PUSPITA LESTARI PUTRIelibrary.unisba.ac.id/files/10-2284_Fulltext_duplikat.pdfUNIVERSITAS ISLAM...
Transcript of PUSPITA LESTARI PUTRIelibrary.unisba.ac.id/files/10-2284_Fulltext_duplikat.pdfUNIVERSITAS ISLAM...
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
HUBUNGAN SIKAP TERHADAP EFEKTIVITAS
KOMUNIKASI ATASAN-BAWAHAN DENGAN MOTIVASI
KERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI CV. PANCA
KARYA MANDIRI BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Ujian Sidang
Sarjana Fakultas Psikologis Universitas Islam Bandung
Dosen
Pembimbing I: Dra. Hj. Yuli Aslamawati, M.Pd
Pembimbing II: Dra.Ria Dewi Eryani
Oleh:
PUSPITA LESTARI PUTRI
10050004021
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
FAKULTAS PSIKOLOGI
2010
A
y
Motto
Artinya :
“Allah tida
mendapat pa
kejahatan) ya
hukum kami
bebankan ke
orang-orang
kami apa ya
dan rahmatil
yang kafir".
ak membeban
ahala (dari k
ang dikerjaka
i jika kami lu
kepada kami
yang sebelum
ang tak sangg
lah kami. En
ni seseorang
kebajikan) ya
kannya. (Mere
lupa atau ka
beban yang
m kami. Ya T
gup kami me
ngkaulah Pen
KupCinta
SerMenyaya
melainkan
ang diusahak
eka berdo`a):
mi tersalah.
g berat sebag
Tuhan kami, j
emikulnya. B
nolong kami,
Atas RpersembahkDan Bakt
rta Suami dangi ,Mend
sesuai denga
kannya dan i
"Ya Tuhan k
Ya Tuhan k
gaimana Eng
janganlah E
Beri ma`aflah
maka tolongl
(Q
Rahmat Dakan Skripsiku Kepaddan Buah hdo’akanku,
an kesanggup
ia mendapat
kami, jangan
kami, janganl
gkau bebank
Engkau pikul
kami; ampu
lah kami terh
Q. S. Al-Baq
an Ridlo Alsi Ini Sebagda Ayah DahatiKu Yasemangat
upannya. Ia
t siksa (dari
lah Engkau
lah Engkau
kan kepada
lkan kepada
unilah kami;
hadap kaum
qarah: 286)
llah SWT gai Tanda an Mama
ang Selalu hidupKu
ABSTRAK�Puspita lestari putri (1000004021). Hubungan sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan-bawahan dengan motivasi kerja karyawan bagian produksi CV. Panca Karya Mandiri Bandung.
Latar belakang masalah dalam penelitian ini berdasarkan fenomena di CV. Panca Karya Mandiri Bandung, yaitu menurunnya produktitivitas kerja karyawan bagian produksi semenjak 2007 yang menimbulkan banyaknya keluhan dari konsumen. Hal ini terjadi karena banyaknya karyawan yang bermalas-malasan dalam bekerja, seperti sebanyak 60% karyawan mangkir dari pekerjaan pada setiap bulan, karyawan tidak disiplin sekitar 20% karyawan sering terlambat masuk kerja tanpa ada alasan, pulang kerja sebelum waktunya, menunda-nunda pekerjaannya sehingga banyak kerjaan yang terbengkalai, padahal mereka mampu mengerjakannya, serta tidak tepat waktu dalam mengerjakan pekerjaannya.
Karyawan bagian produksi mengeluhkan komunikasi yang dilakukan atasan, Karyawan harus mengikuti cara (proses) memproduksi barang sesuai petunjuk atasan, tetapi atasan tidak memberikan informasi atau instruksi secara jelas sehingga karyawan kurang memahami instruksi dan informasi yang disampaikan atasannya dan karyawan tidak berani menanyakan lebih lanjut. Hal tersebut mengakibatkan pekerjaan mereka tidak sesuai dengan atasan. Tidak adanya keterbukaan, dimana atasan tidak mempertimbangkan idea tau gagasan positif dari atasan. Karyawan menjadi malas mengeluarkan pendapat atau ide masalah pekerjaan, misal: ketika speartpart alat prees patah dan ditempat biasa membelinya sedang tidak ada, secara otomatis pekerjaan tertunta. Ternyata ada satu karyawan yang mengetahui dimana bisa mendapatkannya tetapi dia malas memberitahui atasannyaApabila atasan menegur bawahan yang melakukan kesalahan, atasan tidak menjelaskan letak kesalahannya dan apabila ada kesalahan yang dilakukan oleh satu karyawan misalnya: kesalahan terletak dikaryawan bagian produksi dibidang bubut, tetapi nyatanya semua karyawan ditegur dengan cara dibentak- bentak. Apabila karyawan mampu mengerjakan pekerjaan dengan baik, mereka jarang mendapatkan pujian atau komentar positif dari atasan, sehingga karyawan merasa kurang dihargai kemampuan kerjanya dan karyawan merasa bahwa pekerjaan mereka lakukan bukanlah merupakan hal yang berarti melainkan hanya untuk kepentingan bagi perusahaan. Selain itu karyawan merasa bahwa atasan mereka kurang memperhatikan bawahannya,seperti; atasan jarang menanyakan keadaan bawahannya, seolah olah atasan tidak mau tahu masalah yang dihadapi oleh bawahan sehingga bawahan merasa atasan hanya terpaku pada masalah pekerjaannya saja. Tidak ada timbal balik dalam komunikasi sehingga karyawan merasa komunikasi atasan tidak efektif. karyawan menilai bahwa komunikasi yang dilakukan atasan tidak menyenangkan, tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh karyawan dimana atasan melakukan komunikasi yang efektif dengan cara adanya timbal balik adanya usaha untuk menciptakan suasana saling pengetian, saling melengkapi, saling mengeluarkan pendapat dan membangkitkan idealisme, sehingga ada suatu pengertian yang terjalin antara atasan-bawahan. Selain itu karyawan merasa bahwa apa yang sudah dilakukan untuk perusahaan tidak seimbang dengan apa yang sudah diperoleh. Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran bagi pihak perusahaan mengenai keterkaitan antara sikap terhadap komunikasi dan motivasi kerja karyawan bagian produksi CV. Panca Karya Mandiri, serta memberi masukan untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan bagian produksi dengan memperbaiki sikap terhadap komunikasi atasan Subjek penelitian ini adalah seluruh karyawan bagian produksi CV. Panca Karya Mandiri yang berjumlah 15 orang. Alat ukur motivasi dua arah atasan bawahan yg digunakan adalah kuesioneri yang diturunkan dari teori komunikasi Devito, sedangkan alat ukur motivasi kerja menggunakan alat ukur Skala motivasi kerja yang dikembangkan oleh Kinlaw yaitu The Motivation Assessment Inventory (MAI)
Pengolahan data menggunakan metode statistik Non-Parametrik Uji Statistik Koefisien Korelasi Rank Spearman, karena data yang digunakan adalah data ordinal. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh angka korelasi sebesar (rs) = 0,618 termasuk kedalam kategori sedang. Hal ini ada hubungan positif yang menggambarkan bahwa semakin positif sikap terhadap komunikasi atasan maka semakin tinggi motivasi kerja bawahan dan sebaliknya semakin negatif iperolehsikap terhadap komunikasi atasan maka semakin rendah pula motivasi kerja bawahan, khususnya pada karyawan Bagian Produksi CV. Panca Karya Mandiri.
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat iman dan Islam kepada kita. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW., keluarga, sahabat dan kita sebagai generasi
penurusnya hingga akhir zaman.
Atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penelitian yang dilakukannya yang berjudul “Hubungan sikap terhadap efektivitas
komunikasi atasan-bawahan dengan motivasi kerja karyawan CV. Panca Karya
Mandiri Bandung. Selain itu tugas akhir ini bertujuan untuk melengkapi tugas
akhir sebagai syarat kelulusan sarjana fakultas Psikologi di UNISBA.
Dalam penyelesaian skripsi ini penulis menyadari masih banyak
kekurangan dan tidak terlepas dari kesalahan. Peneliti mengharapkan sekali saran
dari seluruh pihak untuk dapat memberikan masukkannya, agar skripsi ini dapat
mendekati sempurna. Sesungguhnya kesempurnaan yang sejati hanya milik Allah
SWT. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua pada
umumnya dan peneliti khusunya.
Billaahitaufiqwalhidayah
Wassalaamu’alaikum Wr. Wb
Bandung, Februari 2010
Peneliti
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti juga ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang
memberikan bimbingan, bantuan moril dan spirituil. Dengan rasa tulus dan ikhlas
peneliti ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada :
1. Allah SWT, terimakasih atas nikmat sehat, nikmat waktu dan rezeki yang
dilapangkan sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Kedua Orang Tuaku tercinta, Ibunda tercinta Hj.U. Ratna Sulastri dan
Ayahanda H.Yoyo Saputra yang selalu memberiakan untaian doa-doa,
curahan perhatian serta kasih sayang dan dukungan yang tak terhingga.
Semoga Ayah dan Mama selalu dalam lindungan Allah SWT.
3. Suami tercinta Yayan S Terimakasih atas cinta dan kasih sayang yang
tulus dan dukungan moril, materi dan spiritual. setiap kata yang diucapkan
selalu menjadi energi dalam melawan segala kelelahan dan kejenuhan
dalam mengerjakan skripsi.
4. Buah hatiku, Maritza Kaylee S yang selalu jadi motivator dalam
menyelesaikan skripsi ini. Senyummu, pelukanmu, ciumanmu dan
tangismu menghilangkan segala kelelahan dan kepenatan dalam
mengerjakan skripsi.
5. Ibu bapak mertua tercita, H. Yayat Muchtar dan Hj. Tini Rustini
terimaksih atas doa dan dukungan yang diberikan semoga Alloh selalu
melindungi.
6. Adikku tersayang, Giarty Lestiani P, Hilmy Fauzan S dan RiQ ijlal D.S
terimakasih buat doa, dukungan dan semua canda dan tawa yang diberikan
untuk memberikan semangat dalam mengerjakan skripsi.
7. Ibu Dra. Hj. Yuli Aslamawati, M.Pd, sebagai pembimbing utama yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pemikiran dan
petunjuk selama penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir. Meski
kesibukan yang luarr biasa padat, namun ibu tetap bisa membimbing
penulis menyelesaikan skripsi. Semoga Alloh SWT menjadikan kebaikan
ibu sebagai amal jariyah. amien
8. Ibu Dra. Ria Dewi Eryani, selaku pembimbing kedua, yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan masukan-masukan yang berarti.
Terimakasih banyak, semoga kebaikannya dapat dibalas oleh Alloh SWT.
amien
9. Bapak Dr. H. Umar Yusuf, S.Psi., Psikolog selaku Dekan Fakultas
Psikologi Universitas Islam Bandung.
10. Bapak Drs. Agus Budiman, selaku dosen wali, yang telah memberikan
bimbingan dan membantu dalam proses perkuliahan.
11. Nenek- Kakek, Om- tante, terima kasih atas doa-doanya.
12. Seluruh Staff, Karyawan dan Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam
Bandung, yang selama ini telah banyak memberikan bantuan yang sangat
berarti bagi peneliti.
13. Bapak Hj.Yayat Muchtar sebagai direktur CV. Panca Karya Mandiri, dan
seluruh karyawan CV. Panca Karya Mandiri, terutama karyawan bagian
produksi, Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti
untuk melakukan penelitian.
14. Kang Ari, yang telah membantu dan memberikan berikan berbagai
masukan perhitungan statistic dalam mengerjakan skripsi ini
15. Sahabat-sahabatku, Sinta, Shanti, Iga, Meta, Adit, Achi, Aziz, Icha,
meskipun tidak selalu ada di sampingku, tapi doa dan bantuan kalian
selalu membuatku semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima
kasih atas dukungan, semangat, serta keceriaan yang kita jalin bersama
kuliah bersama di Psikologi Unisba. Eka, sherly, Delia, Ratih, Tarita,
Holki terimakasih atas persahabatan yang terjalin sampai saat ini,
meskipun kita sudah tidak berada dalam lingkungan kampus yang sama,
tetapi dukungan kalian sangat berarti sekali. Kalian semua menjadi
motivasi buat menyelesaikan skripsi ini.
16. Teman-teman seperjuangan, Rini, Shinta, Aci, Icha, Sisca, Nelly, Uppy,
Farah dan seluruh angkatan 2003, 2004, 2005 yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu, Terima kasih atas pengalaman-pengalaman yang
tidak mungkin dapat terlupakan selama masa kuliah dan masa-masa sulit
mengerjakan skripsi.
17. Teman- teman seangkatan, yaitu irma, nita, meyde, ica, bunda dan
seluruh angkatan 2004 lainnya.
18. Teman konsultasi, Astrid Sonya terimakasih atas waktu dan ilmunya.
Semoga Alloh SWT mengganti dengan yang lebih. amien
19. Pihak - pihak yang banyak membantu namun tidak dapat penulis sebutkan
namanya satu persatu. Terimakasih atas bantuannya, semoga alloh SWT
membalas kebaikan dengan sesuatu yang lebih berarti.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkannya serta dapat menjadi referensi dalam pembuatan skripsi rekan-
rekan lainnya. Dan akhirnya saya berharap semoga Allah SWT memberikan
balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
kepada saya dalam meyelesaikan skripsi ini.
Jazakumullaahu khairran katsira
Bandung, Februari 2010
Peneliti,
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
UCAPAN TERIMAKASIH iii
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Identifikasi Masalah 9
1.3 Tujuan Penelitian 15
1.4 Bidang Kajian 15
1.5 Kegunaan Penelitian 16
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Sikap 17
2.1.1 Pengertian Sikap 17
2.1.2 Komonen-komponen Sikap 20
2.1.3 Pembentukan dan perubahan Sikap 21
2.1.4 Ciri-ciri Sikap 24
2.1.5 Teori Sikap 25
2.1.5.1 Teori Sikap Rosenberg 25
2.2 Komunikasi 28
2.2.1 Pengertian Komunikasi 28
2.2.2 Proses Komunikasi 30
2.2.3 Bentuk-bentuk Komunikasi 34
2.2.4 Arah Komunikasi 37
2.2.5 Aspek Komunikasi Atasan 38
2.3 Motivasi Kerja 43
2.3.1 Pengertian Motivasi Dan Proses Komunikasi 43
2.3.2 Pendekatan Teori Motivasi 46
2.3.2.1 Content Models 46
2.3.2.2 Process Theory 50
2.3.2.3 The Integrated models of Motivation Theory 52
2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja 55
2.4 Hubungan antara Sikap terhada komunikasi Atasan dengan
Motivasi kerja 56
2.5 Kerangka Pikir 59
2.6 Hipotesis 71
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian 72
3.2 Identifikasi Variabel 72
3.3 Operasional Variabel 72
3.4 Alat Ukur 76
3.4.1 Alat Ukur Komunikasi Dua Arah Atasan Bawahan 76
3.4.2 Alat Ukur Motivasi Kerja 80
3.5 Studi Populasi 82
3.6 Pengujian alat ukur 83
3.6.1 Uji Validitas 83
3.6.2 Uji Reliabilitas 84
3. 7 Teknis Analisis Data 86
3.7.1 Uji Koefisien Korelasi rank Spearman (rs) 86
3.8 Prosedur Pelaksanaan Penelitian 91
3.8.1 Tahap Persiapan 91
3.8.2 Tahap Pelaksanaan (Pengumpulan data) 92
3.8.3 Tahap Pengolahan Data 93
3.8.4 Tahap Pembahasan 93
3.8.5 Tahap Penulisan 94
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 95
4.1 Hasil Penelitian dan Pengolahan data 96
4.1.1Komunikasi Dua Arah Atasan Bawahan
Dengan Motivasi Kerja 96
4.1.1.1 Hasil Perhitungan Statistik 96
4.1.1.2 Interpretasi Hasil Perhitungan Stastistik 96
4.1.2 Aspek Oppeness( Keterbukaan) Dengan Motivasi Kerja 97
4.1.2.1 Hasil Perhitungan Statistik 97
4.1.2.2 Interpretasi Hasil Perhitungan Stastistik 97
4.1.3 Aspek Emphaty dengan Motivasi Kerja 98
4.1.3.1 Hasil Perhitungan Statistik 98
4.1.3.2 Interpretasi Hasil Perhitungan Stastistik 98
4.1.4 Aspek Dukungan dengan Motivasi Kerja 99
4.1.4.1 Hasil Perhitungan Statistik 99
4.1.4.2 Interpretasi Hasil Perhitungan Stastistik 99
4.1.5 Aspek Perilaku Positif dengan Motivasi Kerja 100
4.1.5.1 Hasil Perhitungan Statistik 100
4.1.5.2 Interpretasi Hasil Perhitungan Stastistik 100
4.1.6 Aspek Kesamaan dengan Motivasi Kerja 101
4.1.6.1HasilPerhitunganStatistik 101
4.1.6.2 Interpretasi Hasil Perhitungan Stastistik 101
4.2.Hasil Perhitungan Frekuensi dan Presentasi Kategori Penilaian
Sikap Positif dan Negatif Karyawan Terhadap Komunikasi
Atasan beserta Aspek-aspeknya 103
4.3 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Presentasi Kategori
Tinggi dan Rendah Motivasi Kerja Karyawan 105
4.4 Pembahasan 108
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 111
5.2 Saran 112
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.4.1 Kisi-kisi Alat Ukur efektivitas Komunikasi Atasan bawahan 7
Tabel 3.4.2 Kisi-kisi Alat Ukur Motivasi Kerja 81
Tabel 3.5 Skor Jawaban 82
Tabel 3.6 Koefisien Reliabilitas Cronbach Alpha 86
Tabel 3.7 Koefisien Korelasi Guilford 90
Tabel 4.1 Hubungan Antara Komunikasi Dua Arah Atasan Bawahan
Dengan Motivasi Kerja pada CV. Panca Karya Mandiri 96
Tabel 4.2 Hubungan Antara Aspek oppeness (keterbukaan) dengan
motivasi kerja pada CV. Panca Karya Mandiri 97
Tabel 4.3 Hubungan Antara Aspek Emphaty dengan motivasi kerja
pada CV. Panca Karya Mandiri 98
Tabel 4.4 Hubungan Antara Aspek Dukungan dengan motivasi kerja
pada CV. Panca Karya Mandiri 99
Tabel 4.5 Hubungan Antara Aspek Perilaku Positif dengan motivasi kerja
pada CV. Panca Karya Mandiri 100
Tabel 4.6 Hubungan Antara Aspek Kesamaan dengan motivasi kerja
pada CV. Panca Karya Mandiri 101
Tabel 4.7 Ringkasan Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara
komunikasi dua arah atasan bawahan dengan motivasi kerja 102
Tabel 4.8 Matriks Hasil Perhitungan Tinggi Rendahnya Penilaian
Terhadap Komunikasi Dua Arah Atasan Bawahan dalam
Persen (%) Berdasarkan Nilai Tengah (Median) 103
Tabel 4.9 Matriks Perhitungan Tinggi Rendahnya Motivasi Kerja
dalam Persen (%) Pada karyawan CV. Panca Karya Mandiri 105
Tabel 4.10 Matriks Hasil Tabulasi Antara Sikap Terhadap Komunikasi
Atasan (X) Dengan Motivasi Kerja (Y) 105
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Memasuki abad 21 ini, dunia usaha mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Hal ini dapat kita temukan di berbagai Negara di dunia, begitu pula halnya
di Indonesia, walaupun beberapa tahun kebelakang dunia usaha di Indonesia ini
sedikit mengalami keterlambatan karena terjadi krisis. Beberapa perusahaan harus
berusaha keras untuk mempertahankan keberadaan mereka ditengah persaingan
yang ketat dengan berbagai macam cara. Selain itu pada tanggal 23 mei tahun
2008 pemerintah resmi mengumumkan kenaikan rata-rata harga BBM sebesar
28,7%. Kebijakan tersebut menimbulkan pro dan kontra. Di dunia usaha, salah
satu yang paling berpengaruh terhadap kebijakan ini adalah industri teknik. Hal
ini sangat berdampak pada kenaikan biaya produksi yang disebabkan kenaikan
harga bahan baku, ini diakibatkan oleh naiknya harga-harga komoditas dunia.
Selain itu berakibat juga pada biaya operasional yang paling berdampak yaitu
biaya transportasi. Dalam hal ini yang sangat berpengaruh adalah home industry
yang ada Indonesia. Di kota Bandung, banyak sekali home industry seperti: home
industry rajutan, home industry kerajinan tangan, home industry makanan, home
industry kulit, home industry teknik dan lain-lain. Kenaikan harga BBM ini sangat
berpengaruh pada home industry yang ada di kota Bandung.
CV. Panca Karya Mandiri, merupakan perusahan home industri yang masih
bertahan di masa sulit ini. Dimana terjadinya kenaikan bahan baku yg diakibatkan
oleh naiknya BBM, selain itu bisa bertahan dengan persaingan yang ketat.
Perusahaan ini yang berdiri sejak tahun 1990 merupakan perusahaan perseorangan
yang bergerak dalam bidang teknik industri yang memproduksi suku cadang alat-
alat berat dan industri yang memiliki bahan baku dasar, seperti: karet,
polyurethane, baklit, plastik, logam dan karbon. Produksi yang dihasilkannya
dipasarkan di Bandung, Jakarta, Karawang, Cikampek, Cilengsi, Semarang,
Surabaya sampai ke luar Pulau Jawa.
CV. Panca Karya Mandiri memiliki jumlah karyawan 24 orang yang
seluruhnya memiliki status kerja tetap. Pembagian kerja yang digunakan
perusahaan ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian kantor (sekretaris, bagian
keuangan, bagian marketing) dan bagian operasional (bagian produksi). Untuk
bagian kantor masuk jam 08.00- 16.00, sedangkan untuk bagian produksi dari jam
07.00-16.00 bahkan ada jam lemburnya dari jam 16.00- 21.00.
Sistem gaji di CV. Panca Karya Mandiri ini memiliki 2 macam cara
pembayaran, yaitu:
- Bagi karyawan bagian kantor gaji/upah dibayarkan setiap sebulan sekali
- Bagi karyawan bagian produksi gaji/upah dibayarkan setiap seminggu sekali.
