Provinsi Sulawesi Utara Triwulan I – · PDF filePengaruh Perdagangan Bebas ASEAN Cina...
Transcript of Provinsi Sulawesi Utara Triwulan I – · PDF filePengaruh Perdagangan Bebas ASEAN Cina...
0
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sulawesi Utara Triwulan I – 2010 Kantor Bank Indonesia Manado
1
Kata Pengantar
Sesuai Pasal 7 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dijelaskan bahwa tujuan
Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Guna mencapai
tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai 3 (tiga) tugas yaitu menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
serta mengatur dan mengawasi bank. Sejalan dengan itu dan diperkuat oleh momentum
otonomi daerah, setiap Kantor Bank Indonesia (KBI) yang berada di daerah, termasuk KBI
Manado dituntut berperan sebagai ”economic intelligent and research unit” yang
diharapkan mampu memberikan informasi ekonomi dan keuangan daerah yang akurat,
menyeluruh, dan terkini sebagai bahan masukan Kantor Pusat Bank Indonesia dalam
perumusan dan penetapan kebijakan moneter yang tepat sasaran. Penyajian informasi
ekonomi dan keuangan daerah tersebut, disusun dalam bentuk Kajian Ekonomi Regional
(KER) Provinsi Sulawesi Utara secara triwulanan, yang berisi analisis mengenai kondisi makro
ekonomi regional, tingkat harga, perbankan, sistem pembayaran, keuangan daerah, tingkat
kesejahteraan dan kemiskinan serta prospeknya ekonomi di triwulan mendatang.
Di samping itu, dalam rangka meningkatkan akuntabilitas Bank Indonesia melalui
penyampaian informasi mengenai kondisi perekonomian dan keuangan kepada stakeholder
maka KBI perlu menyampaikan informasi dimaksud kepada stakeholder di daerah seperti
pemerintah daerah, lembaga pendidikan, institusi keuangan, dan lembaga lainnya di
daerah. Kami senantiasa mengharapkan masukan dan saran untuk meningkatkan kualitas
dan manfaat laporan di masa yang akan datang. Akhir kata, kiranya laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi yang berkepentingan dan kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan ini kami ucapkan terima kasih.
Manado, 31 Maret 2010
BANK INDONESIA MANADO
Ramlan Ginting
Pemimpin
2
Daftar Isi
RINGKASAN EKSEKUTIF halaman 5
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL halaman 13
Sisi Permintaan halaman 14
Sisi Penawaran halaman 23
Boks 1. Kondisi Sektor Industri Pengolahan di Triwulan I-2010 dan Prospeknya Dalam
Menghadapi Perdagangan Bebas ASEAN Cina (ASEAN China Free Trade Area)
halaman 32
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH halaman 38
Inflasi Tahunan (yoy) halaman 38
Inflasi Triwulanan (qtq)
Inflasi Bulanan (mtm)
halaman 39
halaman 40
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH halaman 43
Fungsi Intermediasi halaman 44
Risiko Kredit halaman 53
Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat halaman 55
Boks 2. Pengaruh Perdagangan Bebas ASEAN Cina Terhadap Potensi Pembiayaan
Daerah
Halaman 57
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH halaman 59
Dana Perimbangan halaman 59
Perkembangan APBD Provinsi halaman 61
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN halaman 65
Perkembangan Aliran Uang Kartal halaman 65
Penemuan Uang Palsu halaman 68
Perkembangan Kliring Lokal (Tunai) halaman 69
RTGS (Real Time Gross Settlement) halaman 69
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
halaman 71
Pengangguran halaman 71
Kemiskinan halaman 75
Rasio Gini halaman 77
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) halaman 78
3
PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI halaman 80
Prospek Pertumbuhan Ekonomi halaman 80
Prakiraan Inflasi halaman 82
Prospek Perbankan Halaman 83
Daftar Istilah dan Singkatan halaman 85
4
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Kantor Bank Indonesia Manado Jl. 17 Agustus No. 56 Ph. 0431-868102, 868103, 868108 Fax. 0431 - 866933 Email : [email protected] [email protected]
5
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perkembangan Makro Ekonomi Regional
Secara umum, perekonomian nasional pada triwulan I-2010 terus
menunjukan perkembangan yang semakin baik. Perbaikan tersebut
ditopang oleh meningkatnya optimisme terhadap pertumbuhan
ekonomi domestik dan global, serta terjaganya kestabilan
makroekonomi domestik. Sejalan dengan hal tersebut, kinerja
pasar keuangan global terus membaik, dampak krisis utang Dubai
World dan krisis fiskal Yunani berlangsung singkat dan
rambatannya bersifat minimal terhadap pasar keuangan dunia. Di
sisi domestik, kinerja ekspor diperkirakan mengalami peningkatan
seiring dengan perbaikan ekonomi global dan membaiknya harga
komoditas internasional. Konsumsi rumah tangga masih tumbuh
pada level tinggi, didorong oleh stabilnya daya beli masyarakat
serta ekspektasi konsumen yang masih terjaga. Sejalan dengan hal
tersebut, investasi diperkirakan juga akan membaik didukung oleh
peningkatan investasi swasta dan upaya pemerintah untuk
mendorong proyek infrastruktur dalam bidang energi, transportasi
dan telekomunikasi. Dengan semakin membaiknya kondisi
tersebut, ekonomi domestik secara tahunan di triwulan I-2010
diperkirakan tumbuh 5,7%.
Berbagai indikator ekonomi Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan
I-2010 tak terlepas dari perkembangan kondisi makro ekonomi
Indonesia yang menunjukan perkembangan positif. Optimisme
masyarakat terhadap pemulihan ekonomi nasional dan regional
menunjukan peningkatan tercermin dari indeks keyakinan
konsumen (IKK) dari hasil Survey Ekspektasi Konsumen (SEK) Kota
Manado. Peningkatan rasa optimisme ini didorong oleh adanya
kenaikan UMP dan aktivitas persiapan pilkada yang pada tahap
berikutnya akan mendorong peningkatan kegiatan konsumsi.
Tanda-tanda pemulihan ekspor dan meningkatnya kegiatan
Secara umum, perekonomian nasional pada triwulan I-2010 terus mnenunjukan perkembangan yang semakin baik.
Berbagai indikator ekonomi Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan I-2010 tak terlepas dari perkembangan kondisi makro ekonomi Indonesia...
6
konsumsi masyarakat mendorong pelaku usaha untuk
menanamkan investasinya di Sulawesi Utara. Mengacu data baik
primer maupun sekunder serta merujuk hasil survei yang dilakukan
oleh Kantor Bank Indonesia Manado, maka laju pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan I-2010 diperkirakan berada
pada level 6,7% (yoy) masih lebih tinggi dibandingkan perkiraan
laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan sektor ekonominya, pertumbuhan ekonomi pada
triwulan I-2010 disumbangkan secara merata oleh seluruh sektor
yang ada. Kinerja sektor pertanian dan industri pengolahan
diperkirakan akan mengalami peningkatan dibandingkan periode
yang sama tahun lalu. Peningkatan ini salah satunya didorong oleh
pemberlakuan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) yang
memberikan peluang bagi komoditi unggulan di Sulut khususnya
ikan olahan dan produk kelapa dan turunannya untuk memperluas
pasarannya ke negara China dan ASEAN. Sementara itu, kinerja
sektor perdagangan, hotel dan restaurant (PHR), sektor bangunan
dan sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan I-2009
diperkirakan akan mengalami sedikit perlambatan. Hal ini antara
lain disebabkan oleh ketiadaan even berskala besar dibandingkan
periode yang sama tahun lalu sehingga aktivitas pembangunan
infrastruktur, sarana/prasarana lainnya menunjukan tren
perlambatan, yang pada tahap selanjutnya akan berdampak
terhadap perlambatan kegiatan perdagangan dan kunjungan
wisatawan.
Perkembangan Inflasi Daerah
Laju inflasi tahunan Kota Manado pada triwulan I – 2010
cenderung menurun bila dibandingkan periode sebelumnya. Inflasi
Kota Manado pada triwulan I – 2010 tercatat sebesar 1,84% (yoy)
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode yang
sama tahun lalu yang tercatat 8,85% (yoy). Penurunan laju inflasi
tahunan Sulawesi Utara selama triwulan I – 2010 disebabkan baik
Berdasarkan sektor ekonominya, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2010 disumbangkan oleh seluruh sektor...
Laju inflasi tahunan Kota Manado pada triwulan I-2010 cenderung menurun...
7
oleh faktor fundamental maupun non fundamental. Faktor
fundamental diantaranya adalah apresiasi rupiah terhadap dollar
AS seiring dengan semakin derasnya aliran modal dari luar negeri
masuk ke Indonesia, kembali stabilnya harga beras setelah
dipenghujung Tahun 2009 lalu sempat meningkat seiring dengan
tingginya kebutuhan menjelang dan pada saat perayaan
keagamaan dan Tahun Baru 2010 serta kembali normalnya pola
permintaan masyarakat selama triwulan I - 2010. Sedangkan faktor
non fundamental yang menyebabkan melemahnya tekanan inflasi
adalah tidak adanya kebijakan pemerintah terkait harga yang
signifikan mempengaruhi laju inflasi barang dan jasa secara umum.
Berdasarkan kelompoknya, penurunan inflasi selama Triwulan I –
2010 terutama disumbangkan oleh kelompok bahan makanan
yang mengalami deflasi -2,19% (yoy). Sedangkan kelompok
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mencatat inflasi
tertinggi selama triwulan laporan yang mencapai 8,13% (yoy) yang
disusul oleh kelompok kesehatan sebesar 4,98% (yoy). Inflasi
terendah dicatat oleh kelompok perumahan, air, listrik, gas dan
bahan bakar yang tercatat sebesar 1,45% (yoy).
Perkembangan Perbankan Daerah
Secara umum perkembangan berbagai indikator perbankan di
Sulawesi Utara pada triwulan I-2010 menunjukan perkembangan
yang cukup baik. Laju pertumbuhan dari total aset, dana pihak
ketifa (DPK) dan kredit tercatat mengalami pertumbuhan yang
positif, walaupun lebih rendah dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Sementara itu, fungsi intermediasi perbankan
memperlihatkan tren peningkatan sejak awal triwulan II-2009
sampai dengan triwulan laporan, yang tercermin dari
meningkatnya prosentase Loan To Deposit Ratio (LDR) yang
mencapai 106,12% di triwulan I-2010. Sejalan dengan hal
tersebut, kualitas kredit yang disalurkan perbankan semakin
membaik, yang ditunjukan oleh turunnya rasio kredit bermasalah
(Non Performing Loan) dari 3,86% pada Triwulan I-2009 menjadi
Secara umum perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan I-2010 menunjukkan perkembangan yang cukup baik.
Berdasarkan kelompoknya, pernurunan inflasi selama triwulan I-2010 terutama disumbangkan oleh kelompok bahan makanan...
8
3,57% pada triwulan I-2010. Sementara itu, kredit UMKM juga
terus menunjukan perkembangan yang cukup signifikan, ditandai
dengan meningkatnya pangsa kredit UMKM terhadap total kredit
yang mencapai 80,83%, disertai oleh membaiknya kualitas kredit
UMKM yang pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,49%.
Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di wilayah Sulawesi Utara
selama triwulan I-2010 mengalami peningkatan jika dibandingkan
periode yang sama tahun lalu, tercermin dari naiknya total aset,
DPK, dan jumlah kredit yang berhasil disalurkan. Peningkatan
beberapa indikator ini juga dibarengi dengan membaiknya rasio
Loan To Deposit Ratio (LDR). Namun demikian, kenaikan rasio LDR
ini tidak diiringi dengan perbaikan pada kualitas kreditnya, hal ini
tercermin dari kenaikan rasio Non Performing Loan (NPL) BPR.
Perkembangan Keuangan Daerah (APBD)
Alokasi transfer dana dari pemerintah pusat yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ke Provinsi/Kab/Kota
di wilayah Sulawesi Utara pada Tahun 2010 diperkirakan mencapai
Rp5,68 Triliun atau naik 0,12% dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan komponen penyusunnya, kenaikan transfer dana dari
pemerintah pusat terutama berasal dari Dana Perimbangan (Dana
Alokasi Umum) yang naik 9,17% (yoy) mencapai jumlah Rp4,43
Triliun. Sementara itu Dana Penyesuaian dan Otonomi khusus
justru mengalami penurunan sebesar 43,88% dibandingkan tahun
sebelumnya.
Kinerja keuangan pemerintah provinsi pada triwulan I-2010 relatif
lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sampai dengan 31 Maret 2010, realisasi belanja pemerintah
mencapai Rp137,24 miliar atau hanya sebesar 12,6% dari target
pengeluaran dalam APBD sebesar Rp1.094 miliar. Sementara itu,
realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan laporan sebesar
Rp319 miliar atau baru mencapai 29,9% dari target pendapatan
Alokasi transfer dana dari pemerintah pusat yang bersumber dari APBN ke Provinsi/Kab/Kota di wilayah Sulawesi Utara pada Tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp5,68 Triliun...
Kinerja keuangan pemerintah provinsi pada triwulan I- 2010 relatif lebih rendah...
Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di wilayah Sulawesi Utara selama triwulan I-2010 mengalami peningkatan...
9
dalam APBD sebesar Rp1.066 miliar. Sedangkan untuk Tahun
2010, pembiayaan pemerintah Provinsi menunjukkan penurunan
dibandingkan tahun sebelumnya, atau hanya sebesar Rp27 miliar.
Perkembangan Sistem Pembayaran
Aliran uang kartal di khasanah Kantor Bank Indonesia Manado
pada triwulan I-2010 berada pada kondisi net inflow. Artinya
jumlah aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia (inflow)
lebih besar dibandingkan dengan jumlah aliran uang kartal yang
keluar ke masyarakat (outflow) . Aliran uang masuk meningkat
0,62% (yoy) atau sebesar Rp3,8 miliar sedangkan aliran uang
keluar mengalami penurunan yang signifikan sebesar 95,80% (yoy)
atau sebesar Rp17,47 miliar.
Penemuan uang palsu di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia
Manado pada triwulan laporan menunjukan penurunan dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya. Total uang palsu yang
ditemukan dan dilaporkan ke Bank Indonesia Manado pada
triwulan I-2010 sebanyak 37 lembar yang terdiri dari 14 lembar
uang pecahan Rp100.000,-, 19 lembar uang pecahan Rp50.000, 1
lembar uang pecahan Rp10.000,- dan 3 lembar uang pecahan
Rp5.000,-. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan posisi yang sama
tahun sebelumnya sebesar 41 lembar. Penurunan temuan ini
mengindikasikan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian
uang rupiah sudah cukup baik.
Perkembangan kliring di wilayah Sulawesi Utara selama triwulan I-
2010 mengalami peningkatan, jumlah warkat yang dikliringkan
sebanyak 75.799 lembar dengan nilai Rp1.658 miliar atau
meningkat jumlahnya sebesar 10,75% (yoy) dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. Jika dilihat berdasarkan rata-rata
harian lembar warkat yang dikliringkan selama periode laporan
tercatat sebanyak 1.221 lembar dengan nilai sebesar Rp26,73
miliar atau tumbuh sebesar 5,24% (yoy). Peningkatan rata-rata
jumlah nominal kliring tersebut semakin menegaskan bahwa
Aliran uang kartal di khasanah Kantor Bank Indonesia Manado pada triwulan I-2010 berada pada kondisi net inflow.
Penemuan uang palsu di wilayah kerja KBI Manado pada triwulan laporan menunjukan penurunan...
Perkembangan kliring di wilayah Sulawesi Utara selama triwulan I-2010 tercatat mengalami peningkatan...
10
perekonomian Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang
positif.
Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan
Kesejahteraan Masyarakat
Kinerja yang cukup baik dari berbagai indikator makro ekonomi
regional, perbankan, sistem pembayaran dan fiskal, berimplikasi
pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat dalam bentuk
penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan di Sulawesi
Utara. Tingkat pengangguran di Sulawesi Utara pada Agustus
2009 mengalami perbaikan tercermin dari rasio TPT (Tingkat
Pengangguran Terbuka) sebesar 10,56% atau turun tipis (0,09%)
dibandingkan dengan periode Agustus 2008 lalu sebesar 10,65%.
Berdasarkan jenis lapangan pekerjaan, pertanian masih menjadi
sektor lapangan pekerjaan utama, walaupun telah terjadi
pergeseran ke sektor lainnya, terutama sektor perdagangan dan
sektor jasa. Berdasarkan persebarannya, Manado masih menjadi
daerah dengan jumlah angkatan kerja terbesar dan angka
pengangguran tertinggi.
Seiring dengan itu, tingkat kesejahteraan masyarakat Sulawesi
Utara di tahun 2009 menunjukkan perbaikan, salah satunya
tercermin dari penurunan jumlah penduduk miskin. Pada Maret
2009 jumlah penduduk miskin di Sulawesi Utara tercatat sebesar
219,57 ribu (9,79%), sedikit lebih rendah dibandingkan jumlah
penduduk miskin pada Maret 2008 yang berjumlah 223,5 ribu
(10,10%). Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin
selama periode Maret 2008 - Maret 2009 antara lain disebabkan
oleh perkembangan pesat pertumbuhan ekonomi selama periode
tersebut yang mendorong bertambahnya luasnya kesempatan kerja
akibat banyak berdirinya hotel, restoran, ataupun perusahaan-
perusahaan baru lainnya.
Kinerja yang cukup baik dari berbagai indikator makro ekonomi regional, perbankan, sistem pembayaran dan fiskal berimplikasi pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat...
Seiring dengan itu, tingkat kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara di tahun 2009 menunjukkan perbaikan...
11
Outlook Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II – 2010 diperkirakan
akan mengalami pertumbuhan sebesar 7,4%±0,5%, lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya. Faktor pendorong
pertumbuhan diantaranya adalah penyelenggaraan Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) di 7 kabupaten/kota dan provinsi yang
direncanakan akan dilaksanakan secara serentak paling akhir
triwulan II - 2010. Penyelenggaraan Pilkada diperkirakan tidak
hanya meningkatkan aktivitas konsumsi swasta namun juga
belanja pemerintah. Masa liburan sekolah di akhir triwulan II –
2010 diperkirakan juga akan mendorong peningkatan aktivitas
konsumsi khususnya konsumsi rumah tangga. Selain itu, mulai
direalisasikannya kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri sebesar 5% pada
April 2010 juga diprediksi akan mendorong potensi pembelanjaan
masyarakat sehingga akan meningkatkan aktivitas ekonomi.
Kinerja perdagangan luar negeri diperkirakan juga akan mengalami
peningkatan. Sementara itu, implementasi ACFTA belum
berpengaruh terhadap menurunnya permintaan dunia terhadap
komoditas ekspor Sulawesi Utara. Hal ini diperkuat dengan hasil
Survei Liason yang menunjukan bahwa sebagain besar debitur
bank umum dan BPR di Sulawesi Utara belum merasakan pengaruh
ACFTA. Demikian pula halnya dengan beberapa perusahaan yang
bergerak di sektor pertanian dan perikanan yang tetap optimis
bahwa pemberlakuan ACFTA akan meningkatkan kinerja ekspor
perusahaan mereka
Beberapa sektor yang diperkirakan akan mengalami percepatan
pertumbuhan pada triwulan mendatang adalah sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), sektor jasa-jasa dan sektor
bangunan. Perkiraan ini didukung antara lain oleh Hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengindikasikan bahwa
ekpektasi realisasi kegiatan usaha di triwulan II - 2010 diperkirakan
akan meningkat bila dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya.
Prospek perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II-2010 diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 7,4%±0,5%...
Kinerja perdagangan luar negeri diperkirakan juga akan mengalami peningkatan.
Beberapa sektor yang diperkirakan akan mengalami percepatan pertumbuhan pada triwulan mendatang adalah sektor Perdagangan...
12
Outlook Inflasi Regional
Tekanan inflasi Kota Manado selama triwulan II–2010 diperkirakan
akan cenderung meningkat seiring dengan dikeluarkannya
kebijakan pemerintah berupa kenaikan harga pupuk bersubsidi per
tanggal 9 April 2010 rata-rata sebesar ±35%. Kenaikan harga
pupuk bersubsidi ini berpotensi akan meningkatkan biaya produksi
produk pertanian yang pada tahap berikutnya akan mendorong
kenaikan harga jual. Faktor lain yang berpotensi memberikan
tekanan terhadap harga adalah meningkatnya aktivitas konsumsi
selama masa kampanye Pilkada Gubernur dan 7 walikota/bupati
baik berasal dari konsumsi rumah tangga, perusahaan maupun
belanja pemerintah.
Prospek Perbankan
Perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara
pada triwulan II – 2010 diperkirakan masih cukup baik. Kebijakan
Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan suku bunga
acuannya (BI rate) sebesar 6,5% mendorong perbankan untuk
lebih ekspansif dalam melakukan pembiayaan yang didukung oleh
kecenderungan menurunnya suku bunga kredit. Sementara itu,
jumlah Dana Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun pada triwulan
mendatang diperkirakan akan mengalami peningkatan. Hal ini
didorong oleh potensi meningkatnya tingkat pendapatan
masyarakat seiring dengan realisasi kenaikan gaji PNS, TNI/Polri
sebesar 5% pada April 2010, dimulainya panen raya cengkeh, dan
potensi membaiknya kinerja ekspor Sulawesi Utara.
Dari sisi penyaluran kredit, perbankan Sulawesi Utara optimis untuk
terus meningkatkan pertumbuhan hingga 25 – 30%, lebih tinggi
dibandingkan target penyaluran kredit secara nasional yang hanya
berada pada kisaran 17%. Menurut sektor ekonominya, sektor
PHR (Perdagangan, Hotel dan Restoran), sektor konstruksi, sektor
jasa dunia usaha dan konsumsi masih menjadi fokus utama dalam
portofolio kredit di Sulawesi Utara
Tekanan Inflasi Kota Manado selama triwulan II-2010 diperkirakan akan cenderung meningkat...
Perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan II-2010 diperkirakan masih cukup baik.
Dari sisi penyaluran kredit, perbankan Sulawesi Utara optimis untuk terus meningkatkan pertumbuhan hingga 25-30%..
13
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Secara umum, perekonomian nasional pada triwulan I-2010 terus menunjukkan
perkembangan yang semakin baik. Perbaikan tersebut ditopang oleh meningkatnya
optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan global, serta terjaganya
kestabilan makroekonomi domestik. Di tengah-tengah pemulihan pasca krisis global,
berbagai kinerja yang cukup positif tersebut tidak terlepas dari daya tahan permintaan
domestik yang kuat, sektor perbankan yang tetap sehat dan stabil, ekspektasi pemulihan
ekonomi global yang semakin optimis, serta respons kebijakan fiskal dan moneter yang
akomodatif dalam mendukung terjaganya perekonomian domestik. Sejalan dengan hal
tersebut, kinerja pasar keuangan global terus membaik. Meskipun sempat mengalami
tekanan akibat kembali menurunnya kepercayaan investor terkait krisis utang Dubai World
dan krisis fiskal Yunani, dampak kedua krisis tersebut berlangsung singkat dan rambatannya
bersifat minimal terhadap pasar keuangan dunia. Hal ini tercermin dari Indeks harga saham
yang mulai kembali menguat di pasar saham Amerika Serikat, Eropa dan Jepang.
