Puisi Dongjitdal , Hestiara Prasasti, FIB UI,...
-
Upload
phamnguyet -
Category
Documents
-
view
221 -
download
1
Transcript of Puisi Dongjitdal , Hestiara Prasasti, FIB UI,...
1
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
2
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
3
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
4
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
5
PUISI DONGJITDAL GINAGIN BAMEUL KARYA HWANG
JIN YI:
ANALISIS SOSIOLOGIS
Hestiara Prasasti
Departemen Bahasa dan Kebudayaan Korea, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
E-mail : [email protected]
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang sebuah sijo karya seorang gisaeng. Sijo ini berjudul dongjitdal
Ginagin Bameul – malam bulan November yang panjang. Metodologi yang digunakan adalah
analisis sosiologis. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan unsur-unsur yang mempengaruhi
terbentuknya sijo ini. Melalui analisis sosiologis, dapat disimpulkan bahwa sijo karya Hwang Jin
Yi menentang ajaran Neo-Konfusianisme, dan sijo ini dipengaruhi oleh latar belakang, ideologi
dan status sosial Hwang Jin Yi sebagai seorang gisaeng sekaligus penganut agama Budha. Puisi ini
bertemakan cinta yang seharusnya tidak boleh digunakan sebagai tema untuk penulisan sijo.
Kata kunci: Hwang Jin Yi; sijo; choeson; gisaeng
A POEM ENTITLED DONGJITDAL GINAGIN BAMEUL BY HWANG
SOCIOLOGY ANALYSIS
Abstract
This study examines about sijo created by a gisaeng. This sijo is called Dongjitdal Ginagin
Bameul – a very long long November night. The method use is sociolgy analysis. This study
attemps to find which element that make contribution to this sijo. Using this method, it can be
concluded that sijo by Hwang Jin Yi is against Neo-Confucianism, and this sijo is influenced by
her social background, ideology, and her social status as a gisaeng and an adherent of a teaching of
budhism. The theme of this sijo is love, which is restrictid theme to write a sijo.
Keywords: Hwang Jin Yi;sijo; cheoson; gisaeng;
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
6
1. Pendahuluan
Sebelum masuknya Neo-Konfusianisme, wanita di Korea memiliki hak
sepenuhnya atas apa yang ingin mereka lakukan, akan tetapi memasuki dinasti
Choseon, ajaran neo-Konfusianisme masuk dan diterapkan dengan prinsip patuh
pada negara, patriarki, dan menghormati alam.1 Neo-Konfusianisme bersumber
dari ajaran Budhisme dan Taoisme menghormati hierarki bermasyarakat yang
membagi kelas masyarakat menjadi dua, yaitu kaum Yangban (masyarakat kelas
atas) dan Chomin (masyarakat kelas bawah).
Neo-Konfusianisme membatasi hak-hak kaum kelas bawah, terutama wanita.
Menurut paham Neo-Konfusianisme, wanita dilarang menikah lagi jika suami
sudah meninggal, kontrol atas properti dan anak berkurang, dan wanita dari kelas
sosial bawah dilarang menikah dengan pria dari kelas yangban dan anak laki-laki
dari selir dilarang ikut ujian pegawai negeri. Pada jaman ini, wanita terbagi dalam
beberapa kelas: wanita yang berasal dari keluarga kerajaan yaitu ratu dan selir raja,
istri dari para yangban, rakyat jelata, petani, dan beberapa wanita yang memiliki
keahlian khusus seperti dukun, penghibur, dan terakhir yaitu wanita kelas bawah
atau budak (chonin). Wanita yang tergolong kelas chonin salah satunya adalah
gisaeng.
Gisaeng atau wanita penghibur, dipekerjakan oleh negara dan menjadi milik
negara. Para gisaeng ini mendapatkan pelatihan sehingga tidak heran jika mereka
memiliki keahlian seperti menulis puisi, menari, dan memainkan alat musik
walaupun keahlian mereka dipandang sebelah mata karena status sosialnya yang
rendah. Beberapa gisaeng yang terkenal karena karya sastranya pada dinasti
Choseon yaitu Yi Mae Chang, Hong Rae dan Hwang Jin Yi. Hwang Jin Yi yang
juga dikenal dengan nama Myeongwool adalah seorang gisaeng terkenal pada
1 http://www.ktlit.com/korean-literature/ideology-culture-han-and-the-female-writer-in-korea
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
7
dinasti Choseon karena kecantikannya dan keahliannya dalam memainkan alat
musik serta menulis puisi. Ia lahir di Kaesong pada tahun 1506. Hwang Jin Yi
adalah keturunan tidak sah dari seorang yangban yang pada saat itu tergoda oleh
kecantikan ibu Hwang Jin Yi.
