Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika...
Transcript of Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika...
iProsiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Matematika 2013
Penanggung Jawab : Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor : 1. Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd
2. Ramdani Miftah, M.Pd
Reviewer : 1. Prof. Dr. Wahyudin, M.Pd.(Universitas Pendidikan Indonesia Bandung)
2. Dr. Ibrahim, M.Pd(UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
3. Dr. Tedy Mahmud, M.Pd(Universitas Negeri Gorontalo)
4. Drs. Abdussakir, M.Si.(Universitas Negeri Malang)
5. Drs. Dindin Sobiruddin, M.Kom.
(UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Penerbit
Copyright
:
:
Jurusan pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. Djuanda No. 95, Jakarta Indonesia
Jakarta, Desember, 2013
viiiProsiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
hal
Halaman Belakang Judul i
Kata Pengantar ii
Editorial iii
Daftar Isi viii
1. Kusnandi,. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Tinjauan teoritis tentang kemampuan berpikir matematik)
1-14
2. Achmad Mudrikah, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Implemetasi berpikir matematik dalam pembelajaran
menggunakan konsep abstraksi reflektif dari Piaget, Teori
APOS dari Dubinsky dan strategi Scaffolding dari Vigotsky)
15-35
3. Kadir, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Integrasi berpikir matematik dan berpikir islami)
36-50
4. Dindin Sobiruddin, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Model penduga Indeks prestasi kumulatif mahasiswa
berdasarkan pendekatan Analisis Fuzzy)
51-75
5. Darto. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Mengembangkan kemampuan komunikasi matematika dalam
pembelajaran geometri di Sekolah Dasar)
74-82
6. Samsul Ma’arif dan Risqi Rahman,. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Pengaruh kemampuan mengelola stress belajar dan
kemampuan berprestasi siswa terhadap hasil belajar siswa
SMAN Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat)
83-106
ixProsiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Gelar Dwirahayu, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Strategi pembelajaran eksploratif untuk meningkatkan
kemampuan berpikir matematis)
107-125
8. Muzamil Huda dan Luluk Faridah, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Pengembangan media foto listrik dalam pembelajaran logika
matematika)
126-138
9. Krisna Satrio Perbowo, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Analisis kemampuan problem solving pada system persamaan
linear dua variable (SPLDV) siswa madrasah Tsanawiyah Al-
Kahfi Jakarta)
139-147
10. Finola Marta Putri, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Korelasi kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa
SMP pada pembelajaran matematika realistik)
148-157
11. Moria Fatma, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Integral Riemann-Stieltjes sebagai perluasan dari integral
Riemann)
158-172
12. Asep Anwar; Abdul Muin; dan Otong Suhyanto, . . . . . . . . . . . . .
(Model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray (TSTS)
untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep
matematika)
173-191
13. Latifah Mutmainnah; Abdul Muin, dan M.Ali Hamzah, . . . . . . . .
(Strategi Metakognitif untuk meningkatkan kemampuan
penalaran induktif matematis tipe generalisasi)
192-210
14. Nina Novianti; Abdul Muin dan Firdausi, . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Rotating Trio
Exchange Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa)
211-224
xProsiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15. Ramdani Miftah, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Siswa SMPMelalui Pendekatan Model-Eliciting Activities
(MEAs))
225-236
16. Firdausi dan Gelar Dwirahayu, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Pengaruh Gaya Berpikir terhadap Kemampuan Koneksi
Matematika Mahasiswa)
237-259
17. Afidah dan Siti Hasanah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Pengaruh penggunaan model pembelajaran kooepratif tipe
FSLC (Formulate-Share-Listen-Create) terhadap kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa)
260-274
18. Femmy Diwidian, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Penerapan Aplikasi program Excel terhadap kemampuan
mahasiswa dalam analisis deskriptif data di FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta)
275-284
19. H.M. Ali Hamzah, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Pengembangan matematika islam dalam perspektif integrasi
keilmuan: Suatu alternatif pemikiran)
285-305
20. Lia Kurniawati dan Dui Nurhajijah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Penerapan Pembelajaran Terpadu Model Connected untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa)
306-325
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
107Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
STRATEGI PEMBELAJARAN EKSPLORATIF
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS
Gelar Dwirahayu
Jurusan Pendidikan Matematika FITK-UIN Jakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK
Artikel ini merupakan hasil kajian literatur. Masalah yang disajikan
merupakan kekhawatiran guru matematika khususnya di Indonesia
tentang kemampuan matematik siswa meskipun perolehan nilai UN
siswa sudah sangat memuaskan. Salah satu strategi pembelajaran yang
dapat membantu siswa memahami konsep matematika adalah strategi
pembelajaran eksploratif. Eksplorasi diartikan sebagai serangkaian
aktivitas/kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada
siswa untuk menemukan berbagai informasi, pemecahan masalah dan
inovasi dari jawaban. Strategi pembelajaran eksploratif terdiri dari
lima tahap yaitu pemberian masalah eksploratif, eksplorasi individu,
presentasi, eksplorasi kelompok, serta diskusi dan evaluasi. Dengan
menggunakan strategi pembelajaran eksploratif terbukti dapat
membantu mengambangkan kemampuan berpikir matematik siswa.
Kata Kunci: Strategi Pembelajaran Exploratif, Berpikir Matematis,
Geometri
A. Pendahuluan
Prestasi belajar matematika siswa ditunjukkan melalui perolehan nilai Ujian
Nasional yang memuaskan. Sebagian besar siswa lulus dengan mendapatkan nilai
matematika yang baik bahkan tidak sedikit siswa yang mendapatkan nilai 10.
Namun, disisi lain ternyata banyak guru yang mengeluh dengan kemampuan
matematika siswa yang masih memprihatinkan selama proses pembelajaran di
sekolah. Kemampuan yang ditunjukkan siswa selama proses pembelajaran
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
108
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berlangsung sangat kontradiksi dengan perolehan hasil ujian nasional. Suatu
dugaan kuat, perolehan nilai matematika pada ujian nasional siswa tinggi
dikarenakan siswa diberikan latihan atau drill yang cukup padat selama persiapan
ujian, sementara pembelajaran yang sifatnya pembahasan konsep tidak dilakukan
secara mendetil akan tetapi dilakukan sebagai syarat bahwa materi tersebut
pernah diajarkan.
