PSIKOLOGI AGAMA

10
PSIKOLOGI AGAMA PENGAMPU: ARIF WIBISONO ADI TUJUAN MATA KULIAH - Agar mahasiswa memahami sejarah perkembangan cabang psikologi yang disebut Psikologi Agama (The Psychology of Religion), yang khusus mempelajari perilaku religius. - Agar mahasiswa memahami latar belakang beberapa fenomena perilaku religius seperti Konversi dan lain-lainnya. - Agar mahasiswa memahami perkembangan perilaku religius sejak lahir sampai lanjut usia, tahap- tahap dan masing-masing ciri khasnya. - Agar mahasiswa memahami apa yang dimaksud dengan Kematangan Religius (The Religious Maturity) serta ciri-cirinya. BAB I. DEFINISI DAN SEJARAH PSKOLOGI AGAMA = DEFINISI: Psikologi Agama adalah bidang psikologi yang mempelajari Perilaku Religius (Religious Behavior). = SEJARAH: Pada hakekatnya sejarah Psikologi Agama dapat dibagi dalam tiga tahap:

Transcript of PSIKOLOGI AGAMA

Page 1: PSIKOLOGI AGAMA

PSIKOLOGI AGAMA

PENGAMPU: ARIF WIBISONO ADI

TUJUAN MATA KULIAH

- Agar mahasiswa memahami sejarah perkembangan cabang psikologi yang disebut Psikologi Agama (The Psychology of Religion), yang khusus mempelajari perilaku religius.

- Agar mahasiswa memahami latar belakang beberapa fenomena perilaku religius seperti Konversi dan lain-lainnya.

- Agar mahasiswa memahami perkembangan perilaku religius sejak lahir sampai lanjut usia, tahap-tahap dan masing-masing ciri khasnya.

- Agar mahasiswa memahami apa yang dimaksud dengan Kematangan Religius (The Religious Maturity) serta ciri-cirinya.

BAB I. DEFINISI DAN SEJARAH PSKOLOGI AGAMA

= DEFINISI:

Psikologi Agama adalah bidang psikologi yang mempelajari Perilaku Religius (Religious Behavior).

= SEJARAH:

Pada hakekatnya sejarah Psikologi Agama dapat dibagi dalam tiga tahap:

1). Early Period (l899 – 1930),

Tonggak sejarah timbulnya cabang baru psikologi: Psikologi Agama.

- 1899 Edwin Starbuck : “The Psychology of Religion”,

- 1902 William James: “The Varieties of Religious Experience”.

Page 2: PSIKOLOGI AGAMA

2). Middle Period (1930 – 1950),

Perkembangan Psikologi Agama dalam periode ini seolah macet, tidak ada penulisan buku atau penelitian tentang perillaku religius pada waktu itu. Hal ini disebabkan oleh perkembangan psikologi dan kondisi agama pada waktu itu.

Pertama-tama perkembangan psikologi didominasi oleh aliran Psikoanalisa Freud yang pandangannya tentang agama agak kurang mengenakkan. Freud beranggapan bahwa bukan Tuhan yang menciptakan manusia, tapi manusialah yang menciptakan Tuhan. Karena manusia sering frustrasi terhadap tokoh ayah, maka diciptakanlah Tuhan sebagai “Substitute of Father Figure” yang lebih sempurna, yang bersifat serba Maha. Juga pandangan Freud bahwa orang yang aktif menjalankan ibadah agama itu justru menderita neurosis jenis “obsessive compulsive reaction”. Pandangan Freud seperti itu membikin marah kaum agama, dan mereka tidak rela agama yang sakral dijadikan objek psikologi. Maka Psikologi Agama mengalami kemacetan.

Di samping itu pada waktu itu aliran psikologi yang dominan pula adalah Behaviorisme, yang mengutamakan hal-hal yang empiris dan inderawi dalam diri manusia sebagai objek psikologi, kalau mau mengembangkan psikologi sebagai ilmu yang ilmiah. Perilaku religius dalam Psikologi Agama banyak membahas hal-hal yang tidak empiris dan tidak inderawi. Mereka takut psikologinya dianggap tidak ilmiah sehingga Psikologi Agama tidak banyak ditulis.

