PUSKESMAS

46
Puskesmas a. Definisi - Puskesmas berdasarkan Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 adalah UPTD kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pemberdayaan kesehatan di suatu wilayah kerja. - Bedasarkan Depkes RI 1991 Puskesmas adalah organisasi kes fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok b. Wilayah Kerja Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II, sehingga pembagian wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh Bupati atau Walikota, dengan saran teknis dari kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota. Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata- rata 30.000 penduduk setiap Puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yanng disebut Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah kerja Puskesmas bisa meliputi 1 Kelurahan.

description

75389

Transcript of PUSKESMAS

Page 1: PUSKESMAS

Puskesmas

a. Definisi

- Puskesmas berdasarkan Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 adalah UPTD

kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pemberdayaan

kesehatan di suatu wilayah kerja.

- Bedasarkan Depkes RI 1991 Puskesmas adalah organisasi kes fungsional yang merupakan

pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat

dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah

kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok

b. Wilayah Kerja

Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor

kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan infrastruktur lainnya

merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas

merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II, sehingga pembagian wilayah kerja

puskesmas ditetapkan oleh Bupati atau Walikota, dengan saran teknis dari kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten /Kota.

Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata-rata 30.000 penduduk setiap

Puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka Puskesmas perlu

ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yanng disebut Puskesmas

Pembantu dan Puskesmas Keliling. Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk

satu juta atau lebih, wilayah kerja Puskesmas bisa meliputi 1 Kelurahan. Puskesmas di

ibukota Kecamatan dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa atau lebih, merupakan “

Puskesmas Pembina “ yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi Puskesmas kelurahan

dan juga mempunyai fungsi koordinasi.

c. Fungsi dan Peran Puskesmas

Fungsi Puskesmas:

1. Sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan Masyarakat di wilayah kerjanya.

2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan

kemampuan untuk hidup sehat

3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat

di wilayah kerjanya.

Page 2: PUSKESMAS

Proses dalam melaksanakan fungsinya, dilaksanakan dengan cara:

1. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka

menolong dirinya sendiri.

2. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan

sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien.

3. Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun

rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak

menimbulkan ketergantungan.

4. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.

5. Bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program

Puskesmas.

Peran Puskesmas:

Dalam konteks Otonomi Daerah saat ini, Puskesmas mempunyai peran yang sangat

vital sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan

wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk ikut serta menentukan kebijakan daerah

melalui sistem perencanaan yang matang dan realisize, tatalaksana kegiatan yang tersusun

rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Rangkaian maajerial di atas

bermanfaat dalam penentuan skala prioritas daerah dan sebagai bahan kesesuaian dalam

menentukan RAPBD yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Adapun ke depan,

Puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya

peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu.

d. Organisasi Puskesmas

Susunan organisasi Puskesmas terdiri dari:

1. Unsur Pimpinan : Kepala Puskesmas

2. Unsur Pembantu Pimpinan : Urusan Tata Usaha

3. Unsur Pelaksana :

a) Unit yang terdiri dari tenaga / pegawai dalam jabatan fungsional

b) jumlah unit tergantung kepada kegiatan, tenaga dan fasilitas tiap daerah

c) Unit terdiri dari: unit I, II, III, IV, V, VI dan VII [ lihat bagan ]

Page 3: PUSKESMAS

Bagan Struktur Organisasi Puskesmas

Ringkasan Tata Kerja

Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Puskesmas wajib menetapkan prinsip

koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan Puskesmas maupun dengan

satuan organisasi di luar Puskesmas sesuai dengan tugasnya masing-masing.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Puskesmas wajib mengikuti dan mematuhi

petunjuk-petunjuk atasan serta mengikuti bimbingan teknis pelaksanaan yang ditetapkan oleh

Kepala Dinas Kesehatan Dati II, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kepala Puskesmas bertanggung jawab memimpin, mengkoordinasi semua unsur dalam

lingkungan Puskesmas, memberikan bimbngan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas

masing-masing petugas bawahannya.

Setiap unsur di lingkungan Puskesmas wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk dari

dan bertanggung jawab kepada Kepala Puskesmas. Hal-hal yang menyangkut tata hubungan

dan koordinasi dengan instansi vertical Departemen Kesehatan RI ( akan diatur dengan Surat

Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan RI )

3. Peran Dokter di Puskesmas

Fungsi dan kegiatan dokter di Puskesmas:

Tugas pokok:

- Mengusahakan agar fungsi Puskesmas dapat diselenggarakan dengan baik dan

dapat memberi manfaat kepada masyarakat di wilayah kerjanya.

Fungsi:

- Sebagai seorang dokter

- Sebagai seorang manajer

Kegiatan Pokok:

- Melaksanakan fungsi-fungsi manajerial

- Melakukan pemeriksaan dan pengobatan penderita. Menerima rujukan dan

konsultasi

Puskesmas Pembantu

Unit: I-III Pelaksana Teknis

Unit :IV-VIIPelaksana Teknis

Urusan Tata Usaha

Kepala Puskesmas

Page 4: PUSKESMAS

- Mengkoordinir kegiatan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

- Mengkoordinir pembinaan peran serta masyarakat melalui pendekatan PKMD

Kegiatan Lain:

- Menerima konsultasi dari semua kegiatan Puskesmas

C. Peranan Dokter sebagai Provider di Puskesmas

1. Dokter Kepala Puskesmas sebagai Seorang Dokter

Masyarakat mengharapkan seorang dokter Kepala Puskesmas untuk melakukan

pemeriksaan dan pengobatan orang sakit. Namun demikian, dalam kenyataan tanggung

jawab seorang dokter Kepala Puskesmas tidak hanya mengobati orang sakit saja akan

tetapi jauh lebih besar, yaitu memelihara dan meningkatkan kesehatan dari masyarakat di

dalam wilayah kerjanya. Disamping itu dokter berfungsi juga sebagai seorang pemimpin

dan seorang manajer. Oleh karenanya dokter dapat mendelegasikan wewenagnya kepada

perawat dan seorang bidan pada waktu tertentu dimana dokter sedang melakukan tugas-

tugas manejemen puskesmas dan kemasyarakatannya.

Dalam melakukan pemeriksaan dan tindakan pengobatan hendaknya mempergunakan

semua fasilitas yang ada dan kemampuan yang dimiliki dengan sebaik-baiknya. Hal ini

sangat penting untuk memupuk kepercayaan masyarakat dan para pejabat di lingkungan

kecamatan kepada dokter Puskesmas yang bersangkutan. Bila ada penderita yang tidak

dapat diatasi dengan fasilitas dan kemampuan yang ada, maka penderita perlu dikirim ke

Rumah Sakit yang diperkirakan memiliki kemampuan untuk mengatasi penderita tersebut

dengan persetujuan penderita setelah cukup diberi pengertian dan motivasi.

Ilmu pengetahuan terus berkembang dengan pesat, maka perlu diusahakan untuk

mengikuti seminar yang diselenggarakan oleh IDI setempat, atau membaca buku, majalah-

majalah bidang klinik maupun bidang kesehatan masyarakat.

2. Dokter Kepala Puskesmas sebagai Seorang Manajer

a. Organisasi dan tatalaksana

Puskesmas mempunyai wilayah satu Kecamatan atau sebagian dari kecamatan yang

langsung bertanggung jawab dalam bidang teknis kesehatan maupun administratif kepada

kepala Dinas Kesehatan Dati II ( dokabu ).