Tuntutan bagi guru matematika di Indonesia adalah mengembangkan
kemampuan berpikir matematik, karena mata pelajaran matematika dapat
membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006, bahwa Standar Isi pelajaran
matematika bertujuan agar siswa memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep, secara luwes, akurat,
efisien, tepat dalam pemecahan masalah; menggunakan penalaran pada pola dan
sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; mengomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah; dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Untuk mendukung program pemerintah, pelaksanaan pembelajaran
matematika di sekolah dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematik siswa.
Salah satu solusinya adalah menggunakan strategi pembelajaran yang dapat
membantu siswa untuk mengembangkan idenya masing-masing.
Yeo (2009) menyebutkan bahwa salah satu pendekatan pembelajaran yang
dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematik adalah pendekatan yang
menuntut siswa untuk mengeksplor atau menemukan sendiri konsep melalui ide
atau kemampuannya sendiri. Oleh karena itu, penulis memberikan gambaran
tentang strategi pembelajaran eksploratif dalam meningkatkan kemampuan
berpikir matematik siswa.
Rumusan Masalah
Sebagaimana diuraikan pada latar belakang masalah, masalah yang muncul
pada makalah ini adalah: (1) apakah strategi pembelajaran eksploratif (2)
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
109Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Langkah-langkah apa saja yang termuat dalam strategi pembelajaran eksploratif?
dan (3) bagaimana strategi pembelajaran eksploratif dapat meningkatkan
kemampuan berpikir matematis siswa?
Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pengertian strategi
pembelajaran eksploratif, menjelaskan langkah-langkah pembelajaran dengan
menggunakan strategi pembelajaran eksploratif dan menelaah secara
komprehensif pengaruh strategi pembelajaran eksploratif terhadap kemampuan
berpikir matematis siswa
B. Pembahasan
Pengertian Strategi Pembelajaran Eksploratif
Eksploratif diartikan dalam kamus besar bahasa Indonesia yaitu “bersifat
eksploratif, penyelidikan, penjajakan, penjelajahan”. Istilah eksploratif lebih
banyak diartikan sebagai sebuah kegiatan penyelidikan atau penjelajahan
lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan yang lebih banyak. Eksplorasi
biasanya dikaitkan dengan penjelajahan, penyelidikan atau penemuan sumber-
sumber alam yang terdapat di suatu tempat.
Sejalan dengan penjelasan di atas, strategi eksploratif dalam penulisan ini
diartikan sebagai sebuah strategi pembelajaran yang lebih banyak dilakukan siswa
dengan cara menemukan melalui kegiatan penemuan, penelusuran, dan juga
penyelidikan, sedangkan guru bertugas untuk memberikan petunjuk dan juga
tantangan kepada siswa dalam bentuk sebuah permasalahan yang harus siswa gali
agar mereka mau bekerja sehingga pada akhirnya dapat menemukan konsep.
Eksploratif merupakan sebuah kata yang mengandung makna menemukan,
mencari atau menginvestigasi secara bebas. Kata Eksploratif lebih biasanya
dikenal dengan istilah eksplorasi yang digunakan pada bidang geologi. Ahli geologi
dalam mencari tempat dimana sumber daya alam berada biasanya dikatakan
sedang melakukan eksplorasi.
Dewasa ini istilah eksploratif juga sering digunakan dalam dunia pendidikan
khususnya dalam pembelajaran matematika yang menganut faham
konstruktivisme. Belajar menurut pandangan konstruktivisme adalah sebuah
proses dimana siswa membangun pengetahuannya melalui proses refleksi
abstraksi. Dalam membangun pengetahuan, struktur kognitif aktif harus dilatih
dan dikembangkan secara berkelanjutan melalui kegiatan pengamatan, aktivitas,
pengalaman yang berpola dan informal. Menurut Confrey & Kazak (2006)
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
110
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pelaksanaan ketiga kegiatan tersebut harus dilakukan secara sengaja melalui
aktivitas yang menantang. Aktivitas pembelajaran lebih ditekankan pada
pentingnya membangun komunitas belajar sehingga siswa memiliki kesempatan
untuk memilih dan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas khusus
berdasarkan pada minat dan kebutuhan siswa sehingga pada akhirnya terjadi
integrasi antara fisik, emosi, sosial, bahasa, estetika, dan pengembangan kognitif
siswa (Cunningham, 2010).
Proses pembelajaran yang berlandaskan pada teori konstruktivisme
mengaharapkan guru dapat membuat sebuah koneksi antara fakta dengan konsep
agar mendorong siswa menemukan pemahaman baru. Petunjuk yang disampaikan
harus memunculkan respon siswa dan mendorong siswa pada aktivitas
menganalisis, menafsirkan, dan memprediksi informasi.
Strategi belajar-mengajar dalam pandangan konstruktivisme adalah strategi
yang digunakan sebagai upaya aktif untuk membangun makna dari lingkungan
sekitar, dimana proses pembelajaran ditujukan pada bagaimana pengetahuan itu
di bangun (construct) dan disusun ulang (re-structure) agar bermakna bagi siswa,
sehingga siswa dapat menyelesaikan masalah yang semakin kompleks, baik dalam
pengetahuan itu sendiri maupun pada dunia luar. Dengan demikian pandangan
konstruktivisme memiliki kontribusi yang besar dalam pembelajaran matematika
untuk mengembangkan pemahaman konsep.
Selanjutnya, kunci utama dalam proses pembelajaran adalah konstruksi
pengetahuan setiap individu sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator. Dalam
pandangan konstruktivisme, guru seringkali diarahkan untuk tidak menjelaskan
konsep matematika kepada siswa, karena keterlibatan guru dalam proses
pembelajaran ditakutkan akan menghalangi siswa untuk berkreasi, menghalangi
siswa untuk kreatif dan menghalangi siswa untuk membangun pengetahuan.
