PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

29
UNIVERSITAS INDONESIA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II.1. Tinjauan Pustaka Dari berbagai penelitian sebelumnya yang membahas mengenai tanggung jawab sosial BUMN, terdapat beberapa penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nanin Wirasita Widiatmi pada skripsi yang berjudul Pelaksanaan Corporate Sosial Responsibility PT Pertamina (Persero). Penelitian lain yang relevan adalah tesis yang dibuat oleh Haris Sarwoko yang berjudul Evaluasi Penerpan Prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada PT Aneka Tambang Tbk. Selain itu pada jurnal yang ditulis oleh Etty Murwaningsari yang berjudul Hubungan Corporate Governance, Corporate Social Responsibilities, dan Corporate Financial Performance Dalam Satu Continuum. Menurut penelitian yang dilakukan Widitami, munculnya paradigma kepentingan tercerahkan (Enlightened Self-interest) pada sisi pertengahan mengungkapkan, stabilitas dan kemakmuran ekonomi jangka panjang hanya akan dapat dicapai jika perusahaan juga memasukkan unsur tanggung jawab sosial kepada masyarakat paling tidak dalam tingkat minimal. Asumsi dasar dari aliran pemikiran ini, pertama, adalah bahwa setiap perusahaan dengan sukarela sesuai dengan kekuatan dan kelemahannya dapat mengembangkan dan menjalankan CSR. Pendukung aliran ini menolak campur tangan negara dalam mengatur CSR di perusahaan. Kedua, kepedulian terhadap masyarakat atau konsumen dapat mendorong keuntungan ekonomi suatu perusahaan. Ketiga, keberadaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari masyarakat tempat perusahaan tersebut beroperasi. Enlightened self interest atau kepentingan perusahaan yang tercerahkan, berarti memasukan dimensi masyarakat tanpa mengabaikan tujuan utama dari perusahaan yaitu mengejar keuntungan semaksimal mungkin. Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

description

PT. ANTAM (ambil manfaat gcg)

Transcript of PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

Page 1: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II.1. Tinjauan Pustaka

Dari berbagai penelitian sebelumnya yang membahas mengenai tanggung

jawab sosial BUMN, terdapat beberapa penelitian yang dianggap relevan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Nanin Wirasita Widiatmi pada skripsi yang

berjudul Pelaksanaan Corporate Sosial Responsibility PT Pertamina (Persero).

Penelitian lain yang relevan adalah tesis yang dibuat oleh Haris Sarwoko yang

berjudul Evaluasi Penerpan Prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada PT

Aneka Tambang Tbk. Selain itu pada jurnal yang ditulis oleh Etty Murwaningsari

yang berjudul Hubungan Corporate Governance, Corporate Social

Responsibilities, dan Corporate Financial Performance Dalam Satu Continuum.

Menurut penelitian yang dilakukan Widitami, munculnya paradigma

kepentingan tercerahkan (Enlightened Self-interest) pada sisi pertengahan

mengungkapkan, stabilitas dan kemakmuran ekonomi jangka panjang hanya akan

dapat dicapai jika perusahaan juga memasukkan unsur tanggung jawab sosial

kepada masyarakat paling tidak dalam tingkat minimal.

Asumsi dasar dari aliran pemikiran ini, pertama, adalah bahwa setiap

perusahaan dengan sukarela – sesuai dengan kekuatan dan kelemahannya – dapat

mengembangkan dan menjalankan CSR. Pendukung aliran ini menolak campur

tangan negara dalam mengatur CSR di perusahaan. Kedua, kepedulian terhadap

masyarakat atau konsumen dapat mendorong keuntungan ekonomi suatu

perusahaan. Ketiga, keberadaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari

masyarakat tempat perusahaan tersebut beroperasi. Enlightened self interest atau

kepentingan perusahaan yang tercerahkan, berarti memasukan dimensi

masyarakat tanpa mengabaikan tujuan utama dari perusahaan yaitu mengejar

keuntungan semaksimal mungkin.

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 2: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

13

Pada tesis yang dibuat oleh Haris Sarwoko menegaskan bahwa intinya

corporate governace tidak berbicara tentang kekuasaan, melainkan berkaitan

dengan upaya pencarian cara-cara yang dapat menjamin keputusan-keputusan

dibuat secara efektif. Agar proses pembuatan keputusan perusahaan dapat

berlangsung secara efektif, maka dibutuhkan hubungan kolaboratif di antara

pihak-pihak manajemen dengan dewan komisaris (board of directors). Dalam hal

ini, dewan komisaris (BoD) tidak hanya sekedar berperan sebagai pengawas dari

tindakan direksi (pihak manajemen) tetapi juga berperan sebagai ’partner’ direksi

(pihak manajemen) di dalam proses pembuatan keputusan perusahaan.

Dari pendapat tersebut diatas terlihat bahwa CG tidak hanya dipandang

sebagai sistem yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku

atau tindakan dari para manajer melainkan juga sebagai sistem yang dapat

menjamin terciptanya proses pembuatan keputusan yang efektif dengan cara

melibatkan atau mengundang partisipasi dari pemegang saham dan anggota dewan

di dalam proses pembuatan keputusan perusahaan. Ini berarti telah terjadi

pergeseran penekanan dari pengertian konsep CG, yaitu dari pengertian yang

memfokuskan pada kegiatan pemantauan prilaku atau tindakan dari para manajer

menjadi pengertian yang lebih menekankan pada perbaikan dalam proses

pembuatan keputusan.

Pada jurnal yang ditulis oleh Murwaningsari diungkapkan bahwa

Pelaksanaan GCG sangat diperlukan untuk memenuhi kepercayaan masyarakat

dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perindustrian untuk

berkembang dengan baik dan sehat yang tujuan akhirnya untuk mewujudkan

stakeholder value.

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 3: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

14

Tabel 5: perbandingan pemikiran mengenai GCG dan CSR

1 2 3 4

PENELITI Nanin Wirasita Widiatmi(S1)

Haris Sarwoko (S2)Etty Murwaningsih

(Jurnal)Penulis

JUDULPENELITIAN

Pelaksanaan CorporateSosial Responsibility PTPertamina (Persero) (StudiDesdkriptif Pada ProgramSehati Periode Tahun 2007di posyandu KartiniKecamatan Koja)

Evaluasi Penerpan Prinsip-prinsip Good CorporateGovernance pada PT AnekaTambang Tbk.

Hubungan CorporateGovernance, CorporateSocial Responsibilities,dan Corporate FinancialPerformance DalamSatu Continuum.

Pelaksanaan GoodCorporateGovernance PadaProgram CorporateSocial ResponsibilityPT Antam Tbk.

1. Mengetahui latarbelakang pelaksanaan CSRpada PT Pertamina(Persero).

1. Untuk menggambarkandan mengevaluasipenerapan prinsip GCGpada PT Antam Tbk.

1. Untuk mengetahuipenerapan prinsip-prinsip GCG dalamimplementasinya padaprogram CSR.

2. Menggambarkanpelaksanan programSEHATI pada PTPertamina (Persero)Sebagai salah satu bentukdari CSR Pertamina.

2. Menganalisis kendalayang dihadapi dalampenerapan prinsip-prinsipGCG pada PT Antam Tbk.

2. Untuk mengetahuihambatan implementasipenerapan GCG padaprogram CSR.

TUJUANPENELITIAN

3. Mengetahui manfaat dankendala dalam pelaksanaanProgram SEHATI pada PTPertamina (Persero).

Untukmengidentifikasipengaruh antarastruktur CorporateGovernance yangdiproksikan sebagaikepemilikaninstitusional,kepemilikanmanajerial terhadapCorporate SocialResponsibility danCorporate SocialResponsibilityterhadap corporatesocial performance.

METODEPENELITIAN

Pendekatan Kualitatifdengan Wawancara danDeskriptif.

menguraikan secaraDeskriptif Analistis, Metodepenelitian dilakukan denganstudi kepustakaan dankuisioner.