Puskesmas Pembantu dan Bidan di Desa dalam wilayah kerja Puskesmas adalah

bagian integral dari Puskesmas. Puskesmas Pembantu melaksanakan sebagian tugas-tugas

Page 5: PUSKESMAS

Puskesmas sesuai dengan kemampuan tenaga dan fasilitas yang ada dalam wilayah

tertentu yang merupakan sebagian dari wilayah kerja Puskesmas.

Jenis dan jumlah tenaga Puskesmas yang sebenarnya tidak perlu sama untuk tiap

puskesmas, tetapi disesuaikan dengan jumlah penduduk dan luas daerah yang dicakup

serta keadaan geografis dan sarana transportasi di wilayah kerjanya.

Namun demikian jumlah tenaga yang tersedia belum dapat memenuhi kebutuhan pada

hingga saat ini, maka untuk sementara diadakan pola tenaga yang seragam bagi setiap

Puskesmas. Yang penting tenaga tersebut bekerja dalam suatu tim, berarti pekerjaan

tenaga yang satu dapat mengisi kekurangan dari tenaga yang lain dan sebaliknya. Walupun

pekerjaan yang dilakukan berbeda-beda akan tetapi semuanya dalam kerangka satu tujuan,

yakni meningkatkan kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas dan di bawah satu

pimpinan yakni Kepala Puskesmas.

Tidak ada pengotak-kotan struktur dalam Puskesmas. Kepala puskesmas perlu

melakukan pembagian tugas bersama-sama stafnya disesuaikan dengan jenis dan jumlah

tenaga serta kegiatan yang dilakukan. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan pula lokasi

pekerjaan dan waktu pekerjaan, sehingga bisa diadakan pembagian tugas dan giliran kerja

yang merata di antara tenagatenaga Puskesmas yang ada dan pekerjaan dapat dilaksanakan

dengan baik.

Pertemua berkala antara Kepala Puskesmas dengan segenap stafnya, termasuk

Puskesmas Pembantu dan Bidan Desa perlu dilakukan secara teratur setidaknya sebulan

sekali. Pembagian tugas dan penjadwalan pertemuan dilakukan melalui media Mini

Lokakarya Puskesmas. Tujuan pertemuan berkala tersebut, antara lain adalah:

o Menampung masalah / hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan pekerjaan sehari-

hari untuk dipecahkan bersama.

o Merencanakan bersama kegiatan yang perlu dilakukan dalam bulan berikutnya atau

minggu yang akan datang.

o Menilai hasil-hasil pekerjaan yang telah dilakukan dalam bulan yang lalu.

o Meneruskan informasi / instruksi / petunjuk dari atasan untuk diketahui dan

dilaksanakan bersama.

b. Bimbingan teknis dan supervisi

Selain pertemuan berkala dengan staf Puskesmas yang dilakukan di Puskesmas,

Kepala Puskesmas perlu juga datang untuk melihat dan memberi bimbingan kepada staf

Puskesmas secara berkala di tempat mereka bekerja di Puskesmas, Puskesmas Perawatan,

Page 6: PUSKESMAS

Puskesmas Pembantu, di lapangan maupun di rumah penduduk dalam rangka kunjungan

rumah. Hal ini penting sekali dilakukan secara teratur untuk memelihara disiplin kerja staf

Puskesmas dalam melaksanakan tugas.

Dalam kunjungan ini dimanfaatkan pula untuk meningkatkan sistem rujukan (referral

system) dimana konsultasi dari staf Puskesmas dapat dilakukan di tempat mereka bekerja,

disamping melimpahkan pengetahuan dan ketrampilan kepada staf Puskesmas berdasarkan

referensi terkini dan dapat dipertanggung jawabkan.

c. Hubungan kerja antar instansi tingat Kecamatan

Camat meerupakan koordinator dari semua instansi / dinas di tingkat Kecamatan,

Kepala puskesmas bertanggung jawab secara teknis kesehatan dan administrative kepada

Dokabu / Kepala Dinas kesehatan Dati II. Hubungan dengan Camat adalah hubungan

koordinasi, namun demikian tanggung jawab secara moril dokter Kepala Puskesmas

terhadap Camat tetap ada.

Hubungan kerja sama yang baik perlu dipupuk antara Puskesmas dengan semua

instansi di tingkat Kecamatan. Kepala Puskesmas harus secara aktif mencari hubungan

kerjasama dengan instansi-instansi di tingkat Kecamatan.

Usaha kesehatan tidak dapat berjalan sendiri dan peerlu kerjasama dengan instansi

lain. Pertemuan berkala antar instansi tingkat Kecamatan perlu diadakan di bawah

koordinasi Camat.

d. Dokter Puskesmas sebagai penggerak pembangunan di wilayah kerjanya

Disamping hubungan langsung antara dokter Kepala puskesmas dan staf dengan

anggota masyarakat sebagai pengunjung Puskesmas dalam rangka pemeriksaan,

pengobatan dan penyuluhan kesehatan, perlu pula dilakukan hubungan kerja sama dengan

masyarakat dalam rangka membantu masyarakat agar dapat menolong diri mereka sendiri

dalam bidang kesehatan. Khususnya dengan pemuka masyarakat dalam rangka

memperbaiki nasib mereka, baik dalam ruang lingkup kesehatan maupun dalam hal-hal

yang berhubungan dengan kesehatan sesuai kebutuhan masyarakat.

Seringkali masyarakat belum dapat mengenal masalah yang mereka hadapi, dan

belum bisa menentukan prioritas masalah yang perlu ditanggulangi. Dokter Kepala

Puskesmas beserta segenap staf bekerja sama dengan instansi-instansi terkait, perlu

memberi bimbingan kepada masyarakat untuk mengenal masalahnya dan menentukan

prioritas masalah yang perlu ditanggulangi sesuai kemampuan swadaya mereka sendiri.

Page 7: PUSKESMAS

Untuk itu perlu dilakukan pertemuan-pertemuan, baik secara individu dengan para pemuka

masyarakat amupun secara kelompok. Bila diperlukan latihan, maka Kepala Puskesmas

dan segenap stafnya harus dapat melayaninya.

3. Dokter Kepala Puskesmas sebagai Tenaga Ahli Pendamping Camat

Program Pemerintah saat ini baru bisa menempatkan dokter Puskesmas sebagai

seorang sarjana secara merata di kecamatan-kecamatan. Dengan sendirinya harapan dari

seluruh masyarakat kecamatan adalah mendapatkan manfaat dari keahliannya dalam

bidang kesehatan masyarakat maupun pandangan dan cara berpikir yang luas dan kreatif

dari seorang sarjana. Maka peranan dokter Puskesmas di Kecamatan disamping sebagai

Pimpinan Puskesmas, juga merupakan tenaga ahli dan pendamping Camat.

Kesimpulan:

Dokter Kepala Puskesams bertangguang jawab terhadap secara teknis kesehatan dan

administratif kepada Dokabu / Kepala Dinas kesehatan Dati II. Hubungan dengan Camat

adalah hubungan koordinasi, namun demikian tanggung jawab secara moril dokter Kepala

Puskesmas terhadap Camat tetap ada. Rakorbang tingkat kecamatan berfungsi merupakan

wahana untuk menilai pembangunan dan perkembangan masyarakat sehinggga kemudian

dapat dilakukan upaya perbaikan dan pengendalian pembangunan.

Tingginya angka kejadian DBD pada Kecamatan Melati menandakan bahwa

Puskesmas Putih-Putih sebagai primary care belum mampu melaksanakan tugasnya yang

tidak hanya melaksanakan program kuratif dan rehabilitatif, tetapi juga promotif dan

preventif pada masyrakat Kecamatan Melati.

