PROSIDING - unri.ac.id · 2021. 1. 2. · Konferensi Nasional Teknik Sipil 13 Banda Aceh, 19-20...

12
Banda Aceh, 19-21 September 2019 Inovasi Sains dan Teknologi dalam Penerapan Infrastruktur Berbasis Mitigasi Bencana dan Berwawasan LingkunganVolume I: Struktur, Material, Manajemen Rekayasa Konstruksi PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK SIPIL KE-13 ISBN: 978-979-98659-6-0

Transcript of PROSIDING - unri.ac.id · 2021. 1. 2. · Konferensi Nasional Teknik Sipil 13 Banda Aceh, 19-20...

  • Banda Aceh, 19-21 September 2019

    “Inovasi Sains dan Teknologi dalam Penerapan Infrastruktur Berbasis Mitigasi Bencana dan

    Berwawasan Lingkungan”

    Volume I:

    Struktur, Material, Manajemen Rekayasa Konstruksi

    PROSIDING

    KONFERENSI NASIONAL TEKNIK SIPIL KE-13

    ISBN: 978-979-98659-6-0

  • COVER INSIDE

    PROSIDING

    Benazir, Luky Handoko, Han Ay Lie, Widodo Kushartomo,

    Ahmad Muhajir, Alfi Salmannur, Nina Shaskia, Yulfa Devi

    Muhaira, Cut Izzah Kemala, Shofiyyah Putri Anjani

    JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS SYIAH KUALA

    Jl. Syeh Abdurrauf No. 7 Darussalam, Banda Aceh, 23111 Indonesia.

    Phone: (0651) 7552222

    Email: [email protected]

    Inovasi Sains dan Teknologi dalam Penerapan

    Infrastruktur Berbasis Mitigasi Bencana dan

    Berwawasan Lingkungan

    Banda Aceh, 19-21 September 2019

    KONFERENSI NASIONAL TEKNIK SIPIL KE-13

    [KoNTekS-13]

    VOLUME I

    Struktur, Material, Manajemen Rekayasa Konstruksi

    ISBN: 978-979-98659-6-0

  • Konferensi Nasional Teknik Sipil (KoNTekS) - 13 “Inovasi Sains dan Teknologi dalam Penerapan Infrastruktur Berbasis Mitigasi Bencana dan

    Berwawasan Lingkungan”

    i PROSIDING KoNTekS-13 (Volume I)

    PENYELENGGARA DAN SPONSORSHIP KEGIATAN

    KONFERENSI NASIONAL TEKNIK SIPIL KE-13

    (KoNTekS-13)

    Diselenggarakan oleh:

    Disponsori oleh:

    Banda Aceh, 19-21 September 2019

  • Konferensi Nasional Teknik Sipil (KoNTekS) - 13 “Inovasi Sains dan Teknologi dalam Penerapan Infrastruktur Berbasis Mitigasi Bencana dan

    Berwawasan Lingkungan”

    xx PROSIDING KoNTekS-13 (Volume I)

    Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Tipe Pelampung di Perairan

    Balaesang Tanjung Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah

    (Setiyawan dan Irwan) ........................................................................................... 652

    Studi Awal Penggunaan Pompa Vakum-Hidram dalam Mengatasi Kekurangan

    Air pada Lahan Perbukitan (Maimun Rizalihadi, Mahmuddin, Ziana) ................. 663

    Pemilihan Model Hujan Aliran Sebagai Dasar Pengelolaan Alokasi Air di DAS

    Bedadung Kebupaten Jember (Gusfan Halik, Triesca Wahyu N., Wiwik

    Yunarni, Hernu S., Entin Hidayah) ........................................................................ 675

    TEMA H: LINGKUNGAN ....................................................................................... 683

    Penilaian Kualitas Air Hujan di Wilayah Pesisir untuk Pasokan Air Bersih

    Rumah Tangga (Joleha, Aras Mulyadi, Wawan, Imam Suprayogi) ...................... 684

    Pendekatan Model Sistem Dinamis untuk Mensimulasikan Kebijakan

    Konservasi Air Tanah Berkelanjutan di Jakarta, Indonesia (Erna Savitri) ............ 691