Sedangkan menurut teori Socio-cultural guru dapat terlibat secara langsung
dalam proses pembelajaran dengan cara memberikan tantangan, dengan kata lain
bahwa guru akan terlibat dalam mengembangkan pemahaman siswa, terlibat
dalam aktivitas siswa, guru harus memberikan alur atau prosedur pembelajaran
yang dapat diikuti oleh siswa agar dapat mengerjakan tugasnya. Untuk mendukung
pada proses pembelajaran berdasarkan teori socio-cultural guru harus pandai
dalam penggunaan gaya bahasa dan memiliki kemampuan untuk melihat apakah
aktivitas yang dilakukan siswa sudah sesuai atau tidak. Sebagaimana diungkapkan
oleh Brodie (2010) bahwa teori socio-cultural menempatkan interaksi sosial
sebagai mekanisme paling utama dalam pengembangan intelektual.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Ernest (1991) dengan menggunakan
istilah social constructivism menganggap bahwa konstruksi sosial merupakan
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
111Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
landasan dalam membangun pemahaman matematika. Tiga alasan mendasar yang
diungkapkan oleh Ernest, yakni: (a) Pengetahuan dasar pemahaman matematik
terdiri atas pengetahuan kebahasaan, memiliki ketentuan dan aturan yang
konsisten, serta struktur bahasa yang dibentuk berdasarkan konstruksi sosial; (b)
Proses interpersonal sosial memerlukan perubahan individu dari pengetahuan
matematik subjektif (subjective mathematical knowledge) menjadi pengetahuan
matematik objektif (objective mathematical knowledge); dan (c) matematika
sendiri digunakan untuk tujuan memahami ilmu-ilmu sosial.
Brodie (2010) menambahkan bahwa interaksi sosial dan pola-pola budaya
yang luas akan menyebabkan kesadaran yang tinggi. Unit analisis yang
dikembangkan dalam konteks konstruktivisme adalah individu yang selalu
berinteraksi dengan orang lain, baik secara langsung atau melalui media:
elektronik, berbasis internet maupun media konvensional (media manipulatif).
Dorongan yang terjadi pada individu dalam pembentukan struktur pengetahuan ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Vigotsky yaitu teori ZPD atau zona of
proximal development.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh McLead (2010) menunjukkan bahwa
Scaffolding dalam konsep Vygotsky tentang ZPD merupakan cara yang paling
efektif ketika dukungan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
peserta didik. Scaffolding dapat menempatkan siswa dalam posisi untuk mencapai
keberhasilan dimana sebelumnya siswa tidak akan mampu melakukan sendiri.
Dorongan bagi siswa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
proses pembelajaran, siswa tidak akan belajar atau mengetahui apapun tanpa
dorongan orang lain dalam hal ini guru, jadi pendekatan konstruktivisme dalam
proses pembelajaran juga perlu adanya motivasi dari guru, pengetahuan bukan
merupakan hasil konstruksi pengetahuan siswa semata, hal ini diperkuat lagi
dengan pendapat Sweller (Kirschner, 2006) bahwa ternyata pembelajaran yang
memberikan kebebasan kepada siswa secara penuh tidak memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran yang diberikan bimbingan oleh guru
secara penuh.
Strategi Pembelajaran Eksploratif
Istilah eksploratif atau eksplorasi sering kita dengar dalam kegiatan
pembelajaran matematika. Secara umum, eksplorasi dalam pembelajaran
matematika selalu dikaitkan dengan aktivitas siswa di dalam kelas untuk
menemukan ide/konsep baru. Eksplorasi diartikan sebagai serangkaian
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
112
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
aktivitas/kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk
menemukan berbagai informasi, pemecahan masalah dan inovasi dari jawaban.
Strategi eksplorasi hampir serupa dengan investigasi, seperti yang
dikemukakan oleh Greenes (Diezmann, 2001:2):
“Investigations present curiosity provoking situations, problems, and
questions that are intriguing and captivate students’ interest and attention. At
the outset, students are unable to solve the problem because they are complex,
often necessitating the design of a plan or approach, and frequently require the
completion of several tasks. Most investigations are interdisciplinary, requiring
students to apply concepts from the various areas of mathematics, and, for some
problems, from other disciplines as well ... Generally, there is more than one
way to approach or solve each problem. Identifying different solution paths and
evaluating them is often part of the solution process. Because of multiple tasks,
investigations are often designed to be tackled by students working in pairs or
teams and for long periods of time”.
Eksplorasi dan Investigasi dalam pembelajaran matematika pada intinya
memiliki kesamaan yaitu melakukan suatu aktivitas untuk menemukan jawaban,
pola dan hubungan antar konsep. Sedangkan perbedaannya bahwa eksplorasi
merupakan kegiatan coba-coba untuk menemukan jawaban sedangkan investigasi
adalah kegiatan mencari data akan sesuatu yang sudah ada. Ada dua tipe berpikir
yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran eksploratif yaitu berpikir
divergen (berpikir kreatif) dan berpikir konvergen (kritis). Sebagaimana
diungkapkan oleh Yeo (2006) bahwa kegiatan eksplorasi akan selalu dihubungkan
dengan kegiatan investigasi. Eksplorasi matematika digambarkan sebagai aktivitas
siswa yang dibimbing oleh guru dalam menemukan konsep tertentu dalam
pembelajaran matematika sedangkan investigasi matematika digambarkan sebagai
kegiatan penemuan pada hal-hal yang baru dan tidak menutup kemungkinan akan
terjadi temuan baru dari siswa yang tidak terduga oleh guru sebelumnya.
Yeo (2009) mengatakan bahwa dalam melakukan pembelajaran dengan
menggunakan penemuan harus memperhatikan pada tiga hal yakni: memikirkan
apa yang harus dilakukan sebelum kegiatan eksplorasi, proses aktual yang akan
dilakukan dan apa yang harus dilakukan siswa setelah kegiatan eksplorasi.
Karakteristik lingkungan kelas yang dapat mendorong siswa untuk melakukan
matematik (doing math) seperti ahli matematika (Yeo, 2009) yaitu: (a)
berkolaborasi dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas yang menantang;
(b) siswa didorong untuk mengembangkan dan berbagi strategi yang dipakai, serta
tetap bersemangat; (c) terjadi diskusi dan komunikasi matematika antara siswa
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
113Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan guru; and (d) siswa bertanggung jawab untuk sebuah keputusan yang
berhubungan dengan validitas dan justifikasi.
Selanjutnya Mancosu (2005) menyebutkan bahwa eksplorasi matematika
terdiri dari tiga aktivitas utama, yakni discovery: kegiatan yang berhubungan
dengan penggunaan kemampuan mental imagenya dalam memperkaya
pengetahuannya, explanation yaitu kemampuan siswa dalam menjelaskan konsep
matematika sebagai ilustrasi yang diperoleh dari hasil visualisasi, dan
justification yaitu berhubungan dengan pembuktian matematika berdasarkan
teorema.
