PSORIASIS VULGARIS

50
PSORIASIS VULGARIS A. DEFINISI Psoriasis adalah penyakit autoimun yang bersifat kronis residif, ditandai dengan plak eritem berbatas tegas dengan skuama kasar, berlapis-lapis, dan transparan dengan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner 1 . B. EPIDEMIOLOGI Prevalensi psoriasis bervariasi antara 0,1% hingga 11,8% dalam populasi yang berbeda. Insiden pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Insiden tertinggi di Eropa dilaporkan dari Denmark (2,9%). Amerika Serikat mencatat prevalensi sekitar 2,2% hingga 2,6% dan sekitar 150.000 kasus baru terdiagnosis tiap tahun. Pada bangsa berkulit hitam, misalnya di Afrika, jarang dilaporkan, demikian pula bangsa Indian di Amerika 1. Insiden psoriasis juga rendah pada penduduk Asia (0,4%). Psoriasis umumnya terjadi pada pria ataupun wanita 2 . Psoriasis dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya dan pengobatannya menghabiskan biaya besar. Di dunia, penyakit kulit ini diduga mengenai sekitar 2 sampai 3 persen penduduk. Data nasional prevalensi psoriasis di Indonesia belum diketahui.

description

pembahasan

Transcript of PSORIASIS VULGARIS

Page 1: PSORIASIS VULGARIS

PSORIASIS VULGARIS

A. DEFINISI

Psoriasis adalah penyakit autoimun yang bersifat kronis residif,

ditandai dengan plak eritem berbatas tegas dengan skuama kasar, berlapis-

lapis, dan transparan dengan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan

Kobner1.

B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi psoriasis bervariasi antara 0,1% hingga 11,8% dalam

populasi yang berbeda. Insiden pada orang kulit putih lebih tinggi daripada

penduduk kulit berwarna. Insiden tertinggi di Eropa dilaporkan dari Denmark

(2,9%). Amerika Serikat mencatat prevalensi sekitar 2,2% hingga 2,6% dan

sekitar 150.000 kasus baru terdiagnosis tiap tahun. Pada bangsa berkulit

hitam, misalnya di Afrika, jarang dilaporkan, demikian pula bangsa Indian di

Amerika1. Insiden psoriasis juga rendah pada penduduk Asia (0,4%). Psoriasis

umumnya terjadi pada pria ataupun wanita2.

Psoriasis dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya dan

pengobatannya menghabiskan biaya besar. Di dunia, penyakit kulit ini diduga

mengenai sekitar 2 sampai 3 persen penduduk. Data nasional prevalensi

psoriasis di Indonesia belum diketahui. Namun di RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo, selama tahun 2000 sampai 2001, insiden psoriasis mencapai

2,3%.

Psoriasis dapat muncul pada usia berapa pun, tetapi sangat jarang

terjadi pada usia kurang dari 10 tahun. Psoriasis paling banyak terjadi pada

usia 15-30 tahun. Adanya antigen HLA class 1, khususnya HLA-Cw6 dan

adanya riwayat keluarga yang positif di hubungkan dengan munculnya

psoriasis pada usia yang lebih muda. Henselen dan Christopher membagi

psoriasis menjadi 2 bentuk yaitu psoriasis tipe I, onset sekitar umur 40 tahun

dan terkait dengan HLA, dan tipe II, dengan onset umur lebih dari 40 tahun

dengan sedikit jumlah HLA. Psoriasis tipe I dan II tidak memilki perbedaan

apapun dalam hal terapinya1,2.

Page 2: PSORIASIS VULGARIS

C. ETIOPATOGENESIS

Psoriasis adalah penyakit inflamasi kronis pada kulit, dengan dasar

penyebab genetik yang kuat, ditandai dengan perubahan yang kompleks

pada pertumbuhan dan diferensiasi epidermis, abnormalitas biokimia,

immunologis, dan kelainan vaskuler yang rumit dan juga kelainan sistem

saraf yang masih belum diketahui secara jelas. Masalah utama penyakit ini

adalah kelainan dari keratinosit. Dengan ditemukannya Sel T spesifik

Imunosupresan siklosporin A (CsA) yang sangat aktif memerangi psoriasis

maka penelitian sekarang difokuskan terhadap sistem imun2.

Etiologi psoriasis belum diketahui pasti, diduga gangguan imunitas

yang diperantarai sel T, dengan sitokin yang memainkan peran penting,

sebagai elemen kunci terjadinya penyakit. Psoriasis merupakan penyakit

multifaktorial yang memerlukan faktor pencetus dari lingkugan dan

kepekaan genetik agar manifestasi klinis dapat terjadi. Human genome

yang berisi beberapa lokus yang peka terhadap psoriasis, khusus PSOR1

bertanggung jawab pada 50% kasus familial psoriasis2.

Psoriasis adalah kelainan autoimun. Pada kelainan ini terbukti

adanya peningkatan jumlah sel TCD8+ sekitar 80% dari keseluruhan

jumlah sel T pada epidermis lesi psoriatik dan invasi sel T ini pada

epidermis berhubungan dengan perkembangan lesi psoriatik.

1. Faktor Genetik

Faktor genetik berperan. Bila orangtuanya tidak menderita

psoriasis resiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang

orangtuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%.

Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe: psoriasis tipe I dengan

awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat

bersifat non familial. Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik

ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I

berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II

berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa

berkorelasi dengan HLA-B271.

Page 3: PSORIASIS VULGARIS

2. Patogenesis Psoriasis

Pembentukkan lesi dilihat dengan mikroskop electron,

imohistokimia, dan penelitian molekuler yang melibatkan dan tidak

melibatkan kedua kulit yang baru timbul lesi psoriatic memberikan

kerangka kerja yang sangat berguna untuk menerangkan hubungan

sebab akibat diantara banyak kejadian seluler pada pembentukkan lesi

Psoriatik2.