Menggunakan DataSekunder dari laporantahunan 2006perusahaan publikyangterdapat di PusatReferensi Pasar Modal(PRPM) BEI.

teknik pengumpulandata melalui studikepustakaan danmelalui studi lapangan

HASILPENELITIAN

Pertamina mengelolapendanaan CSR melaluiAnggaran BiayaOperasional (ABO), denganadanya ABO Pertaminamelaksanakan kegiatanCSR dengan dana khusussendiri bukan berdasarkankeuntungan yang telahdihasilkan saja.

Penerapan prinsip-prinsipGCG PT Antam Tbk.belum berjalan secarakeseluruhan, dalam prinsipfairness perlindungan hak-hak pemegang sahamminoritas telah tertuangdalam Anggaran Dasar,tetapi belum memilikipedoman CG. Pelaksanaanresponsibility sudahberjalan melalui programcommunity development.

Mayoritas perusahaanmanufaktur yangterdaftar di BEI padatahun 2006 sudahmelakukan praktikpengungkapantanggung jawab sosial.

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 4: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

15

1 2 3 4

PENELITI Nanin Wirasita Widiatmi(S1)

Haris Sarwoko (S2)Etty Murwaningsih

(Jurnal)Penulis

Dengan adanya ProgramCommunity DevelopmentSEHATI Pertamina yangdilaksanakan di kecamatanKoja termasuk dalamprogram jangka pendek.

Untuk prinsiptransparency yang sudahberjalan dengan baikadalah adanya auditorindependen Komite Audit,satuan pengawas intern.

Melalui pendekatananalisa jalur (pathanalysis) menunjukanGCG yaitu kepemilikanmanajerial daninstitusionalmempunyai pengaruhterhadap kinerjaperusahaan(TOBINS’Q)

-

Pertamina belum memilikilaporan khusus mengenaipelaksanaan programSEHATI, termasuk laporanterhadap stakeholder.

Untuk prinsip akuntabilitasdari sisi penerapan hukum,PT Antam Tbk. telahmemenuhi regulatory framework,d an telah terbentukkomite audit dan komisarisindependen serta telahmenggunakan AuditorIndependen.

Selanjutnya hasilpenelitian ini dapatmembuktikan bahwaGCG yang diamatimelalui kepemilikanmanajerial daninstitusional,mempunyai pengaruhterhadap pengungkapanCSR.Sementara itu,CSR berpengaruhsignifikan terhadapkinerja perusahaan.

-

HASILPENELITIAN

Kendala yang dihadapi dalampenerapan GCG adalah masihkuatnya dominasi pemegangsaham mayoritas untukmengambil keputusanstrategis perusahaan dandewan komisaris kurangefektif yang disebabkan olehkurang variasinya knowledgeyang dimiliki serta akurasiinformasi juga menjadikendala bagi dewankomisaris dalam pelaksanaanfungsinya.

-

Sumber : diolah oleh peneliti.

II.2. Kerangka Pemikiran

Maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini yang dapat membantu

menggambarkan konsep penelitian yang dilakukan antara lain teori kebijakan,

manfaat dan prinsip CG, CSR dan konsep-konsep yang berkaitan, serta Konsep

Pembangunan Berkelanjutan, selanjutnya dapat dilihat sebagai berikut:

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 5: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

16

II.2.1 Teori Kebijakan

Istilah kebijakan (policy) pada prinsipnya didefinisikan cukup beragam,

bergantung para ahli dengan berbagai macam pengertian. Dalam buku yang ditulis

oleh Drs.J.E. Hosio, M.Si. Kebijakan Publik dan Desentralisasi 2007 disebutkan

bahwa menurut Robert Eyestone mendefinisikan policy sebagai “The relationship

of a government unit its Environment” (Hubungan suatu lembaga pemerintah

terhadap lingkungannya). Sedangkan Carl J. Friedrich mendefinisikan policy

sebagai “A proposed course of action of a person, group, or government within a

given environment providing obstacles and opportunities which the policy was

proposed to utilize and overcome in an effort to reach a goal or realize an

objective or a purpose.” Dengan kata lain kebijakan adalah suatu arah tindakan

yang diusulkan pada seseorang, golongan, atau pemerintah dalam suatu

lingkungan dengan halangan-halangan dan kesempatan-kesempatan, yang

diharapkan dapat memenuhi dan mengatasi halangan tersebut dalam rangka

mencapai suatu cita-cita atau mewujudkan suatu kehendak serta tujuan tertentu.

Berdasarkan beberapa batasan tersebut, dapat dipahami bahwa kebijakan

adalah suatu keputusan yang dilaksanakan oleh pejabat pemerintah untuk

kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat disini merupakan keseluruhan

kepentingan yang utuh dari perpaduan pendapat, keinginan, dan tuntutan yang

disampaikan kepada pemerintah. Berdasarkan beberapa definisi tersebut,

kebijakan dapat didefinisikan berdasarkan elemen-elemen yang terdiri atas (1)

kebijakan sebenarnya mencakup perilaku dan harapan-harapan, (2) mencakup

adanya tindakan atau ketiadaan tindakan, (3) mempunyai hasil akhir yang hendak

dicapai, (4) muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu, dan (5)

kebijakan negara menyangkut peran fungsi lembaga yang ada (Hosio, 2007).

II.2.2. Manfaat dan Prinsip-prinsip Corporate Governance

Banyak perusahaan menyusun pedoman atau kode (code) good corporate

governance. Praktek menyusun code of good corporate governance tersebut tidak

hanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Indonesia, melainkan juga oleh

Negara lain. Badan Pengelola Pasar Modal di banyak Negara menyatakan

penerapan CG di perusahaan-perusahaan public secara sehat, telah berhasil

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 6: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

17

mencegah praktek pengungkapan laporan keuangan perusahaan kepada pemegang

saham, investor, dan pihak lain yang berkepentingan secara tidak transparan.

Mereka juga mengutarakan BOD perusahaan-perusahaan yang menerapkan

prinsip CG dapat melakukan bimbingna kepada manajemen perushaan mereka

secara lebih efektif. GCG dapat membantu BOD mengarahkan dan

mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan sesuai dengan tujuan yang diinginkan

pemiliknya (Sutojo dan Aldridge, 2008).

Walaupun telah terbukti di banyak Negara penerapan prinsip-prinsip GCG

membawa banyak manfaat, namun tidak sedikit cendikiawan memberikan catatan

tentang perbedaan tingkat manfaat yang dapat tercapai masing-masing

perusahaan. Salah seorang cendikiawan yang mengutarakan hal itu adalah

Hon.Justice Owen (Commissioner of Australian Royal Commission). Dalam salah

satu paragraph laporan beliau tentang hasil analisis kejatuhan HIH Insurance

Company Ltd, sebuah perusahaan asuransi terbesar di Australia, ia mengutarakan

tentang CG bahwa manfaat optimal GCG tidak sama dari satu perusahaan ke

perusahaan yang lain bahkan pada perusahaan-perusahaan public sekalipun.

Karena perbedaan faktor-faktor intern perusahaan, termasuk riwayat hidup

perusahaan, jenis usaha bisnis, jenis resiko bisnis, struktur permodalan dan

manajemennya, manfaat yang dapat diperoleh secara optimal oleh satu perusahaan

belum tentu dapat diperoleh secara penuh oleh perusahaan yang lain. Oleh karena

itu, guna mencapai manfaat secara optimal, seringkali diperlukan modifikasi

penerapan prinsip-prinsip GCG dari satu perusahaan ke perusahaan lain.

Pengelolaan terhadap perusahaan sudah dilakukan sejak dahulu

sebagaimana dibahas dibanyak literatur manajemen. Namun demikian frasa CG

semakin mengemuka seiring dengan perkembangan kompleksitas perusahaan dan

tuntutan dari banyak pihak untuk menjadikan perusahaan memperhatikan aspek-

aspek yang lebih luas. Berbagai skandal yang melibatkan perusahaan menguatkan

pentingnya CG agar perusahaan dapat memerankan diri tidak semata sebagai

entitas yang bertujuan meraih kesejahteraan ekonomi tetapi juga sebagai entitas

yang bertujuan untuk mencapai dan meningkatkan kesejahteraan sosial termasuk

lingkungan alam.