    Pengaruh Alam dan Tataguna Lahan terhadap Sungai Babon (Djoko Suwarno,

    Budi Santosa, Dimas Jalu Setyawan, Revangga Dandha Pratama) ....................... 703

    Penerapan Konsep Green Construction pada Pembangunan Gedung Fakultas

    Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala (Afwan Muhajir, Febriyanti

    Maulina, Buraida) .................................................................................................. 708

    TEMA I: MITIGASI BENCANA.............................................................................. 716

    Model Optimasi Pengunaan Sumber Daya Air dan Penataan Muara Sungai

    Ayung untuk Kawasan Ekowisata di Kota Denpasar (I Gusti Agung Putu

    Eryani, Putu Gede Suranata, Cok Agung Yujana) ................................................. 717

    Analisis Respons Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa dengan Base

    Isolation High Damping Rubber Bearing (Syahnandito, Reni Suryanita,

    Ridwan) .................................................................................................................. 728

    Evaluasi Ketersediaan Fasilitas Aksesibilitas bagi Penyandang Difabel pada

    Bangunan Gedung Laboratorium Keteknikan Universitas Teuku Umar

    (Samsunan dan Chaira) .......................................................................................... 739

    Monitoring Kerentanan Gedung Pemerintahan akibat Beban Gempa

    Menggunakan Metode Rapid Visual Screening (Studi Kasus: Gedung

    Pemerintahan Indragiri Hulu) (Sri Agustin, Reni Suryanita, Zulfikar Djauhari)

    ............................................................................................................................... 745

    Identifikasi Potensi Banjir, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta (Rr.Rintis

    Hadiani, Solichin, Adi Yusuf Muttaqien) .............................................................. 754

    Kegagalan Struktur Bangunan dan Jembatan Saat Gempa Palu 28 September

    2018 (Anwar Dolu, I Ketut Sulendra, Juni Hasan, I Gusti Made Oka) ................. 759

    Konfirmasi Kecepatan Gelombang Geser (Vs30) antara Data USGS dengan

    Hasil Penelitian Lapangan (Anggit Mas Arifudin) ................................................ 769

    Tantangan Pembangunan Infrastruktur Pasca Pemutakhiran Peta Sumber dan

    Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 (Faiz Sulthan, Maya Angraini, Maressi

    Arasti Meuna) ........................................................................................................ 777

  • Konferensi Nasional Teknik Sipil 13 Banda Aceh, 19-20 September 2019

    PENILAIAN KUALITAS AIR HUJAN DI WILAYAH PESISIR UNTUK PASOKAN AIR

    BERSIH RUMAH TANGGA

    Joleha1), Aras Mulyadi 2), Wawan3), Imam Suprayogi 4)

    1)4)Jurusan Teknik Sipil, Universitas Riau, Kampus Bina Widya Km. 12,5 Sp.Panam Pekanbaru

    1)Email: [email protected] 4)Email: [email protected]

    2)Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Riau, Kampus Bina Widya Km. 12,5 Sp.Panam Pekanbaru

    Email: [email protected] 3)Program Studi Magister Ilmu Pertanian, Universitas Riau, Kampus Bina Widya Km. 12,5 Sp.Panam Pekanbaru

    Email: [email protected]

    ABSTRAK

    Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan (interface) antara

    ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang

    sangat kaya. Namun masih terdapat sekitar 21,1% dari rakyat Indonesia yang masih mengalami

    masalah kekurangan air bersih. Wilayah yang mengalami permasalahan cukup pelik adalah Wilayah

