PSORIASIS VULGARIS
-
Upload
rendyprimananda -
Category
Documents
-
view
44 -
download
6
description
Transcript of PSORIASIS VULGARIS
PSORIASIS VULGARIS
A. DEFINISI
Psoriasis adalah penyakit autoimun yang bersifat kronis residif,
ditandai dengan plak eritem berbatas tegas dengan skuama kasar, berlapis-
lapis, dan transparan dengan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan
Kobner1.
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi psoriasis bervariasi antara 0,1% hingga 11,8% dalam
populasi yang berbeda. Insiden pada orang kulit putih lebih tinggi daripada
penduduk kulit berwarna. Insiden tertinggi di Eropa dilaporkan dari Denmark
(2,9%). Amerika Serikat mencatat prevalensi sekitar 2,2% hingga 2,6% dan
sekitar 150.000 kasus baru terdiagnosis tiap tahun. Pada bangsa berkulit
hitam, misalnya di Afrika, jarang dilaporkan, demikian pula bangsa Indian di
Amerika1. Insiden psoriasis juga rendah pada penduduk Asia (0,4%). Psoriasis
umumnya terjadi pada pria ataupun wanita2.
Psoriasis dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya dan
pengobatannya menghabiskan biaya besar. Di dunia, penyakit kulit ini diduga
mengenai sekitar 2 sampai 3 persen penduduk. Data nasional prevalensi
psoriasis di Indonesia belum diketahui. Namun di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, selama tahun 2000 sampai 2001, insiden psoriasis mencapai
2,3%.
Psoriasis dapat muncul pada usia berapa pun, tetapi sangat jarang
terjadi pada usia kurang dari 10 tahun. Psoriasis paling banyak terjadi pada
usia 15-30 tahun. Adanya antigen HLA class 1, khususnya HLA-Cw6 dan
adanya riwayat keluarga yang positif di hubungkan dengan munculnya
psoriasis pada usia yang lebih muda. Henselen dan Christopher membagi
psoriasis menjadi 2 bentuk yaitu psoriasis tipe I, onset sekitar umur 40 tahun
dan terkait dengan HLA, dan tipe II, dengan onset umur lebih dari 40 tahun
dengan sedikit jumlah HLA. Psoriasis tipe I dan II tidak memilki perbedaan
apapun dalam hal terapinya1,2.
C. ETIOPATOGENESIS
Psoriasis adalah penyakit inflamasi kronis pada kulit, dengan dasar
penyebab genetik yang kuat, ditandai dengan perubahan yang kompleks
pada pertumbuhan dan diferensiasi epidermis, abnormalitas biokimia,
immunologis, dan kelainan vaskuler yang rumit dan juga kelainan sistem
saraf yang masih belum diketahui secara jelas. Masalah utama penyakit ini
adalah kelainan dari keratinosit. Dengan ditemukannya Sel T spesifik
Imunosupresan siklosporin A (CsA) yang sangat aktif memerangi psoriasis
maka penelitian sekarang difokuskan terhadap sistem imun2.
Etiologi psoriasis belum diketahui pasti, diduga gangguan imunitas
yang diperantarai sel T, dengan sitokin yang memainkan peran penting,
sebagai elemen kunci terjadinya penyakit. Psoriasis merupakan penyakit
multifaktorial yang memerlukan faktor pencetus dari lingkugan dan
kepekaan genetik agar manifestasi klinis dapat terjadi. Human genome
yang berisi beberapa lokus yang peka terhadap psoriasis, khusus PSOR1
bertanggung jawab pada 50% kasus familial psoriasis2.
Psoriasis adalah kelainan autoimun. Pada kelainan ini terbukti
adanya peningkatan jumlah sel TCD8+ sekitar 80% dari keseluruhan
jumlah sel T pada epidermis lesi psoriatik dan invasi sel T ini pada
epidermis berhubungan dengan perkembangan lesi psoriatik.
1. Faktor Genetik
Faktor genetik berperan. Bila orangtuanya tidak menderita
psoriasis resiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang
orangtuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%.
Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe: psoriasis tipe I dengan
awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat
bersifat non familial. Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik
ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I
berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II
berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa
berkorelasi dengan HLA-B271.
2. Patogenesis Psoriasis
Pembentukkan lesi dilihat dengan mikroskop electron,
imohistokimia, dan penelitian molekuler yang melibatkan dan tidak
melibatkan kedua kulit yang baru timbul lesi psoriatic memberikan
kerangka kerja yang sangat berguna untuk menerangkan hubungan
sebab akibat diantara banyak kejadian seluler pada pembentukkan lesi
Psoriatik2.
Lesi Inisial. Pada lesi inisal berbentuk pinhead macula
ditemukan adanya edema dan infiltrasi sel mononuclear pada dermis
bagian atas. Lapisan epidermis diatasnya segera menjadi spongiotik,
dengan lepasnya bagian terutama terfokus pada lapisan granular.
Venula pada dermis bagian atas mengalami dilatasi dan dikelilingi
oleh infiltrat sel mononuklear. Hal yang sama juga ditemukan pada
psoriasis macular dan papular dan kulit yang secara klinis normal
ditemukan 2-4 cm pada lokasi terjadinya pengembangan akut psoriasis
guttata. Penemuan ini meyakinkan adanya “pre-psoriatik state”, yang
dapat diakaitkan dengan genetik sebagai faktor yang mendasari2.