Sistem gaji yang berlaku di CV. Panca Karya Mandiri ini adalah sistem
senioritas atau gaji berdasarkan berapa lamanya karyawan bekerja dan bagaimana
prestasinya. Upah yang didapat untuk ketagori senior (lama kerja 5 tahun ke atas)
yaitu sebesar Rp. 65.000,-/hari. Sedangkan lama kerja di bawah 5 tahun mendapat
upah sebesar Rp. 30.000,-/hari – Rp. 45.000,-/hari dengan ketentuan bagaimana
prestasi karyawan tersebut. Setiap tahun di CV. Panca Karya Mandiri ini
melaksanakan kenaikan upah/gaji sebesar 10% -15% dari gaji harian berdasarkan
prestasi dari karyawan tersebut. Sedangkan untuk uang makan, yaitu Rp. 6000,-
/hari yang diberikan/hari kepada karyawan. Selain itu uang lembur, yaitu Rp.
2000,-/jam. Tunjangan kesehatan, apabila ada kecelakaan kerja, yaitu biaya rumah
sakit atau klinik ditanggung oleh perusahaan. Selain itu adanya pembagian
sembako setiap bulannya, rekreasi dihari libur besar seperti: tahun baru, THR
Adapun prosedur pesanan di CV. Panca Karya Mandiri, seperti:
Pemesanan barang biasanya berupa gambar barang dan contoh barang yang
diinginkan. Pesanan barang biasa dilakukan via telepon, fax bahkan konsumen
langsung datang ke CV. Panca Karya Mandiri yang diterima oleh sekretaris.Dari
bagian sekretaris pesanan yang berupa gambar dan sampel langsung disampaikan
kepada bagian produksi yang sesuai dengan keahliannya, salah satu contoh
pemesanan berupa roda gigi penggerak turbin diesel, maka sudah pasti sekertaris
langsung menunjuk salah satu bagian produksi di bidang bubut. Tujuannya untuk
mengetahui berapa banyak bahan baku yang digunakan, alat-alat apa saja yang
diperlukan untuk membuat barang tersebut, selain itu meminta kesanggupan
bagian produksi untuk memproduksi pemesanan dengan waktu yang ditentukan
dan bahan baku yang diminta oleh konsumen.Proses tersebut merupakan tahap
awal untuk membuat penawaran harga. Setelah diketahui berapa banyak bahan
baku yang akan digunakan, waktu yang diperlukan, alat yang diperlukan, maka
sekretaris dengan bagian keuangan langsung menghitung berapa biaya yang
diperlukan untuk membuat roda gigi penggerak turbin diesel tersebut, cara
pengiriman dan termasuk berapa keuntungan yang akan diambil, yang kemudian
harga itu diinformasikan kepada bagian marketing tujuannya untuk mengkroscek
apakah harga tersebut tidak kemahalan dibandingkan dengan saingan. Setelah itu,
bagian sekretaris melaporkan harga pesanan, siapa yang akan memproduksinya,
waktu pengerjannya dan proses pengerjaannya kepada atasan. Proses tersebut
disebut dengan kalkulasi harga.
Proses kalkulasi beres maka sekretaris akan mengajukan penawaran harga
kepada konsumen, maka terjadilah tawar menawar antara konsumen dengan
sekretaris sampai terjadinya kesepakatan. Apabila telah terjadi kesepakatan
harga,waktu, cara pengiriman dan cara pembayaran maka pihak konsumen
langsung menerbitkan surat pemesanan barang (P O), untuk penagihan perusahaan
kepada pihak pemesan.Namun tidak jarang sekretaris menemui kendala dalam
memenuhi permintaan konsumen yang bersangkutan dengan bahan baku.
Biasanya bahan baku yang diminta oleh konsumen susah didapatkan, sehingga
harus mengganti bahan baku dengan yang lain. Apabila terjadi hal tersebut,
sebelum penawaran harga pihak dari CV. Panca Karya Mandiri menghubungi
pihak konsumen mengkonfirmasi bahwa bahan baku yang diinginkan tidak ada
dipasaran. Apabila konsumen sepakat mengganti bahan baku yang sesuai dengan
yang lain, maka bagian sekretaris membuat penawarannya dan apabila konsumen
tidak mau diganti dengan bahan baku yang lain, maka pesanan akan ditangguhkan
dahulu sampai bahan baku yang sesuai ada.
Karyawan bagian produksi memiliki peranan yang besar dalam menunjang
keberadaan suatu perusahaan. Jumlah karyawan bagian produksi ini sebanyak 15
orang. 7 orang bagian bubut yang berpendidikan STM, 5 orang bagian press karet
yang berpendidikan SD dan 3 orang lagi bagian plastik yang berpendidikan SMP.
Karyawan bagian produksi ini telah memiliki pengalaman dan kemampuan dalam
bidangnya walaupun sebagian karyawan produksinya otodidak dalam bidangnya
dan tidak melihat latar pendidikan, ini terlihat dengan lamanya karyawan yang
bekerja dibidangnya masing-masing. Karyawan-karyawan bagian produksi ini
telah lama bekerja di Panca Karya Mandiri sekitar 3-9 tahun, seleksi karyawan
bagian produksi ini dilakukannya hanya melalui wawancara dengan pemimpin
(atasan) dengan melihat pengalaman kerja dan apabila karyawan bagian produksi
belum memilliki pengalaman, maka akan diberi pelatihan berupa training on the
job. Karyawan yang ikut pelatihan on the job, bisa dikatakan sudah memilki
kemampuan apabila karyawan dapat menyelesaikan pesanan dari konsumen.
Sedangkan untuk penilaian kerja dilakukan atasan adalah apabila karyawan bagian
produksi dapat menyelesaikan target pesanan.
Bagian produksi mempunyai tanggung jawab terhadap terpenuhinya hasil
produksi yang sesuai dengan target yang telah ditentukan. Karyawan bagian
produksi memiliki peranan yang besar dalam kelancaran dan kemajuan jalannya
perusahaan karena mereka secara langsung berhubungan dengan proses produksi
dan karyawan tersebut dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap
hasil produksi sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang diharapkan.
Meskipun masih dapat bertahan di saat yang sulit, namun sejak tahun 2007
produksi CV. Panca Karya Mandiri mengalami penurunan hampir 50%. Selain
mengalami penurunan kualitas, bagian produksi ini juga mengalami keterlambatan
dalam menghasilkan hasil produksi. Hal ini ditandai dengan adanya komplain
baik tentang kualitas produk maupun ketepatan waktu pengiriman produk, seperti:
1. Konsumen X dengan pesanan 5 macam barang, 2 macam barangnya minta
diganti dengan alasan ukuran barangnya tidak sesuai.
2. Ada konsumen yang mengcancel pesanan padahal PO-nya sudah disepakati
dikarenakan waktu pengerjaannya tidak sesuai dengan permintaan yang tertera
dalam PO.
3. Tidak jarang hasil produksi dikembalikan, seperti: konsumen tetap yang
meretur semua barang dengan nama pesanan rubber roller 27 x 33 x 1545 mm
karena ukuran barangnya tidak sesuai. Padahal pesanan barang ini merupakan
pesanan ulang yang ke 4 kalinya.
Selain dari konsumen keluhan datang juga dari bagian keuangan, mereka
mengeluhkan beban pengeluaran untuk bahan baku membekak dengan banyaknya
barang yang dikembalikan. Menurut mereka bahan baku yang disediakan oleh
perusahaan selalu sesuai dengan pesanan yang diminta. Bagian marketing pun
mengeluhkan produksi yang tidak tepat pada waktunya, sehingga mereka sering
dapat teguran dari konsumen. Karyawan marketing sudah jenuh membuat alasan
kepada konsumen tentang keterlambatan pengiriman barang, hal tersebut
bertujuan untuk mempertahankan kepercayaan konsumen.
Menurut hasil interview dengan pihak pimpinan, komplain tersebut terjadi
karena banyaknya karyawan yang bermalas-malasan dalam bekerja seperti:
mangkir dari pekerjaan terutama pada bagian produksi yang seharusnya tiap hari
bekeja untuk memproduksi, sekitar 60% dari jumlah karyawan 15 orang pada tiap
bulannya; karyawan tidak disiplin sekitar 20 % karyawan bagian produksi tiap
harinya sering terlambat masuk kerja tanpa ada alasan yang jelas; pulang kerja
sebelum waktunya; menunda-nunda pekerjaan sehingga banyak pekerjaan yang
terbengkalai,padahal mereka mampu mengerjakannya; serta kegagalan karyawan
dalam menyelesaikan tugas pada waktunya. Selain itu hasil observasi diperoleh
data lain yaitu: banyaknya karyawan yang ngobrol waktu kerja sehingga kurang
konsentari, kurang sungguh dalam mengerjakan tugasnya.
Berdasarkan wawancara didapat data bahwa karyawan bagian produksi
mengeluhkan interaksi yang dilakukan atasan, Karyawan harus mengikuti cara
(proses) memproduksi barang sesuai petunjuk atasan, tetapi atasan tidak
memberikan informasi atau instruksi secara jelas sehingga karyawan kurang
memahami instruksi dan informasi yang disampaikan atasannya dan karyawan
tidak berani menanyakan lebih lanjut. Hal tersebut mengakibatkan pekerjaan
mereka tidak sesuai dengan atasan. Tidak adanya keterbukaan, dimana atasan
tidak mempertimbangkan idea tau gagasan positif dari atasan. Karyawan menjadi
malas mengeluarkan pendapat atau ide masalah pekerjaan, misal: ketika alat prees
patah dan ditempat biasa membelinya sedang tidak ada, secara otomatis pekerjaan
tertunta. Ternyata ada satu karyawan yang mengetahui dimana bisa
mendapatkannya tetapi dia malas memberitahui atasannya. Apabila atasan
menegur bawahan yang melakukan kesalahan, atasan tidak menjelaskan letak
kesalahannya dan apabila ada kesalahan yang dilakukan oleh satu karyawan
misalnya: kesalahan terletak dikaryawan bagian produksi dibidang bubut, tetapi
nyatanya semua karyawan ditegur dengan cara dibentak-bentak.
Selain itu apabila karyawan mampu mengerjakan pekerjaan dengan baik,
mereka jarang mendapatkan pujian atau komentar positif dari atasan, sehingga
karyawan merasa kurang dihargai kemampuan kerjanya dan karyawan merasa
bahwa pekerjaan mereka lakukan bukanlah merupakan hal yang berarti melainkan
hanya untuk kepentingan bagi perusahaan.
Data lain karyawan merasa bahwa atasan mereka kurang memperhatikan
bawahannya seperti; atasan jarang menanyakan keadaan bawahannya, seolah olah
atasan tidak mau tahu masalah yang dihadapi oleh bawahan sehingga bawahan
merasa atasan hanya terpaku pada masalah pekerjaannya saja. Tanggapan atasan
mengenai masalah yang dialami oleh karyawan tidak membantu karyawan dalam
menyelesaikan kesulitannya. Tidak ada timbal balik dalam komunikasi sehingga
karyawan merasa komunikasi atasan tidak efektif. Karyawan menilai bahwa
komunikasi yang dilakukan atasan tidak menyenangkan, tidak sesuai dengan
harapan yang diinginkan oleh karyawan dimana atasan melakukan komunikasi
yang efektif dengan cara adanya timbal balik adanya usaha untuk menciptakan
suasana saling pengetian, saling melengkapi, saling mengeluarkan pendapat dan
membangkitkan idealisme, sehingga ada suatu pengertian yang terjalin antara
atasan-bawahan. Selain itu karyawan merasa bahwa apa yang sudah dilakukan
untuk perusahaan tidak seimbang dengan apa yang sudah diperoleh. Maksudnya
karyawan sudah melakukan atau memproduksi barang sesuai dengan apa yang
diperintahkan oleh atasan tetapi apabila ada kesalahan atasan akan tetap
menyalahkan karyawan dengan cara membentak-bentak, sedangkan apabila
karyawan dapat melakukan atau memproduksi barang sesuai dengan atasan,
karyawan jarang mendapatkan pujian atau komentar positif dari atasannya.
Karyawan merasakan tidak mendapatkan penghargaan dan pengakuan atas
kemampuannya. Hal ini berdampak pada perilaku karyawan yang tidak
mengarahkan energinya,seperti banyaknya karyawan yang bermalas-malasan
dalam bekerja, seperti sebanyak 60% karyawan mangkir dari pekerjaan pada
setiap bulan, karyawan tidak disiplin sekitar 20% karyawan sering terlambat
masuk kerja tanpa ada alasan, pulang kerja sebelum waktunya, menunda-nunda
pekerjaannya sehingga banyak kerjaan yang terbengkalai, padahal mereka
mampu mengerjakannya, serta tidak tepat waktu dalam mengerjakan
pekerjaannya. Selain itu hasil observasi diperoleh data lain yaitu: banyaknya
karyawan yang ngobrol waktu kerja sehingga kurang konsentari, kurang sungguh
dalam mengerjakan tugasnya. Ini indikasi dari motivasi rendah
Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “Hubungan sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan-
bawahan dengan motivasi kerja karyawan bagian produksi CV. Panca Karya
Mandiri Bandung”
1.2. Identifikasi Masalah
Tujuan perusahaan diantaranya adalah untuk peningkatan profit. Untuk
dapat meningkatkan profit perlu dilakukan peningkatan produktivitas kerja.
Peningkatan produktivitas kerja dapat dicapai bila karyawan memiliki motivasi
kerja yang tinggi. Peningkatan motivasi kerja ini dapat tercapai jika faktor yang
berkaitan dengan motivasi kerja diperhatikan oleh pihak perusahaan. Sikap
terhadap komunikasi atasan terhadap bawahan termasuk faktor yang dapat
mempengaruhi motivasi kerja karyawan.
Berdasarkan fenomena di atas, permasalahan yang muncul adalah bahwa
karyawan bagian produksi CV. Panca Karya Mandiri karyawan menilai bahwa
komunikasi yang dilakukan atasan tidak menyenangkan, tidak sesuai dengan
harapan yang diinginkan oleh karyawan. Karyawan harus mengikuti cara (proses)
memproduksi barang sesuai petunjuk atasan, tetapi atasan tidak memberikan
informasi atau instruksi secara jelas sehingga karyawan kurang memahami
instruksi dan informasi yang disampaikan atasannya dan karyawan tidak berani
menanyakan lebih lanjut. Hal tersebut mengakibatkan pekerjaan mereka tidak
sesuai dengan atasan.
Tidak adanya keterbukaan, dimana atasan tidak mempertimbangkan idea
tau gagasan positif dari atasan. Karyawan menjadi malas mengeluarkan pendapat
atau ide masalah pekerjaan, misal: ketika speartpart alat prees patah dan ditempat
biasa membelinya sedang tidak ada, secara otomatis pekerjaan tertunta. Ternyata
ada satu karyawan yang mengetahui dimana bisa mendapatkannya tetapi dia
malas memberitahui atasannya.Apabila atasan menegur bawahan yang melakukan
kesalahan, atasan tidak menjelaskan letak kesalahannya dan apabila ada kesalahan
yang dilakukan oleh satu karyawan misalnya: kesalahan terletak dikaryawan
bagian produksi dibidang bubut, tetapi nyatanya semua karyawan ditegur dengan
cara dibentak-bentak. Hal ini mengakibatkan karyawan tidak sungguh-sungguh
mengerjakan pekerjaannya karena karyawan beranggapan walaupun mereka
melakukan pekerjaan dengan baik tetap saja akan mendapatkan teguran apabila
ada karyawan lainnya melakukan kesalahan dalam bekerja.
Selain itu apabila karyawan mampu mengerjakan pekerjaan dengan baik,
mereka jarang mendapatkan pujian atau komentar positif dari atasan, sehingga
karyawan merasa kurang dihargai kemampuan kerjanya dan karyawan merasa
bahwa pekerjaan mereka lakukan bukanlah merupakan hal yang berarti melainkan
hanya untuk kepentingan bagi perusahaan.
Data lain karyawan merasa bahwa atasan mereka kurang memperhatikan
bawahannya seperti; atasan jarang menanyakan keadaan bawahannya, seolah olah
atasan tidak mau tahu masalah yang dihadapi oleh bawahan sehingga bawahan
merasa atasan hanya terpaku pada masalah pekerjaannya saja. Tanggapan atasan
mengenai masalah yang dialami oleh karyawan tidak membantu karyawan dalam
menyelesaikan kesulitannya. Tidak ada timbal balik dalam komunikasi sehingga
karyawan merasa komunikasi atasan tidak efektif.
Karyawan sudah melakukan atau memproduksi barang sesuai dengan apa
yang diperintahkan oleh atasan tetapi apabila ada kesalahan atasan akan tetap
menyalahkan karyawan dengan cara membentak-bentak, sedangkan apabila
karyawan dapat melakukan atau memproduksi barang sesuai dengan atasan,
karyawan jarang mendapatkan pujian atau komentar positif dari atasannya.
Karyawan merasakan tidak mendapatkan penghargaan dan pengakuan atas
kemampuannya. apa yang sudah dilakukan untuk perusahaan tidak seimbang
dengan apa yang sudah diperoleh.
Komunikasi merupakan proses yang vital dalam organisasi, karena
komunikasi diperlukan bagi efektifitas proses-proses organisasi. Komunikasi
dapat diartikan sebagai proses penyampaian informasi antara dua orang atau lebih.
Di dalam proses komunikasi, sumber pengirim pesan kepada penerima pesan
tersebut kemudian diterjemahkan atau ditafsirkan sehingga menimbulkan suatu
efek yang mpengaruhi perilaku seorang penerima. Mendorong orang lain untuk
melakukan tindakan yang sesuai dengan yang kita inginkan inilah merupakan
hasil yang paling sulit dicapai dalam suatu proses komunikasi,dengan adanya
informasi tersebut akan mempengaruhi sikap penerima dan akan memberikan
dukungan psikologis.
Komunikasi yang efektif adalah penting bagi semua organisasi. Oleh
karena itu, para pimpinan organisasi dan para komunikator dalam organisasi perlu
memahami dan menyempurnakan kemampuan komunikasi mereka (Kotler 1981).
Menurut Robbins, S (1996 : 5) Komunikasi adalah pemindahan dan pemahaman
makna. Apabila isi dari komunikasi itu tidak tersampaikan maka komunikasi tidak
efektif, padahal komunikasi yang efektif memungkinkan terciptanya hubungan
kerja yang harmonis antara sesama anggota organisasi, sehingga kerjasama yang
erat didukung dengan rasa pengertian dan keterbukaan akan meningkatkan gairah
kerja dan motivasi kerja yang tinggi, dan pada akhirnya produktivitasnya pun
diharapkan akan meningkat.
Salah satu cara agar komunikasi antara atasan-bawahan efektif yaitu
dengan adanya komunikasi antar pribadi yang efektif. Menurut Devito, 2006:46
komunikasi antar pribadi yang efektif adalah pengiriman pesan-pesan dari
seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang, kemudian ada
proses umpan balik atasan menyampaikan informasi dan penjelasan mengenai
tugas-tugas yang harus dilakukan oleh bawahannya, kemudian bawahan akan
memahami apa yang disampaikan oleh atasannya, sehingga terjadi antar pribadi
yang timbal balik antara atasan dan bawahan. Komunikasi antar pribadi ini
memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan organisasi, karena suatu
organisasi tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya komunikasi, baik itu
antara sesama karyawan maupun antara atasan dan bawahan. Adapun
karakteristik-karakteristik dari komunikasi antar pribadi yang efektif adalah
adanya keterbukaan, adanya emphaty, adanya dukungan, adanya perilaku positif
dan adanya kesetaraan dalam proses komunikasi yang dilakukan atasan.
Pada karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya dapat menampilkan
tingkah laku yang berbeda-beda. Tingkah laku yang berbeda antara karyawan
dapat disebabkan karena karyawan memberikan reaksi atau tanggapan yang
berbeda-beda terhadap komunikasi atasan. Reaksi ini menunjukkan sejauhmana
individu mampu menyesuaikan diri terhadap situasi dan kondisi yang dihadapinya
sesuai dengan apa yang diharapkan dan apa yang dirasakannya.
Menurut Rosenberg (Rosenberg, 1960, dalam Syaifuddin Azwar, 2000),
sikap adalah "kekuatan perasaan terhadap suatu objek sikap berkorelasi dengan
pengertian mengenai objek tersebut. Sikap merupakan suatu bentuk predisiposisi
untuk bertindak dengan cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
terhadap terhadap komunikasi atasan berdasarkan sikap yang ada dalam diri
individu, tingkah laku yang ditampilkan dapat mencerminkan dari sikapnya. Sikap
karyawan yang terdiri dari respon kognisi, afeksi, dan konansi terhadap
komunikasi atasan akan dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku. Bagaimana
sikap seseorang terhadap objek sikap dipengaruhi oleh adanya pengalaman,
kebutuhan, harapan, latar belakang dan pengetahuan dari sikap individu tersebut.
Karyawan yang akan menilai komunikasi yang dilakukan oleh atasan
sebagai hal yang positif dan adapula karyawan yang menilai komunikasi yang
dilakukan oleh atasan sebagai hal yang negatif. Seperti di CV. Panca Karya
Mandiri ini karyawan menilai komunikasi yang dilakukan oleh atasannya negatif,
sehingga komunikasi atasan dianggap tidak menyenangkan. Hal ini berdampak
pada perilaku karyawan bagian produksi seperti: banyaknya karyawan yang
bermalas-malasan dalam bekerja seperti: mangkir dari pekerjaan terutama bagian
produksi yang seharusnya tiap hari bekerja untuk memproduksi, sekitar 60 % dari
jumlah karyawan 15 orang pada tiap bulannya; karyawan tidak disiplin sekitar 20
% karyawan bagia produksi tiap harinya sering terlambat masuk kerja tanpa ada
yang jelas; pulang kerja sebelum waktunya; menunda-nunda pekerjaan sehingga
banyak pekerjaan yang terbengkalai, padahal mereka mampu mengerjakannya;
serta kegagalan karyawan dalam menyelesaikan tugas pada waktunya. Selain itu
hasil observasi diperoleh data lain yaitu: banyaknya karyawan yang ngobrol
waktu kerja sehingga kurang konsentrasi, kurang sungguh dalam mengerjakan
tugas.
Tingkah laku seseorang pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk
mencapai tujuan seperti yang diharapkannya, setiap orang mempunyai motivasi
yang berbeda, hal ini tergantung pada kuat lemahnya kebutuhan seseorang.
Dengan demikian kebutuhan adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang yang
mendorong orang tersebut untuk melakukan aktivitasnya.
