Protes Tani Klaten
-
Upload
nurul-maghfiroh-el-rasheed -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
description
Transcript of Protes Tani Klaten
LOCAL HISTORY
LANDREFORM DAN GERAKAN PROTES PETANI KLATEN 1959-1965
Disusun oleh :
Nurul Maghfiroh El-Rashid
1304284054
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
PENDIDIKAN SEJARAH
Pendahuluan
Sejarah agraria merupakan salah satu bagian dari studi sejarah yang menarik dan
sering menjadi ladang penelitian banyaj peneliti baik dari dalam maupun luar negri.
Masyarakat pedesaan yang menjadi obyek kajian sejarah agraria ini tidak lepas dari
struktur-struktur yang melingkupi kehidupannya. Oleh karena itu studi sejarah agraria tidak
bisa lepas dari unsure-unsur social masyarakat pedesaan tersebut.
Studi tentang sejarah agraria banyak sekali mewarnai khasanah intelektualitas
sejarah di Indonesia, baik itu dilakukan oleh sejarawan local maupun luar negeri, tentunya
dengan perspektif yang berbeda-beda. Hal ini seiring dengan karakteristik studi sejarah itu
sendiri bahwa studi sejarah tidak berhenti terhadap satu perspektif saja, namun terbuka
untuk perspektif-perspektif baru sesuai dengan sumber-sumber dan bukti-bukti baru yang
kredibel. Studi sejarah agraria tentunya bersifat demikian, sebagaimana disinggung diatas
bahwa obyak studi agraria bukan hanya mengenai system penguasaan, pengelolaan,
pemanfaatan tanah saja, melainkan juga lingkup-lingkup social masyarakat pendukung
kehidupan agraris tersebut menjadi salah satu variable penelitian yang tidak bisa
dikesampingkan. Misal stuktur social masyarakat agraris, pola kepemimpinan, adat dan
tradisi, agama dan kepercayaan, serta factor-faktor politik.
Buku yang berjudul Landreform dan Gerakan Protes Petani Klaten 1959-1965 karya Soegijanto Padmo ini merupakan salah satu karya sejarah yang komprehensif yang
berbicara tentang masalah-masalah ekonomi agraris yang dihubungkan dengan masalah-
masalah social, dalam kasus ini adalah gerakan social petani menentang ketidakadilan
dalam bidang ekonomi yang menimpa mereka. Buku ini merupakan hasil penelitian studi
tentang suatu peristiwa (case study) yang terjadi di daerah Klaten. Scope temporalnya
adalah antara tahun1959 sampai dengan 1965. Diakui penulis buku ini bahwa studi
tentang masalah konflik di daerah pedesaan telah banyak digarap oleh banyak ahli. Misal
Margo Lyon tentang pelaksanaan Landreform di Indonesia, dengan menitikberatkan
perhatiannya pada konflik social politik yang berhubungan dengan Landreform.
Sementara Rex Mortimer meneliti tentang peranan PKI di dalam konflik social yang terjadi
di Indonesia. Penelitian Mortimer ini dianggap PKI-sentris karena sebagian besar sumber
yang digunakan terdiri dari penerbitan PKI.
Studi tentang kawasan Klaten pun tidak luput dari perhatian peneliti. N.Daldjoeni
meneliti tentang kepadatan penduduk dan involusi pertanian. Sementara Bintarto lebih
banyak melihat kepadatan penduduk dengan akibat-akibat yang ditimbulkannya tehadap
masalah-masalah social.
Berbekal penelitian sebelumnya tersebut peneliti tentunya telah mengantongi
celah-celah yang belum tersentuh dalam penelitian sebelumnya. Terlebih studi sejarah
mempunyai kekhasan sendiri terhadap suatu obyek kajiannya. Dalam penelitian tentang
gerakan social masyarakat pedesaan khususnya petani, Sartono Kartodirdjo memberikan
batasan bahwa ada tiga jenis gerakan, pertama, gerakan protes yang menentang
pemaksaan baik dari tuan tanah maupun pemerintah, kedua gerakan yang menginginkan
terciptanya dunia baru yang adil, dan ketiga, gerakan yang ingin membangkitkan kejayaan
atau kesentausaan jaman lampau (Kartodirdjo, 1973). Bertolak dari jenis gerakan tersebut
maka gerakan petani dalam penelitian ini termasuk jenis yang pertama.
Kondisi wilayah Klaten
Wilayah Klaten merupakan wilayah yang subur, lumbung padi jawa Tengah.
Wilayah barat laut wilayah klaten ini merupakan daerah tanah tegalan sedangkan wilayah
selatan merupakan daerah tanah sawah. Wilayah klaten memiliki kepadatan penduduk
yang tinggi dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya di karesidenan Surakarta.
Kepadatan penduduk tersebut diakibatkan sedikitnya angka penduduk yang merimigrasi
ke luar kota. Mereka kebanyakan menetap dalam wilayah Klaten dengan berprofesi
sebagai petani mencapai 60 %. Sedangkan luas area sawah di wilayah ini sendiri
mencapai 57,17 % dari jumlah keseluruhan luas wiayah Klaten. Dari 60 persen petani
tersebut 41,8 persen merupakan petani yang mempunyai tanah (pemilik tanah).
