Psoriasis vulgaris
-
Upload
gustiayucyntia -
Category
Documents
-
view
14 -
download
1
description
Transcript of Psoriasis vulgaris
BAB I
PENDAHULUAN
Psoriasis merupakan suatu inflamasi kulit yang bersifat kronik residif. dikatakan bahwa
penyebab dari penyakit ini adalah autoimun. Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak
eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai dengan
fenomena tetesan lilin, Auspitz Sign, dan fenomena Köbner. Umumnya lesi psoriasis
berdistribusi secara simetris dengan predileksi terutama di daerah siku dan lutut, scalp dan
perbatasan daerah tersebut dengan muka, lumbosakral, bokong dan genitalia.1,2,3
Terdapat banyak jenis psoriasis yang dibedakan berdasarkan gambaran klinisnya. Psoriasis yang
lazim ditemukan adalah psoriasis vulgaris yang nantinya akan dibahas lebih lanjut dalam karya
tulis ini. Selain itu juga terdapat psoriasis lainnya seperti : psoriasis gutata, psoriasis inversa
(psoriasis fleksural), psoriasis eksudativa, psoriasis seboroik (seboriasis), psoriasis pustulosa dan
eritroderma psoriatik.1,3
Prevalensi psoriasis sangat bervariasi diberbagai negara, diperkirakan sekitara 1-3% jumlah
penduduk. Insiden terbesar didominasi oleh orang kulit putih di Eropa dan Amerika, semakin ke
Asia semakin menurun insidennya. Pada tahun 2008 insiden di Amerika Serikat sebesar 2-2,6%,
di Eropa Tengah sekitar 1,5%. Di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar sendiri
pada tahun 2009 tercatat 156 kasus baru psoriasis dari 10.856 kunjungan (1,4%). Insiden pada
pria lebih banyak dari pada wanita, bisa menyerang semua usia namun umumnya terdapat pada
usia dewasa.1,2,3,4,5
Penyakit ini tidak menyebabkan kematian namun hampir semua pasien bermasalah dengan
gangguan kosmetik yang tak jarang menimbulkan kendala dalam kehidupan sehari-hari.
Ditambah lagi dengan perjalan penyakit yang bersifat kronis sampai bertahun-tahun dan residif,
sehingga membutuhkan penanganan yang berkesinambungan.1,3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Psoriasis Vulgaris adalah penyakit kulit kelompok dermatosis eritroskuamosa, yang
disebabkan oleh autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-
bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar, berlapis-lapis dan transparan.
Disertai dengan fenomena tetesan lilin, Auspitz Sign dan fenomena Köbner.1,2,3,4,5,6
2.2 Sinonim
Psoriasis vulgaris biasa disebut dengan psoriasis, yang berarti psoriasis biasa yang lazim
terjadi.1,2,3
2.3 Epidemiologi
Prevalensi psoriasis sangat bervarisi di beberapa negara, diprakirakan prevalensi di dunia
berkisar antara 1% sampai dengan 3% jumlah penduduk. Insiden di Amerika Serikat sebesar
2-2,6%, di Eropa Tengah sekitar 1,5%. Selama periode 2000 sampai 2002 ditemukan 338
penderita psoriasis (2,39%) di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit dr. Cipto
Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Berdasarkan data kunjungan pasien di Poliklinik Penyakit
Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar pada Januari sampai Desember 2009 tercatat 156
kasus baru psoriasis dari 10.856 kunjungan (1,4%). Psoriasis vulgaris atau tipe plak
merupakan tipe yang paling sering dijumpai, meliputi 80% dari total kasus. Psoriasis vulgaris
jarang dilaporkan pada bangsa berkulit hitam seperti pada bangsa Afrika dan Indian di
Amerika. Insiden pada pria agak lebih banyak dari pada wanita. Psoriasis menyerang semua
usia, tetapi umumnya pada orang dewasa. Jarang ditemukan pada usia kurang dari 10 tahun.