Motivasi kerja menurut Kinlaw (1981), adalah dipengaruhi oleh
pertimbangan-pertimbangan dari orang tersebut. Seorang pekerja akan melihat
derajat antara kebutuhan-kebutuhan dengan apa yang dapat dilakukan (match)
untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Seorang pekerja juga harus
membandingkan ganjaran ekstrinsik yang diperolehnya dengan kerugian yang
dialaminya (return), dimana dan akhir adalah pertimbangan seorang pekerja untuk
menentukan sampai sejauh mana lingkungan pekerjaan menguntungkannya
(expectation), jumlah kekuatan dari ketiga pertimbangan tersebut akan
menentukan motivasi seseorang dalam bekerja.
Berdasarkan hal yang telah dijelaskan, maka peneliti mencoba
merumuskan masalah sebagai berikut: “seberapa erat hubungan sikap terhadap
efektivitas komunikasi atasan-bawahan dengan motivasi kerja pada karyawan
bagian produksi CV. Panca Karya Mandiri Bandung.”
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empirik tentang
keeratan hubungan sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan-bawahan dengan
motivasi kerja karyawan bagian produksi CV. Panca Karya Mandiri Bandung.
1.4 Bidang Kajian
Dengan melihat latar belakang, identifikasi masalah dan tujuan penelitian
yang telah dijabarkan di atas, maka bidang kajian yang akan diteliti yang dalam
penelitian ini adalah Psikologi Industri dan Organisasi.
1.5 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah
a. Bagi ilmu Psikologi, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi dan data yang bermanfaat bagi pengembangan
ilmu psikologi khususnya di bidang psikologi industri dan organisasi
mengenai hubungan sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan-
bawahan dengan motivasi kerja karyawan bagian produksi CV. Panca
Karya Mandiri Bandung.
b. Bagi perusahaan yang bersangkutan, memperoleh informasi mengenai
hubungan sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan-bawahan
dengan motivasi kerja karyawan bagian produksi CV. Panca Karya
Mandiri Bandung. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat
dimanfaatkan oleh pihak perusahaan sebagai bahan pertimbangan
dalam upaya peningkatan motivasi kerja karyawan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori yang dapat dijadikan kerangka
acuan pembahasan hasil penelitian hubungan sikap terhadap efektivitas
komunikasi atasan-bawahan dengan motivasi kerja karyawan bagian produksi CV.
Panca Karya Mandiri Bandung. Dengan demikian teori yang akan dipaparkan
disini adalah:
1. Sikap
2. Efektivita Komunikasi atasan- bawahan.
3. Motivasi Kerja.
2.1 Sikap
2.1.1 Pengertian Sikap
Beberapa pengertian atau batasan mengenai sikap yang dikemukakan oleh
beberapa pakar dalam bidang Psikologi, diantaranya adalah :
Menurut Stephen P Robbins (2001: 138), dalam bukunya Perilaku
Organisasi memberikan definisi sebagai berikut :
"Attitude is evaluative statements either favorable or unfavorable or judgement concerning objects, people. or event".
Sikap adalah pernyataan evaluasi, baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan atau keputusan tentang suatu objek, orang atau kejadian.
Sedangkan menurut G.W Allport (1954 : 45, dalam buku Sikap Manusia
Perubahan serta pengukurannya, Prof.DR. Mar'at, 1982 : 9)
"A mental and neural state of readiness, organized through expertence, exerting a
directive or dynamic influence up on the individual’s response to all objects and situations with which it is related". Sikap adalah suatu predisposisi untuk berespon dengan cara menyenangi atau
tidak menyenangi objek, orang-orang, konsep dan lain sebagainya.
Menurut Secord & Backman (dalam buku Skala Sikap, Saifuddin Azwar 2000 :
5), sebagai kelompok yang berorientasi kepada skema triadik, Sikap adalah
"keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan
predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan
sekitar".
Menurut Rosenberg (Rosenberg, 1960, dalam Syaifuddin Azwar, 2000),
sikap adalah "kekuatan perasaan terhadap suatu objek sikap berkorelasi dengan
pengertian mengenai objek tersebut"
Dari definisi tersebut mengungkapkan bahwa sikap mengarah pada objek
tertentu. Hal ini berarti bahwa sikap akan mempengaruhi penyesuaian diri
seseorang terhadap objek tersebut. Disamping adanya pengaruh dari lingkungan
sosial. Sikap merupakan predisposisi yang ada pada diri individu untuk bereaksi
secara positif maupun negatif. Jadi sikap merupakan faktor yang menentukan
perilaku karena sikap itu berhubungan dengan persepsi, kepribadian, proses
belajar dan motivasi. Sikap diorganisasikan melalui pengalaman-pengalaman dan
mempunyai pengaruh tertentu terhadap tanggapan seseorang terhadap orang lain,
objek maupun situasi lingkungan yang berhubungan dengan dirinya.
Berdasarkan pengertian tersebut Mitchell (Mitchell, 1987, dalam skripsi
Retnowati, 1994), menjelaskan bahwa:
1. Sikap ada hubungannya dengan tingkah laku. Berdasarkan sikap yang ada
dalam diri individu, tingkah laku yang timbul akan merupakan pencerminan
dari sikapnya, sebagai contoh seseorang yang menyukai pekerjaannya akan
rajin bekerja dibandingkan dengan yang tidak menyukai pekerjaannya.
2. Sikap merupakan "unidimensional' dan dimensi ini merupakan perasaan
seseorang terhadap objek dan merupakan derajat seberapa jauh seseorang
menyukai objek.
3. Sikap merupakan kerangka hipotesis, artinya sikap itu sendiri ada di dalam
diri dan hanya akibatnya yang dapat diobservasi, sedangkan sikap itu sendiri
tidak dapat diobservasi.
Adapun karakteristik dari sikap, yaitu :
1. Sikap mempunyai objek yaitu objek sikap. Objek sikap dapat terdiri dari hal
yang abstrak seperti loyalitas, moralitas dan sebagainya. Dapat pula terdiri
dari hal yang nyata seperti manusia, kelompok sosial, institusi dan lain
sebagainya.
2. Sikap mempunyai orientasi terhadap suatu objek, oleh karena itu sikap:
a. Mempunyai arah, seperti suka atau tidak suka terhadap objeknya.
b. Mempunyai tindakan atau derajat, artinya sejauhmana seseorang bersikap
positif atau bersikap negatif terhadap objeknya.
c. Mempunyai intensitas, artinya menunjukkan tingkat pendirian seseorang
untuk mengambil sikap.
3. Sikap merupakan hat yang dipelajari. Sikap dipelajari melalui pengalaman
terhadap objeknya. Hal ini dapat secara langsung maupun tidak langsung atau
melalui pengaruh orang lain.
4. Sikap pada umumnya bersifat relatif menetap dan bertahan.
Dari uraian tersebut, terlihat bahwa sikap belum merupakan suatu tindakan
tetapi merupakan predisposisi atau kesiapan individu untuk berespon senang atau
tidak senang, setuju atau tidak setuju terhadap objek sikap. Sesuai dengan objek
sikap dalam penelitian ini yaitu sikap terhadap komunikasi atasan .
2.1.2 Komponen-komponen Sikap
Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Mar'at (1981) : 13,
“the cognitive component consist of beliefs about the attitude object, the affective component consist of the emotional feelings connected with the beliefs and the behavioural tendency is what Allport refers as the readiness to response a particular way”
Dapat diketahui bahwa sikap terdiri dari 3 komponen, yaitu kognisi, afeksi
dan konasi.
a. Komponen kognisi
Merupakan pikiran, keyakinan atau ide-ide individu tentang suatu objek.
Termasuk dalam hal baik atau buruk, penting dan tidak penting, sesuai dan
tidak sesuai mengenai hubungan dua objek yang berarti, misalnya keyakinan
bahwa pendidikan menentukan tingkat hidup yang lebih baik. Ini merupakan
kognisi tingkat kehidupan.
b. Komponen Afeksi
Afeksi menyangkut perasaan suatu objek, misalnya perasaan suka atau tidak
suka terhadap suatu objek. Termasuk kedalam komponen afeksi adaiah
perasaan pro dan kontra serta perasaan suka dan tidak suka terhadap suatu
objek. Jika sikap diarahkan pada objek tertentu maka objek tersebut akan
terkena afeksinya. Pada umumnya sesuatu yang diyakini akan disukai
daripada sesuatu yang tidak disukai. Teori konsistensi mengelompokkan
afeksi ke dalam positif atau negatif.
c. Komponen Konasi
Konasi merupakan kecenderungan untuk bertindak yang diarahkan pada-suatu
tujuan. Dalam menentukan respon terhadap suatu objek. Individu sampai
pada kecenderungan bertindak serta mengarahkan tindakannya. Individu yang
mempunyai sikap positif pada suatu objek, tingkah laku diarahkan pada objek
tersebut, sedangkan jika sikap terhadap objek negatif maka ia akan
menghindarinya.
Mann (1969) dalam skripsi Retnowati, 1994 menjelaskan bahwa
komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki
individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan
dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isyu atau
problem yang kontroversial. Komponen afektif merupakan perasaan individu
terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah
yang biasa berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek
yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah
sikap seseorang. Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk
bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.
2.1.3 Pembentukan dan Perubahan Sikap
Ada banyak sumber dari sikap. Sikap dibentuk dari keluarga, teman
sejawat dalam kelompok masyarakat, pengalaman kerja sebelumnya. Pengalaman
keluarga sewaktu kecil membantu menciptakan sikap individu. Kebudayaan, adat
istiadat dan bahasa dari masyarakat juga mempengaruhi sikap. Orang belajar dan
mengetahui sikap lewat pengalaman kerja. Mereka mengembangkan sikap
terhadap faktor-faktor seperti persamaan upah, evaluasi prestasi, kemampuan
manajemen, rancangan kerja dan keanggotaan kelompok kerja. Pengalaman masa
lalu juga dapat menyebabkan perbedaan individual dalam sikap terhadap hasil
karya, kesediaan dan tanggung jawab. Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi
sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada
sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota
kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi
diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang
turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota
masyarakat. Lebih lanjut interaksi sosial itu meliputi hubungan antara individu
dengan lingkungan fisiologis maupun dengan lingkungan psikologis
disekelilingnya.
Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap
tertentu terhadap berbagai objek piskologis yang dihadapinya. Diantara berbagai
faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi,
budaya, dan orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga
pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
Terence Mitchell (1982) dalam skripsi Retnowati, 1994, mengemukakan
asumsi bahwa sikap dapat dibentuk melalui 2 proses yaitu :
1. Assosiative learning
Stimulus netral secara sistematis ditemukan dengan stimulus lain untuk
menimbulkan reaksi, reaksi dapat berupa perasaan senang atau tidak senang
terhadap objek. Apabila masing-masing stimulus sering bertemu, maka jika
ada stimulus nertal akan menimbulkan reaksi yang sama sehingga akan
terbentuk sikap baru.
2. Instrumental Learning
Terjadi apabila tingkah laku individu diikuti oleh kejadian yang memperkuat
dan mempelajari tingkah laku yang terjadi. Hal ini akan mempengaruhi
kemungkinan dilakukan dan tindakan tingkah laku pada masa mendatang.
Menurut Maier (1965), dalam skripsi Retnowati, 1994 sikap dapat diubah
melalui cara-cara :
a. Mengubah fakta, dengan cara mengubah situasi yang merupakan sumber
pembentukan sikap, yang menjadi situasi yang membentuk sikap positif.
Untuk memperoleh informasi tentang sikap positif atau negatif dapat melalui
saluran komunikasi formal, manifestasi tingkah laku, interview (Gilmer,
1971).
b. Mengubah pengalaman dari anggota kelompok. Pada umumnya sikap
dipengaruhi oleh pengalaman yang dimiliki oleh kelompok. Dalam suatu
perusahaan dapat diciptakan situasi dimana pekerja merasa dianggap penting,
misalnya melibatkan dalam membuat perencanaan.
c. Pendekatan secara interpersonal melalui diskusi, interview, persuasif
tujuannya merubah tingkah laku, ide dan belief, serta perasaan individu.
Perasaan lebih sukar berubah dibandingkan komponen kognisi, untuk itu
individu diberi kesempatan mengekspresikan perasaanya disertai perhatian
dan pengertian orang lain.
Berdasarkan pembentukan sikap, maka sikap bukanlah sesuatu yang
dibawa sejak lahir, melainkan melalui proses belajar sepanjang perkembangan
individu. Sikap menunjukkan sesuatu yang dinamis, yakni dapat berubah melalui
proses belajar dan pengalaman. Ada 2 macam perubahan sikap :
1. Incongruent Change, merupakan perubahan sikap positif ke sikap negatif atau
sebaliknya.
2. Congruent Change, merupakan perubahan sikap searah dengan sikap semula,
artinya di sini adanya peningkatan baik yang bersifat positif ataupun negatif
Ada kalanya tingkah lalu seseorang bertentangan dengan sikapnya,
misalnya seorang karyawan karena sesuatu dan lain hal menaruh rasa benci
kepada atasannya (itu merupakan sikapnya), tetapi di depan mata atasanya ia
bekerja sungguh-sungguh (itu merupakan tingkah lakunya), begitu atasanya pergi.
ia bermalas-malas. Ketika atasannya kembali is kembali bekerja dengan tekun.
Dari sikapnya membenci atasnya itu, karyawan bertingkah laku semu untuk
memperoleh keuntungan terteritu, misalnya pujian atau kenaikan pangkat.
2.1.4 Ciri-ciri Sikap
Menurut Milton sikap memiliki ciri-ciri Intensitas serta kekuatannya
sangat bervariasi, terutama komponen afeksi (Milton, 1981. dalam Pengantar
Psikologi, 1994). Komponen kognisi / kepercayaan memiliki karakteristik yaitu:
a. Bisa bersifat khusus maupun umum
Bersifat khusus misalnya apabila seseorang menganggap atasannya otoriter
dan bersifat khusus apabila seseorang menganggap semua atasan selalu
otoriter.
b. Bersifat kompleksitas
Sikap dikatakan kompleksitas karena biasanya lebih dari satu elemen
kepercayaan. Secara umum diasumsikan bahwa elemen-elemen kepercayaan
merupakan langkah awal untuk terjadinya perubahan sikap.
c. Bersifat centrality
Centrality ini menunjukkan peran sikap yang merupakan bagian dari sistem
nilai yang mengembangkan "Self Concept" seseorang, bagaimana ia
memandang serta mempengaruhi kesiapan atau kesediaan seseorang dalam
berespon.
2.1.7. TEORI SIKAP
2.1.7.1. Teori Sikap Rosenberg
Ahli-ahli yang lain mendefinisikan konstrak kognisi, afeksi, dan konasi
sebagai tidak menyatu langsung kedalam konsepsi mengenai sikap. Pandangan
ini, yang dinamakan tripartite model yang dikemukakan oleh Rosenberg dan
Hovland (1960 dalam Ajzen. 1988. dalam buku Skala Sikap Syaifuddin Azwar,
2000 : 7), menempatkan ketiga komponen afeksi, kognisi, dan konasi sebagai
faktor jenjang pertama dalam suatu model hirarkis. Ketiganya didefinisikan
tersendiri dan kemudian dalam abstraksi yang lebih tinggi membentuk konsep
sikap sebagai faktor tunggal jenjang ke dua.
Sikap seseorang terhadap suatu objek selalu berperanan sebagai perantara
antara responnya dan objek yang bersangkutan. Respon diklasifikasikan dalam
tiga macam, yaitu respon kognitif (respon perseptual dan pernyataan mengenai
apa yang diyakini), respon afektif (respons syaraf simpatetik dan pernyataan
afeksi), serta respons perilaku atau konatif (respon berupa tindakan dan
pernyataan mengenai perilaku). Masing-masing klasifikasi respons ini
berhubungan dengan ketiga komponen sikapnya.
Stimuli (individu,
situasi, isyu sosial,
kelompok sosial, dan objek sikap
lainnya)
SIKAP
Respons�perceptual�Pernyataan�lisan�tentang�keyakinan�
Respons�syaraf�simpatetik�Pernyataan�lisan�tentang�afek�
Tindakan�yang�tampak�Pernyataan�lisan�mengenai�perilaku�
AFEK
KOGNISI
PERILA
Rosenberg memandang pengertian komponen kognitif sikap tidak saja
sebagai apa yang diketahui mengenai objek sikap akan tetapi mencakup pula apa
yang dipercayai mengenai hubungan antara objek sikap itu dengan nilai-nilai
penting lainnya dalam diri individu. Pandangan ini sendiri merupakan perluasan
dari konsepsinya mengenai sikap terdahulu (Rosenberg, 1960, 1965 dalam
Fishbein dan Ajzen, 1975 dalam buku Skala Sikap Saifuddin Azwar :51).
Dalam pandangannya ini, Rosenberg telah mengemukakan secara lebih
spesifik bagaimana organisasi antara komponen afektif dan komponen kognitif
sikap. Komponen afektif sendiri didefinisikan dengan cara yang tidak berbeda
sebagaimana telah dirumuskan oleh Thrustone, yaitu perasaan negatif atau
perasaan positif yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek. Manusia,
mempunyai kebutuhan untuk mencapai dan memelihara konsistensi afektif -
kognitif (Rosenberg, 1965 dalam Fishbein & Ajzen, 1975 dalam Skala Sikap
Saifuddin Azwar : 51). Pusat perhatian utama Rosenberg dalam teorinya ini
adalah konsepsinya mengenai apa yang terjadi dalam diri individu sewaktu terjadi
perubahan sikap. Hipotesis utamanya adalah bahwa hakikat dan kekuatan
perasaaan terhadap suatu objek sikap berkorelasi dengan pengertian mengenai
objek sikap tersebut. Affek positif yang kuat dan stabil terhadap suatu objek tentu
berkaitan dengan keyakinan bahwa affek positif itu akan membawa kepada
tercapainya selumlah nilai yang penting sedangkan affek yang negatif tentu
berkaitan dengan keyakinan bahwa affek, negatif itu akan menjadi hambatan
dalam mencapai sejumiah nilai-nilai yang penting pula.
Hubungan antara komponen afektif dengan komponen kognitif dalam
organisasi sikap digambarkannya dalam pernyataannya yang mengatakan bahwa
"apabila Komponen afektif dan komponen kognitif sikap saling konsisten satu
sama lain maka sikap akan berada dalam keadaan stabil, sebaliknya jika dua
komponen termaksud tidak konsisten satu sama lain, maka sikap akan berada
dalam ketidakstabilan dan akan segera mengalami aktifitas reorganisasi yang
spontan sampai aktifitas itu berakhir pada salah satu keadaaan, yaitu tercapainya
konsistensi afektif-kognitif atau penempataan inkonsistensi yang tak terselesaikan
itu diluar batas kesadaran aktif.
2.2. Komunikasi
2.2.1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi memegang peranan penting dalam kehidupan manuisa dan
juga dalam kehidupan organisasi. Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin,
yaitu dari kata Communicare yang berarti sama. Jadi, apabila kita akan
mengadakan komunikasi dengan pihak lain, maka kita harus menentukan terlebih
dahulu suatu sasaran sebagai dasar untuk memperoleh pengertian yang sama.
Untuk lebih mengerti dan memahami hakikat komunikasi, penulis merasa
perlu untuk memberikan pengertian tentang komunikasi yang di kemukakan oleh
beberapa ahli, diantaranya :
Menurut Murphy (1957:5) :
“Komunikasi adalah seluruh proses yang diperlukan untuk mempersepsi apa
yang di maksud oleh orang lain (komunikator)”.
Menurut Harwood (1953:74) :
“Komunikasi didefinisikan sebagai proses untuk membangkitkan perhatian orang
lain yang bertujuan untuk menjalin kembali ingatan-ingatan”.
Menurut Werther J.R. (1928:344) : “Komunikasi adalah pemindahan informasi dan pengertian dari seseorang
kepada orang lain”.
Menurut Carl I. Hovland yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendi
(1981:12) :
“Komunikasi adalah proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan
perangsang-perangsang (biasanya lambang dalam bentuk kata-kata) untuk
merubah tingkah laku orang lain (komunikan) dalam rangka mencapai tujuan
bersama”.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
komunikasi adalah proses pemindahan atau penyampaian informasi berupa
lambang-lambang yang mengandung arti dari satu pihak kepada pihak lain, dalam
usaha mendapatkan saling perhatian.
Berdasarkan definisi tersebut, paling tidak ada tiga aspek yang perlu
diperhatikan dalam informasi, yaitu sebagai berikut :
1. Komunikasi harus dipandang sebagai proses. Hal ini berarti bahwa
komunikasi merupakan aliran informasi, melalui serangkaian kegiatan (tahap-
tahap, langkah-langkah) yang harus di lalui dalam penyampaian informasi.
2. Aspek yang kedua, menyangkut hubungan yang ada kaitannya dengan
masalah-masalah manusia.
3. Aspek yang ketiga adalah aspek informasi. Informasi ialah segala sesuatu
yang mempunyai arti dan mempunyai kegunaan. Informasi terdiri atas
berbagai bentuk misalnya dalam bentuk kata-kata, kalimat-kalimat, kode-
kode, lambang-lambang serta tanda-tanda lainnya yang mengandung arti.
Dengan demikian jelaslah betapa pentingmya peranan komunikasi itu
dalam suatu manajemen. Dengan komunikasi manajemen melakukan fungsi-
fungsinya. Komunikasi juga dapat memungkinkan bagi manajer atau pimpinan
suatu perusahaan untuk dapat mempengaruhi tingkah laku karyawannya agar
bekerja bersama-sama dalam suatu kelompok, kerjasama antara satu kelompok
dengan kelompok lainnya, juga kerja sama di luar manajemen, dengan dilandasi
oleh disiplin kerja yang tinggi sehingga tujuan organisasi tersebut dapat dicapai.
2.2.2. Proses Komunikasi
Proses ialah tahap-tahap atau langkah-langkah yang dilalui dalam
mencapai suatu tujuan. Proses komunikasi ialah tahap-tahap atau langkah-langkah
yang dilalui dalam melakukan komunikasi.
Seperti yang dilakukan oleh Redfield (1958:3), komunikasi mengandung
lima unsur, yaitu :
1. Komunikator, yaitu pihak yang menyampaikan berita atau pengirim berita
2. Pesan atau berita yang disampaikan
3. Media komunikasi sebagai alat untuk menyampaikan berita
4. Komunikan atau penerima berita
5. Reaksi atau tanggapan dari pihak komunikan.
Proses komunikasi akan melalui tahap-tahap komunikasi sebagai berikut:
1. Tahap Ideation
Merupakan tahap pertama dalam suatu organisasi. Tahap ide adalah proses
penciptaan gagasan atau informasi yang dilakukan oleh komunikator.