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 7: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

18

Pendekatan atas CG yang mengadopsi perspektif konvensional menyatakan

bahwa CG dibatasi pada hubungan antara perusahaan dengan para pemegang

sahamnya. Seperti dalam buku Corporate Governance Warsono, Amalia, dan

Raharjeng 2009 Parkinson (1994) mendefinisikan CG dari perspektif keuangan

sebagai berikut :

”...the process of supervision and control intended to ensure that the company’s

management acts in accordance with the interest of shareholder.”

Disisi lain, pendekatan atas CG yang mengadopsi persektif kontemporer

menyatakan bahwa CG merupakan suatu jaringan hubungan antara sekelompok

luas pemangku kepentingan (stakeholders), tidak hanya pemegang saham

(stockholders). Berikut ini salah satu definisi CG yang mengadopsi perspektif

kontemporer dalam buku Corporate Governance Warsono, Amalia, dan Raharjeng

2009 oleh Solomon (2007) sebagai berikut :

“… the system of check and balance, both internal and external to companies

discharge their accountability to all their stakeholder and act in a socially

responsible way in all areas their business activity.”

Definisi CG berbasis perspektif kontemporer ini didasarkan pada persepsi

bahwa perusahaan dapat memaksimalkan penciptaan nilai (value creation) dalam

jangka panjang dengan menunaikan tanggung jawab terhadap semua pemangku

kepentingan.

Perkembangan terkini menunjukan bahwa CG dimaksudkan untuk

pencapaian tujuan yang lebih luas, yaitu tujuan stakeholders, disbanding sebatas

pemegang saham (Solomon, 2007; Luo, 2007; Monks and Minow, 2008). Di

Indonesia, Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan

CG sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemangku

kepentingan, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang

kepentingan internal dan eksternal lainnya.

Mendasarkan diri pada usaha pencapaian tujuan jangka panjang yang tidak

semata-mata untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi tetapi juga untuk kebutuhan

sosial, dalam buku Corporate Governance Warsono, Amalia, dan Raharjeng 2009

mendefinisikan CG sebagai system yang terdiri dari fungsi-fungsi yang dijalankan

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 8: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

19

oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk memaksimalkan penciptaan nilai

perusahaan sebagai entitas ekonomi maupun entitas sosial melalui penerapan

prinsip-prinsip dasar yang umum menurut Komite Nasional Kebijakan

Governance (KNKG) yang di adopsi dari Organization for Economic Co-

operation and Development (OECD), yaitu transparency, accountability,

responsibility, , independency, dan fairness.

Transparansi (transparency) yaitu perusahaan harus menyediakan

informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan

dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif

untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan

perundang-undangan, tetapi juga hal penting untuk pengambilan keputusan oleh

pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.

Akuntabilitas (accountability) yaitu perusahaan harus dapat

mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu

perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan

perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan

pemangku kepentingan lain.

Responsibilitas (responsibility) yaitu perusahaan harus mematuhi peraturan

perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat

dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka

panjang dan mendapatkan pengakuan sebagai good corporate citizen.

Indepedensi (independency) yaitu perusahaan harus dikelola secara

independent sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi

dan tidak diintervensi oleh pihak lain.

Kewajaran dan Kesetaraan (fairness) yaitu perusahaan harus senantiasa

memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya

berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

II.2.3. CSR dan Konsep–konsep Yang Berkaitan

Konsep CSR saat ini dapat dipandang sebagai titik awal maupun

katalisator bagi lahirnya konsep-konsep yang memiliki keterkaitan sangat erat

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 9: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

20

dengan CSR. Selain itu, konsep CSR juga sangat dipengaruhi dan mempengaruhi

perkembangan lebih lanjut dari konsep-konsep yang berhubungan dengan CSR.

Konsep-konsep tersebut adalah manajemen para pemangku kepentingan,

corporate social performance (CSP), corporate social responsiveness, business

ethics, dan corporate citizenship. Selain itu ada juga dua konsep yang berkaitan

dengan CSR yaitu corporate governance dan sustainable development yang juga

memiliki hubungan dengan CSR. Gambar di bawah ini menggambarkan

keterkaitan antara konsep CSR dengan konsep-konsep lainnya (Solihin, 2008).

Sebagaimana dapat dilihat pada gambar diatas, konsep corporate social

performance mencakup di dalamnya konsep CSR yang dikemukakan oleh

Wartick dan Cohran (1985) di dalam buku Solihin 2008 disebut sebagai prinsip

CSR dan konsep corporate social responsiveness. Adapun konsep CSR sendiri

mencakup di dalamnya konsep corporate citizenship. Konsep CSR juga

mengandung di dalamnya unsur corporate governance yang akan menunjang

keberhasilan perusahaan di dalam memperoleh laba sebagai salah satu kategori

CSR yakni economic responsibilities. Sedangkan corporate citizenship

merupakan bagian dari CSR yang berkaitan dengan discretionary responsibilities.

Corporate Social Performance (kinerja sosial perusahaan)

Corporate Social Responsibility Corporate Citizenship Corporate Governance

Corporate Social Responsiveness Pasif Reaktif Proaktif

Etika PerusahaanManajemen Para Pemangku

Kepentingan PerusahaanPembangunan yang

Berkelanjutan

Gambar 2: Keterkaitan antara konsep CSR dengan konsep-konsep Corporate Social Performance, Corporate

Social Responsiveness, Corporate Citizenship, Corporate Governance, Etika Perusahaan, Manajemen

Para Pemangku Kepentingan Perusahaan, dan Pembangunan yang Berkelanjutan

Sumber : Solihin, 2009: 33

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 10: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

21

Dalam hal ini, perusahaan seperti halnya warga Negara melakukan berbagai

macam kebajikan untuk dapat diakui/memiliki reputasi sebagai warga Negara

yang baik (good citizen).

Pelaksanaan corporate social performance maupun CSR sendiri, dilandasi

oleh pilihan etis yang berada di dalam domain etika bisnis (business ethics) dari

para pelaku bisnis. Pelaksanaan CSR juga dilandasi oleh konsep manajemen para

pemangku kepentingan yang mengakui adanya pemegang kepentingan lain di luar

pemegang saham di mana perusahaan memiliki tanggung jawab social kepada

para pemangku kepentingan ini. Akhirnya pelaksanaan CSR juga didasari oleh

adopsi konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development) dengan

menerapkan alat ukur yang dikenal dengan triple bottom line (TBL) yaitu

economic growth, social welfare, dan environment protection.

Corporate Citizenship

Corporate Citizenship menjadi semakin terkenal dalam beberapa dekade

terakhir (Solihin, 2008:83). Bahkan beberapa perusahaan bersar di dunia saat ini

mengidentifikasikan perusahaan mereka sebagai “good corporate citizen”

menurut Jeurissen, 2004 dalam buku Solihin 2008 halaman 83 sebagaimana dapat

dilihat pada tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6 : Codes of Conduct Beberapa Perusahaan Multinasional

NO Nama Perusahaan Codes of Conduct

1. ABN Amro“We are responsible institution and a good corporate

citizen”

2. Boeing “Good corporate citizenship is a key Boeing value”

3. Hitachi“The Hitachi company strives to be a responsible corporate

citizen in community worldwide”

4. Shell“To conduct business as a responsible corporate member of

society”

Sumber : Solihin 2009 : 83

Konsep corporate citizenship sendiri dapat dipandang sebagai metafora dari

istilah kewarganegaraan (citizenship) yang berlaku bagi perusahaan. Sebagaimana

halnya kewarganegaraan yang mencakup di dalamnya hak dan kewajiban bagi

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 11: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

22

warga Negara (citizen), maka konsep corporate citizenship pun menunjukan hak

dan kewajiban perusahaan sebagai bagian integral dari komunitas suatu Negara.

Keterkaitan antara CSR dengan Corporate Citizenship dapat dilihat dengan

asumsi bahwa perusahaan yang menjalankan CSR sudah dikelola dengan baik

yaitu sudah menjalankan good corporate governance yang akan menjamin

tercapainya maksimalisasi laba dan mempertahankan daya saing perusahaan;

patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu dengan

menjalankan legal responsibilities; serta kegiatan usaha perusahaan dijalankan

secara etis yaitu dengan memenuhi kewajiban ethical responsibilities maka

menurut Carroll pada dasarnya corporate citizenship adalah identik dengan

kategori kewajiban keempat dari CSR yakni discretionary responsibilities. Oleh

karena itu, Carroll merevisi komponen keempat CSR pada tahun 1991 menjadi

corporate citizenship.