Pada lesi yang mulai terbentuk terjadi peningkatan secara besar
dari aktivitas metabolik dari sel epidermis, termasuk stratum korneum,
penigkatan sintesis DNA. Peningkatan jumlah sel mast dan makrofag
dermal serta peningkatan degranulasi sel mast. Pada tengah lesi dan
zona marginal dapat diidentifikasi dengan peningkatan parakeratosis,
elongasi kapiler, infiltrasi limfosit pada perivaskuler,dan makrofag
tanpa eksudasi ke epidermis. Sel skuamous terlihat memperbesar ruang
ekstra sel dengan hanya terlihatnya sedikit pertautan desmosom,
parakeratosis hanya terlihat bergerombol dan berupa titik-titik2.
Pada lesi yang matur terlihat dilatasi yang uniform dan
reterides, dengan penipisan epidermis yang menempel papil dermis.
Massa epidermal meingkat 3-5 kali lebih banyak dan ditemukan
banyak mitosis pada membran basal2.
.
Gambar 1. Pembentukan lesi psoriasis
Sejak pertengahan 1980-an, telah diketahui bahwa psoriasis
merupakan gangguan sistem kekebalan tubuh, dan bukti telah
Kulit yang normal pada psoriasis, terjadi dilatasi kapiler dan muncul lekukan, terjadi peningkatan ringan jumlah dari sel T dan juga sel mast (M), kadang terjadi penebalan epidermis. Pada plak psoriasis kronis perubahan ini tergantung jarak dari lesi yang sudah terbentuk.
Area transisi dari lesi ditandai oleh dilatasi kapiler yang meningkat progresif serta tutiousity pembuluh darah, jumlah dari sel mast, makrofag (MP) dan sel T serta sel mast yang terdegranulasi (diberi tanda panah). Pada epidermis peningkatan dari ketebalan rete pegs yang prominen, penebalan celah extra sel, diskeratosis, hilangnya lapisan granuler di beberapa tempat, dan parakeratosis. Sel Langerhans (L) mulai keluar ke epidermis, sel dendritik inflamasi epidermal (I) dan sel T CD8+ (8) mulai masuk ke epidermis.
Lesi telah penuh. Dicirikan dengan adanya dilatasi kapiler maksimal dan turtiousity dengan peningkatan aliran darah sepuluh kali. Jumlah makrofag yang terdapat di membrane basal dan sel T dermal (terutama sel T CD4+) yang kontak dengan dendrite matur (D). Pada epidermis lesi yang matur ditandai dengan peningkatan hiperproliferasi keratinosit hingga ke lapisan suprabasal, parakeratosis, peningkatan jumlah sel T CD8+ dan akumulasi neutrofil di stratum korneum (munro’s microabses)
Kulit yang sehat, mengandung sel langerhans, sel dendritik imatur yang tersebar, dan sel T memori yang homing di kulit.
menunjukkan bahwa aktifitas sel T abnormal adalah komponen
penting dari patogenesis penyakit. Sel T adalah salah satu dari tiga
kelompok utama sel yang bertanggung jawab atas proses mediasi
sistem kekebalan tubuh, mengkoordinasikan respon imun secara
keseluruhan untuk sebuah antigen. Sel T terbukti berpengaruh pada
lesi psoriasis. Pertama, sel limfosit T telah diidentifikasi dalam plak
psoriasis. Kedua, telah ditunjukkan bahwa inisiasi dan pemeliharaan
lesi memerlukan sel T yang aktif. Yang terakhir, studi klinis telah
menunjukkan bahwa obat-obatan yang menekan aktivitas sel T
berkontribusi pada peningkatan plak psoriasis.
Gambar 2. Perbedaan kulit normal dan psoriasis
Sel penyaji antigen (APC) juga behubungan dengan psoriasis
karena bertugas pada aktivasi sel T. Dalam psoriasis, diyakini bahwa
antigen yang tidak diketahui menyebabkan APC diaktifkan di
epidermis. APC menginternalisasi dan memproses antigen, yang
kemudian disajikan pada permukaan APC. APC yang telah diaktifkan
kemudian berjalan ke kelenjar getah bening dan mengaktifkan sel T
naif. Selama aktivasi ini, sel T dan APC mengikat satu sama lain di
banyak titik pada permukaan mereka melalui pasangan reseptor-ligan.
Peristiwa pengikatan ini sangat penting untuk setiap respon kekebalan
berikutnya. Peristiwa perikatan tersebut pertama kali adalah
pengenalan dari molekul intraseluler adhesi-1 (ICAM-1) pada
permukaan APC oleh fungsi limfosit terkait dengan fungsi antigen-1
(LFA-1) pada permukaan sel T. interaksi ini mengirimkan sinyal
aktivasi yang diperlukan tapi tidak mencukupi ke sel T. Juga
diperlukan untuk aktivasi sinyal yang dihasilkan oleh pasangan ligan-
reseptor lain. Sebagai contoh, menampilkan APC antigen pada
permukaannya dalam format yang dapat dikenali oleh reseptor sel T.
Sinyal stimuli tambahan dikirim ke sel T sebagai hasil dari
beberapa interaksi. Hal ini meliputi fungsi pengikatan antigen leukosit-
3 (LFA-3) pada APC untuk CD2 antigen pada sel T. Efek bersih dari
semua sinyal adalah sel T diaktifkan dengan afinitas ditingkatkan
untuk sel endotel2.