2. Tahap Encoding
Dalam tahap encoding ini, gagasan atau informasi disusun dalam serangkaian
bentuk simbol atau sandi yang dirancang untuk di kirimkan kepada
komunikasn dan juga pemilihan saluran media komunikasi yang akan
digunakan, symbol atau sandi dapat berbentuk kata-kata (lisan atau tulisan),
gambar (poster atau grafik) atau tindakan.
3. Tahap Channels
Tahap ketiga ini adalah pengiriman atau transmiting. Pengiriman pesan-pesan
atau gagasan yang telah disimbolkan atau disandikan (encoded) melalui
saluran atau media komunikasi yang tersedia dalam organisasi.
4. Tahap Receiver
Setelah pesan dikirimkan melalui media komunikasi, maka pesan tersebut
diterima oleh komunikan. Penerimaan pesan ini dapat melalui proses
mendengarkan, membaca atau mengamati tergantung pada saluran atau media
yang digunakan untuk mengirimkannya. Jika informasi atau pesan berbentuk
komunikasi lisan, maka sering kali kegagalan dalam mendengarkan dan
berkonsentrasi mengakibatkan hilangnya pesan-pesan tersebut.
5. Tahap Decoding
Dimana pesan-pesan yang diterima di interpretasikan, dibaca dan diuraikan
secara langsung atau tidak langsung melalui proses berpikir. Dalam tahap
decoding ini dapat terjadi ketidaksesuaian atau bahkan penolakan terhadap
gagasan atau ide yang disampaikan oleh komunikator dikarenakan adanya
hambatan teknik, dan lebih-lebih adanya perbedaan persepsi antara
komunikator dan persepsi komunikan dalam hal arti kata.
6. Tahap Response
Tindakan yang dilakukan oleh komunikan sebagai respon terhadap pesan yang
diterimanya merupakan tahap akhir dalam suatu proses komunikasi. Dalam
tahap ini, respon komunikan dapat berbentuk usaha melengkapi informasi,
meminta informasi tambahan, atau melakukan tindakan-tindakan lain. Jika
setiap pesan yang dikirimkan komunikator menghasilkan respon tindakan
seperti yang diharapkan, maka dapat dikatakan telah terjadi komunikasi yang
efektif.
Bagan 2.1.
Proses Komunikasi
Untuk memperoleh pengertian yang sama terhadap berita yang dikirim,
maka antara komunikator dengan pihak komunikan harus mempunyai pengalaman
yang sama, artinya harus mempunyai pengertian yang sama terhadap apa yang
dikomunikasikan.
Komunikasi berfungsi sebagai alat untuk menggerakan tingkah laku
manusia. Komunikasi itu berupa instruksi-instruksi kerja, informasi hasil kerja
serta kondisi kerja para karyawan itu sendiri. Seorang atasan harus mampu
menciptakan suasana kerja yang menyenangkan dengan cara menghindari atau
memperkecil kemungkinan terjadinya konflik atau salah pengertian yang
diakibatkan oleh adanya komunikasi yang salah sehingga dapat menghindari hal-
hal yang dapat merugikan perusahaan.
Untuk menghindari salah pengertian dalam mengkomunikasikan suatu
informasi maka harus jelas dan tepat kata-kata yang disampaikan. Karena apabila
terjadi salah pengertian maka akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.
Hal ini seperti dikatakan oleh Herbert Hannenar dan John Turnbult
(1958:284), yaitu sebagai berikut :
“Frequently fanty communication are a major source of employee
dissatisfaction.”
Mengenai informasi yang akurat dan memadai ini dijelaskan oleh Robert
Finley (1970:330) dalam bukunya The Personal Man and His Job, yaitu sebagai
berikut :
1. Kekurangan informasi sering terbukti dalam cara orang berkata dan berbuat
dengan kata lain terbukti dalam perasaan dan keyakinannya.
2. Informasi yang cukup penting mencegah salah pengertian (salah paham), salah
pengertian ini kebanyakan timbul dari kurangnya informasi maupun sebab-
sebab lainnya. Pikiran negatif dapat timbul dari kurangnya informasi dari
seseorang tetapi tidak selalu dapat terjadi seperti demikian.
3. Informasi yang cukup penting dapat mencegah mereka apabila menyampaikan
informasi yang salah karena atas alasan pribadi.
4. Informasi yang cukup adalah bermaksud untuk mencegah atau menanggulangi
rugi waktu yang terbuang karena adanya desas-desus dan spekulasi.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat diketahui bagaimana pentingnya
sistem komunikasi yang baik yang harus diterapkan dalam suatu perusahaan. Hal
ini akan menimbulkan dampak hubungan harmonis yang terjadi diantara atasan
dan bawahannya. Sebagaimana dikatakan oleh para ahli manajemen bahwa
manajer atau atasan menggunakan 95% waktunya untuk berkomunikasi dengan
para bawahan atau para relasinya. Hal ini dilakukan agar atasan mampu
mengkoordionir, mengontrol dan mengarahkan bawahannya harus mampu
melakukannya dengan baik karena berkomunikasi diibaratkan pula sebagai
pelumas bagi kelancaran jalannya roda perusahaan agar dapat terus bekerja tanpa
terganggu oleh hambatan-hambatan yang berarti, misalnya adanya konflik kerja
yang terjadi antara atasan dengan bawahan, bawahan dengan bawahan maupun
adanya ketidakpuasan bawahan terhadap keputusan atau aturan yang diterapkan
oleh perusahaan. Oleh karena itu dengan komunikasi yang baik kasus-kasus
semacam ini akan dapat dihindari atau kalaupun dapat terjadi dapat ditekan
seminimal mungkin.
2.2.3. Bentuk-bentuk Komunikasi
Proses komunikasi yang terjadi di sebuah perusahaan akan berjalan
melalui suatu siklus. Komunikator yang menyampaikan pesan kepada komunikan
dan selanjutnya komunikasn akan menjadi komunikator, sehingga kegiatan
komunikasi dapat berlangsung.
Tetapi kegiatan komunikasi yang terjadi ditentukan pula oleh bentuk-
bentuk komunikasi itu sendiri. Menurut Jalaludin Rakhmat (1987:23), bentuk-
bentuk komunikasi adalah sebagai berikut :
1. Komunikasi Intra Pribadi
Komunikasi intra pribadi adalah komunikasi dalam diri manusia itu sendiri.
Misalnya jika kita sedang mempertimbangkan sesuatu dan kita bertanya
kepada diri sendiri apa yang akan dilakukan atau dipilih, atau ketika kita
sedang melakukan sembahyang yang berarti kita sedang berkomunikasi
dengan sang pencipta.
2. Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi Antar Pribadi disebut juga komunikasi tatap muka, adalah
komunikasi yang dilakukan antara seseorang dengan orang lain, yang
memungkinkan adanya dialog antara keduanya dan pada umumnya bersifat
akrab, terbuka dan dapat memantapkan suatu pengertian tentang suatu hal
antara sesorang dengan orang lain. Hubungan komunikasi antar pribadi ini
dapat terjadi antara teman sebaya, orang tua dan anak-anaknya, antara sesama
karyawan dan antara atasan dan bawahan dalam suatu perusahaan. Sedangkan
menurut Devito (2006:245), menyebutkan bahwa komunikasi antar pribadi
adalah pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain
atau sekelompok orang, kemudian ada proses umpan balik atasan
menyampaikan informasi dan penjelasan mengenai tugas-tugas yang harus
dilakukan oleh bawahannya, kemudian bawahan akan memahami apa yang
disampaikan oleh atasannya, sehingga terjadi antar pribadi yang timbal balik
antara atasan dan bawahan. Komunikasi antar pribadi ini memiliki pengaruh
yang besar dalam kehidupan organisasi, karena suatu organisasi tidak akan
berjalan dengan lancar tanpa adanya komunikasi, baik itu antara sesama
karyawan maupun antara atasan dan bawahan.
3. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah interaksi tatap muka dengan tujuan yang sudah
diketahui sebelumnya, misalnya pada acara rapat, pertemuan, kuliah, kegiatan
belajar disekolah, konfrensi. Pada komunikasi kelompok ini anggota-
anggotanya lebih tersusun dan mereka lebih suka dikenal dengan identitas
kelompoknya. Mereka mempunyai kesadaran yang lebih tentang tujuan
kelompoknya, lebih menyadari peranannya dan lebih bertanggung jawab
terhadap kelompoknya.
4. Komunikasi Massa
Komunikasi Massa berarti menyampaikan pesan kepada sekelompok besar
manusia, baik yang bersifat fisik maupun psikis secara tidak langsung dengan
tujuan untuk menggugah emosi. Komunikasi massa ini bersifat satu arah.
Yaitu tidak ada reaksi timbal balik, bersifat terbuka dan ditujukan kepada
khalayak yang tidak terbatas. Secara singkatnya bahwa komunikasi massa ini
melalui media dan pesan yang disampaikan bersifat lebih umum. Misalnya
televisi, pers, film, iklan dan lain-lain.
2.2.4. Arah Komunikasi
Yang dimaksud dengan arah komunikasi adalah saluran yang digunakan
untuk meneruskan pesan atau informasi dari satu orang kepada orang lain.
Menurut Arni Muhammad (1989:71), arah komunikasi terdiri dari dua, yaitu
sebagai berikut :
1. Komunikasi Satu Arah
Komunikasi satu arah adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator
kepada komunikan, tetapi komunikan tidak memberikan umpan balik kepada
komunikator. Misalnya seorang pimpinan menyuruh karyawannya untuk
datang rapat pada hari tertentu, atau contoh lainnya adalah seorang instruktur
memberikan penjelasan mengenai bagaimana cara menggunakan komputer.
2. Komunikasi Dua Arah
Komunikasi dua arah adalah komunikasi yang terjadi antara komunikator
dengan komunikan, dan adanya proses umpan balik antara komunikan dan
komunikator. Didalam dunia pekerjaan kita mengenal komunikasi dua arah
antara atasan dan bawahan, maksudnya adalah seorang atasan akan
menyampaikan informasi mengenai pekerjaan, instruksi maupun pesan-pesan
yang berhubungan dengan pekerjaannya. Sedangkan bawahan akan
menanggapi instruksi, informasi dan pesan-pesan yang disampaikan oleh
atasannya.
2.2.5. Aspek Komunikasi Atasan
Komunikasi yang efektif adalah merupakan suatu usaha untuk
menciptakan saling pengertian, melancarkan usaha, membangkitkan kesadaran
dan memotivasi untuk bekerja lebih keras lagi (Pandji Anoraga, 1992:64).
Artinya bahwa komunikasi yang terjadi aktif, baik antara komunikator dan
komunikan.Sedangkan komunikasi antar pribadi yang efektif adalah komunikasi
yang terjadi antara atasan dan bawahan yang berlangsung secara timbal balik,
sehingga sasaran atau tujuan yang diinginkan oelh kedua belah pihaj akan tercapai
(Devito, 2006:46).Tetapi keefektifan komunikasi juga bergantung kepada “siapa”
dan “cara” penyampaian pesan kepada komunikasn. Apabila kita berbicara kepada
seseorang, dalam hal ini atas terhadap bawahan harus ditentukan sikap terlebih
dahulu, setelah itu proses penyampaian pesan dengan cara dan sikap yang tepat
agar dapat mencapai sasaran yang kita inginkan.
Devito (2006:260-263), mengemukakan bahwa ada lima ciri karakteristik
untuk komunikasi antar pribadi yang efektif, yaitu sebagai berikut :
1. Keterbukaan (Openess)
Menurut Devito (2006:96) kualitas keterbukaan pada komunikasi dua arah
mengacu kepada tiga aspek, yaitu :
a. Kesediaan untuk saling membuka diri, baik pada diri komunikan maupun
komunikator sehingga terjadi pertukaran informasi.
b. Kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang
dihadapi. Dapat di tunjukan dengan memberikan respon dengan tidak
memakai dalih dalam berkomunikasi.
c. Kesediaan untuk bertanggung jawab terhadap hal-hal yang dirasakan dan
dipikirkan dan tidak berusaha menyalahgunakan orang lain.
Keterbukaan bukan berarti harus selalu menyamakan diri dengan orang lain
dalam segala bidang. Pada dasarnya setiap orang harus mempunyai setiap nilai,
standar moral dan etika, sikap, keyakinan dan kepercayaan serta pandangan
sendiri. Namun tidak harus tertutup untuk mendengarkan dan mencernakan
masukan dari orang lain. Pada dasarnya manuisa mau menerima masukan dari
orang lain dan mau merubah diri ke arah yang lebih positif.
Adanya keterbukaan dalam berkomunikasi di sebuah perusahaan atau
organisasi, memungkinkan atasan dan bawahan dapat berbicara dengan status
yang sederajat atau adanya kesamaan. Antara atasan dan bawahan dapat saling
berbicara, member advis dan berhubungan secara akrab sehingga tercapailah
tujuan organisasi.
2. Empati (Emphaty)
Devito (2006:101) menjelaskan bahwa empati dengan seseorang berarti
dapat merasakan apa yang dirasakan, dapat mengalami apa yang orang lain
tersebut tanpa kehilangan identitas dirinya.
Menurut Lipps (dalam Effendy, 1988:19) pada buku “Hubungan
Insani”, empati digambarkan sebagai pengalaman estetik (aesthethic
experience). Ditegaskan bahwa dengan empati seseorang memproyeksikan
pikiran dan perasaan kedalam objek pengalamannya. Menurut Rakhmat
(1991:132) dengan empati kita melihat sebagaimana orang lain melihat,
merasakan, seperti orang lain merasakannya.
Seorang atasan harus bisa mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan
bijaksana terhadap apa yang ingin disampaikan oleh bawajannya, karena akan
menyebabkan bawahan merasa dimengerti oleh atasannya. Kemampuan
berempati dari seorang atasan akan menambah sikap percaya diri pada
bawahan, sehingga akan menimbulkan komunikasi yang efektif antara atasan
dan bawahan.
3. Dukungan (Supportiveness)
Supportiveness atau supportif dapat diartikan sebagai sikap untuk
memberi dukungan kepada orang lain yang membutuhkan. Pemberian
dukungan dapat berupa kata-kata yang menyenangkan, persetujuan,
mengurangi ketegangan atau menentramkan orang lain. Gibb (dalam Devito,
2006:100) mengatakan bahwa sikap supportif ditunjukan dan ditekankan pada
dua kecenderungan, yaitu sebagai :
a. Menyampaikan persepsi dan perasaan kita kepada komunikasi secara
deskriptif tanpa mengadakan penilaian. Beberapa ciri dari komunikasi yang
bersifat deskriptif antara lain dalam mengucapkan kata-kata, lebih sering
menggunakan kata kerja bukan kata sifat, berorientasi pada masalah yang
bertujuan untuk memecahkan masalah, bersifat spontan, dan tidak
mempunyai motif-motif yang terpendam.
b. Bersikap profesional dan bukan digmatis. Sikap profesional adalah
kesediaan untuk mendengarkan pandangan yang berbeda dari lawan
bicaranya. Dukungan bisa diberikan kepada bawahan terhadap hal-hal yang
bersifat positif atau tidak menyenangkan (mengecewakan, menyedihkan,
menjengkelkan atau menimbulkan kemarahan). Dukungan atasan terhadap
hal-hal yang menyenangkan yang dialami oleh bawahan bertujuan untuk
ikut berbagi perasaan. Sedangkan terhadap hal-hal yang tidak
menyenangkan, dukungan atasan bertujuan untuk membantu bawahan agar
mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang tidak menyenangkan
tanpa menambah beban atau memperdalamnya. Sikap mendukung inilah
yang akan mempermudah komunikasi antar atasan dan bawahan, karena
bawahan merasa diperhatikan, dihargai serta dimengerti oleh atasannya.
4. Perilaku Positif (Positiveness)
Menurut Roger (1978:223) yang diperlukan dalam hubungan komunikasi
adalah apa yang disebut “perkataan positif tanpa syarat”. Hubungan
demikian akan menghilangkan ancaman, sehingga menimbulkan
kesadaran akan perilaku. Perilaku positif ini menurut Devito (2006:100-
101) dapat ditunjukkan dengan memberikan penghargaan yang jujur
kepada orang lain, baik melalui tingkah laku verbal maupun non verbal.
Tingkah laku non verbal misalnya dengan senyuman, usapan tangan,
tepukan di bahu dan sebagainya.
Perilaku positif akan memperlihatkan perhatian terhadap orang lain
sebagai manusia, mendorong perkembangan potensinya yang cenderung
untuk memberi keberanian serta kepercayaan diri. Ciri yang paling penting
dari perilaku positif adalah menghargai nilai dan memuji prestasi
seseorang.
Menghargai nilai yang terkandung dalam diri seseorang bawahan
sebagai pribadi dan menghadiahi prestasi dengan pujian yang tulus akan
menimbulkan perasaan pada diri bawahan, bahwa atasan tidak hanya
memperhatikan sikapnya yang buruk saja, tapi bawahan juga meninginkan
agar perilakunya yang baik dihargai dengan cara yang positif.
5. Kesamaan (Equality)
Kesamaan dalam sikap memperlakukan orang lain secara horizontal
dan demokratis. Dengan kesamaan berarti tidak mengandung sikap
menggurui dalam berkomunikasi karena masing-masing mempunyai
kedudukan yang seimbang (sejajar). Sering kita jumpai hubungan antara
atasan dan bawahan bukan sikap menerima tetapi memerintah, mengkritik,
menilai, dan mengecam. Menerima juga bukan berarti bawahan
menyetujui semua perilaku atasan dan mau menanggung akibat dari
perilakunya. Menerima sebagaimana adanya berarti tidak segera mengadili
bawahan tentang kesalahan maupun kebenaran dan pendapat, perasaan dan
perbuatannya. Dalam menerima mengandung makna mau memahami dan
mengungkapkan dengan jelas hal-hal yang disampaikan oleh bawahan
baik secara verbal maupun non verbal.
Devito (2006:346) menegaskan bahwa dalam kesamaan masing-
masing pihak harus bersedia menjadi pembicara dan pendengar. Bersedia
mengungkapkan apa yang dirasakannya dan bersedia juga mendengarkan
apa yang dikatakan orang lain. Kesamaan ini diperlukan apabila terjadi
konflik berarti penyelesaian harus dapat diterima oleh kedua belah pihak
dan memuaskan bai keduanya. Menurut Devito (2006 : 263), melalui
komunikasi seorang atasan sebaiknya mengembangkan sikap saling
terbuka, empati, memberikan dukungan kepada bawahan, memiliki
perilaku positif dan adanya kesamaan atau kesetaraan antara atasan dan
bawahan. Adanya usaha demikian akan menyebabkan para atasan
menyadari bahwa tujuan organisasi dapat direalisasikan tidak hanya
dengan jalan menempatkan karyawan yang tepat, tetapi juga harus mampu
menciptakan hubungan yang harmonis dalam berkomunikasi, sehingga
bawahan akan merasa senang dalam bekerja, dengan demikian diharapkan
akan muncul motivasi kerja yang tinggi.
2.3. Motivasi Kerja
2.3.1. Pengertian Motivasi dan Proses Motivasi
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang bahasa latinnya "Movere"yang
berarti dorongan atau menggerakkan. Beberapa ahli mengemukakan pengertian
motivasi sebagai berikut
Menurut Atkinson (1964)
"Motivation is the contemporary (immediate) influences on the direction, vigor,
persistence of action."(Steers dan Porter, 1983 : 3)
Menurut Wexley dan Yulk (2006: 75)
"Motivasi adalah proses yang memberi arah dan tenaga pada tingkah laku."
Menurut Hersey dan Blanchard (1977: 16)
"Motive defined as needs, want drive, desires, or impulses within the individual.
Motive are direcred toward goal, which may be conscious oe subconcious."
Sedangkan menurut Davis and Newstroom (1985: 90)
"Seseorang yang termotivasi dalam bekerja adalah seseorang yang melihat bahwa
pekerjaannya membantu mencapai tujuan."
Kinlaw (1981) mengemukakan bahwa pekerja yang memiliki motivasi kerja
yang tinggi akan selalu mencoba melakukan yang terbaik, serta bersedia
meluangkan waktu dan upaya ekstra untuk melakukan pekerjaannya. Sedangkan
pekerja yang memiliki motivasi kerja yang rendah seringkali tidak mau melakukan
yang terbaik serta jarang meluangkan waktu dan upaya ekstra untuk Pelakukan
pekerjaannya.
Berdasarkan definisi di atas terlihat bahwa motivasi melibatkan tiga
komponen utama, yaitu : (1) Pemberi daya (energizing), yang mendorong seseorang
bertingkah laku dalam cara-cara tertentu; (2) Pemberi arah (directing), yang
mengarahkan tingkah laku individu pada suatu tujuan; (3) Mempertahankan
(sustaining), dimana kekuatan-kekuatan dalam diri individu memberi umpan balik
pada individu untuk memperkuat intensitas dorongan dan arah energinya.
Proses terjadinya motivasi dapat dilihat dalarn bagan di bawah ini
Masing-masing unsur dari bagan di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Needs or Desires
Merupakan pemberi daya yang mendasari tingkah laku manusia. Manusia
mempunyai sejumlah kebutuhan atau keinginan yang merupakan kondisi
ketegangan atau ketidakseimbangan yang perlu diredakan dan perlu dipenuhi.
2. Behavior
Tingkah laku yang diarahkan pada tujuan tertentu, dipengaruhi oleh isyarat
(cues) dari dalam diri atau lingkungannya, sehingga individu tersebut
memahami bahwa tindakan tertentu akan menjamin tercapainya suatu tujuan.
3. Incentive or goal
Tingkah laku individu yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan yang sesuai
dengan yang diharapkan akan pencapaian tujuan tertentu selanjutnya. Dari sini
individu akan mendapat masukan apakah tingkah laku itu dapat dipertahankan
atau perlu dimodifikasi.
Pada dasarnya proses motivasi ini menggambarkan bahwa individu
memiliki berbagai kebutuhan, keinginan, dan harapan yang kekuatannya
bervariasi dengan ciri-ciri sebagai berikut : (1) munculnya kebutuhan, keinginan,
dan harapan mengakibatkan ketidakseimbangan dalam diri dan individu akan
Bagan 2.2. Proses Terjadinya Motivasi
berusaha mengurangi keadaan tersebut, (2) kebutuhan, keinginan, dan harapan
dihubungkan dengan antisipasi bahwa tindakan tertentu mengurangi
ketidakseimbangan. Individu yang melakukan sesuatu mengarah kepada tujuan
yang diinginkan, tindakan ini mendapat masukan apakah tingkah laku tersebut
dapat dipertahankan atau perlu dimodifikasi.