Kendati demikian, barengkali akan lebih tepat bila dikatakan bahwa

corporate citizenship merupakan pelaksanaan CSR yang disesuaikan dengan

kontteks hak dan kewajiban tempat perusahaan beroperasi. Dengan demikian,

dasar dari pelaksanaan corporate citizenship, tetaplah merupakan berbagai

aktifitas CSR yang dijalankan secara bersamaan dengan kepatuhan perusahaan

terhadap peraturan perundangan-undangan tempat perusahaan beroperasi.

Corporate Governance

Corporate Governance (tata kelola perusahaan) berasal dari suatu analogi

antara pemerintahan suatu Negara atau kota dengan pemerintahan dalam suatu

perusahaan (Solihin, 2008:115). Sebagaimana halnya pemerintahan Negara yang

melibatkan berbagai kelompok dengan berbagai kepentingan berbeda untuk

mencapai suatu tujuan, CG juga berkaitan dengan penyelarasan masalah tindakan

kolektif yang melibatkan berbagai investor. CG juga menyangkut rekonsiliasi

berbagai kepentingan yang berbeda-beda dari para pemangku kepentingan. Hal

tersebut berarti bahwa tanpa adanya CG yang baik akan terjadi konflik

kepentingan yang bisa memberi dampak buruk bagi kinerja perusahaan.

Menurut buku yang ditulis Ismail Solihin (2008:119), Tim Studi Pengkajian

Prinsip-prinsip OECD 2004 yang dibentuk oleh Badan Pengawas Modal dan

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 12: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

23

Lembaga Keuangan, terdapat dua teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan

konsep CG. Teori pertama adalah stewardship theory, teori ini dibangun atas

asumsi filosofis mengenai sifat manusia yang pada hakikatnya dapat dipercaya,

mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, serta memiliki integritas dan

kejujuran terhadap pihak lain. Bila asumsi stewardship theory ini diterapkan

dalam manajemen sebagai pihak yang dapat dipercaya untuk bertindak sebaik-

baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun para pemegang saham

(shareholders) pada khususnya.

Teori yang kedua adalah agency theory yang memandang bahwa

manajemen perusahaan sebagai agen bagi para pemegang saham, akan bertindak

dengan penuh kesadaran bagi kepentingan sendiri (self-interest) bukan sebagai

pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham sebagaimana

diasumsikan dalam stewardship theory. Bertentangan dengan stewardship theory,

agency theory memandang bahwa manajemen tidak dapat dipercaya untuk

bertindak dengan sebaiknya-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya dan

para pemegang saham khususnya.

Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respons lebih

luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyatan yang ada. Berbagai

pemikiran mengenai CG berkembang dengan bertumpu pada agency theory di

mana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan

bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan

dan ketentuan yang berlaku. Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai

agency cost yang mencakup biaya untuk pengawasan oleh pemegang saham;

biaya yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan laporan transparan,

termasuk biaya audit yang independen serta biaya yang disebabkan karena

menurunnya nilai kepemilikan pemegang saham karena adanya pemberian opsi

dan berbagai manfaat yang diberikan kepada manajemen oleh pemegang saham

dengan tujuan menyelaraskan kepentingan pemegang saham dengan manajemen..

Proses pelaksanaan CG melibatkan berbagai pihak baik yang berada di

dalam perusahaan yaitu pemegang sahan, direksi, dan karyawan maupun berbagai

pihak yang ada di luar yaitu para pemangku kepentingan dalam arti luas. Dalam

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 13: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

24

pedoman umum GCG Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional

Kebijakan Governance (KNKG) dinyatakan bahwa GCG diperlukn untuk

mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan, dan konsisten dengan

peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, penerapan GCG perlu didukung

oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai

regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna

produk dan jasa dunia usaha. Tanpa adanya peran serta ketiga pihak dalam

pelaksanaan GCG, maka pelaksanaan GCG diperkirakan tidak akan berjalan

secara optimal.

Keterkaitan antara CG dengan CSR yaitu, implementasi program CSR oleh

perusahaan pada hakikatnya bersifat orientasi dari dalam ke luar. Hal tersebut

berarti sebelum melaksanakan aktivitas CSR yang bersifat discretionary /

voluntary, perusahaan terlebih dahulu harus membenahi kepatuhan perusahaan

terhadap hukum. Perusahaan pun harus menjalankan bisnisnya dengan baik

sehingga dapat menjamin tercapainya maksimalisasi laba (economic

responsibilities). Selain itu, perusahaan perlu mengambangkan sejumlah

kebijakan untuk menuntun pelaksanaan CSR. Semua hal tersebut tidak akan

terlaksana dengan baik bila perusahaan tidak menerapkan GCG yang baik.

Implementasi CSR juga menjadi salah satu prinsip pelaksanaan GCG,

sehingga perusahaan yang melaksanakan GCG sudah seharusnya melakukan

pelaksanan CSR. Sebagaimana dijelaskan dalam Pedoman Umum GCG Indonesia

khususnya prinsip responsibilitas, dimana dalam pedoman tersebut dinyatakan,

”perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan

tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara

kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai

good corporate citizen”.

Corporate Social Responsiveness

Selama kurun waktu tiga dekade pertama abad ke-20 sampai era tahun

1970-an, merupakan periode lahir dan berkembangnya konsep corporate social

responsibility (CSR). Konsep ini menekankan adanya kewajiban (obligation) bagi

perusahaan untuk melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan memperbaiki

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 14: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

25

keadaan sosial terutama melalui aktivitas derma, philanthrophy, dan stewardship

(Solihin, 2008:71).

Mulai awal tahun 1970-an, sebuah konsep baru yang bernama corporate

social responsiveness muncul dan mulai bersaing dengan konsep pendahulunya

CSR. Konsep corporate social responsiveness lebih nerujuk kepada kapasitas

yagn dimiliki perusahaan dalam memberikan tanggapan terhadap tekanan sosial.

Dalam kaitan ini, Frederick mendefinisikan konsep corporate social

responsiveness sebagai berikut.

”corporate social responsiveness refers to the capacity of a corporation to

respond to social pressures. The literal act of responding or of achieving a

generally responsive posture, to society is the focus of corporate social

responsiveness.”

Para pendukung konsep corporate social responsiveness mengajukan

setidak-tidaknya tiga keberatan utama terhadap konsep CSR sehingga mereka

lebih memilih corporate social responsiveness. Pertama, terdapat ketidakjelasan

makna mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam hal ini terdapat

ketidakjelasan, apakah yang dimaksud tanggung jawab sosial merujuk kepada

berbagai tindakan yang dilakukan perusahaan sesuai dengan tuntutan hokum yang

berlaku ataukah tanggung jawab sosial merunjuk kepada berbagai tindakan yang

secara sukarela dilakukan oleh perusahaan dan melebihi ketentuan hokum yang

berlaku? Apakah tanggung jawab sosial itu berarti berbagai tindakan yang

dilakukan perusahaan sesuai dengan ekspektasi public saat ini tanpa

menghiraukan apakah hal tersebut diatur oleh hokum atau tidak, atau apakah

tanggung jawab sosial itu merupakan berbagai tindakan yang dilakukan sesuai

operasional utama perusahaan harus dilibatkan dalam setiap tindakan yang

dianggap memiliki tanggung jawab sosial ataukah pelaksanaan tanggung jawab

sosial hanya melibatkan aktifitas operasi perusahaan yang peripheral saja sebagai

pengejawantahan misi perusahaan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat sulit

untuk dicarikan jawabannya secara tepat, sehingga makna CSR sejak awal

memiliki ketidakjelasan dan memicu perdebatan mengenai makna sesungguhnya.

