provokasi hiperventilasi
Click here to load reader
Transcript of provokasi hiperventilasi
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
ADHAN PIDDINI
I1A0010065
Kelompok 11
TES PROVOKASI HIPERVENTILASI
BAB I
Identitas Probandus
Nama : Bima Baikuni
Umur : 16 tahun
Berat badan : 55 Kg
Tinggi badan : 160 cm
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku bangsa : Jawa / Indonesia
BAB II
Tinjauan Pustaka
Oksigen dibawa oleh aliran darah ke jaringan sel-sel tubuh, termasuk sel-sel
jantung. Pengangkutan ini dimaksudkan untuk menunjang proses metabolisme di
dalam sel otot jantung, terutama dalam menggiatkan proses metabolisme aerobik
yang terjadi di dalam kripta mitokondria dan khususnya beta-oksidasi pada
metabolisme lipid selain proses oksidasi pada siklus krebs (1).
Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona. Zona
konduksi yang dimulai dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus
segmentalis dan berakhir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris
dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus
alveolus terminalis (1).
Sistem pernafasan terdiri atas organ pertukaran gas dan suatu pompa
ventilasi paru. Pompa vebtilasi ini terdiri dari atas dinding dada, otot pernapasan
yang memperbesar dan memperkecil ukuran rongga dada, pusat pernafasan di
otak yang mengendalikan otot pernafasan (2).
Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona. Zona
konduksi yang dimulai dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus
segmentalis dan berakhir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris
dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus
alveolus terminalis (2)
Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
dan membuang karbon dioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dapat di
bagi menjadi 4 fungsi utama (3).
Pernafasan dikelola dan dikendalikan oleh jaringan neuron di batang otak
yang menghasilkan irama pernafasan dan menberikan pengaturan masukan.
Mekanisme kemoreseptor tengah untuk CO2 deteksi yang memberikan masukan
stimulasi penting, diperkirakan melibatkan neuron terletak di dekat permukaan
meduler (4).
Bernapas spontan membutuhkan kontrol umpan balik di mana deteksi gas
darah dan pH sangat penting. Saat ini, ada pemahaman yang baik tentang topologi
pusat pernapasan otak, dan pengukuran fungsional in vitro dan in vivo telah
mengungkapkan prinsip-prinsip dasar jaringan saraf diperlukan untuk
rhythmogenesis pola pernapasan dan generasi. Jaringan ini terdiri dari beberapa
kelompok neuron pernapasan membentuk kolom yang membentang dari medula
ventrolateral ekor ke pons dorsolateral (5).
Aktivitas jaringan ini harus stabil secara permanen belum disesuaikan
dengan variasi O2, CO2, dan pH pada beragam kondisi fisiologis, misalnya, tidur,
olahraga, atau dataran tinggi. Proses fisiologis yang tepat oleh pH, CO2, dan O2
yang merasakan perubahan dan diterjemahkan ke dalam output yang sesuai saraf
pernapasan merupakan mekanisme penting yang masih menjadi bahan perdebatan.
Perubahan CO2/pH arteri terdeteksi oleh kemoreseptor perifer, terutama karotis
tubuh, dan beberapa daerah chemoreceptive dalam batang otak. Di antara daerah
chemoreceptive pusat, dua telah menarik sebagian besar perhatian: nukleus rafe
dan nukleus retrotrapezoid (RTN) (5).
Tubuh karotis adalah sensor utama bagi perubahan O2 akut. Namun, untuk
jangka waktu lama hipoksia, adaptasi pernafasan secara substansial dimediasi oleh
mekanisme sentral. Permukaan meduler ventrolateral terdiri dari RTN dan
kelompok pernapasan parafacial (pFRG) telah diusulkan untuk mengandung
secara intrinsik CO2 dan O2 sensing neuron (5).
BAB III
Alat dan Bahan, serta Cara Kerja
3.1 Alat dan Bahan praktikum “Tes Provokasi Hiperventilasi” adalah :
1. Stopwatch
3.2 Cara kerja pada praktikum “Tes Provokasi Hiperventilasi” adalah :
1. Menghitung frekuensi pernapasan normal seorang probandus I.
2. Menghitung frekuensi pernapasan setelah probandus melakukan
inspirasisemaksimal mungkin, lalu menahan selama 20 detik, kemudian
melakukan ekspirasi.