Lesi Inisial. Pada lesi inisal berbentuk pinhead macula

ditemukan adanya edema dan infiltrasi sel mononuclear pada dermis

bagian atas. Lapisan epidermis diatasnya segera menjadi spongiotik,

dengan lepasnya bagian terutama terfokus pada lapisan granular.

Venula pada dermis bagian atas mengalami dilatasi dan dikelilingi

oleh infiltrat sel mononuklear. Hal yang sama juga ditemukan pada

psoriasis macular dan papular dan kulit yang secara klinis normal

ditemukan 2-4 cm pada lokasi terjadinya pengembangan akut psoriasis

guttata. Penemuan ini meyakinkan adanya “pre-psoriatik state”, yang

dapat diakaitkan dengan genetik sebagai faktor yang mendasari2.

Pada lesi yang mulai terbentuk terjadi peningkatan secara besar

dari aktivitas metabolik dari sel epidermis, termasuk stratum korneum,

penigkatan sintesis DNA. Peningkatan jumlah sel mast dan makrofag

dermal serta peningkatan degranulasi sel mast. Pada tengah lesi dan

zona marginal dapat diidentifikasi dengan peningkatan parakeratosis,

elongasi kapiler, infiltrasi limfosit pada perivaskuler,dan makrofag

tanpa eksudasi ke epidermis. Sel skuamous terlihat memperbesar ruang

ekstra sel dengan hanya terlihatnya sedikit pertautan desmosom,

parakeratosis hanya terlihat bergerombol dan berupa titik-titik2.

Pada lesi yang matur terlihat dilatasi yang uniform dan

reterides, dengan penipisan epidermis yang menempel papil dermis.

Massa epidermal meingkat 3-5 kali lebih banyak dan ditemukan

banyak mitosis pada membran basal2.

Page 4: PSORIASIS VULGARIS

.

Gambar 1. Pembentukan lesi psoriasis

Sejak pertengahan 1980-an, telah diketahui bahwa psoriasis

merupakan gangguan sistem kekebalan tubuh, dan bukti telah

Kulit yang normal pada psoriasis, terjadi dilatasi kapiler dan muncul lekukan, terjadi peningkatan ringan jumlah dari sel T dan juga sel mast (M), kadang terjadi penebalan epidermis. Pada plak psoriasis kronis perubahan ini tergantung jarak dari lesi yang sudah terbentuk.

Area transisi dari lesi ditandai oleh dilatasi kapiler yang meningkat progresif serta tutiousity pembuluh darah, jumlah dari sel mast, makrofag (MP) dan sel T serta sel mast yang terdegranulasi (diberi tanda panah). Pada epidermis peningkatan dari ketebalan rete pegs yang prominen, penebalan celah extra sel, diskeratosis, hilangnya lapisan granuler di beberapa tempat, dan parakeratosis. Sel Langerhans (L) mulai keluar ke epidermis, sel dendritik inflamasi epidermal (I) dan sel T CD8+ (8) mulai masuk ke epidermis.

Lesi telah penuh. Dicirikan dengan adanya dilatasi kapiler maksimal dan turtiousity dengan peningkatan aliran darah sepuluh kali. Jumlah makrofag yang terdapat di membrane basal dan sel T dermal (terutama sel T CD4+) yang kontak dengan dendrite matur (D). Pada epidermis lesi yang matur ditandai dengan peningkatan hiperproliferasi keratinosit hingga ke lapisan suprabasal, parakeratosis, peningkatan jumlah sel T CD8+ dan akumulasi neutrofil di stratum korneum (munro’s microabses)

Kulit yang sehat, mengandung sel langerhans, sel dendritik imatur yang tersebar, dan sel T memori yang homing di kulit.

Page 5: PSORIASIS VULGARIS

menunjukkan bahwa aktifitas sel T abnormal adalah komponen

penting dari patogenesis penyakit. Sel T adalah salah satu dari tiga

kelompok utama sel yang bertanggung jawab atas proses mediasi

sistem kekebalan tubuh, mengkoordinasikan respon imun secara

keseluruhan untuk sebuah antigen. Sel T terbukti berpengaruh pada

lesi psoriasis. Pertama, sel limfosit T telah diidentifikasi dalam plak

psoriasis. Kedua, telah ditunjukkan bahwa inisiasi dan pemeliharaan

lesi memerlukan sel T yang aktif. Yang terakhir, studi klinis telah

menunjukkan bahwa obat-obatan yang menekan aktivitas sel T

berkontribusi pada peningkatan plak psoriasis.

Gambar 2. Perbedaan kulit normal dan psoriasis

Sel penyaji antigen (APC) juga behubungan dengan psoriasis

karena bertugas pada aktivasi sel T. Dalam psoriasis, diyakini bahwa

antigen yang tidak diketahui menyebabkan APC diaktifkan di

epidermis. APC menginternalisasi dan memproses antigen, yang

kemudian disajikan pada permukaan APC. APC yang telah diaktifkan

kemudian berjalan ke kelenjar getah bening dan mengaktifkan sel T

naif. Selama aktivasi ini, sel T dan APC mengikat satu sama lain di

banyak titik pada permukaan mereka melalui pasangan reseptor-ligan.

Peristiwa pengikatan ini sangat penting untuk setiap respon kekebalan

Page 6: PSORIASIS VULGARIS

berikutnya. Peristiwa perikatan tersebut pertama kali adalah

pengenalan dari molekul intraseluler adhesi-1 (ICAM-1) pada

permukaan APC oleh fungsi limfosit terkait dengan fungsi antigen-1

(LFA-1) pada permukaan sel T. interaksi ini mengirimkan sinyal

aktivasi yang diperlukan tapi tidak mencukupi ke sel T. Juga

diperlukan untuk aktivasi sinyal yang dihasilkan oleh pasangan ligan-

reseptor lain. Sebagai contoh, menampilkan APC antigen pada

permukaannya dalam format yang dapat dikenali oleh reseptor sel T.