Kondisi agama pada waktu itu: 1930-1950 sedang digunakan oleh imperialisme Barat yang sedang mencapai puncaknya untuk melanggengkan kekuasaannya. Agama non-Barat dipelajari supaya kaum agamanya dapat ditundukkan dan dikuasai, contoh Snouck Hurgronje yang mempelajari Islam di Aceh supaya Aceh dapat mudah dikuasai atau dijajah oleh imperialisme Belanda. Maka Psikologi yang mempelajari Agama ditakutkan tidak obyektif dan ada maksud yang kurang terpuji seperti itu, maka kajian Psikologi Agama lebih sering dihindari.

Page 3: PSIKOLOGI AGAMA

3). Contemporary Period ( >1950 )

Sehabis Perang Dunia II, banyak orang mengalami kekosongan hidup, dan agama mulai dibutuhkan lagi dalam kehidupan manusia. Bahkan situasi kontemporer makin menyadarkan manusia, bahwa agama memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Psikologi Agama mulai dipelajari dan diteliti lagi bahkan semakin lebih intensif dan mendalam.

BAB II. DIMENSI-DIMENSI KOMITMEN RELIGIUS

Glock & Stark: (ada lima dimensi agama: Idin ex Rico)

1. the Ideological Dimension (Religious Belief), seberapa jauh seseorang mempercayai ajaran-ajaran atau pandangan-pandangan dalam agamanya,

2. the Intellectual Dimension (Religious Knowledge), seberapa jauh seseorang mempunyai pengetahuan tentang agamanya,

3. the Experiential Dimension (Religious Feeling), seberapa jauh seseorang mempunyai perasaan kedekatan kepada Tuhan dalam agamanya,

a). confirming type; seseorang pernah merasakan bahwa Tuhan memang betul-betul ada, dia mengkonfirmasi,

b). responsive type; seseorang pernah merasakan bahwa Tuhan telah merespons doa-doa atau permintaannya,

c). ecstatic type; seseorang pernah merasakan bahwa dia mengalami kebahagiaan yang sangat, ekstatif, pengalaman mistik, ketika dekat dengan Tuhannya,

d).revelational type, seseorang pernah mendapatkan wahyu/ilham/pesan-pesan/risalah/panggilan dari Tuhannya untuk menyampaikan misinya.

4. the Ritualistic Dimension (Religious Practice), seberapa jauh seseorang menjalankan ritual (upacara ibadah) dalam agamanya,

Page 4: PSIKOLOGI AGAMA

5. the Consequential Dimension (Religious Effects), seberapa jauh seseorang konsekuen dengan agamanya, termasuk konsekuen di bidang moral dan kepribadian, sebagai penganut agama.

Tapi belum tentu kalau suatu dimensi tinggi pada seseorang, maka dimensi lain pun tentu tinggi pula. Kadang yang satu tinggi, yang lain rendah. Contoh seorang orientalis pengetahuan agamanya tinggi, tapi kepercayaannya rendah. Ada yang masih buta huruf Al-Qur’an yang pengetahuan agamanya rendah, tapi kepercayaannya tinggi. Apa-apa yang diuraikan pak Kiai tentang Islam selalu dipercayai penuh. Dimensi yang sering jatuh walau dimensi lain cukup tinggi adalah dimensi konsekuensi, karena akhlaqnya sering tidak sesuai sebagai seorang muslim atau bahkan sudah haji. Tapi kalau seluruh dimensi itu tinggi, maka dikatakan beragama secara kaaffah.

Dimensi 1 dan 2 termasuk unsur Cognitive, dimensi 3 termasuk unsur Affective, dimensi 4 dan 5 termasuk unsur Behavioral.

BAB III. KONVERSI AGAMA

ARTI

Conversion secara etimologis berasal dari kata Conversio yang artinya pindah atau berubah, taubat (agama).

Secara terminologi Conversion menurut Max Heinrich berarti tindakan seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan (agama) atau perilaku (agama) yang berlawanan dengan yang sebelumnya.

William James mengemukakan ada dua macam keberagamaan:

1. Healthy-Mindedness.Gembira, optimis, positif, happy (bahagia), joy.

2. Sick Soul.Sedih, pesimis, negatif.Konversi pada hakekatnya adalah kelahiran kembali atau lahir untuk kedua kalinya (twice-born) ke arah beragama yang lebih positif. Konversi merupakan peningkatan atau perubahan ke arah

Page 5: PSIKOLOGI AGAMA

kualitas spiritual yang lebih tinggi di bidang state of consciousness. Ciri-cirinya menurut William James

- Perubahan arah pandangan atau keyakinan,- Dipengaruhi kondisi kejiwaan: berproses atau mendadak.