3. Menghitung frekuensi pernapasan setelah probandus melakukan inspirasi dan
ekspirasi dalam dan cepat sekurang-kurangnya 20 detik
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil
Dari praktikum “Tes Provokasi Hiperventilasi” yang telah dilakukan
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Ciri-ciri individual probandus (naracoba)
No SoalKelompok
VII VIII IX X XI XII
1 Frekuensi nafas
normal probandus19 26 14 17 13 20
2 Frekuensi nafas
probandus setelah
menahan inspirasi
selama 20 detik
22 33 28 30 23 30
3 Frekuensi nafas
probandus setelah
inspirasi dan
ekspirasi cepat dan
dalam sekurang-
kurangnya 20 detik
18 25 18 28 19 21
4.2 Pembahasan
Pada prinsipnya praktikum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kerja
sistem pengaturan pernapasan melalui Tes Provokasi Hiperventilasi. Dalam
memulai praktikum ini, pertama-tama kita menyiapkan alat dan bahan,
menentukan probandus, dan melakukan praktikum. Pada tahap pertama praktikan
menghitung frekuensi pernafasan normal seorang probandus dengan
menggunakan sebuah stopwatch, pada tahap kedua probandus diminta melakukan
inspirasi semaksimal mungkin dan menahannya selama 20 detik, kemudian
melakukan ekspirasi dan praktikan akan menghitung frekuensi pernafasannya.
Pada tahap ketiga, probandus melakukan inspirasi dan ekspirasi dalam dan cepat
selama sekurang-kurangnya 20 detik, dan praktikan menghitung frekuensi
pernafasannya.
Selama inspirasi, tekanan di alveoli harus lebih rendah dibandingkan
tekanan atmosfer. Selama ekspirasi, tekanan di alveoli harus lebih tinggi
dibandingkan tekanan atmosfer. Melalui tes ini, terbukti bahwa tinggi rendahnya
frekuensi pernapasan dapat dipengaruhi kadar CO2 atau ion Hidrogen dalam paru-
paru.
Pada perlakuan pertama pobandus melakukan inspirasi dan ekspirasi
normal dan didapat hasil 12 kali per menit. Pada perlakuan kedua, frekuensi napas
probandus setelah menahan napas selama 20 detik, didapat hasil 23 kali per menit.
Terjadi peningkatan frekuensi napas dari nafas normal yaitu 12 kali selama satu
menit, dikarenakan oleh menumpuknya konsentrasi CO2 dalam darah. Karena CO2
bersifat toksik pada tubuh maka tubuh berusaha mengeluarkannya secepat-
cepatnya, konsentrasi CO2 yang tinggi merangsang chemoreseptor pada aorta dan
arteri carotic yang merangsang pusat pernapasan untuk melakukan ekspirasi
secepat-cepatnya. Karena itulah frekuensi napas setelah menahan napas menjadi
lebih cepat. Sedangkan perbedaan hasil antar kelompok disebabkan oleh
perpedaan naracoba/probandus.
Pada perlakuan ketiga, frekuensi napas probandus setelah napas dalam dan
cepat selama 20 detik, adalah 19 kali per menit. Pada perlakuan ketiga udara yang
diambil atau diinspirasikan melebihi kebutuhan difusi, menyebabkan saluran
respiratoris menjadi penuh oleh udara, hal inilah yang menyebabkan udara
inspirasi berikutnya terlambat masuk karena saluran respiratorius penuh udara.
Lambatnya masuknya udara pada saluran respiratory, akhirnya membuat frekuensi
napas berikutnya, setelah 20 detik hiperventilasi, menjadi melambat.
Dari praktikum ini, praktikan diharapkan mampu memahami aspek mekanik
dan fisiologik pernapasan, sebagai dasar untuk memahami berbagai kelainan yang
timbul pada sistem pernapasan akibat gangguan aspek tersebut, memahami
pengertian berbagai fungsi statik dan dinamik paru, mekanisme yang mendasari
proses terjadinya difusi gas antara udara alveoli dan darah kapiler paru,
mekanisme pengendalian pernapasan normal serta berbagai faktor yang
mempengaruhi.