Sinyal stimuli tambahan dikirim ke sel T sebagai hasil dari

beberapa interaksi. Hal ini meliputi fungsi pengikatan antigen leukosit-

3 (LFA-3) pada APC untuk CD2 antigen pada sel T. Efek bersih dari

semua sinyal adalah sel T diaktifkan dengan afinitas ditingkatkan

untuk sel endotel2.

Sel T yang diaktifkan sepanjang mikrrovaskulatur terhadap

jaringan perifer, sebuah proses yang dimediasi sebagian oleh

pengikatan antara sel T, LFA-1 dan endotel ICAM-1. Orang dengan

psoriasis memiliki sel T yang diaktifkan yang masuk ke dalam dermis

dan kemudian ke epidermis.

Setelah di kulit, sel T yang telah diaktifkan mengalami aktivasi

kedua (reaktivasi) yang mirip dengan pertemuan sebelumnya dengan

APC dalam kelenjar getah bening. Sel T yang telah Diaktifkan kembali

kemudian akan mampu memproduksi sitokin (protein larut yang dapat

digunakan baik langsung maupun tidak langsung pada sel lainnya).

Sitokin ini termasuk interleukin-2 (IL-2) dan interferon-gamma (IFN-

g). Faktor tersebut dapat menyebabkan sel lain untuk menghasilkan

sitokin postsecretory tumor necrosis factor-alpha (TNF-a), interleukin-

8 (IL-8), dan faktor koloni-merangsang granulocyte-makrofag (GM-

CSF) .

Meskipun tidak semua peristiwa pada penyebab psoriasis telah

sepenuhnya dijelaskan, tampak bahwa sitokin seperti TNF-a

Page 7: PSORIASIS VULGARIS

menyebabkan perubahan patologis dalam keratinosit. Salah satu

perubahan tersebut, induksi dari ICAM-1 di permukaan keratinosit,

merupakan cara T sel untuk mengikat secara langsung melalui molekul

LFA-1 (Gambar 3). Terlepas dari mekanisme, sel T yang telah

diaktivasi dan sitokin mereka hasilkan menyebabkan pematangan dini

dan proliferasi berlebihan dari keratinosit. Onset dalam sel-sel

epidermis berkurang dari 2 minggu sampai 1 hari. Perubahan

histopatologi ini secara klinis terbukti sebagai plak.

3. Faktor Pencetus

a. Trauma

Semua jenis trauma (fisik, kimia, bedah, dan inflamasi) dapat

menyebabkan timbulnya plak psoriasis. Timbulnya lesi psoriasis

pada tempat trauma dikenal dengan istilah fenomena Koebner2,4.

b. Infeksi

Keterkaitan psoriasi gutata dengan infeksi psoriasis telah

diakui sejak 50 tahun yang lalu. Sebanyak 80% pasien dengan

psoriasis gutata mempunyai bukti klinis dan laboratoris infeksi

streptokokus yang umumnya berupa tonsilofaringitis. Selain

streptokokus grup A, streptokokus grup C dan G juga sering

dikaitkan dengan psoriasis gutata. Beberapa kasus kasus psoriasis

gutata pada anak – anak juga ditandai dengan adanya selulitis

perianal streptokokus. Meskipun keterkaitan streptokokus pada

psoriasis gutata sudah dijelaskan, namun mekanisme pasti

pengaruh infeksi streptokokus terhadap formasi lesi psoriatik

masih hanya sebatas teoritis1,3.

Apabila seorang penderita psoriasis terkena infeksi HIV maka

akan memperberat keadaannya. Namun psoriasis menjadi kurang

aktif pada HIV stadium lanjut2.

c. Obat

Page 8: PSORIASIS VULGARIS

Obat-obatan yang juga dapat memperparah psoriasis

diantaranya litium, kortikosteroid, beta-bloker, dan AINS1.

d. Sinar matahari

Paparan sinar matahari yang kuat dapat memperberat

psoriasis1.

e. Stres

Dalam penyelidikan klinik, sekitar 30-40 % kasus terjadi

perburukan oleh karena stres. Stres bisa merangsang kekambuhan

psoriasis dan cepat menjalar bila kondisi pasien tidak stabil. Pada

anak-anak, eksaserbasi yang dihubungkan dengan stres terjadi

lebih dari 90 %. Stres psikis merupakan faktor pencetus utama.

Tidak ditemukan gangguan kepribadiaan pada penderita psoriasis.

Adanya kemungkinan bahwa stres psikologis dapat mengakibatkan

menurunnya kemampuan menerima terapi terutama pada kasus

berat2,4.

f. Rokok

Seseorang yang merokok juga dapat meningkatkan resiko

terjadinya psoriasis kronis5.

g. Alkohol

Kemungkinan alkohol yang berlebihan dapat mengurangi

kemampuan pengobatan dan juga adanya gejala stres menyebabkan

parahnya penyakit kulit. Alkohol dapat meningkatkan resiko

terjadinya psoriasis terutama pada usia muda pada laki-laki1.

h. Hormon

Perubahan hormon dalam tubuh dapat menyebabkan

keparahan pada penderita psoriasis. Puncak terjadinya selama

pubertas dan menopause. Pada ibu hamil gejala psoriasis terlihat

membaik namun memburuk saat postpartum1.

D. GEJALA KLINIS

Page 9: PSORIASIS VULGARIS

Dari autoanamnesis pasien psoriasis vulgaris mengeluh adanya

bercak kemerahan yang menonjol pada kulit dengan pinggiran merah,

tertutup dengan sisik keperakan, dengan ukuran yang bervariasi, makin

melebar, bisa pecah dan menimbulkan nyeri, jarang menyebabkan gatal.