(sumber: Hatmoko. Materi Kuliah Manajemen Kesehatan Mahasiswa Program Studi Kedokteran Universitas Mulawarman: Sistem Pelayanan Kesehatan Dasar Puskesmas. 2006. Samarinda: IKM PSKU Universitas Mulawarman

Posyandu

Posyandu adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilalkukan

disuatu wilayah kerja puskesmas (Muninjaya, 2004). Posyandu adalah wadah komunikasi

alih teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dari keluarga berencana dari

masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta

pembinaan teknik dari petugas kesehatan dan keluarga berencana

Page 8: PUSKESMAS

Tujuan Penyelenggaraan Posyandu

Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (ibu hamil,

melahirkan dan nifas)

Membudayakan NKKBS

Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan

kegiatan kesehatan dan KB serta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya

masyarakat sehat sejahtera

Berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera, Gerakan

Ketahanan Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera.

Kegiatan Pokok Posyandu

KIA

KB

Imunisasi

Gizi

Penanggulangan diare

Penerapan Menajemen Di Posyandu

1. Perencanaan

Merupakan awal dan arah dari proses menajemen posyandu secara keseluruhan.

Perencanaan program posyandu terdiri dari lima langkah penting yaitu;

Menjelaskan berbagai masalah

Menentukan perioritas masalah

Menetapkan tujuan dan indikator keberhasilannya

Mengkaji hambatan dan kendala

Menyusun rencana kerja operasional

2. Pengorganisasian

Dari struktur organisasi Puskesmas dapat diketahui mekanisme pelimpahan

wewenang dari pimpinan kepada staf sesuai dengan tugas-tugas yang diberikan.

Page 9: PUSKESMAS

3. Penggerakan-pelaksanaan

Keberhasilan pengembangan fungsi menajemen ini sangat dipengaruhi oleh

keberhasilan pimpinan Puskesmas menumbuhkan motivasi kerja staf dan semangat kerja

sama antara staf dengan staf lainnya di Puskesmas (lintas program), antara staf Puskesmas

dengan masyarakat, dan antara staf Puskesmas dengan pimpinan instansi di tingkat

kecamatan (lintas sektoral).

Hal- hal yang perlu diperhatikan untuk melestarikan pelaksanaan program posyandu

Kembangkan mekanisme kerja sama yang positif antara dinas-dinas sektoral

ditingkat kecamatan, antara staf Puskesmas sendiri dan antara Puskesmas dan

organisasi formal dan informal ditingkat desa/ dusun.

Gali potensi masyarakat dan kembangkan kerja sama yang ada (terutama dengan

PKK), untuk dapat menunjang kegiatan program posyandu.

Kembangkan motivasi staf dan kader kesehatan sebagai anggota kelompok kerja

program posyandu sehingga peran sert mereka dapat ditingkatkan untuk menunjang

pelaksanaan program posyandu.

4. Pengawasan dan pengendalian

Salah satu aspek yang diawasi selama pelaksanaan program posyandu di lapangan

adalah ketrampilan kader dalam melakukan penimbangan dan membuat pencatatan dan

pelaporan posyandu.

Langkah penting fungsi pengawasan dan pengendalian program posyandu ini adalah;

Menilai apakah ada kesenjangan antara target masing masing program dan standar

unjuk kerja staf dan kader untuk melaksanakan tugas-tugasnya? (aspekpengawasan)

Apa analisis faktor-faktor penyebab timbulnya kesenjangan tersebut?

Merencanakan dan melaksanakan langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan

yang muncul berdasarkan faktor-faktor penyebab yang sudah diidentifikasi (aspek

pengendalian).

Menurut teori Blum, status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor:

Page 10: PUSKESMAS

1. Genetik (20%)

2. Lingkungan (20%)

3. Perilaku (50%)

4. Pelayanan kesehatan (10%)

Dengan demikian, faktor perilaku adalah faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap

status kesehatan. Faktor perilaku sendiri dipengaruhi oleh (Green):

1. Predisposing factor

2. Enabling factor (faktor pemungkin)

3. Reinforcing factor (faktor yang memperkuat)

Faktor predisposisi:

Di desa Madudu, kemungkinan faktor predisposisi yang membentuk perilaku mereka

adalah pendidikan, pengetahuan, serta kepercayan dan tradisi (kentalnya ritual adat).

Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan pola pengambilan keputusan dan

penerimaan informasi. Pendidikan juga akan mempengaruhi pengetahuan dan persepsi

seseorang tentang pentingnya suatu hal. Selain itu, seseorang dengan tingkat pendidikan lebih

tinggi memiliki pandangan yang lebih terbuka tentang suatu hal dan lebih mudah untuk

menerima ide atau cara kehidupan baru. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi bagaimana

seseorang bertindak dan mencari solusi untuk masalah yang dijumpainya, serta pola pikir

individu tersebut di mana orang yang berpendidikan tinggi cenderung lebih rasional. Menurut

Page 11: PUSKESMAS

Notoadmodjo, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin banyak materi, bahan,

atau pengetahuan yang diperoleh untuk mencapai perubahan tingkah laku yang baik. Merujuk

pada kasus, tentunya dengan tingkat pendidikan SMP, seharusnya masyarakat desa Madudu

cukup mampu menerima dan memahami informasi dan ide baru dengan strategi komunikasi

yang baik. Contohnya, ibu Ida sudah memahami perilaku kesehatan yang sifatnya kuratif, ia

sadar bahwa jika anaknya sakit harus dibawa ke dokter (Puskemas), upaya pemeliharaan

kesehatan juga sudah ada di mana ia membawa anaknya ke Posyandu. Namun melihat

tingginya angka kejadian DBD di desa ini, untuk perubahan perilaku kesehatan secara

optimal tentu masih dipengaruhi oleh faktor lainnya, salah satunya tradisi masyarakat tersebut

sehubungan dengan perilaku yang berkaitan dengan kesehatan.

Faktor predisposisi yang kemungkinan juga berpengaruh adalah pengetahuan.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu sobjek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior), sebab dari

pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari dari pengetahuan akan lebih

bertahan (long lasting) dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Banyak

faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang terhadap suatu hal, antara lain adalah

pendidikan, akses terhadap informasi, dan sosial budaya, umur, lingkungan, dan pengalaman.

Dengan demikian, pendidikan dan pengetahuan merupakan hal yang saling berkaitan. Di

kasus ini dari hasil temuan Dr.Eko telah disebutkan bahwa salah satu penyebab tersebarnya

penyakit DBD di desa Madudu adalah kurangnya accessibility of information, yang

menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit tersebut. Sebab dengan

semakin kurangnya akses, maka informasi yang didapat juga minim, sehingga pengetahuan

pun sedikit. Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi sikap serta tindakan masyarakat

terkait dengan perilaku kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri.

Proses pengambilan keputusan untuk menerima suatu inovasi meliputi empat tahap

yaitu tahap pengetahuan (knowledge), tahap persuasi (persuasion), tahap pengambilan

keputusan (decision), dan tahap konfirmasi (confirmation). Suatu inovasi dapat diterima

maupun ditolak setelah melalui tahap-tahap tersebut. Inovasi ditolak bila inovasi tersebut

dipaksakan oleh pihak lain, inovasi tersebut tidak dipahami, inovasi tersebut dinilai sebagai

ancaman terhadap nilai-nilai penduduk. Sementara itu, inovasi yang diterima tidak akan

diterima secara menyeluruh tetapi bersifat selektif dengan berbagai macam pertimbangan.