Di sisi domestik, perbaikan ekonomi global mendukung kinerja ekspor dan peningkatan
investasi. Kinerja ekspor diperkirakan mengalami peningkatan seiring dengan perbaikan
ekonomi global dan membaiknya harga komoditas internasional. Konsumsi rumah tangga
masih tumbuh pada level tinggi, didorong oleh stabilnya daya beli masyarakat serta
ekspektasi konsumen yang masih terjaga. Sejalan dengan peningkatan ekspor dan konsumsi
rumah tangga, investasi diperkirakan juga akan membaik didukung oleh peningkatan
investasi swasta dan upaya pemerintah untuk mendorong proyek infrastruktur dalam
bidang energi, transportasi dan telekomunikasi. Dengan semakin membaiknya kondisi
tersebut, ekonomi domestik secara tahunan di triwulan I-2010 diperkirakan tumbuh 5,7%.
Membaiknya berbagai indikator makro ekonomi nasional berdampak pula pada
perkembangan berbagai indikator makro ekonomi regional termasuk di Provinsi Sulawesi
Utara. Hal ini antara lain ditandai dengan pertumbuhan ekspor antar daerah yang lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan semakin minimalnya tingkat
ketergantungan terhadap daerah lain yang tercermin dari melambatnya permintaan impor
ke daerah lain. Seiring dengan itu, optimisme masyarakat terhadap pemulihan ekonomi
14
nasional dan regional menunjukan peningkatan tercermin dari indeks keyakinan konsumen
(IKK) dari hasil Survey Ekspektasi Konsumen (SEK) Kota Manado. Peningkatan rasa
optimisme ini didorong oleh adanya kenaikan UMP dan aktivitas persiapan pilkada yang
pada tahap berikutnya akan mendorong peningkatan kegiatan konsumsi. Tanda-tanda
pemulihan ekspor dan meningkatnya kegiatan konsumsi masyarakat mendorong pelaku
usaha untuk menanamkan investasinya di Sulawesi Utara. Mengacu data baik primer
maupun sekunder serta merujuk hasil survei yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia
Manado maka, laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan I-2010
diperkirakan berada pada level 6,7% (yoy) masih lebih tinggi dibandingkan perkiraan laju
pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya berada pada 5,7% (yoy).
A. SISI PERMINTAAN
Dari sisi permintaan, kegiatan perekonomian selama triwulan I-2010 diperkirakan lebih
banyak disumbangkan oleh kegiatan konsumsi dan kinerja ekspor yang menunjukkan
perkembangan yang cukup membaik. Meningkatnya kegiatan konsumsi seiring dengan
peningkatan optimisme masyarakat yang tercermin dari hasil Survei Ekspektasi Konsumen
(SEK) dan hasil penjualan ritel berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE). Sementara
itu, kegiatan ekspor khususnya ekspor antar daerah pada triwulan laporan menunjukan tren
yang meningkat. Kondisi ini didukung pula oleh neraca perdagangan luar negeri yang
secara neto mengalami net ekspor sebesar USD14,05 juta.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Provinsi Sulawesi Utara Menurut Penggunaan (%)
1. Konsumsi
Kegiatan konsumsi selama Triwulan I-2010 diperkirakan tumbuh 5,6% (yoy) dengan
kontribusi sebesar 3,8% terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Dibandingkan pencapaian
Ket : 1 Data Proyeksi Bank Indonesia Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Q1 Sumb. Q4 Sumb. Q1 1 Sumb.
Konsumsi 4,1 8,5 5,8 3,8 2,4 5,6 5,6 3,8
Konsumsi Swasta 3,4 5,1 2,4 2,5 1,0 4,0 5,8 2,4
Konsumsi Pemerintah 5,3 15,9 3,4 6,1 1,4 8,7 5,2 1,2
PMTB 11,7 10,0 2,0 5,0 1,2 7,2 5,3 1,1
Stok 40,5 -19,9 -0,3 7,6 0,1 -22,6 -20,4 -0,2
Ekspor 18,4 6,0 2,9 13,5 6,0 3,9 11,1 5,4
Impor 18,4 7,9 3,1 5,2 1,8 -3,0 8,7 3,4
PDRB 7,6 7,5 7,5 8,0 8,0 7,9 6,7 6,7
20102008 2009
2009Jenis Penggunaan
15
periode yang sama tahun sebelumnya maka kinerja kegiatan konsumsi selama triwulan
laporan tercatat mengalami perlambatan. Hal ini antara lain disebabkan oleh ketiadaan even
berskala besar serta turunnya realisasi belanja pemerintah selama triwulan I-2010. Namun,
terdapat beberapa faktor pendorong yang menyebabkan kegiatan konsumsi masih tumbuh
positif, diantaranya kenaikan Upah Minimun Regional dan berbagai aktivitas persiapan
pilkada.
Berdasarkan komponen penyusunnya, kegiatan konsumsi dapat digolongkan pada
konsumsi swasta dan konsumsi pemerintah. Konsumsi swasta pada triwulan I-2010 tumbuh
5,8% (yoy) dengan kontribusi sebesar 2,4% terhadap pertumbuhan ekonomi pada triwulan
laporan. Peningkatan konsumsi swasta khususnya konsumsi rumah tangga antara lain dapat
dikonfirmasi melalui beberapa indikator penuntun konsumsi rumah tangga yang
mengindikasikan perbaikan. Salah satu diantaranya adalah hasil Survei Ekspektasi
Konsumen (SEK) Kota Manado periode Maret 2010 dimana sebagian besar konsumen yakin
bahwa kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasinya ke depan masih cukup baik terindikasi
dari kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari 105,92 pada Maret 2009 menjadi
145,42 pada Maret 2010 (optimis > 100). Membaiknya kondisi ekonomi saat ini, didorong
oleh kenaikan indeks pada seluruh komponen penyusunnya yaitu aspek penghasilan,
pembelian barang tahan lama dan ketersediaan tenaga kerja dimana sebagian besar
responden menyatakan bahwa kondisinya saat ini lebih baik dibandingkan 3 – 6 bulan yang
lalu.
Peningkatan kegiatan konsumsi selama triwulan laporan tak lepas pula dari relatif
terjaganya daya beli masyarakat khususnya para petani tercermin dari Nilai Tukar Petani
(NTP) untuk posisi Februari 2010 yang tercatat pada level 100,85. Pencapaian ini relatif lebih
lambat jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, namun demikian indeks NTP pada
triwulan laporan masih berada dalam kategori sejahtera (indeks > 100). Sebagaimana
diketahui, berdasarkan komposisinya hampir 40% masyarakat di Sulawesi Utara bermata
pencaharian bertani, sehingga tingkat kesejahteraan petani mampu memberikan dampak
yang cukup signifikan terhadap aktivitas konsumsi rumah tangga.
16
Peningkatan kegiatan konsumsi selama
triwulan laporan juga dapat dikonfirmasi dari
data perkembangan penjualan ecaran
berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE).
Nilai penjualan riil selama triwulan laporan
mengalami peningkatan 12,42% dari Rp146,7
miliar selama triwulan I-2009 menjadi Rp164,9
miliar selama triwulan I-2010. Dorongan
peningkatan pendapatan (UMR), sebagian besar
diprediksikan akan direalisasikan melalui
kenaikan daya beli masyarakat. Sejalan dengan
Grafik 1.1. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 1.2. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Sumber : Survey Konsumen (SK) Kota Manado Sumber : Survey Konsumen (SK) Kota Manado
Grafik 1.3. Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 1.4. Perkembangan Upah Minimum Regional (Rp)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara Sumber : Disnaker Provinsi Sulawesi Utara
95
97
99
101
103
105
J F M A MJ J A S O N D J F M A MJ J A S O N D J F
2008 2009 2010
713.500
750.000
845.000
929.000
1.000.000
0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000
2006
2007
2008
2009
2010
Grafik 1.5. Perkembangan Nilai Penjualan Riil
Sumber : Survey Penjualan Eceran (SPE) Kota Manado
‐
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2008 2009 2010
Milliar Rp
50
70
90
110
130
150
170
J F M A M
J J A S O N D J F M
2009 2010
Kondisi Ekonomi Saat Ini
Ekspektasi Konsumen
Indeks Keyakinan Konsumen
40
60
80
100
120
140
160
J F M A M J J A S O N D J F M
2009 2010
Penghasilan Saat Ini Pembelian Barang Tahan Lama
Ketersediaan Lap. Kerja Kondisi Ekonomi Saat Ini
17
hal tersebut, ekspektasi yang tetap terjaga terbukti mampu menopang kestabilan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2010.
Sementara itu, kegiatan konsumsi pemerintah selama triwulan I-2010 diperkirakan akan
mengalami perlambatan atau hanya tumbuh sebesar 5,2% (yoy) dibandingkan pada
triwulan I-2009 yang tumbuh 15,9% (yoy). Perlambatan ini antara lain dapat dikonfirmasi
dengan penurunan anggaran belanja pada APBD 2010 yang turun sebesar 2,52%
dibandingkan anggaran belanja pada APBD 2009. Sejalan dengan itu, persentase realisasi
belanja pemerintah pada triwulan laporan baru mencapai Rp137 miliar (12,6%) dari total
anggaran belanja yang ditargetkan sebesar Rp1.093 miliar.
2. Investasi
Pada triwulan I-2010, investasi di Sulawesi Utara diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,3%
(yoy), relatif lebih lambat dibandingkan pada triwulan I-2009 yang tercatat sebesar 10%.
Perlambatan ini diantaranya diprediksi sebagai dampak dari ketiadaan even berskala besar
sehingga pembangunan berbagai sarana dan prasarana fisik oleh pemerintah maupun
swasta semakin berkurang, ditambah dengan kondisi infrastruktur yang kurang memadai
terutama jalan dan pelabuhan. Kinerja investasi selama triwulan laporan, antara lain dapat
dikonfirmasi melalui data volume penjualan semen di Sulawesi Utara yang memperlihatkan
penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Volume penjualan semen pada 2
bulan pertama di triwulan I-2010 baru mencapai 61% dari pencapaian pada triwulan I-
2009. Dari sisi penyaluran kredit, jumlah kredit yang disalurkan untuk investasi selama
triwulan I-2010 sebesar Rp1.035 miliar atau hanya tumbuh 17,44% (yoy). Pertumbuhan
kredit investasi ini jauh lebih lambat dibandingkan kinerja triwulan I-2009 yang tumbuh
31,77% (yoy).
Grafik 1.7. Pertumbuhan Kredit Produkif (%)
Grafik 1.6. Perkembangan Penjualan Semen
Sumber : Asosiasi Semen Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Basel II
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
-
200
400
600
800
1.000
1.200
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2008 2009 2010
Investasi gInvestasi
%Rp miliar
18
Ket: Sumber: Ditjen Binamarga Dep. PU
Sementara itu, kondisi infrastruktur yang kurang
memadai juga turut mendorong perlambatan
investasi, tercermin dari kondisi jalan rusak yang
mencapai 47,5% dari total jalan yang ada di
Sulawesi Utara. Jalan yang rusak ringan dan berat
termasuk dalam katagori jalan yang rusak,
sedangkan untuk jalan yang tidak rusak adalah
kondisi jalan yang masih baik dan sedang.
Namun demikian, kinerja investasi masih menunjukkan pertumbuhan yang positif,
pencapaian ini diantaranya dapat dikonfirmasi oleh data volume impor barang modal dan
indikator dini volume penjualan listrik yang diperkirakan akan mengalami peningkatan.
Volume impor barang modal sampai dengan Februari 2010 diperkirakan mencapai 2.371
ton atau mengalami ekspansi sangat signifikan (2.277%) dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Indikator dini yang menunjukkan arah positif dari kinerja investasi juga
ditunjukkan oleh volume penjualan listrik yang diproyeksikan akan mengalami peningkatan
sebesar 11,71% (yoy) selama triwulan I-2010.
Grafik 1.8. Kondisi Infrastruktur Jalan
‐500
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2009 2010
Capital (ton)
gCapital (%)
Grafik 1.9. Perkembangan Volume Impor Barang Modal
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Grafik 1.10. Volume Penjualan Listrik
Sumber : Kanwil PLN Sulutenggo
52,50%47,50%
Tidak Rusak* Rusak**
19
3. Ekspor – Impor
Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian domestik dan daerah mitra dagang
Sulawesi Utara, kinerja ekspor pada triwulan I-2010 diperkirakan masih akan tumbuh
positif. Indikasi membaiknya kinerja ekspor terutama disumbang oleh perdagangan antar
daerah/provinsi yang ditunjukkan oleh tren peningkatan permintaan ekspor dari daerah lain.
Sementara itu, untuk pasar luar negeri masih menunjukkan adanya perlambatan
permintaan bahkan pertumbuhannya diproyeksikan akan mengalami kontraksi di akhir
triwulan I-2010.
Kinerja ekspor Sulawesi Utara selama
triwulan I-2010 diperkirakan masih akan
mencatat pertumbuhan yang positif
sebesar 11,1% (yoy). Salah satu indikator
untuk mengkonfirmasi kinerja ekspor pada
triwulan laporan adalah perkembangan
volume ekspor baik ke luar negeri maupun
ke pasar domestik (antar daerah).
Perkembangan kegiatan ekspor antar
daerah/provinsi dapat dikonfirmasi dengan
kegiatan muat barang melalui pelabuhan
Bitung. Kegiatan muat didefinisikan
sebagai kegiatan pengiriman barang dari Sulawesi Utara ke luar provinsi. Selama triwulan I-
2010, volume barang asal Sulawesi Utara yang dikirim (muat) ke pasar domestik mencapai
250,3 ribu ton atau meningkat 9,5% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, kegiatan ekspor luar negeri sampai dengan bulan Februari 2010 menunjukan
perlambatan. Volume ekspor Sulawesi Utara ke luar negeri hanya mencapai 18 ribu ton
atau turun 79,1% (yoy) dengan nilai ekspor sebesar USD29,69 juta atau turun 63,1% (yoy).
Berdasarkan jenisnya, komoditi utama ekspor luar negeri terutama dalam bentuk Food &
Live Animals serta Animals & Vegetable Oils & Fats khususnya olahan dari produk kopra,
minyak kelapa (Virgin Coconut Oil) dan ikan dengan negara tujuan utama adalah Amerika
Serikat, Belanda, Malaysia, Australia dan Jerman.
-8
-4
0
4
8
12
0
150
300
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*)
2008 2009 2010
%Ribu TonMuat gMuat
Grafik 1.11. Perkembangan Volume Ekspor Sulawesi Utara
Sumber : PT. Pelindo IV (Persero), Bitung *) Data Sementara
20
Grafik 1.12. Perkembangan Nilai Ekspor Sulawesi Utara
Tabel 1.2. Komoditi Utama Ekspor Sulut (dlm Ribu Ton)
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia *) s.d. Februari 2010
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia *) s.d Februari 2010
Grafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor Sulawesi Utara
-80
-60
-40
-20
0
20
40
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*)
2008 2009 2010
Ekspor_Value gEkspor_Value
Juta USD %
2010Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*)
Food and Live Animals 36,27 71,82 43,54 66,47 4,92Animal and Vegetable Oils&Fats 48,13 132,62 114,83 128,47 11,85Others 1,53 9,86 1,79 11,65 1,22
Total 85,94 214,30 160,16 206,59 18,00
Komoditi2009
21%
19%
16%8%
7%
6%
23%Belanda
China
Amerika Serikat
Korea Selatan
Jepang
Jerman
Negara Lainnya
11,11%
26,49%
20,24%
9,27%
4,69%
9,64%
18,55%
US
Australia
Belanda
Jerman
Malaysia
Korsel
Lainnya
Grafik 1.14. Negara Tujuan Utama Ekspor Tahun 2009
Grafik 1.15. Negara Tujuan Utama Ekspor Januari-Februari 2010
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
0
50
100
150
200
250
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*)
2008 2009 2010
Ekspor_Vol gEkspor_Vol
Ribu Ton %
21
Berbeda dengan ekspor, kinerja impor luar negeri ke Sulawesi Utara pada triwulan I-2010
diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Peningkatan kinerja impor
luar negeri merupakan salah satu konsekuensi dari diberlakukannya ACFTA pada awal
Januari 2010. Penurunan tarif impor sampai dengan 0% berdampak pada maraknya
barang-barang impor yang masuk wilayah Sulawesi Utara. Perkembangan kinerja impor luar
negeri ini antara lain dapat dikonfirmasi dengan data volume impor selama bulan Januari
dan Februari 2010 yang mencapai 2,48 ribu ton atau meningkat 947,02% (yoy) dengan
total nilai impor mencapai USD15,64 juta. Meskipun demikian, secara agregat, neraca
perdagangan luar negeri Sulawesi Utara masih berada pada kondisi surplus perdagangan.
Hal ini berarti bahwa nilai ekspor luar negeri lebih tinggi dibandingkan nilai impor dari luar
negeri ke Sulawesi Utara.
Grafik 1.18. Perkembangan Net Nilai Ekspor-Impor Sulawesi Utara
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia *) s.d. Februari 2010
Grafik 1.16. Perkembangan Nilai Impor Sulawesi Utara
Grafik 1.17. Perkembangan Volume Impor Sulawesi Utara
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia *) s.d. Februari 2010
Grafik 1.19. Perkembangan Net Volume Ekspor-Impor Sulawesi Utara
-200
0
200
400
600
800
1.000
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*)
2008 2009 2010
Impor_Vol gImpor_vol
ribu ton %
-2.500
0
2.500
5.000
7.500
0
5
10
15
20
25
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*)
2008 2009 2010
Impor_Value gImpor_Value
Juta USD %
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*)
2008 2009 2010
NetExim_Value gNetExim_Value
Juta USD %
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
0
50
100
150
200
250
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*)
2008 2009 2010
NetExim_Vol gNetExim_Vol
Ribu Ton %
22
2010Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*)
Machinery and Transport Equipment 100 2.510 10.700 105 2.393Manufactured Goods 1 350 3.333 665 30Chemical 6 37 637 262 5Animal and Vegetable Oils & Fats 0 15 803 40 42Food and Lived Animals 0 10 93 20 0Others 6 44 33 8 8
Total 113 2.966 15.597 1.100 2.479
Komoditi2009
Berdasarkan strukturnya, kegiatan impor luar negeri masih didominasi oleh impor barang
modal dengan pangsa 96% dari total impor. Beberapa produk barang modal tersebut
antara lain mesin, perkakas, alat transportasi, dlsb-nya. Meningkatnya komposisi barang
impor dalam bentuk mesin, peralatan dan material ini mengindikasikan terus meningkatnya
kegiatan investasi di Sulawesi Utara. Berdasarkan negara asal barangnya, barang impor
sepanjang Tahun 2009 sampai dengan Februari 2010 lebih banyak didatangkan dari negara
China, Australia dan Filipina.
Grafik 1.20. Negara Asal Impor Sulawesi Utara
Sementara itu, perkembangan kegiatan impor antar provinsi selama triwulan laporan masih
mencatat pertumbuhan yang positif. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan kegiatan bongkar
barang melalui pelabuhan Bitung. Kegiatan bongkar didefinisikan sebagai masuknya barang
dari luar provinsi ke Sulawesi Utara. Selama triwulan I-2010, volume barang asal Sulawesi
Tabel 1.4. Komoditi Utama Impor Sulut (dlm Ton)
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia *) s.d. Februari 2010
15,99%
11,34%
7,29%
37,90%
21,02%
6,46%Filipina
Malaysia
Jepang
China
Australia
Lainnya
0,34%
94,20%
3,58%
1,88%
Malaysia
China
Australia
Lainnya
2009 Jan - Feb 2010
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia *) s.d. Februari 2010
23
Utara yang dikirim (muat) ke pasar
domestik mencapai 250,3 ribu ton atau
meningkat 9,5% (yoy) dibandingkan
periode yang sama tahun lalu. Jika
dilihat perkembangannya, tingkat
ketergantungan Sulawesi Utara
terhadap daerah/provinsi lainnya di luar
Sulawesi Utara sudah mulai
menunjukan adanya tren penurunan,
yang tercermin dari pertumbuhan
volume barang yang masuk ke Sulawesi
Utara (bongkar) yang mengalami
perlambatan.
B. SISI PENAWARAN
Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2010 disumbangkan oleh
seluruh sektor yang ada dengan proyeksi laju pertumbuhan sebesar 6,7% (yoy), lebih
lambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (7,5%). Potensi perlambatan ini
diantaranya disebabkan oleh ketiadaan even berskala besar dibandingkan periode yang
sama tahun lalu sehingga aktivitas pembangunan infrastruktur, sarana/prasarana lainnya
menunjukan tren perlambatan, yang pada tahap selanjutnya akan berdampak terhadap
perlambatan kegiatan perdagangan dan kunjungan wisatawan.
Tabel 1.5. Laju Pertumbuhan Sulawesi Utara Menurut Sektor Ekonomi (%)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah *) Proyeksi Bank Indonesia Manado
Grafik 1.21. Perkembangan Kegiatan Bongkar dan Muat di Pelabuhan Bitung
2010
Q1 Sumb. Q4 Sumb. Q1*)
Pertanian 2,7 4,7 0,9 0,6 0,1 2,1 5,0
Pertambangan & Penggalian 9,4 5,7 0,3 5,1 0,3 5,5 7,1
Industri Pengolahan 6,2 5,4 0,4 7,5 0,6 7,0 5,4
Listrik, Gas & Air Bersih 7,5 17,8 0,1 9,8 0,1 14,9 10,0
Bangunan 10,7 7,9 1,3 4,2 0,7 6,1 7,2
PHR 10,9 12,4 1,8 12,9 2,2 12,3 10,4
Pengangkutan & Komunikasi 11,0 8,7 1,1 21,2 2,4 16,9 8,1
Keu., Sewa & Jasa Perusahaan 7,3 7,0 0,5 8,0 0,5 7,6 6,3
Jasa-Jasa 5,4 6,5 1,1 7,2 1,1 6,9 4,3
PDRB 7,6 7,5 7,5 8,0 8,0 7,9 6,7
2009Lapangan Usaha 20092008
0
5
10
15
20
25
-1.000
500
2.000
3.500
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*)
2008 2009 2010
%Ribu TonBongkar gBongkar
Sumber : PT. Pelindo IV (Persero), Bitung *) Data Sementara
24
Tabel 1.6. Produksi, Produktivitas dan Luas Panen Tanaman Padi dan Palawija di
Provinsi Sulawesi Utara
1. Pertanian
Kinerja sektor pertanian pada triwulan I-2010 diperkirakan sedikit lebih baik dibandingkan
periode yang sama Tahun 2009. Pada triwulan ini, sektor pertanian diperkirakan akan
tumbuh 5,0% (yoy). Berdasarkan pangsanya, pertumbuhan sektor pertanian terutama
disumbangkan oleh sub sektor perkebunan, tanaman bahan makanan, sub sektor
peternakan dan kemudian disusul oleh sub sektor perikanan.