Biasanya dimulai pada usia 15-30 tahun. 1,2,3,4,5
2.4 Etiopatogenesis
Faktor yang diduga paling berperan adalah genetik. Bila orangtuanya tidak menderita
psoriasis risiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang orangtuanya
menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%. Berdasarkan kemunculan penyakit ini
dikenal dua tipe: psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial dan psoriasis tipe II
2
dengan awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong adanya faktor
genetik ialah bawah psoriasis berkaitan dengan HLA, Psoriasis tipe I berhubungan
dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27
dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27.1,2,3,4
Faktor lain yang juga berperan adalah imunologi. Defek genetik pada psoriasis dapat
diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen
(dermal) atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya.
Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang
terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfosit T CD8. Pada lesi
psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga
berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali
dengan adanya pergerakan antigen,baik eksogen maupun endogen oleh sel Langerhans.
Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya3-4
hari,sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Nickoloff (1988) berkesimpulan
bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih 90% kasus dapat mengalami
remisi setelah diobati dengan imunosupresif.1,2,3,4
Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebut dalam kepustakaan, diantaranya
adalah stres psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena Köbner), endokrin, gangguan
metabolik, obat, juga alkohol dan merokok. Stres psikik merupakan faktor pencetus
utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis ialah
psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Pernah
dilaporkan kasus-kasus psoriasis gutata yang sembuh setelah diadakan tonsilektomia.
Umumnya infeksi disebabkan oleh Streptococcus. Faktor endokrin rupanya
mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak insiden psoriasis pada waktu pubertas dan
menopause. Pada waktu kehamilan umumnya membaik, sedangkan pada masa setelah
persalinan akan memburuk. Gangguan metabolisme, contohnya hipokalsemia dan dialisis
telah dilaporkan sebagai faktor pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan
residif ialah beta-adrenergic blocking agents, litium, antimalaria dan penghentian
mendadak kortikosteroid sistemik.1,2,3,4
3
2.5 Cara Penularan (Transmisi)
Penyakit ini tidak dapat ditularkan secara langsung, melainkan dapat diturunkan karena
merupakan penyakit autoimun sehingga faktor genetik, imunologi, dan beberapa faktor
pencetus seperti stress psikis, obat, alkohol, merokok dan gangguan metabolik sangat
berperan.1,2,3
2.6 Gejala Klinis
Keadaan umum penderita tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi
eritoderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp,
perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku
serta lutut, dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema
yang meninggi (plak) dengan skuama di atasnya, eritema sirkumskript dan merata, tetapi
pada stadium penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya
terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta
transparan. Besarnya lesi bervariasi, bisa lentikular, nummular, atau plakat, dapat
berkonfluensi. Biasanya lesi bersifat simetris, walaupun kadang dapat juga
unilateral.1,2,3,4,5,6
Pada psoriasi terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, dan fenomena Köbner.
Fenomena tetesan lilin dan Auspitz sign dianggap sebagai tanda khas dari psoriasis,
sedangkan fenomena Köbner bukan merupakan tanda khas, karena didapatkan juga pada
penyakit lain misalnya liken planus dan veruka plana juvenilis. Fenomena tetesan lilin
ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang
digores., disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Pada Auspitz sign tampak serum atau
darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis, cara menemukannya adalah
dengan mengerok skuama yang berlapis-lapis sampai habis namun jangan sampai dalam.
Trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan
psoriasis dan disebut fenomena Köbner yang akan timbul setelah 3 minggu.1,2,3,4,5,6
4
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, kira-kira 50% dari kasus. Yang agak
khas ialah yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar. Kelainan
yang tak khas adalah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat
lapisan tanduk dibawahnya (hyperkeratosis subngual), dan onikolisis. Disamping
menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, psoriasis dapat pula menyebabkan kelainan
pada sendi (arthritis psoriatik), terdapat pada 10-15% pasien psoriasis. Umumnya pada
sendi distal interfalang, bersifat poliartikular, terbanyak pada usia 30-50 tahun. Sendi
membesar, kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks. Kelainan pada mukosa
jarang ditemukan.1,2,3,4,5,6
Perjalanan penyakit sangat bervariasi, dapat timbul tiba-tiba dan berlangsung singkat
selama beberapa hari/akut atau menetap selama beberapa bulan atau tahun/kronik.