2.3.3. Pendekatan Teori Motivasi
2.3.3.1 Content Models
Content models ini disebut juga dengan content theories, merupakan
sekelompok teori yang berkaitan dengan motivasi kerja yang berusaha menjelaskan
apa yang memotivasi orang dalam bekerja, dan menekankan pada pentingnya
mengerti faktor dalam diri inidividu yang menyebabkan individu bertingkah laku
untuk memuaskan kebutuhannya. Beberapa teori yang termasuk ke dalam
kelompok content theories adalah Teori Hierarki Kebutuhan dari Maslow dan teori
ERG dari Alderfer.
1. Teori Hierarkhi Kebutuhan dari Maslow.
Teori hierarki kebutuhan dari Maslow (1954) menyatakan bahwa manusia
yang lingkungan sosialnya termotivasi untuk berbuat oleh suatu keinginan
memenuhi seperangkat kebutuhan internal.
Tiga asumsi dasar yang digunakan Maslow untuk menyusun teorinya:
a. Manusia adalah makhluk yang berkeinginan dan kebutuhankebutuhannya
dapat mempengaruhi perilakunya. Hanya kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terpuaskan yang dapat mempengaruhi perilaku. Sedangkan kebutuhan-
kebutuhan yang telah terpuaskan bukan sebagai motivator (penggerak).
b. Kebutuhan-kebutuhan seseorang tersusun dalam urutan, tatanan keinginan,
atau hierarki, mulai dari yang dasar sampai yang kompleks.
c. Orang akan maju ke tingkat berikut pada hierarki kebutuhan atau dari
kebutuhan dasar ke yang kompleks, hanya kalau'kebutuhan yang lebih
bawah paling sedikit telah terpuaskan.
Inti dari teori Maslow adalah bahwa kebutuhan tersusun dalam suatu
hierarki. Maslow mengidentifikasi lima level hierarki kebutuhan yang meliputi :
a. Physiological needs (kebutuhan yang bersifat fisiologik dan biologik)
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer individu karena kebutuhan ini
telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan ke bumi ini. Misalnya :
sandang, pangan dan papan, seks dan kesejahteraan individu. Karena ini
merupakan kebutuhan biologis, maka kebutuhan ini akan didahulukan
pemenuhannya oleh manusia, dimana bila kebutuhan ini belum terpenuhi
atau terpuaskan, maka individu tidak akan bergerak untuk memenuhi
kebutuhan lain yang lebih tinggi.
b. Safety needs (kebutuhan rasa aman)
Kebutuhan rasa aman ini dikaitkan dengan kebutuhan akan keamanan
jiwanya sewaktu bekerja. Perasaan aman juga menyangkut kemungkinan
masa depan karyawan. Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan pertama
terpenuhi. Kebutuhan ini diindikasikan dengan aktivitas menabung uang
untuk hari tua, menginginkan pekerjaan dan status tetap, mengasuransikan
diri, dan lain-lain. Dalam dunia kerja, karyawan menginginkan adanya
jaminan sosial tenaga kerja, pensiun, perlengkapan keselamatan kerja,
kepastian dalam status kepegawaian dan lain-lain.
c. Social needs (kebutuhan sosial) Manusia pada hakekatnya adalah makhluk
sosial, sehingga mereka mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial sebagai
berikut :
1) Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dimana is hidup dan
bekerja..
2) Kebutuhan akan perasaan dihormati karena setiap manusia merasa dirinya
penting.
3) Kebutuhan untuk bisa berprestasi.
4) Kebutuhan untuk ikut serta (sense ofparticipation)
Di dalam suatu organisasi, seseorang akan berusaha untuk membina
hubungan dengan pimpinan, rekan kerja dan karyawannya.
d. Self esteem needs (kebutuhan akan harga diri)
Situasi yang ideal terjadi apabila prestise itu menimbulkan prestasi, akan
tetapi tidak selalu demikian halnya. Dalam hal ini semakin banyak hal yang
digunakan sebagai simbol statusnya.
e. Self actualization (kebutuhan untuk mengaktualisasi diri)
Ini diartikan bahwa setiap manusia ingin mengembangkan kapasitas mental
dan kapasitas kerjanya, melalui pengembangan pribadinya. Oleh karena itu,
pada tingkat ini orang cenderung untuk selalu mengembangkan diri dan
berbuat yang paling baik.
2. Teori ERG dari Alderfer
Teori ERG (1981) adalah suatu pendekatan motivasi yang berupaya
menetapkan kebutuhan-kebutuhan manusia dalam lingkungan organisasi. Teori
ini merupakan pengembangan dari teori Maslow menjadi tiga kategori
kebutuhan, yaitu
a. Existence (E)
Merupakan sejumlah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan yang berhubungan
dengan keadaan fisik organisme, misalnya lapar, haus, dan rumah,
kebutuhan akan imbalan berupa uang, penghasilan sampingan dan kondisi
kerja yang secara spesifik juga merupakan existence needs yang berhubungan
dengan situasi kerja. Kebutuhan ini setara dengan physiological needs dan
safety needs yang dikemukakan oleh Maslow.
b. Relatedness (R)
Adalah kebutuhan yang melibatkan hubungan dengan orang lain, baik di
lingkungan kerja maupun di luar lingkungan kerja. Jenis kebutuhan
ini bergantung pada proses memberi dan perasaan timbal balik antara
individu untuk mencapai kepuasan, misalnya hubungan dengan anggota
kelompok, atasan, teman sekerja, karyawan dan sahabat. Dalam hal ini sama
dengan safety needs dan esteem needs yang dikemukakan oleh Maslow.
c. Growth (G)
Adalah semua kebutuhan yang melibatkan upaya pribadi untuk mencapai
perkembangan kreativitas atau pribadi. Pemuasan kebutuhan
mengmbangkan hasil keterlibatan individu dalam tugas-tugas yang tidak
hanya menuntut pemanfaatan kapabilitas secara penuh, tetapi juga yang
menuntut pengembangan kapabilitas baru. Jika dikaitkan dengan teori
Maslow, kebutuhan ini sesuai dengan self actualization needs self dan
esteem needs.
Teori ERG ini didasarkan pada tiga dalil pokok
a. Makin kurang terpuaskan setiap tingkat kebutuhan, maka kebutuhan tersebut
makin ingin dipuaskan (needs satisfaction).
b. Makin terpuaskan kebutuhan-kebutuhan pada tingkat lebih bawah, makin
besar keinginan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi (desire
strength).
c. Makin kurang terpuaskan kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih
tinggi, makin diinginkan kebutuhan pada tingkat lebih bawah (need
frustration).
2.3.3.2 Process Theory
Process theory menitikberatkan pada "bagaimana"dan "dengan tujuan
apa" individu dimotivasikan. Beberapa teori yang masuk ke dalam kelompok ini
di antaranya adalah Expectancy Theory dari Vroom dan teori equity dari J. Stacy
Adam.
1. Expectancy Theory Vroom
Teori ini dasamya adalah "Cognitive Theory "dimana tingkah laku
merupakan cerminan dari pilihan-pilihan tingkah laku yang disadari dan
didasarkan pada evaluasi dari beberapa alternatif tingkah laku yang berbeda
dengan cara membandingkan.
Prinsip-prinsip dari teori ini adalah :
a. Outcome, yaitu kebutuhan potensial yang memunculkan tingkah laku,
meliputi : gaji, promosi, kepuasan kerja, pengakuan, kelelahan, serta
kecelakaan.
b. Valence, yaitu tingkat outcome yang diterima jika memilih alternatif tingkah
laku. Menunjukkan kuatnya kecenderungan orang bahwa ia lebih
menyenangi suatu hasil tertentu yang baginya mempunyai nilai (valence)
lebih tinggi dibandingkan hasil-basil lainnya.
c. Expectancy, merupakan perkiraan yang diyakini bahwa tindakan tertentu
akan diikuti oleh hasil tertentu pula serta merupakan hubungan antara usaha
yang dikerahkan dengan hasil yang diperoleh. Suatu perkiraan yang
berupa kemungkinan tentang sejauhmana derajat prestasi kerja ditentukan
oleh tingkat pengerahan yang dilakukan.
d. Tingkah laku yang menarik tergantung dari harapan (expectancy) dan
valence dari outcome.
2. Equity theory
Equity theory dikemukakan oleh J.Stacy Adams (1963), yang dikutip dari
Wexley dan YukI (2006). Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa
puas atau tidak puas tergantung pada apakah ia merasakan adanya keadilan
(equity) atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity dan inequity atau suatu
situasi diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain
yang sekelas, sekantor, maupun di tempat lain. Komponen-komponen pokok
teori ini adalah
a. Input (masukan)
Segala sesuatu yang bernilai yang dianggap menunjang pekerjaanya, seperti
pendidikan, jumlah jam kerja dan perlengkapan yang digunakan.
b. Outcome (hasil)
Segala sesuatu yang benilai yang didapatkan dari pekerjaan. Misalnya gaji,
tunjangan, lambang, status, pengakuan, kesempatan berprestasi atau
aktualisasi.
c. Comparison person
Orang-orang yang dianggap relevan untuk dijadikan pembanding, yang
dijadikan pembanding ini bisa pekerja lain di organisasi yang sama, di
tempat lain atau bisa juga diri sendiri, yaitu membandingkan dengan
pekerjaan sebelumnya.
2.3.3.3 The Integrated models of Motivation Theory
The Integrated models of Motivation Theory dari Kinlaw ini pada dasarnya
merupakan teori yang menggabungkan content theory dengan process theory.
Kinlaw lebih memfokusnya pada bagaimana terjadinya motivasi tersebut.
Walaupun pada dasarnya ia mengakui bahwa di dalam diri individu tersebut
terdapat berbagai kebutuhan yang menuntut untuk dipuaskan.
The Integrated models of Motivation berusaha menjelaskan mengenai
kekuatan pertimbangan-pertimbangan seseorang yang mempengaruhi motivasi
kerjanya. Kinlaw menyatakan bahwa teori ini mencantumkan semua faktor serta
elemen yang tercakup di dalam semua teori terkemuka mengenai motivasi.
Menurut Kinlaw (1981) motivasi kerja akan menjadi tinggi apabila
lingkungan yang dihadapi dalam bekerja dapat memenuhi sejumlah kebutuhan
yang diharapkan oleh pekerja. Seseorang akan memiliki motivasi kerja tinggi
bila ia menilai apa yang akan diterima dari pekerjaannya merupakan sesuatu yang
penting yang dapat memuaskan kebutuhannya dan ia yakin bahwa usaha yang
keras akan mengakibatkan diperolehnya hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.
Motivasi bukanlah merupakan tindakan yang bersifat refleks, tetapi
merupakan hasil dari pilihan bebas yang dibuat oleh individu itu sendiri (Kinlaw,
1981). Dalam penentuan motivasi tersebut individu memproses informasi yang ada
yang berkaitan dengan usaha-usaha yang dilakukannya. Kemudian setelah
memproses informasi yang ada, ia akan melakukan pemilihan dengan cara
membuat tiga pertimbangan berdasarkan informasi tersebut. Kinlaw
mengemukakan ada tiga pertimbangan yang menentukan kekuatan motivasi
seseorang.
Adapun ketiga pertimbangan tersebut adalah :
1. Match
Melihat apa yang menjadi kebutuhan seseorang dan mengevaluasi berbagai
alternatif tujuan yang harus dicapai dalam rangka memenuhi kebutuhan
tersebut. Pertimbangan dilakukan dengan melihat derajat antara kebutuhan
dengan apa yang dapat dilakukan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Dalam
menentukan kebutuhan yang kita miliki serta melakukan evaluasi terhadap goal
yang harus dicapai, dipengaruhi oleh nilai-nilai, serta prioritas yang kita miliki.
Semakin jelas seseorang mempersepsikan bahwa suatu tujuan sejalan dengan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, maka seseorang akan semakin
termotivasi untuk mengerjakan tugas dan mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Return
Merupakan pertimbangan mengenai manfaat atau hasil yang diharapkan jika
seseorang mengerjakan sesuatu dan membandingkan dengan ganjaran
ekstrinsik yang diperolehnya seperti upah, keselamatan, status dan lain-lain,
dengan kerugian yang dialaminya seperti waktu, sakit hati, kejemuan, serta
tingkat usaha yang dikeluarkan. Dengan kata lain dalam diri individu tersebut
membandingkan antara apa yang akan ia peroleh dengan kerugian yang ia
alami karena melakukan suatu tingkah laku tertentu. Apabila seseorang menilai
lebih banyak ruginya jika menampilkan tingkah laku tersebut, maka hal tersebut
akan menurunkan motivasinya karena tidak memiliki nilai penguat
(reinforcement). Sebaliknya apabila ia memperoleh keuntungan dari tingkah
laku yang ditampilkannya, maka motivasinya akan meningkat karena
keuntungan tersebut memiliki nilai penguat.
3. Expectation
Merupakan pertimbangan mengenai sumber-sumber dan kekuatankekuatan
yang dimiliki. Seseorang akan menentukan sampai sejauh mana lingkungan
pekerjaan akan menguntungkannya. la akan mencoba melihat pada kompetensi
diri dan sumber-sumber eksternal seperti uang, waktu, kekuasaan dan teknologi
yang dimilikinya, serta membandingkan hal tersebut dengan hambatan-
hambatan yang dialami .saat bekerja, seperti kebijaksanaan, persaingan,
pengawasan yang buruk dan lain-lain. Dengan didasari atas perbandingan
antara sumber-sumber dengan hambatan tersebut, seseorang dapat
memperkirakan kemungkinan-kemungkinannya untuk mengerjakan tugas
dengan baik. Untuk mengukur motivasi kerja, Kinlaw (1981 : 130)
mengemukakan alat ukur motivasi kerja yang didasarkan pada teori The
Integrated Models of Motivation (IMM). Kinlaw menyatakan bahwa Th
Integrated models of Motivation (IMM) mencantumkan semua faktor serta
elemen yang tercakup di dalam semua teori tentang motivasi. Alat ukur tersebut
adalah The Motivation Assessment Inventory (MAI).
2.3.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Milton (1981) mengemukakan bahwa motivasi merupakan suatu proses
yang kompleks yang melibatkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses
motivasi kerja individu dalam organisasi. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Karakteristik individu, seperti kemampuan individu, sikap, minat, dan
kebutuhan yang mempengaruhi proses motivasi.
2. Karakteristik pekerjaan, seperti variasi tugas, tugas monoton, umpan balik yang
diterima, jumlah dan jenis reward instrinsik, kejelasan peran dan tugas.
3. Lingkungan kerja, yang berkaitan dengan sifat organisasi dan lingkungan
kerja. Faktor lingkungan kerja berhubungan langsung dengan lingkungan
pekerjaan seperti interaksi dengan rekan sekerja dan dengan pimpinan.
2.4. Hubungan antara Sikap terhadap Komunikasi Atasan dengan Motivasi
Kerja.
Sikap adalah kekuatan perasaan terhadap suatu objek sikap berkorelasi
dengan pengertian mengenai objek tersebut( Menurut Rosenberg (Rosenberg,
1960, dalam Syaifuddin Azwar, 2000). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat
dikatakan bahwa setiap orang dalam bertingkah laku atau berespon terhadap objek
atau situasi akan disertai dengan perasaan tertentu terhadap objek yang
dihadapinya dan dapat menggambarkan tentang bagaimana sikap orang itu
terhadap objek yang dihadapinya.
Terbentuknya sikap seseorang tidak terlepas dari ketiga komponen sikap
yang membentuk stuktur sikap: komponen kognitif yang menentukan pandangan,
keyakinan dan bagaimana mempersepsi suatu objek, komponen afektif yang
menentukan menentukan arah dan sikap apakah positif atau negative dan
komponen konatif yaitu komponen yang menentukan besar kecilnya
kecenderungan seseorang untuk bertindak atau berprilaku terhadap objek sikap.
Disamping mekanisme internal yang terjadi dalam diri individu tadi, terbentuknya
sikap juga dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berupa
situasi yang dihadapi individu, norma yang ada dalam masyarakat dan hambatan
atau dorongan yang mempengaruhinya yang menentukan sikap.
Reaksi seseorang terhadap objek sikap dapat bersifat positif tetapi juga
dapat bersifat negative. Reaksi yang timbul bermula dari dipersepsikan objek
sikap oleh individu, kemudian hasil persepsi tersebut akan dicerminkan dalam
sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan. Dalam menyikapi objek
sikap tersebut individu dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, keyakinan dan
proses belajar. Hasil dari proses ini merupakan pendapat atau keyakinan individu
mengenai objek sikap yang berkaitan dengan segi kognitif. Selanjutnya afeksi ini
akan mempengaruhi konasi yaitu merupakan kesiagaan untuk berespon, bertindak
dan berprilaku terhadap objek sikap. Keadaan lingkungan selanjutnya akan
memberikan pengaruh terhadap objek sikap maupun pada individu yang
bersangkutan.
Berdasarkan karakteristik dari masing-masing individu dan latar
belakangnya. Komunikasi atasan dapat membentuk sikap dan cara pandang
berbeda-beda oleh setiap individu yang satu dengan individu yang lain dan dapat
bersifat positif atau negative. Karyawan yang menyikapi komunikasi atasan sesuai
dengan yang diharapkan akan menimbulkan sikap yang positif sebaliknya
karyawan yang menyikapi komunikasi atasan sebagai sesuatu yang negative
karena tidak sesuai dengan yang diharapkannya akan menimbulkan sikap
negative.
Dengan adanya sikap karyawan yang berbeda-beda dalam menyikapi
komunikasi atasan maka akan memunculkan motivasi kerja yang berbeda-beda
pula tergantung dari bagaimana karyawan menyikapi komunikasi yang dilakukan
atasan. Seseorang yang memiliki sikap positif terhadap komunikasi atasan
tentunya akan tetap menyenangi pekerjaannya, ia akan bekerja sesuai dengan yang
diharapkan oleh perusahaan dan akan selalu berusaha bekerja dengan optimal
dalam arti ia akan memiliki motivasi kerja yang tinggi. Berbeda dengan individu
yang memiliki sikap negative terhadap komunikasi atasan, ia akan bermalas-
malasan dalam bekerja, sering terlambat masuk kerja dan lain sebagainya yang
menujukkan gejala morivasi kerja rendah.
Motivasi kerja adalah istilah yang dipergunakan dalam perilaku organisasi
yang menggambarkan kekuatan yang mendorong, memberi arah dan
memunculkan atau mempertahankan suatu tingkah laku yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu serta mendapatkan imbalan. Pendapat
ini didukung pula oleh pendapat Kinlaw (1981 ) yang menyatakan bahwa
karyawan yang mempunyai motivasi tinggi akan secara konsisten mencoba untuk
bekerja dengan baik dan karyawan yang rendah motivasi kerjanya sering tidak
mau mencoba untuk bekerja sebaik mungkin dan jarang meluangkan waktu dan
upaya ekstra untuk menyelesaikan masalah dan mengevaluasi berbagai altematif
tujuan yang dimiliki dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut.
Kinlaw (1981), mengatakan bahwa motivasi kerja seseorang dipengaruhi
oleh pertimbangan-pertimbangan dari orang-orang tersebut. Pertimbangan-
pertimbangan itu terdiri dari Match artinya setiap orang akan melihat derajat
antara kebutuhan-kebutuhan dengan apa yang diharapkan dan apa yang dilakukan
untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Return, artinya orang tersebut
membandingkan antara ganjaran ekstrinsik yang diperoleh dengan kerugian yang
dialaminya. Jika seseorang menilai bahwa tingkah lakunya memberikan
keuntungan tertentu maka motivasinya akan meningkat. Namun bila ia menilai
bahwa tingkah lakunya tidak memberi keuntungan malah sebaliknya merugikan
maka ia tidak akan mempunyai motivasi yang tinggi. Pertimbangan terakhir
adalah Expectation yang merupakan pertimbangan seorang karyawan tentang
sumber-sumber yang tersedia dan hambatan-hambatan yang ditemui.
Apabila memiliki hambatan yang besar maka karyawan tidak akan memiliki
keyakinan dalam melaksanakan pekerjaannya. Sebaliknya jika dirasakan sebagai
suatu hambatan kecil maka karyawan tersebut akan mempunyai keyakinan dalam
melaksanakan pekerjaannya.
2.3. Kerangka Pikir
Organisasi sebagai suatu struktur yang melangsungkan proses pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan dan akan terjadi interaksi di antara bagian yang satu
dengan bagian yang Iainnya, manusia yang satu dengan manusia yang Iainnya
yang berjalan secara harmonis dan dinamis.
Di dalam suatu organisasi terdiri dari sekelompok orang-orang yang
mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Orang-orang dalam organisasi tersebut akan
terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu pimpinan sebagai atasan dan karyawan
sebagai bawahan. Antara atasan dan bawahan akan terjadi interaksi dalam usaha
mencapai tujuan organisasi. Interaksi yang harmonis di antara para karyawan
dalam organisasi, baik dalam hubungannya dengan atasan, maupun sesama
karyawan secara timbal balik, disebabkan adanya komunikasi.
Komunikasi selalu melibatkan hubungan seseorang dengan orang lain.
Komunikasi juga melibatkan adanya kebutuhan maupun nilai-nilai yang berbeda
dari masing-masing individu. Perbedaan kebutuhan, pengalaman dan nilai-nilai
ini, akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam memaknakan komunikasi
yang terjadi. Perbedaan dalam memaknakan ini sering menimbulkan masalah
dalam proses komunikasi. Perbedaan pemaknaan dalam komunikasi ini terjadi
karena masing-masing individu menangkap makna yang berbeda terhadap pesan
atau informasi yang disampaikan. Menurut Rosenberg 1960, Saifuddin Azwar,
2000:51-52, sikap adalah "kekuatan perasaan terhadap suatu objek sikap
berkorelasi dengan pengertian mengenai objek tersebut". Menurut Secord &
Backman yang masih satu kelompok pemikiran skema triadik berpandangan
bahwa sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran
(kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di
lingkungan sekitar. Sikap seseorang terhadap suatu objek selalu berperanan
sebagai perantara antara responnya dan objek yang bersangkutan (Rosenberg dan
Hovland, Saifuddin Azwar, 2000:7).