Sel T yang diaktifkan sepanjang mikrrovaskulatur terhadap
jaringan perifer, sebuah proses yang dimediasi sebagian oleh
pengikatan antara sel T, LFA-1 dan endotel ICAM-1. Orang dengan
psoriasis memiliki sel T yang diaktifkan yang masuk ke dalam dermis
dan kemudian ke epidermis.
Setelah di kulit, sel T yang telah diaktifkan mengalami aktivasi
kedua (reaktivasi) yang mirip dengan pertemuan sebelumnya dengan
APC dalam kelenjar getah bening. Sel T yang telah Diaktifkan kembali
kemudian akan mampu memproduksi sitokin (protein larut yang dapat
digunakan baik langsung maupun tidak langsung pada sel lainnya).
Sitokin ini termasuk interleukin-2 (IL-2) dan interferon-gamma (IFN-
g). Faktor tersebut dapat menyebabkan sel lain untuk menghasilkan
sitokin postsecretory tumor necrosis factor-alpha (TNF-a), interleukin-
8 (IL-8), dan faktor koloni-merangsang granulocyte-makrofag (GM-
CSF) .
Meskipun tidak semua peristiwa pada penyebab psoriasis telah
sepenuhnya dijelaskan, tampak bahwa sitokin seperti TNF-a
menyebabkan perubahan patologis dalam keratinosit. Salah satu
perubahan tersebut, induksi dari ICAM-1 di permukaan keratinosit,
merupakan cara T sel untuk mengikat secara langsung melalui molekul
LFA-1 (Gambar 3). Terlepas dari mekanisme, sel T yang telah
diaktivasi dan sitokin mereka hasilkan menyebabkan pematangan dini
dan proliferasi berlebihan dari keratinosit. Onset dalam sel-sel
epidermis berkurang dari 2 minggu sampai 1 hari. Perubahan
histopatologi ini secara klinis terbukti sebagai plak.
3. Faktor Pencetus
a. Trauma
Semua jenis trauma (fisik, kimia, bedah, dan inflamasi) dapat
menyebabkan timbulnya plak psoriasis. Timbulnya lesi psoriasis
pada tempat trauma dikenal dengan istilah fenomena Koebner2,4.
b. Infeksi
Keterkaitan psoriasi gutata dengan infeksi psoriasis telah
diakui sejak 50 tahun yang lalu. Sebanyak 80% pasien dengan
psoriasis gutata mempunyai bukti klinis dan laboratoris infeksi
streptokokus yang umumnya berupa tonsilofaringitis. Selain
streptokokus grup A, streptokokus grup C dan G juga sering
dikaitkan dengan psoriasis gutata. Beberapa kasus kasus psoriasis
gutata pada anak – anak juga ditandai dengan adanya selulitis
perianal streptokokus. Meskipun keterkaitan streptokokus pada
psoriasis gutata sudah dijelaskan, namun mekanisme pasti
pengaruh infeksi streptokokus terhadap formasi lesi psoriatik
masih hanya sebatas teoritis1,3.
Apabila seorang penderita psoriasis terkena infeksi HIV maka
akan memperberat keadaannya. Namun psoriasis menjadi kurang
aktif pada HIV stadium lanjut2.
c. Obat
Obat-obatan yang juga dapat memperparah psoriasis
diantaranya litium, kortikosteroid, beta-bloker, dan AINS1.
d. Sinar matahari
Paparan sinar matahari yang kuat dapat memperberat
psoriasis1.
e. Stres
Dalam penyelidikan klinik, sekitar 30-40 % kasus terjadi
perburukan oleh karena stres. Stres bisa merangsang kekambuhan
psoriasis dan cepat menjalar bila kondisi pasien tidak stabil. Pada
anak-anak, eksaserbasi yang dihubungkan dengan stres terjadi
lebih dari 90 %. Stres psikis merupakan faktor pencetus utama.
Tidak ditemukan gangguan kepribadiaan pada penderita psoriasis.
Adanya kemungkinan bahwa stres psikologis dapat mengakibatkan
menurunnya kemampuan menerima terapi terutama pada kasus
berat2,4.
f. Rokok
Seseorang yang merokok juga dapat meningkatkan resiko
terjadinya psoriasis kronis5.
g. Alkohol
Kemungkinan alkohol yang berlebihan dapat mengurangi
kemampuan pengobatan dan juga adanya gejala stres menyebabkan
parahnya penyakit kulit. Alkohol dapat meningkatkan resiko
terjadinya psoriasis terutama pada usia muda pada laki-laki1.
h. Hormon
Perubahan hormon dalam tubuh dapat menyebabkan
keparahan pada penderita psoriasis. Puncak terjadinya selama
pubertas dan menopause. Pada ibu hamil gejala psoriasis terlihat
membaik namun memburuk saat postpartum1.
D. GEJALA KLINIS
Dari autoanamnesis pasien psoriasis vulgaris mengeluh adanya
bercak kemerahan yang menonjol pada kulit dengan pinggiran merah,
tertutup dengan sisik keperakan, dengan ukuran yang bervariasi, makin
melebar, bisa pecah dan menimbulkan nyeri, jarang menyebabkan gatal.
Kelainan kulit pada psoriasis terdiri atas bercak-bercak eritema yang
meninggi (plak) dengan skuama di atasnya. Bisa ditemukan eritema
sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhannya sering
eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pingir.