Kelainan kulit pada psoriasis terdiri atas bercak-bercak eritema yang

meninggi (plak) dengan skuama di atasnya. Bisa ditemukan eritema

sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhannya sering

eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pingir.

Gambar 3. Lesi Psoriasis

Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika

(mica-like scale), serta transparan. Besar kelainan bervariasi dari milier,

lentikular, numular, sampai plakat, dan berkonfluensi, dengan gambaran

yang beraneka ragam, dapat arsinar, sirsinar, polisiklis atau geografis.

Tempat predileksi pada ekstremitas bagian ekstensor terutama

(siku, lutut, lumbosakral), daerah intertigo (lipat paha, perineum, aksila),

skalp, perbatasan skalp dengan muka, telapak kaki dan tangan, tungkai

atas dan bawah, umbilikus, serta kuku.

Pada psoriasis terdapat fenomena tetes lilin, Auspitz, dan Kobner

(isomorfik). Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap khas.

Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi

putih pada goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan berubahnya

indeks bias.

Page 10: PSORIASIS VULGARIS

Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik

akibat papilamatosis. Dan trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya

garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan

psoriasis dan disebut fenomena kobner yang timbul kira-kira setelah 3

minggu. Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yang agak khas

yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar.

Disamping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat

pula menyebabkan kelainan pada sendi yang biasanya bersifat

poliartikular.

Gambar 4. Fenomena Auspitz’s

Gambar 5. Pitting nail Gambar 6. Fenomena Kӧbner

E. BENTUK KLINIS

Page 11: PSORIASIS VULGARIS

Dalam klinik ditemukan berbagai tipe psoriasis, diantaranya:

1. Psoriasis vulgaris (Psoriasis plak kronis)

Merupakan bentuk klinis psoriasis yang paling umum. Lesi

awalnya muncul sebagai makula eritematus (datar dengan diameter <1

cm) atau papul, dengan tepi yang melebar dan menyatu membentuk

plak dengan diameter beberapa sentimeter. Psoriasis vulgaris disebut

psoriasis plak karena lesi umumnya berbentuk plak2.

Gambar 7. Psoriasis vulgaris

2. Psoriasis gutata

Merupakan onset akut dengan lesi psoriasis yang kecil, dalam

jumlah banyak dengan diameter 2-10 mm. Lesi biasanya terdistribusi

secara sentripetal meskipun juga dapat ditemukan pada kepala dan

ekstremitas. 2.

Page 12: PSORIASIS VULGARIS

Gambar 8. Psoriasis gutata

3. Psoriasis fleksuralis/inversa

Psoriasis ini mempunyai predileksi di fleksor2, umumnya pada

inframammae, perineal, dan aksila3.

Gambar 9. Psoriasis fleksural di inframammae

4. Eritroderma

Psoriasis aktif total maupun subtotal disebut sebagai eritroderma

psoriatik, yang dikenal dalam dua tipe yaitu psoriasis plak kronis dan

eritroderma. Eritroderma psoriatik dapat muncul sebagai akibat

pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri

yang meluas.

Page 13: PSORIASIS VULGARIS

Gambar 10. Eritroderma psoriatic

5. Psoriasis pustular generalisata

Disebut juga sebagai Psoriasis von Zumbusch, dimana muncul

pustule miliar di atas plak psoriasis. Psoriasis ini dapat diprovokasi

oleh penghentian kortikosteroid sistemik, juga dapat dipicu oleh

penisilin dan derivatnya, hidroklorokuin, morfin, sulfapiridin,

sulfonamide, kodein, fenilbutason, dan salisilat. Gejala awalnya ialah

kulit yang nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum berupa demam,

malese, nausea, anoreksia.

Gambar 11. Psoriasis von Zambusch

6. Palmoplantar pustulosis psoriasis

Muncul sebagai pustul yang steril, kekuningan dengan dasar

eritema, dan disertai rasa gatal. Sekitar 25% kasus palmoplantar

Page 14: PSORIASIS VULGARIS

pustulosis terkait dengan psoriasi vulgaris, namun saat ini dipahami

bahwa palmoplantar pustulosis mungkin bukan merupakan tipe

psoriasis.

Gambar 12. Palmoplantar pustulosis psoriasis

7. Psoriasis kuku

Psoriasis yang menyerang kuku jari tangan dan kaki dengan

memberi gambaran berupa lubang kecil pada kuku yang disebut pits.

Warna kuku menjadi kabur dan bagian kuku bebas agak terpisah dari

dasarnya oleh karena terbentuk zat tanduk subungual. Umumnya

kelainan kuku dimulai dari bagian distal dan menyebar ke bagian

proksimal hingga terjadi onikolisis1. Lebih sering pada kuku tangan

disbanding kuku kaki.

Page 15: PSORIASIS VULGARIS

Gambar 13. Psoriasis kuku

Ada banyak referensi yang menjelaskan mengenai pengelompokan

klinis psoriasis. Beberapa referensi mengelompokkan psoriasis

pustulosa palmoplantar dan psoriasis pustulosa generalisata akut (von

Zambusch) menjadi satu golongan dalam psoriasis pustulosa.

F. HISTOPATOLOGI

Gambar 14. Histologi psoriasis

Page 16: PSORIASIS VULGARIS

Pada tahap awal terjadi elongasi dan dilatasi dari pembuluh darah

di papiler dermis, dengan edema dan infiltrasi limfosit (perivascular

cuffing). Pembuluh darah melebar dan berliku-liku, dengan beberapa

neutrofil di dalam lumen. Limfosit dan neutrofil keluar dari pembuluh

darah mencapai epidermis. Ekstravasasi eritrosit jarang ditemukan.

Epidermis pada tahap ini tampak masih normal3.