Kekambuhan dapat timbul secara mingguan maupun bulanan, sedangkan pada yang stabil
kekambuhan jarang terjadi. Pada yang sering kambuh, penyakitnya biasanya lebih berat
dibandingan dengan yang stabil sehingga memerlukan pengobatan lebih intensif. Proses
patologis penyakit ini merupakan gabungan dari hiperproliferasi epidermis dan akumulasi
sel-sel radang. Waktu transmit epidermis sangat berkurang dari normal, yaiu 8-10
minggu, menjadi hanya beberapa hari. Juga terdapat peningkatan vaskularisasi pada
dermis bagian atas.1,2,3,4,5,6
2.7 Histopatologi
Diagnosis psoriasis dengan pemeriksaan histopatologis dijumpai lesi hiperkeratosis,
parakeratosis, akantosis, dan hilangnya stratum granulosum. Aktivitas mitosis sel
epidermis tampak begitu tinggi, sehingga pematangan keratinisasi sel-sel epidermis
terlalu cepat dan stratum korneum tampak menebal. Dalam stratum korneum ditemukan
kantong-kantong kecil berisi sel radang polimorfonuklear yang dikenal sebagai
mikroabses Monroe.1,2,3,4,5
2.8 Diagnosis
Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang khas.
Yaitu ditemukannya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar, berlapis-
5
lapis dan transparan. Disertai dengan fenomena tetesan lilin, Auspitz Sign dan fenomena
Köbner. Jika gambaran klinis kurang jelas maka dapat dilakukan pemeriksaan
histopatologi. Yang akan memberikan gambaran berupa lesi hiperkeratosis, parakeratosis,
akantosis, dan hilangnya stratum granulosum. keratinisasi sel-sel epidermis terlalu cepat
dan stratum korneum tampak menebal serta adanya mikroabses Monroe pada stratum
korneum.1,2,3,4,5
2.9 Diagnosis Banding
Selalu diingat bahwa pada psoriasis terdapat tanda-tanda khas, yaitu skuama kasar,
transparan serta berlapis-lapis, fenomena tetesan lilin, dan Auspitz sign. Beberapa
kelainan kulit yang menjadi diagnosis banding yakni :1,2
a) Dermatitis seboroik, biasanya menunjukan kulit yang berminyak tanpa skuama yang
berlapis-lapis.
b) Lues stadium II (Psoriasiformis), skuama berwarna coklat tembaga dan sering disertai
demam pada malam hari (dolores nocturnal). Lesi tidak gatal, dapat ditemukan di
telapak tangan dan telapak kaki, terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang
generalisata dan tes serologi untuk sifilis (TSS) positif.
c) Ptiriasis rosea, biasanya berjalan subakut. Lesi berbentuk oval, tepi sedikit meninggi
dan ditutupi skuama halus. Predileksi biasanya di daerah badan yang tertutup pakaian.
d) Dermatofitosis, pada stadium penyembuhan eritema pada psoriasis dapat hanya
terjadi di pinggir. Perbedaannya ialah keluhan pada dermatofitosis gatal sekali dan
pada sediaan langsung ditemukan jamur.
2.10 Penatalaksanaan
Psoriasis sebagai penyakit yang multifaktorial dengan penyebab belum diketahui dengan
pasti, sehingga penanganannya juga sangat bervariasi. Ashcroft dkk., 2000
mengemukakan bahwa terdapat berbagai variasi terapi psoriasis, mulai dari topikal untuk
psoriasis ringan hingga fototerapi dan terapi sistemik untuk psoriasis berat. Edukasi
kepada pasien tentang faktor-faktor pencetusnya perlu disampaikan kepada pasien
maupun keluarganya. Beberapa regimen terapi yang sering digunakan topikal maupun
sistemik sebagai berikut:1,2,3,4
6
a. Topikal
Preparat Ter
Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat tar, yang efeknya adalah anti
radang. Preparat tar berguna pada keadaan-keadaan: Bila psoriasis telah resisten
terhadap steroid topikal sejak awal atau pemakaian pada lesi luas. Lesi yang
melibatkan area yang luas sehingga pemakaian steroid topikal kurang tepat. Bila
obat-obat oral merupakan kontra indikasi oleh karena terdapat penyakit sistemik.