Hidup sebagai seorang gisaeng berarti hidup tanpa memiliki hubungan yang
berarti dengan seorang pria dan hal ini juga yang menjadi salah satu alasan kenapa
Hwang Jin Yi menjadi seorang gisaeng. Sewaktu ia remaja, kecantikan yang
dimilikanya menarik perhatian seorang anak yangban. Keduanya jatuh cinta,
tetapi karena status Hwang Jin Yi sebagai anak tidak sah dan berasal dari kelas
bawah, hubungan mereka merupakan sebuah kesalahan dari awal. Hingga
terjadilah kematian mendadak anak dari yangban tersebut. Kematian kekasihnya
mengubah pandangan Hwang Jin Yi terhadap pria dan cinta.
Hwang Jin Yi memutuskan untuk menjadi seorang gisaeng ketika datang seorang
pemuda yang melihat kecantikannya kemudian meninggal dan Hwang Jin Yi
meletekkan sebuah sapu tangan putih sebagai tanda ia turut berduka atas
kematiannya. Hwang Jin Yi adalah gisaeng yang paling terkenal di eranya karena
ia memilih cara hidupnya sendiri sehingga berbeda dari gisaeng yang lain serta
memiliki ketertarikan terhadap kehidupan masyarakat sosial.
Garis pemisah antara laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, sangatlah kuat
pada jaman dinasti Cheoson. Korea menjadikan Konfusianisme sebagai panutan
dalam menjalani hidup. Berdasarkan Konfusianisme (Lee, Ki Baek, 175-174),
peran seorang perempuan adalah tinggal di rumah, memasak, dan mengurus suami
serta anaknya, sedangkan peran lelaki adalah mencari kerja dan bersosialisasi.
Pencipta kelas sosial tersebut adalah masyarakat kelas yangban yang hidupnya
dibiayai oleh pemerintah. Gisaeng, sebaliknya, adalah perempuan simpanan lelaki
kelas Yangban yang dibayar untuk memuaskan nafsu dan menghabiskan dompet
mereka sebagai imbalannya. Seorang gisaeng memiliki kehidupan yang lebih
bebas dibandingkan wanita biasa. Konfusianisme memandang profesi sebagai
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
8
gisaeng adalah hal yang memalukan karena seorang wanita seharusnya hanya
dilatih untuk memasak dan membersihkan rumah.
Selain karena kecantikannya, Hwang Jin Yi juga adalah seorang yang sukses
dalam memainkan alat musik geomungo dan menulis sijo. Geongmungo adalah
alat musik petik yang bentuknya seperti kecapi. Geongmungo adalah salah satu
alat musik yang dibuat pada masa dinasti Choseon. Sijo adalah jenis puisi yang
paling berkembang pada periode ini. Sijo adalah bentuk puisi yang terdiri dari tiga
baris. Alunan musik yang indah ikut menemani saat membaca sijo.
Sijo karya Hwang Jin Yi mendapat pengaruh dari berbagai hal, khususnya
mendapat pengaruh dari paham neo Konfusianisme yang mempengaruhi
kehidupannya sebagai wanita penghibur, serta keindahan alam di sekelilingnya.
Banyak puisi-puisinya mengambil tema mengenai keindahan alam, tetapi penulis
lebih menitikberatkan pada salah satu puisi Hwang Jin Yi yang berjudul 동짓달
기나긴 밤을 (dongjitdal ginagin bameul- malam bulan November yang panjang)
dan menganalisisnya dengan analisis sosiologis sastra. Menurut Junus, dikutip
dalam Sawadi (2011), metode analisis sosiologi terbagi menjadi dua, yaitu (1)
sociology of literature dan (2) literary sociology. Dalam jurnal ini, penulis
menggunakan metode kedua, yaitu literary sociology yang menjelaskan mengenai
keadaan sosial suatu masyarakat yang mempengaruhi sebuah karya sastra.
2. Tinjauan Teoritis
2.1 Pengertian Sosiologi Sastra
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan
hasil terakhir daripada perkembangan ilmu pengetahuan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1989:855). Sosiologi sastra merupakan pengetahuan tentang
sifat dan perkembangan masyarakat dari atau mengenai sastra karya para kritikus
dan sejarawan, terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
9
lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik dan soaialnya, kondisi
ekonomi serta khalayak yang ditujunya. Sosiologi lahir pada saat-saat terakhir
perkembangan ilmu pengetahuan, oleh karena sosiologi didasarkan pada
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.