Setelah itu, terjadi penebalan epidermis dengan hilangnya lapisan

granular dan formasi gundukan parakeratosis, yang diduga hasil dari onset

selular yang diperpendek. Keratinosit berproliferasi dan matang dengan

cepat, sehingga diferensiasi terminal tidak lengkap. Jadi, keratinosit

skuamosa tidak bisa mempertahankan intinya utuh dan melepaskan

beberapa lipid ekstraselular yang biasanya tempat perlekatan korneosit.

hasil perlekatan stratum korneum yang buruk akan menghasilkan

karakteristik lesi skuama psoriasis. Sebaran neutrofil terlihat pada tepi

gundukan parakeratosis yang menunjukkan manifestasi awal mikroabses

Munro3.

Gambar 15. Pembuluh darah melebar dan berliku-liku, dengan edema

ringan dan infiltrasi limfositik.

Tahap lanjut ditandai oleh akantosis reguler (penebalan stratum

spinosum) dan epidermis menunjukkan adanya “hiperplasia psoriasiform"

dengan adanya elongasi dan penipisan suprapapiler. Aktivitas mitosis

cukup sering terjadi, sebagai indikator hiperproliferasi dari kondisi ini.

Parakeratosis menjadi banyak, dengan hilangnya lapisan granular. Ada

Page 17: PSORIASIS VULGARIS

transmigrasi sel inflamasi melalui epidermis menjadi skuama parakeratotik

dengan banyak netrofil intrakorneal, yang disebut "Munro

microabscesses". Akumulasi serupa pada stratum spinosum yang

didefinisikan sebagai pustul spongiform dari Kogoj. Bila abses subcorneal

menonjol dikenal sebagai penyakit psoriasis pustular. Infiltrasi inflamasi

kulit yang lebih berat daripada saat lesi awal, terdiri oleh T limfosit, sel

Langherhan dengan sebukan neutrofil. Di bawah membran basal

epidermis, tampak makrofag CD11c positif. Selain neutrofil, limfosit T

juga ditemukan di antara keratinosit di seluruh epidermis dan dalam

jumlah yang lebih besar ditemukan di dalam dermis. Dengan analisis

imunohistokimia telah ditunjukkan pada epidermis yang tampak terutama

limfosit CD8 + T sel, sedangkan limfosit pada dermis adalah campuran

CD4 + dan CD8 + T sel, dengan didominasi CD4+, mirip dengan yang

terlihat pada darah perifer. Lesi yang lebih lanjut terdapat orthokeratosis,

lapisan granular utuh dan eksositosis sel inflamasi ringan3.

Gambar 16. Hiperplasia epidermal psoriaiform Gambar 17. Mikroabses Munro

Gambar 18. Spongiform pustule Kogoj Gambar 19. Pustolar psoriasis.

Page 18: PSORIASIS VULGARIS

Munro mikroabses dan mikropustul Kogoj adalah petunjuk

diagnostik psoriasis, tetapi mereka tidak selalu tampak. Semua gambaran

lainnya dapat ditemukan di banyak dermatitis ekzema, seperti alergi

kontak dermatitis dan dermatitis atopik. Namun, dalam lesi spongiosis dan

oozing (tampak gambaran serum yang dikoagulasikan dalam lapisan

korneum). Selain itu, dalam dermatitis kontak alergi ada gambaran

sebukan eosinofilik yang biasanya tidak tampak pada kasus psoriasis. lesi

harus dibedakan dari liken simplek kronis yang kontras dengan psoriasis.

Menunjukkan lapisan granular jelas, ditandai akantosis dan fibrosis lapisan

dermis. Dermatitis seboroik sulit dibedakan dari psoriasis oleh adanya

spongiosis, folikel parakeratosis dan akantosis yang tidak teratur. PAS dan

noda Gram sangat membantu untuk mengidentifikasi adanya

mikroorganisme, dalam kasus impetigo bakteri, kandidiasis dan pustolar

dermatofitosis3.

G. DIAGNOSIS BANDING

Beberapa diagnosis banding psoriasis vulgaris1 :

1. Dermatofitosis (Tinea dan Onikomikosis)

Pada stadium penyembuhan psoriasis telah dijelaskan bahwa

eritema dapat terjadi hanya di pinggir, hingga menyerupai

dermatofitosis. Perbedaannya adalah skuama umumnya pada perifer

lesi dengan gambaran khas adanya central healing, keluhan pada

dermatofitosis gatal sekali dan pada sediaan langsung ditemukan

jamur.

2. Sifilis Psoriasiformis

Sifilis pada stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut

sifilis psoriasiformis. Perbedaannya adalah skuama berwarna coklat

tembaga dan sering disertai demam pada malam hari (dolores

nocturnal), STS positif (tes serologik untuk sifilis), terdapat senggama

Page 19: PSORIASIS VULGARIS

tersangka (coitus suspectus), dan pembesaran kelenjar getah bening

menyeluruh serta alopesia areata.

3. Dermatitis Seboroik

Predileksi Dermatitis Seboroik pada alis, lipatan nasolabial,

telinga sternum dan fleksura. Sedangkan Psoriasis pada permukaan

ekstensor terutama lutut dan siku serta kepala. Skuama pada psoriasis

kering, putih, mengkilap, sedangkan pada Dermatitis Seboroik skuama

berminyak, tidak bercahaya. Psoriasis tidak lazim pada wajah dan jika

skuama diangkat tampak basah bintik perdarahan dari kapiler (Auspitz

sign), dimana tanda ini tidak ditemukan pada dermatitis seboroik.

4. Pitiriasis Rosea

Pada pitiriasis Rosea, lokasi erupsi pada lengan atas, badan dan

paha, bentuk oval, distribusi memanjang mengikuti garis tubuh (pohon

cemara), skuama sedikit tidak berlapis-lapis dan didahului oleh herald

patch.