Gambar 3. Lesi Psoriasis
Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika
(mica-like scale), serta transparan. Besar kelainan bervariasi dari milier,
lentikular, numular, sampai plakat, dan berkonfluensi, dengan gambaran
yang beraneka ragam, dapat arsinar, sirsinar, polisiklis atau geografis.
Tempat predileksi pada ekstremitas bagian ekstensor terutama
(siku, lutut, lumbosakral), daerah intertigo (lipat paha, perineum, aksila),
skalp, perbatasan skalp dengan muka, telapak kaki dan tangan, tungkai
atas dan bawah, umbilikus, serta kuku.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetes lilin, Auspitz, dan Kobner
(isomorfik). Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap khas.
Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi
putih pada goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan berubahnya
indeks bias.
Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik
akibat papilamatosis. Dan trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya
garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan
psoriasis dan disebut fenomena kobner yang timbul kira-kira setelah 3
minggu. Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yang agak khas
yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar.
Disamping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat
pula menyebabkan kelainan pada sendi yang biasanya bersifat
poliartikular.
Gambar 4. Fenomena Auspitz’s
Gambar 5. Pitting nail Gambar 6. Fenomena Kӧbner
E. BENTUK KLINIS
Dalam klinik ditemukan berbagai tipe psoriasis, diantaranya:
1. Psoriasis vulgaris (Psoriasis plak kronis)
Merupakan bentuk klinis psoriasis yang paling umum. Lesi
awalnya muncul sebagai makula eritematus (datar dengan diameter <1
cm) atau papul, dengan tepi yang melebar dan menyatu membentuk
plak dengan diameter beberapa sentimeter. Psoriasis vulgaris disebut
psoriasis plak karena lesi umumnya berbentuk plak2.
Gambar 7. Psoriasis vulgaris
2. Psoriasis gutata
Merupakan onset akut dengan lesi psoriasis yang kecil, dalam
jumlah banyak dengan diameter 2-10 mm. Lesi biasanya terdistribusi
secara sentripetal meskipun juga dapat ditemukan pada kepala dan
ekstremitas. 2.
Gambar 8. Psoriasis gutata
3. Psoriasis fleksuralis/inversa
Psoriasis ini mempunyai predileksi di fleksor2, umumnya pada
inframammae, perineal, dan aksila3.
Gambar 9. Psoriasis fleksural di inframammae
4. Eritroderma
Psoriasis aktif total maupun subtotal disebut sebagai eritroderma
psoriatik, yang dikenal dalam dua tipe yaitu psoriasis plak kronis dan
eritroderma. Eritroderma psoriatik dapat muncul sebagai akibat
pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri
yang meluas.
Gambar 10. Eritroderma psoriatic
5. Psoriasis pustular generalisata
Disebut juga sebagai Psoriasis von Zumbusch, dimana muncul
pustule miliar di atas plak psoriasis. Psoriasis ini dapat diprovokasi
oleh penghentian kortikosteroid sistemik, juga dapat dipicu oleh
penisilin dan derivatnya, hidroklorokuin, morfin, sulfapiridin,
sulfonamide, kodein, fenilbutason, dan salisilat. Gejala awalnya ialah
kulit yang nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum berupa demam,
malese, nausea, anoreksia.
Gambar 11. Psoriasis von Zambusch
6. Palmoplantar pustulosis psoriasis
Muncul sebagai pustul yang steril, kekuningan dengan dasar
eritema, dan disertai rasa gatal. Sekitar 25% kasus palmoplantar
pustulosis terkait dengan psoriasi vulgaris, namun saat ini dipahami
bahwa palmoplantar pustulosis mungkin bukan merupakan tipe
psoriasis.
Gambar 12. Palmoplantar pustulosis psoriasis
7. Psoriasis kuku
Psoriasis yang menyerang kuku jari tangan dan kaki dengan
memberi gambaran berupa lubang kecil pada kuku yang disebut pits.
Warna kuku menjadi kabur dan bagian kuku bebas agak terpisah dari
dasarnya oleh karena terbentuk zat tanduk subungual. Umumnya
kelainan kuku dimulai dari bagian distal dan menyebar ke bagian
proksimal hingga terjadi onikolisis1. Lebih sering pada kuku tangan
disbanding kuku kaki.
Gambar 13. Psoriasis kuku
Ada banyak referensi yang menjelaskan mengenai pengelompokan
klinis psoriasis. Beberapa referensi mengelompokkan psoriasis
pustulosa palmoplantar dan psoriasis pustulosa generalisata akut (von
Zambusch) menjadi satu golongan dalam psoriasis pustulosa.
F. HISTOPATOLOGI
Gambar 14. Histologi psoriasis
Pada tahap awal terjadi elongasi dan dilatasi dari pembuluh darah
di papiler dermis, dengan edema dan infiltrasi limfosit (perivascular
cuffing). Pembuluh darah melebar dan berliku-liku, dengan beberapa
neutrofil di dalam lumen. Limfosit dan neutrofil keluar dari pembuluh
darah mencapai epidermis. Ekstravasasi eritrosit jarang ditemukan.
Epidermis pada tahap ini tampak masih normal3.
Setelah itu, terjadi penebalan epidermis dengan hilangnya lapisan
granular dan formasi gundukan parakeratosis, yang diduga hasil dari onset
selular yang diperpendek. Keratinosit berproliferasi dan matang dengan
cepat, sehingga diferensiasi terminal tidak lengkap. Jadi, keratinosit
skuamosa tidak bisa mempertahankan intinya utuh dan melepaskan
beberapa lipid ekstraselular yang biasanya tempat perlekatan korneosit.
hasil perlekatan stratum korneum yang buruk akan menghasilkan
karakteristik lesi skuama psoriasis. Sebaran neutrofil terlihat pada tepi
gundukan parakeratosis yang menunjukkan manifestasi awal mikroabses
Munro3.