Paru-paru bekerja secara otonom, maksudnya tidak ada yang mempengaruhi
aktifitasnya, atau bekerja dengan kehendak sendiri/ otomatis. Kemampuan
otonom yang dimiliki paru adalah sekitar 14-16 kali pernapasan permenit. 1 kali
pernapasan = 1 x inspirasi + 1 x ekspirasi (3).
Pola napas pada saat tubuh menjalani exercise tidak bisa dipertahankan
secara otonom karena tubuh kala itu butuh pasokan oksigen lebih banyak dari
biasanya, sehingga harus dibantu dengan faktor lain. Secara umum, sistem kontrol
respirasi diambil alih oleh kerja sistem saraf pusat di bagian bilateral medula
oblongata dan pons pada batang otak. Daerah ini dibagi menjadi 3 kelompok
neuron utama (3).
1. Kelompok pernapasan dorsal, terletak di bagian dorsal (belakang) medula
yang terutama menyebabkan inspirasi.
2. Kelompok pernapasan ventral, terletak di ventrolateral (depan samping)
medula, yang terutama menyebabkan inspirasi dan ekspirasi yang lebih
dalam.
3. Pusat pneumotaksik, terletak di sebelah dorsal bagian superior pons,
tepatnya di sebelah dorsal nuklous parabrakialis pada pons bagian atas, yang
terutama mengatur kecepatan dan kedalaman napas(3).
Adalagi yang namanya saraf-saraf sensoris yang mendeteksi paru. Saraf-
saraf sensoris ini berujung sebagai reseptor, seperti kemoreseptor perifer,
baroreseptor dan reseptor2 lainnya di dalam paru. Nanti kumpulan reseptor-
reseptor ini akan bergabung menjadi nucleus traktus solitarius yakni ujung akhir
dari saraf sensoris pernapasan yang terdapat pada nervus vagus dan nervus
glosofaringeus. Pada akhirnya kedua nervus ini akan berhubungan dengan
kelompok pernapasan bagian dorsal. Melalui ini, mekanisme penghantaran
informasi dari paru ke pusat respirasi bagian dorsal bisa berlangsung (3).
Pernapasan Normal
Pada pernapasan biasa, pusat saraf dorsal akan melepaskan sinyal inspirasi
ritimis (yang teratur). Pelepasan sinyal2 inspirasi ritmis ini belum diketahui
penyebabnya. Sinyal inspirasi yang dilepaskannya ini berupa sinyal yang landai
(ramp signal), gunanya supaya inspirasi terjadi secara perlahan dan dapat
meningkatkan volume paru dengan mantap, sehingga kita tidak bernapas
terengah-engah. Perlu diingat lagi bahwa sinyal-sinyal ini akan dihantarkan ke
paru dan otot2 diafragma melalui saraf2 motorik pernapasan (3).
Setelah pusat dorsal melepaskan sinyal inspirasi yang landai tersebut, pusat
pneumotaksik akan mentransmisikan sinyal ke area inspirasi. Efek utama di sini
adalah mengatur titik “penghentian” inspirasi landai, dengan demikian mengatur
lamanya proses inspirasi. Kalau sinyal pneumotaksik ini kuat, inspirasi dapat
berlangsung hanya dalam 0,5 detik, akibatnya volume inspirasi juga sedikit; kalau
sinyal pneumotaksik ini lemah, inspirasi dapat berlangsung terus selama 5 detik
bahkan bisa lebih, akibatnya volume inspirasi menjadi banyak sekali (3).
Kalau sinyal inspirasi landai itu telah berhenti, maka paru secara otomatis
akan mengalami fase ekspirasi. Paru-paru kita mempunyai suatu sifat istimewa
yakni elastis dan punya daya lenting. Jadi ekspirasi ini terjadi sebagai imbas dari
inspirasi, dimana disini udara yang keluar tentunya telah bertukar dengan CO2.
Tegasnya, ekspirasi tenang yang normal, murni disebabkan akibat sifat elastis
daya lenting paru dan rangka toraks (3).