5. Dermatitis Atopi

Distribusi biasanya tidak ada pada permukaan ekstensor siku

dan lutut, biasanya disertai eksudasi dengan skuama keabu-abuan

disertai gatal berat.

6. Folikulitis

Folikulitis merupakan peradangan folikel rambut yang

disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus. Tempat predileksi

biasanya di tungkai bawah. Kelainan berupa papul atau pustul yang

eritematosa dan ditengahnya biasanya terdapat rambut1.

7. Pustulosis Eksantematosa Generalisata Akut (PEGA)

Penyakit ini jarang terjadi, diduga diakibatkan oleh alergi obat,

infeksi akut oleh enterovirus, hipersensitivitas terhadap merkuri, dan

dermatitis kontak.

Kelainan kulit berupa pustul miliar non-folikular yang timbul

pada kulit yang eritematosa dapat disertai purpura dan lesi menyerupai

lesi target. Pada PEGA ini terjadi akut dan terdapat riwayat alergi obat.

Page 20: PSORIASIS VULGARIS

Pustul-pustul pada kulit yang eritematosa dan demam yang terjadi

lebih cepat menghilang. Sering disertai adanya riwayat makan obat.

Tabel 1. Diagnosis Banding Psoriasis

H. PENATALAKSANAAN

Dalam kepustakaan terdapat banyak cara pengobatan. Pada

pengobatan psoriasis gutata yang biasanya disebabkan oleh infeksi

ditempat lain, setelah infeksi tersebut diobati umumnya psoriasis akan

sembuh sendiri1.

Oleh karena penyebab pasti belum jelas, maka diberikan

pengobatan simtomatis sambil berusaha mencari/mengeliminasi faktor

pencetus :

1. Topikal

a. Preparat Ter

Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang

efeknya adalah anti radang1.

Preparat ter berguna pada keadaan-keadaan:

Page 21: PSORIASIS VULGARIS

1) Bila psoriasis telah resisten terhadap steroid topikal sejak awal

atau takhifilaksis oleh karena pemakaian pada lesi luas.

2) Lesi yang melibatkan area yang luas sehingga pemakaian

steroid topikal kurang bijaksana.

3) Bila obat-obat oral merupakan kontra indikasi oleh karena

terdapat penyakit sistemik.

Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal

dari1:

1) Fosil, misalnya iktiol

2) Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.

3) Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens

Ter dari kayu dan batubara yang efektif untuk psoriasis,

dimana ter batubara lebih efektif dari pada ter kayu, sebaliknya

kemungkinan memberikan iritasi juga jauh lebih besar. Pada

psoriasis yang menahun lebih baik digunakan ter yang beasal

dari batubara, sebaliknya psoriasis akut dipilih ter dari kayu1.

Preparat ter digunakan dengan konsentrasi 2-5 %. Untuk

mempercepat, ter dapat dikombinasi dengan asam salisilat 2-10

% dan sulfur presipitatum 3-5 %1.

b. Kortikosteroid

Kerja steroid topikal pada psoriasis diketahui melalui

beberapa cara, yaitu:

1) Vasokonstriksi untuk mengurangi eritema.

2) Menurunkan turnover sel dengan memperlambat proliferasi

seluler.

3) Efek anti inflamasi, dimana diketahui pada psoriasis,

leukosit memegang peranan dan steroid topikal dapat

menurunkan inflamasi.

Fluorinate, triamcinolone 0,1 % dan flucinolone topikal

efektif untuk kebanyakan kasus psoriasis pada anak. Preparat

Page 22: PSORIASIS VULGARIS

hidrokortison 1%-2,5% harus digunakan pada fase akut dan

sebagai pengobatan maintenance.

Kortikosteoid tersedia dalam bentuk gel, lotion, solution

dan krim, serta ointment dimana pada pemakaian jangka

panjang dapat terjadi efek samping. Efek samping berupa

atrofi, erupsi akneiformis, striae, telangiektasis di muka, dapat

terjadi pada pemakaian topikal potensi kuat, terutama bila

digunakan under occlusion. Kadang-kadang pada pemakaian

jangka panjang dapat terjadi hypothalamic pituitary adrenal

axis (HPA) sehingga dianjurkan pemeriksaaan level serum

kortisol.

c. Ditranol (antralin)

Antralin mempunyai efek sitostatik, sebab dapat

mengikat asam nukleat, menghambat sintesis DNA dan

menggabungkan uridin ke dalam RNA nukleus. Obat ini

dikatakan efektif pada Psoriasis Gutata. Kekurangannya adalah

mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi yang digunakan

biasanya 02-0,8 persen dalam pasta, salep, atau krim1. Lama

pemakaian hanya ¼ – ½ jam sehari sekali untuk mencegah

iritasi penyembuhan dalam 3 minggu.

d. Calcipotriol

Calcipotriol ialah sintetik vit D yang bekerja dengan

menghambat proliferasi sel dan diferensiasi sel terminal1,

meningkatkan diferensiasi terminal keratinosit, dan

menghambat proliferasi keratinosit. Preparatnya berupa salep

atau krim 50 mg/g. Efek sampingnya berupa iritasi, yakni rasa

terbakar dan tersengat, dapat pula telihat eritema dan skuamasi.

Rasa tersebut akan hilang setelah beberapa hari obat

dihentikan.

Page 23: PSORIASIS VULGARIS

e. Tazaroten

Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya

menghambat proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi

keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel

radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel,

dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila

dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat

akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek

sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan eritema

pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif1.

f. Emolien

Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada

batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah

biasanya digunakan salep dengan bahan dasar vaselin 1-2

kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat

meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri

tidak mempunyai efek antipsoriasis1.