Sementara itu, untuk sub sektor lainnya yaitu sub sektor kehutanan laju pertumbuhannya
rendah sehingga kontribusinya relatif terbatas. Rendahnya pertumbuhan sub sektor
kehutanan antara lain disebabkan oleh semakin terbatasnya lahan kehutanan yang bisa
dimanfaatkan serta gencarnya proses penegakan hukum terhadap pelaku illegal logging
yang menyebabkan masyarakat dan pengusaha harus extra hati-hati dalam memanfaatkan
lahan yang ada.
Perkembangan kinerja sektor
pertanian antara lain dapat
dikonfirmasi dengan data angka
ramalan (Aram) I Tahun 2010 untuk
produksi padi dan palawija. Jumlah
produksi padi pada triwulan I-2010
diperkirakan mencapai 584.647 ton
atau naik 6,51% (yoy) dibandingkan
periode yang sama tahun lalu.
Demikian pula dengan komoditi
jagung, kedelai, kacang tanah dan
ubi kayu yang diprediksikan akan
mengalami pertumbuhan masing-
masing sebesar 8,40%, 19,56%,
7,59% dan 14,75%. Seperti halnya
jumlah produksi, angka produktivitas
dan luas panen dari tanaman padi
dan jagung juga tercatat mengalami
peningkatan.
Jenis Tanaman ATAP 2008 ASEM 2009 ARAM I-2010Perubahan
(%)
Padi (Sawah+Ladang) 520.193 548.912 584.647 6,51
Jagung 466.041 450.989 488.859 8,40
Kedelai 7.217 7.667 9.167 19,56
Kacang Tanah 8.640 8.493 9.138 7,59
Kacang Hijau 2.381 2.680 2.164 -19,25
Ubi Kayu 83.656 77.206 88.591 14,75
Ubi Jalar 42.062 53.121 50.063 -5,76
Padi (Sawah+Ladang) 47,31 47,84 48,71 1,82
Jagung 35,36 35,69 36,48 2,21
Kedelai 13,81 13,57 13,28 -2,14
Kacang Tanah 13,14 13,17 13,12 -0,38
Kacang Hijau 13,29 12,62 12,71 0,71
Ubi Kayu 130,96 130,70 130,70 0,00
Ubi Jalar 98,34 97,83 97,93 0,10
Padi (Sawah+Ladang) 109.951 114.745 120.018 4,60
Jagung 131.791 126.349 133.991 6,05
Kedelai 5.227 5.652 6.903 22,13
Kacang Tanah 6.573 6.450 6.965 7,98
Kacang Hijau 1.791 2.123 1.702 -19,83
Ubi Kayu 6.388 5.907 6.778 14,75
Ubi Jalar 4.277 5.430 5.112 -5,86
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ku/Ha)
Luas Panen (Ha)
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia *) s.d. Februari 2010
25
Sumber : Lapoaran Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Dari sisi pembiayaan, peran perbankan untuk membiayai sektor pertanian masih relatif
terbatas. Sampai dengan Maret 2010, jumlah kredit yang disalurkan pada sektor pertanian
hanya mencapai Rp140 milliar atau hanya 1,29% dari total kredit yang disalurkan. Belum
terlalu optimalnya penyaluran kredit di sektor pertanian antara lain disebabkan oleh relatif
tingginya resiko usaha di sektor tersebut tercermin dari tingginya NPL (Non Performing
Loan). Selain itu, belum terlalu kondusifnya kondisi usaha di sektor riil sebagai dampak krisis
ekonomi global menyebabkan saat ini perbankan lebih berhati-hati dalam menyalurkan
pembiayaan termasuk di sektor pertanian. Hal ini terbukti dengan terus melambatnya
pertumbuhan kredit di sektor ini dari sebelumnya tumbuh pada kisaran 35-40% (yoy) pada
triwulan I Tahun 2009 sampai menyentuh level kontraksi sebesar 66,89% (yoy) di triwulan I-
2010.
2. Sektor Bangunan (Konstruksi)
Kinerja sektor bangunan (konstruksi) selama triwulan I-2010 diperkirakan akan mengalami
perlambatan dari 7,9% (yoy) pada triwulan I-2009 menjadi 7,2% (yoy) pada triwulan I-
2010. Perlambatan kinerja sektor bangunan diperkirakan dipengaruhi oleh ketiadan even
berskala besar sehingga terjadi penurunan aktivitas pembangunan. Selain itu, realisasi
belanja pemerintah khususnya untuk pekerjaan proyek fisik yang masih cenderung rendah
di awal triwulan juga turut mendorong perlambatan kinerja sektor bangunan. Beberapa
variabel ekonomi yang bisa mengkonfirmasi perkembangan sektor ini diantaranya adalah
data perkembangan volume penjualan semen yang pada 2 bulan pertama triwulan I-2010
baru mencapai 60% pencapaian pada periode triwulan I-2009. Namun demikian, kinerja
Grafik 1.22. Pertumbuhan Kredit Pertanian
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
-
100
200
300
400
500
600
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2008 2009 2010
Pertanian gPertanian%Rp miliar
26
sektor ini masih relatif baik tercermin dari angka pertumbuhan yang positif. Dari sisi
pembiayaan, posisi kredit perbankan ke sektor bangunan pada triwulan I-2010 juga
menunjukan tren yang melambat bahkan menyentuh level kontraksi sebesar 4,89% dengan
jumlah nominal Rp459 miliar.
.
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Sumber : LBU Bank Umum Basel II
3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
Sektor PHR pada triwulan I-2010 diprediksi akan tumbuh 10,4% (yoy). Kinerja ini relatif
lebih lambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh 12,4% (yoy).
Ketiadaan even internasional telah berdampak terhadap perlambatan kinerja sektor PHR.
Perlambatan ini antara lain dapat dikonfirmasi melalui perkembangan data pariwisata yang
secara umum memperlihatkan tren penurunan diantaranya adalah data wisatawan
mancanegara, data jumlah tamu dan lama tamu menginap, Tingkat Penghunian Kamar
(TPK), dan jumlah kamar terjual.
Grafik 1.23. Volume dan Pertumbuhan Penjualan Semen
Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Konstruksi
Grafik 1.25. Kunjungan Wisman ke Sulut
Grafik 1.26. Jumlah Tamu Menginap
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*)
2008 2009 2010
%orang Wisman gWisman (y.o.y)
-5
0
5
10
15
20
25
30
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*)
2008 2009 2010
%orang Kmr Terjual gKmr Terjual (y.o.y)
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulut, diolah *) estimasi Maret 2010.
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
-
100
200
300
400
500
600
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2008 2009 2010
Konstruksi gKonstruksi%Rp Miliar
27
Selain itu, kinerja sektor PHR selama triwulan I-2010 antara lain dapat dikonfirmasi melalui
nilai penjualan riil dari hasil Survey Penjualan Eceran (SPE) yang meningkat 12,42% (yoy)
yaitu dari Rp146,71 miliar di triwulan I-2009 naik menjadi Rp164,93 miliar di triwulan
laporan.
Sumber : Survey Penjualan Eceran (SPE) Kota Manado Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Dari segi pembiayaan, sektor PHR merupakan sektor terbesar kedua setelah sektor konsumsi
yang mendapatkan alokasi pembiayaan dari perbankan yaitu sebesar Rp2.456 miliar di
Grafik 1.30. Perkembangan Kredit Sektor PHR
Grafik 1.27. TPK dan Lama Menginap
Grafik 1.28. Jumlah Kamar Terjual
-
1
2
3
4
5
6
-
10
20
30
40
50
60
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*)
2008 2009 2010
hari% TPK Ratas Menginap
0
10
20
30
40
50
60
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1*)
2008 2009 2010
%orangMenginap gMenginap (y.o.y)
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulut, diolah *) estimasi Maret 2010.
‐
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2008 2009 2010
Milliar Rp
Grafik 1.29. Perkembangan Nilai Penjualan Riil
‐20
‐10
0
10
20
30
40
50
60
‐
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2008 2009 2010
PHR gPHR
Rp Miliar %
28
triwulan I-2010. Jika dibandingkan periode yang sama tahu lalu yang tumbuh 25,02%
(yoy), jumlah penyaluran kredit di sektor ini mengalami penurunan bahkan menyentuh level
kontraksi sebesar 7,37% (yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa pengurangan jumlah kredit
yang disalurkan pihak perbankan di sektor PHR turut mendorong perlambatan kinerja sektor
ini.
4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Salah satu multiplier effect dari adanya penyelenggaraan berbagai even berskala
internasional di Tahun 2009 adalah semakin dikenalnya Kota Manado sebagai salah satu
kota tujuan wisata oleh masyarakat luar. Hal ini berpengaruh pada meningkatkan minat
wisatawan untuk berkunjung ke Sulawesi Utara hingga pada tahap lanjut mampu
mendorong kinerja sektor pengangkutan dan telekomunikasi. Sektor pengangkutan dan
komunikasi pada triwulan I-2010 diproyeksikan akan tumbuh 8,1% (yoy). Menurut sub
sektornya, pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi terutama berasal dari sub
sektor pengangkutan dengan kontribusi diatas 80% sedangkan sisanya disumbangkan oleh
sub sektor komunikasi (±20%).
Sementara itu, relatif tingginya
pertumbuhan sub sektor komunikasi
dalam triwulan laporan terutama
disebabkan oleh dibukanya rute baru
penerbangan (Manado-Gorontalo) serta
dijadikannya Kota Manado sebagai
home base bagi salah satu maskapai
penerbangan domestik (Lion Air)
khususnya untuk rute penerbangan di
wilayah timur. Sejalan dengan hal
tersebut, pesatnya penggunaan sarana
telepon selular oleh masyarakat yang
didukung oleh semakin luasnya wilayah jangkauan, disamping pesatnya pembangunan
sejumlah menara BTS (Base Transceiver System) di beberapa lokasi pada daerah yang
sebelumnya terisolir sehingga dapat meningkatkan kenyamanan pelanggan dalam
berkomunikasi. Selain itu perkembangan berbagai macam fasilitas/ fitur baru dan gencarnya
promosi yang dilakukan oleh para provider telekomunikasi semakin memudahkan dan
memanjakan para pengguna jasa telekomunikasi.
Grafik 1.31. Perkembangan Kredit Sektor Angkutan (%)
‐40
‐20
0
20
40
60
80
‐
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2008 2009 2010
Angk&Kom gAngk&KomRp Miliar %
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Basel II
29
5. Sektor Jasa-Jasa
Pada triwulan I-2010 sektor jasa-jasa diperkirakan tumbuh positif sebesar 4,3% (yoy).
Pencapaian ini antara lain disebabkan persentase realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
selama triwulan laporan yang mencapai Rp87,91 miliar atau 25,1% dari total PAD yang
ditargetkan pada APBD Tahun 2010 sebesar Rp350,03 miliar, atau mengalami kenaikan bila
dibandingkan realisasi PAD pada periode yang sama tahun lalu sebesar 23,3%.
6. Sektor Lainnya
Kinerja sektor industri pengolahan selama triwulan I-2010 relatif stabil sehingga sektor
industri pengolahan diprediksikan tumbuh 5,4% (yoy). Dari hasil Quick Survey “Kondisi
Sektor/Produk Unggulan di Sulawesi Utara Saat ini & Prospeknya (Peluang/Ancaman) dalam
Menghadapi Perdagangan Bebas ASEAN-China” yang dilakukan kepada 5 responden yakni
4 perusahaan ekpor komoditi tepung kelapa dan 1 perusahaan minyak kelapa (Crude
Coconut Oil) diperoleh kesimpulan bahwa dengan pemberlakuan ACFTA merupakan
peluang bagi komoditi tepung kelapa untuk memperluas pasarannya ke negara China dan
ASEAN, karena selama ini target pemasaran produk mereka hanya ke pasar Eropa, Timur
Tengah dan Afrika. Selain kelapa dan produk turunannya, komoditi ikan dan produk
olahannya juga menjadi andalan ekspor Sulawesi Utara ke mancanegara. Semakin
terbukanya pasaran ekspor di ASEAN dan China diperkirakan akan mendorong kinerja
ekspor dan sektor industri pengolahan sebagaimana tercermin dari hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) di triwulan IV-2009 yang memprediksikan perkembangan kegiatan
industri pengolahan pada triwulan I-2010 akan cenderung mengalami peningkatan
tercermin dari nilai SBT yang naik sebesar 7,38%.
Perkembangan sektor industri pengolahan tak lepas pula dari dukungan pembiayaan oleh
perbankan, sampai dengan akhir triwulan I-2010 jumlah kredit yang disalurkan pada sektor
ini mencapai Rp251 miliar atau tumbuh signifikan sebesar 28,63% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya tercatat 5,27% (yoy).
30
Sementara itu, sektor listrik, gas dan air bersih pada triwulan I-2010 diperkirakan akan
tumbuh 10% (yoy). Peningkatan kinerja sektor ini, tak lepas dari pulihnya pasokan listrik di
Sulawesi Utara seiring dengan kembali beroperasinya beberapa mesin pembangkit yang
sebelumnya mengalami kerusakan dan pemeliharaan. Namun demikian, jumlah antrian
calon pelanggan PLN masih tetap tinggi. Hal ini disebabkan oleh relatif terbatasnya pasokan
listrik oleh PLN di Sulawesi Utara. Kinerja sektor listrik, gas dan air besih antara lain dapat
dikonfirmasi dengan perkembangan jumlah pemakaian listrik.
Sumber : PLN Kanwil Sulutenggo
Grafik 1.32. Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha Per Sektor Ekonomi
Tw.I-2010
Grafik 1.33. Perkembangan Kredit Sektor Industri
Grafik 1.34. Penggunaan Listrik di Sulawesi Utara
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
50.000
55.000
60.000
65.000
70.000
75.000
Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2008 2009 2010
MWh %
(10,00)
(8,00)
(6,00)
(4,00)
(2,00)
-
2,00
4,00
6,00
8,00 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan
Jasa-Jasa
%
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Kota Manado Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Basel II
0
10
20
30
40
50
60
‐
50
100
150
200
250
300
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2008 2009 2010
Inds_Pengolahan gInds_PengolahanRp Miliar %
31
Sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan I-2010 diperkirakan tumbuh 7,1%
(yoy). Berdasarkan sub sektornya, pertumbuhan sektor ini disumbangkan oleh seluruh sub
sektor yang ada yaitu sub sektor minyak dan gas, pertambangan tanpa migas dan
penggalian. Berdasarkan pelaku usahanya, sub sektor penggalian ini lebih banyak dilakukan
oleh penambangan tradisional/rakyat dan bukan industri berskala besar. Sementara itu,
untuk kinerja sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada triwulan laporan
diperkirakan akan tumbuh 6,3% (yoy). Perkembangan sektor keuangan, persewaan dan
jasa antara lain tercermin dari maraknya pembangunan jaringan kantor dan fasilitas
perbankan antara lain: pembukaan kantor cabang pembantu baru, penambahan ATM
(Anjungan Tunai Mandiri), serta penawaran produk-produk baru yang memberikan
kemudahan dan kenyamanan kepada masyarakat dalam bertransaksi.
32
BOKS 1.
KONDISI SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI TRIWULAN I-2010 DAN
PROSPEKNYA DALAM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CINA
(ASEAN-CHINA FREE TRADE AREA)
Perkembangan sektor industri pengolahan selama Triwulan I-2010 di wilayah kerja KBI Manado
diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap 7 perusahaan yang selanjutnya disebut contact
dengan orientasi pasar domestik maupun luar negeri yang tersebar di wilayah kota/kabupaten di
Sulawesi Utara. Mulai diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) tahun 2010
diperkirakan akan memberi dampak positif bagi sebagian besar pelaku usaha di Sulut.
Kecenderungan ke arah positif ini terutama disebabkan karena sebagian besar sektor usaha di Sulut
bergerak dalam memproduksi jenis komoditi primer, sehingga dengan terbukanya peluang pasar ke
negara-negara anggota ACFTA yang bebas tarif akan memacu pelaku usaha untuk lebih gencar
mempromosikan produknya.
Kinerja ekspor cenderung mengalami pertumbuhan. Contact yang berorientasi ekspor
menyatakan bahwa kinerja penjualan produk ekspor pada triwulan I-2010 menunjukkan indikasi
pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan penjualan terutama
disebabkan karena semakin luasnya pasar tujuan ekspor yang diikuti dengan tingkat permintaan
yang masih cukup tinggi. Sementara untuk contact dengan orientasi domestik menyatakan
bahwa nilai penjualan di awal tahun 2010 menunjukkan adanya sedikit penurunan akibat telah
kembalinya tingkat permintaan ke posisi normal, setelah sebelumnya mengalami masa peak di
akhir tahun 2009.
Kapasitas utilisasi masih berada dalam posisi normal dengan kecenderungan sedikit
meningkat. Rata-rata kapasitas utilisasi sebesar 80% dari total kapasitas terpasang yang
tersedia. Peningkatan kapasitas utilisasi terutama untuk industri pengolahan ikan yang
menyesuaikan peningkatan permintaan ekspor. Sementara untuk contact yang berorientasi
domestik cenderung mempertahankan tingkat kapasitas utilisasi pada level normal.
Investasi baru masih belum direncanakan oleh sebagian besar contact. Contact yang
berorientasi ekspor cenderung tidak melakukan investasi baru, melainkan melakukan tindak
lanjut atas investasi yang dilakukan sebelumnya serta melakukan perbaikan dan perawatan
mesin. Sementara contact yang berorientasi domestik melakukan investasi dalam bentuk
differensiasi usaha. Tingginya tingkat persaingan menyebabkan contact berusaha untuk
mengembangkan produknya guna meraih market yang lebih luas.
Harga jual komoditas ekspor telah kembali ke posisi normal. Harga jual produk yang
sempat mengalami peningkatan cukup signifikan pada tahun 2008 telah berangsur normal
sepanjang tahun 2009 dan kembali stabil di awal tahun 2010. Kembalinya harga jual ke posisi
33
normal berdampak pada margin perusahaan yang terkoreksi ke kembali ke level normal.
Pembiayaan internal masih menjadi prioritas sumber pembiayaan contact. Sebagian besar
contact masih kurang berminat untuk menambah sumber pembiayaan dari perbankan. Alasan
utama yang melatar belakanginya adalah karena tingkat suku bunga perbankan dinilai masih
terlalu tinggi untuk menjalankan usaha. Rata- rata tingkat suku bunga yang diterima contact
masih di atas 12% per tahun.
Penambahan tenaga kerja belum menjadi prioritas utama perusahaan. Mayoritas contact
baik yang berorientasi ekspor maupun domestik menyatakan masih akan tetap mempertahankan
jumlah tenaga kerja yang ada sementara melihat perkembangan kondisi pasar. Contact menilai
bahwa tenaga kerja yang tersedia saat ini masih cukup memadai bahkan masih bisa ditingkatkan
produktivitasnya.
Trend penguatan nilai tukar rupiah memangkas margin sebagian contact. Sebagian besar
contact yang berorientasi ekspor menyatakan penguatan nilai rupiah sepanjang tahun 2009
yang berlanjut hingga awal tahun 2010 berdampak terhadap margin yang diperolehnya.
PPaassaarr DDoommeessttiikk
Kinerja penjualan domestik contact pada triwulan I-2010 menunjukkan perlambatan
dibandingkan periode sebelumnya sebagai dampak faktor musiman. Tingginya tingkat
penjualan di akhir tahun 2009 menyebabkan kondisi awal tahun berikutnya menjadi cenderung
melambat. Jika dibandingkan dengan kondisi tahun sebelumnya, perlambatan di awal tahun ini
juga disebabkan oleh berkurangnya aktivitas perekonomian. Pada tahun 2009, aktivitas
perekonomian cenderung bergerak di atas level normal akibat adanya persiapan
penyelenggaraaan event berskala internasional. Sementara dengan ketiadaan event berskala
internasional pada tahun 2010 maka aktivitas ekonomi masyarakat kembali pada posisi normal.
Harga jual produk berada pada kondisi stabil. Contact menyatakan bahwa harga jual
produk dipertahankan pada level tetap. Keputusan untuk mempertahankan tingkat harga ini
disesuaikan dengan permintaan pasar yang cenderung melambat.
Di masa mendatang, contact memperkirakan akan terjadi peningkatan permintaan
masyarakat. Contact mengkonformasi perkiraan peningkatan permintaan masyarakat pada
triwulan berikutnya akan membaik. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan contact dalam
memperkirakan peningkatan permintaan antara lain meningkatnya pertumbuhan ekonomi
daerah yang tercermin dari perkiraan peningkatan konsumsi akibat adanya kenaikan Upah
Minimum Provinsi (UMP) dan pelaksanaan Pemilihan Kepala daerah (Pilkada).
PPaassaarr EEkkssppoorr
Permintaan pasar ekspor pada triwulan I-2010 masih menunjukkan pertumbuhan
positif. Menurut contact yang berorientasi ekspor, permintaan dari luar negeri pada triwulan
34
Tabel.1 Perkembangan Ekspor Sulut ke China
TAHUN VOLUME NILAISHARE DARI TOTAL
EKSPOR2008 84325 Ton US$74,70 juta 10,09%2009 124553 Ton US$ 71,85 juta 13,50%
laporan masih menunjukan pertumbuhan positif.
Pemberlakuan ACFTA 2010 disinyalir akan memberi dampak positif terhadap pelaku
perdagangan internasional di Sulawesi Utara. Hal ini tidak terlepas dari peran Sulawesi Utara
sebagai penghasil komoditas primer, dengan produk utama kelapa dan turunannya serta produk
ikan dan olahannya. Salah satu kesepakatan ACFTA yang dinilai akan menguntungkan bagi
penghasil komoditas primer adalah ditetapkannya bea masuk 0 (nol) % atau tanpa pajak sama
sekali untuk produk dari sektor pertanian. Adanya kesepakatan ACFTA juga dinilai akan dapat
membuka peluang pasar baru bagi eksportir Sulut yang selama ini cenderung lebih banyak
melakukan kegiatan ekspor dengan negara tujuan non ASEAN-China. Walaupun China belum
menjadi negara tujuan utama ekspor Sulut, namun demikian terlihat adanya trend peningkatan
baik dalam hal volume maupun nilai ekspor dari Sulut ke China pada periode waktu 2008-2009.
Tingkat harga jual khususnya untuk produk tepung kelapa telah kembali ke posisi
normal. Harga jual tepung kelapa yang sempat mengalami periode peak sepanjang tahun 2008,
telah berangsur normal pada tahun 2009. Pada awal tahun 2010 ini, tingkat harga telah kembali
stabil di posisi USD 1/kg. Sementara itu, untuk produk ikan, tingkat harga ikan beku mulai
kembali meningkat, setelah di akhir tahun 2009 mengalami penurunan akibat melimpahnya
pasokan di negara tujuan ekspor.
Gambar. 1Nilai Ekspor Sulut Berdasarkan Negara Tujuan (ribu USD)
Sumber : SEKDA
Tabel.2Komoditi Ekspor Sulut ke China
Sumber : Disperindag Prov Sulut
1.Minyak kelapa kasar 7.Sabut kelapa2.Minyak goreng kelapa 8.Serbuk sabut kelapa3.Minyak sawit kasar 9.Arang tempurung4.Minyak goreng sawit 10.Tuna segar5.Bungkil kopra 11.Tuna beku6.Tepung kelapa 12.Ikan kayu.