Selanjutnya Camte berkata bahwa sosiologi dibentuk berdasarkan pengamatan
dan tidak pada spekulasi-spekulasi perihal keadaan masyarakat dan hasil-hasil
observasi tersebut harus disusun secara sistematis dan motodologis (Suekanto,
1982:4).
Menurut Damono dalam (Suwadi, 2011:8) dapat dijelaskan secara singkat bahwa
sosiologi adalah studi objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat;
telaah tetang lembaga dan proses sosial. Seperti halnya sosiologi, sastra memiliki
hubungan dengan manusia dalam masyarakat, bagaimana manusia berperilaku
dalam kehidupan sosialnya, sehingga hal inilah yang membuat sosiologi dan
sastra saling berhubungan. Dalam hal ini, sastra dan sosiologi berbagi masalah
yang sama. Sastra tidak akan lepas dari masalah sosial karena itu studi sosiologi
merupakan hal yang tepat untuk membahas hubungan antara sastra dan hal-hal
lain di luar sastra.
Sosiologi sastra adalah ilmu yang memanfaatkan faktor sosial sebagai pembangun
sastra. Faktor sosial diutamakan untuk mencermati karya sastra (Suwadi, 2011).
Sosiologi dan sastra memiliki pandangan yang sama tentang fakta kemanusiaan.
Menurut Junus (1986:2) metode sosiologi sastra sendiri ada dua corak, yaitu (1)
sociology of literature dan (2) literary sociology. Sociology of literature adalah
sebuah pandangan mengenai sosiologi yang mempengaruhi sastra, masyarakat
yang membentuk sebuah karya sastra. Literary sociology menekankan bahwa
sebuah karya sastra dapat menggambarkan situasi atau keadaan masyarakat.
Perspektif dari jurnal ini adalah literary sociology yang menitik beratkan pada
karya sastra yang menggambarkan keadaan sosial.
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
10
Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu
kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat
zaman itu. Pengarang mengubah karyanya selaku seorang warga masyarakat pula
(Luxenburg, Bal, dan Willem G. W. terjemahan Dick Hartoko. 1084:23).
Pendekatan sosiologi sastra melihat sastra dari berbagai struktur sosial, hubungan
kekeluargaan, pertentangan kelas dan juga menghubungkan pengalaman tokoh-
tokoh ciptaan pengarang dan situasi ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah
pada saat karya dibuat.
Lebih lanjut dikatakan bahwa hubungan antara sastra dan masyarakat dapat diteliti
dengan cara:
1. Faktor-faktor di luar teks, gejala kontek sastra, teks itu tidak ditinjau.
Penelitian ini menfokuskan pada kedudukan pengarang dalam masyarakat,
pembaca, penerbitan dan seterusnya. Faktor-faktor konteks ini dipelajari
oleh sosiologi sastra empiris yang tidak dipelajari, yang tidak
menggunakan pendekatan ilmu sastra.
2. Hal-hal yang bersangkutan dengan sastra diberi aturan dengan jelas, tetapi
diteliti dengan metode-metode dari ilmu sosiologi. Tentu saja ilmu sastra
dapat mempergunakan hasil sosiologi sastra, khususnya bila ingin meniti
persepsi para pembaca.
3. Hubungan antara (aspek-aspek) teks sastra dan susunan masyarakat sejauh
mana system masyarakat serta jaringan sosial dan karyanya, melainkan
juga menilai pandangan pengarang.
Pendekatan sosiologi sastra jelas merupakan hubungan antara sastra dan
masyarakat, literature is an exspreesion of society, artinya sastra adalah ungkapan
perasaan masyarakat. Maksudnya, masyarakat mau tidak mau harus
mencerminkan dan mengespresikan hidup (Wellek and Werren, 1990:110).
Hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat oleh Wellek dan Werren dapat
diteliti, salah satunya melalui sosiologi pengarang. Sosiologi pengarang
menyangkut masalah pengarang sebagai penghasil karya sastra.
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
11
Mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial pengarang, dan ketertiban
pengarang di luar karya sastra.
2.2. Pengertian Puisi
Puisi adalah sebuah imajinasi yang kata yang didapat dari sebuah kesadaran
manusia, baik berupa gagasan atau pengalaman yang disusun sedemikian rupa
serta menonjolkan keindahannya dalam susunan kata serta irama. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, puisi adalah gubahan di bahasa yang bentuknya dipilih
dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan
pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama,
dan makna khusus (Departemen Pendidikan Nasional, 2005:903).