Pernapasan yg Lebih Dalam
Kalau kita bernapas lebih dalam, disini baru terjadi peranan dari kelompok
saraf pernapasan bagian ventral. Sedangkan pada pernapasan tenang yang normal,
kelompok saraf ventral ini inaktif. Bila rangsangan pernapasan guna
meningkatkan ventilasi paru menjadi lebih besar dari normal, sinyal respirasi yang
berasal dari mekanisme getaran dasar di area pernapasan dorsal akan tercurah ke
neuron pernapasan ventral (3).
Akibatnya, area pernapasan ventral turut membantu merangsang pernapasan
ekstra. Rangsangan area ventral ini berupa rangsangan listrik yang menyebabkan
inspirasi dan juga ekspirasi. Tetapi yang paling penting disini adalah sinyal untuk
ekspirasi, karena sinyal2 ini langsung dihantarkan dengan kuat ke otot-otot
abdomen selama ekspirasi yang sangat sulit. Intinya, pernapasan ventral ini
gunanya sebagai pendorong bila dibutuhkan ventilasi paru yang lebih besar,
khususnya selama latihan fisik berat (3).
Pembatasan sinyal inspirasi oleh refleks Hering-Breuer
Selain sinyal pusat pneumotaksik, masih ada sinyal-sinyal saraf sensoris
yang berasal dari paru untuk membantu mengatur pernapasan. Yang paling
penting adalah yang terletak di bagian otot dinding bronkus dan bronkiolus
seluruh paru, yaitu reseptor regang, yang menjalarkan sinyal melalui nervus vagus
ke kelompok neuron pernapasan dorsal apabila paru-paru menjadi sangat teregang
akibat inspirasi terlalu lama (3).
Sinyal ini akan “menghentikan” inspirasi landai yang dilepaskan oleh pusat
pernapasan dorsal tadi. (kurang lebih mekanisme penghentiannya mirip dengan
penghentian oleh sinyal pusat penumotaksik). Ini disebut refleks inflasi Hering-
Breuer. Refleks ini juga ikut meningkatkan kecepatan pernapasan, sama halnya dg
sinyal pneumotaksik. [refleks ini kemungkinan tidak diaktifkan sampai volume
tidal meningkat dari 3 kali normal, jadi refleks ini terutama muncul sebagai
mekanisme protektif untuk mencegah inflasi (peregangan) paru yang berlebihan
daripada yang dibutuhkan biasanya (3).
Pengaturan kimiawi CO2 dan H+ di area kemosensitif
1. Di dekat medula oblongata, tepatnya 0,2 mm di bilateral (samping) area
pernapasan ventral, ada suatu area neuron yang sangat sensitif dengan
perubahan konsentrasi CO2 ataupun ion H+ dalam darah. Area ini disebut
area kemosensitif. Area ini bakal merangsang bagian lain dalam pusat
pernapasan.
2. Apabila suatu saat konsentrasi CO2 dan H+ yang dihasilkan jaringan otak
meningkat, ia akan berdifusi ke dalam sawar darah otak, bahwa sawar darah
di otak ini punya dinding yang khusus, dimana ia hanya mengizinkan zat-zat
tertentu untuk lewat. (semacam benteng pertahanan, yang lebih dikenal
dengan Blood Brain Barrier/ BBB). CO2 ini sangat permeable terhadap BBB
tsb, namun tidak permeable sama sekali terhadap ion H+, sehingga yang
mudah berdifusi ke sawar darah otak adalah CO2.
3. Sawar darah otak ini juga dilengkapi dengan neuron-neuron kemosensitif
yang bakal mendeteksi perubahan konsentrasi CO2 dalam sawar darah. CO2
di dalam sawar darah otak ini bakal bereaksi dengan air membentuk ion H+
dan asam HCO3-. Nah, H+ yang dihasilkan melalui reaksi inilah yang
sebenarnya lebih merangsang area kemosensitif melalui neuron2 kemosensitif
tadi. Apabila area kemosenstif ini terangsang, maka pusat pernapasan lainnya
ikut terangsang dan pola napas pun mengalami perubahan (3).