KOMODITI EKSPOR SULUT KE CHINA
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
2005
2006
2007
2008
2009
35
KKaappaassiittaass UUttiilliissaassii Kapasitas utilisasi mayoritas contact yang berorientasi pada pasar ekspor maupun domestik pada
triwulan I - 2010 masih sama dengan periode sebelumnya, yaitu pada kisaran 80% dari total
kapasitas terpasang yang ada. Khusus untuk industri pengolahan ikan, contact menyatakan telah
meningkatkan kapasitas utilisasinya untuk memenuhi peningkatan permintaan ekspor.
PPeerrsseeddiiaaaann Tingkat persediaan mayoritas contact yang berorientasi ekspor masih sama dengan kondisi
triwulan sebelumnya, yaitu berada dalam kondisi normal. Sementara contact yang berorientasi
domestik menyatakan bahwa tingkat persediaan cenderung meningkat.
Pada triwulan I-2009, contact yang berorientasi domestik mengkonfirmasi meningkatnya
persediaan sebagai akibat kembalinya kondisi perekonomian ke posisi normal setelah
sebelumnya meningkat di akhir tahun.
IInnvveessttaassii
Contact yang berorientasi domestik menyatakan akan melakukan kegiatan investasi dalam rangka
mengembangkan kegiatan usahanya. Fokus pengembangan usaha terutama untuk differensiasi
produk guna meraih pasar yang lebih luas. Sementara itu, mayoritas contact yang berorientasi
ekspor tidak melakukan kegiatan investasi baru, melainkan hanya melanjutkan proyek investasi
sebelumnya serta melakukan perawatan dan perbaikan mesin.
PPeemmbbiiaayyaaaann ddaann TTiinnggkkaatt SSuukkuu BBuunnggaa
Mayoritas contact liaison pada triwulan I-2010 menggunakan sumber pembiayaan internal dalam
rangka memenuhi pendanaan modal kerja. Masih cukup tingginya suku bunga pinjaman
perbankan saat ini menyebabkan mayoritas contact cenderung menggunakan pembiayaan
internal ataupun permodalan asing.
Sumber pembiayaan perbankan umumnya diperlukan oleh sebagian contact sebagai modal kerja.
Contact yang mengambil pembiayaan perbankan menyatakan sudah mulai merasakan dampak
penurunan BI Rate berupa penetapan suku bunga kredit yang lebih rendah daripada tahun
sebeumnya. Namun demikian, penurunan ini dinilai masih terlalu lambat dibandingkan
penurunan BI Rate itu sendiri. Kisaran suku bunga yang diterima contact dari perbankan masih
di atas 12% per tahun. Contact berpendapat bahwa suku bunga yang ideal untuk menjalankan
usaha adalah dibawah 10% per tahun.
TTeennaaggaa KKeerrjjaa
Peningkatan permintaan pada contact yang berorientasi domestik maupun eskpor belum
berdampak pada peningkatan jam kerja karyawan maupun penambahan jumlah tenaga kerja.
Mayoritas contact berencana akan mengoptimalkan tenaga kerja yang ada untk meningkatkan
produktivitas dan belum berencana untuk menambah tenaga kerja.
36
BBiiaayyaa--BBiiaayyaa
Pada triwulan I-2009, mayoritas contact menyatakan proporsi struktur biaya tidak mengalami
perubahan bila dibandingkan tahun sebelumnya yaitu biaya bahan baku yang memiliki pangsa
terbesar dalam strukur biaya diikuti oleh biaya tenaga kerja, biaya energi, biaya overhead, dan
biaya lainnya.
Kenaikan bahan baku di awal tahun 2010 terutama disebabkan karena adanya keterbatasan
pasokan bahan baku, akibat adanya tarik menarik kepentingan antara beberapa sub sektor
usaha di Sulut, khususnya untuk produk kelapa dan turunannya. Harga kopra yang terlalu tinggi
mendorong petani untuk menjual produknya dalam bentuk kopra kepada perusahaan
pengolahan minyak. Hal ini berdampak pada berkurangnya pasokan buah kelapa yang menjadi
bahan baku utama produk tepung kelapa.
Peningkatan biaya tenaga kerja juga menjadi hal yang perlu dicermati oleh contact. Hal ini terkait
dengan adanya keputusan pemerintah Provinsi Sulut yang meningkatkan nilai Upah Minimum
Provinsi (UMP) di wilayah Sulawesi Utara menjadi sebesar Rp.1000.000,00 (satu juta rupiah) per
bulan.
MMaarrggiinn
Harga jual produk yang kembali ke posisi normal untuk contact liaison yang berorientasi ekspor
pada triwulan I -2010, serta adanya kenaikan biaya bahan baku menyebabkan margin yang
diperoleh contact semakin menipis. Penipisan margin juga dipengaruhi oleh penguatan nilai
tukar rupiah sepanjang tahun 2009 yang berlanjut hingga awal tahun 2010. Pembayaran
transaksi ekspor yang menggunakan mata uang Dollar USA mengakibatkan ketergantungan
perusahaan terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah untuk membentuk margin.
Sebagian contact yang berorientasi domestik menaikkan harga jual untuk mengkompensasi
peningkatan biaya bahan baku serta pengaruh inflasi. Kenaikan harga jual ini tidak berdampak
kepada kenaikan margin yang diterima contact, hal ini disebabkan kenaikan harga bahan baku
baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Contact lebih cenderung menerapkan
sistem persentase margin yang fleksibel untuk menjaga stabilitas harga jual.
Tabel.3Tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulut
Sumber : Berbagai Sumber
Tahun UMP/Bulan Persentase Perubahan
Peraturan
2001 Rp372.000,00 SK Gubernur Sulut No.229/20002002 Rp438.000,00 ∆ 17,7% SK Gubernur Sulut No.949/20012003 Rp495.000,00 ∆ 13% SK Gubernur Sulut No.351/20032004 Rp545.000,00 ∆ 10,1% SK Gubernur Sulut No.262/20032005 Rp600.000,00 ∆ 10% Pergub No.1/20052006 Rp713.500,00 ∆ 18,9% Pergub No.31/20052007 Rp750.000,00 ∆ 5,1% Pergub No.41/20062008 Rp845.100,00 ∆ 12,68% Pergub No.47/20072009 Rp929.500,00 ∆ 9,9% Pergub No.43/20082010 Rp1.000.000,00 ∆ 7,58% SK Gubernur Sulut No. 27 /2009
37
NNiillaaii TTuukkaarr
Kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2009 yang berlanjut hingga awal
tahun 2010 Pada triwulan I-2010 menyebabkan mayoritas contact yang berorientasi ekspor
mengalami pengurangan level margin. Contact mengharapkan agar nilai tukar dapat tetap dijaga
tingkat kestabilannya sehingga daya saing produk contact di pasar internasional dapat
ditingkatkan.
Regulasi
ASEAN-China Free Trade Asia (ACFTA) yang diberlakukan pada awal tahun 2010 dan
dikhawatirkan akan memukul industri nasional justru diperkirakan akan memberikan dampak
positif bagi perkembangan industri pengolahan yang berorientasi ekspor di Sulut. Komoditi primer
yang selama ini menjadi andalan ekspor Sulut menyambut positif pemberlakuan ACFTA, karena
terdapat potensi terbukanya peluang ekspor baru ke negera-negara anggota ACFTA yang bebas
bea ekspor.
Contact mengharapkan terbukanya peluang pasar baru bagi komoditi ekspor Sulut akan
mendapat dukungan lebih dari pemerintah berupa fasilitasi dalam bentuk mempersingkat jalur
transportasi dari wilayah Sulut ke negara-negara tujuan ekspor. Selama ini, komoditas ekspor
Sulut harus dikirim melalui pelabuhan di Jakarta/ Surabaya, sehingga membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk tiba di negara tujuan. Oleh karena itu, contact berharap program pelabuhan
Bitung sebagai hub port dapat segera direalisasikan.
Terkait dengan salah satu komoditas unggulan Sulut berupa kelapa dan turunannya, maka
contact juga mengharapkan pemerintah daerah mampu memotori peningkatan produktivitas
kelapa di Sulut. Hal ini terkait dengan mulai berkurangnya persediaan bahan baku akibat alih
fungsi lahan perkebunan dan belum adanya proyek peremajaan tanaman kelapa. Sementara di
sisi lain kebutuhan kelapa terus meningkat karena semakin berkembangnya industri kelapa dan
turunannya di Sulut.
Gambar.2Perkembangan Nilai Tukar Rp Terhadap USD
38
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Laju inflasi tahunan Kota Manado pada triwulan I – 2010 cenderung menurun bila
dibandingkan periode sebelumnya. Inflasi Kota Manado pada triwulan I – 2010 tercatat
sebesar 1,84% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode yang
sama tahun lalu yang tercatat 8,85% (yoy). Sementara itu, bila dibandingkan dengan laju
inflasi nasional sebesar 3,43% (yoy) pada triwulan I -2010 maka laju inflasi tahunan Kota
Manado masih jauh lebih rendah. Perekonomian Sulawesi Utara yang diperkirakan tumbuh
6,7% (yoy) pada triwulan I – 2010 ternyata didukung pula oleh relatif stabilnya
perkembangan harga barang dan jasa selama triwulan laporan tercermin dari laju inflasi
Kota Manado sebesar 1,84% (yoy) atau 0,72% (qtq).
A. INFLASI TAHUNAN (yoy)
Secara tahunan, inflasi Kota Manado pada triwulan I – 2010 cenderung turun
dibandingkan triwulan IV – 2009 dan periode yang sama tahun lalu. Penurunan laju inflasi
tahunan Sulawesi Utara selama triwulan I – 2010 disebabkan baik oleh faktor fundamental
maupun non fundamental. Faktor fundamental diantaranya adalah apresiasi rupiah
terhadap dollar AS seiring dengan semakin derasnya aliran modal dari luar negeri masuk ke
Indonesia, kembali stabilnya harga beras setelah dipenghujung Tahun 2009 lalu sempat
meningkat seiring dengan tingginya kebutuhan menjelang dan pada saat perayaan
Grafik 2.2. Laju Inflasi Kota Manado Vs Nasional (qtq)
Grafik 2.1. Laju Inflasi Kota Manado Vs Nasional (yoy)
‐20246810121416
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2008 2009 2010
yoy Manado
yoy Nasional
‐3
‐2
‐1
0
1
2
3
4
5
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2008 2009 2010
qtq Manado
qtq Nasional
Suber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah Suber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
39
keagamaan dan Tahun Baru 2010 serta kembali normalnya pola permintaan masyarakat
selama triwulan I - 2010. Sedangkan faktor non fundamental yang menyebabkan
melemahnya tekanan inflasi adalah tidak adanya kebijakan pemerintah terkait harga yang
significant mempengaruhi laju inflasi barang dan jasa secara umum.
Berdasarkan kelompoknya, penurunan inflasi selama Triwulan I – 2010 terutama
disumbangkan oleh kelompok bahan makanan yang mengalami deflasi -2,19% (yoy).
Sedangkan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mencatat inflasi
tertinggi selama triwulan laporan yang mencapai 8,13% (yoy) yang disusul oleh kelompok
kesehatan sebesar 4,98% (yoy). Inflasi terendah dicatat oleh kelompok perumahan, air,
listrik, gas dan bahan bakar yang tercatat sebesar 1,45% (yoy).
Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
2010Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
1 Bahan Makanan 21.82 4.75 -0.82 5.82 -2.192 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 8.03 7.5 6.15 4.88 8.133 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 3.54 2.07 -0.15 0.44 1.454 Sandang 6.05 4.94 4.67 6.37 2.835 Kesehatan 9.16 5.43 4.84 4.12 4.986 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 2.58 2.03 2.63 1.81 1.977 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 1.05 -8.66 -8.76 -5.33 1.63
8.85 2.25 -0.01 2.31 1.84
2009No Kelompok
Umum Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
B. INFLASI TRIWULANAN (QtQ)
Tekanan inflasi Kota Manado selama Triwulan I – 2010 cenderung menurun bila
dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi Kota Manado pada Triwulan I
– 2010 tercatat 0,72% (qtq), lebih rendah dibandingkan Triwulan IV-2009 lalu dan periode
yang sama Tahun 2009 lalu yang masing-masing tercatat 2,50% (qtq) dan 1,18% (qtq).
Berdasarkan kelompoknya, inflasi secara triwulanan terutama disumbangkan oleh kelompok
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 4,68% (qtq) dan kelompok kesehatan
2,02% (qtq). Namun demikian, kenaikan harga pada kedua kelompok ini mampu diredam
oleh kecenderungan menurunnya inflasi kelompok bahan makanan dan kelompok
transport, komunikasi dan jasa keuangan yang masing-masing mengalami deflasi -1,50%
(qtq) dan -0,20% (qtq) sehingga secara aggregate tekanan inflasi selama Triwulan I – 2010
relatif rendah.
40
Grafik 2.3. Laju Inflasi Kota Manado Vs Nasional (mtm)
‐2
‐1
0
1
2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2009 2010
%
mtm Manado mtm Nasional
Sumber: BPS Prov. Sulut dan Nasional, diolah.
Tabel 2.2.
Inflasi Triwulanan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
2010Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
1 Bahan Makanan 6.58 -7.86 0.84 6.86 -1.502 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 1.54 1.07 1.85 0.34 4.683 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar -0.26 -0.29 0.23 0.77 0.744 Sandang 3.97 -1.93 0.92 3.36 0.525 Kesehatan 1.18 2.32 0.99 -0.42 2.026 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 0.57 0.22 0.91 0.10 0.727 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan -7.03 0.28 -0.02 1.57 -0.20
1.18 -2.08 0.74 2.50 0.72Umum
No Kelompok2009
B. INFLASI BULANAN (mtm)
Secara bulanan, inflasi Kota Manado sepanjang Triwulan I – 2010 memperlihatkan
kecenderungan yang menurun. Di Bulan Januari 2010, Kota Manado mencatat inflasi
sebesar 0,41% (mtm) lalu naik sedikit pada Februari 2010 menjadi 0,49% (mtm). Pada
Maret 2010 perkembangan harga di Kota Manado mengalami deflasi sebesar -0,18%.
Penurunan ini utamanya disumbangkan oleh penurunan harga beberapa komoditi
khususnya pada sub kelompok kelompok padi-padian, umbi-umbian serta bumbu-
bumbuan.
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
41
Grafik 2.4. Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado Menurut Kelompok
Barang dan Jasa Januari 2010
Sumber: BPS Nasional, diolah.
1.69
0.03
0.18
‐0.09
0.65
0.13
‐0.33
0.46
0.01
0.05
‐0.01
0.03
0.01
‐0.05
‐1 0 1 2
Bahan Makanan
Makanan jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transportasi
Andil Inflasi (mtm) Feb 2010
‐0.85
2.45
0.41
0.70
1.36
0.42
‐0.10
‐0.23
0.43
0.11
0.04
0.05
0.02
‐0.01
‐2 ‐1 0 1 2 3
Bahan Makanan
Makanan jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transportasi
Andil Inflasi (mtm) Jan 2010
JANUARI 2010
Kota Manado pada Januari 2010 mengalami
inflasi sebesar 0,41% (mtm). Dari 66 kota
tercatat semua kota mengalami inflasi. Inflasi
tertinggi terjadi di Kota Maumere 3,56%
(mtm) dan terendah di Kota Sorong 0,12%
(mtm). Inflasi Kota Manado selama Januari
2010, terutama disumbangkan oleh kelompok
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
sebesar 2,45% (mtm) akibat dampak
meningkatnya permintaan/kebutuhan
masyarakat pada saat perayaan Tahun Baru
2010. Secara tahunan, laju inflasi Kota Manado
pada Januari 2010 tercatat 4,13% (yoy).
FEBRUARI 2010
Perkembangan harga barang dan jasa di Kota
Manado selama Februari 2010 mengalami
kenaikan atau inflasi sebesar 0,49% (mtm).
Angka inflasi ini lebih tinggi dibandingkan inflasi
nasional yang tercatat 0,14% (mtm). Inflasi
terjadi terutama didorong oleh kenaikan harga
kelompok bahan makanan (1,69%), kelompok
makanan jadi, rokok dan tembakau (0,03%),
kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan
bakar (0,18%), kelompok kesehatan (0,65%)
dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah
raga (0,13%). Khusus pada kelompok bahan
makanan, kenaikan harga tertinggi terjadi pada
sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya terutama komoditi beras seiring
terjadinya pergeseran masa panen akibat iklim/cuaca. Secara akumilasi, sampai dengan
Februari 2010, laju inflasi Kota Manado mencapai 0,90% (ytd) atau 3,35% (yoy) secara
tahunan.
Grafik 2.5. Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado Menurut Kelompok
Barang dan Jasa Februari 2010
Sumber: BPS Nasional, diolah.
42
Grafik 2.6. Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado Menurut Kelompok
Barang dan Jasa Maret 2010
‐2.30
2.14
0.14
‐0.08
0.00
0.17
0.24
0.63
0.38
0.04
0.01
0.00
0.01
0.03
‐3 ‐2 ‐1 0 1 2 3
Bahan Makanan
Makanan jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transportasi
Andil Inflasi (mtm) Mar 2010
MARET 2010
Bila pada bulan-bulan sebelumnya, perkembangan
harga barang dan jasa di Kota Manado mengalami
inflasi maka di akhir triwulan I – 2010,
perkembangan harga barang dan jasa secara
umum justru menunjukkan penurunan. Tercatat
laju inflasi Kota Manado pada Maret 2010
mengalami deflasi sebesar -0,18% (mtm) atau
lebih rendah dibandingkan laju deflasi nasional
yang tercatat sebesar -0,14% (mtm). Deflasi
terjadi karena adanya penurunan indeks pada
kelompok bahan makanan (-2,30%) dan
kelompok sandang (-0,08%). Berdasarkan sub
kelompoknya, penurunan harga pada kelompok
bahan makanan terutama terjadi pada sub kelompok padi-padian, umbi-umbian serta
bumbu-bumbuan. Hal ini antara lain disumbangkan oleh penurunan harga beras, setelah
pada 2 (dua) bulan sebelumnya sempat mengalami kenaikan harga seiring dengan
pergeseran masa panen (gangguan cuaca) serta terjaganya pasokan komoditi umbi-umbian
dan bumbu-bumbuan seiring dengan cukup kondusifnya kondisi iklim/cuaca. Sementara itu
4 (empat) kelompok komoditi lainnya tetap mengalami kenaikan harga selama Maret 2010
dan 1 (satu) kelompok komoditia yaitu kelompok kesehatan tidak mengalami perubahan
harga pada Maret 2010. Secara akumulasi, laju inflasi Kota Manado hingga Maret 2010
tercatat sebesar 0,72% (ytd) atau 1,84% (yoy) secara tahunan.
Sumber: BPS Nasional, diolah.
43
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Secara umum perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan
I-2010 menunjukan perkembangan yang cukup baik. Laju pertumbuhan dari total aset,
dana pihak ketifa (DPK) dan kredit tercatat mengalami pertumbuhan yang positif, walaupun
lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, fungsi
intermediasi perbankan memperlihatkan tren peningkatan sejak awal triwulan II-2009
sampai dengan triwulan laporan, yang tercermin dari meningkatnya prosentase Loan To
Deposit Ratio (LDR) yang mencapai 106,12% di triwulan I-2010. Sejalan dengan hal
tersebut, kualitas kredit yang disalurkan perbankan semakin membaik, yang ditunjukan oleh
turunnya rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) dari 3,86% pada Triwulan I-2009
menjadi 3,57% pada triwulan I-2010. Sementara itu, kredit UMKM juga terus menunjukan
perkembangan yang cukup signifikan, ditandai dengan meningkatnya pangsa kredit UMKM
terhadap total kredit yang mencapai 80,83%, disertai oleh membaiknya kualitas kredit
UMKM yang pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,49%.
Kinerja yang semakin membaik, mengindikasikan industri perbankan di wilayah Sulawesi
Utara mulai bergairah kembali pasca terkena dampak krisis ekonomi global yang melanda
perbankan sepanjang tahun 2009. Namun demikian, adanya risiko dari ketidakpastian
pemulihan ekonomi global menuntut perbankan untuk tetap fokus pada penerapan prinsip
kehati-hatian diantaranya dengan lebih memperhatikan potensi usaha debitur ke depan
melalui risk based pricing.
Tabel 3.1
Indikator Utama Perbankan di Sulawesi Utara
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
2010
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
Total Aset 10.793 11.691 12.359 13.527 13.635 14.235 14.860 14.769 15.114
Tumbuh Y.o.Y (%) 20,48 25,45 24,78 28,24 26,33 21,76 20,24 9,17 10,85
DPK (Rp Miliar) 7.189 7.765 7.929 8.860 8.907 9.448 9.725 9.987 10.220
Tumbuh Y.o.Y (%) 20,12 20,65 21,91 25,31 23,90 21,67 22,64 12,72 14,74
Kredit (Rp Miliar) 6.823 7.852 8.454 8.934 9.095 9.627 10.004 10.485 10.846
Tumbuh Y.o.Y (%) 31,74 39,27 39,08 35,84 33,30 22,60 18,34 17,36 19,25
LDR (%) 94,90 101,13 106,62 100,84 102,11 101,90 102,88 104,98 106,12
NPL (%) 4,86 4,88 3,43 2,86 3,86 3,72 3,58 2,83 3,57
kredit UMKM 4.305 5.079 5.435 5.727 5.841 6.185 6.270 6.414 8.767
Share UMKM 63,09 64,68 64,29 64,10 64,22 64,25 62,67 61,17 80,83
NPL UMKM (%) 6,01 5,69 4,91 3,78 4,91 4,96 5,18 4,32 3,49
Komponen2008 2009
44
A. Fungsi Intermediasi Perbankan
1. Respon Perbankan Sulawesi Utara Terhadap Kebijakan Moneter
Di tengah proses pemulihan perekonomian global, serta seiring dengan melemahnya
tekanan inflasi, Bank Indonesia tetap mengarahkan perhatian pada upaya menggerakkan
sektor riil guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Dalam upaya penguatan fungsi
intermediasi perbankan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 4 Maret 2010
memutuskan untuk tetap mempertahankan BI Rate sebesar 6,50%. Pelonggaran kebijakan
moneter ini sudah mulai direspon oleh pihak perbankan di Sulawesi Utara yang ditandai
dengan penurunan rata-rata tingkat suku bunga kredit, meskipun perubahan tingkat suku
bunga kredit tercatat relatif tidak terlalu signifikan. Pihak perbankan masih dihadapkan
pada kondisi perekonomian yang sedang berada dalam tahap pemulihan pasca krisis,
dimana potensi risiko masih relatif tidak stabil, sehingga suku bunga kredit yang ditetapkan
oleh perbankan di wilayah Sulawesi Utara cenderung tinggi. Seperti halnya tingkat suku
bunga kredit, pergerakan rata-rata tingkat suku bunga deposito 1 bulan sepanjang triwulan
I-2010 juga masih terbatas, bahkan ada kecenderungan akan mengalami peningkatan.
Tidak jauh berbeda dengan kondisi perbankan nasional, perbankan di wilayah Sulawesi
Utara juga masih diwarnai oleh persaingan tingkat suku bunga antar bank. Dampak dari
persaingan ini tercermin dari pertumbuhan DPK dan kredit yang cenderung melambat.