2.3. Pengertian Sijo
Asal mula munculnya sijo belum diketahui secara jelas oleh para cendikiawan,
namun beberapa teori mengatakan sijo adalah bagian dari hyangga di jaman
kerajaan Silla; kedua, puisi budha yang di impor di jaman dinasti Ming; ketiga,
puisi ini merupakan bentuk baru yang ditemukan dalam proses penerjemahan
puisi Cina ke dalam bahasa Korea; keempat, puisi ini adalah modifikasi dari puisi
pendek pada jaman dinasti Koryo; kelima, puisi ini dinyanyikan oleh shaman dan
mengandung unsur-unsur shamanism.2
Sijo adalah puisi dalam bentuk pendek yang biasanya berjumlah tiga baris yang
terdiri dari empat belas hingga enam belas suku kata, tidak memiliki ritme, dan
setiap kata didalamnya memiliki makna yang dalam.3
Sijo menggambarkan
perasaan atau emosi seperti kesedihan, kegembiraan, kemarahan, penyesalan, dan
kenyataan. Pada awalnya sijo adalah sebuah jenis lagu yang dinyanyikan diiringi
dengan seruling. Banyak sijo mengambil tema alam dan menggunakan simbol-
2 Peter H. Lee (trans.), Anthology of Korean Poetry. New York: The John Day Company, 1964
3 Idem
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
12
simbol alam. Pada abad ke-18, tema humor dan kesederhanaan menjadi bagian
dari sijo.
3. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode analisis sosiologis.
Metode analisis sosiologis ini menganalisis karya sastra dilihat dari sosiologi
pengarang, yaitu metode analisis yang melihat dari segi kepengarangannya.
Analisis sosiologis pengarang tidak lepas dari unsur-unsur ekstrinsik yang
membangun karya sastra tersebut. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang terdapat di
luar karya tersebut. Unsur ekstrinsik ini tidak berhubungan secara langsung dalam
menulis sebuah karya. Unsur ekstrinsik berperan sebagai unsur yang
memengaruhi bagan sebuah cerita. Oleh karena itu untuk dapat menganalisis
unSur ekstrinsik tentunya harus mencari informasi mengenai seniman sosok
seniman tersebut (Sutarni dan Sukardi, 2008: 87-88).
Sehubungan dengan tujuan penulisan ini, penulis hanya menganalisis dari status
sosial, ideologi sosial, dan latar belakang sosial budaya pengarang yang
mempengaruhi karya sastra pengarang tersebut.
2. ANALISIS SOSIOLOGIS PUISI KARYA HWANG JIN YI <동짓달
기나긴 밤을> (Dongjitdal Ginagin Bameul – Malam Musim Dingin yang
Panjang)
Pada karya ini penulis akan meneliti mengenai latar belakang sosial, ekonomi,
budaya, dan pendidikan penyair saat ia menulis puisi tersebut kemudian
mengaitkannya dengan puisi <동짓달 기나긴 밤을> (Dongjitdal Ginagin Bameul
– malam bulan November yang panjang).
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
13
2.1 Kehidupan Hwang Jin Yi Sebagai Gisaeng
Hwang Jin Yi lahir pada tahun 1506 pada dinasti Choseon. Ia lahir dari ibu
seorang gisaeng yang berselingkuh dengan lelaki dari golongan Yangban. Pada
masa itu, pengaruh Neo-Konfusianisme sangat kental. Neo-Konfusianisme
mengatur hampir segala aspek dalam dinasti Choseon, seperti ekonomi, sosial dan
pendidikan. Diskriminasi status sosial seperti membagi jurang pemisah antara
kaum yangban (golongan atas) dan chonin (golongan bawah) memberi pengaruh
yang besar terhadap pertumbuhan Hwang Jin Yi.
Penting untuk mengetahui apa yang membentuk Hwang Jin Yi sebagai seorang
gisaeng yang terpandang. Pertama penulis akan membahas peristiwa-peristiwa
penting yang terjadi dalam hidupnya. Hwang Jin Yi lahir pada jaman dinasti
Choseon. Dinasti Cheoson dipimpin oleh raja Jungjong yang membawa ajaran
Neo-Konfusianisme yang sangat mempengaruhi bakat Hwang Jin Yi dalam
berkarya.
Dapat dimengerti jika hubungan sosial bagi gisaeng tidak bermakna karena
hubungan seorang gisaeng dan para lelaki hampir hanya seperti hubungan
prostitusi. Akan tetapi mungkin hal ini yang membuat Hwang Jin Yi memutuskan
menjadi seorang gisaeng. Alkisah ketika ia masih remaja, kecantikannya sangat
terkenal dan membuat seorang pemuda yangban jatuh cinta kepadanya. Mereka
saling jatuh cinta, tetapi karena status Hwang Jin Yi yang berasal dari golongan
rakyat jelata, hubungan mereka terpaksa berkahir. Pemuda yangban tersebut
meninggal karena sakit. Hal ini mungkin penyebab utama yang membuat Hwang
Jin Yi merubah pandangannya terhadap cinta dan lelaki dan ia memutuskan
menjadi seorang gisaeng.