Gambar 15. Pembuluh darah melebar dan berliku-liku, dengan edema
ringan dan infiltrasi limfositik.
Tahap lanjut ditandai oleh akantosis reguler (penebalan stratum
spinosum) dan epidermis menunjukkan adanya “hiperplasia psoriasiform"
dengan adanya elongasi dan penipisan suprapapiler. Aktivitas mitosis
cukup sering terjadi, sebagai indikator hiperproliferasi dari kondisi ini.
Parakeratosis menjadi banyak, dengan hilangnya lapisan granular. Ada
transmigrasi sel inflamasi melalui epidermis menjadi skuama parakeratotik
dengan banyak netrofil intrakorneal, yang disebut "Munro
microabscesses". Akumulasi serupa pada stratum spinosum yang
didefinisikan sebagai pustul spongiform dari Kogoj. Bila abses subcorneal
menonjol dikenal sebagai penyakit psoriasis pustular. Infiltrasi inflamasi
kulit yang lebih berat daripada saat lesi awal, terdiri oleh T limfosit, sel
Langherhan dengan sebukan neutrofil. Di bawah membran basal
epidermis, tampak makrofag CD11c positif. Selain neutrofil, limfosit T
juga ditemukan di antara keratinosit di seluruh epidermis dan dalam
jumlah yang lebih besar ditemukan di dalam dermis. Dengan analisis
imunohistokimia telah ditunjukkan pada epidermis yang tampak terutama
limfosit CD8 + T sel, sedangkan limfosit pada dermis adalah campuran
CD4 + dan CD8 + T sel, dengan didominasi CD4+, mirip dengan yang
terlihat pada darah perifer. Lesi yang lebih lanjut terdapat orthokeratosis,
lapisan granular utuh dan eksositosis sel inflamasi ringan3.
Gambar 16. Hiperplasia epidermal psoriaiform Gambar 17. Mikroabses Munro
Gambar 18. Spongiform pustule Kogoj Gambar 19. Pustolar psoriasis.
Munro mikroabses dan mikropustul Kogoj adalah petunjuk
diagnostik psoriasis, tetapi mereka tidak selalu tampak. Semua gambaran
lainnya dapat ditemukan di banyak dermatitis ekzema, seperti alergi
kontak dermatitis dan dermatitis atopik. Namun, dalam lesi spongiosis dan
oozing (tampak gambaran serum yang dikoagulasikan dalam lapisan
korneum). Selain itu, dalam dermatitis kontak alergi ada gambaran
sebukan eosinofilik yang biasanya tidak tampak pada kasus psoriasis. lesi
harus dibedakan dari liken simplek kronis yang kontras dengan psoriasis.
Menunjukkan lapisan granular jelas, ditandai akantosis dan fibrosis lapisan
dermis. Dermatitis seboroik sulit dibedakan dari psoriasis oleh adanya
spongiosis, folikel parakeratosis dan akantosis yang tidak teratur. PAS dan
noda Gram sangat membantu untuk mengidentifikasi adanya
mikroorganisme, dalam kasus impetigo bakteri, kandidiasis dan pustolar
dermatofitosis3.
G. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa diagnosis banding psoriasis vulgaris1 :
1. Dermatofitosis (Tinea dan Onikomikosis)
Pada stadium penyembuhan psoriasis telah dijelaskan bahwa
eritema dapat terjadi hanya di pinggir, hingga menyerupai
dermatofitosis. Perbedaannya adalah skuama umumnya pada perifer
lesi dengan gambaran khas adanya central healing, keluhan pada
dermatofitosis gatal sekali dan pada sediaan langsung ditemukan
jamur.
2. Sifilis Psoriasiformis
Sifilis pada stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut
sifilis psoriasiformis. Perbedaannya adalah skuama berwarna coklat
tembaga dan sering disertai demam pada malam hari (dolores
nocturnal), STS positif (tes serologik untuk sifilis), terdapat senggama
tersangka (coitus suspectus), dan pembesaran kelenjar getah bening
menyeluruh serta alopesia areata.
3. Dermatitis Seboroik
Predileksi Dermatitis Seboroik pada alis, lipatan nasolabial,
telinga sternum dan fleksura. Sedangkan Psoriasis pada permukaan
ekstensor terutama lutut dan siku serta kepala. Skuama pada psoriasis
kering, putih, mengkilap, sedangkan pada Dermatitis Seboroik skuama
berminyak, tidak bercahaya. Psoriasis tidak lazim pada wajah dan jika
skuama diangkat tampak basah bintik perdarahan dari kapiler (Auspitz
sign), dimana tanda ini tidak ditemukan pada dermatitis seboroik.
4. Pitiriasis Rosea
Pada pitiriasis Rosea, lokasi erupsi pada lengan atas, badan dan
paha, bentuk oval, distribusi memanjang mengikuti garis tubuh (pohon
cemara), skuama sedikit tidak berlapis-lapis dan didahului oleh herald
patch.
5. Dermatitis Atopi
Distribusi biasanya tidak ada pada permukaan ekstensor siku
dan lutut, biasanya disertai eksudasi dengan skuama keabu-abuan
disertai gatal berat.