Namun, pertumbuhan kredit yang masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK
menyebabkan LDR perbankan mengalami peningkatan. Tingkat suku bunga kredit yang
masih relatif tinggi walaupun berada pada trend menurun berimplikasi pada tidak
optimalnya akselerasi pertumbuhan kredit. Berdasarkan data yang bersumber dari Laporan
Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, sampai dengan akhir bulan Maret 2010, rata-rata
tingkat suku bunga kredit tercatat sebesar 15,81%. Pihak perbankan masih mematok
margin keuntungan bank yang sangat tinggi sebagai opportunity cost atas risiko yang akan
dihadapi bank ketika debitur mengalami gagal bayar (default). Menurut jenis
penggunaannya, rata-rata tingkat suku bunga kredit modal kerja mencapai 18% per tahun,
rata-rata kredit investasi sebesar 17,02% per tahun dan 12,43% untuk rata-rata kredit
konsumsi. Sementara itu, pergerakan tingkat suku bunga deposito menunjukkan
perkembangan yang tidak jauh berbeda. Sampai dengan Maret 2010, rata-rata tingkat suku
bunga deposito 1 bulan tercatat sebesar 6,09%, mengalami kenaikan terbatas (±0,1%)
sepanjang triwulan laporan.
45
2. Penyerapan Dana Masyarakat
Sepanjang triwulan I-2010, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun perbankan
menunjukan pertumbuhan yang positif, walapun secara tahunan relatif tumbuh melambat.
Posisi DPK di wilayah Sulawesi Utara pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp15.010 miliar
atau hanya tumbuh 10,09% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan DPK pada
periode yang sama tahun lalu (23,67%). Berdasarkan jenis simpanannya, kenaikan dana
terutama terjadi pada jenis tabungan yang meningkat 19,83% (yoy) kemudian disusul oleh
jenis giro sebesar 11,19% (yoy) dan deposito sebesar 10,88% (yoy).
Grafik 3.2. Rata-Rata Tingkat Suku Bunga Kredit
Menurut Jenis Penggunaan
Grafik 3.1. Perkembangan Rata-Rata
Tingkat Suku Bunga Kredit, Deposito dan BI Rate
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2009 2010
Giro Deposito Tabungan
Rp miliar
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Grafik 3.3. Perkembangan Dana Pihak Ketiga
Grafik 3.4. Share Dana Pihak Ketiga (DPK)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
19,52%
36,16%
44,32%
Giro Deposito Tabungan
15,0
15,5
16,0
16,5
17,0
17,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
Mar
Apr
May Jun Jul
Aug Se
p
Okt
Nop Des Jan
Feb
Mar
2009 2010
% Sk. Bunga Deposito (Left Axis)
BI Rate (Left Axis)
Sk. Bunga Kredit (Right Axis)
%
12,0
13,0
14,0
15,0
16,0
17,0
18,0
19,0
Jan
Feb
Mar
Apr
May Jun Jul
Aug Se
p
Okt
Nop Des Jan
Feb
Mar
2009 2010
Modal Kerja Investasi
Konsumsi
46
Menurut pangsanya, penempatan dana dalam sistem perbankan masih didominasi oleh
jenis simpanan tabungan sebesar 44,32% dari total keseluruhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
yang berhasil dihimpun, disusul kemudian deposito (36,16%) dan giro (19,52%).
Berdasarkan kelompok banknya,
bank pemerintah menyerap hampir
65,61% dari total DPK sedangkan
sisanya dihimpun oleh bank swasta
(34,39%). Berdasarkan laju
pertumbuhannya, dana di bank
pemerintah berhasil tumbuh 18,40%
(yoy) sedangkan dana di bank swasta
tumbuh lebih rendah yaitu sebesar
8,34% (yoy). Perkembangan
pertumbuhan dana di bank
pemerintah yang masih dinilai cukup
tinggi tidak lepas dari adanya
preferensi masyarakat untuk lebih memilih menanamkan dananya tanpa risiko, dimana
dalam pandangan masyarakat saat ini bank pemerintah dinilai lebih terjamin dan bebas
risiko. Selain itu, maraknya bank swasta yang baru membuka cabang di Kota Manado
berdampak terhadap persaingan antar bank dalam menyaring dana pihak ketiga.
Berdasarkan wilayah penghimpunan dananya, dari keseluruhan total dana pihak ketiga
yang dihimpun, sebesar 71,62% atau Rp7.320 miliar berasal dari bank-bank yang berlokasi
di Manado, selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Minahasa (8,23%), Kabupaten Bolaang
Mongondow (7,78%), Kota Bitung (6,90%), dan Kabupaten Sangihe Talaud (5,47%).
Tingginya penghimpunan dana masyarakat di Kota Manado terkait dengan jumlah jaringan
kantor bank yang sebagian besar terkonsentrasi di Kota Manado, disamping itu sentra
pertumbuhan ekonomi daerah berada di Manado tercermin dari maraknya aktivitas
pembangunan daerah yang terfokus di sekitar Manado.
Grafik 3.5. Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Bank Penghimpun
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2009 2010
Bank Pemerintah Bank SwastaRp miliar
47
Tabel 3.2. Perkembangan Sebaran DPK per Kabupaten/Kota
(Rp. Miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Berdasarkan wilayah administratifnya, pada triwulan laporan seluruh kabupaten/kota di
Provinsi Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang positif jika dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan tertinggi dialami oleh Kabupaten Bolaang
Mongondow sebesar 43,87% (yoy) dengan total DPK sebesar Rp795 miliar. Berikutnya
adalah Kabupaten Sangihe Talaud yang tumbuh 27,11% (yoy) dengan jumlah Rp559 miliar,
Kota Manado (13,61%), Kota Bitung (10,38%) dan Kabupaten Minahasa yang mencatat
pertumbuhan terkecil sebesar 0,97% (yoy).
3. Penyaluran Kredit Bank Pelapor
Mulai membaiknya kondisi perekonomian, belum menunjukkan dampak terhadap
penyaluran kredit oleh bank umum konvensional. Hal ini terlihat dari masih melambatnya
pertumbuhan kredit pada triwulan I-2010 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Grafik 3.7. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Kab/Kota
Grafik 3.6. Komposisi Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Kabupaten/Kota
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1Minahasa 468 513 684 586 833 827 794 686 841 Bolaang Mongondow 392 427 391 448 553 669 697 632 795 Sangihe Talaud 315 329 343 372 440 473 575 488 559 Manado 5.371 5.862 5.959 6.872 6.443 6.835 6.989 7.509 7.320 Bitung 644 635 552 583 639 642 669 673 705 Total 7.189 7.765 7.929 8.860 8.907 9.448 9.725 9.987 10.220
Kota/Kabupaten 2009 20102008
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2009 2010
Bitung 639 642 669 673 705
Manado 6.443 6.835 6.989 7.509 7.320
Sangihe Talaud 440 473 575 488 559
Bolmong 553 669 697 632 795
Minahasa 833 827 794 686 841
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000 Minahasa Bolmong Sangihe Talaud Manado BitungRp miliar
-20 0 20 40 60 80 100
Minahasa
Bolmong
Sangihe Talaud
Manado
BitungQ1-10
Q4-09
Q1-09
48
Grafik 3.9. Penyaluran Kredit di Provinsi Sulawesi Utara
Outstanding kredit yang disalurkan sampai dengan akhir triwulan I-2010 adalah sebesar
Rp10.846 miliar. Secara tahunan, penyaluran kredit bank umum tumbuh 19,25% (yoy),
mengalami perlambatan dibandingkan triwulan I-2009. Berdasarkan jenis penggunaannya,
pertumbuhan kredit paling signifikan dialami oleh kredit konsumsi mencapai jumlah
Rp6.300 miliar atau tumbuh sebesar 33,12% (yoy). Pertumbuhan yang cukup signifikan ini
dipicu dari tingginya aktivitas konsumsi masyarakat Sulawesi Utara yang dikonfirmasi
dengan data pertumbuhan ekonomi khususnya dari komponen konsumsi yang juga
memberikan kontribusi cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi Sulawesi utara.
Sementara itu, untuk jenis kredit investasi dan kredit modal kerja pertumbuhannya masing-
masing sebesar 17,44% (yoy) dan 0,86% (yoy).
Berdasarkan strukturnya, pangsa kredit konsumsi menempati urutan pertama sebesar
58,08% dari total kredit yang disalurkan, hal ini sejalan dengan pertumbuhan kredit
konsumsi yang juga paling signifikan dibandingkan pertumbuhan kredit investasi dan modal
kerja. Selanjutnya pangsa kredit modal kerja tercatat sebesar 32,37%, kemudian diikuti oleh
kredit investasi dengan pangsa sebesar 9,54%. Berdasarkan sektor ekonominya, penyaluran
kredit produktif selama triwulan ini sebagian besar ditujukan ke sektor lainnya (konsumsi)
dengan jumlah Rp6.833 miliar dengan pangsa 63%. Selanjutnya diikuti oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran (PHR) mencapai jumlah Rp2.456 miliar dengan pangsa
sebesar 22,64% dari total kredit. Disusul penyaluran kredit pada sektor jasa dunia usaha
dan sektor konstruksi masing-masing dengan pangsa 4,58% dan 4,23%. Dominasi
penyaluran kredit pada sektor PHR didorong oleh tingginya tingkat aktivitas konsumsi
Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II -17
-12
-7
-2
3
8
13
18
23
28
33
38
43
48
53
Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nop
Des
Jan
Feb
Mar
2009 2010
%gTotal_Kredit gInvestasi
gKonsumsi gModal_Kerja
- 2.000 4.000 6.000 8.000
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
2010
Konsumsi
Investasi
Modal Kerja
49
masyarakat, salah satu faktor pendorongnya antara lain adanya kenaikan Upah Minimum
Provinsi dan berbagai kegiatan menjelang Pilakada, sehingga hal ini menjadi insentif bagi
pihak perbankan untuk menyalurkan kredit di sektor ini.
Sementara itu berdasarkan pencapaiannya, peningkatan pertumbuhan kredit paling
signifikan terjadi di sektor Listrik, Gas dan Air Bersih yang tumbuh lebih dari 19302% (yoy)
dengan jumlah Rp7 miliar. Berikutnya adalah sektor Jasa Sosial Kemasyarakatan dan sektor
lainnya (konsumsi) yang tumbuh masing-masing sebesar 137,78% (yoy) dan 43,90% (yoy).
Selanjutnya beberapa sektor juga mengalami kontraksi penyaluran kredit yakni di sektor
pertanian yang mengalami kontraksi sebesar 66,89% (yoy), sektor transportasi dan
komunikasi terkontraksi sebesar 23,29% (yoy) dan sektor Perdagangan, Hotel dan
Restauran yang terkontraksi sebesar 7,37% (yoy).
Grafik 3.10. Penyaluran Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
Berdasarkan kelompok bank, sampai dengan triwulan laporan, bank umum pemerintah
masih terus mendominasi penyaluran kredit dibandingkan dengan bank umum swasta
nasional. Kelompok bank pemerintah berhasil menyalurkan Rp8.349 miliar atau mencapai
pangsa pasar 76,97% sedangkan sisanya disalurkan oleh kelompok bank swasta sebesar
Rp2.498 miliar dengan pangsa pasar 23,03% dari total kredit. Sejalan dengan hal tersebut,
dominasi pembiayaan oleh bank umum pemerintah terlihat semakin kuat ditinjau dari laju
pertumbuhan kreditnya yang tumbuh sebesar 22,83% (yoy). Sementara pertumbuhan
penyaluran kredit di bank swasta hanya tumbuh sebesar 8,66% (yoy). Jumlah bank swasta
yang semakin bertambah di wilayah Sulawesi Utara mendorong persaingan yang semakin
- 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
2010
Lainnya (Konsumsi) Sektor Produktif LainnyaPHR KonstruksiPertanian
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
50
kuat, yang pada tahap selanjutnya akan berdampak terhadap lambatnya pertumbuhan
penyaluran kredit.
Grafik 3.11.
Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Berdasarkan wilayah penyaluran kredit, dari total kredit sebesar Rp10.846 miliar, sebesar
65,18% atau sebesar Rp7.070 miliar disalurkan di wilayah Kota Manado hal ini juga tidak
lepas dari banyaknya jaringan kantor perbankan yang berada di Kota Manado sebagai
sentra pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Utara. Selanjutnya diikuti oleh Kabupaten
Minahasa dengan pangsa pasar sebesar 12,53% (Rp1.359 miliar), Kabupaten Bolaang
Mongondow sebesar 10,07% (Rp1.092 miliar), Kota Bitung sebesar 6,37% (Rp.691 miliar),
dan Kabupaten Sangihe Talaud sebesar 5,85% (Rp.634 miliar).
Grafik 3.13. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kabupaten/Kota
Grafik 3.12. Komposisi Kredit Berdasarkan Kabupaten/Kota
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
Q1Q2
Q3Q4
Q12009
2010
Bank Swasta Bank Pemerintah
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2009 2010
Bitung Manado Sangihe TalaudBolmong Minahasa
Rp miliar
- 10 20 30 40 50
Minahasa
Bolmong
Sangihe Talaud
Manado
BitungQ1-10
Q4-09
Q1-09
%
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
51
Berdasarkan laju pertumbuhan kreditnya, wilayah dengan laju pertumbuhan kredit tertinggi
dialami Kabupaten Minahasa sebesar 30,64% (yoy) sedangkan yang terendah adalah Kota
Bitung sebesar 14,77% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit selama triwulan laporan
merupakan dampak atas respon pihak perbankan pada proses masa pemulihan
perekonomian global yang kemudian berdampak pada perilaku perbankan yang lebih
memperhitungkan faktor risiko dengan fokus pada prinsip kehati-hatian.
Fungsi intermediasi perbankan mengalami peningkatan tercermin dari angka Loan to
Deposit Ratio (LDR) sebesar dari 106,12% pada triwulan laporan, meningkat dari posisinya
di periode yang sama tahun lalu sebesar 102,11%. Perlu digaris bawahi bahwa perhitungan
LDR ini hanya membagi jumlah total kredit yang disalurkan dengan jumlah dana pihak
ketiga yang berhasil dihimpun oleh perbankan. Meningkatnya rasio LDR ini disebabkan
karena pertumbuhan kredit yang jauh lebih signifikan dibandingkan pertumbuhan DPK
yang berhasil dihimpun bank. Berdasarkan wilayah administratifnya, rasio LDR terendah
dialami oleh Kota Manado sebesar 96,59%. Sedangkan LDR tertinggi dicapai oleh
Kabupaten Minahasa sebesar 161,47%, disusul kemudian berturut-turut oleh Kabupaten
Bolaang Mongondow sebesar 137,44%, Kabupaten Sangihe Talaud sebesar 113,37%, dan
Kota Bitung sebesar 98,03%.
Grafik 3.14.
Loan to Deposit Ratio (LDR) Berdasarkan Kabupaten/Kota
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
4. Kredit UMKM
Perkembangan kredit MKM (Mikro, Kecil dan Menengah) memperlihatkan perkembangan
yang cukup signifikan, ditandai dengan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan
- 50 100 150 200
Minahasa
Bolmong
Sangihe Talaud
Manado
Bitung Q1-10
Q4-09
Q1-09
%
52
laju pertumbuhan kredit secara umum. Sampai dengan triwulan I–2010, jumlah kredit MKM
yang berhasil disalurkan mencapai Rp8.767 miliar dengan laju pertumbuhan sebesar
50,10% (yoy). Pencapaian ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan pertumbuhan kredit secara
umum pada triwulan laporan yang hanya tumbuh 19,25% (yoy).
Grafik 3.15.
Laju Pertumbuhan Kredit UMKM dan Total Kredit
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Sejalan dengan hal tersebut, pangsa kredit UMKM terhadap penyaluran kredit perbankan
secara keseluruhan juga mengalami peningkatan. Pada triwulan I-2010, pangsa kredit
UMKM tercatat sebesar 80,83%. Kenaikan pangsa kredit UMKM juga diikuti oleh
meningkatnya kualitas kredit UMKM yang tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL)
yang mengalami penurunan jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sampai akhir
triwulan I-2010 rasio NPL kredit UMKM tercatat sebesar 3,49%, masih lebih rendah dari
batas toleransi Bank Indonesia sebesar 5%.
Grafik 3.17.
Non Performing Loan Kredit UMKM Grafik 3.16.
Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
0
10
20
30
40
50
60
Jan
Feb
Mar Apr
May Jun Jul
Aug
Sep
Okt
Nop
Des
Jan
Feb
Mar
2009 2010
gKredit gUMKM
%
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2009 2010
Mikro Kecil Menengah
Rp miliar
- 20 40 60 80 100 120 140 160
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
2010
Menengah
Kecil
Mikro
Rp miliar
53
Berdasarkan penyebarannya, penyaluran kredit UMKM masih belum merata dan lebih
banyak terfokus pada daerah-daerah tertentu. Tercatat Kota Manado menyerap 64,63%
dari total kredit MKM yang disalurkan, diikuti oleh kota dan kabupaten lainnya yang rata-
rata memiliki pangsa pada kisaran 5%-14%. Berdasarkan laju pertumbuhannya,
perkembangan kredit MKM di Kabupaten Minahasa merupakan yang tertinggi yaitu sebesar
113,02% (yoy) sedangkan wilayah dengan laju pertumbuhan kredit MKM terendah adalah
di Kota Bitung yang tumbuh sebesar 28,55% (yoy).
B. RISIKO KREDIT
1. Rasio Kelonggaran Tarik Kredit
Perkembangan rasio kelonggaran tarik
kredit bank umum pada triwulan I-2010
memperlihatkan penurunan
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Tercatat rasio kelonggaran
tarik pada triwulan laporan sebesar
2,32% turun dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya lalu yang
tercatat sebesar 6,20%. Penurunan rasio
merupakan suatu awal yang baik untuk
lebih mengoptimalkan fungsi
intermediasi perbankan.
Grafik 3.19. Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Kab/Kota
Grafik 3.18. Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Kab/Kota
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2009 2010
Bitung Manado Sangihe-Talaud
Bolmong Minahasa
Rp miliar
-20 0 20 40 60 80 100 120
Minahasa
Bolmong
Sangihe Talaud
Manado
Bitung Q1-10
Q4-09
Q1-09
(%)
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2009 2010
Plafond 10.187 10.647 11.031 11.731 13.133
Outstanding 9.095 9.627 10.004 10.485 10.846
Rasio UL (%) 6,20 5,50 5,38 6,31 2,32
-
1
2
3
4
5
6
7
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000 %Miliar
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Grafik 3.20. Kelonggaran Tarik Kredit Bank Umum
54
2. Net Interest Margin (NIM)
Net Interest Margin (NIM) didefinisikan
sebagai salah satu indikator penilaian
terkait kemampuan bank dalam
menghasilkan laba. Berdasarkan
neraca konsolidasi bank umum, saldo
bersih pendapatan bunga setelah
dikurangi biaya bunga atau yang biasa
disebut Net Interest Margin (NIM).
Pada triwulan laporan, rasio NIM
menunjukkan angka yang positif
tercatat sebesar Rp356 miliar atau
mengalami peningkatan bila
dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp244miliar. Pendapatan bunga (antara lain dalam
bentuk kredit dan penempatan antar bank) pada periode laporan lebih besar dibandingkan
dengan biaya bunga (antara lain dalam bentuk tabungan, giro dan deposito). Hal ini dapat
dikonfirmasi melalui pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK.
3. Rasio BOPO
Rasio BOPO menunjukkan tingkat
efisiensi bank dalam melakukan
kegiatan operasionalnya. Rasio BOPO
yang tinggi mencerminkan kondisi bank
yang tidak efisien. Sampai dengan
triwulan laporan, tingkat efisiensi
operasional perbankan meningkat yang
tercermin dari rasio BOPO bank umum
yang turun menjadi 70,03%
dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar
76,05%. Hal ini dapat diartikan bahwa
bank sudah lebih efisien dalam
menjalankan kegiatan operasionalnya.
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2009 2010
Pend.Bunga 363 748 1.154 1.580 490
Biaya Bunga 119 235 348 456 134
NIM 244 513 805 1.125 356
-
400
800
1.200
1.600
2.000 Rp miliar
Grafik 3.21. Net Interest Margin Bank Umum
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2009 2010
BO 322 683 997 1.329 377
PO 423 880 1.358 1.858 538
Rasio 76,05 77,62 73,40 71,54 70,03
66
68
70
72
74
76
78
80
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000 %Rp miliar
Grafik 3.22. Rasio Biaya dan Pendapatan Operasional Bank Umum
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
55
4. Return on Asset (ROA)
Return on Asset (ROA) merupakan suatu
rasio yang mengukur kemampuan bank
untuk menghasilkan laba dengan asset
yang dimilikinya. Sampai dengan triwulan
I-2010, rasio ROA bank umum tercatat
sebesar 1,11% mengalami peningkatan
bila dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang tercatat sebesar
0,99%. Peningkatan rasio ROA ini
didorong oleh tingginya presentase
kenaikan total aset yang mampu dikelola
dengan baik oleh bank untuk
menghasilkan laba.
C. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
Secara kelembagaan, jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang beroperasi di wilayah kerja
Bank Indonesia Manado sebanyak 17 BPR yang seluruhnya merupakan bank konvensional
dengan rincian sebanyak 13 BPR dengan jumlah kantor 39 unit beroperasi di Sulawesi
Utara, sedangkan 4 BPR dengan jumlah kantor 8 unit beroperasi di Gorontalo.
Tabel 3.3. Indikator Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Di Sulawesi Utara (Rp. Miliar)
Grafik 3.23. Return On Asset Bank Umum
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2009 2010
L/R (Rp miliar) 134 253 459 428 167
Aset (Rp miliar) 13.635 14.235 14.860 14.769 15.114
ROA (%) 0,99 1,78 3,09 2,90 1,11
-
1
2
3
4
12.500
13.000
13.500
14.000
14.500
15.000
15.500 Rp miliar %
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
2010
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
Aset 207,9 220,4 237,8 241,1 264,1 27,02%
DPK 153,0 160,3 171,5 170,9 185,6 21,27%
Deposito 108,8 113,1 120,3 119,7 131,2 20,61%
Tabungan 44,2 47,2 51,2 51,3 54,3 22,89%
Kredit 163,7 181,5 195,6 202,7 208,0 27,05%
Jenis Penggunaan
Modal Kerja 39,6 45,7 51,0 54,4 54,9 38,49%
Investasi 14,5 13,5 13,4 13,5 13,2 -9,49%
Konsumsi 109,5 122,3 131,2 134,8 139,9 27,76%
Sektoral
Pertanian 3,1 3,2 3,9 4,4 4,4 42,52%
Perindustrian 0,5 0,6 0,5 0,6 0,5 -6,22%
PHR 28,1 28,2 31,6 31,7 33,1 17,76%
Jasa-jasa 14,3 15,1 18,1 16,2 17,5 22,60%
Lain-lain 117,7 134,4 141,5 149,8 152,5 29,55%
LDR (Persen) 107,0 113,2 114,0 118,6 112,1
NPL (Persen) 3,5 3,2 3,3 2,9 4,0*) posisi Februari 2010
Y.o.YKomponen2009
Sumber: Laporan Statistik BPR
56
Secara umum kinerja BPR selama triwulan I-2010 mengalami peningkatan jika dibandingkan
periode yang sama tahun lalu, tercermin dari naiknya total aset, DPK, dan jumlah kredit
yang berhasil disalurkan. Peningkatan beberapa indikator ini juga dibarengi dengan
membaiknya rasio Loan To Deposit Ratio (LDR). Namun demikian, kenaikan rasio LDR ini
tidak diiringi dengan perbaikan pada kualitas kreditnya, hal ini tercermin dari kenaikan rasio
Non Performing Loan (NPL) BPR. Pada triwulan laporan total aset BPR tercatat Rp264,1
miliar atau tumbuh 27,02% (yoy) dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, DPK yang berhasil dihimpun naik sebesar 21,27% (yoy) mencapai Rp185,6
miliar. Berdasarkan jenisnya, sebagian besar DPK tersebut disimpan dalam bentuk deposito
dengan pangsa 70,71% atau sebesar Rp131,2 miliar, sedangkan sisanya sebesar Rp54,3
miliar dalam bentuk tabungan. Berdasarkan jenisnya, kredit yang disalurkan sebagian besar
merupakan kredit konsumsi mencapai Rp139,9 miliar dengan pangsa 67,28% dari total
kredit yang disalurkan, selanjutnya kredit modal kerja sebesar Rp54,9 miliar (26,39%) dan
sisanya kredit investasi sebesar Rp13,2 miliar (6,33%).