Menurut asalnya preparat tar dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari : Fosil,
misalnya iktiol. Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski dan Batubara,
misalnya liantral dan likuor karbonis detergens. Cara kerja obat ini sebagai
antiinflamasi ringan.1,3
Kortikosteroid
Kerja steroid topikal pada psoriasis diketahui melalui beberapa cara , yaitu:
1. Vasokonstriksi untuk mengurangi eritema.
2. Sebagai antimitotik sehingga dapat memperlambat proliferasi seluler.
3. Efek anti inflamasi, diketahui bahwa pada psoriasis terjadi peradangan kronis
akibat aktivasi sel T. Bila terjadi lesi plak yang tebal dipilih kortikosteroid
dengan potensi kuat seperti: Fluorinate, triamcinolone 0,1% dan flucinolone
topikal efektif untuk kebanyakan kasus psoriasis pada anak. Preparat
hidrokortison 1%-2,5% digunakan bila lesi sudah menipis.1,3
Ditranol (Antralin)
Hampir sama dengan tar memiliki efek antiinflamasi ringan, sebab dapat mengikat
asam nukleat, menghambat sintesis DNA dan menggabungkan uridin ke dalam
RNA nukleus.1,3
Vitamin D Analog (Calcipotriol)
Calcipotriol ialah sintetik vit D yang bekerja dengan menghambat proliferasi sel
dan diferensiasi keratinosit, meningkatkan diferensiasi terminal keratinosit.
Preparatnya berupa salep atau krim 50 mg/g, efek sampingnya berupa iritasi, seperti
rasa terbakar dan menyengat.1,3
Tazaroten
7
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat proliferasi dan
normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi
pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel, dankrim
dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan steroid topikal
potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi.
Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan eritema pada 30 %
kasus, juga bersifat fotosensitif.1,3
Humektan dan Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit dan mengurangi hidrasi kulit
sehingga kulit tidak terlalu kering. Pada batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas
atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari,
fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya penetrasi bahan
aktif. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.1,3
b. Fototerapi
Narrowband UVB untuk saat ini merupakan pilihan untuk psoriasis yang rekalsitran
dan eritroderma. Sinar ultraviolet masih menjadi pilihan di beberapa klinik. Sinar
ultraviolet B (UVB) mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan
untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan penyinaran secara
alamiah, tetapi tidak dapat diukur dan jika berlebihan maka akan memperparah
psoriasis. Karena itu, digunakan sinar ulraviolet artifisial, diantaranya sinar B yang
dikenal sebagai UVB. Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau
berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVB,
atau bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara
Goeckerman.1,3,7
c. Sistemik
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sistemik masih kontroversial kecuali yang bentuk
eritrodermi, psoriasis artritis dan psoriasis pustulosa Tipe Zumbusch. Dimulai
dengan prednison dosis rendah 30-60 mg (1-2 mg/kgBB/hari), atau steroid lain
8
dengan dosis ekivalen. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-lahan,
kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan
menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi Psoriasis Pustulosa Generalisata.1,3
Sitotastik
Bila keadaan berat dan terjadi eritrodermi serta kelainan sendi dapat sitostatik yang
biasa digunakan ialah metotreksat (MTX). Obat ini sering digunakan Psoriasis
Artritis dengan lesi kulit, dan Psoriasis Eritroderma yang sukar terkontrol. Bila lesi
membaik dosis diturunkan secara perlahan. Kerja metotreksat adalah menghambat
sintesis DNA dengan cara menghambat dihidrofolat reduktase dan juga
hepatotoksik maka perlu dimonitor fungsi hatinya. Karena bersifat menekan mitosis
secara umum, hati-hati juga terhadap efek supresi terhadap sumsum tulang.1,3
Etretinat (Tegison, Tigason)
Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi psoriasis
yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya.