Pandangannya terhadap laki-laki tidak sepenuhnya buruk berkat kehadiran
seorang cendikiawan bernama Seo Kyung Duk. Seo Kyung Duk berhasil
mengubah pandangan Hwang Jin Yi terhadap cinta dan lelaki. Tidak seperti
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
14
sebelumnya, kali ini cinta Hwang Jin Yi terhadap Seo Kyung Duk bertepuk
sebelah tangan. Seo Kyung Duk adalah seorang cendikiawan terkenal yang hidup
sederhana dan belajar tentang filosofi manusia. Ia memiliki sebuah kelompok
belajar yang terdiri dari beberapa murid, termasuk Hwang Jin Yi. Hwang Jin Yi
menamai Seo Kyung Duk dengan sebutan “tiga keajaiban Kaesong” termasuk
Hwang Jin Yi sendiri dan air terjun Pakyon yang terkenal.
Seo Kyung Duk adalah satu-satunya lelaki yang tidak jatuh dalam pelukan Hwang
Jin Yi dan hal itulah yang justru membuat Hwang Jin Yi semakin tertarik. Kisah
cinta pertama Hwang Jin Yi yang berakhir tragis membuatnya merasa dikhianati,
terutama oleh kaum yangban yang memandangnya sebelah mata. Tetapi, Kyung
Duk juga adalah satu-satunya lelaki dari kaum yangban yang tidak
memandangnya sebelah mata.
Selama karirnya sebagai gisaeng, Hwang Jin Yi banyak bertemu dengan lelaki,
diantaranya adalah SoSeyang, seorang bangsawan kaum Yangban yang akhirnya
menyesal ketika ia harus menelan ludahnya sendiri pada saat ia berkata, “laki-laki
yang jatuh kepelukan wanita bukanlah laki-laki”. Ia memutuskan untuk tinggal
selama sebulan dengan Hwang Jin Yi dan berencana meninggalkannya. Namun,
hal yang terjadi adalah ia menyesal meninggalkan Hwang Jin Yi.
Berikutnya adalah seorang penyanyi dan artis terkenal bernama Yi Sajong. Yi
Sajong dan Hwang Jin Yi berjanji untuk hidup bersama selama satu tahun akan
tetapi, Hwang Jin Yi kemudian meninggalkannya. Kemudian, muncullah sosok Yi
Saeng, seorang body guard yang menemani Hwang Jin Yi dalam perjalanannya.
Yi Saeng merupakan seorang figure ayah yang tidak pernah Hwang Jin Yi
temukan sebelumnya.
2.2 Neo-Konfusianisme
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
15
Neo-Konfusianisme bertujuan untuk membuat paham yang lebih rasional dan
sekuler dari Konfusianisme dengan cara menolak takhayul dan elemen mistis dari
ajaran Taoisme dan Buddhisme yang mempengaruhi Konfusianisme selama dan
setelah dinasti Han.4 Neo-konfusianisme masih menggunakan beberapa unsur dari
Taoisme dan Budha ke dalam konsep dan filosofinya.
Neo-konfusianisme merupakan ideologi yang utama pada masa dinasti Joseon
(1392-1910). Penemu dinasti Joseon adalah atas koalisi kaum cendikiawan
Konfusianisme dan kaum militer. Raja pertama dinasti Joseon, Yi, membuang
agama Budha yang merupakan agama pada saat dinasti Koryo. Yi mengadopsi
filosofi neo-Konfusianisme dan menjadikannya sebagai ideologi negara dan
menggunakannya untuk kekuatan sosial dan politiknya.