    Pesisir. Ketersediaan air hujan merupakan satu-satunya sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk

    keperluan air minum. Ditinjau dari kualitas air hujan dibanding dengan air alami lainnya, air hujan

    merupakan air paling murni dalam arti komposisinya hampir mendekati H2O. Namun demikian, pada

    hakekatnya tidak pernah dijumpai air hujan yang betul-betul hanya tersusun atas H2O saja, berbagai

    faktor lingkungan telah mempengaruhi kualitas air hujan tersebut. Air hujan di daerah pantai juga

    terpengaruh oleh laut dengan segala aktifitas dan komposisi airnya. Untuk memastikan kualitas air

    hujan di daerah pesisir Kabupaten Indragiri Hilir maka perlu dilakukan pengujian kualitas air

    berdasarkan baku mutu sesuai dengan Persyaratan Kualitas Air Bersih dari Peraturan Menteri

    Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 416/MENKES/PER/IX/1990. Penelitian ini bertujuan untuk

    mengetahui kualitas air hujan di wilayah pesisir salah satunya di Kabupaten Indragiri Hilir. Kajian

    kualitas air hujan dilakukan dengan mengambil hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti

    sebelumnya di wilayah pesisir Kabupaten Indragiri Hilir, namun demikian hasil penelitian yang

    dilakukan di wilayah pesisir lain juga digunakan sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa seluruh hasil uji kualitas air hujan di wilayah pesisir adalah dalam baku mutu kualitas air bersih

    yang dipersyaratkan.

    Kata kunci: Wilayah Pesisir, Kualitas Air, Air Bersih, Air Hujan.

    1. PENDAHULUAN

    Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan (interface) antara ekosistem darat dan

    laut, serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya (Clark, 1996). Selain itu

    wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan yang masih

    dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan ke arah laut mencakup

    bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang ada di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar serta

    daerah yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Nontji, 2002).

    Wilayah pesisir merupakan salah satu wilayah yang tergolong sering mengalami kesulitan untuk mengakses air

    bersih. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (2007), sekitar 21,1% dari jumlah rakyat

    Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih. Hal ini tentunya juga bertentangan dengan salah satu tujuan

    yang tercantum dalam Millenium Development Goals (MDGs), yaitu “Ensure Environmental Sustainability” dengan

    salah satu sasarannya, yaitu mengurangi setengah dari total populasi yang hidup tanpa akses terhadap air dan

    sanitasi berkelanjutan.

    Sumber daya air di wilayah pesisir terdiri atas tiga jenis, yaitu air atmosferik (hujan), air permukaan, dan air tanah.

    Jumlah sumber daya air yang berasal dari air hujan akan sangat bergantung pada musim yang sedang berlangsung.

    Pada musim hujan air tersedia dalam jumlah yang banyak, dan kondisi sebaliknya ditemui pada musim kemarau

    (Delinom, 2007). Sumber daya air permukaan terdiri dari air sungai, saluran irigasi, danau alam, danau buatan

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]

  • (waduk), dan genangan rawa. Namun yang paling banyak dan biasanya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan air

    di wilayah pesisir adalah air hujan. Kualitas air tanah dan air permukaan di wilayah pesisir bersifat asam atau payau

    dan dan terinstrusi air laut, sehingga air hujan adalah satu-satunya air yang memadai dijadikan sumber air bersih di

    wilayah pesisir atau wilayah pulau (Joleha, 2019).

    Dalam upaya pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat, wilayah pesisir merupakan salah satu wilayah yang

    memanfaatkan teknologi pemanenan air hujan (PAH). PAH merupakan metode atau teknologi yang digunakan

    untuk mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan tanah, jalan atau perbukitan batu dan

    dimanfaatkan sebagai salah satu sumber suplai air bersih (UNEP, 2001; Abdulla et al., 2009). Air hujan merupakan

    salah satu sumber daya alam yang sangat cocok untuk dijadikan sebagai alternatif sumber air domestik dalam skala

    rumah tangga. Dalam skala rumah tangga, pemanenan air hujan adalah cara yang mudah dan murah untuk

    mendapatkan air bersih. Sejak permulaan abad ke-20, pemanenan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air domestik

    telah menjadi metode yang populer di negara-negara Afrika, Asia, dan America Latin (Basinger et al., 2010).

    Penggunaan air hujan sebagai salah satu alternatif sumber air sangat potensial untuk diterapkan di Indonesia

    mengingat Indonesia adalah negara tropis yang mempunyai curah hujan yang tinggi.