Etretinat efektif untuk Psoriasis Pustular dan dapat pula digunakan untuk psoriasis
eritroderma. Kerja retinoid yaitu mengatur pertumbuhan dan diferensiasi terminal
keratinosit yang pada akhirnya dapat menetralkan stadium hiperproliferasi. Efek
samping dapat terjadi kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut, mata, dan
hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang dan persendian,
peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar (peningkatan enzim hati).1,3
Siklosporin A
Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan konvensional. Efeknya ialah
imunosupresif. Dosisnya 1-4mg/kgbb/hari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik,
gastrointestinal, flu like symptoms, hipertrikosis, hipertrofi gingiva,serta hipertensi.
Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi
kekambuhan.1,3
TNF-Antagonis
Tumor Necrosis Factor (TNF) alpha merupakan sitokin proinflamasi yang
memegang peran penting dalam patogenesis psoriasis. Saat ini sedang
dikembangkan sebagai terapi yang memberi haparan baru. Sediaannya antara lain
Adalimumab, Infliximab, etanercept, alefacept dan efalizumab.1,3,8
9
2.11 Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis residif. belum
ditemukan cara yang efektif dan member penyembuhan yang sempurna.1,2,3,4
2.12 Pencegahan
Dikatakan bahwa penyakit ini berhubungan dengan faktor genetik, autoimun, dan
beberapa faktor pencetus lain seperti stres psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena
Köbner), endokrin, gangguan metabolik, obat, juga alkohol dan merokok. Pencegahan
yang bisa dilakukan adalah dengan menghindari faktor pencetus.1,3
10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Dendyk Tetra Arwana
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 29 tahun
Pekerjaan : Pegawai swasta
Suku : -
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Status Perkawinan : Belum menikah
Alamat : Ling. Canggu Permai DIII/35 Tibubenemg, Kuta Utara, Badung
Tanggal Pemeriksaan : 16 November 2015
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Gatal pada seluruh tubuh
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan gatal pada seluruh tubuh, terutama pada daerah badan dan
tungkai. Keluhan tersebut dirasakan sejak awal tahun 2008. Awalnya keluhan gatal
dirasakan pada kulit kepala, dikatakan seperti ketombe, dan sering digaruk. Setelah
itu, rasa gatal dikatakan menyebar ke punggung dan ditemukan bintik-bintik
kemerahan seperti biang keringat. Rasa gatal dirasakan terus menerus sepanjang hari.
Pasien sempat memakai bedak kaladin di daerah tersebut, namun rasa gatal dikatakan
tidak menghilang. Lesi dikatakan semakin melebar dan menebal, berwarna merah,
serta menyebar ke seluruh tubuh. Saat itu pasien sempat memeriksakan diri ke
beberapa spesialis Kulit Kelamin swasta dan RSUP Sanglah. Pasien mendapatkan
obat berupa salep racikan dan keluhannya sudah sempat membaik pada tahun 2012.
11
Pada tahun 2013, keluhan tersebut dikatakan kembali muncul. Lesi dikatakan muncul
lagi diawali pada punggung kemudian meluas ke daerah tungkai kanan dan kiri.
Pasien sempat memeriksakan dirinya ke Rumah Sakit Kasih Ibu, mendapatkan
pengobatan, kemudian disarankan untuk ke rumah sakit Indera untuk melakukan
fototerapi karena respon pengobatan tidak terlalu bagus. Saat awal timbulnya gatal,
pasien mengatakan tidak memiliki riwayat demam sebelumnya. Benjolan pada daerah
leher, ketiak, mapun di daerah lipatan paha disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Terdahulu:
Sebelum tahun 2008, pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit seperti
ini. Riwayat penyakit sistemik juga dikatakan tidak ada.
Riwayat Alergi:
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi obat ataupun makanan.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga/Lingkungan:
Tidak ada anggota keluarga dan orang-orang disekitar rumah pasien yang
mengalami penyakit yang sama. Kakek pasien dikatakan pernah menglami penyakit
kulit dengan keluhan gatal-gatal, tetapi tidak pernah diketahui nama penyakitnya.
Tidak ada riwayat alergi, asma, dan penyakit sistemik lain dalam keluarga.
Riwayat Pengobatan:
Saat awal timbunya gejala pada tahun 2008, pasien mengatakan sempat berobat
ke beberapa dokter spesialis kulit kelamin dan RSUP Sanglah. Pasien mengatakan
mendapatkan obat berupa salep racikan dan tablet namun lupa nama obatnya.