Hakikat komunikasi merupakan proses pernyataan antara atasan dan
bawahan, yang dinyatakannya itu adalah pikiran atau perasaan dari atasan kepada
bawahan dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Dengan
komunikasi kita ingin mengetahui bagaimana efeknya terhadap bawahan tersebut.
Terhadap suatu pesan yang kita komunikasikan kita ingin mempunyai
kemampuan untuk meramalkan efek yang akan timbul pada komunikan. Dengan
demikian komunikasi yang dilakukan berlangsung efektif.
Menurut Rakhmat (1985:147), komunikasi antara atasan dan bawahan
dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan
bagi komunikan. Untuk menciptakan situasi komunikasi yang efektif ini, Devito
(1989:96) mengungkapkan lima aspek komunikasi efektif yang akan berpengaruh
terhadap motivasi kerja. Aspek aspek yang dimaksud adalah keterbukaan, empati,
dukungan, sikap positif dan kesamaan, tetapi kenyataannya hal itu tidak dirasakan
oleh bawahan.
Dengan adanya keterbukaan, akan ada kesediaan antara atasan dan
bawahan untuk saling membuka diri sehingga terjadi pertukaran informasi.
Sementara itu bawahan merasakan bahwa atasan tidak mau menerima pendapat
dan kritik dari bawahan, tidak adanya kesempatan untuk bertukar pikiran sehingga
bawahan merasa takut untuk mengungkapkan segala sesuatu tentang
pekerjaannnya.
Dengan adanya empati berarti atasan dapat merasakan apa yang dialami
oleh bawahannya, tanpa kehilangan identitas dirinya sebagai atasan. Tetapi
kenyataannya atasan tidak mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh
bawahan mengenai pekerjaan, tidak mau tahu dengan permasalaha bawahannya
sehingga bawahan merasa tidak dimengerti oleh atasannya. Disamping itu,
bawahan merasa tidak aman untuk mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan
masalah pekerjaan.
Disisi lain atasan tidak memberikan support kepada bawahan pada saat
dibutuhkan. Dukungan atasan tidak hanya dalam hal yang menyenangkan atau
yang bersifat positif, tetapi juga dalan hal yang tidak menyenangkan atau bersifat
negatif, dengan maksud untuk membantu bawahan agar mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungan pekerjaannya. Dengan tidak adanya dukungan ini maka
bawahan merasa kurang dimengerti, kurang diperhatikan dan kurang dipahami.
Dengan adanya perilaku positif, atasan menunjukkan sikap menghargai
bawahan, baik dengan tingkah laku verbal maupun non verbal, seperti anggukan
kepala, senyuman, usapan tangan dan sebagainya. Sementara itu bawahan
merasakan bahwa atasan tidak pernah memberikan penghargaan terhadap prestasi
bawahan dalam bidang pekerjaan, sehingga bawahan kurang mampu
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Dengan adanya kesamaan, atasan memperlakukan bawahan secara
horizontal dan demokratis, tetapi hal itu tidak terjadi. Atasan bersikap menggurui
dalam berkomunikasi dengan bawahan, karena atasan merasa kedudukannya lebih
tinggi bila dibandingkan dengan bawahannya. Pada saat berkomunikasi atasan
selalu menggunakan kalimat perintah dan tidak pernah memberikan kesempatan
kepada bawahan untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan
pekerjaannya.
Dengan adanya hambatan dalam hubungan komunikasi tersebut, maka
menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dan harapan
karyawan.Sedangkan pada dasarnya karyawan mengharapkan pengakuan dari
atasan, adanya feed back terhadap pekerjaan yang telah dilakukannya dengan
semestinya, sehingga dengan adanya tanggapan tersebut karyawan beranggapan
bahwa dirinya mampu untuk mengerjakan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan
meningkatkan motivasi kerja karyawan.
Komunikasi atasan akan membantu perkembangan motivasi karyawan,
dengan menjelaskan apa yang harus dilakukan karyawan, bagaimana mereka
bekerja dengan baik dan apa yang dapat dikerjakan untuk membantu dalam
perkembangan perusahaan.
Dalam penelitian ini, karyawan bagian produksi menganggap bahwa
komunikasi atas tidak menyenangkan. Karyawan harus mengikuti cara (proses)
memproduksi barang sesuai petunjuk atasan, tetapi atasan tidak memberikan
informasi atau instruksi secara jelas sehingga karyawan kurang memahami
instruksi dan informasi yang disampaikan atasannya dan karyawan tidak berani
menanyakan lebih lanjut. Hal tersebut mengakibatkan pekerjaan mereka tidak
sesuai dengan atasan. Tidak adanya keterbukaan, dimana atasan tidak
mempertimbangkan idea tau gagasan positif dari atasan. Apabila atasan menegur
bawahan yang melakukan kesalahan, atasan tidak menjelaskan letak kesalahannya
dan apabila ada kesalahan yang dilakukan oleh satu karyawan misalnya:
kesalahan terletak dikaryawan bagian produksi dibidang bubut, tetapi nyatanya
semua karyawan ditegur dengan cara dibentak-bentak. Hal ini mengakibatkan
karyawan tidak sungguh-sungguh mengerjakan pekerjaannya karena karyawan
beranggapan walaupun mereka melakukan pekerjaan dengan baik tetap saja akan
mendapatkan teguran apabila ada karyawan lainnya melakukan kesalahan dalam
bekerja.
Selain itu apabila karyawan mampu mengerjakan pekerjaan dengan baik,
mereka jarang mendapatkan pujian atau komentar positif dari atasan, sehingga
karyawan merasa kurang dihargai kemampuan kerjanya dan karyawan merasa
bahwa pekerjaan mereka lakukan bukanlah merupakan hal yang berarti melainkan
hanya untuk kepentingan bagi perusahaan.
Data lain karyawan merasa bahwa atasan mereka kurang memperhatikan
bawahannya seperti; atasan jarang menanyakan keadaan bawahannya, seolah olah
atasan tidak mau tahu masalah yang dihadapi oleh bawahan sehingga bawahan
merasa atasan hanya terpaku pada masalah pekerjaannya saja. Tanggapan atasan
mengenai masalah yang dialami oleh karyawan tidak membantu karyawan dalam
menyelesaikan kesulitannya. Tidak ada timbal balik dalam komunikasi sehingga
karyawan merasa komunikasi atasan tidak efektif. Karyawan menilai bahwa
komunikasi yang dilakukan atasan tidak menyenangkan, tidak sesuai dengan
harapan yang diinginkan oleh karyawan dimana atasan melakukan komunikasi
yang efektif dengan cara adanya timbal balik,adanya keterbukaan< adanya
emphaty, adanya dukungan, adanya perilaku positif, dan adanya kesetaraan.
Selain itu karyawan merasa bahwa apa yang sudah dilakukan untuk
perusahaan tidak seimbang dengan apa yang sudah diperoleh. Maksudnya
karyawan sudah melakukan atau memproduksi barang sesuai dengan apa yang
diperintahkan oleh atasan tetapi apabila ada kesalahan atasan akan tetap
menyalahkan karyawan dengan cara membentak-bentak, sedangkan apabila
karyawan dapat melakukan atau memproduksi barang sesuai dengan atasan,
karyawan jarang mendapatkan pujian atau komentar positif dari atasannya.
Karyawan merasakan tidak mendapatkan penghargaan dan pengakuan atas
kemampuannya.Hal ini berdampak pada perilaku karyawan yang tidak
mengarahkan energinnya
Jadi sikap karyawan terhadap komunikasi atasan mampu memberikan
warna pada tingkah laku seseorang yang berkaitan dengan motivasi kerja
karyawan. Sikap karyawan ini terdiri dari respon kognitif berupa pernyataan apa
yang diyakininya, dipercaya mengenai komunikasi atasan yaitu berhubungan
dengan pemikiran dan penalaran karyawan terhadap komunikasi atasan yang
diterimanya, respon afektif berupa pernyataan perasaan menyangkut penilaian
emosional karyawan terhadap komunikasi atasan dan respon konatif berupa
pernyataan mengenai kecenderungan untuk bertingkah laku terhadap komunikasi
atasan yang dimaknai dan dirasakan.
Ketiga respon saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan
berperilaku terhadap komunikasi atasan. Komponen kognisi karyawan dapat
menggambarkan komunikasi atasan sekaligus dikaitkan dengan objek-objek lain
yaitu pengetahuan dan pengalaman. Hal ini berarti adanya penalaran dalam diri
karyawan mengenai komunikasi atasan, sehingga timbul suatu keyakinan dan
kepercayaan bahwa komunikasi yang dilakukan atasan tidak sesuai dengan
keinginan karyawan, dimana tidak adanya keterbukaan didalam komunikasi, tidak
adanya penghargaan terhadap prestasi kerja karyawan, dukungan atau perhatian
dalam interaksi antara atasan dan bawahan. Disini karyawan akan menilai dan
memaknakan bahwa ternyata usaha yang ia keluarkan dalam bekerja tidak
dihargai sesuai dengan yang diharapkan atau tidak sesuai dengan apa yang mereka
yakini. Secara afektif, komponen afeksi memiliki penilaian emosional yang dapat
bersifat positif dan negatif sehingga menimbulkan perasaan senang dan tidak
senang terhadap objek sikap yaitu komunikasi atasan. Seperti merasa terancam
dengan cara teguran yang dilakukan atasan, hal ini menurut mereka tidak
menyenangkan; dan secara konatif karyawan cenderung bersikap tidak sungguh-
sungguh dalam mengerjakan pekerjaannya.
Disini terlihat bahwa terbentuknya sikap (yang mengarah pada sikap
negatif) pada karyawan dilatarbelakangi dengan adanya suatu keadaan yang tidak
seimbang. Dalam hal ini komunikasi atasan dimaknakan tidak sesuai dengan apa
yang mereka inginkan. Keadaan tersebut mempengaruhi aspek afeksi sehingga
memunculkan perasaan tidak menyenangi, dalam hal ini komunikasi atasan
mengecewakan, tidak memuaskan secara afeksi, tidak memenuhi kebutuhan.
Keadaan ini menyebabkan munculnya indikasi atau kecenderungan untuk
bertingkah laku agar keseimbangan tercapai yaitu adanya kecenderungan untuk
menampilkan tingkah laku kerja yang kurang baik atau kurang optimal dalam
bekerja.
Sikap negatif yang diawali oleh adanya ketidakseimbangan dalam diri
karyawan, menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan dan ketegangan
psikologis. Oleh karena itu untuk menghilangkan keadaan yang tidak
menyenangkan tersebut muncul kecenderungan karyawan untuk mencapai
keadaan seimbang dengan adanya kecenderungan bersikap negatif terhadap
komunikasi atasan. Komunikasi atasan ini disikapi oleh karyawan sehingga situasi
kerja memungkinkan karyawan untuk mengekspresikan sikapnya tersebut dalam
tingkah laku kerjanya. Oleh karena itu tingkah laku kerja yang ditampilkan
karyawan dapat mengindikasikan bahwa karyawan kurang berusaha untuk bekerja
dengan optimal. Hal ini dapat dilihat dari karyawan yang bermalas-malasan dalam
bekerja seperti: mangkir dari pekerjaan terutama pada bagian produksi yang
seharusnya tiap hari bekeja untuk memproduksi, sekitar 60% dari jumlah
karyawan 15 orang pada tiap bulannya; karyawan tidak disiplin sekitar 20 %
karyawan bagian produksi tiap harinya sering terlambat masuk kerja tanpa ada
alasan yang jelas; pulang kerja sebelum waktunya; menunda-nunda pekerjaan
sehingga banyak pekerjaan yang terbengkalai,padahal mereka mampu
mengerjakannya; serta kegagalan karyawan dalam menyelesaikan tugas pada
waktunya. Selain itu hasil observasi diperoleh data lain yaitu: banyaknya
karyawan yang ngobrol waktu kerja sehingga kurang konsentari, kurang sungguh
dalam mengerjakan tugasnya. Hal ini menunjukkan rendahnya motivasi kerja
karyawan.
Motivasi kerja adalah istilah yang dipergunakan dalam perilaku organisasi
yang menggambarkan kekuatan yang mendorong, memberi arah dan
memunculkan atau mempertahankan suatu tingkah laku yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu serta mendapatkan imbalan. Pendapat
ini didukung pula oleh pendapat Kinlaw (1981) yang menyatakan bahwa
karyawan yang mempunyai motivasi tinggi akan secara konsisten mencoba untuk
bekerja dengan baik dan karyawan yang rendah motivasi kerjanya sering tidak
mau mencoba untuk bekerja sebaik mungkin dan jarang meluangkan waktu dan
upaya ekstra untuk menyelesaikan masalah dan mengevaluasi berbagai altematif
tujuan yang dimiliki dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut.
Kinlaw (1981), mengatakan bahwa motivasi kerja seseorang dipengaruhi
oleh pertimbangan-pertimbangan dari orang-orang tersebut. Pertimbangan-
pertimbangan itu terdiri dari Match artinya setiap orang akan melihat derajat
antara kebutuhan-kebutuhan dengan apa yang diharapkan dan apa yang dilakukan
untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Return, artinya orang tersebut
membandingkan antara ganjaran ekstrinsik yang diperoleh dengan kerugian yang
dialaminya. Jika seseorang menilai bahwa tingkah lakunya memberikan
keuntungan tertentu maka motivasinya akan meningkat. Namun bila is menilai
bahwa tingkah lakunya tidak memberi keuntungan malah sebaliknya merugikan
maka is tidak akan mempunyai motivasi yang tinggi. Pertimbangan terakhir
adalah Expectation yang merupakan pertimbangan seorang karyawan tentang
sumber-sumber yang tersedia dan hambatan-hambatan yang ditemui.
Apabila memiliki hambatan yang besar maka karyawan tidak akan memiliki
keyakinan dalam melaksanakan pekerjaannya. Sebaliknya jika dirasakan sebagai
suatu hambatan kecil maka karyawan tersebut akan mempunyai keyakinan dalam
melaksanakan pekerjaannya. Ketiga pertimbangan tersebut menentukan tinggi
rendahnya motivasi individu untuk melakukan pekerjaannya. Individu akan
termotivasi dalam bekerja dan menggerakkan upayanya dalam bekerja bila
kebutuhan-kebutuhannya dalam bekerja dapat terpenuhi dan apa yang ia peroleh
dalam pekerjaan sesuai dengan harapannya. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa individu yang memiliki sikap yang positif terhadap komunikasi atasan
akan menganggap dan merasa bahwa komunikasi atasan sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh karyawan. Hal ini akan menggerakkan karyawan untuk
melaksanakan tugasnya dengan baik dan termotivasi untuk bekerja. Sebaliknya
karyawan yang memiliki sikap negatif terhadap komunikasi atasan akan
menganggap bahwa komunikasi atasan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan
oleh karyawan Hal ini menyebabkan karyawan tidak tergerak untuk melaksanakan
tugas dengan baik serta tidak termotivasi untuk bekerja lebih optimal lagi.
Skema dari kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah, seperti berikut :
Komunikasi yang dilakukan atasan � Instruksi kurang jelas sehingga kurang dipahami oleh karyawan � Tidak ada keterbukaan:Saran, ide dan gagasan yang diberikan
oleh karyawan bagian produksi tidak pernah dipertimbangkan � Tidak adanya pujian emosional yang diberikan kepada
karyawan apabila dapat mengerjakan tugasnya dengan baik � Tidak mau tahu masalah karyawannya � Adanya menyabutkan letak kesalah sehingga feed tidak efektik � Teguran dengan cara membentak-bentak
Motivasi kerja rendah � Karyawan sering mangkir dari
pekerjaan � Karyawan tidak disiplin � Sering terlambat masuk kerja
tanpa ada alasan yang jelas � Pulang kerja sebelum waktunya,
menunda-nunda pekerjaan sehingga banyak pekerjaan yang terbengkalai, serta kegagalan karyawan dalam menyelesaiakn tugas
Karekteristik individu
� Pengetahuan � Kebutuhan � Pengalaman
� Nilai 3 kekuatan pertimbangan motivasi kerja: Match Return Exspectation
Sikap terhadap
komunikasi
atasan
Kognisi Pemikiran dan penalaran karyawan mengenai komunikasi atasan
yang tidak sesuai dengan keinginan karyawan
Afeksi Pernyataan evaluasi perasaan secara emosi terhadap objek
sikapkomunikasi atasan dirasakan menyenangkan
Konasi
Pernyataan kecenderungan untuk berperilaku/ karyawan cenderung bersikap bersikap malas-mengeluarkan pendapat atau ide, solusi
tentang pekerjaannya, misalnya mereka malas mengemukakan solusi dalam pembelian spearpart mesin press.
2.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
"Semakin negatif sikap karyawan bagian produksi terhadap efektivitas
komunikasi atasan-bawahan maka semakin rendah motivasi kerja karyawan
bagian produksi CV. Panca Karya mandiri”.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode korelasional,
yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
atau keterkaitan antara variabel satu dengan variabel dua, apabila ada berapa
eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan tersebut. (Suharsimin,
2002: 239).
3.2. Identifikasi variabel
Variabel pertama : sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan-bawahan
Variabel kedua : Motivasi kerja
3.3 Operasional Variabel
3.3.1 Komunikasi dua arah atasan bawahan
Sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan-bawahan adalah sejauh mana
penilaian karyawan bagian produk dalam menerima akibat dari komunikasi atasan
bawahan yang ditampilkan oleh atasan CV. Panca Karya Mandiri apakah sudah
efektif sehingga sesuai dengan yang diharapkan, efektif di sini adalah adanya
komunikasi yang timbal balik antara atasan bawahan. Dimana adanya
keterbukaan, emphati kepada bawahan, memberikan dukungan, perilaku positif
dan adanya kesetaraan antara atasan dan bawahan.
Komunikasi atasan dinilai negatif oleh karyawan bagian produksi adalah
penilaian komunikasi atasan oleh karyawan bagian produksi tidak efektif sehingga
tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh karyawan, dimana tidak adanya
komunikasi timbal balik antara atasan dan bawahan. Dimana atasan tidak terbuka,
tidak adanya empati kepada bawahannya, tidak perilaku positif, dan tidak ada
kesetaraan.
Komunikasi atasan dinilai positif oleh karyawan bagian produksi adalah
penilaian komunikasi atasan oleh karyawan bagian produksi efektif yang sesuai
dengan kebutuhan karyawan, dimana adanya komunikasi timbal balik antara
atasan dan bawahan. Adanya terbuka, adanya empati kepada bawahannya,
berperilaku positif, dan ada kesetaraan.
Sikap� terhadap� efektivitas� komunikasi� atasan�bawahan� merupakan� suatu� sistem�
yang�terdiri�dari�tiga�komponen,�yaitu��
� Komponen� Kognitif,� yaitu� apa� yang� diketahui,� dipersepsikan� dan� diyakini�
karyawan� tentang� pekerjaannya,� yang� akan� membentuk� kesan� baik� atau�
tidak.��
� Komponen� Afektif� ,� yaitu� apa� yang� dirasakan� dan� dinilai� oleh� karyawan,�
yang� memunculkan� perasaan� senang� atau� tidak� senang� terhadap�
pekerjaannya.�
� Komponen�Konatif,�yaitu�bagaimana�kecenderungan�karyawan�berperilaku�
terhadap�pekerjaannya.�
Adapun efektivitas komunikasi atasan-bawahan yang disikapi oleh
karyawan merujuk pada ciri karakteristik komunikasi antar pribadi yang efektif
dari Devito,yang meliputi aspek-aspek dan indikator sebagai berikut:
1. Openess (Keterbukaan)
a. Membuka diri, mau menerima pendapat bawahan meskipun berbeda,
bersedia bertukar pikiran, menerima kritikan yang disampaikan oleh
bawahannya.
b. Jujur dalam pembicaraan bersifat terus terang, tidak beralih tau atau tidak
menyembunyikan alasan yang sebenarnya meskipun berakibat tidak
menyenangkan bagi orang lain.
c. Tanggung jawab, menyatakan apa yang dirasakan dan diharapkan tanpa
mengatas namakan orang lain.
2. Emphaty
a. Penuh perhatian, dengan sabar mendengarkan bawahan ketika sedang
berbicara atau mengungkapkan perasaannya, menghentikan aktivitasnya
ketika bawahan membutuhkan perhatian.
b. Memberikan respon yang menunjukkan bahwa atasan mampu memahami
perasaan bawahan.
3. Dukungan
a. Kemauan untuk mendengarkan secara seksama terhadap apa yang
dikatakan oleh bawahan.
b. Mendorong bawahan untuk mengambil keputusan apabila menghadapi
persoalan.
c. Kesediaan untuk membantu jika diperlukan.
4. Perilaku Positif
a. Memuji bawahan secara wajar terhadap prestasi-prestasinya
b. Menghargai sikap yang bersifat baik (positif) yang telah dilakukan oleh
bawahan
c. Memberikan tanggapan terhadap sikap-sikap negative bawahan tanpa
disertai keinginan untuk mempermalukan bawahan
5. Kesamaan
a. Dalam berbicara dengan bawahan tidak berupa perintah atau pertanyaan
yang mengandung kata “harus”, “jangan”, karena hal tersebut
mengandung unsur ketidaksamaan
b. Tidak memotong pembicaraan bawahan, tidak mengoreksi atau merubah
pembicaraan bawahan
c. Memberikan kebebasan kepada bawahan untuk berperan dan
mengembangkan diri dengan cara mendukung kegiatan bawahan yang
bersifat positif.
3.3.2 Motivasi kerja
Motivasi kerja adalah tingkat kekuatan yang mendorong, memberi arah
dan mempertahankan sesuatu tindakan untuk bekerja, dengan tujuan untuk
memperoleh kebutuhan, dan memperoleh insentif. Motivasi bukanlah tindakan
yang bersifat reflek, tetapi merupakan pilihan dari pilihan yang bebas yang
dibuatdari individu itu sendiri. Dalam penentuan tersebut, karyawan bagian
produksi memproses informasi yang berkaitan dengan pengarahan usa yang
selanjutnya mengahsilakn tiga buah pertimbangan. Jumlah kekuatan dari tiga buah
pertimbangan tersebut menentukan kekuatan motivasi karyawan bagian produksi
dalam melaksanakan pekerjaannya tersebut adalah:
1. Match dimana karyawan akan melihat derajat kebutuhan-kebutuhan dengan
apa yang dilakukannya untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan dengan apa
yang dilakukannya untuk memuaskan kebutuhannya.