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 15: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

26

Kedua, kritik terhadap konsep CSR berasal dari ketidakjelasan mengenai

mekanisme instutisional melalui mana ide CSR dapat dilaksanakan. Mekanisme

institusional yang mungkin digunakan oleh perusahaan dalam melaksanakan

kegiatan CSR mencakup tanggapan yang dilakukan perusahaan dalam terhadap

kekuatan-kekuatan pasar (dengan tujuan memperoleh laba atau mencegah

kerugian); respon dari perusahaan dalam bentuk berbagai aktifitas sukarela yang

tidak memerhatikan dampak pengembalian secara ekonomi dalam jangka pendek;

tanggapan perusahaan terhadap berbagai isu sosial dengan dibantu oleh

pemerintah melalui subsidi, keringanan pajak, dan lain-lain; pemerintah

menetapkan standar yang harus dipenuhi perusahaan dalam kaitannya dengan

pelaksanaan tanggung jawab sosial. Pertanyaan yang timbul adalah mana diantara

mekanisme kelembagaan tersebut yang akan menghasilkan dampak tanggung

jawab sosial yang diharapkan.

Ketiga, masih terdapat ketidakjelasan sampai sejauhmana pertukaran (trade

off) antara tujuan ekonomi dengan biaya dapat dilakukan. Tujuan ekonomi yang

dimaksud, misalnya peningkatan laba perusahaan, sedangkan biaya yang

dimaksud misalnya biaya untuk melaksanakan program CSR. Pada sisi lain

muncul pula pertanyaan sejauhmana pertukaran antara tujuan sosial dan biaya

dapat dilakukan ? yang dimaksud tujuan sosial dalam hal ini adalah dampak yang

ingin ditimbulkan melalui pelaksanaan berbagai program CSR seperti dampak

pengurangan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, peningkatan kesehatan

masyarakat, dan sebagainya. Sedangkan biaya yang dimaksud adalah biaya

investasi sosial dalam bentuk pelaksanaan program-program CSR yang dibiayai

oleh perusahaan. Kedua sisi ini perlu dikaji secara seimbang karena pada satu sisi

barangkali benar bahwa peningkatan kinerja ekonomi suatu perusahaan atau

(ekonomi betterment sebagai tujuan perusahaan) mengakibatkan kerugian pihak

lain (misalnya dampak polusi yang harus ditanggung komunitas lokal). Akan

tetapi, pada sisi yang lain, bisa pula terjadi bahwa perbaikan kondisi sosial (social

betterment) sebagai dampak pelaksanaan CSR oleh perusahaan harus dibayar

dengan penurunan laba, pengurangan jumlah karyawan, beban pajak yang lebih

tinggi, bahkan bisa jadi penutupan operasi perusahaan karena bangkrut.

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 16: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

27

Tabel 7 : Perbedaan konsep corporate social responsibility dengan corporate social responsiveness

Social Responsibility Social Responsiveness

Pertimbangan Utama Etis Pragmatis

Unit Analisi Mayarakat Perusahaan

Fokus Akhir Alat

Tekanan Obligasi Respons

Peraturan Perusahaan Agen Moral Produsen Barang dan Jasa

Kerangka Kerja Keputusan Jangka Panjang Jangka Pendek dan Menengah

Sumber : Solihin 2009 : 74

Tabel 7 (tujuh) menjelaskan beberapa perbedaan yang menonjol antara

konsep CSR dengan corporate social responsiveness. Misalnya di dalam konsep

CSR, perusahaan dipandang sebagai agen moral yang melakukan aktifitas

tanggung jawab sosial berdasarkan pertimbangan moral. Sedangkan dalam konsep

corporate social responsiveness, perusahaan dipandang sebagai penghasil barang

dan jasa yang memberikan tanggapan terhadap tekanan sosial secara pragmatik.

Keterkaitan antara CSR dengan corporate social responsiveness

Baik konsep CSR era tahun 1970-an mapun konsep CSR pasca adopsi

konsep sustainable development, keduanya memberikan domain kewajiban

perusahaan terhadap para pemangku kepentingan. Salah satu komponen

kewajiban perusahaan terhadap para pemangku kepentingan yang bersifat unik

dan menjadi cirri khas CSR adalah discretionary responsibility. Kewajiban ini

memiliki beberapa tafsiran sebagai berikut. Pertama, makna discrectionary

memiliki arti bahwa perusahaan terlebih dahulu harus mematuhi hokum dan

perundang-undangan yang berlaku di suatu Negara dalam melakukan operasi

perusahaan. Bila ternyata setelah perusahaan menjalankan operasinya sesuai

dengan hokum dan undang-undang yang berlaku, tetapi masih menimbulkan

dampak yang merugikan para pemangku kewajiban maka muncullah kewajiban

perusahaan untuk mengatasi dampak negative tersebut dalam bentuk CSR atau

pun corporate social responsiveness.

Kedua, kalaupun perusahaan telah mematuhi hokum dan undang-undang

yang berlaku serta operasi perrusahaan tidak memberikan dampak negatif bagi

para pemangku kepentingan, namun perusahaan masih dapat mewujudkan

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 17: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

28

kewajiban discretionary-nya dalam bentuk pelaksanaan berbagai program CSR.

Kegiatan CSR yang dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa pelaksanaan

kegiatan CSR tersebut akan mempertinggi legitimasi perusahaan di mata public.

Bila hal ini dilihat dari sudut pandang corporate social responsiveness, maka

aktifitas CSR yang dilakukan perusahaan dalam kondosi seperti ini menjnukan

respon yang proaktif dari perusahaan untuk dapat menempatkan posisi perusahaan

lebih baik dimata publik.

Konsep CSR memberikan batasan mengenai hal-hal apa saja yang menjadi

kewajiban perusahaan terhadapa para pemangku kepentingan. Apabila sisi

pandangannya dibalik, CSR menunjukan berbagai tindakan yang diharapkan (oleh

para pemangku kepentingan) akan dilakukan perusahaan. Kewajiban perusahaan

tersdebut mencakup economic responsibilities, legal responsibilities, ethical

responsibilities, dan discretionary responsibilities. Dalam hal ini, yang dimaksud

dengan discretionary responsibilities adalah discretionary responsibilitiesmenurut

tafsiran pertama maupun kedua.

Corporate Social Performance (CSP)

Corporate Social Performance (CSP) muncul seiring dengan terjadinya

berbagai penyempurnaan terhadap konsep CSR. Salah satu tema sentral yang

dibawa oleh konsep CSP adalah bagaimana perusahaan dapat mengukur tindakan

serta hasil dari tindakan sosial yang dilakukan perusahaan, seperti halnya

perusahaan dapat mengukur aktifitas operasional lainnya. Hal ini menjadi sangat

penting bagi perusahaan, karena pelaksanaan program CSR yang dilakukan

perusahaan dibiayai oleh sumber dana perusahaan yang sifatnya terbatas. Padahal

dana yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk kegiatan CSR jumlahnya tidaklah

kecil. Sebagai contoh PT Antam Tbk selama tahun 2008, total biaya yang

dikeluarkan Antam mencapai Rp 244,3 miliar, yang terdiri dari biaya Program

Kemitraan (kinerja ekonomi) sebesar Rp 9,3 miliar, Pengembangan masyarakat

dan Bina Lingkungan (kinerja sosial) sebesar Rp 185,9 miliar, dan biaya

Lingkungan (kinerja lingkungan hidup) sebesar Rp 49 miliar. Total biaya CSR

keseluruhan mencapai hampir 5% dari laba bersih perusahaan tahun 2007. Oleh

sebab itu, aktifitas sosial yang didanai oleh perusahaan harus dapat diukur

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 18: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

29

hasilnya. Perusahaan juga ingin mengetahui bagaimana dampak aktivitas tersebut

terhadap kinerja perusahaan, sebagaimana halnya perusahaan dapat mengukur

dampak investasi yang dilakukan terhadap kinerja keuangan perusahaan atau

dampak investasi dalam bentuk pengembangan sumber daya manusia (human

capital) terhadap kinerja perusahaan dalam jangka panjang.