    Pemanfaatan air hujan diberbagai belahan dunia telah dimanfaatkan untuk kebutuhan pemenuhan air bersih seperti

    hasil penelitian yang dilakukan oleh Zang et al. (2009) di beberapa kota di Australia menyebutkan penggunaan air

    hujan dapat menghemat air bersih sampai 29,9% di Perth dan di Sydney kurang lebih 32,3%. Abdulla et al. (2009)

    menyatakan di Jordan pemanfaatan air hujan oleh penduduk sebagai alternatif sumber air bersih dapat mengurangi

    pemakaian air (potable water) hingga 19,7%. Selain untuk keperluan minum dan memasak, air hujan digunakan

    untuk perawatan taman, kebersihan di dalam dan di luar rumah. Untuk keperluan makan dan minum tentu

    membutuhkan pengolahan lebih lanjut walaupun tidak terlalu rumit.

    Kajian UNEP (United Nations Environment Programme) pada tahun 2011 dengan mendasarkan pada meteorologi

    dan karakteristik geografis pemanenan air hujan, dimana curah hujan tahunan di Indonesia mencapai 2.263 mm

    yang cenderung terdistribusi secara merata sepanjang tahun tanpa ada perbedaan yang mencolok antara musim hujan

    dan musim kemarau (Song et al., 2009). Selanjutnya UNEP menegaskan dengan mengingat Indonesia adalah

    negara tropis yang mempunyai curah hujan yang tinggi merekomendasikan penggunaan air hujan sebagai salah satu

    alternatif sumber air sangat potensial untuk diterapkan di Indonesia. Selanjutnya pemanenan air hujan di Indonesia

    penting ditindaklanjuti sebagai salah satu upaya pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan.

    Kabupaten Indragiri Hilir dan Pulau Merbau merupakan wilayah pesisir yang mengalami kesulitan air bersih

    sepanjang tahun, karena kondisi wilayah ini didominasi oleh air asin, maka kualitas air yang sangat tidak layak dari

    segi hidrologi kuantitatif maupun kualitatif akibat kondisi lingkungan yang bersifat rawa. Fenomena kehabisan air

    lazim terjadi sementara lain satu-satunya sumber air daerah tersebut hanyalah mengandalkan dari air hujan.

    Ketergantungan masyarakat terhadap air hujan di wilayah pesisir ataupun wilayah pulau, menggambarkan bahwa air

    hujan adalah sumber air baku bagi masyarakat di wilayah tersebut ataupun di wilayah yang sulit air. Oleh karena itu

    perlu kiranya mengetahui kualitas air hujan yang dijadikan sebagai sumber air bersih, apakah memenuhi standar

    kulitas air bersih yang disyaratkan.

    2. METODOLOGI PENELITIAN

    Dalam penelitian ini digunakan data hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Data yang

    digunakan adalah data oleh Triliani (2019), Anuar (2015) dan Joleha (2019). Sebagai perbandingan digunakan hasil

    pengamatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (2019). Data dari beberapa laporan penelitian juga

    diambil, walaupun penelitian tersebut bukan di wilayah pesisir namun merupakan penelitian berhubungan dengan

    kualitas air hujan. Wilayah penelitian tersebut merupakan data hasil penelitian yang dilakukan di Pulau Jawa dan

    Sumatera.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Air merupakan sumber daya alam yang sangat melimpah di muka bumi, dan dengan adanya siklus hidrologi

    menjadikan air sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Namun meskipun air merupakan sumberdaya alam yang

    dapat diperbaharui, air di alam sangat jarang ditemukan dalam keadaan murni. Air hujan yang pada awalnya dalam

    keadaan murni tapi setelah mengalami reaksi dengan gas-gas di udara dalam perjalanannya turun ke bumi dan

    selanjutnya selama mengalir di atas permukaan bumi dan dalam tanah, menjadikan air tersebut terkontaminasi.

    Kualitas air merupakan karakteristik mutu yang dibutuhkan dalam pemanfaatan air sesuai dengan yang

    diperuntukannya, dalam hal ini adalah kualitas air sebagai air bersih yang dapat dimanfaatkan terutama sebagai air

    untuk masak, minum dan mencuci.