6. Folikulitis
Folikulitis merupakan peradangan folikel rambut yang
disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus. Tempat predileksi
biasanya di tungkai bawah. Kelainan berupa papul atau pustul yang
eritematosa dan ditengahnya biasanya terdapat rambut1.
7. Pustulosis Eksantematosa Generalisata Akut (PEGA)
Penyakit ini jarang terjadi, diduga diakibatkan oleh alergi obat,
infeksi akut oleh enterovirus, hipersensitivitas terhadap merkuri, dan
dermatitis kontak.
Kelainan kulit berupa pustul miliar non-folikular yang timbul
pada kulit yang eritematosa dapat disertai purpura dan lesi menyerupai
lesi target. Pada PEGA ini terjadi akut dan terdapat riwayat alergi obat.
Pustul-pustul pada kulit yang eritematosa dan demam yang terjadi
lebih cepat menghilang. Sering disertai adanya riwayat makan obat.
Tabel 1. Diagnosis Banding Psoriasis
H. PENATALAKSANAAN
Dalam kepustakaan terdapat banyak cara pengobatan. Pada
pengobatan psoriasis gutata yang biasanya disebabkan oleh infeksi
ditempat lain, setelah infeksi tersebut diobati umumnya psoriasis akan
sembuh sendiri1.
Oleh karena penyebab pasti belum jelas, maka diberikan
pengobatan simtomatis sambil berusaha mencari/mengeliminasi faktor
pencetus :
1. Topikal
a. Preparat Ter
Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang
efeknya adalah anti radang1.
Preparat ter berguna pada keadaan-keadaan:
1) Bila psoriasis telah resisten terhadap steroid topikal sejak awal
atau takhifilaksis oleh karena pemakaian pada lesi luas.
2) Lesi yang melibatkan area yang luas sehingga pemakaian
steroid topikal kurang bijaksana.
3) Bila obat-obat oral merupakan kontra indikasi oleh karena
terdapat penyakit sistemik.
Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal
dari1:
1) Fosil, misalnya iktiol
2) Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.
3) Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens
Ter dari kayu dan batubara yang efektif untuk psoriasis,
dimana ter batubara lebih efektif dari pada ter kayu, sebaliknya
kemungkinan memberikan iritasi juga jauh lebih besar. Pada
psoriasis yang menahun lebih baik digunakan ter yang beasal
dari batubara, sebaliknya psoriasis akut dipilih ter dari kayu1.
Preparat ter digunakan dengan konsentrasi 2-5 %. Untuk
mempercepat, ter dapat dikombinasi dengan asam salisilat 2-10
% dan sulfur presipitatum 3-5 %1.
b. Kortikosteroid
Kerja steroid topikal pada psoriasis diketahui melalui
beberapa cara, yaitu:
1) Vasokonstriksi untuk mengurangi eritema.
2) Menurunkan turnover sel dengan memperlambat proliferasi
seluler.
3) Efek anti inflamasi, dimana diketahui pada psoriasis,
leukosit memegang peranan dan steroid topikal dapat
menurunkan inflamasi.
Fluorinate, triamcinolone 0,1 % dan flucinolone topikal
efektif untuk kebanyakan kasus psoriasis pada anak. Preparat
hidrokortison 1%-2,5% harus digunakan pada fase akut dan
sebagai pengobatan maintenance.
Kortikosteoid tersedia dalam bentuk gel, lotion, solution
dan krim, serta ointment dimana pada pemakaian jangka
panjang dapat terjadi efek samping. Efek samping berupa
atrofi, erupsi akneiformis, striae, telangiektasis di muka, dapat
terjadi pada pemakaian topikal potensi kuat, terutama bila
digunakan under occlusion. Kadang-kadang pada pemakaian
jangka panjang dapat terjadi hypothalamic pituitary adrenal
axis (HPA) sehingga dianjurkan pemeriksaaan level serum
kortisol.
c. Ditranol (antralin)
Antralin mempunyai efek sitostatik, sebab dapat
mengikat asam nukleat, menghambat sintesis DNA dan
menggabungkan uridin ke dalam RNA nukleus. Obat ini
dikatakan efektif pada Psoriasis Gutata. Kekurangannya adalah
mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi yang digunakan
biasanya 02-0,8 persen dalam pasta, salep, atau krim1. Lama
pemakaian hanya ¼ – ½ jam sehari sekali untuk mencegah
iritasi penyembuhan dalam 3 minggu.
d. Calcipotriol
Calcipotriol ialah sintetik vit D yang bekerja dengan
menghambat proliferasi sel dan diferensiasi sel terminal1,
meningkatkan diferensiasi terminal keratinosit, dan
menghambat proliferasi keratinosit. Preparatnya berupa salep
atau krim 50 mg/g. Efek sampingnya berupa iritasi, yakni rasa
terbakar dan tersengat, dapat pula telihat eritema dan skuamasi.
Rasa tersebut akan hilang setelah beberapa hari obat
dihentikan.
e. Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya
menghambat proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi
keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel
radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel,
dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila
dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat
akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek
sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan eritema
pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif1.
f. Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada
batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah
biasanya digunakan salep dengan bahan dasar vaselin 1-2
kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat
meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri
tidak mempunyai efek antipsoriasis1.