Dalam mengaplikasikan paham Neo-Konfusianisme, dinasti Joseon sangat
dogmatis dan ketat. Pada dinasti Joseon, hanya pria dari kelas yangban (kaum
kelas atas) yang boleh mengikuti ujian pegawai pemerintahan meskipun jumlah
yangban kurang dari 10% populasi Joseon. Kaum yangban terbagi dalam dua
kelas, yaitu sadaebu dan sonbi. Sadaebu berasal dari kata taebu yang berarti
pejabat ranking empat dan ke atas, sedangkan sa, adalah pejabat ranking lima
kebawah. Digabungkan, sadaebu mewakili tingkatan kelas pejabat.5
Dibandingkan dengan sadaebu, yangban lebih mengarah ke politik. Saat kaum
sadaebu ini menyerang kaum yangban, jika berhasil, sadaebu yang bukan bagian
dari pemerintahan nantinya akan menjadi kaum aristokratrat dan kekuatan
konservatif dalam pemerintahan. Dalam masa dinasti Joseon, sadaebu adalah
birokrat dan cendikiawan terdidik yang menjadi terkenal dengan melewati ujian
pegawai kerajaan tetapi status mereka tidak dipertimbangkan sebagai aristokrat
(bangsawan). Dalam sejarahnya, sadaebu adalah kaum intelektual yang mengatur
kelas di Asia timur. Di Cina, setelah dinasti Sung, sadaebu memiliki arti sebagai
“seorang birokrat yang lolos ujian pemerintahan, dan tuan tanah”. Di Korea,
4Blocker, H. Gene; Starling, Christopher L. (2001). Japanese Philosophy. SUNY Press. p. 64.
5 Deuchler, Martina.(1992). The Confucian Transformation of Korea: A Study of Society and
Ideology. Harvard-Yenching institute monograph series. p. 92.
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
16
sadaebu adalah sebutan yang digunakan untuk “pria terdidik yang membawa
politik di bahu mereka”.6
Bidang ekonomi dan sosial, penguasaan tanah diatur oleh kelas atas dan sisanya,
yaitu kaum kelas bawah yang menggarap tanah tersebut. Fundamental
karakteristik dari feudalisme terpusat menjadi lebih terkonsolidasi di bawah
kekuasaan kerajaan. Contohnya seperti monopoli dalam sektor kerajinan tangan
dan perdagangan.
2.3 Puisi <동짓달 기나긴 밤을 > (Dongjitdal Ginagin Bameul – malam
musim dingin yang panjang)
Puisi ini merupakan salah satu puisi terkenal karya Hwang Jin Yi yang
bertemakan cinta. Puisi-puisi karya Hwang jin Yi bertemakan cinta dan keindahan
alam. Puisi <동짓달 기나긴 잠을> (Dongjitdal Ginagin Bameul) ini berjenis sijo
dan bertemakan cinta. Pada abad ke-13 sampai abad ke-14, berkembanglah model
puisi yaitu sijo yang ditulis mengunakan bahasa Korea dan terdiri dari suku kata
berjumlah 12 hingga 15 suku kata dalam tiga baris. Suku katanya tidak pernah
lebih dari lima belas suku kata. Sijo karya Hwang Jin Yi ini menjadi sangat
terkenal karena sijo seharusnya tidak boleh ditulis oleh wanita, melainkan oleh
para sadaebu. Kedua, meskipun bukan penganut buddhisme, tetapi ia mempelajari
dan mengaplikasikan ajaran budhisme dalam kehidupan sosialnya. Ketiga, Sijo
tersebut juga harus menggunakan aturan penulisan dan tema tertentu.
“동짓달 기나긴 밤을 한 허리를 버혀 내여
춘풍 이불 아래 서리서리 넣었다가
어론 님 오신 날 밤이여든 굽이굽이 펴리라”
Terjemahan bebas :
“ Aku akan memotong sebagian dari malam musim dingin yang panjang
Dan menyimpnnya di balik selimut yang hangat pada musim semi yang menyenangkanku
6 http://www.newworldencyclopedia.org/entry/yangban
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
17
kemudian menyibakan musim semi itu pada malam kekasih hatiku datang
Puisi ini ditujukan kepada So Kyeongduk, seorang cendikiawan terkenal di masa
itu sekaligus sebagai lelaki yang menolak cinta Hwang Jin Yi. Kalimat pertama
pada puisi ini, 동짓달 기나긴 밤을 한 허리를 버혀 내여 (dongjitdal ginagin
bameul han horirel beohyeo naeyeo) kalimat ini menggambarkan malam musim
dingin pada bulan november, Hwang Jin Yi merasakan kesepian dan kesedihan
merindukan So Kyeongduk. Kata (동짓달 - dongjit) memiliki arti kesendirian,
kesedihan dan dingin. Kejenuhan (기나긴 - ginagin) menunggu kekasih yang tak
datang, dan malam (밤 - bam) kegelapan karena hilangnya kekasih hati.
Kalimat pada bait kedua, 춘풍 이불 아래 서리서리 넣었다가 (chunphung ibul
arae sorisori nootdaga) memiliki makna menunggu datangnya musim semi.
Kata 이불 아래 서리서리( ibul arae sori sori) yang artinya menumpukan sesuatu
diatas sesuatu memiliki makna tersirat musim dingin yang indah menunggu
digantikan dengan datangnya musim semi.