Selanjutnya, Van Hiele (Clement, 2003) menjelaskan tentang bagaimana
mengajarkan geometri kepada siswa yang berbasis pada aktivitas eksplorasi. Ia
membagi model pembelajaran geometri menjadi lima fase, yaitu pemberian
informasi, orientasi terbimbing, explisitasi, orientasi bebas dan integrasi.
Langkah-langkah pembelajaran eksploratif yang digunakan dalam penelitian
ini tidak hanya didukung oleh teori Van Hiele, akan tetapi dua teori lain yang
mendukung pada strategi pembelajaran eksploratif adalah teori Piaget tentang
disequilibrium dan Teori Vigostky tentang ZPD.
Piaget (McLeod, 2009) menyebutkan bahwa proses perkembangan intelektual
seseorang terdiri dari tiga tahap, yaitu asimilasi, akomodasi dan equilibrasi.
Asimilasi artinya menggunakan skema yang ada untuk memahami objek atau
situasi yang baru, selanjutnya proses akomodasi akan terjadi jika skema atau
pengetahuan siswa yang telah ada tidak dapat memproses masalah baru maka
perlu dilakukan perubahan dengan objek atau situasi yang baru, setelah proses
akomodasi berlangsung maka proses equilibrasi akan terjadi. Equilibrasi yaitu
keadaan yang memaksa sehingga menyebabkan terjadi frustasi, selanjutnya siswa
berusaha untuk mengembalikan keseimbangan dengan cara menguasai
pengetahuan baru.
Teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran merekomendasikan
pendekatan Discovery learning untuk mendukung perkembangan kognitif siswa,
discovery learning merupakan sebuah ide yang dapat mendorong siswa untuk
melakukan pekerjaan terbaiknya dengan melakukan eksplorasi secara aktif.
Kegiatan eksplorasi dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan
lingkungan belajar, menggunakan siswa sebagai pusat pembelajaran, dan lain
sebagainya. Artinya Teori Piaget mengatakan bahwa siswa tidak boleh diajarkan
materi yang belum sesuai dengan perkembangan kognitifnya.
Penggabungan teori Van Hiele, Piaget, dan Vigotsky dalam mengembangkan
strategi pembelajaran eksploratif disajikan pada skema berikut:
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
114
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 1 Kerangka Teori Skema Pembelajaran Eksploratif
Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa strategi pembelajaran
eksploratif meliputi tahapan pembelajarannya sebagai berikut:
Tahap 1: Pemberian Masalah Eksploratif: pemberian masalah eksploratif ini
dilakukan dengan cara memberikan beberapa masalah yang harus
diselesaikan oleh siswa. Masalah yang dimunculkan adalah masalah baru
yang dapat memacu keingintahuan siswa, sehingga siswa dapat
mengaplikasikan pengetahuan awal yang dimilikinya untuk
menyelesaikan soal-soal yang diberikan,
Tahap 2: Eksplorasi Individu: siswa dituntut untuk mengingat kembali materi-
materi yang berkaitan dengan konsep yang diajarkan dengan
menggunakan pengetahuan lama (struktur kognitif lama) untuk
membantu menyelesaikan masalah yang baru.
Tahap 3: Presentasi, tahap ini merupakan aktivitas perluasan pemahaman siswa,
dimana siswa lain dan guru memberikan tanggapan, saran dan perbaikan
terhadap hasil presentasi siswa.
Tahap 4: Eksplorasi Kelompok, artinya eksplorasi lanjutan yang dilakukan secara
berkelompok karena hasil eksplorasi individu belum maksimal.
Tahap 5: Diskusi dan Evaluasi, tahap terakhir dimaksud untuk membahas berbagai
variasi soal yang dapat mengintegrasikan antara kemampuan siswa atau
pemahaman siswa dalam menyelesaikan soa-soal geometri.
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
115Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kemampuan Berpikir Matematik
Kemampuan berpikir matematik pada dasarnya merupakan kemampuan berpikir
tingkat tinggi, Henningsen & Stein menyebut high-level mathematical thinking sebagai
kegiatan berpikir dan bernalar, sedangkan Schoenfeld menyebutkan sebagai kegiatan
matematik (doing mathematics) yang aktif, dinamik, dan eksploratif. (Kariadinata, 2006).
Kemampuan berpikir matematik pada hakekatnya merupakan kemampuan berpikir non-
prosedural, antara lain mencakup: kemampuan mencari dan mengeksplorasi pola untuk
memahami struktur matematik serta hubungan yang mendasarinya; kemampuan
menggunakan fakta-fakta yang tersedia secara efektif dan tepat untuk memformulasikan
serta menyelesaikan masalah; kemampuan membuat ide-ide matematik secara bermakna;
kemampuan berpikir dan bernalar secara fleksibel melalui penyusunan konjektur,
generalisasi, dan jastifikasi; serta kemampuan menginterpretasikan hasil pemecahan
masalah bersifat masuk akal dan logis.
Shafer dan Foster (Kariadinata, 2006) mengidentifikasikan perkembangan
kemampuan berpikir matematiik siswa kepada tiga tingkatan, yaitu tingkat reproduksi,
koneksi, dan analisis. Tingkat reproduksi merupakan tingkat berpikir paling rendah, dan
tingkat analisis adalah tingkatan berpikir yang paling tinggi. Berikut uraian dari masing-
masing tingkatan tersebut. Tingkat reproduksi mencakup: mengetahui fakta dasar,
menerapkan algoritma standar, mengembangkan keterampilan teknis, tingkat koneksi
mencakup: mengintegrasikan informasi, membuat standar dalam dan antar domain
matemarika, menetapkan rumus (tools) yang akan digunakan untuk menyelesaikan
masalah, memecahkan masalah tidak ruitn, sedangkan tingkat analisis mencakup:
matematisasi situasi, melakukan analisis, melakukan interpretasi, mengembangkan model
dan strategi sendiri, mengembangkan argumen matematik, dan membuat generalisasi.
Kemampuan berpikir matematik meliputi aspek pemecahan masalah matematik,
komunikasi matematik, penalaran matematik, dan koneksi matematik. Berikut uraian
rinci mengenai aspek-aspek berpikir matematik tingkat tinggi.