2. Return dimana karyawan akan membandingkan ganjaran yang diperoleh
dengan kerugian yang dialaminya.
3. Expectation adalah pertimbangan karyawan untuk menentukan sejauh mana
lingkungan pekerjaan menguntungkannya
3.4 Alat Ukur
3.4.1 Alat Ukur Komunikasi Atasan
Alat ukur ini tujuannya adalah untuk mengukur bagaimana sikap terhadap
komunikasi atasam. Dalam pembuatan alat ukur mengacu pada skala sikap dari
Likert, yang dikenal dengan Likert Sumated Rating (Mar'at 1982:166).
Pernyataan-pernyataan yang ditulis dalam angket ini terdiri dari lima (5) alternatif
jawaban yang bergerak dari Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (RR),
Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Skala ini terdiri dari
pernyataan positif dan pernyataan negatif. Setiap pernyataan memiliki nilai 1-5
dengan bobot tertentu. Untuk pernyataan positif bobot nilainya adalah sebagai
berikut:
� Skor 5 untuk pilihan jawaban `Sangat Setuju' (SS)
� Skor 4 untuk pilihan jawaban 'Setuju' (S)
� Skor 3 untuk pilihan jawaban "Ragu-ragu' (RR)
� Skor 2 untuk pilihan jawaban `Tidak Setuju' (TS)
� Skor 1 untuk pilihan jawaban `Sangat Tidak Setuju' (STS)
Sedangkan untuk pemyataan negatif memiliki bobot nilai sebagai berikut:
� Skor 5 untuk pilihan jawaban 'Sangat Tidak Setuju' (STS)
� Skor 4 untuk pilihan jawaban 'Tidak Setuju' (TS)
� Skor 3 untuk pilihan jawaban 'Ragu-Ragu' (R)
� Skor 2 untuk pilihan jawaban `Setuju' (S)
� Skor 1 untuk pilihan jawaban 'Sangat Setuju' (SS)
Nilai responden dihitung berdasarkan penjumlahan skor dari komponen
sikap, kemudian diperoleh nilai skor total yang menyatakan skor sikap individu
terhadap sistem imbalan. Semakin tinggi skor menunjukkan sikap yang positif,
demikian sebaliknya, semakin rendah skor menunjukkan sikap yang negatif.
Menurut Rosenberg (1960), sikap adalah kekuatan perasaan terhadap
suatu objek, sikap berkorelasi dengan pengertian mengenai objek tersebut. Setiap
komponen sikap mempunyai batasan-batasan pengertian tersendiri yaitu kognitif
merupakan keyakinan, pikiran, atau ide-ide tentang sistem imbalan berdasarkan
pengetahuan dan penalaran karyawan; afektif menyangkut kesan emosional
subjektif mengenai perasaan suka tidak suka, menyenangkan tidak
menyenangkan; konatif merupakan kecenderungan karyawan untuk tidak secara
optimal melakukan kegiatan atau tugas yang seharusnya dilaksanakan. Aspek-
aspek dari sikap yang berkaitan dengan sistem imbalan yang diukur diambil dari
teori Rosenberg, yang mencakup
TABEL 3.4.1.
Kisi-kisi Sikap terhadap Sistem Imbalan
Objek Sikap
(komunikasi atasan)
Aspek
Sikap
Indikator Kognitif Afektif Konatif1. Openess (Keterbukaan)
a. Membuka diri
b. Jujur
c. Tanggung jawab
2. Emphaty
a. Penuh perhatian
b. Memberikan respon yang
menunjukkan bahwa atasan
mampu memahami perasaan
bawahan.
3. Dukungan
a. Kemauan untuk mendengarkan
secara seksama terhadap apa
yang dikatakan oleh bawahan.
(+) 26, (+) 37
(+) 2, (-) 38
(+) 3, (-) 1
(+) 56
(+) 29, (-) 32
(+) 28
(-) 27
(+) 20
(+) 7
(-) 4, (+) 21
(+) 31
(+) 33
(-) 35
(-) 36
(-) 6
(-) 5
(-) 34
(-) 30, (-) 54
b. Mendorong bawahan untuk
mengambil keputusan apabila
menghadapi persoalan.
c. Kesediaan untuk membantu jika
diperlukan.
4. Sikap Positif
a. Memuji bawahan secara wajar
terhadap prestasi-prestasinya
b. Menghargai sikap yang bersifat
baik (positif) yang telah
dilakukan oleh bawahan
c. Memberikan tanggapan terhadap
sikap-sikap negative bawahan
tanpa disertai keinginan untuk
mempermalukan bawahan
5. Kesamaan
a. Dalam berbicara dengan
bawahan tidak berupa perintah
atau pertanyaan yang
mengandung kata “harus”,
“jangan”, karena hal tersebut
(+) 40, (-) 43
(+) 39
(+) 48, (-) 49
(+) 45, (-) 9
(+) 8
(+) 15, (+) 19
(+) 41
(+) 44
(-) 47
(-) 11
(-) 10, (-) 12
(-) 16
(-) 42,
(-) 46, (-) 50
(+) 55
(+) 52
(+) 51
(-) 18
mengandung unsur
ketidaksamaan
b. Tidak memotong pembicaraan
bawahan, tidak mengoreksi atau
merubah pembicaraan bawahan
c. Memberikan kebebasan kepada
bawahan untuk berperan dan
mengembangkan diri dengan
cara mendukung kegiatan
bawahan yang bersifat positif.
JUMLAH�
(+) 13,
(+) 22, (-) 23
23
(-) 14
(+) 24
16
(+) 53, (-) 17
(-) 25
17
Hasil analisis terhadap data hasil uji coba Skala Alat Ukur Komunikasi
menyatakan bahwa 56 aitem yang diujicobakan terdapat 55 aitem yang dinyatakan
valid dan 1 aitem yang dinyatakan gugur. Aitem yang dinyatakan gugur yaitu
nomor 4. Angka koefisien validitas yang bergerak dari 0,342 sampai 0,910 untuk
hasil lebih lengkap dan jelas dapat dilihat pada Lampiran.
3.4.2 Alat Ukur Motivasi Kerja
Skala motivasi kerja yang dikembangkan oleh Kinlaw yaitu The
Motivation Assessment Inventory (MAI). Angket ini terdiri dan 60 pertanyaan,
yang terdiri dari tiga aspek motivasi kerja yaitu match, return dan expectation,
terbagi dalam 30 pertanyaan positif (no. 1-30) dan 30 pertanyaan negatif (no.31-
60). Masing-masing aspek terdiri dari beberapa indikator yang perinciannya dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.4.2 Kisi-kisi Alat Ukur Motivasi Kerja
Aspek yang diukur Indikator No item positif No item negatif Jumlah
Match - Kebutuhan
- Tujuan
- Kejelasan
1,4,7,10,13
16,19,22,25
28
31,34,37,40
43,46,49,52
55,58
20
Return - Kesempatan
- Kenaikan
- Kenyamanan
2,5,8,11,14
17,20,23,26
29
32,35,38,41
44,47,50,53
56,59
20
Expectation - Kesemaptan
- Hambatan
- Kompetensi
- Fasilitas
- Kebijaksanaan
3,6,9,12,15
18,21,24,27
30
33,36,39,42,45,48,51,54
57,60
20
Jumlah Total 30 30 60
Hasil analisis terhadap data hasil uji coba Skala Alat Ukur Motivasi Kerja
menyatakan bahwa 60 aitem yang diujicobakan terdapat 51 aitem yang dinyatakan
valid dan 9 aitem yang dinyatakan gugur. Aitem yang dinyatakan gugur yaitu
nomor 7, 14, 16, 18, 47, 50, 51, 52 dan 54. Angka koefisien validitas yang
bergerak dari 0,349 sampai 0,913 untuk hasil lebih lengkap dan jelas dapat dilihat
pada Lampiran.
Dari setiap pernyataan, harus memilih salah satu jawaban yang paling
sesuai. Setiap pilihan dari setiap pernyataan memiliki nilai, yaitu dari 1-5, setiap
pertanyaan memiliki alternatif jawaban. Dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.5
Tabel Skor Jawaban
Positif Negatif
A. Sangat tidak setuju 1 5
B. Tidak Setuju 2 4
C. Ragu-ragu 3 3
D. Setuju 4 2
E. Sangat setuju 5 1
Kekuatan motivasi kerja merupakan jumlah total dari skor M+R+E yang
bervariasi antara 60-300. Maka kategorikan motivasi kerja menjadi dua bagian
yaitu motivasi tinggi dan motivasi rendah. Nilai diatas median untuk motivasi
kerja tinggi dan nilai di bawah median untuk motivasi kerja rendah. Sehingga data
dengan skala ordinal dikonversikan menjadi nominal.
3.5 Studi Populasi
Dalam penelitian ini masalah penelitiannya adalah penurunan kualitas
produksi yang dilatarbelakangi oleh rendahnya motivasi kerja karyawan, yang
bertanggung jawab sepenuhnya dalam memproduksi barang adalah karyawan
bagian produksi. Sehingga populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah
seluruh karyawan bagian produksi CV.Panca Karya Mandiri menjadi populasinya
sebanyak 15 orang disebut juga sebagai studi populasi
3.6. Pengujian Alat Ukur
Sebelum mengambil data di lapangan, penelitian terlebih dahulu
melakukan pengujian terhadap alat ukur yang digunakan dengan melakukan uji
validitas dan reliabilitas.
3.6.1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut
memiliki ketepatan dalam melakukan pengukuran, atau dengan kata lain apakah
alat ukur tersebut dapat benar-benar mengukur apa yang hendak diukur
(Arikunto, 2006).
Cara untuk mengetahui validitas suatu alat ukur adalah dengan cara
mengkorelasikan antara skor yang diperoleh pada masing-masing item dengan
skor total. Skor total adalah nilai yang diperoleh dari hasil penjumlahan semua
skor item. Korelasi antara skor item dengan skor total haruslah signifikan
berdasarkan ukuran statistik tertentu. Bila sekiranya skor semua item yang
disusun berdasarkan konsep berkorelasi dengan skor total, maka dapat dikatakan
bahwa alat ukur tersebut mempunyai validitas atau dengan kata lain bila terdapat
korelasi positif antara skor tiap item dengan skor total, maka hubungan yang ada
sifatnya konsisten atau sejalan dengan konsep teoritiknya. Validitas yang seperti
itu disebut sebagai validitas konstrak (construct validity). Bila alat ukur telah
memiliki validitas konstrak berarti semua item yang ada di dalam alat ukur itu
mengukur konsep yang ingin diukur. (Djamaludin Ancok, 1989 : 16).
Untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut memiliki validitas, ada
beberapa langkah yang harus dilakukan. Langkah-langkah pengujian validitas alat
ukur adalah sebagai berikut :
1. Mendefinisikan secara operasional, konsep yang akan diukur. Sebagaimana
diketahui bahwa konsep memiliki konstrak. Konstrak tersebut harus dicari
dengan berbagai cara, salah satunya dengan mencari definisi hal yang akan
diukur.
2. Melakukan uji coba (try out) kuesioner pengukuran kepada 15 orang
responden. Dalam penelitian ini digunakan try out terpakai. Maksudnya
adalah pengambilan data dilakukan satu kali dengan pertimbangan bahwa
pemberian alat ukur untuk kedua kalinya akan menghasilkan data yang tidak
murni lagi karena telah terjadi carry over effect dan juga dikarenakan jumlah
populasi yang sedikit.
3. Kemudian dicari validitas alat ukur. Uji validitas alat ukur ini menggunakan
teknik korelasi Rank Spearman yang dilakukan dengan menggunakan
bantuan SPSS 17.0.
3.6.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan, yang menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran tetap konsisten. (Djamaludin Ancok, 1989 : 22). Reliabilitas untuk
mengetahui sejauh mana alat ukur yang digunakan tersebut memiliki taraf
ketelitian, kepercayaan, kekonstanan ataupun kestabilan.
Untuk menguji reliabilitas digunakan metode Alpha Cronbach dengan
langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut:
1. Menggabungkan item-item yang valid menjadi satu dan membuang item
yang tidak valid.
2. Masukkan skor seluruh item yang valid, lalu gunakan bantuan SPSS 17.0
for Windows untuk memperoleh koefisien reliabilitasnya. Atau dengan
rumus sebagai berikut :
Keterangan : k = banyaknya item
Si2 = varians dari item ke-i
S2 total = total varians dari keseluruhan item
Sedangkan, rumus varians yang digunakan adalah :
Keterangan : S2 = varians
n = banyaknya responden
xi = skor yang diperoleh responden ke-i
x = rata-rata
(Saifuddin Azwar, 1997)
Parameter yang digunakan untuk menafsirkan tinggi rendahnya koefisien
reliabilitas alat ukur dan ada tidaknya korelasi antara dua variabel atau lebih
menurut Guilford (dalam Subino, 1987 : 115) adalah sebagai berikut :
����
�
�
����
�
�
�
21
2
11 total
k
ii
S
S
kk�
� ��
n
ii xx
nS
1
22
11
Tabel 3.3 Koefisien Reliabilitas Guilford
Nilai Reliabilitas Tingkat Reliabilitas
0,00-0,20 Tidak ada korelasi
0,21-0,40 Rendah
0,41-0,70 Sedang
0,71-0,90 Tinggi
0,91-1,00 Sangat tinggi
1,01 Sempurna
3.7 Teknis Analisis Data
3.7.1 Uji Koefisien Rank Spearman (rs)
Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui sejauhmana keeratan
hubungan sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan bawahan dengan motivasi
kerja pada Karyawan bagian produksi CV.Panca Karya Mandiri, yang tergambar
melalui aspek-aspeknya maka dilakukan bentuk pengujian statistik yang sesuai
dengan bentuk dan skala pengukuran dari setiap variabel yang diteliti.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan
metoda statistik Non-Parametrik dan dianalisa dengan teknik korelasional, untuk
menentukan keeratan hubungan komunikasi dua arah atasan bawahan dan
motivasi kerja. Perhitungan statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis
dalam penelitian ini adalah Uji Statistik Koefisien Korelasi Rank Spearman.
Untuk mengetahui seberapa besar keeratan hubungan antara kedua
variabel yang diteliti, maka menggunakan Statistik Uji Koefisien Korelasi Rank
Spearman, yang digunakan untuk mengukur asosiasi atau korelasi yang menuntut
dua variabel yang diukur sekurang-kurangnya dalam skala ordinal. (Sidney
Siegel, 1997 : 250).
Alasan menggunakan koefisien korelasi Rank Spearman adalah :
1. Data dalam penelitian ini berpasangan (bivariat).
2. Data bersifat ordinal.
Data ordinal memiliki ciri sebagai berikut :
� Data berupa ranking.
� Nilai nol tidak mutlak.
� Jarak antara ranking tidak harus sama.
� Perbedaan hanya menunjukkan urutan.
Adapun langkah-langkah perhitungan koefisien korelasi Rank Spearman
sebagai berikut (Sidney Siegel, 1997 : 253-257) :
1. Berikan rangking observasi-observasi pada variabel X (iklim kerja) mulai
1 hingga N, juga observasi-observasi pada variabel Y (tampilan kerja)
mulai 1 hingga N.
2. Daftarlah N subjek ini. Beri setiap subjek rangking pada variabel X (iklim
kerja) dan rangkingnya pada variabel Y (tampilan kerja) di sebelah nama
subjek.
3. Tentukan harga di untuk setiap subjek dengan menguraikan rangking Y
(tampilan kerja) pada rangking X (iklim kerja). Kuadratkan harga itu untuk
menentukan di² masing-masing subjek.
4. Menghitung harga di² untuk ke-N kasus, untuk mendapatkan � di².
5. Menghitung rs dengan ketentuan :
a. Apabila tidak terdapat data yang berangka sama, maka rumus yang
digunakan adalah :
rs = NNdi
�3
2 )6(1
Keterangan :
rs = koefisien korelasi Rank Spearman
N = total pengamatan
di² = beda antara dua pengamtan berpasangan
b. Apabila terdapat rangking yang berangka sama, maka perlu dilakukan
koreksi dengan menghitung factor koreksi T, yaitu dengan rumus :
12
3 ttT
t = banyaknya observasi yang berangka sama pada suau rangking
tertentu.
Faktor koreksi T digunakan untuk mengurangi jumlah kuadrat baik
untuk �X maupun untuk �Y.
c. Bila rangking yang berangka sama berjumlah banyak, maka rumus
yang digunakan adalah :
22
222
2rs
yxdyx
���
����
Dimana :
xTNNx �
�12
32
yTNNy �
�12
32
atau dapat pula digunakan rumus :
���
����
����
��� �
���
����
����
��� �
���
��� �
��
�2
22
2
2
21))((
21))((
21)()(
nnYRnnXR
nnYRXRrs
Keterangan : R(X) = Ranking variabel X (skor item)
R(Y) = Ranking variabel Y (skor total)
rs = koefisien korelasi rank Spearman
n = jumlah responden (banyaknya pasangan data
observasi)
(Nirwana S.K. Sitepu, 1995:26)
Selanjutnya, pengujian koefisien korelasi rank Spearman, bila ukuran data
sampel adalah lebih kecil atau sama dengan 30, maka nilai koefisien korelasi
rank spearman yang diperoleh dibanding dengan nilai rs tabel dengan nilai
yang digunakan 0,05. Sedangkan bila ukuran data sampel lebih besar dari 30, maka
digunakan rumus statistik uji-t yaitu:
�212
rsnrst
Nilai t tabel didapat dari tabel t-student dengan derajat bebas (degree of fredom) =
n-2 dan nilai yang digunakan 0,05 kemudian pengujian yang dilakukan adalah dua
pihak.
Kriteria yang dipakai dalam menafsirkan tingkat korelasi adalah
sebagaimana menurut Guilford (Subino, 1987 : 115), yakni :
Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Korelasi Guilford
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 - 0,20 Tidak ada korelasi
0,21 - 0,40 Korelasi Rendah
0,41 - 0,70 Korelasi Sedang
0,71 - 0,90 Korelasi Tinggi
0,91 - 1,00 Korelasi Sangat Tinggi
1,01 Korelasi Sempurna
Penelitian ini menggunakan studi populasi, oleh karena itu dalam analisis
statistik tidak digunakan uji signifikansi ataupun menggunakan hipotesis statistik.
Penelitian yang melakukan pengujian hipotesis statistik adalah penelitian yang
menggunakan data sampel. Bila peneliti merumuskan hipotesis penelitian dan
ingin mengujinya dnegan menggunkan data populasi (bukan sampel) maka
peneliti tidak akan menguji hipotesis statistik (Sugiono, 2003 : 11).
3.7 Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan dibagi ke dalam lima tahap.
3.7.1 Tahap Persiapan
Sebelum penelitian ini, dilakukan langkah persiapan antara lain :
1. Mempersiapkan surat izin yang diperlukan untuk melakukan penelitian dari
pihak Fakultas Psikologi UNISBA, sehingga memungkinkan peneliti untuk
dapat melakukan observasi awal diperusahaan yang dituju.
2. Melakukan observasi awal serta wawancara kepada beberapa karyawan CV.
Panca Karya Mandiri untuk membicarakan masalah perizinan dan menemukan
permasalahan yang dihadapi oleh karyawan pada divisi tertentu.
3. Menemukan permasalahan yang dihadapi oleh ”Karyawan bagian produksi
CV. Panca Karya Mandiri”.
4. Melakukan studi kepustakaan lebih lanjut mengenai variabel-variabel
penelitian yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.
5. Menetapkan desain penelitian dan mempersiapkan alat ukur yang akan
digunakan untuk mengambil data.
6. Menentukan jadwal penelitian.
3.7.2 Tahap Pelaksanaan (Pengumpulan Data)
Hal-hal yang dilakukan pada tahap pelaksanaan adalah :
1. Menghubungi direktur CV. Panca Karya Mandiri untuk mendapatkan
kesempatan pengambilan data dari ” Karyawan bagian produksi CV.Panca
Karya Mandiri untuk mengisi alat ukur yang telah disediakan”.
2. Memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian yang
dilakukan dan memohon kesediaan para karyawan untuk dijadikan sebagai
responden dalam penelitian ini.
3. Melaksanakan pengambilan data dengan cara meminta para ”Karyawan
bagian produksi CV.Panca Karya Mandiri untuk mengisi alat ukur yang telah
disediakan.
4. Memeriksa kelengkapan pengisian alat ukur oleh responden agar semua
jawaban dari alat ukur tidak ada yang terlewat.
3.7.3 Tahap Pengolahan Data
Setelah diperoleh data penelitian, maka dilakukan langkah-langkah untuk
pengolahan data. Langkah-langkah yang ditempuh adalah :
1. Mengumpulkan alat ukur yang telah diisi secara lengkap oleh responden.
2. Melakukan skoring dengan menilai setiap hasil alat ukur yang telah diisi oleh
subjek penelitian.
3. Menghitung, mentabulasikan data yang diperoleh kemudian dimasukan dalam
tabel.
4. Mengolah data dengan menggunakan metoda statistik untuk menguji hipotesis
penelitian dan korelasi antar variabel penelitian.
3.7.4 Tahap Pembahasan
Setelah diperoleh hasil dari pengolahan data, maka dilakukan pembahasan
untuk membahas hasil dari pengolahan data tersebut. Langkah-langkah yang
ditempuh adalah :
1. Menginterpretasikan dan membahas hasil analisis statistik berdasarkan teori-
teori dan kerangka pikir yang melandasi penelitian ini.
2. Merumuskan kesimpulan hasil penelitian berdasarkan kepada penerimaan atau
penolakan hasil hipotesis dan pemberian saran-saran yang diajukan guna
perbaikan dan kesempurnaan penelitian.
3. Mengkonsultasikan hasil penelitian yang diperoleh dengan pembimbing untuk
menyempurnakan hasil laporan penelitian.
3.7.5 Tahap Penulisan
Kemudian langkah akhir yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian secara menyeluruh dilaporkan dalam bentuk laporan tertulis.
2. Melakukan perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan terhadap laporan hasil
penelitian sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban dari peneliti atas
penelitian yang dilakukan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan suatu kejelasan mengenai
keeratan hubungan sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan bawahan dengan
motivasi kerja. Pada bab ini akan disajikan hasil-hasil pengolahan data dilengkapi
dengan pembahasan yang didasarkan pada hasil perhitungan statistik dan
penjelasan-penjelasan teoritis.
Perhitungan statistik yang digunakan dalam pengolahan data adalah
Statistik Koefisien Korelasi Rank Spearman. Koefisien Korelasi Rank Spearman
digunakan untuk melihat hubungan dua variable penelitian dengan skala
sekurang-kurangnya ordinal.