Terlihat dalam tabel diatas, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya
jenis kredit modal kerja mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 38,49% (yoy) kemudian
disusul oleh kredit konsumsi sebesar 27,76%(yoy). Sebaliknya, kredit investasi mengalami
pertumbuhan yang negatif sebesar 9,49% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit modal
kerja ini sebagian besar didorong oleh tumbuhnya sektor perdagangan dan retail, dimana
nasabah yang mengajukan kredit modal kerja di BPR umumnya digunakan untuk usaha
jenis retail. Sementara itu, kredit konsumsi masih tetap tumbuh karena merupakan suatu
konsekuensi logis dari dominannya kegiatan konsumsi pada PDRB Provinsi Sulawesi Utara
yang didukung oleh berbagai kemudahan yang diberikan oleh BPR dalam pengajuan kredit
dibandingkan bank umum walaupun bunga yang ditawarkan relatif lebih tinggi. Sementara
itu, fungsi intermediasi yang tercermin dari rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) BPR yang
mencapai 112,1% mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 107,0%. Perhitungan LDR ini berbeda dengan cara perhitungan
penentuan tingkat kesehatan BPR, dimana dalam perhitungan LDR ini hanya membagi total
kredit dengan total Dana Pihak Ketiga, sedangkan dalam penilaian tingkat kesehatan BPR
(total kredit dibagi dengan total dana yang diterima bank), dimana total DPK hanya sebagai
salah satu komponen dari jumlah dana yang diterima. Namun demikian, kinerja LDR yang
semakin membaik tidak dibarengi dengan perningkatan kualitas kredit yang tercermin dari
kenaikan rasio NPL (Non Performing Loan) menjadi 4,0% pada triwulan laporan.
57
BOKS 2.
PENGARUH PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CINA TERHADAP
POTENSI PEMBIAYAAN DAERAH
Pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) sejak Januari 2010 menjadi dasar
keleluasaan arus barang untuk berpindah diantara negara ASEAN dan Cina. Dengan adanya
penegasan tarif yang menurun secara bertahap tersebut diprediksikan dapat menjadi ancaman bagi
keberlangsungan produksi/ kinerja usaha dari suatu perusahaan. Namun demikian, diberlakukannya
ACFTA juga dapat memberikan peluang terutama untuk usaha yang berorientasi pada produk primer
yang bersifat resource-based commodity. Pada tahap selanjutnya, kinerja usaha yang semakin
membaik dapat diartikan sebagai prospek positif bagi pembiayaan di daerah. Sebaliknya, kinerja
usaha yang memburuk, akan menurunkan kelancaran pembayaran dan berisiko meningkatkan rasio
Non-Performing Loan (NPL). Guna mengetahui sejauh mana dampak pemberlakuan ACFTA terhadap
potensi pembiayaan daerah, Bank Indonesia Manado melakukan survei dalam bentuk interview yang
dilakukan kepada debitur besar dan UMKM pada Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara (BPD
Sulut).
Responden secara umum didominasi oleh debitur UMKM dengan skala usaha antara Rp500 juta
s.d. Rp2,5 miliar, terutama berasal dari sektor usaha perdagangan, hotel dan restauran. Keterangan Komposisi
Omset
< Rp500 juta 46,67%
Rp500 juta – Rp2,5 miliar 53,33%
Sektor Usaha
Perdagangan, Hotel, Restauran 66,67%
Pertanian 20,00%
Jasa-jasa 13,33%
Sumber pembiayaan usaha dari responden terutama
bersumber dari modal sendiri, pinjaman bank serta
keduanya. Jenis pinjaman yang diberikan oleh perbankan
adalah kredit modal kerja dengan tingkat suku bunga kredit
yang dikenakan kepada responden sebesar > 12% per tahun,
dengan jumlah plafon kredit sebesar Rp500 juta – Rp 5 miliar
(33,33%), Rp50 juta - Rp500 juta (40%), sedangkan sisanya
mendapatkan plafon sebesar < Rp50 juta (26,67%).
6,67%
46,67%
46,67%
Modal sendiri Pinjaman bank Keduanya
58
Sebanyak 73,33% responden menjawab bahwa
pemberlakuan ACFTA tidak berpengaruh
terhadap kinerja usaha. Sementara itu, sebanyak
20% dari responden mengatakan bahwa ACFTA
berpotensi meningkatkan keuntungan, terutama
untuk (i) sektor usaha yang menggunakan bahan
baku impor, (ii) sektor yang memperjualbelikan
produk dari ASEAN-Cina. Serta hanya 6,67%
responden yang memperkirakan akan ada
dampak negatif, namun hal ini tidak sampai
mengganggu kelancaran pembayaran kredit.
Dari hasil survei tersebut, secara umum dapat diperoleh informasi sebagai berikut:
Debitur Bank Pembangunan Daerah di wilayah Sulawesi Utara masih didominasi oleh
debitur UMKM yang berasal dari sektor perdagangan.
Pelaku usaha sebagian besar tidak merasakan dampak negatif dari pemberlakuan ACFTA
terhadap kinerja usahanya. Responden yang merasakan dampak positif dari ACFTA
didorong oleh harga beli produk bahan baku yang menjadi lebih murah.
Pihak perbankan belum melihat bahwa pemberlakuan ACFTA akan memberikan dampak
negatif terhadap pembiayaan di daerah. Pernyataan ini dikonfirmasikan oleh responden
debitur, dimana sebanyak 73,33% menjawab bahwa ACFTA tidak akan berpengaruh
terhadap kinerja usahanya.
0 20 40 60 80 100
PHR
Jasa-jasa
Pertanian
Menguntungkan Merugikan Tdk Berpengaruh
%
59
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Transfer dana dari pemerintah pusat yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) ke Provinsi/Kab/Kota di wilayah Sulawesi Utara pada Tahun 2010
diperkirakan mencapai Rp5,68 Triliun atau naik 0,12% dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan komponen penyusunnya, kenaikan transfer dana dari pemerintah pusat
terutama berasal dari Dana Perimbangan (Dana Alokasi Umum) yang naik 9,17% (yoy)
mencapai jumlah Rp4,43 Triliun. Sementara itu Dana Penyesuaian dan Otonomi khusus
justru mengalami penurunan sebesar 43,88% dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 4.1. Perkembangan Transfer Dana Pusat Ke Prov/Kab/Kota di Wilayah Sulawesi Utara
(dlm jutaan rupiah)
Dana Perimbangan 3.796.133 4.375.802 5.282.510 5.462.060 Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 222.918 274.401 335.993 330.894 Dana Alokasi Umum (DAU) 3.071.594 3.427.845 4.059.322 4.431.419 Dana Alokasi Khusus (DAK) 501.621 673.556 887.196 699.748Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus 160.774 280.370 393.844 221.033
TOTAL 3.956.907 4.656.172 5.676.354 5.683.0931 Data Update per 8 April 2010
Dana 2007 2008 2009 2010 1
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
4.1. Dana Perimbangan
Alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat bagi Provinsi/Kab/Kota di wilayah Sulawesi
Utara Tahun 2010 menunjukkan peningkatan sebesar 3,40% dibandingkan dengan Tahun
2009. Secara agregat, jumlah alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat ke provinsi,
kabupaten dan kota di Sulawesi Utara mencapai Rp5,68 Triliun. Hampir seluruh
kabupaten/kota/provinsi di Tahun 2010 mengalami penurunan alokasi anggaran
dibandingkan tahun lalu, kecuali Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang Mongondow
(Bolmong), Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Kabupaten Bolaang
Mongondow Timur (Boltim), dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel). Tingkat
penurunan tertinggi alokasi anggaran terjadi di Kabupaten Kep. Sangihe sebesar 14,63%,
sedangkan pertumbuhan tertinggi terjadi di Kabupaten Boltim sebesar 310,37%.
60
Wilayah Sulawesi Utara
Total Dana Perimbangan Th
2009 (Juta Rp)
Total Dana Perimbangan Th
2010 (Juta Rp)
Naik/(Turun) (%)
Pemprov 668.996 666.514 (0,37)Manado 516.127 494.517 (4,19)Bitung 335.571 325.596 (2,97)Tomohon 284.382 270.027 (5,05)Minahasa 465.437 466.587 0,25Minsel 359.695 353.639 (1,68)Minut 335.432 325.318 (3,02)Bolmong 337.930 349.291 3,36Talaud 344.783 328.910 (4,60)Sangihe 419.459 358.092 (14,63)Kotamobagu 265.687 257.010 (3,27)Bolmut 266.605 268.284 0,63Sitaro 286.803 273.115 (4,77)Mitra 274.500 271.791 (0,99)Boltim 54.223 222.514 310,37Bolsel 66.880 230.856 245,18TOTAL 5.282.510 5.462.060 3,40
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
Berdasarkan alokasi dana perimbangan di masing-masing kabupaten/kota/provinsi di Tahun
2010, pangsa terbesar terjadi pada tingkat provinsi dengan jumlah Rp666,51 milliar dengan
pangsa 12,20%. Berikutnya adalah Kota Manado sebesar Rp494,52 miliar dengan pangsa
9,05% dari total anggaran, Kabupaten Minahasa sebesar Rp.466,59 dengan pangsa 8,54%
dan Kabupaten Sangihe sebesar Rp358,09 miliar dengan pangsa 6,56%. Alokasi dana
terendah diperoleh oleh Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan pangsa 4,07% dari
total dana perimbangan atau sebesar Rp222,51 milliar.
Tabel 4.2. Dana Perimbangan ke Prov/Kab/Kota di Wilayah Sulawesi Utara
Grafik 4.1. Alokasi Dana Perimbangan Sulawesi Utara Tahun 2009
Grafik 4.2. Alokasi Dana Perimbangan Sulawesi Utara Tahun 2010
13%
10%
6%
5%
9%
7%6%6%
7%
8%
5%
5%
5%5%
1%
1%
Pemprov Manado
Bitung Tomohon
Minahasa Minsel
Minut Bolmong
Talaud Sangihe
Kotamobagu Bolmut
Sitaro Mitra
Boltim Bolsel
12%
9%
6%
5%
9%
6%6%6%
6%
7%
5%
5%
5%
5%4% 4%
Pemprov Manado
Bitung Tomohon
Minahasa Minsel
Minut Bolmong
Talaud Sangihe
Kotamobagu Bolmut
Sitaro Mitra
Boltim Bolsel
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
61
Berdasarkan komponennya, alokasi dana perimbangan di masing – masing wilayah Sulawesi
Utara pada APBD Tahun 2010 sebagian besar terdiri dari Dana Alokasi Umum. Secara
agregat, pangsa dari DAU, DAK dan Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak berturut-
turut sebesar 81,13%, 12,81% dan 6,06%. Dana Bagi Hasil merupakan bagian dana
perimbangan untuk mengatasi masalah ketimpangan vertikal (antara Pusat dan Daerah)
yang dilakukan melalui pembagian hasil antara Pemerintah Pusat dan Daerah penghasil, dari
sebagian penerimaan perpajakan (nasional) dan penerimaan sumber daya alam. Rendahnya
pangsa Dana Bagi Hasil di Sulawesi Utara mencerminkan bahwa kontribusi Provinsi
Sulawesi Utara terhadap penerimaan negara, baik dari segi pajak maupun pengelolaan
sumber daya alam masih kecil.
4.2. Perkembangan APBD Provinsi
Kinerja keuangan pemerintah pada triwulan I-2010 relatif lebih rendah dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Sampai dengan 31 Maret 2010, realisasi belanja
pemerintah mencapai Rp137,24 miliar atau hanya sebesar 12,6% dari target pengeluaran
dalam APBD sebesar Rp1.094 miliar. Sementara itu, realisasi pendapatan pemerintah pada
triwulan laporan sebesar Rp319 miliar atau baru mencapai 29,9% dari target pendapatan
dalam APBD sebesar Rp1.066 miliar. Sedangkan untuk Tahun 2010, pembiayaan
pemerintah Provinsi menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, atau hanya
sebesar Rp27 miliar.
Grafik 4.3. Rincian Alokasi Dana Perimbangan Sulawesi Utara Tahun 2010
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
‐
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Umum Dana Perimbangan
62
1. Pendapatan Provinsi
Sampai dengan triwulan I-2010 realisasi pendapatan Provinsi Sulawesi Utara baru mencapai
Rp319 miliar, atau sebesar 29,9% dari target pendapatan dalam APBD. Berdasarkan
komponen pembentuknya, sumber penerimaan ini terutama berasal dari dana perimbangan
(utamanya Dana Alokasi Umum) dengan pangsa 62,5% disusul Penerimaan Asli Daerah
(PAD) dengan pangsa 32,8%.
Sementara itu, kinerja pemerintah provinsi dalam melakukan berbagai pemanfaatan aset-
aset yang dimiliki pada triwulan I-2010 cukup menggembirakan. Hal ini tercermin dari
pencapaian realisasi Penerimaan Asli Daerah (PAD) pada triwulan laporan sebesar 25,1%
dari target APBD atau meningkat dibandingkan realisasi PAD pada periode yang sama tahun
lalu yang hanya mencapai 23,3% dari target APBD 2009. Berdasarkan komponen
pembentuknya, PAD ini terutama bersumber dari penerimaan pajak sedangkan sisanya
dalam bentuk retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain.
Pencapaian PAD sepanjang Tahun 2010 tersebut masih relatif kecil bila dibandingkan
kebutuhan dana pembangunan di Sulawesi Utara tercermin dari relatif rendahnya rasio
kemandirian fiskal daerah yaitu perbandingan PAD terhadap total belanja yang hanya
32,8%. Hal ini berarti kegiatan ekonomi dan sosial sebagian besar masih digerakkan oleh
dana perimbangan yang berasal dari pemerintah pusat.
Tabel 4.3. Kinerja Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Utara s.d. 31 Maret 2010
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Nominal % Nominal %
I Pendapatan 1.028.716 232.213 22,6 1.066.545 319.424 29,9Pendapatan Asli Daerah 309.720 72.254 23,3 350.031 87.910 25,1Dana Perimbangan 668.996 159.960 23,9 666.514 198.713 29,8Lain-lain PAD yang Sah 50.000 - - 50.000 32.801 65,6
II Belanja 1.121.799 167.247 14,9 1.093.545 137.243 12,6Belanja Operasi 703.682 114.516 16,3 746.124 115.218 15,4Belanja Modal 242.692 2.288 0,9 207.921 1.173 0,6Belanja Tidak Terduga 7.500 1.154 15,4 7.500 405 5,4Transfer (Ke Kab/Kota/Desa) 167.925 49.290 29,4 132.000 20.446 15,5
III Pembiayaan 91.736 27.000Penerimaan Daerah 341.836 70.000 20,5 329.000 39.000 11,9 - SILPA 54.836 - - 29.000 - - Pengeluaran Daerah 250.100 205.000 82,0 302.000 193.000 63,9
APBD 2010(Rp Juta)
Realisasi APBD Tw. I-2010
Realisasi APBD Tw. I-2009No Uraian
APBD 2009(Rp Juta)
63
2. Belanja Provinsi
Total belanja daerah yang dianggarkan dalam APBD 2010 adalah sebesar Rp1.093 miliar,
mengalami penurunan dibandingkan total belanja pada APBD 2009 sebesar Rp1.122 miliar.
Seperti halnya penurunan anggaran belanja APBD, realisasi belanja provinsi sampai dengan
triwulan I-2010 baru mencapai Rp137 miliar atau 12,6% dari target total belanja dalam
APBD. Pencapaian ini sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
saat itu mencapai 14,9%. Menurut komponen pembentuknya, belanja provinsi terutama
didominasi untuk belanja operasional dengan pangsa 68,2% atau mencapai Rp746,12
miliar. Sedangkan pangsa belanja modal hanya sebesar Rp207,92 miliar dengan pangsa
19%. Bila dibandingkan tahun lalu, maka target belanja modal di Tahun 2010 mengalami
penurunan sebesar 14,33%. Hal ini menunjukkan bahwa belanja daerah masih banyak
dialokasikan untuk konsumsi semata (pembayaran gaji, tunjangan, dan lain sebagainya).
(dlm jutaan rupiah)
Nominal % Nominal %
PENDAPATAN 1.028.716 232.213 22,6 1.066.545 100,0 319.424 29,9 Pendapatan Asli Daerah 309.720 72.254 23,3 350.031 32,8 87.910 25,1 - Pajak Daerah 275.626 68.104 24,7 311.927 89,1 82.202 26,4 - Retribusi Daerah 7.594 1.369 18,0 11.589 3,3 2.012 17,4 - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 16.500 - - 16.500 4,7 - - - Lain-lain 10.000 2.781 27,8 10.015 2,9 3.696 36,9 Dana Perimbangan 668.996 159.960 23,9 666.514 62,5 198.713 29,8 - Dana Bagi Hasil Pajak 56.516 3.769 6,7 54.035 8,1 6.954 12,9 - Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 965 621 64,4 965 0,1 267 27,7 - Dana Alokasi Umum 558.635 139.705 25,0 558.635 83,8 186.260 33,3 - Dana Alokasi Khusus 52.879 15.864 30,0 52.879 7,9 5.232 9,9 Lain-lain Pendapatan yang Sah 50.000 - - 50.000 4,7 32.801 65,6
Proporsi APBD 2010
(%)Uraian
APBD 2009(Rp Juta)
Realisasi APBD Tw. I-2009 APBD 2010
(Rp Juta)
Realisasi APBDTw. I-2010
(dlm jutaan rupiah)
Nominal % Nominal %
BELANJA 1.121.799 167.247 14,9 1.093.545 100,0 137.243 12,6 Belanja Operasi 703.682 114.516 16,3 746.124 68,2 115.218 15,4 - Belanja Pegawai 397.782 73.162 18,4 402.388 53,9 76.862 19,1 - Belanja Barang 221.120 18.547 8,4 231.236 31,0 25.312 10,9 - Belanja Hibah 16.375 3.942 24,1 63.500 8,5 5.675 8,9 - Belanja Bantuan Sosial 58.405 18.865 32,3 45.000 6,0 7.368 16,4 - Belanja Bantuan Keuangan 10.000 - - 4.000 0,5 - -
Belanja Modal 242.692 2.288 0,9 207.921 19,0 1.173 0,6 - Belanja Tanah 10.595 - - 13.800 6,6 - -
- Belanja Peralatan dan Mesin 29.475 878 3,0 24.789 11,9 1.170 4,7
- Belanja Bangunan dan Gedung 58.469 9 0,02 17.921 8,6 - -
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 140.110 1.401 1,0 148.113 71,2 3 0,002
- Belanja Aset Tetap Lainnya 4.043 - - 3.298 1,6 - -
Belanja Tak Terduga 7.500 1.154 15,4 7.500 0,7 405 5,4 Transfer (Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa) 167.925 49.290 29,4 132.000 12,1 20.446 15,5
Proporsi APBD 2010
(%)Uraian
APBD 2009(Rp Juta)
Realisasi APBD Tw. I-2009 APBD 2010
(Rp Juta)
Realisasi APBD Tw. I-2010
Tabel 4.4. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara s.d. 31 Maret 2010
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Tabel 4.5. Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Utara s.d. 31 Maret 2010
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara, diolah
64
3. Kontribusi APBD Terhadap Sektor Riil dan Uang Beredar
Realisasi APBD di tingkat provinsi khususnya realisasi belanja daerah sedikit banyak telah
memberikan kontribusi bagi pertumbuhan perekonomian. Dengan melakukan identifikasi
terhadap pos-pos belanja dalam APBD provinsi ke dalam 2 (dua) kegiatan utama
berdasarkan tabel PDRB sisi permintaan, yaitu konsumsi pemerintah dan belanja modal
diperoleh hasil bahwa realisasi konsumsi pemerintah memberikan kontribusi sebesar 1,78%
terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Utara sedangkan realisasi belanja modal hanya
memberikan kontribusi sebesar 0,02%. Kontribusi di tingkat kabupaten dan kota relatif sulit
untuk diperoleh sehingga hanya besaran-besaran pokok saja yang dimiliki. Secara total,
realisasi anggaran belanja dan modal dalam APBD provinsi memberikan kontribusi sebesar
1,8% terhadap PDRB Sulawesi Utara. Sementara itu, dampak realisasi APBD provinsi
terhadap perkembangan uang beredar sampai dengan posisi 31 Maret 2010 berada pada
kondisi ekspansif yang berarti jumlah pendapatan pemerintah lebih sedikit dibandingkan
jumlah pengeluarannya (belanja pemerintah).
Tabel 4.6. Kontribusi APBD Provinsi Terhadap Sektor Riil s.d. 31 Maret 2010
Sumber: Biro Keuangan Daerah Sulawesi Utara, diolah
(dlm jutaan rupiah)
PENDAPATAN 319.424 4,18
Pendapatan Asli Daerah 87.910 1,15
- Pajak Daerah 82.202 1,08
- Retribusi Daerah 2.012 0,03
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah - 0,00 - Lain-lain 3.696 0,05 Dana Perimbangan 198.713 2,60 - Dana Bagi Hasil Pajak 6.954 0,09 - Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 267 0,00 - Dana Alokasi Umum 186.260 2,44 - Dana Alokasi Khusus 5.232 0,07 Lain-lain Pendapatan yang Sah 32.801 0,43BELANJA 137.243 1,80 Konsumsi Pemerintah 136.070 1,78 - Belanja Pegawai 76.862 1,01 - Belanja Barang 25.312 0,33 - Belanja Hibah 5.675 0,07 - Belanja Bantuan Sosial 7.368 0,10 - Belanja Bantuan Keuangan 0 0,00 - Belanja Tak Terduga 405 0,01 - Transfer (Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa) 20.446 0,27Pembentukan Modal Tetap Bruto (Blnj Modal) 1.173 0,02
UraianRealisasi APBD
Tw.I-2010(Rp Juta)
1 Data menggunakan PDRB harga berlaku proyeksi Tw.I-2010 dengan menggunakan metode Exponensial Smoothing Holt-Winters Multiplicative Seasonal
% thd
PDRB 1
65
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional baik tunai maupun non
tunai merupakan salah satu tugas Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan undang-
undang. Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang
kartal dimasyarakat dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan
dalam kondisi layak edar (clean money policy). Sementara itu, untuk transaksi non tunai,
Bank Indonesia mengarahkan transaksi pembayaran yang efektif, efisien, aman dan handal
dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Hal tersebut diwujudkan
melalui alternatif pilihan metode pembayaran yang dapat diakses ke seluruh wilayah
dengan biaya rendah, penerapan asas kesetaraan dalam penyelenggaraan sistem
pembayaran, serta mengadopsi asas-asas perlindungan konsumen secara wajar dalam
penyelenggaraan sistemnya.