Pemecahan Masalah Matematik (Mathematical Problem Solving)
Pemecahan masalah adalah suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang ditemui
untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki, selain itu pemecahan masalah dapat
berupa mencipta idea baru, atau menemukan teknik atau produk baru (Sumarmo, 1994).
Pemecahan masalah dalam matematika dapat dipandang sebagai suatu tujuan (goal), yang
menekankan pada aspek mengapa matematika diajarkan; pemecahan masalah sebagai
proses (process), yang diartikan sebagai kegiatan aktif; Pemecahan masalah sebagai
tujuan mengandung arti “mengapa matematika diajarkan” ? dalam hal ini lebih ditekankan
pada bagaimana cara menyelesaikan masalah untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Pemecahan masalah sebagai suatu proses mengandung arti yang mengacu pada kegiatan
yang lebih mengutamakan pentingnya langkah-langkah, dan strategi yang ditempuh siswa
dalam menyelesaikan masalah, sedangkan pemecahan masalah sebagai kemampuan dasar
merupakan jawaban pertanyaan yang sangat kompleks.
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
116
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Komunikasi Matematik ( Mathematical Communication)
Komunikasi matematik merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan,
setidaknya berbagai sumber diantaranya NCTM (2000) juga menyebutkan tentang peran
penting komunikasi dalam pembelajaran matematika. Collins (Kariadinata, 2006)
menyebutkan bahwa salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada siswa untuk mengembangkan dan mengintegrasikan keterampilan
berkomunikasi melalui modeling, speaking, writing, talking, drawing serta
mempresentasikan apa yang telah dipelajari. Selanjutnya, Greenes dan Schulman
(Kariadinata, 2006) mengatakan bahwa komunikasi matematik adalah (1) kemampuan
menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi dan melukiskannya
secae visual dalam tipe yang berbeda, (2) kemampuan memahami, menafsirkan, dan
menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan atau dalam bentuk visual, (3) kemampuan
mengkonstruk, menafsirkan dan menghubungkan macam-macam representasi ide dan
hubungannya.
NCTM (1989), pada standard 2 : Mathematics as Communication (matematika
sebagai komunikasi) menyatakan bahwa untuk siswa tingkat/kelas 9-12 (SMP kelas 3 dan
SMA) kurikulum matematika mencakup pengembangan bahasa dan symbol dalam
menyatakan ide untuk berkomunikasi dalam matematika, sehingga semua siswa dapat : a)
mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide-ide matematik dan
hubungannya, b) memformulasikan definisi matematik dan membuat generalisasi melalui
investigasi, c) mengungkapkan ide-ide matematika secara lisan dan tulisan, d) membaca
dan menulis matematika yang disajikan dengan pemahaman, e) menjelaskan jawaban dan
mengajukan pertanyaan yang dikaitkan dengan matematika yang telah mereka
baca/ketahui atau dengar, dan f) menghargai nilai ekonomis, kekuatan, dan keindahan
notasi matematik dan fungsinya dalam mengembangkan ide-ide matematik.
NCTM (1989) pada standard 6 : Communication, menyatakan bahwa assesmen untuk
mengukur kemampuan komunikasi matematik siswa dapat dilihat jika siswa memiliki : 1)
kemampuan menyatakan ide matematika dengan berbicara, menulis, demonstrasi dan
menggambarkannya kedalam bentuk visual, 2) kemampuan memahami, menginterpretasi,
menilai ide-ide matematik yang disajikan dalam bentuk tulisan, lisan atau bentuk visual,
dan 3) menggunakan pembendaharaan kata, notasi, dan struktur untuk menyajikan ide-
ide, menggambarkan hubungan, dan pembuatan model.
Dari uraian yang telah dikemukakan ternyata komunikasi berkaitan erat dengan
pemecahan masalah dan pemahaman matematika. Secara konseptual pemahaman
matematik dibangun melaui pemecahan masalah, penalaran, dan argumentasi.
Argumentasi disini melibatkan kemampuan berkomunikasi baik secara lisan atau tulisan,
dan kemampuan pemecahan masalah melalui pengungkapan masalah diantaranya masalah
dengan jawaban terbuka; masalah dengan menggunakan oral; masalah nonverbal;
menggunakan grafik, gambar, diagram; dan menggunakan analogi .
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
117Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penalaran Matematik ( Mathematical Reasoning)
Istilah penalaran sebagai terjemahan dari kata “reasoning” , Shurter dan Pierce
(Sumarmo,1987) mendefinisikan sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan
fakta dan sumber yang relevan. Secara garis besar terdapat dua jenis penalaran yaitu
penalaran induktif yang biasa disebut induksi dan penalaran deduktif yang biasa disebut
deduksi. Persamaan induksi dan deduksi adalah bahwa keduanya merupakan argumen.
Argumen adalah serangkaian proposisi yang mempunyai struktur terdiri dari beberapa
premis dan satu kesimpulan atau konklusi. Perbedaan antara induksi dan deduksi terletak
pada sifat kesimpulan yang diturunkannya. Induksi meliputi generalisasi, analogi, dan
hubungan kausal, sedangkan deduksi meliputi modus ponens, modus tollens, silogisme
hipotetik, dan silogisme dengan kuantifikasi.
Koneksi Matematik (Mathematical Connection)
Koneksi matematik merupakan salah satu standar yang dikemukakan oleh NCTM
(1989) yang bertujuan untuk membantu pembentukan persepsi siswa dengan cara melihat
matematika sebagai bagian terintegrasi dengan dunia nyata dan mengenal relevansi serta
manfaat matematika baik di dalam maupun di luar sekolah.