Kemoreseptor Perifer
1. Di luar otak, ternyata juga terdapat sistem kemoreseptor tersendiri yang juga
turut andil dalam pengaturan pernapasan. Kemoreseptor di luar otak ini
disebut kemoreseptor perifer. Fungsinya yang terpenting adalah untuk
mendeteksi perubahan oksigen dalam darah walaupun respetor ini juga sedikit
berpengaruh terhadap perubahan konsentrasi CO2 dan H+ di dalam darah.
2. Sebagian besar kemoreseptor ini terletak di badan karotis (karotic body) dan
di badan aorta (aortic body). Karotic body terletak di bilateral pada
percabangan arteri karotis komunis. Serabut saraf aferennya berjalan melalui
nervus Hering ke nervus glosofaringeus dan kemudian ke area pernapasan
dorsal di medula oblongata. Sedangkan aortic body terletak di sepanjang
arkus aorta; dimana serabut saraf aferennya berjalan melalui nervus vagus,
juga ke area pernapasan dorsal di medula oblongata.
3. Reseptor ini akan mendeteksi perubahan kadar O2, CO2 dan ion H+.
Misalkan apabila kadar O2 dalam arteri menurun, kemoreseptor perifer ini
menjadi sangat terangsang. Singkatnya, ia bakal mengirimkan impuls ke
pusat pernapasan untuk meningkatkan frekuensi napas (3).
Di alveolus juga terdapat reseptor mekanik khusus yang mendeteksi udara
pada alveolus itu sendiri, reseptor ini dikenal dengan mekanoreseptor. Apabila
fungsi fisiologis paru tidak berjalan akibat alveoli yang kolaps, (misalkan jika
kemasukan air) maka alveoli harus segera diregang dengan cara diberi napas
buatan yang dihembuskan lewat mulut sehingga alveoli dapat kembali berfungsi
normal. Disini berperan berbagai macam reseptor di paru yang akan mengirimkan
impuls ke pusat saraf supaya mekanisme respirasi kembali berlanjut (4).
Cerebrum / otak juga bisa mengeksitasi otot rangka untuk membantu
mekanisme pernapasan. Dimana di cerebrum bakal terkumpul kumpulan saraf-
saraf motorik ke otot2 pernafasan untuk ikut berkontraksi. Impuls dari dan ke
cerebrum dikirim melalui medula spinalis di bawah medula oblongata. (4)
BAB V
Kesimpulan
Pada praktikum Tes Provokasi Hiperventilasi yang telah dilakukan dapat
ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1. Frekuensi napas normal pada seluruh probandus beragam, semua lebih tinggi
daripada patokan frekuensi napas normal yaitu 12 kali per menit.
2. Pada percobaan kedua, frekuensi napas seluruh probandus mengalami
peningkatan daripada frekuensi napas normalnya, dimaksudkan untuk
mengembalikan kadar CO2 ke tingkat normal.
3. Pada percobaan ketiga, frekuensi napas seluruh probandus mengalami
penurunan daripada frekuensi napas di percobaan kedua. Percobaan ini terjadi
peristiwa hiperventilasi, menimbulkan perubahan PCO2, pH, dan PO2 yang
serius dalam darah probandus.
4. Dari seluruh percobaan dapat dibuktikan bahwa perubahan karbon dioksida
darah akan sangat berpengaruh meningkatkan aktivitas pusat pernapasan.
5. Pengaturan pernapasan untuk periode yang singkat dapat diatur secara
volunter (sadar), dan seseorang dapat melakukan hiperventilasi atau
hipoventilasi sedemikian besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. Petunjuk Praktikum Fisiologi Kedokteran II. Banjarbaru: FK
Unlam, 2010
2. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 1998.
3. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 1998.
4. Dubreuil V, Ramanantsoa N, Trochet D, Vaubourg V, Amiel J. A human
mutation in Phox2b causes lack of CO2 chemosensitivity, fatal central apnea,
and specific loss of parafacial neurons 2008; 105: 1067–1072.
5. Gestreau C, Heitzmann D, Thomas J, Dubreul V, Bandulik S, Reichold M, et
al. Task2 potassium channels set central respiratory CO2 and O2 sensitivity.
PNAS 2009; 107; 2325-2326
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL PRAKTIKUM
Banjarbaru, 15 September 2010
Assisten Praktikan
Maisarah Azzahra Adhan Piddini
I1A007008 I1A010065