A. Perkembangan Aliran Uang Kartal
Aliran uang kartal di khasanah Kantor Bank Indonesia Manado pada triwulan I-2010 berada
pada kondisi net inflow. Artinya jumlah aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia
(inflow) lebih besar dibandingkan dengan jumlah aliran uang kartal yang keluar ke
masyarakat (outflow) . Aliran uang masuk meningkat 0,62% (yoy) atau sebesar Rp3,8 miliar
sedangkan aliran uang keluar mengalami penurunan yang signifikan sebesar 95,80% (yoy)
atau sebesar Rp17,47 miliar. Kondisi ini merupakan pola musiman, dimana pada akhir
tahun aktivitas ekonomi cenderung meningkat sehubungan dengan berlangsungnya
perayaan Natal dan Tahun Baru. Namun setelah itu, pada awal tahun aktivitas ekonomi
kembali normal sebagaimana tercermin dari tingginya tingkat pengembalian uang dari
masyarakat masuk ke khasanah Bank Indonesia. Secara netto, aliran uang kartal selama
triwulan laporan berada pada kondisi inflow sebesar Rp616,17 miliar lebih tinggi
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp594,90 miliar. Secara
bulanan, net inflow tertinggi terjadi pada bulan Januari 2010 sebesar Rp329,51 miliar,
berikutnya berturut-turut di bulan Februari dan Maret 2010 masing-masing sebesar
Rp180,35 miliar dan Rp106,31 miliar.
66
Grafik 5.1. Netflow Aliran Kas Uang Kartal KBI Manado
Sumber : Bank Indonesia Manado, diolah
Dalam upaya memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan, Bank Indonesia melakukan
kegiatan berupa Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) dalam bentuk pemusnahan
terhadap uang yang sudah tidak layak edar. Selama triwulan laporan, rasio PTTB terhadap
uang kartal masuk tercatat sebesar 42,35%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 8,57%. Secara nominal, jumlah uang yang diberi
tanda tidak berharga selama triwulan laporan sebesar Rp261,27 miliar atau naik 397,47%
(yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Grafik 5.2.
Rasio Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) Terhadap Inflow
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2008 2009 2010
Setoran 592 119 103 217 613 160 122 235 617
Bayaran ‐87 ‐337 ‐370 ‐428 ‐18 ‐355 ‐235 ‐687 ‐0,77
Netflow 505 ‐218 ‐268 ‐211 595 ‐195 ‐113 ‐453 616
‐800
‐600
‐400
‐200
0
200
400
600
800miliar
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2008 2009 2010
Setoran 592 119 103 217 613 160 122 235 617
PTTB 305 169 118 102 53 78 490 209 261
Rasio 51,4 142, 114, 46,9 8,57 49,0 402, 89,1 42,3
‐
40
80
120
160
200
240
280
320
360
400
440
‐
100
200
300
400
500
600
700 % Miliar
Sumber: Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
67
Dalam perannya sebagai regulator di daerah yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan
likuiditas dan kebutuhan uang yang layak edar bagi masyarakat di wilayahnya, Kantor Bank
Indonesia Manado melakukan kegiatan kas titipan. Kegiatan kas titipan ini dilakukan
khususnya untuk daerah yang lokasinya cukup jauh dari Kantor Bank Indonesia.
Penyelenggaraan kegiatan kas titipan ini dilakukan Kantor Bank Indonesia Manado
bekerjasama dengan salah satu bank umum di wilayah Gorontalo dan Tahuna.
Grafik 5.3. Netflow Kas Titipan KBI Manado di Gorontalo
(Rp. Miliar)
Sumber : Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
Seperti halnya aliran uang kartal di KBI Manado, kondisi aliran kas titipan di Gorontalo
menunjukkan posisi net inflow. Sepanjang triwulan I-2010 posisi aliran kas titipan Gorontalo
menunjukkan nilai net inflow sebesar Rp135,05 miliar. Net inflow yang terjadi selama
triwulan laporan lebih disebabkan oleh pola musiman setelah pada triwulan sebelumnya
terjadi outflow yang cukup tinggi.
Grafik 5.4. Netflow Kas Tititpan KBI Manado di Tahuna (Rp. Miliar)
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2008 2009 2010
Inflow 533 516 702 615 621 542 645 629 672
Outflow ‐463 ‐672 ‐755 ‐560 ‐443 ‐611 ‐566 ‐673 ‐537
Netflow 70 ‐156 ‐53 55 178 ‐69 80 ‐44 135
‐800
‐600
‐400
‐200
0
200
400
600
800
.
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2008 2009 2010
Inflow 51 19 23 36 57 27 40 108 40
Outflow ‐31 ‐67 ‐71 ‐100 ‐39 ‐78 ‐63 ‐111 ‐50
Netflow 20 ‐48 ‐49 ‐63 18 ‐51 ‐23 ‐3 ‐11
‐150
‐100
‐50
0
50
100
150
Sumber: Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
68
Selain di provinsi Gorontalo, kas titipan juga terdapat di Kota Tahuna-Kabupaten Sangihe.
Secara historis, kegiatan kas titipan Tahuna cenderung mengalami net outflow (kecuali pada
awal tahun). Namun demikian, kondisi kas titipan Tahuna pada triwulan I-2010
menunjukkan sebaliknya, dimana aliran uang keluar khasanah masih lebih besar daripada
aliran uang masuk ke khasanah dengan nilai net outflow sebesar Rp11 miliar. Kondisi net
outflow yang terjadi di khasanah titipan di Tahuna mengindikasikan perkembangan
pembangunan yang cukup pesat yang mendorong bergairahnya berbagai aktivitas
perekonomian di daerah tersebut.
B. Penemuan Uang Palsu
Penemuan uang palsu di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Manado menunjukkan
adanya penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Total uang palsu yang
ditemukan dan dilaporkan ke Bank Indonesia Manado pada triwulan I-2010 sebanyak 37
lembar yang terdiri dari 14 lembar uang pecahan Rp100.000,-, 19 lembar uang pecahan
Rp50.000, 1 lembar uang pecahan Rp10.000,- dan 3 lembar uang pecahan Rp5.000,-.
Jumlah ini lebih kecil dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 41 lembar.
Penurunan temuan ini mengindikasikan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian
uang rupiah sudah cukup baik.
Tabel 5.1. Temuan Uang Palsu di Wilayah Kerja KBI Manado
Sumber: Bank Indonesia Manado, diolah
Bank Indonesia telah dan akan terus berupaya untuk meminimalisir pergerakan pelaku
pemalsuan uang melalui kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah. Kegiatan sosialisasi
tidak hanya dilakukan di Kantor Bank Indonesia, kalangan perbankan, di instansi-instansi
pemerintah daerah namun juga dilakukan di pusat perbelanjaan di kota Manado. Hal
tersebut dilakukan mengingat pusat perbelanjaan juga sangat rentan terhadap kegiatan
peredaran uang palsu karena tingginya tingkat perputaran uang yang digunakan untuk
melakukan transaksi. Selain itu, pihak Bank Indonesia juga menjalin kerjasama dengan pihak
2010
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
- Rp100.000,- 2 1.014 14 1 14 5 4 18 14
- Rp50.000,- 17 19 16 135 23 12 6 15 19
- Rp20.000,- 6 0 1 0 3 0 4 10 0
- Rp10.000,- 0 2 2 0 0 0 0 2 1
- Rp5.000,- 0 0 0 0 1 1 0 2 3
- Rp1.000,- 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 25 1.035 33 136 41 18 14 47 37
2008Pecahan
2009
69
Kepolisian Daerah Sulawesi Utara dalam upaya penanganan proses hukum. Peran serta aktif
masyarakat bersama dengan pihak kepolisian diperlukan untuk dapat membongkar
sejumlah kasus pemalsuan uang di Sulawesi Utara.
C. Perkembangan Kliring (Tunai)
Perkembangan kliring di wilayah Sulawesi Utara (tunai) selama triwulan I-2010 mengalami
peningkatan, jumlah warkat yang dikliringkan sebanyak 75.799 lembar dengan nilai
Rp1.658 miliar atau meningkat jumlahnya sebesar 10,75% (yoy) dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Jika dilihat berdasarkan rata-rata harian lembar warkat yang
dikliringkan selama periode laporan tercatat sebanyak 1.221 lembar dengan nilai sebesar
Rp26,73 miliar atau tumbuh sebesar 5,24% (yoy). Peningkatan rata-rata jumlah nominal
kliring tersebut semakin menegaskan bahwa perekonomian Sulawesi Utara mengalami
pertumbuhan yang positif.
Tabel 5.2. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong di Wilayah Sulawesi Utara
Sumber : Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
Sementara itu, rata-rata penolakan lembar cek/bilyet giro kosong selama triwulan laporan
tercatat 1,02% dari rata-rata lembar warkat yang dikliringkan per hari atau mengalami
peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 0,99%.
Sementara itu, dilihat dari segi jumlah nominalnya juga terdapat kenaikan sebesar 11,24%
(yoy) dari 0,91% pada triwulan I-2009 menjadi 1,01% pada triwulan I-2010 dari rata-rata
nominal cek dan BG yang dikliringkan per hari.
D. RTGS (Real Time Gross Settlement)
RTGS sebagai salah satu sarana penyelesaian transaksi non tunai, mempunyai keunggulan
dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan resiko settlement-nya dapat
diperkecil. Perkembangan penyelesaian nominal dan volume transaksi RTGS selama triwulan
I-2010 (dari dan ke wilayah Sulawesi Utara) mencapai 5.726 transaksi dengan nilai
2010
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Perputaran Kliringa. Lembar 71.180 75.825 79.174 76.409 72.982 79.557 82.114 84.032 75.799b. Nominal (Rp miliar) 1.402 1.356 1.590 1.535 1.497 1.626 1.722 1.860 1.658 Rata-rata perputaran kliring per haria. Lembar 1.194 1.205 1.237 1.297 1.236 1.282 1.369 1.384 1.221b. Nominal (Rp miliar) 23,51 21,65 24,84 26,06 25,40 26,17 28,72 30,71 26,73 Persentase rata-rata penolakana. Lembar (%) 0,37 0,57 0,79 1,04 0,99 0,96 1,06 1,33 1,02b. Nominal (%) 0,73 0,44 1,02 1,54 0,91 1,08 1,27 1,45 1,01
KETERANGAN 2008 2009
70
Rp2.603,77 miliar atau mengalami peningkatan nilai sebesar 19,19% (yoy) dibandingkan
nilainya di triwulan I-2009. Sejalan dengan jumlah nilainya yang mengalami peningkatan,
volume RTGS pada triwulan laporan juga mengalami kenaikan dari 4.980 transaksi di
triwulan I-2009 menjadi 5.726 transaksi pada triwulan I-2010, atau tumbuh sebesar
14,98% (yoy). Pertumbuhan nilai dan volume RTGS didorong oleh pembangunan dan
kegiatan perekonomian yang terus berkembang di wilayah Sulawesi Utara yang menuntut
kecepatan penyelesaian transaksi pada arus lalu lintas uang.
Tabel 5.3. Perkembangan Traksaksi Melalui RTGS - Real Time Gross Settlement
Nilai Nilai Nilai(Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp)
Jan 196,05 619 490,73 1.275 686,78 1.894Feb 220,92 716 435,00 784 655,92 1.500Mar 278,32 751 563,45 835 841,77 1.586Tw I-2009 695,29 2.086 1.489,18 2.894 2.184,47 4.980Apr 254,13 845 623,87 994 878,00 1.839Mei 250,57 946 515,09 849 765,66 1.795Jun 156,81 479 494,57 830 651,38 1.309Tw II-2009 661,51 2.270 1.633,53 2.673 2.295,04 4.943Jul 127,73 420 539,12 1.388 666,85 1.808Agust 130,87 502 502,00 800 632,87 1.302Sep 143,68 460 526,54 792 670,22 1.252Tw III-2009 402,28 1.382 1.567,66 2.980 1.969,94 4.362Okt 191,76 718 498,42 799 690,18 1.517Nov 225,20 748 544,54 941 769,74 1.689Dec 356,68 1.036 597,55 1.532 954,23 2.568Tw IV-2009 773,64 2.502 1.640,51 3.272 2.414,15 5.774Jan 182,88 694 709,22 1.102 892,10 1.796Feb 192,27 638 553,24 1.339 745,51 1.977Mar 239,37 833 726,79 1.120 966,16 1.953Tw I-2010 614,52 2.165 1.989,25 3.561 2.603,77 5.726Pertumbuhan (%) -11,62 3,79 33,58 23,05 19,19 14,98
BulanFROM TO FROM + TO
Volume Volume Volume
Sumber : www.bi.go.id, diolah
71
BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Kinerja yang cukup baik dari berbagai indikator makro ekonomi regional, perbankan, sistem
pembayaran dan fiskal (APBD yang didukung oleh relatif terkendalinya harga barang dan
jasa secara umum (inflasi), berimplikasi pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat dalam
bentuk penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan di Sulawesi Utara. Tingkat
pengangguran di Sulawesi Utara pada Agustus 2009 mengalami perbaikan tercermin dari
rasio TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) sebesar 10,56% atau turun tipis (0,09%)
dibandingkan dengan periode Agustus 2008 lalu sebesar 10,65%. Berdasarkan jenis
lapangan pekerjaan, pertanian masih menjadi sektor lapangan pekerjaan utama, walaupun
telah terjadi pergeseran ke sektor lainnya, terutama sektor perdagangan dan sektor jasa.
Berdasarkan persebarannya, Manado masih menjadi daerah dengan jumlah angkatan kerja
terbesar dan angka pengangguran tertinggi. Seiring dengan itu, tingkat kemiskinan juga
mengalami penurunan dari 10,10% pada Maret 2008 menjadi 9,79% pada Maret 2009.
A. PENGANGGURAN
Struktur ketenagakerjaan pada periode Agustus 2009 tidak terlalu berbeda bila
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari seluruh penduduk usia 15+,
jumlah angkatan kerja tercatat 1.051.130 orang (62,05%) masih lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah bukan angkatan kerja sebanyak 642.995 orang. Jumlah
angkatan kerja ini meningkat tipis sebesar 2,96% (yoy) atau sebanyak 30.178 orang
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tabel 6.1.
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan di Sulawesi Utara
Penduduk 15 Thn ke atas 1,658,299 1,669,313 1,685,502 1,694,125 Angkatan Kerja 1,046,665 1,020,952 1,077,155 1,051,130
Bekerja 917,363 912,198 962,627 940,173 Mencari Kerja 129,302 108,754 114,528 110,957
Bukan Angkatan Kerja 611,634 648,361 608,347 642,995 TPAK 63.12 61.16 63.91 62.05 TPT 12.35 10.65 10.63 10.56
Feb-09Ags-08 Ags-09Feb-08
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
72
Menurut komponen penyusunnya, jumlah penduduk yang bekerja berdasarkan data
Agustus 2009 mengalami peningkatan. Tercatat jumlah penduduk yang bekerja berjumlah
940.173 orang, meningkat 3,07% (yoy) atau sebanyak 27.975 orang dibandingkan periode
yang sama tahun lalu. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang bekerja,
jumlah orang yang mencari kerja pun mengalami peningkatan yaitu dari 108.754 orang
pada Agustus 2008 naik 2,03% (yoy) menjadi 110.957 orang pada Agustus 2009.
Meningkatnya jumlah angkatan kerja selama periode Agustus 2008 – Agustus 2009
mengakibatkan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) di Provinsi Sulawesi Utara
mengalami peningkatan 0,88% (yoy) dari 61,16% pada Agustus 20008 menjadi 62,05%
pada Agustus 2009. TPAK sebesar 62,05% tersebut dapat diartikan bahwa sekitar 62
penduduk Provinsi Sulawesi Utara aktif bekerja dan mencari pekerjaan dari sebanyak 100
orang penduduk yang termasuk ke dalam penduduk usia kerja. Sementara itu, TPT (Tingkat
Pengangguran Terbuka) pada Agustus 2009 sebesar 10,56%, merupakan angka yang
terendah selama sejak Tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa dari sekitar 100 orang
penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja hanya 10-11 orang yang menganggur,
selebihnya sudah mempunyai perkerjaan.
Penurunan tingkat pengangguran ini terkonfirmasi
dari hasil Survey Konsumen yang diselenggarakan
di Kota Manado. Dari hasil survey tersebut,
konsumen rumah tangga menilai ketersediaan
lapangan pekerjaan saat ini masih cukup baik.
Sampai dengan Maret 2010, indeks ketersedian
lapangan kerja saat ini cukup optimis, tercermin
dari level indeks sebesar 123,50 (indeks > 100
optimis) meningkat jauh dibandingkan Maret 2009
lalu yang hanya berada pada level 67 (berada pada
level pesimis).
Sumber: Survei Konsumen Kota Manado
‐ 20 40 60 80 100 120 140 160
J
M
M
J
S
N
J
M
2009
2010
Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini
di Sulawesi Utara
73
Pertanian 363,771 362,615 386,873 345,595 Pertambangan 14,806 12,804 19,048 18,301 Industri 61,270 43,846 57,094 57,520 Listrik, Gas & Air Bersih 3,223 3,951 4,312 4,048 Konstruksi 56,406 67,121 53,091 68,843 Perdagangan 144,155 163,693 175,012 173,432 Angkutan 136,047 90,561 102,115 93,012 Keuangan 10,127 13,850 14,496 16,546 Jasa 127,558 153,757 150,586 162,876 Total 917,359 912,198 962,633 940,173
Feb-09 Ags-09Ags-08Feb-08
37%
2%6%
0%7%
19%
10%
2% 17%PertanianPertambangan IndustriListrik, Gas & Air BersihKonstruksiPerdagangan AngkutanKeuangan Jasa
Komposisi penduduk yang bekerja menurut sektor lapangan pekerjaan utama pada Agustus
2009 relatif tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut
sektor ekonominya, sektor pertanian merupakan sektor yang banyak digeluti oleh tenaga
kerja di Sulawesi Utara yaitu sebanyak 345.595 orang (37,76%). Jumlah ini sudah
mengalami penurunan jika dibandingkan pada bulan Agustus 2008 lalu yang tercatat
362.615 orang. Secara umum bila dibandingkan dengan kondisi pada Agustus 2008,
seluruh sektor selain sektor pertanian, mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja. Data
tersebut menggambarkan bahwa walaupun sektor pertanian paling banyak digeluti oleh
tenaga kerja di Sulawesi Utara, namun pangsanya terus menurun dan mengalami
pergeseran terutama ke sektor perdagangan, jasa dan angkutan. Pergeseran ini terjadi
terkait berkembang pesatnya sektor perdagangan ritel (PHR) dan jasa sebagai dampak
semakin dikenalnya Kota Manado sebagai kota tujuan pariwisata domestik dan dunia.
Selain itu, semakin terjangkaunya harga kendaraan bermotor (khususnya roda dua), dengan
berbagai macam kemudahan yang ditawarkan kepada calon konsumen/pembelian
menyebabkan bisnis/usaha ojek tumbuh pesat. Tak heran beberapa petani beralih profesi
menjadi tukang ojek ataupun pedagang.
Tabel 6.2. Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan di Sulawesi Utara
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Grafik 6.2. Struktur Tenaga Kerja Menurut Sektor Ekonomi
di Sulawesi Utara
74
Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja
Menurut Status Pekerjaan di Sulawesi Utara
Berusaha Sendiri 328,437 282,696 287,238 286,716 Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap - Buruh Tidak Dibayar
148,096 134,423 130,426 129,345
Berusaha Dibantu Buruh Tetap- 27,657 31,026 41,175 42,900 Buruh/Karyawan 246,547 264,692 279,163 284,798 Pekerja Bebas Pertanian 50,688 60,824 64,141 48,003 Pekerja Bebas Non Pertanian 34,629 47,802 39,899 55,056 Pekerja Tak Dibayar 81,309 90,735 120,585 93,355 Total 917,363 912,198 962,627 940,173
Feb-09 Ags-09Feb-08 Ags-08
Berdasarkan statusnya, mata pencaharian masyarakat Sulawesi Utara didominasi oleh
berusaha sendiri sebanyak 286.716 orang (30,50%), dan buruh/karyawan/pegawai
sebanyak 284.798 orang (30,29%). Status pekerjaan penduduk yang bekerja terkecil adalah
kategori pekerjaan berusaha dibantu buruh tetap – buruh dibayar sebanyak 42.900 orang
(4,56%). Status pekerjaan penduduk yang bekerja di daerah perkotaan terbanyak adalah
sebagai buruh/karyawan/pegawai sebesar 167.838 orang (45,33%) dan berusaha sendiri
sebesar 115.573 orang (31,22%). Sedangkan untuk daerah perdesaan, status pekerjaan
penduduk yang bekerja sebagian besar adalah berusaha sendiri yaitu sebesar 171.143
(30,03%) dan buruh/karyawan/pegawai sebesar 116.960 orang (20,52%).
Grafik 6.3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
di Sulawesi Utara
Grafik 6.4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Sulawesi Utara dan Nasional
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
65,60
61,97
63,12
61,16
63,91
62,05
58
59
60
61
62
63
64
65
66
Feb‐07 Agt‐07 Feb‐08 Ags‐08 Feb‐09 Aug‐09
TPAK Sulut (%)13,00
12,35
12,35
10,65
10,63
10,56
9,75
9,11
8,46
8,39
8,14
7,87
‐ 5 10 15
Feb‐07
Agt‐07
Feb‐08
Ags‐08
Feb‐09
Aug‐09
TPT Nasional (persen) TPT Sulut (persen)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
75
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) provinsi Sulawesi Utara selama kurun waktu 3 (tiga)
tahun terakhir terus mengalami penurunan. Namun bila dibandingkan dengan TPT nasional
sebesar 7,87%, TPT provinsi Sulawesi Utara sepanjang periode Februari 2007 sampai
dengan Agustus 2009 masih termasuk cukup tinggi.
B. KEMISKINAN
Tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan kecenderungan menurun sejak
Tahun 2007. Bila pada Maret 2007, tingkat kemiskinan masih tercatat 11,42% (sebanyak
250 ribu jiwa) maka pada Maret 2009 telah turun menjadi 9,79% (sebanyak 220 jiwa).
Bahkan bila dibandingkan dengan tingkat kemiskinan secara nasional, tingkat kemiskinan di
Sulawesi Utara relatif masih lebih rendah.