Selanjutnya NCTM membagi koneksi ke dalam dua tipe umum seperti pada
Gambar 2 menjelaskan bahwa suatu masalah yang berkaitan dengan dunia nyata
dan disiplin ilmu lain serta masalah matematika, dapat diselesaikan dengan
terlebih dahulu merumuskan masalahnya, kemudian menentukan model koneksi
dalam bentuk representasi misalnya melalui persamaan aljabar atau grafik,
selanjutnya penyelesaian dilakukan dengan suatu proses sesuai dengan bidangnya
ilmunya. Berdasarkan klasifikasi tersebut diharapkan siswa mampu:
Mengenal representasi yang ekuivalen dari konsep yang sama
Mengenal hubungan prosedur satu representasi ke prosedur representasi
yang ekuivalen
Menggunakan dan menilai koneksi beberapa topik-topik matematika
Menggunakan dan menilai koneksi antara matematika dan disiplin ilmu lain,
yaitu:
Two general types of connection are important: (1) modeling connectionsbetween problem situastions that may arise in the real world or indisciplines other than mathematics and their mathematicalrepresentation(s); and (2) mathematical connections between twoequivalent representations and between corresponding processes in each
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
118
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Penyelesaian Dua Tipe Umum Koneksi (Kariadinata, 2006)
Bruner (Ruseffendi,1991) mengemukakan tidak ada yang tak terkoneksi
dengan konsep atau operasi lain dalam suatu sistem karena esensi matematika
adalah sesuatu terkait dengan yang lainnya. Pernyataan tersebut menunjukkan
bahwa tiap topik dalam matematika saling terkait dan antar topik selain
matematika, bahkan dengan kehidupan sehari-hari.
Berikut disajikan salah satu contoh tugas matematik yang memuat aspek
berpikir untuk siswa SMA. Diketahui sebuah balok ABCDEFGH dengan panjang
rusuk AB, BC dan CG berturut-turut 12 cm, 6 cm dan 18 cm. Jika P terletak pada
ruas garis EF sehingga EP: PF = 1:3, ruas garis QR terletak pada bidang DCGH
sehingga PB//QR. Jika titik Q terletak di tengah-tengah ruas garis GH, berapakah
jarak antara garis PB dengan garis QR
Jawab:
Berdasarkan gambar dibawah, maka jarak antara garis PB dan QR adalah PQ.
Buatlah titik bantu P’ dimana PP’GH
Panjang EP:PF = 1: 3, maka panjang EP =
3 cm
Panjang GH = 12 cm, maka panjang QH =
6 cm
P’
P
Q
R
A B
C
E
GH
F
D
e.g.
graphical
analysis
Problem Situation
Representation 1
(e.g. algebraic
equation)
Representation 2
(e.g. graph)
Solution
Modelling Connections
MathematicalConnections
e.g.algebraic
processing
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
119Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Karena EH//PP’ maka panjang P’H=EP= 3
cm, dengan demikian panjang QP’=6cm-
3cm= 3cm.
Sehingga diperoleh segitiga siku-siku PP’Q. Perhatikan gambar berikut:
Dengan menggunakan teorema phytagoras, maka
panjang
PQ2 = PP’2 +P’Q2
= 32 + 62
= 9 +36
= 45
PQ = √45
= 3√5 cm
Jarak antara garis QR dengan garis PB dapat ditentukan dengan
memperhatikan segitiga PQB, seperti pada gambar berikut:
Berdasarkan perhitungan
sebelumnya kita peroleh panjang
PQ = 35 cm, maka selanjutnya
kita tentukan panjang QB dengan
menggunakan rumus Pythagoras
QB2 = BG2 + QG2
Sebelum menentukan panjang QB maka kita perlu menghitung terlebih dahulu
panjang BG, dengan persamaan berikut:
BG2 = BC2 + CG2
= 62 + 182
= 36 + 324 = 360
Jadi panjang BG adalah √360 = 6√10
Karena panjang BG dan QG sudah diketahui maka panjang QB dapat kita cari,
yaitu:
QB2 = BG2 + QG2
= (6√10)2 + 62
P
P’ Q
Q
P
B
t
Q’
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
120
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
= 360 +36 = 396
QB = √396 = 6√11
Satu lagi yang belum diketahui yaitu panjang PB. Panjang PB dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
PB2 = PF2 + FB2
= 92 + 182
= 81 +324 = 405
QB = √405 = 9√5
Karena segitiga PQB panjang ketiga sisinya sudah diketahui, maka untuk
menghitung tinggi segitiga atau panjang QQ’ dengan langkah sebagai berikut:
t = PQ2 – (PQ’)2 t = (√45)2 – x2
dan t = QB2 – (BQ’)2 t = (6√11)2 – (9√5– x)2
dari kedua persamaan tersebut diperoleh persamaan baru yaitu
PQ2 – (PQ’)2 = QB2 – (BQ’)2
(√45)2 – x2 = (6√11)2 – (9√5 – x)2
45– x2 = 396 – (405 – 2.9√5.x – x2)
45 = 396-405 + 18√5. x
54 = 18√5. x
x =ହସ
ଵ଼√ହ
x =ଷ
ହ√5
Implementasi Strategi Pembelajaran Eksploratif pada materi Geometri
Berikut dijelaskan aktivitas pembelajaran dengan menggunakan strategi
pembelajaran eksploratif pada materi geometri di salah satu Madrasah Aliyah
Negeri Jakarta.
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
121Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemberian Masalah Berbasis Eksploratif
Pemberian masalah berbasis ekploratif dilakukan dengan cara memberikan
masalah untuk siswa. Masalah yang dimunculkan dikemas dalam bentuk lembar
eksplorasi siswa sebanyak 6 set, yang memuat materi berbeda yaitu konsep
kedudukan titik, garis dan bidang; visualisasi rotasi bangun ruang; konsep jarak
antara titik dengan garis/bidang, jarak antara garis dan garis/bidang, jarak antara
dua bidang; sudut antara garis dan bidang yang merupakan aplikasi dari konsep
segitiga siku-siku dan trigonometri, dan konsep sudut antara garis dan bidang yang
merupakan aplikasi dari konsep segitiga sembarang dan trigonometri.
Permasalahan harus memunculkan konflik kognitif sehingga siswa mencoba
untuk menemukan jawaban ketika masalah yang diangkat memberikan tantangan
bagi mereka. Pembelajaran pada tahap ini dilakukan secara berkelompok, dengan
tujuan bahwa siswa dapat sharing dan melakukan diskusi dengan teman satu
kelompoknya terhadap jawaban yang ditemukan. Siswa secara berkelompok
dituntut untuk memahami masalah yang ditanyakan dengan tepat, menulis atau
menyederhanakan masalah, mentransfer atau memvisualisasi masalah ke dalam
bentuk gambar atau sebaliknya, mampu memanfaatkan data-data, objek atau
fakta yang ada pada soal.