Page 12: PUSKESMAS

Dari teori di atas, jelas bahwa faktor pengetahuan berperan penting untuk perubahan perilaku

kesehatan suatu komunitas, termasuk di desa Madudu, dan penolakan untuk mengubah

perilaku dapat terjadi di desa ini jika bertentangan dengan tradisi penduduk, sebab mereka

masih sangat kental dengan ritual adat.

Kentalnya ritual adat akan mempengaruhi tradisi, kepercayaan, dan kebiasaan

masyarakat tersebut. Perilaku dalam ritual adat ini terkadang justru berpengaruh buruk

terhadap kesehatan, namun karena sudah dijunjung tinggi dan dilakukan turun-temurun, maka

akan sulit untuk diubah, sehingga diperlukan strategi komunikasi, edukasi, dan promosi

kesehatan yang baik. Contohnya: pada kasus, kemungkinan masyarakat desa Madudu yakin

bahwa satu-satunya sumber air di desa mereka adalah sungai, sehingga mereka mungkin

melakukan aktivitas MCK di sana. Sungai di sana dikelilingi oleh kebun karet, maka dengan

tingginya aktivitas masyarakat di sana, kemungkinan mereka untuk tergigit nyamuk Aedes

juga semakin besar. Pekerjaan sebagai petani karet juga berpengaruh terhadap perilaku.

Contohnya menyadap karet pada malam hari meningkatakan risiko penyakit malaria karena

nyamuk Anopheles menggigit pada malam hari. Tempat penampungan getah karet dapat

tergenang air dan menjadi tempat perkembangbiakan jentik nyamuk. Kebun karet juga dapat

menjadi habitat yang ideal bagi nyamuk Aedes.

Faktor pemungkin:

Terkait dengan kasus, sarana kesehatan sudah tersedia dan dapat dicapai, yaitu

Puskesmas dan Posyandu, yang dapat dimanfaatkan untuk menjadi pelayanan kesehatan

primer dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan. Namun faktor lain yang harus

diperhatikan adalah kurangnya akses terhadap informasi. Seperti yang dijelaskan di atas,

akses akan mempengaruhi pengetahuan yang kemudian berpengaruh terhadap perilaku.

Kurangnya akses kemungkinan karena letak desa yang terisolasi serta ketergantungan

masyarakat terhadap tokoh adat yang dianggap memegang peranan yang penting. Selain itu,

sarana MCK yang layak juga kemungkinan belum ada karena masyarakat kemungkinan

masih melakukan MCK di sungai.

Faktor penguat:

Salah satu faktor penguat adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Terkait dengan

kasus, kita tidak mengetahui bagaimana sikap dan perilaku petugas eksehatan di sana. Dari

kebingungan ibu Ida, mungkin dapat disimpulkan bahwa edukasi dari pihak penyedia jasa

kesehatan kepada ibu Ida ini masih kurang baik. Sikap dan perilaku petugas yang positif akan

Page 13: PUSKESMAS

menimbulkan pengaruh positif pula terhadap masyarakat di sana, karena mereka cenderung

meneladani perilaku tokoh panutan (person of reference). Di Desa Madudu, selain petugas

kesehatan, kemungkinan tokoh lain yang menjadi panutan antara lain kepala desa , tokoh

agama, dan tokoh adat. Hal lain yang menjadi faktor penguat adalah punishment dan reward.

Terkait dengan kasus, hal ini juga tidak diketahui. Namun jika ada ganjaran atau hadiah

tertentu, seseorang juga akan lebih termotivasi untuk bertindak sesuai dengan ganjaran yang

didapat.

Sedangkan menurut teori Snehandu B. Karr, ada 5 determinan perilaku, yaitu:

1) Adanya niat (intention).

2) Adanya dukungan dan masyarakat sekitarnya (social support)kasus

3) Terjangkaunya informasi (accessibility of information)kasus

4) Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personnal autonomy) untuk mengambil

keputusan. Di Indonesia, terutama ibu-ibu, kebebasan pribadinya masih terbatas,

terutama lagi di pedesaan. Seorang istri, dalam pengambilan keputusan masih sangat

tergantung kepada suami.

5) Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation)

Menurut teori WHO, ada 4 alasan pokok (determinan), yaitu:

1) Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling).

2) Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai (personnal

references).

3) Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya

perilaku seseorang atau masyarakat

4) Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya

perilaku seseorangkasus: tradisi ritual adat

Menurut G.M. Foster (1973), aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan seseorang

antara lain adalah : 1) tradisi, 2) sikap fatalism, 3) nilai, 4) ethnocentrism, 5) unsur budaya.

Perilaku kesehatan

Page 14: PUSKESMAS

Perilaku seseorang adalah sangat kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas.

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan adanya 3 area,

wilayah, ranah atau domain perilaku ini, yakni:

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek

melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan

seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis

besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu: Tahu (know), Memahami

(comprehension), Aplikasi (application), Analisis (analysis), Sintesis (synthesis), Evaluasi

(evaluation)

2. Sikap (Attitude)

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang

sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-

tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

Newcomb, salah seorang ahli psikologisosial menyatakan, bahwa sikap merupakan kesiapan

atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat – tingkat berdasarkan

intensitasnya, sebagai berikut : Menerima (receiving), Menanggapi (responding), Menghargai

(valuing), Bertanggung jawab (responsible).

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah

diyakininya.

3. Tindakan atau Praktik (practice)

Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak

(praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya suatu

tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.

Seorang ibu hamil sudah tahu bahwa periksa hamil itu penting untuk kesehatannya dan

janinnya, dan sudah ada niat (sikap) untuk periksa hamil. Agar sikap ini meningkat menjadi

tindakan, maka diperlukan bidan, Posyandu atau Puskesmas yang dekat dari rumahnya atau

fasilitas tersebut mudah dicapainya. Apabila tidak, kemungkinan ibu tersebut tidakakan

memeriksakan kehamilannya.

Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:

a. Praktik terpimpin (guided response)

Apabila subjekatau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada

tuntunan atau menggunakan panduan.

Page 15: PUSKESMAS

b. Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikan sesuatu hal secara

otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis. Misalnya seorang ibu selalu

membawa anaknya ke Posyandu untuk ditimbang tanpa harus menunggu perintah dari

kader atau petugas kesehatan.

c. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, pa yang

telah dilakukan tidak sekadar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan

modifikasi atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

Banyak teori tentang determinan perilaku ini, masing-masing mendasarkan pada asumsi-

asumsi yang dibangun. Dalam bidang perilaku kesehatan, ada 3 teori yang sering menjadi

acuan dalam penelitian-penelitian kesehatan masyarakat. Ketiga teori tersebut adalah:

Teori Lawrence Green

Berangkat dan analisis penyebab masalah kesehatan, Green membedakan adanya dua

determinan masalah kesehatan tersebut, yakni behavioral factors (faktor perilaku), dan non

behavioral factors atau faktor non-perilaku. Selanjutnya Green menganalisis, bahwa faktor

perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu:

1) Faktor-faktor predisposisi (disposing faktors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah

atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap,

keyakinan, kepercayaan, nilai-niali, tradisi, dan sebagainya. Seorang ibu mau membawa

anaknya ke Posyandu, karena tahu bahwa di Posyandu akan dilakukan penimbangan anak

untuk mengetahui pertumbuhannya. Anaknya akan memperoleh imunisasi untuk pencegahan

penyakit, dan sebagainya. Tanpa adanya pengetahuan-pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin

tidak akan membawa anaknya ke Posyandu.

2) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang

memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan

faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku

kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air, tempat

pembuangan sampah, tempat olah raga, makanan bergizi, uang, dan sebagainya.

3) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun seseorang tahu dan mampu

untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Seorang ibu hamil tahu manfaat periksa

hamil, dan di dekat rumahnya ada Polindes, dekat dengan bidan, tetapi ia tidak mau

melakukan periksa hamil, karena ibu lurah dan ibu-ibu tokoh lain tidak pernah periksa hamil,

Page 16: PUSKESMAS

namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti, bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan

contoh dari para tokoh masyarakat.

Teori Snehandu B. Karr

Karr seorang staf pengajar Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku,

Universitas Kalifornia di Los Angeles, mengidentifikasi adanya 5 determinan perilaku, yaitu:

Adanya niat (intention).

Adanya dukungan dan masyarakat sekitarnya (social support).

Terjangkaunya informasi (accessibility of information).

Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personnal autonomy) untuk mengambil

keputusan. Di Indonesia, terutama ibu-ibu, kebebasan pribadinya masih terbatas, terutama

lagi di pedesaan. Seorang istri, dalam pengambilan keputusan masih sangat tergantung

kepada suami.

Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation).

Teori WHO

Tim kerja pendidikan kesehatan dan WHO merumuskan determinan perilaku ini sangat

sederhana. Mereka mengatakan, bahwa mengapa seseorang berperilaku, karena adanya 4

alasan pokok (determinan), yaitu:

Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling).

Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai (personnal

references).

Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku

seseorang atau masyarakat.

Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya

perilaku seseorang.

Aspek Sosial budaya yang mempengaruhi perilaku kesehatan

1. Aspek Sosial yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku Kesehatan

Ada beberapa aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan, antara lain adalah: 1)

umur, 2) jenis kelamin, 3) pekerjaan, 4) sosial ekonomi.

Menurut H. Ray Elling, (1970), ada beberapa faktor sosial yang berpengaruh pada

perilaku kesehatan, antara lain: 1) self concept, dan 2) image kelompok. Di samping itu, G.M

Page 17: PUSKESMAS

Foster (1973) menambahkan, bahwa identifikasi individu kepada kelompoknya juga

berpengaruh terhadap perilaku kesehatan.

a. Pengaruh Self Concept terhadap Perilaku Kesehatan

Self concept kita ditentukan oleh tingkatan kepuasaan atau ketidakpuasan yang kita

rasakan terhadap diri kita sendiri, terutama bagaimana kita ingin memperlihatkan diri kita

kepada orang lain. Apabila orang lain melihat kita positif dan menerima apa yang kita

lakukan, kita akan meneruskan perilaku kita. Tetapi apabila orang lain berpandangan

negatif terhadap perilaku kita dalam jangka waktu yang lama, kita akan merasa suatu

keharusan untuk melakukan perubahan perilaku. Oleh karena itu, secara tidak langsung

self concept kita cenderung menentukan, apakah kita akan menerima keadaan diri kita

seperti adanya atau berusaha untuk mengubahnya.

b. Pengaruh Image Kelompok terhadap Perilaku Kesehatan

Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelomok. Sebagai contoh, anak

seorang dokter akan terpapar oleh organisasi kedokteran dan orang-orang dengan

pendidikan tinggi, sedangkan anak buruh atau petani tidak terpapar dengan Lingkungan

medis dan besar kemungkinan juga tidak bercita-cita untuk menjadi dokter. Dengan

demikian, kedua anak tersebut mempunyai perbedaan konsep tentang peranan dokter.

Ttau dengan kata lain, perilaku dari masing-masing individu cenderung merefleksikan

kelompoknya.

c. Pengaruh Identifikasi Individu kepada Kelompok Sosialnya terhadap Perilaku Kesehatan.

Mengacu pada teori-teori di atas, maka kaitannya dengan kasus:

Perilaku kesehatan penduduk Desa Madudu untuk mencegah dan mengatasi DBD belum

terbentuk, hal ini dikarenakan:

1. Pengetahuan penduduk mengenai DBD, seperti cara pencegahan DBD masih sangat

kurang, sehingga perilaku kesehatan dalam usaha pencegahan DBD belum terbentuk.

2. Kurangnya pengetahuan mengenai cara pencegahan DBD tersebut terkait dengan

kurang terjangkaunya informasi (accessibility of information)

3. Kurangnya social support di desa ini serta adat istiadat yang sangat kuat di desa ini

sehingga peran dari tokoh masyarakat di desa tersebut sangat berpengaruh pada

pembentukan perilaku kesehatan.

4. Perilaku juga dipengaruhi oleh faktor sosio budaya penduduk setempat yang pada

kasus diketahui bahwa penduduk desa mayoritas petani karet yang umumnya

berpendidikan setingkat SMP dengan adanya ritual adat yang sangat kental.

Page 18: PUSKESMAS

PROMOSI KESEHATAN

Promosi Kesehatan adalah proses memberdayakan/memandirikan masyarakat untuk

memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran,

kemauan dan kemampuan, serta pengembangan lingkungan sehat.

Promosi kesehatan mencakup aspek perilaku, yaitu upaya untuk memotivasi,

mendorong dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat agar

mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Disamping itu promosi

kesehatan juga mencakup berbagai aspek khususnya yang berkaitan dengan aspek lingkungan

atau suasana yang mempengaruhi perkembangan perilaku yang berkaitan dengan aspek sosial

budaya, pendidikan, ekonomi, politik dan pertahanan keamanan.

Sesuai dengan konsep promosi kesehatan, individu dan masyarakat bukan hanya

menjadi objek yang pasif (sasaran) tetapi juga subjek (pelaku).

Dalam konsep tersebut masalah kesehatan bukan hanya menjadi urusan sektor kesehatan

tetapi juga termasuk urusan swasta dan dunia usaha yang dilakukan dengan pendekatan

kemitraan. Dengan demikian kesehatan adalah upaya dari, oleh dan untuk masyarakat yang

diwujudkan sebagai gerakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Dalam upaya penerapan promosi kesehatan dilakukan 3 strategi sebagai berikut ;

1. Advokasi kesehatan, yaitu : pendekatan kepada para pimpinan atau pengambil

keputusan agar dapat memberi dukungan , kemudahan, perlindungan pada upaya

pembangunan kesehatan.

2. Bina suasana, yaitu suatu upaya untuk menciptakan suasana kondusif untuk

menunjang pembangunan kesehatan sehingga masyarakat terdorong melakukan

PHBS.

3. Gerakan masyarakat, yaitu upaya memandirikan masyarakat agar secara proaktif

mempraktikkan hidup bersih dan sehat secara mandiri.

Ketiga strategi tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan (sinergis) namun

ditandai dengan fokus yang berbeda, yaitu :

1. Advokasi kesehatan lebih diarahkan kepada sasaran tersier yang menghasilkan

kebijakan.

2. Bina suasana lebih diarahkan kepada sasaran sekunder yang menghasilkan kemitraan

dan opini.

Page 19: PUSKESMAS

3. gerakan masyarakat lebih diarahkan pada sasaran primer yang menghasilkan kegiatan

masyarakat mandiri.