  • Pembatasan peruntukkan air disebabkan karena pengaruh kondisi suatu wilayah. Wilayah pesisir adalah wilayah

    yang cenderung mengalami kesulitan air bersih dan satu-satunya sumber air bersihya adalah mengandalkan air

    hujan. Air hujan yang merupakan air alami yang paling mendekati air mumi ternyata menunjukkan komposisi yang

    berbeda-beda antara satu tempat dengan termpat yang lain.

    Kualitas Air Hujan Wilayah Pesisir

    Data kualitas air hujan dari berbagai sumber penelitian dianalisa berdasarkan peraturan pemerintah yaitu Peraturan

    Menteri Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010. Data hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kualitas air

    hujan dari berbagai wilayah pesisir di Provinsi Riau ternyata sangat bervariasi, namun demikian keseluruhan hasil

    pengujian kualitas air hujan masih dalam baku mutu air bersih (Tabel 1).

    Tabel 1. Analisis air hujan di beberapa wilayah pesisir di provinsi Riau

    No. Parameter Satuan

    Standar Baku

    mutu (kadar

    maksimum)

    Hasil Pengujian Kualitas Air Hujan di

    wilayah Pesisir

    Kec

    Tanah

    Merah

    (INHIL)

    Bagan

    Siapi -

    api

    (Rohil)

    Kec Pulau

    Merbau

    (Kep.

    Meranti)

    1. pH - 6,5-9,0 6,5 8 6,14

    2. Besi mg/l 0,3

  • deposition) dan air hujan (wet deposition). Gas-gas polutan yang terbawa angin ini akan tersebar hingga ratusan

    kilometer di atmosfer sebelum bereaksi dengan uap air menjadi hujan asam dan jatuh ke bumi.

    Gambar 1. Derajat keasaman air hujan dari beberapa stasiun hujan di Indonesia (BMKG, 2019)

    Ketika manusia menggunakan bahan bakar, maka sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOX) dilepaskan ke

    atmosfer dan kemudian bereaksi dengan air, oksigen, dan senyawa lainnya membentuk asam sulfat dan asam nitrat

    yang mudah larut dan jatuh bersama dengan air hujan. Hujan asam yang mencapai bumi akan mengalir sebagai air

    limpasan pada permukaan tanah, masuk kedalam sistem air dan sebagian lagi terendapkan didalam tahah. Hujan

    asam dapat juga terjadi dalam bentuk salju, kabut, dan bahan halus yang jatuh ke bumi (Sivaramanan, 2015) Selain

    sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOX), karbon dioksida juga memiliki peranan penting dalam

    menurunkkan pH air hujan. Menurut Sudalma dan Purwanto (2012), kehadiran CO2 dapat menurunkan pH air hujan

    hingga 5,6 meskipun tidak ada sumber polutan lain yang menyebabkan hujan asam.

    Keberadaan kalsium dalam konsentrasi yang cukup tinggi dapat menetralkan pH air hujan, atau bahkan dapat

    membuat nilai pH menjadi basa. Namun kondisi adanya pertambahan arus transportasi kendaraan bermotor dan

    pertambahan industri di suatu daerah dapat mengakibatkan pencemaran sulfur dan nitrogen menjadi tinggi sehingga

    membuat nilai pH tetap menjadi asam (Untari & Kusnadi, 2015).

    Oleh karena di wilayah pesisir yang menjadi lokasi penelitian ini merupakan wilayah pesisir yang memiliki jumlah

    kendaraan terbatas karena terbatasnya akses transportasi dan tidak memiliki industri maka hal ini diperkirakan

    penyebab nilai pH air hujan adalah netral atau masih dalam standar baku mutu yang disyaratkan.