Keluhan dikatakan sempat membaik, namun kembali muncul pada tahun 2013. Saat
itu pasien berobat ke Rumah Sakit Kasih Ibu dan mendapatkan jenis obat yang sama.
KArena keuhan tidak membaik, pasien disarankan untuk melakukan fototerapi di
Rumah sakit Indera.
12
Riwayat Sosial/Kebiasaan :
Pasien saat ini berprofesi sebagai pegawai di salah satu perusahaan garmen. Pasien
mengatakan beberapa kali merasa stress karena beban pekerjaannya karena dipatok
untuk mencapai target tertentu. Pasien juga sering merasa rendah diri dan malu
karena penyakitnya. Pasien mengatakan belum ingin menikah sampai kondisinya
membaik. Pasien memiliki riwayat merokok tetapi berhenti semenjak sakit.
3.3 Pemeriksaan Fisik
a. Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : -
Nadi : 72x/menit
Respirasi : 16x/menit
Suhu : 36,7°C
b. Status General
Kepala : Normochepali
Mata : Anemia -/-, Ikterus -/-
THT-KL : Kesan tenang, pembesaran KGB (-)
Thoraks : Cor S1S2 tunggal regular, murmur (-)
Po: Vesikuler -/-, rhonki -/-, Wheezing-/-
Abdomen : Bising Usus (+) normal, distensi (-), hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, oedem (-)
c. Status Dermatologis
Lokasi : dada, perut, punggung, tungkai bawah kanan dan kiri
Efloresensi : Plak eritema, multiple, berbatas tegas, bentuk geografika, ukuran
bervariasi mulai dari 2 x 2 cm sampai 20 x 5 cm, tersusun secara konfluens
dan tersebar secara generalisata. Diatasnya ditutupi dengan skuama kasar
berwarna keputihan
Lokasi: kuku ibu jari kaki kanan
13
Efloresensi: lempeng kuku warna () Rapuh/tidak, dinding kuku merah/tidak,
odem/tidak, bantalan kuku, bentuk kuku, lesi disekitar kuku
Stigmata atopik : tidak ada
Mukosa : dalam batas normal
Rambut : dalam batas normal
Fungsi kelenjar keringat : dalam batas normal
Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Saraf : dalam batas normal
3.4 Resume
Seorang pasien laki-laki berusia 37 tahun datang dengan keluhan gatal pada seluruh
tubuh sejak 5 bulan sebelum berobat ke RS Indera. Awalnya dirasakan gatal dan seperti
adanya ketombe pada perbatasan antara rambut dan dahi disekitar telinga pasien dan di
daerah perut. Pasien sempat mengoleskan daktarin di daerah tersebut, namun dalam
beberapa hari gatal menyebar ke seluruh tubuh. Tidak ada riwayat demam sebelumnya,
pasien juga mengatakan keadaannya baik-baik saja pada saat itu. Pasien belum pernah
mengalami hal seperti ini sewaktu kecil. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
Dalam keluarga pasien juga dikatakan tidak ada riwayat penyakit sistemik.
Pasien sedang menjalani Fototerapi di RS Indera. Pasien sudah 3 tahun menjalani
fototerapi. Namun lesi ditubuhnya belum menghilang. Pasien mengaku bahwa ia jarang
melakukan terapi, jika dirasakan lesi mulai berkurang maka pasien akan enggan untuk
berkunjung. Pasien melanjutkan terapi kembali ketika lesi ditubuhnya muncul lagi.
Seharusnya pasien dijadwalkan menjalani fototerapi 3 x seminggu. Dengan durasi terapi
saat ini adalah 15 menit. Pasien mendapat terapi lain dengan Interhistin 2 x 1 dan Inerson
15 gr dicampurkan dengan asam salisilat 3% untuk mengurangi peradangan dan gatalnya.
Keadaan umum pasien dalam batas normal, kesadaran compos mentis. Status dermatologi
pasien adalah ditemukan plak eritema dengan skuama kasar berwarna keputihan
diatasanya yang berlokasi diseluruh tubuh yaitu dikedua ekstremitas, perbatasan rambut
14
dan dahi, dada, perut, punggung dan pinggang, multiple, berbatas tegas, bentuk bulat,
ukuran bervariasi, tersusun secara konfluens dan tersebar secara generalisata.