Eksplorasi Individu
Tahap Eksplorasi Individu, siswa berusaha untuk menjawab semua
pertanyaan yang terdapat pada lembar eksplorasi secara individu. Siswa dituntut
untuk mengingat kembali materi-materi yang berkaitan dengan konsep geometri
dan siswa dapat menggunakan pengetahuan lama (struktur kognitif lama) untuk
membantu menyelesaikan masalah yang baru. Kesulitan siswa mengingat materi
sebelumnya, akan berdampak pada terhambatnya proses berfikir siswa pada
tingkat selanjutnya. Dengan kata lain, jika siswa tidak mampu mengingat atau
tidak mampu mengaitkan materi lama ke dalam situasi baru, akan membuat
mereka merasa lelah dan pusing akibatnya akan mengabaikan semua masalah yang
sedang dihadapi. Sedangkan guru bertugas untuk memberikan bantuan dan
bimbingan kepada siswa yang masih mengalami kesulitan dalam memahami
pertanyaan sehingga siswa kesulitan juga untuk memberikan jawaban.
Selain membantu memahami masalah, guru juga memberikan penjelasan
pada jawaban yang masih keliru atau kurang tepat. Kekeliruan ini bisa terjadi
karena siswa keliru dalam menginterpretasi pertanyaan atau terjadi karena
pemahaman mereka sebelumnya. Misalnya ada siswa yang masih kebingungan
dengan istilah “garis yang berpotongan” dan “garis yang bersilangan”.
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
122
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Aktivitas Eksplorasi Individu
Presentasi
Kegiatan presentasi hasil eksplorasi individu merupakan aktivitas perluasan
pemahaman siswa, tahap ini guru mengambil alih kegiatan dengan cara meminta
seluruh siswa untuk memperhatikan, kemudian guru meminta setiap siswa untuk
membacakan dan mengemukakan hasil eksplorasinya sementara guru dan siswa
lain memberikan tanggapan, saran dan perbaikan terhadap hasil presentasi siswa.
Eksplorasi Kelompok
Ekplorasi kelompok dilakukan melalui dua tahap, yaitu eksplorasi
menggunakan media selanjutnya eksplorasi pada unsur-unsur bangun ruang.
Kegiatan pengamatan akan membantu siswa memahami visualisasi rotasi bangun
ruang, dan selanjutnya akan membantu siswa dalam memahami konsep geometri 3
dimensi yang memuat konsep kedudukan titik/garis/bidang terhadap garis/bidang
konsep jarak antara titik dengan garis/bidang, jarak antara garis dan garis/bidang,
jarak antara dua bidang.
Gambar 4 Aktivitas Eksplorasi Kelompok
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
123Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Di sisi lain, tahap ini dapat menumbuhkan rasa percaya diri yang tinggi
dalam diri siswa, karena mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang
berbeda. Siswa yang kreatif akan merasa bangga, dan mempunyai nilai lebih
dibanding siswa yang mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang diberikan
oleh guru. Kecepatan menyelesaikan tugas pada tahap ini menjadi penilaian bagi
siswa, jadi kelompok yang lebih cepat selesai juga akan menjadikan siswa bangga
dan percaya diri sendiri. Dengan demikian, tahap ini perlu dikembang oleh guru
melalui soal-soal atau permasalahan yang menantang sehingga akan melatih
kecepatan dan ketepatan siswa dalam menyelesaikannya dan mendorong sikap
percaya diri kepada siswa.
Diskusi dan Evaluasi
Tahap Diskusi dalam penelitian ini serupa dengan tahap integrasi dalam Van
Hiele. Diskusi merupakan rangkaian kegiatan terakhir dalam strategi pembelajaran
eksploratif. Kegiatan diskusi yang dimaksud adalah membahas berbagai variasi soal
yang dapat mengintegrasikan antara kemampuan siswa atau pemahaman siswa
dalam menyelesaikan soa-soal geometri. Sehingga pada tahap ini, siswa
menyelesaikan soal-soal geometri secara individu. Meskipun tidak menutup
kemungkinan masih terjadi diskusi dengan siswa lainnya.
Sekali lagi pada tahap ini diharapkan siswa sudah memiliki pembiasaan
dalam memanfaatkan waktu dalam menyelesaikan masalah geometri, memiliki
rasa percaya diri sehingga mereka yakin bahwa mereka bisa menyelesaikan setiap
permasalahan secara individu tanpa harus bergantung kepada siswa lain.
C. Penutup
Strategi pembelajaran eksploratif yang dikembangkan dalam penelitian ini
meliputi lima tahap yaitu Pemberian masalah eksploratif: memunculkan masalah
baru yang dapat memacu keingintahuan siswa, Eksplorasi individu: siswa
melaksanakan eksplorasi pengetahuan dirinya dalam menyusun berbagai informasi
sedangkan guru memberikan bimbingan atau respon atas jawaban siswa,
Presentasi: siswa mempresentasikan sedangkan siswa lain dan guru memberikan
tanggapan, saran dan perbaikan, Eksplorasi kelompok: melakukan aktivitas
pengamatan, dan terakhir Diskusi: menyelesaikan masalah geometri dan
pembahasan soal-soal yang dilakukan bersama-sama.
Proses pembelajaran dengan strategi eksploratif yang digunakan
memberikan pengalaman belajar kepada siswa untuk melakukan aktivitas
matematik karena strategi pembelajarannya dikembangkan melalui penggunaan
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
124
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lembar eksplorasi siswa untuk membantu siswa, selain itu intervensi guru juga
terjadi dalam proses pembelajaran, proses belajar yang dibuat adalah
memunculkan interaksi multi arah sehingga siswa belajar dibuat secara
berkelompok, setelah siswa menemukan konsep melalui kegiatan eksplorasi
berkempok kemudian terjadi integrasi antara konsep dengan masalah. Sehingga
diharapkan strategi pembelajaran eksploratif dapat memberikan suasana belajar
baru yang tidak membosankan dan berlangsung di kelas dalam suasana efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Brodie, K., (2010), Teaching Mathematical Reasoning in Secondary School
Classrooms. London: Springer.
Clement, D., (2003), A Research Companion to Principles and Standards for School
Mathematics: Teaching and Learning Geometry. New York State
University.