Kasus:

Sasaran primer: keluarga di desa Madudu

Sasaran sekunder: tokoh agama, kader, tokoh masyarakat lainnya

Sasaran tersier: kepala desa

Advokasi kesehatan ditempuh melalui kerangka advokasi yang memuat 6 langkah yaitu:

a. Melakukan analisis

Yang temasuk dalam analisis adalah:

- Identifikasi masalah: tingginya frekuensi DBD akibat kurangnya support dan akses

informasi

- Identifikasi kebijakan yang ada

- Program-program komunikasi yang telah dilaksanakan dalam mendukung kebijakan

sehat

- Perubahan kebijakan yang diinginkan oleh tingkat tertentu

- Stake holder (mitra kerja) yang terkait dengan perubahan kebijakan

- Jejaring untuk penentu kebijakan

- Sumber daya yang memungkinkan untuk melaksanakan kebijakan sehat.

b. Menyusun strategi

Yang termasuk dalam strategi adalah:

- membentuk kelompok kerja PHBS

- Identifikasi sasaran primer dan sekunder

Sasaran primer: keluarga di desa Madudu

Sasaran sekunder: tokoh agama, kader, tokoh masyarakat lainnya

- Mengembangkan tujuan “SMART” (Spesific/spesifik, Measurable/dapat diukur,

Appropriate/tepat, Realistic/nyata, Time bound/sesuai jadwal)

- Menentukan indikator

- Menyiapkan dukungan dana

- Menempatkan “issue” yang penting mendapat dukungan dari penentu kebijakan

- Merencanakan perbaikan sarana komunikasi

c. Menggalang kemitraan

- Menyusun Planning of Action bersama

- Saling tukar menukar pengalaman dan informasi

Page 20: PUSKESMAS

- Mendelegasikan tanggung jawab

- Adanya kesinambungan kerjasama

d. Tindakan/pelaksanaan

- melaksanakan rencana advokasi (plan of action)

- mengumpulkan pesan mitra

- menyajikan pesan yang tepat

- menepati jadwal

- mengenmbangkan jaringan komunikasi dengan mitra.

Adapun kegiatan yang bernuansa advokasi seperti seminar sehari, orientasi, lobby,

kampanye, sarassehan dan kegiatan lain yang sesuia dengan kondisi setempat. Sedangkan

waktu untuk melakukan advokasi dapat dipilih sesuai dengan pesan yang akan disampaikan

atau disesuaikan dengan kebutuhan mitra dan masyarakat setempat.

e. Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan mengukur pencapaian tujuan (proses dan output) melalui

pengecekan dokumentasi tentang kegiatan--kegiatan yang seharusnya dilaksanakan, materi

KIE yang telah diterbitkan dan disebarluaskan serta produk-produk kebijakan yang

diterbitkan.

f. Kesinambungan proses

Melaksanakan proses komunikasi secara terus-menerus dengan memanfaatkan hasil

evaluasi.

Dalam melakukan advokasi kesehatan ada beberapa etika yang perlu diperhatikna yaitu:

1. Mulai dengan sisi yang positif sasaran misalnya isu apa saja yang mendapat perhatian

khusus dari sasaran. Pintu masuknya tidak selalu harus dari maslah-masalah kesehatan.

2. Mau kompromi, sabar dan tegar tidak menyalahkan sasaran

3. sampaikan pesan dan informasi dengan bahasa yang menggugah

4. Kemukakan hal-hal moratif sesuai dengan kebutuhan sasaran.

5. Gunakan visualisasi yang menarik dan mengesankan.

Bina suasana adalah menjalin kemitraan untuk pembentukan opini publik dengan berbagai

kelompok opini yang ada di masyarakat seperti : tokoh masyarakat, tokoh agama, Lembaga

Page 21: PUSKESMAS

Swadaya Masyarakat (LSM), dunia usaha/swasta, media massa, organisasi profesi

pemerintah dan lain-lain. Bina suasana dilakukan untuk sasaran sekunder atau petugas

pelaksana diberbagai tingkat administrasi (dari pusat hingga desa).

Bina suasana sering dikaitkan dengan pemasaran sosial dan kampanye, karena

pembentukan opini memerlukan kegiatan pemasaran sosial dan kampanye. Namun perlu

diperhatikan bahwa bina suasana dimaksud untuk menciptakan suasana yang mendukung,

menggerakkan masyarakat secara partisipatif dan kemitraan. Metode bina suasana yang dapat

diterapkan untuk Desa Madudu antara lain:

- Pelatihan

- Semiloka

- Dialog terbuka

- Sarasehan

- Penyuluhan

- Pendidikan

- Lokakarya mini

- Pertunjukkan tradisional

- Diskusi meja bundar (Round table discussiaon)

- Pertemuan berkala di desa

- Kunjungan lapangan

Kemitraan dalam kesehatan berarti menggalang partisipasi semua sektor untuk

meningkatkan harkat hidup dan derajat kesehatan, semua sektor, kelompok masyarakat,

lembaga pemerintah dan non pemerintah bekerjasama berdasarkan kesepakatan dan fungsi

masing-masing. Untuk menjaga kelanggengan dan keseimbangan bina suasana diperlukan :

- forum komunikasi

- dokumen dan data yang up to date (selalu baru)

- mengikuti perkembanagan kebutuhan masyarakat

- hubungan yang terbuka, serasi dan dinamis dengan mitra

- menumbuhkan kecintaan terhadap kesehatan

- memanfaatkan kegiatan dan sumber-sumber dana yang mendukung upaya pembudayaan

perilaku hidup bersih dan sehat

- adanya umpan balik dan penghargaan

Terkait dengan kasus, melihat kurangnya dukungan sosial, berarti bina suasana harus

diterapkan dengan intensif.

Page 22: PUSKESMAS

Strategi gerakan masyarakat adalah cara untuk menumbuhkan dan mengembangkan

norma yang membuat masyarakat mampu untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.

Strategi ini tepatnya ditujukan pada sasaran primer agar berperan serta secara aktif dalam

PHBS. Yang dimaksud sasaran primer adalah masyarakat yang terkena masalah baik di kota

maupun di desa. Contohnya di desa Madudu adalah anggota keluarga di desa tersebut,

khusunya para ibu dan kepala keluarga.

Pelaksanaan strategi gerakan masyarakat yang diharapkan adalah sebagai berikut :

a. pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya dalam peningkatan kemampuan

masyarakat guna mengangkat harkat hidup, martabat dan derajat kesehatannya.

b. Peningkatan keberdayaan berarti peningkatan kemampuan dan kemandirian

masyarakat agar dapat mengembangkan diri dan memperkuat sumber daya yang

dimiliki untuk mencapai kemajuan.

Secara keseluruhan pendekatan gerakan masyarakat dilakukan melaui; KIE, pengembangan

institusi masyarakat, pendekatan hukum dan regulasi, penghargaan (insentif), serta

peningkatan ekonomi produktif (income generating)

Dalam melaksanakan gerakan masyarakat perlu memperhatikan karakteristik masyarakat

setempat yang dapat dikelompokkan sebagai bnerikut:

a. masyarakat pembina (caring community)

yaitu masyarakat yang peduli kesehatan, misalnya: LSM kesehatan, organisasi profesi

yang bergerak di bidang kesehatan.

b. Masyarakat setara (coping community)

Yaitu masyarakat yang karena kondisinya kurang memadai sehingga tidak dapat

memelihara kesehatannya.

Program Promosi: Precede-Proceed

PRECEDE (Predisposing Reinforcing and Enabling Causes in Educational Diagnosis

and Evaluation). PRECEDE memberikan serial langkah yang menolong perencana untuk

mengenal masalah mulai dan kebutuhan pendidikan sampai pengembangan program untuk

memenuhi kebutuhan tersebut. PROCEED: Policy, Regulatory, Organizational Construct

in Educational and Environmental Development. PRE CEDE-PRO CEED harus dilakukan

secara bersama-sama dalam proses perencanaan, implementasi dan evaluasi. PRECEDE

digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas masalah dan tujuan program,

Page 23: PUSKESMAS

sedangkan PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan, serta

implementasi dan evaluasi.