Kalimat pada bait terakhir, 어론 님 오신 날 밤이여든 굽이굽이 펴리라 (oron nim
osin nal bamioden gupi gupi phyeorira) memiliki makna ingin bersama dengan
orang yang dicintainya (어런님- oron nim) dan rasa rindu yang
memuncakdan. Kata malam (밤 – bam) disini memiliki dua arti. Malam pada
bait kedua menggambarkan malam musim dingin panjang saat Hwang Jin Yi
sendiri dan kesepian menunggu kekasih. Malam di bait kedua menggambarkan
malam yang pendek saat ia bertemu kekasih. Pada bait kedua dan ketiga
menggambarkan perbedaan yang mencolok.
Puisi ini ditulis pada suatu bulan dalam setahun dimana Hwang Jin Yi sangat
merindukan orang yang dicintainya sehingga ia tidak bisa tidur. Hwang Jin Yi
kemudian menuangkan perasaannya kedalam puisi. Ia mengungkapkan secara
implisit, yakni kalimat “동짓달 기나긴 밤을 한 허리를 버혀 내여춘풍 이불 아래
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
18
서리서리 넣었다가” yang memiliki arti kesunyian yang panjang kemudian
menggantinya dengan waktu (musim semi) ketika bertemu dengan sang kekasih
dan menginginkan agar dapat lebih lama menghabiskan waktu bersama kekasih.
Sijo ini sangat sederhana dan gambaran utama dalam puisi ini adalah malam.
Malam bulan November yang panjang ini dibagi menjadi dua malam. Malam
yang pertama adalah malam yang dingin dan tidak ada cinta, tetapi malam pada
bait kedua berubah menjadi malam musim semi yang penuh cinta dan
kebahagiaan (A Hundred love poems from old Korea, hlm.45). Proses dalam
mengungkapkan makna kata “malam”, menggabungkan perasaan dan peristiwa
yang kontras, seperti; gelap dan terang, hangat dan dingin yang juga digunakan
sebagai pengungkapan waktu dalam puisi tersebut.
Kesetiaan Hwang Jin Yi mencerminkan kendala dalam kehidupan sosialnya
sendiri. Ia menjalani kehidupan sosialnya sambil menyandang status seorang
gisaeng7
. Hwang Jin Yi mendapat kebebasan dalam bersosialisasi dengan
berbagai golongan kelas sosial. Puisi Hwang jini adalah sebagai pengaruh dari
kompleksnya kehidupan sosial dan norma pada era dinasti Choseon.
Penulisan puisi ini dipengaruhi oleh berbagai hal yang dialami Hwang Jin Yi. Ia
menuliskan puisi ini pada saat ia merindukan kekasihnya yang telah meninggal.
Hwang Jin Yi menaruh dendam pada sistem pemerintahan yang telah
memisahkannya dengan cinta sejatinya akibat perbedaan status sosial. Percintaan
antara kaum yangban dan kelas bawah tidak disetujui oleh ideologi Neo-
Konfusianisme. Hwang Jin Yi juga mendapatkan pengajaran mengenai Buddha
ketika ia berkelana8. Hwang Jin Yi, dapat bergaul dengan lelaki dari kelas
yangban dan dapat membuktikan bahwa dirinya adalah seorang wanita yang
bebas, elegan dan yang paling penting, menampik ideologi Neo-Konfusianisme.
7 Constantine Contogenis and Wolhee Choe, Songs of the Kisaeng: Courtesan Poetry of the Last
Korean Dynasty, pp. 14-15 8 http://www.asiae.co.kr/news/view.htm?idxno=2011122311260029128
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
19
3. Simpulan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Hwang Jin Yi lahir pada masa
pemenrintahan raja yang korup. Raja penggantinya, raja JungJong membawa
ideologi neo Konfusianisme kedalam dinasti Choseon. Ideologi inilah yang
membentuk Hwang Jin Yi menjadi seorang gisaeng yang bebas bergaul dengan
setiap lelaki yang ia mau. Keadaan sosialnya membentuk doktrin di dalam
pikirannya, bahwa ia membenci neo Konfusianisme dan tidak peduli batasan yang
ditetapkan oleh Neo-Konfusianisme. Ketika Hwang Jin Yi meninggal pun, ia
ingin abunya dibuang ke sungai dan bebas tanpa perlu harus melakukan upacara-
upacara kematian seperti peraturan Neo-Konfusianisme bahwa kematian
merupakan tanggung jawab masyarakat sosial.
Neo Konfusianisme banyak mempengaruhi kehidupan sosial dinasti Choseon dan
neo Konfusianisme juga yang mengekangnya sebagai seorang gisaeng yang
kurang nilai-nilai tradisional. Secara alamiah, tentu Hwang Jin Yi akan membenci
ajaran Konfusianisme, seperti pandangan Konfusianisme tentang kelas sosial.