Tabel 6.4. Sebaran Penduduk Miskin di Kota dan Desa di Sulawesi Utara
Kota Desa Total Kota Desa Total
Sulut 61,2 171 233 6.52 14.01 10.76 NaikIndonesia 13568,4 23,821 37,389 12.68 20.84 16.90 Naik
Sulut 79 171 250 8.31 13.80 11.42 NaikIndonesia 13559,3 23,609 37,168 12.52 20.37 16.58 Turun
Sulut 73 151 224 7.56 12.04 10.10 TurunIndonesia 12,769 22,195 34,963 11.65 18.93 15.42 Turun
Sulut 79 140 220 8.14 11.05 9.79 Turun
Indonesia 11,910 20,620 32,530 10.72 17.35 14.15 Turun
Maret 2007
Juli 2006
Maret 2008
Maret 2009
Ket
Jumlah Penduduk Miskin (000 orang)
Persentase Penduduk Miskin
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2009 sebesar 219,57 ribu (9,79%). Terjadi penurunan
jumlah maupun persentase penduduk miskin bila dibandingkan Maret 2008 yang berjumlah
223,5 ribu (10,10%). Penurunan ini lebih disebabkan oleh turunnya jumlah penduduk
miskin di kawasan perdesaan. Jika pada posisi Maret 2008 jumlah penduduk miskin di
perdesaan berjumlah 150,9 ribu (12,04%), pada periode Maret 2009 jumlah berkurang
cukup signifikan menjadi 140,31 ribu (11,05%). Sebaliknya, di perkotaan jumlah penduduk
miskin mengalami peningkatan, jika pada periode Maret 2008 jumlahnya tercatat 72,7 ribu
(7,56%), pada periode Maret 2009 jumlahnya meningkat mencapai 79,25 ribu (8,14%).
Secara nasional, juga terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dari 34,96 juta orang pada
Maret 2008 menjadi 32,53 juta orang pada Maret 2009. Jumlah penduduk miskin di daerah
76
perdesaan turun lebih tajam daripada di daerah perkotaan. Selama periode Maret 2008 -
Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta orang, sementara
di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang. Persentase penduduk miskin di perkotaan
dan perdesaan pada periode Maret 2008 - Maret 2009 tidak banyak berubah, masing-
masing mengalami penurunan sebesar 0,93% dan 0,58%. Penurunan jumlah dan
persentase penduduk miskin selama periode Maret 2008-Maret 2009 antara lain
disebabkan oleh perkembangan pesat pertumbuhan ekonomi selama periode tersebut yang
mendorong bertambahnya luasnya kesempatan kerja akibat banyak berdirinya hotel,
restoran, ataupun perusahaan-perusahaan baru lainnya.
Tabel 6.5. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Menurut Daerah di Sulawesi Utara
Makanan Bukan Makanan Total
PedesaanMaret 2007 117,516 31,924 149,440 171.00 13.80Maret 2008 128,498 33,935 162,433 150.90 12.04Maret 2009 141,599 36,672 178,271 140.31 11.05Kota & DesaMaret 2007 119,827 36,723 156,550 250.10 11.42Maret 2008 129,781 38,378 168,160 223.50 10.10Maret 2009 143,512 41,260 184,772 219.57 9.79
TahunGaris Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
% Penduduk Miskin
Jumlah Penduduk
Miskin
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh Garis
Kemiskinan. Semakin tinggi Garis Kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong
sebagai penduduk miskin. Selama periode Maret 2008 – Maret 2009, garis kemiskinan naik
sebesar 9,88% yaitu dari Rp.168.160,- per kapita per bulan pada Maret 2008 menjadi
Rp184.772,- per kapita per bulan pada Maret 2009. Dengan memperhatikan komponen
Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis
Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih
besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan
dan kesehatan). Pada Maret 2008, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 77,18%, tetapi
pada Maret 2009, peranannya meningkat mencapai 77,67%.
Selanjutnya penduduk miskin dapat dibedakan menjadi dua yaitu miskin kronis (chronic
poor) dan miskin sementara (transient poor). Miskin kronis adalah penduduk miskin yang
berpenghasilan jauh di bawah garis kemiskinan dan biasanya tidak memiliki akses yang
cukup terhadap sumber daya ekonomi, sedangkan miskin sementara adalah penduduk
miskin yang berada dekat garis kemiskinan. Jika terjadi sedikit saja perbaikan dalam
77
Tahun Kota Desa Total
Maret 2007 1.30 2.33 1.88
Maret 2008 1.08 1.87 1.53
Maret 2009 1.27 1.77 1.55
Maret 2007 0.31 0.60 0.47
Maret 2008 0.30 0.45 0.38
Maret 2009 0.32 0.39 0.36
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
ekonomi, kondisi penduduk yang termasuk kategori miskin sementara ini bisa meningkat
dan statusnya berubah menjadi penduduk tidak miskin.
Pada periode Maret 2008 - Maret 2009, Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung tidak
berubah. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata
pengeluaran penduduk miskin cenderung sama
dengan kondisi periode yang lalu mendekati
garis kemiskinan begitu pula dengan
ketimpangan pengeluaran diantara penduduk
miskinnya.
C. Rasio Gini
Rasio gini merupakan ukuran kemerataan tingkat pendapatan yang dihitung dengan
membagi luas antara garis diagonal dan kurva lorent dengan luas segi tiga di bawah garis
diagonal. Nilai Rasio Gini terletak antara 0 dan 1, nilai rasio Gini yang mendekati 0 maka
tingkat ketimpangan pendapatan sangat rendah, artinya distribuso pendapatan merata dan
apabila nilainya mendekati 1 maka tingkat ketimpangan pendapatan tinggi.
Perkembangan angka rasio gini Sulawesi Utara dalam 3 (tiga) tahun terakhir relatif tetap.
Berdasarkan data terakhir pada tahun 2007 indeks gini tercatat 0,32, relatif tidak berubah
dibandingkan indeks gini Tahun 2005 lalu yang juga sebesar 0,32. Namun demikian
berdasarkan strukturnya, persentase pendapatan yang dinikmati oleh 20% penduduk
berpenghasilan tertinggi menjadi semakin meningkat dari 40,70% menjadi 41,24%. Faktor
yang mempengaruhi peningkatan kesenjangan ini adalah dampak kenaikan harga BBM
yang menyebabkan kelompok 40% penduduk berpenghasilan rendah terpukul. Fenomena
yang menarik adalah terjadinya shifting dari sebagian penduduk di kelompok 40%
menengah ke 40% ke bawah dan 20% teratas.
Tabel 6.7. Rasio Gini Provinsi Sulawesi Utara
40% populas i dengan
pendapatan terendah
40% populas i dengan
pendapatan moderat
20% populas i dengan
pendapatan tertinggi
R as io Gini
40% populas i dengan
pendapatan terendah
40% populas i dengan
pendapatan moderat
20% populas i dengan
pendapatan tertinggi
R as io Gini
S ulawesi Utara 20,03 39,27 40,70 0,32 21,19 37,57 41,24 0,32
P rovins i
20072005
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 6.6. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan
Kemiskinan Menurut Daerah di Sulawesi Utara
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
78
D. IPM (Indeks Pembangunan Manusia)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Utara di Tahun 2008 tercatat sebesar
75,16 atau turun 0,84 poin dari angka IPM 2007 sebesar 76. Pencapaian ini menempatkan
IPM Sulawesi Utara menempatkan posisi No.2 dari seluruh provinsi di Indonesia, sama
seperti tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan komponen pembentuknya, penurunan angka
IPM dibandingkan tahun sebelumnya teruma disebabkan oleh turunnya angka harapan
hidup masyarakat Sulawesi Utara dari 74,4 tahun menjadi 72,01 tahun, sedangkan 3 (tiga)
komponen IPM lainnya yaitu angka melek hurup, rata-rata lama sekolah dan rata-rata
pengeluaran riil per kapita justru mengalami peningkatan.
Tabel 6.8. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Provinsi Sulawesi Utara Periode 2002 – 2008
Komponen IPM 2005 2006 2007 2008
Angka Harapan Hidup 71.70 71.80 74.40 72.01Angka Melek Huruf 99.30 99.30 99.30 99.31Rata-Rata Lama Sekolah 8.80 8.80 8.80 8.80Pengeluaran Riil/Kapita (000 Rp) 616.10 616.90 619.40 625.58IPM 74.20 74.40 76.00 75.16
Peringkat Nasional 2 2 2 2
Berdasarkan wilayah administrasinya, IPM di seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara di
Tahun 2008 menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan (turun)
dibandingkan Tahun 2007. Kota Manado mencatat peringkat IPM tertinggi dari
kabupaten/kota se- Sulawesi Utara yaitu diperingkat 13 secara nasional, turun 5 peringkat
di tahun sebelumnya yang saat itu berada di peringkat 8 nasional. Peringkat IPM terendah
dialami oleh Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yaitu diperingkat 180 nasional turun
dibandingkan tahun sebelumnya berada diperingkat 147 nasional. Sementara itu menurut
komponen penyusun IPM, angka harapan hidup tertinggi pada Tahun 2008 dialami oleh
Kota Manado (72,37 tahun), sedangkan yang terendah dialami Kabupaten Minahasa
Tenggara (68,31). Untuk angka melek huruf, Kota Manado dan Kota Tomohon mencatat
angka melek huruf tertinggi yaitu sebesar 99,83 sedangkan yang terendah dialami oleh
Kab. Bolaang Mongondow sebesar 98,22. Untuk rata-rata lama sekolah, Kota Manado
mencatat yang tertinggi (10,58), sedangkan yang terendah (7,39). Sedangkan nilai
pengeluaran per kapita tertinggi dicatat oleh Kota Manado (631,88) sedangkan Kab. Kep.
Sitaro (Siau Tagulandang Biaro) mencatat pengeluaran per kapita yang terendah (605,77).
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
79
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Kab/KotaAngka
Harapan Hidup
Angka Melek Huruf
Rata-rata Lama
sekolah
Pengeluaran per Kapita (000
rp)Kab.Bolaang Mongondow 71.19 98.22 7.39 608.55
Kab.Minahasa 72.18 99.52 8.80 619.74
Kab.Kep.Sangihe 72.50 98.50 7.70 628.55
Kab.Kep.Talaud 71.29 99.30 8.47 623.35
Kab.Minahasa Selatan 71.89 99.40 8.54 610.86
Kab.Minahasa Utara 72.20 99.68 9.07 622.71
Kab.Bolaang Mongondow Utara 69.45 98.30 7.10 620.13
Kab.Kep.Siau Tagulandang Biaro 69.77 99.38 8.08 605.77
Kab.Minahasa Tenggara 68.31 99.61 8.24 623.27
Kota Manado 72.37 99.83 10.58 631.88
Kota Bitung 70.20 99.03 9.20 628.47
Kota Tomohon 72.16 99.83 9.60 621.61
Kota Kotamobagu 71.35 99.49 8.85 620.26
Sulawesi Utara 72.01 99.31 8.80 625.58
Tabel 6.10. Komponen Penyusun IPM di Kab/Kota
di Sulawesi Utara Tahun 2008
2007 2008 2007 2008
Kab.Bolaang Mongondow 74.00 72.11 118 158 ↓
Kab.Minahasa 76.40 74.86 54 66 ↓
Kab.Kep.Sangihe 76.00 74.67 63 70 ↓
Kab.Kep.Talaud 75.60 74.38 67 79 ↓
Kab.Minahasa Selatan 75.30 73.79 77 89 ↓
Kab.Minahasa Utara 76.70 75.33 42 56 ↓
Kab.Bolaang Mongondow Utara 73.30 71.84 147 180 ↓
Kab.Kep.Siau Tagulandang Biaro 73.30 71.87 145 175 ↓
Kab.Minahasa Tenggara 74.10 72.58 113 142 ↓
Kota Manado 78.60 77.28 8 13 ↓
Kota Bitung 76.10 74.61 59 71 ↓
Kota Tomohon 77.00 75.65 34 50 ↓
Kota Kotamobagu 75.90 74.46 65 74 ↓
Sulawesi Utara 76.00 75.16 2 2 Tetap
Peringkat NasionalIPMKab/Kota Ket
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 6.9. IPM Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara dan
Peringkatnya Secara Nasional
80
21,1
139,6
5,5 4,1 4,56
Manado
Minsel
Minut
Tomoh
on
Boltim
Bolsel
Bitung
Anggaran Pilkada Kab/Kota di Sulut
Jumlah (dlm milyar rupiah)
13,28
88,71
15
Jumlah (dlm milyar rupiah)
Panwas
KPU
Pengamanan
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN
7.1. Prospek Ekonomi Makro
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II – 2010 diperkirakan akan mengalami
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Faktor pendorong
pertumbuhan diantaranya adalah penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di 7
kabupaten/kota dan provinsi yang direncanakan akan dilaksanakan secara serentak paling
akhir triwulan II - 2010. Penyelenggaraan Pilkada diperkirakan tidak hanya meningkatkan
aktivitas konsumsi swasta namun juga belanja pemerintah tercermin dari besarnya alokasi
dana Pilkada yang mencapai Rp180 milliar yang terdiri Rp116 milliar di tingkat provinsi dan
Rp64 miliar di tingkat kabupaten/kota. Meningkatnya aktivitas konsumsi antara lain
tercermin dari maraknya pemasangan baliho, spanduk, iklan bakal calon kepala daerah di
berbagai sudut kota khususnya Kota Manado termasuk pula melalui media massa dan
media telekomunikasi.
Masa liburan sekolah di akhir triwulan II – 2010 diperkirakan juga akan mendorong
peningkatan aktivitas konsumsi khususnya konsumsi rumah tangga. Selain itu, mulai
direalisasikannya kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri sebesar 5% pada April 2010 juga
diprediksi akan mendorong potensi pembelanjaan masyarakat sehingga akan meningkatkan
aktivitas ekonomi. Kondisi ini antara lain dapat dikonfirmasi melalui peningkatan optimisme
masyarakat terhadap kondisi ekonomi 3 bulan mendatang (termasuk tingkat penghasilan)
Grafiik 7.1. Alokasi Dana Pilkada Tingkat Provinsi 2010
Grafiik 7.2. Alokasi Dana Pilkada Tingkat Kabupaten/Kota 2010
Sumber : Manado Post, diolah
81
tercermin dari naiknya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dari indeks 131,8 pada Juni 2009
menjadi 155,17 pada Juni 2010.
Kinerja perdagangan luar negeri diperkirakan juga akan mengalami peningkatan. Setelah
terpengaruh oleh dampak krisis ekonomi global di Tahun 2009 lalu, maka di Tahun 2010
kinerja ekspor diperkirakan akan meningkat. Hal ini seiring dengan membaiknya harga
komoditas dunia yang mendorong minat eksportir lokal untuk meningkatnya volume
penjualannya ke luar negeri. Sementara itu, implementasi ASEAN China Free Trade Area
(ACFTA) belum berpengaruh terhadap menurunnya permintaan dunia terhadap komoditas
ekspor Sulawesi Utara. Hal ini cukup beralasan karena sebagian besar komoditi ekspor
merupakan komoditas pertanian/primer. Hal ini diperkuat dengan hasil Survei Liason yang
menunjukan bahwa sebagain besar debitur bank umum dan BPR di Sulawesi Utara belum
merasakan pengaruh ACFTA. Demikian pula halnya dengan beberapa perusahaan yang
bergerak di sektor pertanian dan perikanan yang tetap optimis bahwa pemberlakuan
ACFTA akan meningkatkan kinerja ekspor perusahaan mereka.
Atas dasar berbagai asumsi tersebut, maka pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara di
triwulan II – 2010 diperkirakan akan bergerak pada kisaran 7,4 ± 0,5%. Beberapa sektor
yang diperkirakan akan mengalami percepatan pertumbuhan pada triwulan mendatang
adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), sektor jasa-jasa dan sektor
bangunan. Perkiraan ini didukung antara lain oleh Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) yang mengindikasikan bahwa ekpektasi realisasi kegiatan usaha di triwulan II - 2010
diperkirakan akan meningkat bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Grafiik 7.3. Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
Sumber : Survei Konsumen Kota Manado
60 70 80 90
100 110 120 130 140 150 160
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J
2008 2009 2010
82
7.2. Prakiraan Inflasi
Tekanan inflasi Kota Manado selama triwulan II – 2010 diperkirakan akan cenderung
meningkat seiring dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah berupa kenaikan harga
pupuk bersubsidi per tanggal 9 April 2010 rata-rata sebesar ±35%. Kenaikan harga pupuk
bersubsidi ini berpotensi akan meningkatkan biaya produksi produk pertanian yang pada
tahap berikutnya akan mendorong kenaikan harga jual. Namun demikian, dampak kenaikan
harga pupuk bersubsidi ini diperkirakan minimal, disebabkan pangsa komponen pupuk rata-
rata hanya 10-15% dari total biaya produksi sektor pertanian.
Tabel 7.1. Perkembangan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi
s/d Trw I 2010 (Rp/Kg)
Per 9 April 2010 (Rp/Kg)
Perubahan (%)
Harga Berdasarkan Permentan 32/2010
Urea 1200 1600 33,33 1600
NPK/Ponskha 1750 2300 31,43 2300
Superposfat 1550 ‐ ‐ ‐
SP36 ‐ 2000 ‐ 2000
ZA 1050 1400 33,33 1400
NPK Pelangi 1840 2300 25,00 2300
Petroganik ‐ 700 ‐ 700
Jenis Pupuk
Harga Eceran Tertinggi (HET)
Sumber : Survei dan Berbagai Media,diolah
Pencapaian tingkat inflasi yang rendah dan stabil membutuhkan pula ketersediaan
infrastruktur yang memadai termasuk kelistrikan. Hingga saat ini kondisi kelistrikan di
Sulawesi Utara masih mengalami defisit dimana kebutuhan akan listrik masih lebih tinggi
dibandingkan pasokan yang mampu dipenuhi oleh PT. PLN (Perusahaan Listrik Negara),
akibatnya daftar tunggu pelanggan baru dari waktu ke waktu terus meningkat. Hal ini
tentunya membutuhkan perhatian kita bersama. Faktor lain yang berpotensi memberikan
tekanan terhadap harga adalah meningkatnya aktivitas konsumsi selama masa kampanye
Pilkada Gubernur dan 7 walikota/bupati baik berasal dari konsumsi rumah tangga,
perusahaan maupun belanja pemerintah. Perhelatan pilkada ini rencananya akan sedikit
mengalami pergeseran dari Mei 2010 mundur menjadi Juli 2010. Selain itu, realisasi
kenaikan gaji bagi PNS, TNI/Polri di Tahun 2010 sebesar 5% pada April 2010 juga akan
meningkatan daya beli masyarakat.
Kecenderungan meningkatnya tekanan harga di triwulan mendatang dapat pula
dikonfirmasi dengan perkembangan indeks ekspektasi konsumen yang meliputi ekspektasi
penghasilan, ekspektasi ekonomi dan ekspektasi ketersediaan lapangan kerja.
Kecenderungan meningkatnya ekspektasi konsumen mengindikasikan bahwa tekanan
83
terhadap harga dari sisi permintaan akan meningkat di triwulan mendatang. Sementara itu,
dari sisi penawaran pasokan barang dan jasa diperkirakan tidak akan mengalami
permasalahan berarti tercermin dari relatif tidak banyak berubahnya indeks ketersediaan
barang dan jasa dibandingkan periode-periode sebelumnya.
.
Di samping faktor-faktor yang ditenggarai memicu inflasi, terdapat pula beberapa faktor
yang berkontribusi bagi kestabilan harga barang dan jasa pada triwulan mendatang
diantaranya perkiraan relatif baiknya kondisi iklim, berlangsungnya masa panen serta
terkendalinya ekspektasi inflasi melalui keberadaan forum diskusi inflasi yang melibatkan
Bank Indonesia, pemerintah provinsi, perbankan dan pelaku usaha. Berdasarkan asumsi-
asumsi di atas, maka laju inflasi Kota Manado di triwulan mendatang diperkirakan sebesar
4,29% (yoy), lebih tinggi dibandingkan akhir triwulan I – 2010 dan periode yang sama
tahun lalu yang tercatat masing-masing sebesar 1,84% (yoy) dan 2,25% (yoy).
7.3. Prospek Perbankan
Perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan II – 2010
diperkirakan masih cukup baik. Kebijakan Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan
suku bunga acuannya (BI rate) sebesar 6,5% mendorong perbankan untuk lebih ekspansif
dalam melakukan pembiayaan yang didukung oleh kecenderungan menurunnya suku
bunga kredit. Sementara itu, jumlah Dana Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun pada
triwulan mendatang diperkirakan akan mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh
potensi meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat seiring dengan realisasi kenaikan gaji
PNS, TNI/Polri sebesar 5% pada April 2010, dimulainya panen raya cengkeh, dan potensi
membaiknya kinerja ekspor Sulawesi Utara.
Grafik 7.4. Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen (SEK)
Grafik 7.5. Indeks Ketersediaan Barang dan Jasa
60
80
100
120
140
160
180
J F M A M J J A S O ND J F MA M J J A S O N D J F M AM J
2008 2009 2010
Ketersediaan Barang dan Jasa
60
80
100
120
140
160
180
200
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J
2008 2009 2010
Ekspektasi PenghasilanEkspektasi EkonomiEkspektasi Ketersediaan Lap. Kerja
Sumber : Survei Konsumen Kota Manado Sumber : Survei Konsumen Kota Manado
84
Grafik 7.6. Ekspektasi Tingkat Suku Bunga
Sumber : Survey Konsumen Kota Manado
Hasil rekapitulasi Rencana Bisnis Bank (RBB) 2010 menunjukkan bahwa perbankan Sulawesi
Utara optimis untuk terus meningkatkan penyaluran kreditnya hingga 25 – 30%, lebih
tinggi dibandingkan target penyaluran kredit secara nasional yang hanya berada pada
kisaran 17%. Menurut sektor ekonominya, sektor PHR (Perdagangan, Hotel dan Restoran),
sektor konstruksi, sektor jasa dunia usaha dan konsumsi masih menjadi fokus utama dalam
portofolio kredit di Sulawesi Utara. Sedangkan pembiayaan di sektor pertanian diperkirakan
akan mengalami banyak tantangan sehubungan dengan tingginya rasio NPL (Non
Performing Loan) di sektor pertanian. Oleh karena itu, sinkronisasi program di masing-
masing dinas dan kerjasama yang lebih erat antara BI, perbankan dan pemerintah daerah
perlu ditingkatkan agar upaya mewujudkan Sulawesi Utara berswasembada beras di Tahun
2010 ini dapat terwujud, tentunya dukungan pembiayaan dari perbankan sangatlah
dibutuhan dengan tetap menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian perbankan.
85
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan
hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu M.t.M Month to Month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya. Q.t.Q Quarter to Quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan
sebelumnya. Y.o.Y Year on Year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Inflasi Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan.
Volatile Food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Administered Price
Salah satu disagregasi inflasi , yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah.
M1 Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral
M2 Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indicator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing).
Mo Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank sentral.
Uang Kartal Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral Terdiri dari rekening giro masyarakat masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.
NIM Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
NPLs Singkatan dari non performing loan disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
Restrukturisasi Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur
86
kredit dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.
UMKM Singkatan dari Sektor Usaha Mikri, Kecil Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 Juta s/d Rp 5 Milyar.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
Inflow Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum.
Outflow Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow Selisih antara outflow and inflow.PTTB Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik
uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalm kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.