Phase 5

Administrative

&

policy

Diagnosis

Phase 4

Educational

and

Organizational

Diagnosis

Phase 3

Behavioral

and

Environmenta

l

Diagnosis

Phase 2

Epidemio

logical

Diagnosis

Phase 1

Social

Diagnosi

s

Phase 6

Implementation

Phase 7

Process evaluation

(Monitoring)

Phase 8

Impact

evaluation

Phase 9

Outcome

evaluatio

n

Langkah-Langkah Dalam Perencana Promosi Kesehatan

I. Menentukan kebutuhan promosi kesehatan:

1. Diagnosis masalah: tingginya angka kejadian DBD, kentalnya ritual adat, akses

informasi yang kurang, kurangnya dukungan sosial, kondisi lingkungan yang

sesuai untuk perkembangan vektor DBD

2. Menetapkan prioritas masalah

II. Mengembangkan komponen promosi kesehatan:

Page 24: PUSKESMAS

1. Menentukan tujuan promosi kesehatan: menurunkan angka kejadian DBD dan

mencegah DBD di Desa Madudu

2. Menentukan sasaran promosi kesehatan

Sasaran primer: keluarga di desa Madudu

Sasaran sekunder: tokoh agama, kader, tokoh masyarakat lainnya

Sasaran tersier: kepala desa

3. Menentukan isi promosi kesehatan: edukasi dan penyuluhan mengenai DBD,

pengolahan sampah, sanitasi dan higienitas lingkungan, sumber air dan MCK.

4. Menentukan metode yang akan digunakan: pendekatan pada tokoh masyarakt dan

tokoh adat, penyuluhan, dialog terbuka, kunjungan lapangan, pelatihan, pertemuan

berkala di desa

5. Menentukan media yang akan digunakan: audiovisual

6. Menyusun rencana evaluasi

7. Menyusun jadwal pelaksanaan

Diagnosis Masalah

Fase 1: Diagnosis Sosial (Social Need Assessment): kentalnya ritual adat, sungai dipercaya

sebagai satu-satunya sumber air sehingga dipakai sebagai tempat MCK.

Diagnosis sosial adalah proses penentuan persepsi masyarakat terhadap kebutuhannya

atau terhadap kualitas hidupnya dan aspirasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas

hidupnya melalui partisipasi dan penerapan berbagai informasi yang didesain sebelumnya.

Pengumpulan datanya dapat dilakukan dengan cara: wawancara dengan informan kunci,

forum yang ada di masyarakat, Focus Group Discussion (FGD), nominal group process, dan

survei.

Fase 2: Diagnosis Epidemiologi: tingginya angka kejadian DBD

Pada fase ini dicari faktor kesehatan yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang

ataupun masyarakat sebagaimana yang terdiagnosis pada fase 1. Pada fase ini dicari faktor

kesehatan yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang atau ,masyarakat. Oleh sebab itu,

masalah kesehatan harus digambarkan secara rinci berdasarkan data yang ada, baik yang

berasal dari data lokal, regional maupun nasional. Pada fase ini harus diidentifikasi siapa atau

kelompok mana yang terkena masalah kesehatan (umur, jenis kelamin, lokasi, suku, dll),

bagaimana pengaruh atau akibat dari masalah kesehatan tersebut (mortalitas, morbiditas,

Page 25: PUSKESMAS

disability, tanda dan gejala yang ditimbulkan) dan bagaimana cara untuk menanggulangi

masalah kesehatan tersebut (imunisasi, perawatan atau pengobatan, perubahan lingkungan

maupun perubahan perilaku). Informasi ini sangat diperlukan untuk menetapkan prioritas

masalah, yang biasanya didasarkan atas pertimbangan besarnya masalah dan akibat yang

ditimbulkannya serta kemungkinan untuk diubah.

Dalam menentukan prioritas masalah kita harus mempertimbangkan beberapa faktor

seperti:

a. Beratnya masalah dan akibat yang ditimbulkannya

b. Pertimbangan politis

c. Sumber daya yang ada di masyarakat

Prioritas masalah kesehatan harus tergambar pada tujuan program dengan ciri who will

benefit how much of what outcome by when.

Fase 3: Diagnosis Perilaku dan Lingkungan

Faktor perilaku: kentalnya ritual adat yang kemungkinan berpengaruh buruk terhadap

kesehatan, pekerjaan sebagai petani karet, kebiasaan MCK disungai yang dikelilingi kebun

karet.

Faktor non perilaku (lingkungan): tempat penampungan getah karet dapat menjadi tempat

perkembangbiakan vektor

Pada fase ini selain diidentifikasi masalah perilaku yang mempengaruhi masalah

kesehatan juga sekaligus diidentifikasi masalah lingkungan (fisik dan sosial) yang

mempengaruhi perilaku dan status kesehatan ataupun kualitas hidup seseorang atau

masyarakat.

Untuk mengidentifikasi masalah perilaku yang mempengaruhi status kesehatan seseorang,

digunakan indikator perilaku seperti: pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilization), upaya

pencegahan (Preventive action), pola konsumsi makanan (consumption pattern), kepatuhan

(compliance), upaya pemeliharaan kesehatan sendiri (self care). Dimensi perilaku yang

digunakan adalah: earliness, quality, persistence, frequency dan range. Indikator lingkungan

yang digunakan meliputi: keadaan sosial, ekonomi, fisik dan pelayanan kesehatan, dengan

dimensinya yang terdiri dari keterjangkauan, kemampuan dan pemerataan. Langkah yang

harus dilakukan dalam diagnosis prilaku dan lingkungan adalah: 1) memisahkan faktor

perilaku dan non perilaku penyebab timbulnya masalah kesehatan; 2) mengidentifikasi

perilaku yang dapat mencegah timbulnya masalah kesehatan dan perilaku yang berhubungan

dengan tindakan perawatan / pengobatan, sedangkan untuk faktor lingkungan yang harus

Page 26: PUSKESMAS

dilakukan adalah mengeliminasi faktor non perilaku yang tidak dapat diubah, seperti: faktor

genetis dan demografis; 3) urutkan faktor perilaku dan linkungan berdasarkan besarnya

pengaruh terhadap masalah kesehatan; 4) urutkan faktor perilaku dan lingkungan berdasarkan

kemungkinan untuk diubah; 5) tetapkan perilaku dan lingkungan yang menjadi sasaran

program. Setelah itu tetapkan tujuan perubahan perilaku dan lingkungan yang ingin dicapai

program.

Fase 4: Diagnosis Pendidikan dan Organisasi

Tetapkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai berdasarkan factor predisposisi yang

telah diidentifikasi. Selain itu, berdasarkan faktor pemungkin dan penguat yang telah

diidentifikasi ditetapkan tujuan organisasi yang akan dicapai melalui upaya pengembangan

organisasi dan sumber daya yang telah tersedia dan yang akan didapatkan.

Faktor predisposisi: tradisi, kebiasaan, dan adat

Faktor pemungkin: kurangnya akses terhadap informasi

Faktor yang memperkuat: kurangnya dukungan sosial

Fase 5. Diagnosis Administratif dan Kebijakan

Pada fase ini dilakukan analisis kebijakan, sumber daya dan peraturan yang berlaku yang

dapat memfasilitasi atau menghambat pengembangan program promosi kesehatan.

Pada diagnosis administratif dilakukan 3 penilaian, yaitu: sumber daya yang dibutuhkan

untuk melaksanakan program, sumber daya yang ada di organisasi dan masyarakat, serta

hambatan pelaksanaan program. Sedangkan pada diagnosis kebijakan dilakukan identifikasi

dukungan dan hambatan politis, peraturan dan organisasional yang memfasilitasi program

dan pengembangan lingkungan yang dapat mendukung kegiatan masyarakat yang kondusif

bagi kesehatan.