2. Sistemik

a. Kortikosteroid1

Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, dan

diindikasikan pada Psoriasis Eritroderma, Psoriasis Artritis, dan

Psoriasis Pustulosa Tipe Zumbusch. Dimulai dengan prednison

dosis rendah 30-60 mg (1-2 mg/kgBB/hari), atau steroid lain

dengan dosis ekivalen. Setelah membaik, dosis diturunkan

perlahan-lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian

obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat

terjadi Psoriasis Pustulosa Generalisata.

b. Sitostatik

Obat sitostatik yang biasa digunakan ialah metotreksat

(MTX). Indikasinya ialah untuk psoriasis, psoriasis pustulosa,

Page 24: PSORIASIS VULGARIS

psoriasis artritis dengan lesi kulit, dan psoriasis ritroderma yang

sukar terkontrol dengan obat standar1.

MTX menghambat aktifitas asam di hidrolik reduktase dan

timidilat sintetase yang berguna untuk sintesa DNA.(12-15) MTX

juga dapat menghambat proliferasi dan siklus sel epidermis,

menekan kemotaksis netrofil.

Pasien psoriasis diberikan metotreksat 7,5 mg sekali

seminggu yang terbagi dalam 3 dosis dengan interval 12 jam.

Setelah 90% lesi berkurang maka dosis dapat di turunkan 2,5 mg

atau bila tidak ada perbaikan dalam waktu lebih dari 3-4 minggu.

Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, sistem

hematopoietik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya

tuberkulosis), ulkus peptikum, kolitis ulserosa, dan psikosis1. Efek

samping metotreksat berupa nyeri kepala, alopesia, kerusakan

kromosom, aktivasi tuberkulosis, nefrotoksik, juga terhadap

saluran cerna, sumsum tulang belakang, hepar, dan lien. Pada

saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung, stomatitis ulserosa,

dan diare. Jika hebat dapat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi

intestinal. Sumsum tulang berakibat timbulnya leukopenia,

trombositopenia, kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi

fibrosis portal dan sirosis hepatik1.

c. DDS

DDS (diaminodifenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan

Psoriasis Pustulosa tipe Barber dengan dosis 2×100 mg/hari.1,2

Efek sampingnya ialah anemia hemolitik, methemoglobinemia, dan

agranulositosis1.

d. Etretinat (tegison, tigason)

Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A

digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-

obat lain mengingat efek sampingnya1. Etretinat efektif untuk

Psoriasis Pustular dan dapat pula digunakan untuk psoriasis

Page 25: PSORIASIS VULGARIS

eritroderma. Kerja retinoid yaitu mengatur pertumbuhan dan

diferensiasi terminal keratinosit yang pada akhirnya dapat

menetralkan stadium hiperproliferasi. Pada psoriasis obat tersebut

mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit

normal1. Retinoid juga memberikan efek anti inflamasi seperti

menghambat netrofil. Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama

diberikan 1mg/kgbb/hari, jika belum terjadi perbaikan dosis dapat

dinaikkan menjadi 1½ mg/kgbb/hari1. Efek sampingnya berupa

kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut, mata, dan

hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang

dan persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar

(peningkatan enzim hati), hiperostosis, dan teratogenik. Kehamilan

hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat dihentikan1.

e. Asitretin (neotigason)

Merupakan metabolit aktif etretinat yang utama1. Asitretin

sebagai monoterapi sangat efektif untuk Psoriasis Eritroderma dan

Pustular.Efek sampingnya dan manfaatnya serupa dengan

etretinat1. Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya hanya 2-4 hari,

dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100-120 hari1.

Dosisnya 0,5 mg/kgbb/hari. Obat ini lebih menjanjikan untuk

penderita anak-anak dan wanita usia produktif.

f. Siklosporin A

Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan

konvensional. Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 6

mg/kgbb/hari1. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik,

gastrointestinal, flu like symptoms, hipertrikosis, hipertrofi gingiva,

serta hipertensi. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya

setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan1.

g. Eritromisin

Merupakan antibiotik pilihan karena menghambat efek

kemotaksis netrofil dan biasanya pada psoriasis gutata yang

Page 26: PSORIASIS VULGARIS

rekuren setelah infeksi streptokokus dapat dipertimbangkan untuk

pemeriksaan kultur tenggorokan.

3. Fototerapi

Sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis,

sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang

terbaik adalah dengan penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak

dapt diukur dan jika berlebihan maka akan memperparah psoriasis.

Karena itu, digunakan sinar ulraviolet artfisial, diantaranya

sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan

secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-

metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama

dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara

Goeckerman. PUVA efektif pada 85 % kasus, ketika psoriasis tidak

berespon terhadap terapi yang lain.

Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka degan UVA akan

terjadi efek sinergik. Diberikan 0,6 mg/kgbb secara oral 2 jam sebelum

penyinaran ultraviolet. Dilakukan 2x seminggu, kesembuhan terjadi 2-

5 kali pengobatan. Selanjutnya dilakukan pengobatan rumatan

(maintenance) tiap 2 bulan.

Efek samping overdosis dari fototerapi berupa mual, muntah,

pusing dan sakit kepala. Adapun kanker kulit (karsinoma sel skuamos)

yang dianggap sebagai resiko PUVA masih kontroversial.

Page 27: PSORIASIS VULGARIS

Tabel 2. Terapi psoriasis

Page 28: PSORIASIS VULGARIS

I. EVALUASI PENGOBATAN PSORIASIS

Skor Psoriasis area severity index (PASI) adalah penilaian luasnya

area yang terkena dengan derajat keparahan eritema, desquamasi dan

indurasi. Untuk perhitungan PASI, empat area utama yang di nilai :

kepala, badan, extremitas atas dan ekstremitas bawah.