Variabel-variabel tersebut dihitung dengan perhitungan statistik.
Perhitungan statistik dilakukan untuk mengukur korelasi antara:
1. Sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan dengan motivasi kerja.
2. Sikap terhadap aspek oppeness (keterbukaan) dengan motivasi kerja.
3. Sikap terhadap aspek emphaty dengan motivasi kerja.
4. Sikap terhdap aspek dukungan dengan motivasi kerja.
5. Sikap terhadap aspek sikap positif dengan motivasi kerja.
6. Sika terhadap aspek kesamaan denghan motivasi kerja.
4.1 Hasil dan Pengolahan Data
4.1.1 Sikap terhadap komunikasi Atasan Dengan Motivasi Kerja
4.1.1.1 Hasil Perhitungan Statistik
Hasil perhitungan dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.1.1 Hubungan Sikap Terhadap Efektivitas Komunikasi Atasan
Dengan Motivasi Kerja pada CV. Panca Karya Mandiri Variabel Hasil Uji Kesimpulan
Sikap terhadap komunikasi
dua arah atasan bawahan
dengan motivasi kerja.
rs = 0,618
rs > 0 artinya terdapat
hubungan positif antara
sikap terhadap
komunikasi dua arah
atasan bawahan dengan
motivasi kerja
4.1.1.2.Interprestasi Hasil Perhitungan Statistik
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh bahwa koefisien korelasi
Rank Spearman (rs) untuk sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan-bawahan
dengan motivasi kerja terdapat hubungan sebesar rs = 0,618 yang menurut tabel
Guilford (Subino, 1987) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang.
Dengan hasil tersebut, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang
positif antara sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan-bawahan dengan
motivasi kerja CV. Panca Karya Mandiri. Artinya, semakin positif sikap terhadap
efektivitas komunikasi atasan-bawahan semakin tinggi motivasi kerja, sebaliknya
semakin negatif sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan-Bawahan semakin
rendah motivasi kerja karyawan.
4.1.2 Sikap terhadap aspek Oppeness (Keterbukaan) Dengan Motivasi
Kerja
4.1.2.1 Hasil Perhitungan Statistik
Hasil perhitungan dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.1.2 Hubungan sikap terhadap aspek oppeness (keterbukaan) dengan motivasi
kerja pada CV. Panca Karya Mandiri Variabel Hasil Uji Kesimpulan
Sikap terhadap Aspek
oppeness (keterbukaan)
dengan motivasi kerja
rs = 0,682 rs > 0 artinya terdapat
hubungan positif
antara Sikap terhadap
Aspek oppeness
(keterbukaan) dengan
motivasi kerja
4.1.2.2.Interprestasi Hasil Perhitungan Statistik
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh bahwa koefisien korelasi
Rank Spearman (rs) untuk sikap terhadap aspek oppeness (keterbukaan) dengan
motivasi kerja terdapat hubungan sebesar rs = 0,682 yang menurut tabel Guilford
(Subino, 1987) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dengan hasil
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara sikap
terhadap aspek oppeness (keterbukaan) dengan motivasi kerja pada CV. Panca
Karya Mandiri, Bandung, Artinya, semakin positif sikap terhadap aspek oppeness
(keterbukaan) semakin tinggi motivasi kerja, sebaliknya semakin negatif sikap
terhadap aspek oppeness (keterbukaan)semakin rendah motivasi kerja karyawan.
4.1.3. Sikap terhadap aspek Emphaty dengan Motivasi Kerja
4.1.3.1 Hasil Perhitungan Statistik
Hasil perhitungan dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.1.3 Hubungan Sikap terhadap aspek Emphaty dengan motivasi kerja pada CV.
Panca Karya Mandiri Variabel Hasil Uji Kesimpulan
Sikap terhadap Aspek
emphaty dengan
motivasi kerja
rs = 0,685
rs > 0 artinya terdapat
hubungan positif antara
Sikap terhadap Aspek
emphaty dengan
motivasi kerja
4.1.3.2 Interprestasi Hasil Perhitungan Statistik
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh bahwa koefisien korelasi
Rank Spearman (rs) untuk sikap terhadap aspek emphaty dengan motivasi kerja
terdapat hubungan sebesar rs = 0,685 yang menurut tabel Guilford (Subino, 1987)
termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dengan hasil tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara sikap terhadap
aspek emphaty dengan motivasi kerja pada CV. Panca Karya Mandiri, Bandung,
Artinya, semakin positif sikap terhadap aspek emphaty semakin tinggi motivasi
kerja, sebaliknya semakin negatif sikap aspek emphaty semakin rendah motivasi
kerja karyawan.
4.1.4. Sikap terhadap aspek Dukungan dengan Motivasi Kerja
4.1.4.1 Hasil Perhitungan Statistik
Hasil perhitungan dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.1.4 Hubungan sikap terhadap aspek Dukungan dengan motivasi kerja pada CV.
Panca Karya Mandiri Variabel Hasil Uji Kesimpulan
Sikap terhadap
Aspek dukungan
dengan motivasi
kerja
rs = 0,566
rs > 0 artinya terdapat
hubungan positif antara
Sikap terhadap Aspek
dukungan dengan
motivasi kerja
4.1.4.2.Interprestasi Hasil Perhitungan Statistik
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh bahwa koefisien korelasi
Rank Spearman (rs) untuk sikap terhadap aspek dukungan dengan motivasi kerja
terdapat hubungan sebesar rs = 0,566 yang menurut tabel Guilford (Subino, 1987)
termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dengan hasil tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara siakp terhadap
aspek dukungan dengan motivasi kerja pada CV. Panca Karya Mandiri, Bandung,
Artinya, semakin positif sikap terhadap aspek dukungan semakin tinggi motivasi
kerja, sebaliknya semakin negatif sikap terhadap aspek dukungan semakin rendah
motivasi kerja karyawan.
4.1.5. Sikap terhadap aspek Perilaku Positif dengan Motivasi Kerja
4.1.5.1 Hasil Perhitungan Statistik
Hasil perhitungan dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.1.5 Hubungan sikap terhadap aspek Sikap Positif dengan motivasi kerja pada
CV. Panca Karya Mandiri Variabel Hasil Uji Kesimpulan
Sikap terhadap
Aspek sikap
positif dengan
motivasi kerja
rs = 0,443
rs > 0 artinya terdapat
hubungan positif antara
Sikap terhadap Aspek
sikap positif dengan
motivasi kerja
4.1.5.2.Interprestasi Hasil Perhitungan Statistik
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh bahwa koefisien korelasi
Rank Spearman (rs) untuk sikap terhadap aspek sikap positif dengan motivasi
kerja terdapat hubungan sebesar rs = 0,443 yang menurut tabel Guilford (Subino,
1987) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dengan hasil tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara sikap terhadap
aspek sikap positif dengan motivasi kerja pada CV. Panca Karya Mandiri,
Bandung, Artinya, semakin positif aspek sikap positif semakin tinggi motivasi
kerja, sebaliknya semakin negatif sikap terhadap aspek sikap positif semakin
rendah motivasi kerja karyawan.
4.1.6. Sikap terhadap aspek Kesamaan dengan Motivasi Kerja
4.1.6.1 Hasil Perhitungan Statistik
Hasil perhitungan dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.1.6.1 Hubungan sikap terhadap aspek Kesamaan dengan motivasi kerja pada CV.
Panca Karya Mandiri Variabel Hasil Uji Kesimpulan
Sikap terhadap Aspek
kesamaan dengan
motivasi kerja
rs = 0,587
rs > 0 artinya terdapat
hubungan positif antara
Sikap terhadap Aspek
kesamaan dengan
motivasi kerja
4.1.6.2.Interprestasi Hasil Perhitungan Statistik
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh bahwa koefisien korelasi
Rank Spearman (rs) untuk sikap terhadap aspek kesamaan dengan motivasi kerja
terdapat hubungan sebesar rs = 0,587 yang menurut tabel Guilford (Subino, 1987)
termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dengan hasil tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara sikap terhadap
aspek kesamaan dengan motivasi kerja pada CV. Panca Karya Mandiri Bandung,
Artinya, semakin positif sikap terhadap aspek kesamaan semakin tinggi motivasi
kerja, sebaliknya semakin negatif sikap terhadp aspek kesamaan semakin rendah
motivasi kerja karyawan.
Berikut ini disajikan tabel Ringkasan Hasil Uji Korelasi Rank Spearman
antara sikap terhadap komunikasi atasan dengan motivasi kerja.
Tabel 4.1.6.2
Ringkasan Hasil Uji Korelasi Rank SpearmanHubungan sikap terhadap komunikasi atasan dengan motivasi kerja Aspek rs Kesimpulan
Sikap terhadap
Efektifitas
komunikasi atasan-
bawahan
0,618 rs > 0 artinya, terdapat hubungan
positif antara sikap terhadap
efektivitas komunikasi atasan-
bawahan dengan motivasi kerja.
Oppeness
(keterbukaan)
0,628 rs > 0 artinya, terdapat hubungan
positif antara sikap terhadap aspek
oppeness (keterbukaan) dengan
motivasi kerja.
Emphaty 0,685 rs > 0 artinya, terdapat hubungan
positif antara sikap terhadap aspek
emphaty dengan motivasi kerja.
Dukungan 0,566 rs > 0 artinya, terdapat hubungan
positif antara sikap terhadap
aspek dukungan motivasi kerja.
Perilaku positif 0,443 rs > 0 artinya, terdapat hubungan
positif antara sikap terhadap aspek
sikap positif dengan motivasi
kerja.
Kesamaan 0,587 rs > 0 artinya, terdapat hubungan
positif antara sikap terhadap aspek
kesamaan dengan motivasi kerja.
4.2 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Presentase Kategori Penilaian Sikap
Positif dan Negatif Karyawan Terhadap Efektifitas Komunikasi
Atasan-Bawahan beserta Aspek-aspeknya
Berikut ini adalah hasil perhitungan frekuensi dan presentase untuk
mengetahui penilaian karyawan Bagian Produksi CV. Panca Karya Mandiri yang
memiliki penilaian negatif dan penilaian positif pada sikap terhadap komunikasi
atasan.
Tabel 4.2 Matriks Hasil Perhitungan Frekuensi dan Presentase Kategori Penilaian
Sikap Positif dan Negatif Karyawan Terhadap Efektivitas Komunikasi Atasan-bawahan beserta Aspek-aspeknya
Variabel Negatif Positif F % F %
Sikap Terhadap efektifitas komunikasi atasan-bawahan
8 53,33 7 46,67
Sikap Terhadap Aspek oppeness (keterbukaan) 8 53,33 7 46,67
Sikap Terhadap Aspek emphaty 8 53,33 7 46,67
Sikap Terhadap Aspek dukungan 10 66,66 5 33,34
Sikap Terhadap Aspek sikap positif 8 53,33 7 46,67
Sikap Terhadap Aspek kesamaan 8 53,33 7 46,67
Berdasarkan tabel di atas diperoleh data bahwa pada Sikap Terhadap
efektivitas komunikasi atasan-bawahan, responden yang memiliki penilaian
negatif sebanyak 8 orang (53,33%) pada sikap terhadap komunikasi atasan.
Sedangkan responden yang memiliki penilaian positif sebanyak 7 orang (46,66%)
pada sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan-bawahan.
Pada Sikap Terhadap aspek oppeness (keterbukaan), responden yang
memiliki penilaian negatif sebanyak 8 orang (53,33%) pada sikap terhadap aspek
oppeness (keterbukaan). Sedangkan responden yang memiliki penilaian positif
sebanyak 7 orang (46,67%) pada sikap terhadap aspek oppeness (keterbukaan).
Pada Sikap Terhadap aspek emphaty, responden yang memiliki penilaian
negatif sebanyak 8 orang (53,33%) pada sikap terhadap aspek emphaty.
Sedangkan responden yang memiliki penilaian positif sebanyak 7 orang (46,67%)
pada sikap terhadap aspek emphaty.
Pada Sikap Terhadap aspek dukungan, responden yang memiliki penilaian
negatif sebanyak 10 orang (66,66%) pada sikap terhadap aspek dukungan.
Sedangkan responden yang memiliki penilaian positif sebanyak 5 orang (33,34%)
pada sikap terhadap aspek dukungan.
Pada Sikap Terhadap aspek sikap positif, responden yang memiliki
penilaian negatif sebanyak 8 orang (53,33%) pada sikap terhadap aspek sikap
positif. Sedangkan responden yang memiliki penilaian positif sebanyak 7 orang
(46,67%) pada sikap terhadap aspek sikap positif.
Pada Sikap Terhadap aspek kesamaan, responden yang memiliki penilaian
negatif sebanyak 8 orang (53,33%) pada sikap terhadap aspek kesamaan.
Sedangkan responden yang memiliki penilaian positif sebanyak 7 orang (46,67%)
pada sikap terhadap aspek kesamaan.
4.3 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Presentase Kategori Tinggi dan
Rendah Motivasi Kerja Karyawan
Tabel 4.3 Matriks Hasil Perhitungan Penilaian Motivasi Kerja dalam Presentase dan
Frekuensi Pada Karyawan Bagian Produksi CV. Panca Karya Mandiri
HASIL MOTIVASI KERJA (Y)
Rendah Tinggi
F % F %
8 53,33 7 46,67
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa kriteria tinggi rendahnya motivasi
kerja karyawan bagian produksi CV. Panca Karya mandiri, diperoleh bahwa 8
orang (53,33%) karyawan memiliki motivasi kerja yang rendah. Sedangkan
karyawan yang memiliki motivasi kerja yang tinggi sebanyak 7orang (46,67%).
4.4 Hasil Tabulasi Silang Antara Sikap Terhadap Efektivitas Komunikasi
Atasan-bawahan dengan Motivasi Kerja
Tabel 4.4 Matrik Hasil Tabulasi Antara Sikap Terhadap Efektivitas Komunikasi
Atasan-Bawahan (X) beserta aspek-aspeknya dengan Motivasi Kerja (Y)
Sikap Terhadap efektivitas
Komunikasi Atasan-Bawahan (X)
Motivasi Kerja (Y) Rendah Tinggi Total
F % F % F %
Negatif 8 53,33% 0 0% 8 53,33% Positif 0 0% 7 46,67 7 46,67% Total 8 53,33% 7 46,67 15 100,00
Sikap Terhadap Aspek Oppeness(Keterbukaan)
Motivasi Kerja (Y) Rendah Tinggi Total
F % F % F % Negatif 8 53,33% 0 0% 8 53,33% Positif 0 0% 7 46,67 7 46,67% Total 8 53,33% 7 46,66 15 100,00
Sikap Terhadap Aspek Empathy
Motivasi Kerja (Y) Rendah Tinggi Total
F % F % F % Negatif 8 53,33% 0 0% 8 53,33% Positif 0 0% 7 46,67 7 46,67% Total 8 53,33% 7 46,67 15 100,00
Sikap Terhadap Aspek Dukungan
Motivasi Kerja (Y) Rendah Tinggi Total
F % F % F % Negatif 10 66,66% 0 0% 10 66,66% Positif 0 0% 5 33,34% 5 33,34% Total 10 66,66% 5 33,34% 15 100,00
Sikap Terhadap Aspek Sikap Positif
Motivasi Kerja (Y) Rendah Tinggi Total
F % F % F % Negatif 8 53,33% 0 0% 8 53,33% Positif 0 0% 7 46,67 7 46,67% Total 8 53,33% 7 46,67 15 100,00
Sikap Terhadap Aspek Kesamaan
Motivasi Kerja (Y) Rendah Tinggi Total
F % F % F % Negatif 8 53,33% 0 0% 8 53,33% Positif 0 0% 7 46,67 7 46,67% Total 8 53,33% 7 46,67 15 100,00
Berdasarkan tabel diatas, maka diperoleh :
a. Tabulasi silang sikap terhadap komunikasi atasan dengan motivasi kerja:
� 8 orang (53,33%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap negatif
terhadap efektivitas komunikasi atasan-bawahan dan motivasi kerja
rendah.
� Tidak seorang pun (0%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap
negatif terhadap efektivitas komunikasi atasan-bawahan dan motivasi kerja
tinggi
� 7 orang (46,67%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap positif
terhadap efektivitas komunikasi atasan-bawahan dan motivasi kerja tinggi.
b. Tabulasi silang sikap terhadap aspek openess (keterbukaan) dengan motivasi
kerja:
� 8 orang (53,33%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap negatif
terhadap aspek openess (keterbukaan) dan motivasi kerja rendah.
� Tidak seorang pun (0%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap
negatif terhadap aspek openess (keterbukaan) dan motivasi kerja tinggi
� 7 orang (46,67%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap positif
terhadap aspek openess (keterbukaan) dan motivasi kerja tinggi.
c. Tabulasi silang sikap terhadap aspek empathy dengan motivasi kerja:
� 8 orang (53,33%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap negatif
terhadap aspek empathy dan motivasi kerja rendah.
� Tidak seorang pun (0%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap
negatif terhadap aspek empathy dan motivasi kerja tinggi
� 7 orang (46,67%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap positif
terhadap aspek empathy dan motivasi kerja tinggi.
d. Tabulasi silang sikap terhadap aspek dukungan dengan motivasi kerja:
� 10 orang (66,66%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap negatif
terhadap aspek dukungan dan motivasi kerja rendah.
� Tidak seorang pun (0%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap
negatif terhadap aspek dukungan dan motivasi kerja tinggi
� 5 orang (33,34%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap positif
terhadap aspek dukungan dan motivasi kerja tinggi.
e. Tabulasi silang sikap terhadap aspek sikap positif dengan motivasi kerja:
� 8 orang (53,33%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap negatif
terhadap aspek sikap positif dan motivasi kerja rendah.
� Tidak seorang pun (0%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap
negatif terhadap aspek sikap positif dan motivasi kerja tinggi
� 7 orang (46,67%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap positif
terhadap aspek sikap positif dan motivasi kerja tinggi.
f. Tabulasi silang sikap terhadap aspek kesamaan dengan motivasi kerja:
� 8 orang (53,33%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap negatif
terhadap aspek kesamaan dan motivasi kerja rendah.
� Tidak seorang pun (0%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap
negatif terhadap aspek kesamaan dan motivasi kerja tinggi
� 7 orang (46,67%) karyawan dari 15 karyawan memiliki sikap positif
terhadap aspek kesamaan dan motivasi kerja tinggi.
4.4. Pembahasan
Berdasarkan perhitungan statistik dengan uji satu arah, diperoleh hasil
semakin negatif sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan-bawahan, maka
semakin rendah motivasi kerja karyawan. Dari hasil perhitungan dengan
menggunakan korelasi rank Spearman antara sikap terhadap efektivitas
komunikasi atasan-bawahan dengan motivasi kerja, sebesar rs = 0,618 yang
menurut tabel Guilford (Subino, 1987) termasuk ke dalam kriteria derajat
korelasi sedang. Dengan hasil tersebut, maka dapat dikatakan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan-
bawahan dengan motivasi kerja CV. Panca Karya Mandiri. Artinya, semakin
positif sikap terhadap efektivitas komunikasi atasan-bawahan semakin tinggi
motivasi kerja, sebaliknya semakin negatif sikap terhadap efektivitas komunikasi
atasan-bawahan semakin rendah motivasi kerja karyawan pada karyawan bagian
produksi CV. Panca Karya Mandiri.
Hubungan tersebut dapat dimengerti, sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Mitchell (1978) bahwa sikap memiliki hubungan dengan
tingkah laku. Dengan sikap yang ada dalam individu, tingkah laku yang
ditampilkan merupakan bentuk dari sikapnya. Sikap merupakan predisposisi
untuk berespon dengan cara menyenangi dan tidak menyenangi objek, orang,
konsep dsd. Jadi, predisposisi tersebut berarti adanya kecenderungan dapat
diramalkan akan tingkah laku apa yang dapat terjadi jika telah diketahui
sikapnya. Sikap terhadap komunikasi atasan sangat mendorong munculnya
perilaku tertentu. Dalam hal ini, sikap terhadap komunikasi atasan menentukan
motivasi kerja karyawan.
Komunikasi yang dilakukan atasan akan menjadi stimulus bagi karyawan,
yang kemudian berhubungan langsung dengan pemikiran dan penalaran
seseorang. Sehingga komponen kognisi melukiskan komunikasi atasan dan
sekaligus dikaitkan dengan objek lain disekitarnya. Dari sini akan memunculakn
keyakinan karyawan mengenai apa yang terjadi, baik yang positif atau pun yang
negatif. Berdasarkan evaluasi ini, maka komponen afeksi juga memiliki sistem
evaluasi emosional yang dapat mengakibatkan perasaan senang atau tidak senang.
Dengan sendirinya proses evaluasi ini terdapat suatu valensi positif atau negatif
terhadap komunikasi atasan, sehingga akibat dari keputusan dari sesuatu evaluasi
tadi akan melibatkan komponen konasi yang memunculkan kecenderungan untuk
berprilaku tertentu.
Komunikasi yang dilakukan atasan adalah upaya untuk mencapai tujuan
organisasi. Dengan komunikasi akan terjadinya pertukaran ide dan gagasan
sehingga dapat mencapai tujuan. Tetapi berbeda dengan fenomena di CV. Panca
Karya Mandiri berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, diperoleh data
bahwa mengeluhkan komunikasi yng dilakukan atasan. Karyawan merasa
komunikasi yang dilakukan atasan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan
karyawan. Dimana tidak adnya komunikasi yang timbal balik. adalah salah satu.
Apabila karyawan memaknakan komunikasi dengan atasannya sesuai dengan
yang dibutuhkan dan diharapkan karyawan, maka dapat memiliki dampak yang
lebih baik terhadap motivasi kerja karyawan. Sebaliknya apabila sikap terhadap
komunikasi yang dilakukan atasan tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapan
karyawan maka dapat memiliki dampak kurang baik terhadap motivasi kerja
karyawan.
Hal tersebut didukung oleh hasil pengukuran yang telah dilakukan, dimana
dari 15 orang karywan bagian produksi CV. Panca Karya Mandiri, mayoritas 8
orang (53,33%) karyawan merasa bahwa efektivitas komunikasi atasan-bawahan
dirasakan tidak menyenangkan atau tidak sesuai dengan yang diharapkan.
FULLTEXT TIDAK BISA DITAMPILKAN SEMUA
DIKARENAKAN UKURAN FILENYA BESAR