Starbuck mengemukakan ada dua tipe Konversi:

1. Volitional Type (Gradual / Step by step), berdasar trial and error.2. Self-Surrender Type (Spontaneous / Sudden), karena insight, Aha

Erlebnis.Ada yang menambahkan

3. Religious Socialization.

TAHAP-TAHAPNYA

Menurut Zakiah Daradjat, ada empat tahap proses konversi agama:

1. Masa Tenang.2. Masa Krisis.3. Masa Konversi.4. Masa Tenang Baru.5. Masa Ekspresi Konversi.

Pada Konversi Sejati (Genuine Converts) timbul suatu fenomena yang disebut oleh William James sebagai Saintliness atau Kesalehan, yang mempunyai tanda-tanda dalam dan tanda-tanda luar.

Tanda-tanda dalam Kesalehan (Inner Traits):

1. Timbul perasaan akan adanya kehidupan yang lebih luas daripada dunia material ini, dengan keyakinan bahwa Kekuasaan Ideal memang betul-betul ada.

2. Timbul perasaan adanya kontinuitas antara Kekuasaan ini dengan kehidupannya sendiri, yang diaserahkan seluruhnya kepadaNya.

3. Timbul perasaan akan kebahagiaan (elation) dan kebebasan (freedom) ketika egoismenya luluh.

4. Timbul pengarahan pusat emosinya ke arah afeksi yang sangat positif, penuh cinta kasih, dan harmonis.

Page 6: PSIKOLOGI AGAMA

Sedangkan tanda-tanda luar dari Kesalehan (Outer Manifestation):

1. Asceticism (Zuhud).Tidak rakus dunia. Hal-hal yang fana tidak melekat di hatinya, tapi dimanfaatkan untuk mendapatkan yang kekal abadi.

2. Strength of Soul (Kekuatan Jiwa).Tahan menderita karena merasa Kekuatan Ideal menyertainya selalu.

3. Purity (Wara’ – Kemurnian).Penuh kehati-hatian, bukan yang haram saja yang dihindari, tapi bahkan yang syubhatpun dijauhinya supaya rasa bahagia dan kebebasan yang timbul karena ridhoNya jangan sampai terlepas hilang.

4. Charity (Kedermawanan – Rasa Sosial).Timbul Rasa Cinta Kasih yang mendalam terhadap sesama manusia, apalagi terhadap mereka yang sedang menderita atau membutuhkan.

BAB IV. TEORI TENTANG TIMBULNYA KEBUTUHAN MANUSIA AKAN AGAMA

1. The Four Wishes Theory dari Thomas:- Security- Recognition- Response- New Experience

2. Conflict Theory dari Stratton.3. Eros & Thanatos Conflict Theory dari Clark (gabungan teori Stratton &

teori Freud).4. The Sixth Sense Theory dari Rudolf Otto: Numinous Experience (Sejak

lahir manusia sudah dibekali oleh Penciptanya kemampuan untuk menghayati keberadaanNya dan kemampuan untuk berkomunikasi denganNya, itulah agama).

5. Pandangan Islam.

Page 7: PSIKOLOGI AGAMA

BAB V. CIRI-CIRI DAN TAHAP PERKEMBANGAN RELIGIUS PADA ANAK

Ciri agama pada anak menurut MacLean:

1. Ideas accepted on authority (Ide-ide diterima dari otoritas).2. Unreflective (tidak kritis).3. Egocentric (berpusat pada diri sendiri).4. Anthropomorphic (bentuk-bentuk seperti manusia).5. Verbalized and Ritualistic (pentingkan kata-kata dan ritual).6. Imitative (bersifat meniru).7. Spontaneous in some respects (spontan dalam beberapa hal).8. Wondering (penuh ingin tahu).

Tahap-tahap perkembangan religius pada anak menurut Ernest Harms:

1. The Fairy-tale Stage (3 - 6).2. The Realistic Stage (7 - 12).3. The Individualistic Stage (13 - 18):

a. Conventional / Conservative.b. Mystical with symbols – (individual, personal, unique).c. Like primitive or ancient religion (universal humanistic ethic).

Perkembangan doa pada anak menurut Long, Elkind & Spilka:1. Global, undifferentiated (5 – 7).2. Concrete, differentiated (7 - 9).3. Abstract, differentiated (11 – 12).

Cara Tuhan kabulkan doa:

- Direct.- Indirect.

Page 8: PSIKOLOGI AGAMA