Sedangkan 58,2 persen tidak mempunyai tanah. Dari keseluruhan jumlah petani yang
tidak mempunyai tanah tersebut hanya 36 persen yang berhasil menjadi penyewa atau
penggarap tanah. Dengan demikian sebagian besar petani tidak mempunyai kejelasan
pekerjaan, sehingga mungkin menjadi buruh tani tidak tetap.
Fenomena demikian tak pelak merupakan konsekuensi system feudal yang masih
dipegang oleh masyarakat agraris. Stratifikasi social berdasarkan penguasaan tanah
seperti ini menjadikan mobilisasi social terjadi lambat sifatnya vertical. Mobilitas vertical
merupakan salah satu gejala yang menunjukkan adanya dinamika social di dalam
masyarakat pedesaan. Gejala lain yang sering tampak sebagai dinamika social adalah
proses agricultural ladder. Yakni suatu proses pemelaratan yang terus menerus.
Kondisi politik wilayah Klaten dikuasai oleh PKI. Klaten menjadi basis PKI karena
merupakan wilayah pertanian yang potensial. Selain itu partai politik lainnya yang
berkembang di Klaten adalah PNI dan Masyumi, serta partai politik lainnya.
Persoalan mulai muncul ketika sistem-sistem baru yang menggantikan sistem-
sistem adat tidak mampu berkolaborasi dengan masyarakat dan menimbulkan gejolak di
dalam masyarakat pedesaan tersebut. System baru tersebut ada kalanya berbentuk
undang-undang, peraturan pemerintah, ketentuan-ketentuan dan lain sebagainya, yang
pada intinya dimaksudkan untuk memudahkan masyarakat didalam menjalin hubungan
dengan masyarakat lainnya dalam urusan social dan ekonomi. Namun dalam prakteknya
niat baik tersebut tidak sesuai dengan harapan.
Menarik apabila kita lihat kebelakang bahwa Klaten merupakan wilayah
karesidenan Surakarta. Yang mana daerah bekas Kasunanan Surakarta merupakan
lingkungan Hukum Adat. Secara kronologis perkembangan hak atas tanah di daerah
Vorstenlanden dapat dibagi menjadi tiga periode: 1) Masa “Apanage Stelsel” sampai masa
“Reorganisasi Kompleks pada tahun 1917”. 2) Masa setelah “Reorganisasi Komplek”
sampai masa “Rijksbladen tahun 1938”. 3) Masa setelah “Rijksbladen tahun 1938” sampai
masa “Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria” yang selanjutnya disingkat UUPA-pada
1960 (Arthy Soedjono:1969). Adanya perkembangan hak atas tanah ini mengakibatkan
perubahan pola penguasaan tanah masyarakat.
Metode Penelitian Sejarah
Soegijanto Padmo dengan baik meramu data-data mengenai pemilik lahan serta
jumlah petani, sehingga kita diyakinkan dengan data tersebut. Termasuk juga penjelasan
mengenai faktor-faktor kehidupan ekonomi pedesaan. Sebelum menjelaskan topic utama
dalam penelitian ini yaitu masalah Landreform dan gerakan protes petani, peneliti terlebih
dahulu mengungkap segi-segi penguasaan tanah, termasuk undang-undangnya,
kemudian persoalan distribusi lahan tanag terhadap petani, termasuk juga lembaga-
lembaga penunjang misalnya lembaga gadai, sewa dan lain sebagainya. Tentunya dengan
paparan data-data tersebut pembaca dapat mengetahui latar belakang kondisi masyarakat
Klaten sebelum masuk kepada persolan gerakan protes tersebut.
Penulisan sejarah, apapun bentuknya, terdapat hal-hal yang secara metodologis
maupun teoretis yang menarik untuk kita simak. Penulis dalam melakukan penelitian ini
menggunakan sumber-sumber primer berupa surat kabar, dokumen, dan sumber lisan.
Sumber sekunder diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya. Yang menarik disimak disini
adalah bahwa dalam meneliti sejarah diperlukan keterampilan khusus, serta trik-trik yang
harus dimiliki seorang peneliti. Dalam mencari data dari sumber lisan penulis tidak segan-
segan untuk melakukan pendekatan cultural terhadap narasumbernya disamping
pendekatan structural, atau kombinasi antara kedua pendekatan tersebut. Hal ini
diperlukan untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi sumber sejarah, terutama
sumber lisan. Pendekatan secara cultural atau pendekatan emosional merupakan metode
yang tidak diajarkan didalam kelas perkuliahan, namun dapat kita pelajari di lapangan,
atau kita ,mempelajarinya dari pengalaman peneliti lain, misal apa yang telah dilakukan
Soegijanto dalam penelitian ini. Beliau tidak segan-segan untuk membangun keakraban
dengan narasumber meskipun dengan sebatang rokok. Sekali lagi, penelitian sejarah
adalah keterampilan mencari sumber.