    Parameter selanjutnya adalah kesadahan air yaitu kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air, umumnya ion

    Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Air sadah juga merupakan air yang memiliki

    kadar mineral yang tinggi. Air dengan kesadahan yang tinggi memerlukan sabun lebih banyak sebelum terbentuk

    busa (Mestati, 2007). Berdasarkan Tabel 2 kesadahan yang terkandung dalam air hujan wilayah pesisir ini masih

    dalam kategori lunak, yaitu dengan nilai tertinggi dari tiga wilayah pesisir sebesar 15, 29 mg/l. Hampir di semua

    daerah di Indonesia Air hujan memiliki kesadahan yang sangat rendah.

    Tabel 2. Kesadahan air

    No. Kelas 1 2 3 4

    1 Kesadahan

    (mg/l)

    0 -55 56 - 100 101 - 200 201 - 500

    2 Derajat

    kesadahan

    Lunak Sedikit

    sadah

    Moderat

    sadah

    Sangat

    sadah

    Sumber: Suripin, 2001

    Berikutnya adalah parameter zat organik (KMNO4), dimana nilai zat ini jauh lebih tinggi nilaiya di wilayah pasisir

    Bagan Siapi api dibanding dari wilayah pesisir lainnya (Tabel 1). Zat organik yaitu zat yang pada umumnya

    merupakan bagian dari binatang atau tumbuhan dengan komponen utamanya adalah karbon, protein, dan lemak

    lipid. Zat organik ini mudah sekali mengalami pembusukan oleh bakteri dengan menggunakan oksigen terlarut. Zat

    organik merupakan bahan makanan bakteri atau mikroorganisme lainnya. Makin tinggi kandungan zat organik di

  • dalam air, maka semakin jelas bahwa air tersebut telah tercemar. Pengaruh terhadap kesehatan yang ditimbulkan

    oleh penyimpangan terhadap standar ini yaitu timbulya bau yang tidak sedap pada air minum dan dapat

    menyebabkan sakit perut. Nilai zat organik yang di wilayah Bagansiapi api ini kemungkinan disebabkan oleh

    pengaruh Kondisi bak penampungan saat pengambilan sampel yaitu disekitar lokasi terdapat aktifitas burung walet

    (Anuar, 2015).

    Fluoridasi air minum merupakan cara yang paling efektif untuk menurunkan masalah karies pada masyarakat secara

    umum. Menurut penelitian, fluoridasi air minum dapat menurunkan karies 40–50% pada gigi susu. Jika air minum

    masyarakat tidak mengandung jumlah fluor yang optimal, maka dapat dilakukan pemberian tablet fluor pada anak

    terutama yang mempunyai risiko karies tinggi. Namun tingginya kandungan fluor pada air minum dapat

    mengakibatkan kerusakan pada gigi. Semua zat bila digunakan tidak semestinya atau berlebihan maka akan

    menyebabkan masalah atau berbahaya bagi kesehatan (Ningrum, 2014).

    Dengan demikian dapat dikatakan kandungan fluorida yang ada pada air hujan di wilayah pulau merbau lebih baik

    dari dua wilayah lainnya. Sumber fluoride utama manusia adalah air. Fluoride tersebut bisa ada secara alami atau

    karena fluoridasi. Air minum merupakan kontributor terbesar terhadap asupan fluoride harian. Besarnya paparan

    fluoride individu ditentukan oleh kadar fluoride dalam air dan konsumsi air harian (liter per hari). Peningkatan

    konsumsi air sehubungan dengan suhu, humidity, aktivitas dan status kesehatan dan didukung oleh faktor lainnya,

    termasuk diet (Fawell et.al., 2006).

    Besarnya kadar fluoride dalam air minum secara alamiah bervariasi, tergantung pada lingkungan geologi spesifik

    dimana air tersebut diperoleh. Di daerah non-fluoridasi, kadar fluoride dalam air minum dapat mencapai sekitar 2,0

    mg/liter. Akan tetapi, di beberapa tempat dapat memiliki kadar fluoride hingga 20 mg/liter. Di daerah fluoridasi,

    kadar fluoride dalam air minum pada umumnya berkisar antara 0,7-1,2 mg/liter (IPCS, 2002).