Sumber daya yang dibutuhkan: sarana MCK: sumur, jamban

Hambatan: kepercayaan ritual adat yang kental (menganggap sungai sebagai satu-satunya

sumber air)

Hambatan politis: masih sangat tergantung dengan tokoh adat

Pengembangan lingkungan: membangun sarana MCK yang jauh dari sungai, membersihkan

kebun karet

Pelaksanaan Promosi Kesehatan

Page 27: PUSKESMAS

Pelaksanaan adalah penerapan dari hal-hal yang telah direncanakan. Kesalahan sewaktu

membuat perencanaan akan terlihat selama proses pelaksanaan, demikian pula halnya dengan

kekuatan dan kelemahan yang muncul selama waktu pelasanaan merupakan refleksi dari baik

tidaknya suatu proses perencanaan.

Program promosi: pendekatan kepada tokoh adat, penyuluhan dan edukasi pada masyarakat,

pemberdayaan masyarakat, pembersihan tanaman di sekitar pohon karet dan lingkungan

(tidak membuang sampah sembarangan, tidak membiarkan air tergenang), pembuatan sumber

air lain (sumur), pembuatan sarana MCK, fogging, pemberian bubuk abate di tempat

penampungan air, program 3M(menutup, menguras, menimbun) dan ikan tempalo, penerapan

pembuangan dan pengolahan sampah secara terpadu.

Pemantauan dan Evaluasi Promosi Kesehatan

Pemantauan adalah suatu upaya agar proses pelaksanaan dari hal-hal yang telah

direncanakan berjalan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Bila pada saat

pemantauan ada hal-hal yang tidak sesuai dengan prosedur / perencanaan maka hal tersebut

bisa segera diperbaiki.

Evaluasi adalah suatu masa di mana dilakukan pengukuran hasil (outcome) dari promosi

kesehatan yang telah dilakukan. Pada fase ini juga dilihat apakah perencanaan dan

pelaksanaan yang telah dilakukan dapat dilanjutkan. Selain itu, evaluasi diperlukan untuk

pemantauan efficacy dari promosi kesehatan dan sebagai alat bantu untuk membuat

perencanaan selanjutnya.

Pada prinsipnya, evaluasi promosi kesehatan sama dengan evaluasi kesehatan lainnya,

Karakteristiknya ialah indikator yang digunakan bukan hanya indikator epidemiologik

sebagai indikator dampak seperti pada upaya kesehatan lainnya, namun juga menggunakan

indikator perilaku untuk pengukuran efek.

Social Support dan Accesibility Of Information.

Pengertian Dukungan Sosial

Terdapat banyak definisi tentang dukungan sosial yang dikemukakan oleh para ahli.

Sheridan dan Radmacher menekankan pengertian dukungan sosial sebagai sumber

daya yang disediakan lewat interaksi dengan orang lain. “Social support is the

resources provided to us through our interaction with other people” (Trismiati, 2006).

Page 28: PUSKESMAS

KONSEP DUKUNGAN SOSIAL

1. Pengertian Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah perasaan positif, menyukai, kepercayaan, dan perhatian dari

orang lain yaitu orang yang berarti dalam kehidupan individu yang bersangkutan,

pengakuan, kepercayaan seseorang dan bantuan langsung dalam bentuk tertentu (Katc

dan Kahn, 2000).

Menurut Landy dan Conte (2007) dalam Mudita (2009), dukungan sosial adalah

kenyamanan, bantuan, atau informasi yang diterima oleh seseorang melalui kontak

formal maupun informal dengan individu atau kelompok.

2. Aspek-Aspek Dukungan Sosial

House (Suhita, 2005) berpendapat bahwa ada empat aspek dukungan sosial yaitu:

a. Emosional

Aspek ini melibatkan kekuatan jasmani dan keinginan untuk memperbaiki daerahnya

sehingga terciptanya derajat kesehatan masyarakat

b. Instrumental

Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah sebagai contohnya adalah

peralatan, perlengkapan, dan sarana pendukung lain dan termasuk didalamnya

memberikan peluang waktu.

c. Informatif

Aspek ini berupa pemberian informasi untuk mengatasi masalah kesehatan. Aspek

informatif ini terdiri dari pemberian nasehat, pengarahan, dan keterangan lain yang

dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan.

d. Penilaian

Aspek ini terdiri atas dukungan peran sosial yang meliputi umpan balik, perbandingan

sosial, dan afirmasi.

Adanya dukungan dari masyarakat seperti keterlibatan aktif serta dukungan dari tokoh

masyarakat setempat akan mempermudah masuknya indormasi mengenai kesehatan. Selain

itu, adanya akses untuk menjangkau informasi juga memegang peranan penting dalam

tersampaikannya informasi kepada masyarakat. Dalam kasus ini ada beberapa faktor yang

berpengaruh terhadap akses informasi, antara lain:

1. Lokasi pemukiman.

Desa Madudu wilayahnya sebagian besar bergunung, hal ini akan kemungkinan akan

menyebabkan jauhnya akses terhadap informasi serta terisolirnya dari dunia luar.

Page 29: PUSKESMAS

Oleh karena itu, kita diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai pentingnya penanganan demam dengue.

2. Tingkat pendidikan.

Masyarakat di desa Madudu pada umumnya berpendidikan setingkat SMP,

sebenarnya mereka sudah cukup mampu untuk menerima informasi namun

kemungkinan belum mampu untuk mengaplikasikan dan mengolah informasi yang

diberikan. Oleh karena itu, sebagai tenaga kesehatan kita perlu melakukan penyuluhan

dan memberikan langkah-langkah yang dapat diaplikasikan di masyarakat untuk

mempermudah mereka meningkatkan derajat kesehatannya.

3. Ritual adat.

Dalam skenario disebutkan bahwa desa Madudu masih kental dengan ritual adat dan

kepercayaan terhadap tokoh masyarakat masih tinggi. Hal ini juga berperan dalam

dukungan sosial masyarakat terhadap program-program yang akan dilakukan oleh

puskesmas, karena dengan adanya dukungan dari tokoh masyarakat setempat maka

dapat merangkul masyarakat yang ada di kawasan tersebut untuk menjalankan

program-program yang telah dibuat oleh puskesmas.

Peran Dinkes dalam meningkatkan derajat kesehatan penduduk desa:

1. Meminta laporan perkembangan status kesehatan masyarakat di daerah tersebut secara

rutin kepada dokter yang bertugas.

2. Memantau secara langsung ke daerah untuk menilai:

a. Sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan program penanganan

masalah kesehatan

b. Sumber daya yang ada pada masyarakat (memanfaatkan keberadaan tokoh masyarakat,

tokoh agama, dan mereka yang berpengaruh di tengah-tengah masyarakat)

c. Hambatan pelaksanaan program (dari segi teknis maupun pembiayaan, Dinkes

diharapkan dapat menjadi fasilitator yang akan menyediakan sarana serta prasarana

yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program penanganan masalah kesehatan di daerah

tersebut

3. Melakukan kerjasama lintas sektoral dengan dinas lain yang terkait, seperti dinas pertanian

dan perkebunan dalam upaya sosialisasi mengenai penerapan aktivitas pengolahan

perkebunan yang baik dan benar agar tidak menimbulkan dampak terhadap kesehatan.

Analisa sistem yang komprehensif dan holistik

Page 30: PUSKESMAS

Analisa sistem yang komprehensif dan holistik berarti bahwa dalam meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat, diperlukan suatu pendekatan yang menyeluruh dari semua

aspek manusia baik menyangkut fisik, mental, hingga kondisi sosial.