Berdasarkan model CSP yang dikembangkan oleh Carroll selanjutnya

pada tahun 1985 Wartick dan Cochran (1985:758) merumuskan CSP, sebagai

berikut (Solihin, 2008:102) :

“Model CSP menggambarkan adanya interaksi antara berbagai prinsip tanggung

jawab sosial, proses sosial responsiveness dan pengembangan berbagai

kebijakan untuk mengatasi berbagai masalah sosial.”

Konsep CSP yang dikemukakan oleh Wartick dan Cochran, selanjutnya

disempurnakan lagi oleh Wood (1991) yang memberi rumusan CSP sebagai

berikut

“Suatu konfigurasi prinsip-prinsip tanggung jawab sosial, proses sosial

responsiveness seta berbagai kebijakan, program, dan hasil-hasil yang bisa

diobservasi sebagai hasil dari hubungan sosial yang dilakukan perusahaan.”

(Solihin, 2008 : 103)

Konsep CSP yang dikembangkan oleh Carroll, Wartick, dan Cochran, serta

Wood telah memperluas dimensi konsep CSR. Bila pada awalnya konsep CSR

lebih menunjukan doamain kewajiban sosial perusahaan dalam bentuk empat

kategori yaitu economic responsibilities, legal responsibilities, ethical

responsibilities, dan discretionary responsibilities sebagaimana dikemukakan oleh

Carroll, maka konsep CSP memadukan dimensi kewajiban/motivasi pelaksanaan

CSR ini dengan dimensi lain yang bersifat lebih pragmatis yakni corporate social

responsiveness. Penambahan dimensi ini lebih dapat menjelaskan fenomena

pelaksanaan berbagai program CSR yang dilakukan perusahaan sebagai respons

atas tekanan masyarakat, tanpa mengaitkan pelaksanaan program tersebut dengan

domain filosofis etis pelaksanaan CSR.

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 19: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

30

Dari ketiga dimensi model CSP (terutama model CSP menurut Wood),

dimensi hasil perilaku perusahaan (outcomes of corporate behaviour) merupakan

dimensi yang paling tmapak dan dapat diukur. Hasil perilaku perusahaan

outcomes of corporate behaviour) mencakup tiga kategori hasil, yakni dampak

dari perilaku perusahaan terhadap masyarakat (social impact of corporate

behaviour) tanpa memerhatikan motivasi dan proses perilaku tersebut; kebijakan-

kebijakan yang dibuat perusahaan untuk mengatasi isu-isu sosial (corporate social

programs and policy); berbagai program yang dibuat perusahaan sebagai bentuk

implementasi tanggung jawab sosial mereka kepada masyarakat. Melalui adanya

dimensi yang bisa diukur ini, maka dapat dicari hubungan yang lebih luas antara

dimensi domain CSR, proses respons, dan hasil yang dapat diukur (Solihin,

2008:110-111).

II.2.4. Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Di penghujung tahun 1980-an tepatnya pada tahun 1987, The World

Commision on Environment and Development yang lebih dikenal dengan The

Brundtland Commission (sesuai dengan nama ketua komisi tersebut Gro Harlem

Bundtland) mengeluarkan laporan yang dipublikasikan oleh Oxford University

Press berjudul “Our Common Future”. Salah satu poin penting dalam laporan

tersebut adalah diperkenalkannya konsep pembangunan berkelanjutan

(sustainability development), yang didefinisikan oleh The Brundtland

Commission sebagai berikut.

“Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi

kebutuhan manbusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan

datang dalam memenuhi kebutuhan mereka”

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 20: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

31

Konsep sustainability development sendiri, mengandung dua ide utama di

dalamnya, yaitu sebagai berikut.

1. Untuk melindungi lingkungan, dibutuhkan pembangunan ekonomi.

Kemiskinan merupakan suatu penyebab penurunan kualitas lingkungan.

Masyarakat yang kekurangan pangan, perumahan, dan kebutuhan dasar

untuk hidup cenderung menyalahgunakan sumber daya alam hanya untuk

tujuan bertahan hidup. Oleh karena itu, perlindungan terhadap lingkungan

hidup membutuhkan standar hidup yang memadai untuk seluruh

masyarakat dunia.

2. Kendati demikian, pembangunan ekonomi harus memerhatikan

keberlanjutan, yakni dengan cara melindungi sumber daya yang dimiliki

bumi bagi generasi mendatang. Pertumbuhan ekonomi tidak bisa

dibenarkan dengan merusak hutan, lahan pertanian, air, dan udara di mana

semua sumber daya tersebut sangat dibutuhkan untuk mendukung

kehidupan manusia di planet ini. Kita harus menjadi penghuni bumi ini

sebaik mungkin.

(Solihin 2009:27)

The Brundtland Commission dibentuk untuk menanggapi keprihatinan yang

semakin meningkat dari para peminpin dunia terutana menyangkut peningkatan

kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam yang semakin cepat. Selain

itu, komisi ini juga dibentuk untuk mencermati dampak kerusakan lingkungan

hidup oleh sumber daya alam terhadap ekonomi dan pembangunan sosial. Oleh

karenanya, konsep sustainability development dibangun diatas tiga pilar yang

berhubungan dan saling mendukung satu dengan lainnya. Ketiga pilar tersebut

adalah sosial, ekonomi, dan lingkungan, sebagaimana ditegaskan kembali dalam

The United Nations 2005 World Summit Outcome Document.

Pengenalan konsep sustainability development memberi dampak besar

kepada perkembangan konsep CSR selanjutnya. Sebagai contoh The Organization

for Economic Corporation and Development (OECD) merumuskan CSR sebagai,

”business’s contribution to sustainable development and that cooperate behavior

must only ensure returns to shareholders, wages to employees, and products and

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 21: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

32

service to consumers, but they must respond to societal and environmental

concerns and value” (“kontribusi bisnis bagi pembangunan berkelanjutan serta

adanya perilaku korporasi yang tidak semata-mata menjamin adanya

pengembalian bagi para pemegang saham, upah bagi para karyawan, dan

pembuatan produk serta jasa bagi para pelanggan, melainkan perusahaan bisnis

juga harus memberi perhatian terhadap berbagai hal yang dianggap penting serta

nilai-nilai masyarakat”). Pada tahun 2000, OECD melakukan revisi terhadap The

Guidelines for Multinational Enterprises, yang kemudian digunakan oleh Negara-

negara yang tergabung dalam OECD. Dalam kaitan dengan pelaksanaan aktivitas

CSR, pedoman tersebut terutama bertujuan untuk mendorong transparansi dan

akuntabilitas perusahaan, terutama yang menyangkut bidang-bidang sebagai

berikut.

Disclosure of material information (Pengungkapan informasi yang material)

Employment and industrial relation (Hubungan ketenagakerjaan danindustrial)

Environmental management (Manajemen lingkungan hidup)

Bribery (Penyuapan)

Competition (Kompetisi)

Consumer interests (Kepentingan pelanggan)

Science and technology diffusion (Penyebaran ilmu pengetahuan danteknologi)

Taxation (Perpajakan)

Rumusan lain mengenai CSR yang sejalan dengan konsep sustainability

development diberikan oleh The Commission for European Communities.

Organisasi ini memandang CSR (yang disampaikan dalam dokumen The Green

Paper), sebagai, “essentially a concept whereby companies decide voluntarily to

contribute to a better society and a cleaner environment”. Organisasi ini menilai

bahwa perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial, bukanlah perusahaan

yang semata-mata memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya menurut

aturan hokum melainkan perusahaan yang melaksanakan kepatuhan melampaui

ketentuan hukum serta melakukan investasi lebih di bidang human capital,

lingkungan hidup, dan hubungan dengan para pemangku kepentingan.

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 22: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

33

The Green Paper selanjutnya membagi CSR yang dilakukan perusahaan ke

dalam dua kategori, yaitu :

Internal dimension of CSR (mencakup manajemen sumber daya manusia,

kesehatan dan keselamatan kerja, adaptasi terhadap perubahan dan pengelolaan

dampak lingkungan, serta sumber daya alam.)

External dimension of CSR (mencakup pemberdayaan komunitas local, partner

usaha yang mencakup para pemasok dan konsumen, hak asasi manusia, dan

permasalahann lingkungan global). Organisasi ini mengajukan pendekatan secara

holistic terhadap CSR, yang di dalamnya mencakup hal-hal berikut ini.