Confrey, J., & Kazak, S., (2006), A thirty-year Reflection on Constructivism in
Mathematics Education in PME. In A. Gutierrez & P. Boero (eds),
Handbook of Research on The Psychology of Mathematics Education:
Past, Present and Future. Rotterdam: Sense Publisher.
Cunningham , D. D., (2010), The Seven Principles of Constructivist Teaching: A
Case Study. The Constructivist. Vol. 17, No. 1, ISSN 1091-4072 Missouri
State University.
Diezmann, C.M., & Watters, J.J., & English, L.D., (2001), Implementing
mathematical investigations with young children . In Proceedings 24th
Annual Conference of the Mathematics Education Research Group of
Australasia, pp 170-177, Sydney.
Ernest, P., (1991), The Philosophy of Mathematics Education; Studies in
Mathematics Education. Philadelphia: The Falmers Press.
Kariadinata, R. (2006). Aplikai Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran
Matematika sebagai Upaya Mengembangkan Kemampuan Berpikir
Matematik Tingkat Tinggi Siswa SMA. PPS UPI: Disertasi
Kirschner, P.A.; Sweller, J.; & Clark, R.E., (2006), Why Minimal Guidance During
Instruction Does Not Work: An Analysis of Failure of Constructivits,
Discovery, Problem-Based, Experiental, and Inquiry-Based Teaching.
Utrecht: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Journal of Educational
Psychologist, Vol. 41, No. 2, pp. 75-86.
Strategi Pembelajaran Eksploratif Gelar Dwirahayu
125Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Mancosu, P., (2005), Visualization, Explanation and Reasoning Style in
Mathematics. Dordretch: Springer.
McLeay, H. (2006), Mathematics Teaching Incorporating Micromath: Imagery,
Spatial Ability and Problem Solving. Derby: Assosiation of Teacher of
Mathematics.
McLeod, S., (2009), Jean Piaget, tersedia di
http://www.simplypsychology.org/piaget.html#adaptation.updated 2012
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (1989). Curriculum and
Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTM
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Learning
Mathematics for a New Century 2000. Yearbook. Reston, VA : NCTM
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung : Tarsito
Sumarmo,U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa
SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa
Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi IKIP Bandung : Tidak
dipublikasikan
Sumarmo,U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah pada Siswa SMU di Kodya Bandung. Laporan
Penelitian. FPMIPA IKIP Bandung
Yeo, J., & Fook, H.N., (2006), Engaged Learning in Mathematics. In Electronic
Proceeding of Educational Research Association of Singapore Conference:
Diversity for Excellence: Engaged Pedagogies. Singapore: ERAS.
Yeo, J., & Yeap B., (2009), Investigating the Processes of Mathematical
Investigation. Singapore: Paper presented at the 3rd Redesigning
Pedagogy International Conference.
IIASIL PENILAIAN SEJAWAT SEBIDANG ATAU PEER REVIEWKARYA ILMIAH : PROSIDING SEMINARNASIONAL
Judul BukuPenulis MakalahStatus PengusulNama PengusulIdentitas Buku
Kategori Publikasi Ilmiah
(beri pada kategori yang tepat)
Hasil Penilaian Peer Review :
StrategiPembelajaran Eksploratif Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis'
Gelar Dwirahayu
,Penulis TunggalGelar Dwirahayua. Nama Buku
b. Nomor ISBNc. Edisi
d. Penerbite. Tahun Terbitf. Jumlah halaman
Prosiding Seminar Nasional PendidikanMatematika FITK UIN Jakarta978-979-t6402-9-92013PMTK FITK Press2013t07-t25
fr Prosiding Seminar Nasional
l-l prosiding Seminar Internasional
KomponenYang Dinilai
Nilai Maksimal Prosiding SeminarNasional l0
Nilai Akhir YangDiperoleh......
Prosiding SeminarNasional
aProsiding Seminar
International i
na. Kelengkapan unsur isi buku (10%) I OtSb. Ruang lingkup dan kedalaman pembahasan
(30%\J
tu5c. Kecukupan dan kemutahiran datalinformasi dan
metodologi (30%\
aJ 2fid. Kelengkapan unsur dan kualitas penerbit O0%\ 3 *b
Total : (100%o) 10 8,1Nilai Pensusul =
Catatan Penilaian Buku oleh Reviewer:
Pn|oh^tqn pru 4vtety\ay ; deg a n f trmber Ref urt r f onJ qfuh uFd4te .
RevieWer 1,
NIDN :
Unit kerja : &n.r U$l 'Jakar{a '
LEMBARHASIL PENILAIAN SEJAWAT SEBIDANG ATAU PEER REVIEW
KARYA ILMIAH : PROSIDING SEMINARNASIONAL
Judul BukuPenulis MakalahStatus PengusulNama PengusulIdentitas Buku
Kategori Publikasi Ilmiah
(beri pada kategori yang tepat)
Hasil Penilaian Peer Review :
drltegi Pembetajaran Eksploratff tJntuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis'
Gelar DwirahayuPenulis Tunggal'Gelar Dwirahayua. Nama Buku
b. Nomor ISBNc. Edisi
d. Penerbite. Tahun Terbitf. Jumlah halaman
n Prosiding Seminar Nasional
I prosiAing Seminar Internasional
Prosiding Seminar Nasional PendidikanMatematika FITK UIN Jakarta978-979-16402-9-92013
PMTK FITK Press
2013r07-125
KomponenYang Dinilai
Nilai Maksimal Prosiding SeminarNasional 10 i
Nilai Akhir YangDiperoleh......Prosiding Seminar
Nasional
aProsiding Seminar
International
[-la. Kelenskaoan unsur isi buku (10%) 1
b. Ruang lingkup dan kedalaman pembahasan'(30%\
J 2,5
c. Kecukupan dan kemutahiran data/informasi dannietodolosi B0%\
J9rf,
d. Kelenskapan unsur dan kualitas penerbit $0%\ aJ 3Total = (100%o) t0 qNilai Penpusul =
Catatan Penilaian Buku oleh Reviewer:
/ti lztQran Dw1 "*&V
r,.a,Xlr ralryr*^ a9"' ktv--0<J*. [eAu.luk^^ .
Jakarta, ...$..(.y....(...?.. 9....Reviewer 2,-
(N*Q-[ru.Or. faq2c^^. fllA
NrDN : uol [t7+otUnit kerja : f lW U t N 11
ek*,,t2--
t