2. Sistemik
a. Kortikosteroid1
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, dan
diindikasikan pada Psoriasis Eritroderma, Psoriasis Artritis, dan
Psoriasis Pustulosa Tipe Zumbusch. Dimulai dengan prednison
dosis rendah 30-60 mg (1-2 mg/kgBB/hari), atau steroid lain
dengan dosis ekivalen. Setelah membaik, dosis diturunkan
perlahan-lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian
obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat
terjadi Psoriasis Pustulosa Generalisata.
b. Sitostatik
Obat sitostatik yang biasa digunakan ialah metotreksat
(MTX). Indikasinya ialah untuk psoriasis, psoriasis pustulosa,
psoriasis artritis dengan lesi kulit, dan psoriasis ritroderma yang
sukar terkontrol dengan obat standar1.
MTX menghambat aktifitas asam di hidrolik reduktase dan
timidilat sintetase yang berguna untuk sintesa DNA.(12-15) MTX
juga dapat menghambat proliferasi dan siklus sel epidermis,
menekan kemotaksis netrofil.
Pasien psoriasis diberikan metotreksat 7,5 mg sekali
seminggu yang terbagi dalam 3 dosis dengan interval 12 jam.
Setelah 90% lesi berkurang maka dosis dapat di turunkan 2,5 mg
atau bila tidak ada perbaikan dalam waktu lebih dari 3-4 minggu.
Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, sistem
hematopoietik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya
tuberkulosis), ulkus peptikum, kolitis ulserosa, dan psikosis1. Efek
samping metotreksat berupa nyeri kepala, alopesia, kerusakan
kromosom, aktivasi tuberkulosis, nefrotoksik, juga terhadap
saluran cerna, sumsum tulang belakang, hepar, dan lien. Pada
saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung, stomatitis ulserosa,
dan diare. Jika hebat dapat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi
intestinal. Sumsum tulang berakibat timbulnya leukopenia,
trombositopenia, kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi
fibrosis portal dan sirosis hepatik1.
c. DDS
DDS (diaminodifenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan
Psoriasis Pustulosa tipe Barber dengan dosis 2×100 mg/hari.1,2
Efek sampingnya ialah anemia hemolitik, methemoglobinemia, dan
agranulositosis1.
d. Etretinat (tegison, tigason)
Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A
digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-
obat lain mengingat efek sampingnya1. Etretinat efektif untuk
Psoriasis Pustular dan dapat pula digunakan untuk psoriasis
eritroderma. Kerja retinoid yaitu mengatur pertumbuhan dan
diferensiasi terminal keratinosit yang pada akhirnya dapat
menetralkan stadium hiperproliferasi. Pada psoriasis obat tersebut
mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit
normal1. Retinoid juga memberikan efek anti inflamasi seperti
menghambat netrofil. Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama
diberikan 1mg/kgbb/hari, jika belum terjadi perbaikan dosis dapat
dinaikkan menjadi 1½ mg/kgbb/hari1. Efek sampingnya berupa
kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut, mata, dan
hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang
dan persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar
(peningkatan enzim hati), hiperostosis, dan teratogenik. Kehamilan
hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat dihentikan1.
e. Asitretin (neotigason)
Merupakan metabolit aktif etretinat yang utama1. Asitretin
sebagai monoterapi sangat efektif untuk Psoriasis Eritroderma dan
Pustular.Efek sampingnya dan manfaatnya serupa dengan
etretinat1. Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya hanya 2-4 hari,
dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100-120 hari1.
Dosisnya 0,5 mg/kgbb/hari. Obat ini lebih menjanjikan untuk
penderita anak-anak dan wanita usia produktif.
f. Siklosporin A
Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan
konvensional. Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 6
mg/kgbb/hari1. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik,
gastrointestinal, flu like symptoms, hipertrikosis, hipertrofi gingiva,
serta hipertensi. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya
setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan1.
g. Eritromisin
Merupakan antibiotik pilihan karena menghambat efek
kemotaksis netrofil dan biasanya pada psoriasis gutata yang
rekuren setelah infeksi streptokokus dapat dipertimbangkan untuk
pemeriksaan kultur tenggorokan.
3. Fototerapi
Sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis,
sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang
terbaik adalah dengan penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak
dapt diukur dan jika berlebihan maka akan memperparah psoriasis.
Karena itu, digunakan sinar ulraviolet artfisial, diantaranya
sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan
secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-
metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama
dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara
Goeckerman. PUVA efektif pada 85 % kasus, ketika psoriasis tidak
berespon terhadap terapi yang lain.
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka degan UVA akan
terjadi efek sinergik. Diberikan 0,6 mg/kgbb secara oral 2 jam sebelum
penyinaran ultraviolet. Dilakukan 2x seminggu, kesembuhan terjadi 2-
5 kali pengobatan. Selanjutnya dilakukan pengobatan rumatan
(maintenance) tiap 2 bulan.
Efek samping overdosis dari fototerapi berupa mual, muntah,
pusing dan sakit kepala. Adapun kanker kulit (karsinoma sel skuamos)
yang dianggap sebagai resiko PUVA masih kontroversial.
Tabel 2. Terapi psoriasis
I. EVALUASI PENGOBATAN PSORIASIS
Skor Psoriasis area severity index (PASI) adalah penilaian luasnya
area yang terkena dengan derajat keparahan eritema, desquamasi dan
indurasi. Untuk perhitungan PASI, empat area utama yang di nilai :
kepala, badan, extremitas atas dan ekstremitas bawah.