    Kualitas Air Hujan di Perkotaan

    Kualitas air hujan yang berada di Jawa dan Sumatera seperti pada Tabel 3, memperlihatkan bahwa secara

    keseluruhan kualitas air hujan masih dalam baku mutu yang di syaratkan. Hanya saja terdapat satu paramater

    Mangan nilainya melebihi baku mutu yang disyaratkan yaitu sebesar 10,626 mg/l. Nilai tinggi ini diperoleh dari

    sampel air hujan dari tampungan daerah perumahan di provinsi Lampung.

    Ditemukan juga nilai kesadahan yang cukup tinggi pada penampungan air hujan wilayah Malang dibanding air

    hujan lainnya yaitu sebesar 39,60 mg/l, namun nilai tersebut masih dalam baku mutu air bersih yang disyaratkan.

    Tabel 3. Kualitas air hujan di Jawa dan Sumatera

    No. Parameter Satuan

    Standar Baku

    mutu (kadar

    maksimum)

    Hasil Pengujian Kualitas Air Hujan

    Malang Lampung

    (Perumahan)

    Lampung

    (Industri)

    1. pH - 6,5-9,0 7,40 7,31 6,72

    2. Besi mg/l 0,3

  • 4. KESIMPULAN

    Hasil analisis kualitas air hujan dari 3 wilayah pesisir di Provinsi Riau menunjukkan bahwa tingkat keasaman air

    hujan berada pada kondisi normal. Tingkat keasaman berada pada 6,5 - 8. Tingkat keasaman ini masih berada dalam

    baku mutu air bersih. Hal ini diperkirakan karena di daerah tersebut tidak banyak kendaraan bermotor dan tidak

    adanya industri, sehingga air hujan yang jatuh ke bumi tidak banyak tercemar oleh zat karbon. Dengan demikian

    tingat keasaman air hujan menjadi normal.

    Hampir seluruh parameter air bersih dari seluruh wilayah kajian ini memenuhi syarat sebagai air bersih, terutama di

    wilayah pesisir. Terdapat hanya satu wilayah (wilayah perkotaan) yang memiliki nilai parameter lebih tinggi

    melebihi baku mutu yang disyaratkan, yaitu Mangan dengan nilai 10,625 mg/l.

    Kecendrungan derajat keasaman air hujan tampak di daerah-daerah pinggir kota seperti pada beberapa wilayah

    stasiun-stasiun curah hujan di Indonesia.

    Jumlah wilayah hasil uji kualitas air hujan pada penelitian ini sangat terbatas, ada baiknya dilakukan pengujian

    kualitas air hujan di seluruh wilayah pesisir khususnya di Provinsi Riau, sehingga kesimpulan yang dibuat benar-

    benar dapat mewakili wilayah pesisir umumnya.

    5. UCAPAN TERIMAKASIH

    Ucapan terimakasih disampaikan kepada LPPM Universitas Riau yang telah memberikan dukungan dana penelitian dalam penelitian penilaian kualitas air hujan di Pulau Merbau.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdulla, F.A. & AW Al-Shareef. 2009. Roof rainwater harvesting systems for household water supply in Jordan.

    Desalination. 243, 195–207.

    Anuar, K. Ahmad, A. & Sukendi. 2015. Analisis kualitas air hujan sebagai sumber air minum terhadap kesehatan

    masyarakat. Dinamika Lingkungan Indonesia, p 32 – 39, ISSN 2356 – 2226, Januari 2015.

    Badan Pusat Statistik (BPS). 2007. Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik

    Basinger, M. Montalto, F. & Lall, U. 2010. A rainwater harvesting system reliability model based on nonparametric

    stochastic rainfall generator. Journal of Hydrology 392. 105-118.

    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). 2019. http://ip-182-16-249-120.interlink.net.id/kualitas-

    udara/informasi-kimia-air-hujan.bmkg?lang=ID.

    Clark, J.R.1996.Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publishers, Boca Raton, FL.

    Delinom, M. R. 2007. Sumber Daya Air di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Indonesian Institute of Science.

    Jakarta: (LIPI) Pusat Penelitian Geoteknologi.