Skor PASI memungkinkan peneliti untuk memasukkan angka yang

objektif mengenai apa yang dinyatakan akan menjadi hal yang sangat

subjektif: keparahan suatu penyakit psoriasis terhadap seseorang. Untuk

membuat skor, diperhatikan tiga hal plak psoriatis (kemerahan) skuama

dan ketebalan masing-masing diberi nomor 0-4 dengan 4 yang terburuk.

Lalu sejauh mana keterlibatan setiap wilayah tubuh dinilai 0-6.

Menjumlahkan skor memberikan rentang dari 0 sampai 72.

Banyak studi kutipan perbaikan terlihat pada skor PASI dari waktu

ke waktu sebagai ukuran efektivitas obat itu. Misalnya, mereka dapat

mencatat bahwa sebagian tertentu dari pasien mengalami penurunan 75%

dalam nilai-nilai mereka PASI selama masa pengobatan 12 minggu dan

laporan ini sebagai persentase penduduk mencapai "PASI 75".

Skor PASI jarang digunakan dalam praktik klinis, meskipun dokter

lebih teliti atau mereka yang bekerja di klinik universitas berbasis atau

pusat perawatan khusus secara rutin psoriasis dapat menggunakan alat ini

untuk mengikuti perkembangan pasien mereka4.

Page 29: PSORIASIS VULGARIS

LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS

1. IDENTITAS

Nama : Ny.P

Umur : 38 th

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Banmati, Sukoharjo

Pekerjaan : Swasta

Tanggal Periksa : 15 Febuari 2013

No. RM : 01178831

2. KELUHAN UTAMA

Gatal-gatal pada punggung, perut bagian bawah, dan kaki

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Sejak 1 tahun yang lalu pasien mengeluhkan gatal-gatal pada

punggung. Gatal juga diikuti dengan munculnya bercak – bercak merah

yang sedikit dan berukuran kecil, namun semakin lama semakin banyak

dan menjalar ke perut, dan kedua kaki. Gatal dan bercak merah itu terasa

semakin bertambah banyak terutama setelah digaruk, menebal, dan

bersisik. Bercak – bercak kadang terasa gatal terutama ketika pasien

berkeringat. Pasien juga merasa bercak bertambah banyak dan makin

melebar jika pasien banyak pikiran atau ketika sedang sakit.

± 2 tahun yang lalu, pasien pernah mengalami gatal dan bercak

serupa. Pasien berobat ke dokter kulit setempat, diberi obat minum dan

obat salep tapi pasien tidak tahu namanya.

Keluhan berupa bercak dan gatal pada badannya sudah dirasakan

sejak 10 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan kambuh-kambuhan terutama

pada daerah lipat paha. Selama 10 tahun ini, pasien tidak pernah merasa

Page 30: PSORIASIS VULGARIS

benar-benar kulitnya halus. Keluhan dirasakan pasien semakin berat,

bercak yang semakin luas, kemudian memeriksakan diri ke Poli Kulit dan

Kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk mendapatkan terapi lebih

lanjut.

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

R. penyakit serupa : (+) 10 tahun yang lalu

R. alergi obat dan makanan : disangkal

R. mengkonsumsi obat : disangkal

R. asma : disangkal

R. diabetes mellitus : disangkal

R. hipertensi : disangkal

5. RIWAYAT KELUARGA

R. sakit serupa : disangkal

R. alergi obat dan makanan : disangkal

6. RIWAYAT KEBIASAAN

Pasien biasa mandi sebanyak 2 kali sehari dengan air sumur dan berganti

pakaian 2 kali sehari. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok

7. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

Pasien adalah seorang wanita berumur 38 tahun dengan status belum

menikah. Pasien saat ini bekerja sebagai penjahit di rumahnya dan berobat

menggunakan biaya sendiri.

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

Keadaan umum : baik, compos mentis, gizi kesan cukup

Vital Sign : Respirasi rate : 20 x / menit

Nadi : 84 x / menit

Page 31: PSORIASIS VULGARIS

Suhu : afebril

Kepala : lihat status lokalis

Leher : dalam batas normal

Mata : dalam batas normal

Telinga : dalam batas normal

Thorax : lihat status lokalis

Punggung : lihat status lokalis

Abdomen : lihat status lokalis

Ekstremitas Atas : lihat status lokalis

Ekstremitas Bawah : lihat status lokalis

Status Lokalis :

Region toraks dan gluteus posterior : plakat eritema multiple dengan

skuama tebal berlapis diatasnya

Page 32: PSORIASIS VULGARIS

Regio abdomen, illiaca: plakat eritema multiple dengan skuama tebal

berlapis diatasnya

Regio Ekstremitas superior : plakat eritema multiple dengan skuama tebal

berlapis diatasnya

Page 33: PSORIASIS VULGARIS

Regio Ekstremitas Inferior : plakat eritema multiple dengan skuama tebal

berlapis diatasnya

Fenomena tetesan lilin: (+)

Auspitz sign : (+)

D. DIAGNOSIS BANDING

1. Psoriasis vulgaris

2. Dermatofitosis ( Tinea dan onikomikosis)

3. Sifilis psoriasiformis

4. Dermatitis Seboroik

5. Pitiriasis Rosea

6. Dermatitis Atopi

E. DIAGNOSIS KERJA

Psoriasis vulgaris

F. TERAPI

Medikamentosa: Betametason dipropionate 0,05% g 30

Asam salisilat 3% g 30

Urea cream 2 dd ue

dioleskan 2 x sehari pada permukaan kulit yang bersisik

cetirizin 1 x 1

Page 34: PSORIASIS VULGARIS

G. PLANNING

1. Pemeriksaan histopatologis

2. Pemeriksaan kimia darah (termasuk Tes fungsi hati)

3. Pemeriksaan asam urat

H. PROGNOSIS

Ad vitam : baik

Ad sanam : baik

Ad fungsionam : baik

Ad Kosmetikum : dubia ad bonam