3.5 Diagnosis Banding
Dermatitis seboroik
Dermatofitosis
3.6 Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
3.7 Diagnosis Kerja
Psoriasis Vulgaris
3.8 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Sistemik : Interhistin tab 1x1
Topikal : Inerson 15 gr dicampurkan dengan Asam salisilat 3% 2 x 1
Fototerapi : 3 x seminggu dengan UVB, durasi 15 menit.
b. KIE
Memberi penjelasan kepada pasien bahwa penyakit ini tidak menular, akan tetapi
penyakit ini bersifat kronis atau penyembuhannya lama.
Memberi penjelasan kepada pasien untuk rutin menjalankan terapi meskipun lesi
agak berkurang. Untuk mendapat manfaat terapi yang memuaskan.
Pasien tidak dibolehkan untuk menggaruk lesi karena dikhawatirkan akan terjadi
infeksi sekunder.
Menjelaskan kepada pasien bahwa penyebab dari penyakit ini berhubungan
dengan faktor genetik, autoimun, dan beberapa faktor pencetus lain seperti stres
psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena Köbner), endokrin, gangguan metabolik,
obat, juga alkohol dan merokok. Sehingga pasien sangat dianjurkan untuk
menghindari faktor pencetus tersebut.
15
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penyakit ini bersifat genetik, ada
kemungkinan anak dari pasien nantinya juga akan mengalami penyakit seperti ini.
3.9 Prognosis
Psoriasis vulgaris tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis residif. belum
ditemukan cara yang efektif dan member penyembuhan yang sempurna.
Gambar 1
16
Gambar 2
Gambar 3
17
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang pasien laki-laki berusia 37 tahun datang dengan keluhan gatal pada seluruh tubuh sejak
5 bulan. Awalnya dirasakan gatal dan seperti adanya ketombe pada perbatasan antara rambut dan
dahi disekitar telinga pasien dan di daerah perut. Pasien sempat mengobatinya dengan daktarin
tapi tidak sembuh. Dalam beberapa hari gatal dan plak makin menyebar ke seluruh tubuh. Tidak
ada riwayat demam sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya plak eritema dengan
skuama kasar berwarna keputihan diatasnya, menyebar hampir diseluruh bagian tubuh pasien
(pada kedua ekstremitas, perbatasan rambut dan dahi, dada, perut, punggung, dan pinggang),
multipel, berbatas tegas, bentuk bulat, ukuran bervariasi, tersusun secara konfluens dan tersebar
secara generalisata.
Dari anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik pasien dapat didiagnosis dengan psoriasis vulgaris.
Munculnya lesi pada perbatasan antara dahi dan rambut pasien dengan penampakan seperti
ketombe dan terasa sedikit gatal, serta adanya lesi di perut, ekstremitas, dada, punggung, dan
pinggang merupakan tempat predileksi dari munculnya psoriasis vulgaris. Tidak ditemukannya
keluhan demam sebelumnya juga merupakan ciri dari psoriasis, karena pada umumnya penyakit
ini tidak mempengaruhi keadaan umum dari pasien. Lesi dengan gambaran efloresensi plak
eritema yang dilapisi skuama kasar berwarna keputihan yang biasa dikenal dengan fenomena
tetesan lilin merupakan salah satu tanda khas dari psoriasis vulgaris.
Dermatitis seboroik berbeda dengan psoriasis, dimana pada dermatitis seboroik skuamanya
berminyak dan kekuningan. Skuama yang ditemukan pada pasien ini bersifat kasar dan berwarna
keputihan seperti pada tanda psoriasis. Dermatofitosis dapat dengan psoriasis dari keluhan sangat
gatal sekali dan ditemukannya jamur pada pemeriksaan KOH, dan dapat sembuh jika diobati
dengan anti jamur. Pada pasien keluhan gatalnya dikatakan masih ringan dan dapat ditahan,
sebelumnya pasien juga mengobati lesinya dengan daktarin yang berisi mikonazol 2% yang
merupakan anti jamur, namun keluhannya tidak hilang dan lesi makin berkembang.