    Fawell, J., Bailey, K., Chilton, J., Dahi, E., Fewtrell, L., Magara Y. (2006). Fluoride in Drinking-water. World

    Health Organization (WHO).

    IPCS 2002, Fluorides . Environmental Health Criteria 227. World Health Organization, Geneva

    Joleha, 2019. Model Pengelolaan Sumber Daya Air Pada Pulau Kecil Menggunakan Pendekatan Eko-Drain (Studi

    Kasus: Pulau Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti). Seminar Hasil. Program Pascasarjana. Universitas

    Riau.

    Matahelumual, B. C. 2010. Potensi Terjadinya Hujan Asam di Kota Bandung. Jurnal Lingkungan dan Bencana

    Geologi, Vol. 1 No. 2: 59-70, 2010.

    Mestati. 2007. Telaah Kualitas Air. Cetakan kelima, Kanisius, Jakarta.

    Ningrum, R. P. 2014. Kebiasaan Konsumsi Air Hujan Terhadap Status Keparahan Karies Gigi Pada Masyarakat Di

    Desa Aji Kuning Kecamatan Sebatik Tengah Kabupaten Nunukan Tahun 2014. Skripsi. Bagian Ilmu

    Kesehatan Gigi Masyarakat. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.

    Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Jakarta : PT. Djambatan.

    Rahmayanti, A. E., & Soewondo, P. 2015. Penyediaan Air Minum Di Daerah Pesisir Kota Bandar Lampung

    Melalui Rainwater Harvesting. Jurnal Teknik Lingkungan . Volume 21 Nomor 2, Oktober 2015 (Hal 115-

    126).

    Sivaramanan, S. 2015. Acid rain, causes, effects, and control strategies, Central Environmental

    Authority, Battaramulla, DOI 10.13140/RG.2.1.1321.4240/1, April 2015.

    Song, J., Mooyoung, H., Tschungil, K., & Jee-eun S. 2009. Rainwater Harvesting as a sustainable water supply

    option in Banda Aceh. Seoul National University: South Korea.

    Sudalma & Purwanto. 2012. Analisis Sifat Hujan Asam di Kota Semarang. Prosiding Seminar Nasional Pengolahan

    Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Semarang, 11 September.

    Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi, Yogyakarta.

    http://ip-182-16-249-120.interlink.net.id/kualitas-udara/informasi-kimia-air-hujan.bmkg?lang=IDhttp://ip-182-16-249-120.interlink.net.id/kualitas-udara/informasi-kimia-air-hujan.bmkg?lang=ID

  • Trialiani, A.A. 2019. Kajian Pemanenan Air Hujan Skala Individual Untuk Pemenuhan Air Baku Wilayah Pesisir

    (Wilayah Kajian: Desa Tanah Merah, Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Indragiri Hilir). Skripsi. Fakultas

    Teknik. Universitas Riau.

    Untari, T., & Kusnadi, J. 2015. Pemanfaatan Air Hujan Sebagai Air Layak Konsumsi Di Kota Malang Dengan

    Metode Modifikasi Filtrasi Sederhana. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1492-1502, September

    2015.

    UNEP (United Nations Environment Programme). International Technology Centre. 2001. Rainwater Harvesting.

    Murdoch University of Western Australia.

    UNEP (United Nations Environment Programme). 2011. Global Guidance Principles For Life Cycle Assessment

    Database (A basis for greener Prosses and Products), ISBN: 978-92-807-3174-3 DTI/1410/PA.

    Wardhani, N. K. Ihwan, A., & Nurhasanah. 2015. Studi Tingkat Keasaman Air Hujan Berdasarkan Kandungan Gas

    CO2, SO2 Dan NO2 Di Udara (Studi Kasus Balai Pengamatan Dirgantara Pontianak). PRISMA FISIKA,

    Vol. III, No. 01 (2015). Hal.09 - 14 ISSN : 2337-8204. Zhang Y., Donghui C., Liang C., & Stephanie A. 2009. Potential for rainwater use in high-rise buildings in Australia

    cities. Journal of Environmental Management. 91:222-226.