Skor PASI memungkinkan peneliti untuk memasukkan angka yang
objektif mengenai apa yang dinyatakan akan menjadi hal yang sangat
subjektif: keparahan suatu penyakit psoriasis terhadap seseorang. Untuk
membuat skor, diperhatikan tiga hal plak psoriatis (kemerahan) skuama
dan ketebalan masing-masing diberi nomor 0-4 dengan 4 yang terburuk.
Lalu sejauh mana keterlibatan setiap wilayah tubuh dinilai 0-6.
Menjumlahkan skor memberikan rentang dari 0 sampai 72.
Banyak studi kutipan perbaikan terlihat pada skor PASI dari waktu
ke waktu sebagai ukuran efektivitas obat itu. Misalnya, mereka dapat
mencatat bahwa sebagian tertentu dari pasien mengalami penurunan 75%
dalam nilai-nilai mereka PASI selama masa pengobatan 12 minggu dan
laporan ini sebagai persentase penduduk mencapai "PASI 75".
Skor PASI jarang digunakan dalam praktik klinis, meskipun dokter
lebih teliti atau mereka yang bekerja di klinik universitas berbasis atau
pusat perawatan khusus secara rutin psoriasis dapat menggunakan alat ini
untuk mengikuti perkembangan pasien mereka4.
LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS
1. IDENTITAS
Nama : Ny.P
Umur : 38 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Banmati, Sukoharjo
Pekerjaan : Swasta
Tanggal Periksa : 15 Febuari 2013
No. RM : 01178831
2. KELUHAN UTAMA
Gatal-gatal pada punggung, perut bagian bawah, dan kaki
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak 1 tahun yang lalu pasien mengeluhkan gatal-gatal pada
punggung. Gatal juga diikuti dengan munculnya bercak – bercak merah
yang sedikit dan berukuran kecil, namun semakin lama semakin banyak
dan menjalar ke perut, dan kedua kaki. Gatal dan bercak merah itu terasa
semakin bertambah banyak terutama setelah digaruk, menebal, dan
bersisik. Bercak – bercak kadang terasa gatal terutama ketika pasien
berkeringat. Pasien juga merasa bercak bertambah banyak dan makin
melebar jika pasien banyak pikiran atau ketika sedang sakit.
± 2 tahun yang lalu, pasien pernah mengalami gatal dan bercak
serupa. Pasien berobat ke dokter kulit setempat, diberi obat minum dan
obat salep tapi pasien tidak tahu namanya.
Keluhan berupa bercak dan gatal pada badannya sudah dirasakan
sejak 10 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan kambuh-kambuhan terutama
pada daerah lipat paha. Selama 10 tahun ini, pasien tidak pernah merasa
benar-benar kulitnya halus. Keluhan dirasakan pasien semakin berat,
bercak yang semakin luas, kemudian memeriksakan diri ke Poli Kulit dan
Kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk mendapatkan terapi lebih
lanjut.
4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
R. penyakit serupa : (+) 10 tahun yang lalu
R. alergi obat dan makanan : disangkal
R. mengkonsumsi obat : disangkal
R. asma : disangkal
R. diabetes mellitus : disangkal
R. hipertensi : disangkal
5. RIWAYAT KELUARGA
R. sakit serupa : disangkal
R. alergi obat dan makanan : disangkal
6. RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien biasa mandi sebanyak 2 kali sehari dengan air sumur dan berganti
pakaian 2 kali sehari. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok
7. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien adalah seorang wanita berumur 38 tahun dengan status belum
menikah. Pasien saat ini bekerja sebagai penjahit di rumahnya dan berobat
menggunakan biaya sendiri.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Vital Sign : Respirasi rate : 20 x / menit
Nadi : 84 x / menit
Suhu : afebril
Kepala : lihat status lokalis
Leher : dalam batas normal
Mata : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Thorax : lihat status lokalis
Punggung : lihat status lokalis
Abdomen : lihat status lokalis
Ekstremitas Atas : lihat status lokalis
Ekstremitas Bawah : lihat status lokalis
Status Lokalis :
Region toraks dan gluteus posterior : plakat eritema multiple dengan
skuama tebal berlapis diatasnya
Regio abdomen, illiaca: plakat eritema multiple dengan skuama tebal
berlapis diatasnya
Regio Ekstremitas superior : plakat eritema multiple dengan skuama tebal
berlapis diatasnya
Regio Ekstremitas Inferior : plakat eritema multiple dengan skuama tebal
berlapis diatasnya
Fenomena tetesan lilin: (+)
Auspitz sign : (+)
D. DIAGNOSIS BANDING
1. Psoriasis vulgaris
2. Dermatofitosis ( Tinea dan onikomikosis)
3. Sifilis psoriasiformis
4. Dermatitis Seboroik
5. Pitiriasis Rosea
6. Dermatitis Atopi
E. DIAGNOSIS KERJA
Psoriasis vulgaris
F. TERAPI
Medikamentosa: Betametason dipropionate 0,05% g 30
Asam salisilat 3% g 30
Urea cream 2 dd ue
dioleskan 2 x sehari pada permukaan kulit yang bersisik
cetirizin 1 x 1
G. PLANNING
1. Pemeriksaan histopatologis
2. Pemeriksaan kimia darah (termasuk Tes fungsi hati)
3. Pemeriksaan asam urat
H. PROGNOSIS
Ad vitam : baik
Ad sanam : baik
Ad fungsionam : baik
Ad Kosmetikum : dubia ad bonam