Social responsibility integrated management

Social responsibilty reporting and auditing

Quality in work

Social and eco label

Social responsible investment

Sebagai adopsi atas konsep sustanable development, saat ini perusahaan

secara sukarela menyusun laporan setiap tahun yang dikenal dengan sustainable

report atau beberapa perusahaan (misalnya Microsoft) menggunakan nama

corporate citizeship report. Laporan tersebut menguraikan dampak organisasi

perusahaan terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan. Salah satu model awal yang

digunakan oleh perusahaan dalam menyusun sustainibility report mereka adalah

dengan mengadopsi metode akuntansi baru yang dinamakan triple bottom line.

Menurut John Elkington (1997), konsep triple bottom line tunggal yakni hasil-

hasil keuangan dari aktivitas ekonomi perusahaan. Secara lebih rinci, Elkington

menjelaskan triple bottom line sebagai berikut.

”The three lines of the triple bottom line represent society, the economy and the

environment. Society depent on the global ecosystem, whose health represents the

ultimate bottom line. The three lines are not stable; they are in constant flux, due

to social, political, economic and environental pressures, cycle, and conflicts.”

Baik tidaknya corporate sustainibility reporting yang disusun perusahaan

dengan menggunakan metode akuntansi triple bottom line, akan mempengaruhi

indeks perusahaan di dalam Dow Jones Sustainibility Group Index (DJGSI)

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 23: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

34

(Solihin, 2009:30). Saat ini, penyusunan sustainability report perusahaan lebih

banyak mengacu kepada pedoman penyusunan sustainability report dari Global

Reporting Initiative (GRI). GRI didirikan pada tahun 1997 oleh perusahaan-

perusahaan dan berbagai organisasi yang tergabung dalam Coalition for

Environmentally Responsible Economies (CERES).

Berdasarkan pedoman penyusunan sustainability report dari GRI (GRI

Guidelines Versi 3, 2000-2006), perusahaan harus menjelaskan dampak operasi

perusahaan terhadap ekonomi, lingkungan, dan sosial pada bagian standard

disclosures. Pada bagian ini dampak operasi perusahaan secara sosial dibagi lagi

ke dalam emapt aspek yang berbeda, yaitu: labor practies dan decent work;

human rights, society, dan product responsibility.

Perkembangan penting lainnya yang terjadi saat ini adalah rencana

implementasi ISO 26000 yang mengatur tentang standar social responsibility.

Berdasarkan draft ISO 26000, yang dimaksud dengan social responsibility adalah

tanggung jawab suatu perusahaan atas dampak dari berbagai keputusan dan

aktivitas mereka terhadap masyarakat dan lingkungan melalui suatu perilaku yang

terbuka dan etis, yang:

Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat;

Memperhatikan ekspektasi para pemangku kepentingan;

Tunduk kepada hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma perilaku

internasional;

Diintegrasikan ke dalam seluruh bagian organisasi.

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 24: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

35

Berbagai isu yang tercakup dalam tanggung jawab sosial digambarkan

pada gambar 4 di bawah ini.

Gambar 3: Subjek – Subjek Fundamental dari Tanggung Jawab Sosial menurut ISO 26000

Sumber : Solihin 2009 halaman 30

Sebagaimana ditunjukan pada gambar 3, terdapat tujuh subjek yang

merupakan penjabaran tanggung jawab sosial suatu perusahaan. Ketujuh sibjek

tersebut selanjutnya masih dijabarkan lagi ke dalam beberapa subsubjek. Sebagai

contoh fair operating practices sebagai salah satu subjek dijabarkan lagi ke dalam

lima subsubjek sebagai berikut.

1. Anti-corruption and anti-bribery (anti korupsi dan anti suap)

2. Responsible political political involvement (keterlibatan politik yang

bertanggung jawab)

3. Fair competition (kompetisi yang adil)

4. Promoting social responsibility through the supply chain (meningkatkan

tanggung jawab perusahaan melalui siklus persediaan)

5. Respect for propery right (mengalami hak kepemilikan)

Environment(Lingkungan)

Labour Practice(PraktikKetenagakerjaan)

Human Rights(Hak Asasi manusia)

OrganizationalGovernance(Tata kelolaOrganisasi)

Socially Responsible(Tanggung Jawab

Sosial)

Fair OperatingPractices(Praktik OperasiYang Adil)

Consumer Issues(Isu-isu Konsumen)

Social Development(PembangunanSosial)

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 25: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

36

II.2.5 BUMN dan Corporate Governance

Jika dilihat dari struktur governance di BUMN terlihat relatif spesifik, bila

dibandingkan dengan perusahaan swasta penuh, karena terlibatnya beberapa

stakeholders kunci di dalam menjaga kepentingan publik. Secara umum struktur

governance di BUMN dapat dibedakan dalam artian sempit serta dalam artian

lebih luas (Prof.Dr.H.Akhmad Syakhroza, SE., AK,MAFIS, 2005). Dalam artian

sempit, struktur governance di BUMN adalah sebagaimana layaknya korporasi

atau perusahaan swasta lainnya di Indonesia dalam arti entitas bisnis. Dalam

pengertian sempit, struktur governance setiap BUMN yang membentuk tripod

(Antara BUMN berbentuk Perseroan dan Perum terdapat perbedaan dalam bentuk

struktur Governance walaupun masih berbentuk tripod. Berbeda dengan BUMN

berbentuk perseroan, untuk Perum dikenal istilah “dewan pengawas” yang

berfungsi seperti “dewan komisaris” Dalam entitas berbentuk perseroan diatur

dalam PP Nomor 63 tahun 2001) yang terdiri dari ; (a) RUPS yang diwakili oleh

Kementerian BUMN, (b) Dewan Komisaris, serta (c) Dewan Direksi. Secara

sederhana struktur ini dapat dianggap sebagai struktur governance “internal” dari

sebuah BUMN.

Dalam buku Prof.Dr.H.Akhmad Syakhroza, SE., AK,MAFIS, 2005 tertulis

pada halaman 40 Tabalujan (2002) berpendapat bahwa faktir budaya akan

menjadi sangat kritikal di dalam mempengaruhi efektifitas pelaksanaan hokum

dan aturan main di suatu Negara jika praktik governance di adopsi tanpa

memerhatikan kondisi local penerapannya. Hal ini mendasari dianutnya isu non-

konvergensi di dalam pendekatan good governance, sebagaimana diakui oleh

OECD (1999) dengan slogan terkenalnya “no-one-size-fits-all- approach”. Hal ini

mengindikasikan perlunya kajian faktor spesifik di setiap Negara dalam

mengadopsi perangkat governance. Untuk itu akan sangat memungkinkan

terdapatnya berbagai model governance yang berbeda untuk BUMN di setiap

Negara.

II.2.6 Implementasi Penerapan GCG melalui Program CSR

Akhir-akhir ini terdapat kecenderungan (trend) meningkatnya tuntutan

publik atas transparansi dan akuntabilitas perusahaan sebagai wujud implementasi

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 26: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

37

good corporate governance (GCG). Salah satu implementasi GCG di perusahaan

adalah penerapan corporate social responsibility (CSR). Dalam era globalisasi

kesadaran akan penerapan CSR menjadi penting seiring dengan semakin

maraknya kepedulian masyarakat terhadap produk (barang) yang ramah

lingkungan.

Menurut Muh. Arief Effendi, 2006 definisi CSR menurut World Business

Council on Sustainable Development (WBCSD) adalah suatu komitmen dari

perusahaan untuk berperilaku etis (behavioral ethics) dan berkontribusi terhadap

pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic development).

Komitmen lainnya adalah meningkatkan kualitas hidup karyawan dan

keluarganya, komunitas lokal serta masyarakat luas. Harmonisasi antara

perusahaan dengan masyarakat sekitarnya dapat tercapai apabila terdapat

komitmen penuh dari top management perusahaan terhadap penerapan CSR

sebagai akuntabilitas publik. Ada lima elemen sehingga konsep keberlanjutan

menjadi penting, diantaranya adalah; (1) ketersediaan dana, (2) misi lingkungan

(3) tanggung jawab sosial, (4) terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat,

corporate, dan pemerintah) (5) mempunyai nilai keuntungan.