18
Lesi yang ada pada tubuh pasien sangat luas karena mengenai ± 80% dari tubuhnya. Oleh karena
itu dokter menterapi pasien dengan fototerapi yang dijadwalkan 3 x seminggu. Telah
dikemukakan bahwa fototerapi dengan UVB merupakan terapi pilihan untuk pengobatan
psoriasis. Selain itu pasien juga diberikan tablet interhistin yang berisi mebidronil napadisilat
50mg sebanyak 2 x1 yang merupakan antialergi untuk mengurangi rasa gatal yang dialami
pasien. Selain itu pasien mendapat terapi topikal dengan campuran inerson 15 gr dan asam
salisilat 3% sebagai antiinflamasi dan mengurangi rasa gatal yang dialami pasien.
19
BAB V
KESIMPULAN
Psoriasis vulgaris atau yang dikenal dengan psoriasis merupakan suatu inflamasi kulit yang
bersifat kronik residif. dikatakan bahwa penyebab dari penyakit ini adalah autoimun. Psoriasis
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan, disertai dengan fenomena tetesan lilin, Auspitz Sign, dan fenomena
Köbner. Umumnya lesi psoriasis berdistribusi secara simetris dengan predileksi terutama di
daerah siku dan lutut, scalp dan perbatasan daerah tersebut dengan muka, lumbosakral, bokong
dan genitalia.
Etiologi dari penyakit ini berhubungan dengan faktor genetik, autoimun, dan faktor pencetus lain
seperti stres psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena Köbner), endokrin, gangguan metabolik,
obat, juga alkohol dan merokok. Psoriasis sebagai penyakit yang multifaktorial dengan penyebab
belum diketahui dengan pasti, sehingga penanganannya juga sangat bervariasi. Ashcroft dkk.,
2000 mengemukakan bahwa terdapat berbagai variasi terapi psoriasis, mulai dari topikal untuk
psoriasis ringan hingga fototerapi dan terapi sistemik untuk psoriasis berat. Edukasi kepada
pasien tentang faktor-faktor pencetusnya perlu disampaikan kepada pasien maupun keluarganya.
Penyakit ini tidak menyebabkan kematian namun hampir semua pasien bermasalah dengan
gangguan kosmetik yang tak jarang menimbulkan kendala dalam kehidupan sehari-hari.
Ditambah lagi dengan perjalan penyakit yang bersifat kronis sampai bertahun-tahun dan residif,
sehingga membutuhkan penanganan yang berkesinambungan.
20
Daftar Pustaka
1. Juanda Adhi., Hamzah Mochtar., Aisah Siti. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam.
FKUI. Jakarta. 2010 : 189-95.
2. Sekar Cantika Adriani. Hubungan Derajat Keparahan Psoriasis Vulgaris Terhadap Kualitas
Hidup Penderita. FK UNDIP. 2012.
3. Ariani Cindy. Hubungan Psoriasis dengan Kadar Lipid Serum. FK UNUD. 2010.
4. Gudjonsson JE. and Thorarinsson AM. Streptococcal Throat Infections and Excerbation of
Chronic Plaque Psoriasis: a prospective study. Br. J of Derm, 149. 2003 :530-4.
5. Susana C, Hugo O, Américo F, Petronila R and Alice S. Psoriasis: Epidemiology, Clinical
and Histological Features, Triggering Factors, Assessment of Severity Psychosocial Aspects.
In Tech. 2012 : 69-82.
6. Fitzpatrick BT, Richard AJ, Klaus W, Machiel KP, Dick S. Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology common and serious disease 3rd ed. United States of America:
McGraw-Hill Health Professions Division; 1997: 76-102.
7. Marfianti S. Phototherapy in Dermatology. Media Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin vol.23. 2011.
8. Cauza E, Spak M, Cauza K, Dunky A, Wagner E, etc. Treatment of Psoriatic Arthritis and
Psoriasis Vulgaris with the Tumor Necrosis Factor Inhibitor Infliximab. Rheumatol Int. 2002
: 227-232.
21