Karakter dan peran Hwang Jin Yi menjadikannya sebagai sebuah simbol
kebebasan, sebuah jiwa yang tersesat yang akhirnya menemukan puisi sebagai alat
untuk mengespresikan dirinya.
Sijo yang berjudul 동짓달 기나긴 밤을 (dongjitdal ginagin bameul) ini terkenal
bukan hanya karena ditulis oleh seorang gisaeng tetapi juga karena ia beda dengan
sijo pada umumnya. Sijo ini menggunakan tema cinta, kerinduan terhadap
seseorang yang bahkan pada masa itu, tema seperti ini dilarang digunakan dalam
menulis sijo. Hwang Jin Yi yang seorang gisaeng menambah minat orang-orang
untuk mengetahui sijo tersebut karena pada masa itu sijo hanya boleh ditulis oleh
kalangan cendikiawan.
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
20
Dapat disimpulkan bahwa latar belakang sosial, ekonomi, dan ideologi Hwang Jin
Yi, memberikan peran dalam penulisan sijo tersebut. Sijo karya Hwang Jin Yi
membuka era baru dalam perkembangan sijo, sehingga mulai banyak masyarakat
awam yang juga menulis sijo. Hwang Jin Yi memang bukan seorang penganut
Budha, tetapi ia memasukan unsur Budha kedalam sijo tersebut untuk
menunjukan ketidak sukaannya terhadap ideologi Neo-Konfusianisme.
Daftar Referensi
오세영. (2007). 한국 현대詩 사. 서울. 민음사.
Duncan, John B. (2000). The Origins of the Chosŏn Dynasty. Seattle: University
of Washington.
Eckert, Carter J. (1990). Korea, Old and New: A History. Seoul: Ilchokak.
Hadlock, Heather. The Courtesan's Arts: Cross-Cultural Perspectives/Music of
the Sirens.
Kendall, Laurel, and Mark Peterson, eds. (1983). Korean Women: View from the
Inner Room. New Haven: East Rock.
Kim-Renaud, Young-Key. (2004). Creative Women of Korea: The Fifteenth
Through the Twentieth Centuries. Armonk: M.E. Sharpe.
Kim-Unsong. (1987). Classical Korean Poems (SIJO). One mind press.
Kwon Dobbs, Jennifer. Paper Pavillion. (2007). 1st ed. Vol. 12. Buffalo: White
Pine, Print. The White Pine Press Poetry Prize.
Lee, Insuk. Convention and Innovation: The Lives and Cultural Legacy of the
Kisaeng in Lee, Ki-baek. (1984). A New History of Korea. Trans. Edward W.
Wagner. Seoul: Ilchokak.
Lee, Peter H. (1990). Anthology of Korean Literature: From Early Times to the
Nineteenth Century. Honolulu: University of Hawaii.
Dokumen Online
Colonial Korea (1910-1945). Seoul Journal of Korean Studies 23.1 (2010): 71-
93. S-Space Open Repository and Archive. Seoul National University. Web.
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014
21
<http://sspace.snu.ac.kr/bitstream/10371/71074/1/Convention%20and%20In
novation.pdf>.
Journal of the American Musicological Society 61.3 (2008): 633-87. Web.
Artikel, Blog, Forum Online
http://tidarvi.blogspot.com/2011/11/unsur-ekstrinsik-karya-sastra.html. Accesed on
December 16, 2013.
http://clupst3r.wordpress.com/2012/10/23/100-pengertian-puisi-menurut-para-ahli/.
Accesed on December 16, 2013.
http://hamsmars.wordpress.com/2011/01/27/analisis-sosiologi-sastra-antara-
religiusitas-pengarang-dengan-karyanya-sebuah-studi-literatur-terhadap-novel-
ayat-ayat-cinta-karya-habiburrahman-el-shirazy/. Accesed on December 10, 2013.
Korean Perspective on Poetry. Accesed on December 16, 2013 from
http://hompi.sogang.ac.kr/anthony/Outline.htm
http://blog.naver.com/PostView.nhn?blogId=in_sunlight&logNo=80187752726&redir
ect=Dlog&widgetTypeCall=true. Accesed on December 16,2013.
http://blog.naver.com/PostView.nhn?blogId=kstcher&logNo=130152060614. Accesed
on January 19, 2014.
http://blog.naver.com/PostView.nhn?blogId=meaculpa3&logNo=140150512230.
Accesed on January 19, 2014.
Puisi Dongjitdal ..., Hestiara Prasasti, FIB UI, 2014