Salah satu prinsip GCG adalah masalah pertanggung jawaban

(responsibility) yaitu kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang

sehat. Akhir-akhir ini terdapat tiga kepentingan publik yang oleh perusahaan

cenderung terabaikan.

Sebagaimana hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di

Rio de Jeneiro Brazilia 1992, menyepakati perubahan paradigma pembangunan,

dari pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan yang

berkelanjutan (Sustainable Development). Dalam perspektif perusahaan, di mana

keberlanjutan dimaksud merupakan suatu program sebagai dampak dari usaha-

usaha yang telah dirintis, berdasarkan konsep kemitraan dan rekanan dari masing-

masing stakeholder.

Pertama, perusahaan hanya bertanggung jawab secara hukum terhadap

pemegang sahamnya (shareholder), sedangkan masyarakat tempat di mana

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 27: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

38

perusahaan tersebut berdomisili kurang diperhatikan. Kedua, dampak negatif yang

ditimbulkan oleh perusahaan semakin meningkat dan harus ditanggung oleh

masyarakat sekitar. Sementara itu sebagian besar keuntungan manfaat hanya

dinikmati oleh pemilik saham perusahaan saja. Ketiga, masyarakat sekitar

perusahaan yang menjadi korban sebagian besar mengalami kesulitan untuk

menuntut ganti rugi kepada perusahaan. Itu karena belum ada hukum (regulasi)

yang mengatur secara jelas tentang akuntabilitas dan kewajiban perusahaan

kepada publik.

Selain tanggung jawab perusahaan kepada pemegang saham tanggung

jawab lainnya menyangkut tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social

responsibility) dan tanggung jawab atas kelestarian lingkungan hidup (sustainable

environtment responsibility).

Dalam era reformasi yang ditunjukkan dengan semakin meningkatnya

keterbukaan, seharusnya kepedulian perusahaan terhadap lingkungannya semakin

meningkat. Perusahaan yang tidak memiliki kepedulian sosial dengan lingkungan

sekitarnya akan banyak menemui berbagai kendala, misalnya sering didemo oleh

masyarakat, bahkan ada perusahaan yang terpaksa ditutup oleh pihak yang

berwenang.

Kita selama ini hanya mengenal audit keuangan (financial audit) saja,

namun suatu saat nanti bisa muncul suatu audit sosial (social audit). Yang mulai

berkembang saat ini adalah audit lingkungan (environtment audit). Paradigma

baru perusahaan yang dianggap tumbuh & berkelanjutan (growth & sustainable

company) saat ini tidak hanya diukur dari pencapaian laba (profit) saja, namun

juga diukur dari kepeduliannya terhadap lingkungan sekitarnya, baik terhadap

komunitas lokal, masyarakat luas maupun lingkungan hidup.

Berkenaan dengan hal tersebut, muncul triple bottom line model, yang

terdiri dari profit, people & planet (3P). Laporan suatu perusahaan yang

menggunakan model triple bottom line, selain melaporkan aspek keuangan juga

melaporkan aspek kepedulian sosial dan upaya pelestarian lingkungan hidup.

Beberapa waktu yang lalu telah diperkenalkan sustainable reporting, yaitu

suatu laporan yang bersifat non-finansial yang dapat dipakai sebagai acuan oleh

perusahaan untuk melihat pelaporan dari dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan.

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 28: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

39

Global Reporting Initiative & Value Reporting telah mengeluarkan pedoman yang

disebut Sustainable Reporting Guidelines. New York Stock Exchange di Amerika

Serikat telah memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) sejak tahun 1999,

yang telah memasukkan nilai corporate sustainability untuk saham-saham

perusahaan dengan salah satu kriterianya adalah praktik CSR. Inggris melalui

London Stock Exchange (LSE) memiliki Socially Responsible Investment Index

(SRI Index). Hanseng Stock Exchange (HSE) dan Singapore Stock Exchange

(SSE) saat ini juga mulai berinisiatif untuk mengikuti trend di atas. Adanya

kecenderungan tersebut dapat mendorong para investor terutama pihak asing

untuk memilih menanamkan investasinya pada perusahaan yang telah menerapkan

CSR dengan baik.

Terdapat dua hal yang dapat mendorong perusahaan menerapkan CSR,

yaitu bersifat dari luar perusahaan (external drivers) dan dari dalam perusahaan

(internal drivers). Termasuk kategori pendorong dari luar, misalnya adanya

regulasi, hukum, dan diwajibkannya analisis mengenai dampak lingkungan

(Amdal).

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah

memberlakukan audit Proper (Program penilaian peningkatan kinerja perusahaan).

Pendorong dari dalam perusahaan terutama bersumber dari perilaku manajemen

dan pemilik perusahaan (stakeholders), termasuk tingkat kepedulian / tanggung

jawab perusahaan untuk membangun masyarakat sekitar (community development

responsibility).

Menghadapi tren global dan resistensi masyarakat sekitar perusahaan,

maka sudah saatnya setiap perusahaan memandang serius pengaruh dimensi

sosial, ekonomi dan lingkungan dari setiap aktivitas bisnisnya, serta berusaha

membuat laporan setiap tahunnya kepada stakeholdernya. Laporan bersifat non

financial yang dapat digunakan sebagai acuan oleh perusahaan dalam melihat

dimensi sosial, ekonomi dan lingkungannya.

Karena itu penerapan Good Corporate Governance (GCG) merupakan

suatu keharusan dalam situasi kompetisi global antar korporasi seperti saat ini.

Praktik GCG menjadi salah satu indikator kritikal bagi investor dalam memilih

suatu perusahaan untuk kepentingan investasi. Survei yang dilakukan oleh Bank

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010

Page 29: PT. ANTAM (Ambil Manfaat Gcg)

UNIVERSITAS INDONESIA

40

Dunia – McKinsey Consulting Group mengindikasikan bahwa investor asing

(Asia, Eropa, Amerika Serikat) bersedia memberikan premium sebesar 26% -

28% bagi perusahaan Indonesia yang secara efektif telah mengimplementasikan

praktik GCG. GCG meliputi pada semua jenis perusahaan baik perusahaan

tertutup maupun terbuka, profit maupun non-profit.

Dengan diterapkannya GCG melalui program CSR maka image

perusahaan pun akan meningkat karena laporan perusahaan tersebut sudah

menggunakan model triple bottom line artinya menerapkan GCG pada program

CSR nya. Selain itu dapat dilihat pula adanya sustainable reporting pada

perusahaan tersebut, jika perusahaan tersebut ada sustainable reporting-nya maka

perusahaan tersebut sudah menerapkan GCG pada program CSRnya.

II.2.7 Hambatan Penerapan GCG melalui Program CSR

Segenap upaya dilakukan dalam rangka sosialisasi dan implementasi GCG

di Indonesia mulai dari Keputusan Menteri BUMN dalam mendorong pelaksanaan

GCG khususnya bagi BUMN, regulasi di bidang pasar modal serta lembaga

independen seperti Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Sementara

regulator seperti Bank Indonesia, Departemen Keuangan juga telah menetapkan

salah satu sasarannya adalah menciptakan GCG sebagai bagian dari penciptaan

nilai tambah dari Sistem Keuangan Indonesia.

Menyikapi keinginan kuat tersebut, perusahaan-perusahaan di Indonesia

pun tidak ketinggalan dalam mendukung dan memperkuat implementasi GCG,

salah satunya dengan cara melakukan proses transformasi menyeluruh yang

menyentuh segenap pribadi mulai dari level top management sampai level

terendah serta memasukkan aspek-aspek GCG dalam budaya perusahaan yang

dimilikinya.

Namun demikian sejauh ini CSR belum bisa menjanjikan keberdayaan

masyarakat lokal, hal ini disebabkan masih memungkinkan adanya konflik

kepentingan publik maupun politik sehingga terkadang mempengaruhi aturan

main antara keterwakilan stakeholders dalam keanggotaan dewan komisaris

dengan departemen teknis dan departemen keuangan terhadap BUMN.

Pelaksanaan good corporate..., Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, FISIP UI, 2010