulgaris, (online). 2010. Available from

www.emedicine.medscape.com

4. Amagai M. Pemfigus. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP (eds). Dermatology. Spain:

Elsevier. 2008; 5;417-29.

5. Siregar,Prof.Dr.R.S.SpKK(K).Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit,Edisi 2.Penerbit

Buku Kedokteran EGC.Jakarta.2004;186-88.

6. Hertl M, ed. Autoimmune disease of the skin: pathogenesis, diagnosis, management.2nd

revised edition. Austria: Springer-Verlag Wien; 2005;60-79.

7. Stanley JR. Pemfigus. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,

Leffell DJ (eds). Fitzpatrick's dermatology in general medicine (two vol. set). 7th ed. New

York: McGraw-Hill; 2008: 459-74.

8. Hall JC, ed. Sauer's Manual of Skin Diseases. 8th edition. Lippincott Williams & Wilkins.

2000;232-36

14

Page 15: PV

9. James WD, Berger TG, Elston DM,eds. Andrews Disease of the Skin Clinical Symptoms.

10th ed. Philadelphia. Saunders Elsevier;2006;581-93

10. Brown,Robin Graham,Tony Burns.Dermatologi Lectures Notes.Edisi

Kedelapan.Erlangga Medical Series.2002;144-46.

11. Beers, Mark H.MD.The Merck Manual.Eighteenth Edition.Volume I.Merck Research

Laboratories.2006;950-52.

12. Habif TP, ed. Clinical dermatology: a color guide to diagnosis and therapy. 4th edition.

Mosby.2003;547-86.

13. Wolff K et al. Fitzpatrick's color atlas and synopsis of clinical dermatology .5th edition.

New York: McGraw-Hill;2007

14. Scully Crispian and Stephen J Challacombe. PEMPHIGUS VULGARIS: UPDATE ON

ETIOPATHOGENESIS,ORAL MANIFESTATIONS, AND MANAGEMENT.

Department of Oral Medicine, Eastman Dental Institute for Oral Health Care Sciences.

London. 2002. 13(5):397-408.

15. Ahmed, Razzaque et al, Treatment of Pemphigus Vulgaris with Rituximab and

Intravenous Immune Globulin.The New England Journal Of Medicine.

English.2006;355:1772-9.

15